karakteristik endapan sungai

64
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geologi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang gejala yang berkaitan denga proses terbentuknya bumi. Keberadaan bumi serta fenomena lainnya serta berkaitan dengan bentuk alam (munir, 1996). Salah satu proses yang terjadi yaitu proses sedimentasi, Sedimentasi dapat didefinisikan sebagai pengangkutan, melayangnya (suspensi) atau mengendapnya material fragmentasi oleh air (Soemarto, 1995). Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya material sedimen beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya mekanisme pengendapan tertentu (Gould, 1972). Lingkungan pengendapan merupakan keseluruhan dari kondisi fisik, kimia dan biologi pada tempat dimana material sedimen terakumulasi (Krumbein dan Sloss, 1963). Secara umum dikenal 3 lingkungan pengendapan, lingkungan darat, transisi, dan laut. Beberapa contoh lingkungan darat misalnya lingkungan sungai dan lingkungan danau, dengan media transportasi berupa air, selain itu dikenal pula lingkungan gurun dan glestsyer dengan media berupa angin. Lingkungan 1

Upload: ahmad-aji-s-p

Post on 30-Dec-2015

666 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Karakteristik sedimen hasil dinamika aliran sungai (fluvial)

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geologi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari

tentang gejala yang berkaitan denga proses terbentuknya bumi. Keberadaan

bumi serta fenomena lainnya serta berkaitan dengan bentuk alam (munir,

1996). Salah satu proses yang terjadi yaitu proses sedimentasi, Sedimentasi

dapat didefinisikan sebagai pengangkutan, melayangnya (suspensi) atau

mengendapnya material fragmentasi oleh air (Soemarto, 1995).

Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya material

sedimen beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya

mekanisme pengendapan tertentu (Gould, 1972). Lingkungan pengendapan

merupakan keseluruhan dari kondisi fisik, kimia dan biologi pada tempat

dimana material sedimen terakumulasi (Krumbein dan Sloss, 1963). Secara

umum dikenal 3 lingkungan pengendapan, lingkungan darat, transisi, dan laut.

Beberapa contoh lingkungan darat misalnya lingkungan sungai dan

lingkungan danau, dengan media transportasi berupa air, selain itu dikenal

pula lingkungan gurun dan glestsyer dengan media berupa angin. Lingkungan

transisi merupakan lingkungan yang terdapat di daerah antara darat dan laut

seperti delta, lagoon dan litorial. Sedangkan yang termasuk lingkungan laut

adalah lingkungan-lingkungan neritik, batial, dan abisal (Selley, 1988)

Sungai merupakan jalur utama dari transportasi sedimen yang bersal

dari darat menuju wilayah pantai danau bahkan mencapai lebih jauh lagi

menuju laut.Endapan sungai umumnya merupakan endapan silikaklastik

dengan karakteristik tertentu. Untuk mengetahui karakteristik, fasies dan

lingkungan pengendpaan, maka dilakukan sebuah penyusunan karya ilmiah.

1

1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan

1.2.1. Maksud

Penulisan karya ilmiah seminar ini dimaksudkan untuk

menfetahui karakteristik endapan sungai berdasarkan proses –

proses tersebut.

1.2.2. Tujuan

Tujuan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah :

Dapat menentukan morfologi sungai tersebut.

Dapat menetukan perbedaan – perbedaan endapan sungai

tersebut.

1.3 Metode Penulisan

Penyusunan makalah ini dilakukan dengan melakukan pengumpulan

data dari berbagai sumber, yaitu internet, buku, jurnal dan buletin geologi

yang sudah dipublikasikan dan merupakan data sekunder dari beberapa

peneliti yang berhubungan dengan Fluvial dan Sedimentologi.

1.4 Ruang Lingkup

Kajian meliputi pembahasan mengenai Lingkungan Pengendapan dan

Karakteristik endapan sungai serta proses – proses yang mempengaruhi

karakteristiknya.

1.5 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, dibagi ke dalam beberapa bab, yang

saling terkait satu dengan yang lainnya. Sistematika penulisan laporan seminar

ini terdiri atas empat bab dengan perincian sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab satu ini penulis memaparkan mengenai latar belakang,

tujuan, rumusan masalah, lingkup kajian, kerangka pikir, serta

sistematika penulisan.

2

BAB II Morfologi Sungai

Pada bab dua penulis memaparkan mengenai landasan teori yang

berhubungan dengan perubahan morfologi sungai dan proses –

proses yang mempengaruhi perubahan morfologi sungai dan

lingkungan pengendapan sungai yang terbagi berdasarkan

morfologi.

BAB III Fasies dan Karakteristik Endapan Sungai

Pada bab tiga penulis memaparkan karakteristik endapan sungai

dan fasies. Pada karakteristik endapan sungai tersebut akan dibahas

berupa cirri – cirri Litologi, struktur sedimen dan proses

sedimentasi masing – masing.

BAB IV Kesimpulan

Pada bab kelima, berisi mengenai kesimpulan.

3

BAB II

MORFOLOGI SUNGAI

Morfologi sungai sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor anatara lain

oleh lereng dan ketinggian, struktur dan jenis batuan, patahan dan lipatan (struktur

geologi), sedimentasi dan pola sungai (Cotton,1949).

2.1 Perkembangan Suatu Sistem Sungai

Tahapan perkembangan suatu sungai dapat dibagi menjadi 4

(Empat) stadia, yaitu stadia sungai awal, stadia muda, stadia dewasa,

stadia tua, dan stadia remaja kembali (rejuvination). Skema sistem

sungai dapat dilihat pada gambar 2.1.

1) Tahap awal suatu sungai seringkali dicirikan oleh sungai yang

belum memiliki orde dan belum teratur. Sungai pada tahapan

awal umumnya berkembang di daerah dataran pantai (coastal

plain) yang mengalami pengangkatan atau diatas permukaan

lava yang masih baru / muda dan gunungapi. Sungai yang

termasuk dalam tahapan muda adalah sungai-sungai yang

aktivitas aliran sungainya mengerosi kearah vertikal. Aliran

sungai yang menmpati seluruh lantai dasar suatu lembah.

Umumnya profil lembahnya membentuk seperti huruf .V. Air

terjun dan arus yang cepat mendominasi pada tahapan ini.

2) Tahap awal dari sungai dengan stadia dewasa dicirikan oleh

mulai adanya pembentukan dataran banjir secara setempat

setempat dan semakin lama semakin lebar dan akhirnya terisi

oleh aliran sungai yang berbentuk meander, sedangkan pada

sungai yang sudah masuk dalam tahapan dewasa, arus sungai

sudah membentuk aliran yang berbentuk meander, penyisiran

kearah depan dan belakang memotong suatu dataran banjir

(flood plain) yang cukup luas sehingga secara keseluruhan

ditempati oleh jalur-jalur meander. Pada tahapan ini aliran

4

arus sungai sudah memperlihatkan keseimbangan antara laju

erosi vertikal dan erosi lateral.

3) Pada tahapan ini dataran banjir diisi sepenuhnya oleh meander

dan lebar dari dataran banjir akan beberapa kali lipat dari luas

meander belt. Pada umumnya dicirikan oleh danau tapal kuda

(oxbow lake) dan rawa-rawa (swampy area). Erosi lateral

lebih dominan dibandingkan erosi lateral.

4) Setiap saat dari perkembangan suatu sungai dari satu tahap ke

tahap lainnya, perubahan mungkin terjadi dimana kembalinya

dominasi erosi vertikal sehingga sungai dapat diklasifikasi

menjadi sungai dalam tahapan muda. Sungai dewasa dapat

mengalami pengikisan kembali ke arah vertikal untuk kedua

kalinya karena adanya pengangkatan dan proses ini disebut

dengan peremajaan sungai. Proses peremajaan sungai adalah

proses terjadinya erosi ke arah vertikal pada sungai berstadia

dewasa akibat pengangkatan dan stadia sungai kembali

menjadi stadia muda.

Gambar 2.1 Genesa Sungai (Stadia sungai: stadia awal (a), stadia muda (b),

stadia dewasa (c), dan stadia tua dan stadia rejuvenation(d)) (Cotton,1949).

2.2 Proses Sedimentasi

Sedimentasi dapat didefinisikan sebagai pengangkutan,

melayangnya (suspensi) atau mengendapnya material fragmentasi

oleh air (Soemarto, 1995). Sedimentasi terjadi karena adanya

5

partikel-partikel padat yang ikut terbawa oleh aliran air. Faktor –

faktor yang mengontrol pengangkutan sedimen adalah air, angin, dan

juga gaya grafitasi. Dimana sistem transport pada angin dan air

sangatlah berbeda. Pertama, karena berat jenis angin relatif lebih kecil

dari air maka angin sangat susah mengangkut sedimen yang

ukurannya sangat besar. Besar maksimum dari ukuran sedimen yang

mampu terangkut oleh angin umumnya sebesar ukuran pasir. Kedua,

karena sistem yang ada pada angin bukanlah sistem yang terbatasi

(confined) seperti layaknya channel atau sungai maka sedimen

cenderung tersebar di daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju

atmosfer.

2.2.1. Erosi

Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya

lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan

air maupun angin (Suripin, 2004). Erosi merupakan tiga proses

yang berurutan, yaitu pelepasan (detachment), pengangkutan

(transportation), dan pengendapan (deposition) bahan-bahan

tanah oleh penyebab erosi (Asdak, 995).

Di daerah-daerah tropis yang lembab maka air

merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan untuk

daerah-daerah panas yang kering maka angin merupakan faktor

penyebab utamanya. Erosi tanah yang disebabkan oleh air

meliputi 3 tahap (Suripin, 2004), yaitu:

a) Tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah.

b) Tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti

aliran air dan angin.

c) Tahap pengendapan, pada kondisi dimana energi

yang tersedia tidak cukup lagi untuk mengangkut

partikel.

Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan

partikel tanah pada erosi yang disebabkan oleh air. Pada saat

6

butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul,

partikel tanah terlepas dan terlempar ke udara. Karena gravitasi

bumi, partikel tersebut jatuh kembali ke permukaan.

Pada lahan miring partikel-partikel tanah tersebar ke

arah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah yang terlepas

akan menyumbat pori-pori tanah. Percikan air hujan juga

menimbulkan pembentukan lapisan tanah keras pada lapisan

permukaan. Hal inimengakibatkan menurunnya kapasitas dan

laju infiltrasi tanah.

Pada kondisi dimana intensitas hujan melebihi laju

infiltrasi, maka akan terjadi genangan air di permukaan tanah,

yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran

permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel-

pertikel yang terlepas baik oleh percikan air hujan maupun oleh

adanya aliran permukaan itu sendiri. Pada saat energi aliran

permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikel

tanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan

mengendap baik untuk sementara atau tetap (Suripin, 2004).

Proses pengendapan sementara terjadi pada lereng yang

bergelombang, yaitu bagian lereng yang cekung akan

menampung endapan partikel yang hanyut untuk sementara dan

pada hujan berikutnya endapan ini akan terangkut kembali

menuju dataran rendah atau sungai.

Pengendapan akhir terjadi pada kaki bukit yang relatif

datar, sungai dan waduk. Pada daerah aliran sungai, partikel dan

unsur hara yang larut dalam aliran permukaan akan mengalir

dan mengendap ke sungai dan waduk sehingga menyebabkan

pendangkalan.

Besarnya erosi tergantung pada kuantitas suplai material

yang terlepas dan kapasitas media pengangkut. Jika media

pengangkut mempunyai kapasitas lebih besar dari suplai

7

material yang terlepas, proses erosi dibatasi oleh pelepasan

(detachment limited). Sebaliknya jika kuantitas suplai materi

melebihi kapasitas, proses erosi dibatasi oleh kapasitas (capacity

limited).

Menurut Suripi (2004), berdasarkan bentuknya erosi

dibedakan menjadi 7 tipe, diantaranya yaitu:

a) Erosi percikan (splash erosion) adalah terlepas dan

terlemparnya partikel-partikel tanah dari massa tanah akibat

pukulan butiran air hujan secara langsung

b) Erosi aliran permukaan (overland flow erosion) akan terjadi

hanya dan jika intensitas dan/atau lamanya hujan melebihi

kapasitas infiltrasi atau kapasitas simpan air tanah

c) Erosi alur (rill erosion) adalah pengelupasan yang diikuti

dengan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh aliran air

larian yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air

d) Erosi parit/selokan (gully erosion) membentuk jajaran parit

yang lebih dalam dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan

dari erosi alur

e) Erosi tebing sungai (streambank erosion) adalah erosi yang

terjadi akibat pengikisan tebing oleh air yang mengalir dari

bagian atas tebing atau oleh terjangan arus sungai yang kuat

terutama pada tikungan-tikungan

f) Erosi internal (internal or subsurface erosion) adalah

proses terangkutnya partikel-partikel tanah ke bawah masuk

ke celah-celah atau pori-pori akibat adanya aliran bawah

permukaan

g) Tanah longsor (land slide) merupakan bentuk erosi dimana

pengangkutan atau gerakan massa tanah yang terjadi pada

suatu saat dalam volume yang relatif besar.

8

2.2.2. Transportasi

Mekanisme pengangkutan sedimen ini dikategorikan

menjadi dua, yaitu bed load dan suspended load. Proses

pergerakkan sedimen jenis bed load bergerak pada dasar

sungai dengan cara menggelinding, meluncur dan

melompat-lompat. Sedangkan pada suspended load terdiri

dari butiran-butiran halus yang melayang-layang di dalam

air. Sifat sedimen hasil pengendapan suspensi ini adalah

mengandung prosentase masa dasar yang tinggi sehingga

butiran tampak mengambang dalam masa dasar dan umumnya

disertai memilahan butir yang buruk.

Ciri lain dari jenis ini adalah butir sedimen yang

diangkut tidak pernah menyentuh dasar aliran. Pergerakan

partikel kasar akan cenderung bergerak sangat dekat dengan

bed selama transportasi berlangsung mekanisme ini dikenal

sebagai transportasi bed load. Sementara fraksi halus akan

bergerak lebih tinggi diatas bed membentuk transport

suspended load. jika shear velocity (U*) lebih besar dari

settling velocity (V) maka material akan tetap berada dalam

kondisi suspensi (suspended load), mekanisme transport

sedimen dapat dilihat pada gambar 2.2 (Boggs, 2006).

Gambar 2.2 Mekanisme transportasi (A) Suspension, (B)

Bouncing (saltation), (C) Rolling (Sally,1988).

9

1. Transportasi Bedload

Transportasi bedload dimana partikel yang berukuran lebih

besar dari pasir biasanya ditransportasikan dalam mekanisme

tersebut. Kontak trasportasi bedload bersifat continue dengan bed

dikenal sebagai traction transport (transportasi traksi). Pergerakan

transportasi arus traksi ini bisa terjadi dalam bentuk rolling

(menggelinding), sliding (terseret), dan creep (merayap). Saltasi

merupakan tipe bedload dimana memiliki kontak intermitten

dengan bed selama transportasi berlangsung. Saltasi pergerakannya

berupa loncatan loncatan partikel naik turun membentuk sudut 45°

dari ketinggian loncatan dan jatuh ke bawah membentuk sudut 10°

(Boggs, 2006). Pola asimetris ini bisa terganggu akibat arus

turbulen atau tumbukan dengan butiran lainnya. tarnsportasi saltasi

dapat dianggap sebagai pola intermediet antara transport traksi dan

supensi, tapi masih dalam mekansime transport bedload

(mengalami kontak dengan permukaan bed).

2. Transportasi Suspended load

Proses transport pada system suspended load terjadi saat

keadaan arus meningkat, intensitas turbulensi meningkat dekat

dengan bed. jalur lintasan partikel sedimen juga semakin tidak

beraturan, semakin tinggi atau lebih tinggi dari trajektor (lintasan)

partkel saltasi. Jika lift force (gaya angkat) hasil tubulensi arus

tidak bersifat continue (energi kinetik berubah) maka partikel akan

sekali waktu jatuh ke bed fenomena ini dikenal sebagai intermitten

suspension. Intermittent suspenison ini berbeda dengan saltation

dimana pergerakan partikel pada intermittent suspension berada

lebih lama diatas bed sebelum ia jatuh ke bawah bed, sementara

fraksi halus dapat beratahan lama dalam aliran (dalam arus

supensi) dan terangkut cukup jauh sebelum jatuh juga menyentuh

10

bed. Jika kecepatan menurun tipe ini dinamakan continuous

suspension.

3. Wash load transport

Pada material yang berukuran sangat halus ( clay size)

dimana memiliki velocity yang sangat rendah. Material sedimen ini

dapat berasal dari hasil erosi source di upstream (hulu sungai)

maupun erosi di bank (lereng channel), dibandingkan di streambed

(dasar sungai), mekanisme ini dikenal sebagai wash load. Sungai

memiliki kapastias untuk mentransportasikan wash load dalam

skala besar meskipun dengan kecepatan aliran yang rendah. karena

wash load bisa diangkut dalam continuous supsension dalam jarak

yang cukup jauh.

Rock fall mencakup blok atau klastika yang lepas jatuh bebas dari tebing

atau lereng yang curam. Slide merupakan mekanisme pergerakan massa dari

batuan atau sedimen karena longsor atau shear failure yang terjadi pada suatu

massa batuan yang mengalami deformasi internal. Sediment gravity flow

merupakan tipe pergerakan ‘fluida’ dari suatu massa batuan yang mengalami

deformasi internal (longsoran pada lereng lingkungan berair).

Di lingkungan subaerial gravity flow juga terjadi contohnya longsoran

(avalanche), aliran piroklastik dan base surge flow yang dihasilkan oleh hasil

erupsi volkanik, grain flow dari pasir kering pada bidang sentuh gumuk pasir, dan

lingkungan volcanik dan non volcanik tempat tejradinya aliran debris dan aliran

lumpur (debris flow dan mud flow). Di lingkungan subaqueous fenomena

sediment gravity flow yang umum berupa grain flow, debris flow, turbidite flow

dan liquified sediment flow (atau dikenal juga sebagai liquifaction flow atau di

beberapa buku disebut juga sebagai liquidized flow).

Sediment gravity flow terjadi jika butiran terpisah dari massanya dan sudut

geser meluas kemudian kohesifitas (kerekatan) batuan dan massa batuan berkuang

akibat beban, kemudian massa tidak stabil lagi menahan beban yang akan

bergerak turun karena gaya gravitasi. Empat jenis teoritis dari mekanisme

11

dispersif dan support butiran dalam aliran yang sesuai dengan reduksi

(pengurangan) internal strength yaitu: aliran turbulen, upward escape dari fluida

intergranular,  grain interaction (dispersive pressure), dan support cohesive

matrix (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 The principal kinds of sedimen gravity flow and the relationship of flow type to

grain support mechanisms and fluid type (Middleton dan Hampton,1976).

1. Arus Turbidit

Arus turbidit merupakan jenis density current (arus dengan

densitas sediemen yang tinggi) yang mengalir ke arah bawah lereng

disepanjang dasar laut atau danau karena konstrasnya densitas dengan

air disekitarnya (ambient water) (Boggs, 2006). Arus trubidit dapat

berasal dari berbagai mekansime (yang memicunya) mulai dari

sediment failure (longsoran), badai yang memicu aliran dari pasir dan

lumpur di kepala punggungan lereng, bedload inflow dari sungai dan

glacial meltwater (melelehnya es), dan aliran selama erupsi dari airfall

ash (muntahan gunung api). Memberntuk suatu pergerakan berupa

surge atau stabil membentuk uniform flow(Normark dan Piper, 1991

dalam Boggs,2006).

Surge atau spasmodic turbidity current, diawali dengan

peristiwa Katastropik yang terjadi suatu waktu (sesaat) akibat dipicu

gempa bumi atau sediement slupmping atau karena gelombang badai

yang terjadi di continental shelf (tentunya pada batas continental shelf

12

terhadap continental slope). Artinya, arus turbidit ini harus memiliki

ciri endapan yang tebal tapi sebenarnya itu event yang terjadi berulang

dan satu event ini berlangsung mendadak dan sesaat saja (sama dengan

aliran gravitasi lainnya). Pada event ini menghasilkan turbulensi arus

yang intens pada air laut yang berada diatas lantai samudra,

menghasilkan erosi ekstensif dari sedimen, hingga fraksi fraksi halus

tersebut sebagian besar terlempar ke kondisi suspensi.

Saat arus turbidit terbentuk kemudian secara geometris massa

sedimen yang terbawa arus ini memiliki tiga bagian: kepala, tubuh dan

ekor (head, body, and tail). Pada gambar 2.5 dan 2.6 menjelaskan

mengenai system arus turbidite.

Gambar 2.5 Ilustrasi terhadap struktur head and body

pada arus turbidite (Allen, 1985).

Gambar 2.6 Ilustrasi system arus (Nicholas, 2007).

13

Endapan arus turbidit dikenal dengan istilah ‘turbidite’. Sikuen

Bouma (Bouma Sequence) merupakan suatu model urutan (suksesi)

endapan turbidit. Bouma sikuen terdiri dari lima bagian: yang mana

bagian bagian ini menggambarkan proses menurunnya kekuatan aliran

arus turbidit hingga mengendapkan semua material sedimen yang

dicirikan oleh kehadiran struktur struktur sedimen dan regime aliran.

Bouma Squence terbagi menjadi lima bagian yaitu : Ta, Tb, Tc, Td.

(gmbar 2.7)

Unit A (Ta) merupakan fasies paling bawah dari sikuen

Bouma berisi scoured base (dasar yang tererosi atau

struktur erosional), dan pola menghalus keatas (graded

bedding).

Unit B (Tb) dicirikan oleh kehadiran fraksi yang lebih halus

dari Ta, tersortasi lebih baik, bersruktur paralel laminasi

yang mencirikan regim aliran atas (upper flow regime sama

seperti Ta upper flow regime juga).

Unit C (Tc) berisi struktur cross lamination dari pasir

halus, mengindikasikan kekuatan (kecepatan) arus yang

lebih kecil maka mencirikan regime aliran bawah (lower

flow regime).

Unit D (Td) fasies ini masih memiliki mekanisme pada

regim aliran bawah (lower flow regime), unit D (Td) berupa

laminasi silt.

Unit E (Te)terbentuk disaat keadaan arus terhenti pada

keaadaan akhir dimana tersusun oleh material clay

(lempung) yang menunjukan arus sudah sangat tenang.

14

Gambar 2.7 Bouma Squence. ° (Boggs, 2006).

2. Grain Flow

Grain flow adalah pergerakan sedimen lepas (loose, atau

cohesionless) dimana sedimen ini jatuh lepas (dalam massa besar)

tanpa pengaruh media transport. Grain flow adalah dispersi dari

sedimen yang cohesionless (lepas), sedimen yang berada di udara

bergerak dengan mekanisme tekanan dispersif (menekan sambil

menyebar) karena tumbukan langsung antar butiran dan di air terjadi

juga (dispersive pressure) karena tumbukan dan akumulasi butiran

yang berdekatan. Sedimen yang mengalir melalui grain flow baik di

lingkungan subaerial (darat) maupun subaqueous (laut) akan bergerak

sangat cepat karena umumnya peristiwa ini terjadi di lereng yang

sangat curam Grain flow merupakan hasil dari pergerakan cohesionless

sediment yang beregerak ke bawah lereng, hal tersebut dikarenakan

kehilangan secara tiba tiba dari internal shear strength pada sedimen

(Boggs, 2006).

16

Grain flow dimulai melalui mekanisme proses traksi (traction

process) yang menyebabkan sedimen cohesionless (sedimen lepas)

umumnya pasir, untuk terkumpul dan bergerak diluar batas sudut

ketahanan (angle of repose). Sudut ini adalah fungsi dari grain packing

dan grain shape (bentuk butiran) dan cenderung akan lebih besar

nilainya pada endapan dengan akumulasi butiran yang menyduut dan

memilik kebundaran rendah (buruk). Ketika angle of repose ini

meningkat, maka longsoran akan terjadi (bukan longsoran tipe geseran

tapi jatuhan atau avalanche), dan aliran akan semakin cepat terjadi

ketika internal shear stress meningkat karena gravitasi (atau melebihi

internal shear strength dari sedimen).

Tekanan dispersive (dispersive pressure) merupakan suatu

tekanan yang diperlukan untuk memisahkan butiran dan

mempertahankannya dalam suspensi selama aliran terjadi, dan tidak

dibentuk oleh fluida namun tumbukan antar butiran (grain-to-grain

collision) di udara dan close encounter (massa yang rapet tapi lepas) di

air ketika longsoran terjadi kebawah lereng. Selama interaksi dari

butiran, tekanan dispersive merupakan gaya normal terhadap bidang

dari shearing yang cenderung meluas atau ‘disperse’ (‘menyebarkan’)

butiran pada arah tertentu (yaitu arah arusnya kebawah lereng).

Grain flow ini umumya memiliki ketebalan yang masif dan

tebal (Lowe, 1976). Endapaan suatu aliran grain flow (single grain

flow) di berbagai lingkungan tidak bisa lebih tebal dari beberapa

sentimeter untuk ukuran butiran aliran grain flow berupa pasir (Lowe,

1976). Struktur yang mencirikan grain flow ini antara lain struktur

reverse gradding (pola mengkasar ke atas). Reverse gradding terjadi

akibat partikel sedimen berukuran kecil tersaring dalam butiran besar

melewati pori - pori pada bidang kontak antar butiran besar, proses ini

dikenal sebagai Kinetic Sieving (Lowe, 1976).

Laminasi dan grading (normal gradding) terkadang terdapat

pada system aliran ini akantetapi reverse gradding akan dominan pada

17

bagian dasar (base) dari batuan. Satu aliran grain flow atau satu event

(single grain flow) dapat membentuk keteabaln yang secara umum

sekitar 5 cm (Boggs, 2006).

3. Debris Flow (Aliran Debris atau aliran lumpur)

Debris flow atau aliran lumpur merupaka pergerakan antara

material sedimen yang memiliki kandungan air yang sedikit, sehingga

diketahui visikositas sangat tinggi. Debris flow terjadi ketika massa

sedimen yang tersortasi buruk, terganggu dan terjenuhkan oleh air,

menyeruak menuruni lereng sebagai respon terhadap gaya gravitasi.

Debris flow terjadi ketika masa sedimen ini memiliki cirri berupa

sortasi yang buruk (terjenuhkan oleh air) (gambar 2.7).

Gambar 2.7 Ilustrasi proses Debris Flow (Sumber: Natural Resources Canada).

Debris flow banyak terdapat pada daerah yang kering, ketika

hujan berat tejradi karena sifat resapan air tanah yang buruk maka

fraksi sedimen akan menyeruak menuruni lembah lembah yang curam

atau landai. Endapan kipas aluvium (aluvial fan) merupakan contoh

endapan yang memiliki ciri struktur yang khas berkembang di

dalamnya berupa reverse gradding dengan mekanisme kinetic sieving.

Selain itu pada lingkungan glacial berkembang system debris flow.

Dimana saat es melting, kemudian terdapat air yang akan menuruni

18

lembah, sehingga akan membawa semua butiran sedimen halus yang

dilewatinya dan membentuk lumpur.

Aliran ini terdiri dari fraksi lempung dan pasir halus (dominan)

yang menjadi lumpur dikarenakan terkonsentrasi tinggi dan

terjenuhkan oleh air, sehingga memiliki kekentalan yang dapat

mengangkut material kasar. Sifat pada aliran ini yaitu memiliki plug

dimana ketika gaya geser rendah maka bagian depan mulai dengan

rolling (caterpillar motion). umumnya lereng dengan kecuraman >

10°. tapi ada juga yang bisa ngalir pada lereng yang lebih landai yaitu

sekitar 5° atau kurang (Boggs, 2006).

Aliran debris yang kaya akan lumpur (mud dominanted)

dikenal sebagai mud flows dan aliran debris dengan mud friction yang

rendah serta memiliki fragmen kasar dengan berukuran gravel

(Wenworth,1922) disebut muddy debris flow (Middleton, 1991).

Aliran debris pada umumnya memiliki ketebalan yang cukup

tebal, sortasi buruk, memiliki ciri chaotic mixture (persebaran

pencampuran acak) dari partikel sedimen mengisinya dari lempung

sampai boulder (wenworth,1922). Partikel yang besar umumnya

menunjukan orientasi tertentu. Struktur yang khas lainnya adalah

struktur reverse gradding akibat kinetic sieving.

4. Fluidized flow (Liquidized flow)

Liquified flow (fluidized flow) merupakan suatu konsentrasi

dispersi butiran sedimen yang bergerak keatas karena air pori yang

ingin bebas bergerak keatas. Kemuadian butiran diatasnya jatuh

kebawah karena tertarik gravitasi dan fluida yang terbebas

menginjeksikan sedimen dari bawah (Boggs, 2006).

Material sedimen yang akan mengalami aliran ini bersifat

loosely packed (tidak terkompaksi ), cohesionless (tidak kohesif).

Liquified flow ini dapat juga terjadi karena goncangan mendadak

(sudden shock). Aliran dapat cukup cepat terjadi di dasar lereng

19

dengan kemiringan 3°(Boggs, 2006). Beberapa aliran likuifaksi dapat

bersifat turbulen ketika massa aliran sedimen terkaselerasi ke dasar

lereng dan memasok massa turbidit. Biasanya endapannya tebal,

sortasi buruk, menunjukan terdapat struktur fluid escape, seperti dish,

pie, dan sand volcanoes.

Gambar 2.8 Pebandingan struktur – struktur yang berkembang pada endapan

aliran gravitasi (Boggs, 2006).

BAB III

20

FASIES DAN KARAKTERISTIK ENDAPAN SUNGAI

Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe

sungai, sungai lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai anastomasing,

dan sungai kekelok (meandering) (Gambar 3.1).

Gambar 3.1 Sistem Sungai Berdasarkan Morfologi (Miall, 1977).

3.1 Sungai Lurus (Straight)

Straight river adalah sungai yang lurus, sungai yang tidak adanya

kelokan. Bentuk lurus ini disebabakan oleh energy aliran sungai yang kuat

atau deras yang berdampak pada kurangnya sedimentasi, serta erosi vertical

yang tinggi berbanding terbalik dengan erosi mendatar.

Gambar 3.2 Zona geomorfologi pada sistem fluvial (Nicolas, 2009).

21

Jika dilihat pada gambar 3.2, Straight river terdapat pada daerah

lembah dan pada pengunungan dengan kemiringan lereng yang terjal dengan

jarak yang pendek (Leopold et al, 1964).

Pada system ini endapan sungai cendrung bersifat halus (didominasi

oleh lumpur). Pengaruh terhadap energy yang tinggi akan menghasilkan

sedimentasi yang kecil sehingga endapan pada sungai ini tidak tebal dan

terendapkan pada bagian pinggir sungai (channel bar) (Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Pola sungai lurus (Reineck dan Singh,1980).

3.2 Sungai Braided

Sungai teranyam atau Braided River umumnya terdapat pada daerah

datar dengan energi arus alirannya lemah dan batuan di sekitarnya lunak.

Sungai tipe ini bercirikan debit air dan pengendapan sedimen tinggi dengan

sistem transport berupa rolling dan saltation sepanjang dasar sungai (Boggs,

2006 dan Nicholas, 2009). Sungai teranyam secara morfologi memiliki

geometri sungai berebentuk seperti “menganyam” jika dilihat dari atas. Sungai

teranyam akan terbentuk dalam kondisi sungai mempunyai fluktuasi dischard

yang besar dan cepat, kecepatan influg sedimen yang tinggi yang umumnya

berbutir kasar, tebing mudah tererosi dan tidak kohesif (Cant, 1982).

.

Gambar 3.4 Pola Sungai Teranyam (Reineck dan Singh,1980).

22

Umumnya tipe sungai teranyam didominasi oleh pulau-pulau kecil

(gosong) yang diendapkan (gambar 3.4) dengan material berukuran pasir dan

krikil (Nicholas, 2009). Pola aliran sungai teranyam terkonsentrasi pada zona

aliran utama dengan dicirikan terdapatnya bar yang banyak dan besar. Sistem

channel lebih berkembang pada sungai teranyam ini dikarenakan stadia sungai

yang berkembang antara muda hingga dewasa yang cendrung mengerosi

secara vertikal (Gambar 3.5).

Gambar 3.5 Diagram sistematik menunjukan single-channel dan multi-channel pada tipe

sungai teranyam (Rust,1987)

Bar tersebut dapat bervariasi dalam bentuk dan ukuran diantaranya

(Boggs,2006):

1. Longitudinal

2. Linguoid

3. Transvere

Bar longitudinal atau sering dikenal sebagai gosong adalah pulau

ditengah sungai yang mempunyai sumbu panjang sejajar dengan arah aliran

sungai (Nicholas, 2009). Gosong ini dicirikan dengan endapan yang berbutir

kasar yang berada diantara bagian bawah dari gosong tersebut. Struktur

sedimen yang umumnya terdapat pada gosong adalah lapisan mendatar yang

tebal yang diendapkan dalam kondisi upper-flow regim (Boogs,2006).

Linguiod dan tranverse bars berada pada sudut garis potong ke arah alur

sungai, keistimewaan karakteristik pasir pada aliran teranyam. Bentuk lobate

23

atau rhombic, dengan penurunan ketinggian sungai. Stuktur sedimen yang

umum terdapat pada linguiod dan tranverse berupa large ripple, cross bedding

pada bagian bawah dan dunes berkembang pada kondisi banjir (Boogs,2006).

Transverse bar ini dapat terbentuk saat kondisi aliran sangat pelan tetapi

suplai sedimen cukup besar, sehingga transverse bar yang terbentuk cenderung

berada di tengah channel. (meski umumya transverse bar pada sungai braided

berada di tepi channel) transverse bar yang telah terbentuk sewaktu waktu

akan terpotong, ketika aliran bertambah kuat terjadi (banjir). transverse bar

akan terpotong dan mengakibatkan terjadinya perubahan morfologi menjadi

linguoid bar ditunjukan pada gambar 3.6 (Kighton 1998).

Gambar 3.6 konversi transverse bar yang yang telah terbentuk, aliran memotong kedua sisi bar dan membentuk mid-channel (braid) bar (Kighton 1998)

Endapan sungai teranyam pada umumnya terdiri atas batupasir dengan

ukuran kasar sampai krikil (weantworth,1922). Lumpur terendapkan pada

bagian dasar aliran sungai. Sistem channel yang berkembang memiliki ciri

khusus struktur sedimen berupa cross bedding.

24

Gambar 3.7. Penampang vertical pada sisem sungai teranyam (Boggs,1995).

Pada gambar 3.7. merupakan model klasik endapan sungai braided,

dimana pada dasar sekuen merupakan bidang erosi yang kemudian

diendapkan oleh lapisan yang berbutir kasar hingga sangat kasar. Pada bagian

bawah sangat umum dijumpai lag deposits. Lag deposit dicirikan

batulempung atau batuserpih yang merupakan hasil runtuhan tebing sungai.

Pada bagian bawah sekuen ini sering terbentuk silang siur dan kemudian

berubah jadi planar ke arah atas. Pada bagian atasnya terdiri atas batuan

berbutir halus (batuserpih, batulanau atau batulempung) dengan sisipan tipis

batupasir. Struktur sedimen yang dijumpai umumnya berukuran kecil seperti

laminasi, silang siur dan ripple mark. Pada bagian bawah dari sekuen ini

berupa endapan berbutir kasar hingga sangat kasar merupakan hasil endapkan

pada alur sungai, sedangkan endapan halus umumnya merupakan hasil

endapan di daerah dataran banjir. Sisipan tipis batupasir pada bagian atas

sekuen merupakan endapan limpahan banjir yang memotong tanggul

alam(Cant and Walker,1976).

25

Endapan pada sistem sungai teranyam bervariasi atas besarnya beban

pengendapan yang terkirim, kedalaman dari air sungai dan variasi pembelokan

aliran sungai. Umumnya proses pengendapan tidak menunjukan perbedaan

khusus. Model endapan pada sistem sungai teranyam ini terbagi mejadi empat

macam. Pembagian tersebut berdasarkan kondisi pada bedload dan discharge

(Miall,1977) antara lain:

Scott-type, umumnya terdiri dari batuan kasar, krikil-krikil dan

sedikit adanya sisipan batuan pasir pada sepanjang penampang

vertikal dari type ini. Model ini menunjukan sedikitnya

perkembangan dari pengendapan batuan krikil.

Donjek-type, model ini teridi dari variasi lapisan pengendapan pada

sungai teranyam dengan campuran beban pasir dan kekrikil. Batuan

berpasir banyak mendominasi pada Linguoid dan transverse bars.

Pada penampang vertikal ini terlihat variasi dari ketebalan

pembentukan lapisan.

Platte-type, pengendapan tidak begitu nampak, sekalipun terindikasi

adanya rangkaian pengendapan pada sebagian longitudinal bar dan

superiposes linguoid bars dan terdapat sedikitlapisan coal.

Bijou Creek-type, karakteristik proses pengendapan oleh

pengendapan superimposes flood sejak akumulasi arus air pada

setiap kali terjadinya banjir.

26

Gambar 3.8. Perbedaan karakteristik endapan Braided

3.3 Sungai Berkelok (Meandering)

Sungai meandring dapat diartikan sebagai sungai yang alirannya

berkelok-kelok atau berbelok-belok. Berbeda dengan sungai teanyam

(breaided), sungai berkelok ini cendrung terhadap satu jalur sungai utama.

Dengan dicirikan terhadap gradien yang lebih rendah, sedimen yang lebih

halus dan sinousity yang jauh lebih besar pada tabel 3.1 (Leopold dan

Wolman, 1957).

Table 3.1 Classification pada alluvial channel berdasarkan karakteristik geometry

(Rush,1978)

27

Pada sungai tipe ini erosi secara umum lemah sehingga pengendapan

sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih besar dibandingkan erosi vertikal,

perbedaan ini semakin besar pada waktu banjir. Hal ini menyebabkan aliran

sungai sering berpindah tempat secara mendatar. Pola berkelok – kelok terjadi

akibat aliran akan mengerosi pada bagian bawah sungai dimana hal tersebut

terjadi akibat mekanisme aliran yang tidak selalu seragam nilai viskositasnya.

Ketika air mengalami kontak dengan lapisan atau dinding channel

maka ada proses turbulensi akibat gaya gesek fluida dengan permukaan

bidang sentuh (baik dasar aliran atau lapisan dengan dinding channel) maka

gerusan ini akan terus terjadi, karena aliran sifatnya lambat (kecepatannya)

mengakibatkan kelok semakin intens terjadi. Kemudian dilanjutkan pada

tahap perkembangan sinuositas sungai dari sungai lurus sampai menjadi

sungai berkelok endapan-endapan yang berkembang pada sisi channel (lateral

accretion) akan menyebabkan kelokan semakin intensif, maka kelokan

berkembang seiring dengan perkembangan terhada endapan dinding channel

(akresi lateral) hal tersebut dapat dilihat pada gambar 3.10(Schaumm dan

Khan 1972).

Gambar 3.9. Proses terbentuknya pola meadering pada sungai (Schaumm dan

Khan 1972).

Proses sedimentasi yang berkembang pada sistem sungai berkelok ini

adalah transportasi dan deposition campuran, berupa Bedload dan suspended

28

(Schumm,1981). Sedimen yang diendapkan pada saluran utama terdiri dari

material yang umumnya berbutiran lebih kasar yang dapat berpindah oleh aliran

sungai dengan kecepatan maximum pada saat terjadi sebuah banjir (peak flood).

Butiran suspensi seperti lempung dan lanau terbawa lebih cepat dan diendapkan

pada daerah floodplain. Arus bedload akan bergerak mengikis dan membawa

material kasar (endapan lag pada thalweg) serta mengerosi kelokan luar dan

mengendapkan hasil erosi material halus-sedang pada bagian kelokan dalam dan

membentuk akresi lateral (lateral accretion) (Nicholas,2007).

Pada gambar 3.11 diperlihathtkan penampang proses lateral accretion

dimana pada gambar a akan menujukan profil vertikal pada sungai gambar b. pada

gambar a akan mencirikan perlapisan – perlapisan pasir yang mencirikan

pertumbuhan bar yang mengisi kelokan sungai meader.

Gambar 3.10. Proses akresi lateral pada sistem sungai meander (Lorentz et al, 1985)

29

(a)

(B)

Gambar 3.11. Morfologi pada sungai berkelok (Walker dan Cant, 1984)

Pada gambar 3.12 kenampakan morfologi pada sistem sungai

berkelok, dimana pengendapan material sungai berada pada bagian tertentu

dengan karakteristik yang berbeda. Hal tersebut dipengaruhi oleh channel flow

and periodic overbank flooding (Boggs,2008). Pada tipe sungai meander

proses pengendapan terakumulasi pada 5 (lima) bagian yang berbeda (Boggs,

1995), yaitu :

1. Saluran utama (main channel atau channel fills),

2. Gosong (point bar),

3. Tanggul alam (natural levee),

4. Crevasse Slpay

5. Dataran banjir (flood-plain),

6. Danau oxbow (oxbow lake).

1. Channel Fills

Endapan pada saluran utama terdiri dari reruntuhan dinding

sungai yang roboh akibat pengikisan oleh aliran arus, yang lebih

dikenal dengan lag deposits. Suatu gosong terbentuk akibat

30

terendapkanya suatu material kasar pada dasar sungai (Walker dan

Cant, 1979). Karakteristik endapan pada Channel Fills dapat dilihat

pada gambar 3.13.

Gambar 3.12. Bentuk pola endpaan dari Channel Fills

(Nicolas,2009).

2. Point Bar (Gosong)

Gosong (point bar) terakumulasi pada sisi dalam kelokan

sungai, umumnya terjadi ketika material di sisi luar bank tererosi. Pada

bagian point bar, endapan yang terbentuk umumnya menghalus ke

atas, dengan struktur silang siur dan “dunes” yang berkembang baik.

Point bar sangatlah dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk sungai

tersebut. Pada point bar dengan sungai yang kecil akan dicirikan

31

dengan pengendapan yang simpel, dimana akan berbentuk cembung

terhadap kelokan (meander). Sedangkan pada sungai berkelok tua

(besar) terkadang point bar yang telah terbentuk terpotong kembali

oleh aliran akibat lekukan aliran yang sangat besar yang terjadi saat

banjir. Hal ini terjadi pada point bar yang mempunyai kemiringan

lereng rendah dan mempunyai tingkat kelokan yang tinggi. (Fisk,1947)

Gambar 3.13. Bentuk pola endpaan dari point bar (Walker dan Cant, 1979).

Pada gambar 3.13 menujukan Sequence pada point bar berupa

large scale cross badding akan paling melimpah pada sequence

tersebut. finning upward terdapat dipaling bawah hanya beberapa

centimenter. Kemudiam beberapa struktur sediment yang khas pada

point, diantaranya berupa small ripple, cross beadding,dan climbing

ripple lamination. (Harms and Fahnestock,1965).

3. Natural Levee (Tanggul alam)

Tanggul alam (natural levee) adalah tanggul di kanan kiri

sungai yang membatasi aliran sungai. Tanggul alam ini terbentuk

32

bersamaan dengan terbentuknya aliran itu sendiri. Tanggul terbentuk

selama banjir sedang yang hanya mencapai ketinggian sama dengan

tebing sungai (channel bank). Dengan menurunnya kecepatan arus,

terendapkanlah sedimen di sepanjang tebing sungai tersebut. Pada saat

banjir berikutnya endapan baru akan terus terbentuk di atas tebing ini

dan membentuk tanggul alam sehingga tanggul ini semakin lama

semakin tinggi. Endapan pertama levee merupakan endapan sedimen

yang lebih kasar dari mud dengan struktur sedimen yang cenderung

croos bedding sebagai akumulasi dari rezim aliran tinggi. Ciri endapan

finning upward. Semakin lama rezim aliran semakin rendah yang

ditandai dengan mulai diendapkannya mud dengan struktur sedimen

laminasi (Gambar 3.14).

Gambar 3.14 Bentuk pola endpaan dari Levee (After Kumar and Singh,1978).

4. Flood Basin (Dataran banjir)

Dataran banjir (floodbasin) merupakan bagian terendah dari

floodplain. Ukuran dan bentuk dari dataran banjir ini sangat tergantung

dari sejarah perkembangan banjir, tetapi umumnya berbentuk

memanjang (elongate). Endapan dataran banjir (floodplain) biasanya

terbentuk selama proses penggenangan (inundations). Umumnya

33

Endapan dataran banjir ini didominasi oleh endapan suspensi seperti

lanau dan lumpur, dan terdapat batupasir halus yang terendapkan oleh

arus yang lebih kuat pada saat puncak banjir ciri endapan berupa

finning upward. Kecepatan pengendapannya pada umumnya sangat

rendah (Reineck dan Singh, 1980). Endapannya mengisi daerah relatif

datar pada sisi luar sungai dan kadang-kadang mengandung sisa

tumbuhan serta terbioturbasikan oleh organisme-organisme(Gambar

3.15).

Gambar 3.15. Bentuk pola endpaan dari flood besin (After Kumar and

Singh,1978).

34

5. Crevasse Splay

Crevasse splay merupakan suatu aliran diluar aliran utama

sungai dimana levee tidak mampu lagi membendung aliran sungai

sehingga aliran kecil tersebut keluar dari tubuh sungai. Crevasse splay

pada awalnya hanya mengendapkan sedimen halus karena arus aliran

terbendung oleh levee dan hanya menghasilkan rezim aliran rendah.

Namun suatu kondisi levee tidak dapat membendung aliran dan jebol

yang kemudian secara tiba-tiba menghasilkan rezim aliran tinggi yang

mengacak-acak sedimen di bawahnya dan mengendapkan sedimen

kasar.

Hal tersebut yang menyebabkan ciri endapan ini adalah

coarsening upward. Faktor yang mempengaruhinya adanya pengaruh

terhadap rezim aliran tinggi yang disebabkan oleh jebolnya tanggul .

Gambar 3.16. Bentuk pola endpaan dari Crevasse Splay (Walker dan Cant, 1979).

6. Oxbow Lake (Danau oxbow).

Akibat proses pengikisan mendatar pada kelokan sungai dan

pengendapan yang terjadi di sisi lain mengakibatkan suatu saat dua

35

buah kelokan aliran meander saling bertemu. Akibat dari peristiwa ini

menyebabkan terjadinya aliran yang terputus yang menyerupai danau

yang disebut oxbow lake. Pada gambar 3.16 merupakan ilustrasi

pembentukan pada oxbow lake.

Gambar 3.17. Sketsa pembentukan oxbow lake(Cotton,1949).

Dasar atau atas setiap sequence merupakan bidang erosi yang

kemudian diendapkan oleh lapisan yang berbutir kasar hingga sangat

kasar. Pada bagian bawahnya (di atas bidang erosi) sangat umum

dijumpai lag deposits. Fragmen dari lag deposits ini umumnya terdiri

atas batulempung atau batulanau yang merupakan hasil runtuhan

tebing sungai.

Gambar 3.18. Sketsa sistem avulsion pada sistem meander(Walker dan

Cant,1984).

36

Terdapat dua jenis system abandonement (avulsion) pada

sungai meander yang pertama terjadi pada system sungai meander

dimana kelokan yang telah maksimal akan terpotong langsung dan

yang kedua abandonment yang terjadi secara perlahan (bertahap)

diaman crevassing (tanggul levee jebol) maka pada saat terjadinya

crevassing terdapat sebuah aliran baru yang akan aktif dan

membentuk sistem sendiri hingga channel satunya lagi mati. Ciri

endapannya pada cutoff meander (rapid abandoment) atau

mekanisme abandonment adalah kaya akan lumpur atau material

halus khas lingkungan floodplain (Walker dan Cant,1984) (Gambar

3.17).

Pada kedua sistem ini, air sebagai media sedimentai tidak akan

mengalami pergerakan oleh sistem arus seperti traksi karena tidak ada

aliran arus yang masuk atau keluar sistem. Pada sistem ini jenis

pengendapan yang bekerja adalah gravity flow, yaitu partikel sedimen

yang mengendap hanya karena pengaruh gravitasi bumi. Dalam sistem

ini, partikel yang akan terendapkan hanya yang berukuran mud

(lumpur), yaitu clay (lempung) dan silt (lanau). Selain itu, juga dapat

diendapkan material organik yang umumnya berasal dari daun dan

ranting dari tumbuhan yang kemudian akan menjadi endapan karbon.

Pada bagian bawah sekuen ini sering terbentuk silang siur dan

kemudian berubah jadi planar ke arah atas. Bagian atasnya terdiri atas

batuan berbutir halus (batulanau atau batulempung) dengan sisipan

tipis batupasir. Struktur sedimen yang dijumpai umumnya berukuran

kecil seperti laminasi, silang siur dan ripple mark. Bagian bawah dari

sekuen yang berupa endapan berbutir kasar hingga sangat kasar

merupakan hasil endapkan pada alur sungai, sedangkan endapan halus

umumnya merupakan hasil endapan di daerah dataran banjir. Sisipan

tipis batupasir pada bagian atas sekuen merupakan endapan limpahan

banjir yang memotong tanggul alam.

37

3.4 Sungai Anastomosing

Sungai anastomasing adalah beberapa sungai yang terbagi menjadi

beberapa cabang sungai kecil dan bertemu kembali pada induk sungai pada

jarak tertentu. Kontrol utamanya adalah kestabilan bedrock (batuan sekitar

yang digerus oleh aliran sungai) dan tentu saja lereng yang relatif agak curam

dibandingkan tipe sungai lain bersinuositas tinggi. Pada gambar 3.18

menujukan morfologi pada sungai anastomosing.

Gambar 3.19. Anastomosing river di Columbia River, Canada (Sumber thekoist)

Sungai anastomosing ini dicirikan dengan keterdapatan channel yang

lebih kecil tetapi memiliki cabang yang banyak, dengan kesetabilan bedrock

yang resisten. Sungai anastomosing dapat terbentuk jika channel utamanya

terpisah dan terhubung kembali, artinya sistem sungai anastomosing ini bisa

saja menjadi meluas dan komplek dipengaruhi oleh avulsion sungai utama

dengan aliran sungai tua (Makaske, 2000).

Avulsion, ini adalah proses abandonment atau terbentuknya channel

baru dan channel lama yang ditinggalkan. Avulsion merupakan mekanisme

yang umum pada sungai anastomosing channel yang terbentuk banyak hadir

melalui mekanisme ini. Avulsion terjadi pada sungai meander, tapi pada

38

sungai anastomosing dapat terjadi. Menurut Makaske, 2000 mekanisme

avulsion pada sungai anastomosing ada dua hal:

1. Mekanisme terpotongnya channel lama oleh channel baru saat

kelokan terjadi melewati floodplain (ketika crevasse splay

terbentuk),

2. Melalui mekanisme splitting of diverted avulsive flow

(floodplain atau bedrock yang stabil dan membelokan arus

sungai yang besar menjadi dua bagian).

Gambar 3.20.Sayatan vertikal pada sungai anastomosing dengan proses avulsive (after

Smith dkk, 1989)

Pada gambar 3.18 menunjukan sayatan vertikal sungai anastomosing

dengan proses mekanisme avulsion terjadi membawa endapan channel baru

dan floodplain. Porsi endapan floodplain yang terdiri dari clay lebih dominan

dari endapan akresi channel. Pada tipe sungai anastomosing endapannya

terbagi menjadi 2 yaitu endapan channel dan overbank (luar channel).

Endapan channel terbentuk oleh proses thalweg dan mid chanel bar atau

akresi lateral point bar sehingga endapan channel tidak terlau dominan.

Endapan paling banyak terkonsentrasi pada bagian floodplain. Endapan

dominan halus (lumpur) (Makaske, 2000).

39

Gambar 3.21. Sequence pada endapan floodplain dalam single flood (Mckee,1966a).

Pada endapan system sungai ini dimana kondisi bank yang stabil dan

channel yang kecil maka endapan pada anastomosing river terkonentrasi pada

daerah floodplain. Sistem yang bekerja pada daerah floodplain yaitu akresi

vertikal (vertical accretion).

Vertikal akresi adalah proses menebalnya endapan banjir yang

dikarenakan suplai air yang cukup banyak terjadi di daerah luar channel

(floodplain), maka daerah floodplain pada sungai anastomosing banyak

ditumbuhi oleh tumbuhan hinga banks sungainya. Pola akresi vertikal yang

terbentuk akan membawa material halus yang menutupi floodplain, sedangkan

endapan channel cenderung kasar.

Perbedaan antara sungai anastomosing, sungai meander dan sungai

braided antara lain. Sungai meandering termasuk jenis single channel sementara

braided dan anastomosing dua-duanya multiple-chanel (Samboggs,1982 - 2006).

Sungai braided merupakan jenis sungai dengan single channel (channel

tunggal) yang besar dan aliran di dalamnya terdispersi (mid channel bar) atau

bar-bar yang terbentuk di dalam channel dan memiliki kelokan yang sedikit.

40

Kemudian sungai ini relatif lurus. Sementara sungai anastomosing, merupakan

suatu sistem sungai dengan multi-channel atau channelnya banyak dan saling

terhubung (Gambar 3.20).

Gambar 3.22. Perbandingan tipe sungai berdasarkan braid ratio (rasio ‘anyam’) atau

braiding index (Friend Dan Sinha 1993 Dan Brice, 1964)

Kemudian pada karakteristik endapan sunga, pada kedua sungai tersebut

terdapat endapan floodplain tetapi terdapat perbedaan antara lain, pada bar-bar

channel sungai braided terkonsentrasi di dalam channel sementara pada sungai

anastomosing bar-bar diantara channel ini merupakan dataran floodplain yang

dilewati atau dibatasi oleh dua channel sungai.

41

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari penulisan karya ilmiah dengan judul “karateristik

endapan sungai” maka dapat disimpulkan diantaranya:

1. Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe

sungai, sungai lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai

anastomasing, dan sungai kekelok (meandering).

2. Straight river adalah sungai yang lurus. Pada system ini endapan sungai

cendrung bersifat halus (didominasi oleh lumpur).

3. Sungai teranyam (braided) merupakan tipe sungai yang dicirikan dengan

sistem transport berupa rolling dan saltation sepanjang dasar sungai.

Pada system ini endapannya terdiri atas batupasir dengan ukuran kasar

sampai krikil (weantworth,1922).Sedimen yang berukuran halus akan

jarang terdapat pada sistem sungai ini. Struktur sedimen yang khas pada

sistem sungai ini antara lain cross badding dengan skala besar dan

laminasi.

4. Sungai meandring dapat diartikan sebagai sungai yang alirannya

berkelok-kelok. Proses sedimentasi yang berkembang pada sistem ini

adalah transportasi dan deposition campuran.

Pada endapan point bar sedimen yang berkembang pada point bar

ini merupakan regime aliran bawah seperti struktur ripple dan

42

stratifkasi tabular (sejajar), dengan ketebalan yang cukup tebal.

Arus yang bekerja berupa arus traksi bedload dan suspended load.

Crevasse splay merupakan lingkungan pengendapan sungai

meander dengan ciri - ciri berupa sortasi material halus (pasir

sampai silt). Struktur sedimen yang berkembang berupa regime

aliran atas - bawah seperti ripple.

Flood basin merupakan lingkungan pengendapan sungai meader

dengan ciri – ciri berupa endapan suspensi seperti lanau dan

lumpur.

Natural levee dicirikan dengan endapan sedimen yang lebih kasar

dari mud dengan struktur sedimen yang cenderung croos bedding

sebagai akumulasi dari rezim aliran tinggi. Ciri endapan finning

upward.

Oxbow lake merupakan lingkungan pengendapan sungai meander.

Sistem sungai ini dicirikan dengan keterdapatanya suatu endapan

floodplain.

5. Sungai anastomasing adalah beberapa sungai yang terbagi menjadi

beberapa cabang sungai kecil dan bertemu kembali pada induk sungai

pada jarak tertentu. dicirikan dengan keterdapatan channel yang lebih kecil

tetapi memiliki cabang yang banyak, dengan kesetabilan bedrock yang

resisten.

43

DAFTAR PUSTAKA

Allen, J. R. L.,1970, physical processes of sedimenteion: George Allen & unwin, London,248 p.

Boggs, S. Jr. 2006. Principles of Sedimentology and Stratigraphy. fourth edition, Pearson Education Inc, Upper Saddle River, USA.47 -75 p and 307 – 318 p

Lowe, D. R., 1982, Sediment gravity flows: II. Depositional model with special reference to the deposits of high-density turbidity currents: Jour.Sed.Petrology, v52, P.279-297.

Reineck, H.E dan Singh, I.B. 1980. Depositionla Sedimentary Environments. Second edition, Springer – Verlag Berlin, Heidelberg, Germany

Nichols, 2009 Sedimentology and stratigraphy, second edition, John Willey and sons Ltd-Willey blackwell publishing, chichester, UK

Miall, A.A. 2006. The Geology of Fluvial Deposits, Springer; Berlin, GermanyMiall, A.D., 1977. A rivew of the breidded-river-depositional environment; Eart

Sienc rev., V.13.fig.1.p.5,; Amsterdam, Neaderland.Schumm,S.A.,1977,The fluvial system: John Wiley & sons, New York, 338pSmith, N.D. & Rogers, J., 1999. Fluvial Sedimentology VI. Special Publication

28, International Association of Sedimentologists. Blackwell Science, Oxford.

Walker,R.G., and D.J.Cant,1984, Sandy fluvial system, in R.G.Walker; Geosince Canada Reprint Ser.1.Fig.1,p.72.Canda

Boggs, S. Jr. Sistem Fluvial dan alluvia. dalam blog thekoist diakses pada tanggal 4 November 2013. http://thekoist.wordpress.com/2012/08/26/kok-bisa-ada-sungai-sih/.

Maskaske.2000. Sungai Anastomasing. dalam blog thekoist diakses pada tanggal 4 November 2013. http://thekoist.wordpress.com/2012/09/19/sistem-fluvial-dan-aluvial/.

Mckee,1966a. Pada penampang (A) penampang vertikal pada endapan floodplain pada sungai Indus pada penampang (B) sequence pada endapan floodplain dalam single flood (Gambar 3.19.). Dalam blog thekoist diakses pada tanggal 4 November 2013. http://thekoist.wordpress.com/2012/08/26/kok-bisa-ada-sungai-sih/.

44

Walker dan Cant,1984. Sketsa sistem avulsion pada sistem meander (Gambar 3.17.).Dalam blog thekoist diakses pada tanggal 4 November 2013. http://thekoist.wordpress.com/2012/08/26/kok-bisa-ada-sungai-sih/.

45