kajian kesesuaian lahan untuk tanaman...
TRANSCRIPT
KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN TEBU (Saccharum
officinarum L.) DI KECAMATAN KASIHAN KABUPATEN BANTUL
SEMINAR
USULAN PENELITIAN
Diajukan oleh:
Rosdiana Rachma Ginanjarsari
20110210015
Program Studi Agroteknologi
Kepada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Bantul merupakan wilayah dengan potensi pengembangan komoditi tebu
di DIY, selain Kabupaten Gunungkidul, Kulonprogo dan Sleman. Menurut data BKPM atau
Indonesia Invesment Coordinating Board (2013), lahan tanam tebu di Kabupaten Bantul yang
sudah digunakan dalam pengembangan tebu yakni 1.365 hektar dengan potensi produksi
tahun 2012 sebesar 7.664 ton. Kecamatan Kasihan dengan luas area 3.238 hektar, dan
merupakan 6,39% dari luas Kabupaten Bantul, pada tahun 2012 Kecamatan Kasihan
merupakan wilayah dengan penggunaan lahan permukiman terbesar di Kabupaten Bantul
dengan luas area 565,19 hektar, kemudian lahan sawah 840,97 hektar, tegalan 107,15 hektar,
kebun campuran 1.567,61 hektar dan lain-lain 157,08 hektar. Luas area permukiman yang
luas ditandai dengan jumlah penduduk di Kecamatan Kasihan tercatat tahun 2013 sebanyak
114.412 jiwa. Jumlah penduduk di Kecamatan Kasihan merupakan jumlah kedua tertinggi
setelah Kecamatan Banguntapan. Kemudian pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bantul
tahun 2008-2012 terus meningkat setiap tahunnya, yakni tahun 2008 sebanyak 888.061 jiwa,
tahun 2009 sebanyak 899.312 jiwa, tahun 2010 sebanyak 911.503 jiwa, tahun 2011 sebanyak
921.263 jiwa dan tahun 2012 sebanyak 930.276 jiwa (Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah atau BAPPEDA, 2013). Data penggunaan lahan dan pertumbuhan penduduk tersebut
dapat digunakan sebagai titik acuan untuk mengkaji kesesuaian lahan tebu di Kecamatan
Kasihan Kabupaten Bantul. Hasil evaluasi lahan dapat digunakan sebagai salah satu upaya
mengurangi perluasan penggunaan lahan untuk permukiman, kemudian dapat meningkatkan
penggunaan lahan sebagai area tanam tebu untuk meningkatkan produksi khususnya di
Kecamatan Kasihan, mengingat jika dikaitkan dengan kebutuhan konsumsi gula oleh
masyarakat yang cukup tinggi dan masih tergantung pada produk gula impor, seharusnya
produksi tanaman tebu dapat ditingkatkan melalui tata niaga yang lebih baik. Permasalahan
juga seringkali timbul akibat keterbatasan lahan untuk budidaya tebu harus diintervensi
dengan memperhatikan nilai ekonomis dalam pemanfaatan lahan untuk budidaya tanaman
lainnya.
Salah satu wilayah yang strategis dalam budidaya tanaman tebu terletak di daerah
Kecamatan Kasihan, yang juga merupakan salah satu lokasi pabrik gula. Lokasi yang berada
di Kabupaten Bantul dengan Kecamatan Kasihan sebagai wilayah sampel yang akan
dianalisis bentuk kesesuaian lahan pertanaman tebunya dapat menjadi bahan rekomendasi
perbaikan pengembangan pertanaman tebu. Dengan demikian pengembangan terhadap
1
budidaya tanaman tebu dalam bentuk studi kesesuaian lahan di Kecamatan Kasihan
Kabupaten Bantul perlu dilakukan untuk meningkatkan produktifitas hasil tebu dalam
mencukupi kebutuhan konsumsi gula masyarakat Indonesia yang terus meningkat, sementara
produksi gula dalam negeri tidak mencukupi, khususnya mengetahui potensi optimal sumber
daya lahan di Pulau Jawa dalam pengembangan budidaya tanaman tebu.
B. Perumusan Masalah
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu Provinsi dengan area
pertanaman tebu terbesar di Indonesia. Kecamatan Kasihan yang berada di Kabupaten
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan wilayah dengan area permukiman terbesar
dibandingkan Kecamatan lainnya. Kecamatan Kasihan mengalami pemekaran luas area untuk
permukiman dibandingkan digunakan untuk area tanam komoditas pertanian seta kenaikan
jumlah penduduk setiap tahunnya. Hal tersebut menjadikan Provinsi DIY dengan luas area
tanam tebu cukup besar terancam mengalami penyempitan lahan tebu sekaligus mengalami
penurunan hasil produksi. Sumberdaya lahan yang memiliki potensi menghasilkan produksi
tebu berkualitas mengalami penurunan daya dukung terhadap pertanaman tebu (dari sudut
sifat morfologi lahan, sifat kimia tanah dan biologi tanah). Kegagalan lahan untuk berfungsi
sebagai medium tumbuh atau turunnya fungsi lahan sebagai lumbung hara dan air terlihat
dari menurunnya kualitas nira. Kualitas nira yang baik yakni dengan persentase rendemen
sekitar 8-9%. Kualitas nira paling baik yang pernah dicapai dari produksi pertanaman tebu di
wilayah Kecamatan Kasihan yang dengan persentase rendemen 7%. Sedangkan beberapa
tahun terakhir persentase rendemen hanya mencapai 6 strip 1%, bahkan lebih rendah dari
angka tersebut.
Maka dari itu diperlukan upaya untuk mengevaluasi lahan tebu dengan menetapkan
karakteristik lahan sebagai dasar penentuan kesesuaian untuk evaluasi lahan untuk
pertanaman tebu di Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul, DIY.
C. Tujuan Penelitian
1. Menetapkan karakteristik lahan bagi pertanaman tebu di Kecamatan Kasihan
Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Mengevaluasi tingkat kesesuaian lahan bagi pertanaman tebu di Kecamatan Kasihan
Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.
2
2
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karakteristik,
memberikan informasi mengenai tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman tebu serta
mengetahui bagaimana evalusi terhadap pembatas-pembatas kesesuaian di Kecamatan
Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sehingga potensi produksi tebu
dalam mengatasi kebutuhan konsumsi tebu dalam bentuk gula dapat tercukupi.
E. Batasan Studi
Penelitian akan dilakukan di lingkup Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta, yang terdiri dari 4 desa yakni Bangunjiwo, Ngestiharjo, Tamantirto
dan Tirtonirmolo sebagai salah satu daerah penyumbang produksi tebu, yaitu daerah dengan
penggunaan lahan budidaya komoditi tebu cukup besar. Populasi dalam penelitian ini adalah
4 satuan bentuk lahan sesuai jumlah desa. Dengan 53 jumlah pedukuhan, yaitu:
1. Bangunjiwo terdapat 19 Pedukuhan dengan luas areal pertanaman tebu 27,66 hektar.
2. Tirtonirmolo terdapat 12 Pedukuhan dengan luas areal pertanaman tebu 23,3 hektar.
3. Tamantirto terdapat 10 Pedukuhan dengan luas areal pertanaman tebu 24,4 hektar.
4. Ngestiharjo terdapat 12 Pedukuhan dengan luas areal pertanaman tebu 4,7 hektar.
F. Kerangka Pikir
Gunawan Budiyanto (2014) menyatakan lahan merupakan bentang tanah yang
dimanfaatkan dan merupakan modal dasar proses produksi biomassa. Selain sebagai medium
tumbuh tanaman, dalam bahasan yang lebih luas, lahan merupakan komponen lingkungan
yang dapat menciptakan dan memberikan daya dukung proses kehidupan di permukaan bumi.
Dalam hubungannya sebagai medium tumbuh tanaman dan vegetasi pada umumnya, lahan
memainkan peran penting dalam daur hara, air, udara dan penjagaan kualitas sistem
lingkungan (ekosistem). Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai
lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi
penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi dan hidrologi yang terbentuk secara alami
maupun akibat pengaruh manusia (Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009, Pasal 1 ayat (1).
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka sumberdaya lahan adalah hamparan tanah yang
merupakan bagian daratan dan faktor fisik yang melingkupinya seperti iklim, relief atau
topografi, aspek geologi dan hidrologi yang dapat dimanfaatkan manusia untuk berbagai
keperluan. Oleh karenanya jika dimanfaatkan untuk pertanian, sumberdaya lahan masuk
dalam kriteria lahan pertanian.
3
Tanaman tebu merupakan satu jenis tanaman yang mempunyai ciri khas tersendiri
dibandingkan dengan tanaman jenis rumput-rumputan lainnya (Suwanto dan Yuke, 2012).
Ciri khas karena kekuatan dan kemewahan inilah yang membuat tanaman tebu memiliki nilai
ekonomi yang tinggi sehingga banyak petani yang melakukan pembudidayaan tanaman tebu
baik secara konvensional maupun secara vegetatif. Tanaman tebu dapat diolah menjadi gula.
Tubuh manusia memerlukan asupan gula cukup yang dirombak dalam bentuk energi. Gula
merupakan salah satu hasil pertanian bermanfaat sebagai sumber energi yang dibutuhkan oleh
manusia untuk melakukan kerja.
Dalam budidaya tebu tentu tidak terlepas dari suatu resiko, seperti penggunaan pupuk
berlebih akan mengurangi kualitas tanah dan dalam budidaya tebu akan menyebabkan
pencemaran udara, tanah dan limbah cair, untuk mengurangi resiko tersebut maka perlu
diadakannya evaluasi kesesuaian lahan terhadap suatu wilayah untuk tanaman tebu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan tanaman tebu di daerah
penelitian. Hasil dari evaluasi lahan tersebut akan memberikan suatu alternatif penggunaan
lahan dan batas-batas kemungkinan penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan
yang diperlukan agar dapat dipergunakan secara lestari sesuai dengan hambatan dan
pembatas yang ada.
Kecocokan atau kesesuaian lahan dipengaruhi oleh sifat fisik tanah, sifat kimia tanah,
topografi serta ketinggian tempat. Untuk kesesuaian lahan pada kategori sub kelas bagi
tanaman tebu harus diketahui syarat tumbuh tanaman terlebih dahulu, persyaratan tersebut
terdiri dari temperatur rata-rata tahunan, tekstur tanah, kedalaman perakaran, pH tanah,
salinitas serta kemiringan lereng.
Pengamatan dan pengukuran di lapangan serta dilengkapi dengan analisis sampel
tanah di laboratorium dilakukan untuk memperoleh data tentang sifat tanah pada setiap satuan
lahan. Sehingga dengan data yang diperoleh tersebut maka dapat diketahui karakteristik dan
kualitas lahan pada masing-masing satuan lahan.
Untuk suatu penggunaan lahan tertentu maka harus dilakukan pembandingan antara
kesesuaian lahan dengan persyaratan tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman yang akan
dibudidayakan, dalam penelitian ini tanaman yang akan diteliti adalah tanaman tebu sehingga
akan didapatkan kelas kesesuaian lahannya.
4
4
Kecamatan Kasihan,
Kabupaten Bantul,
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Karakteristik dan
Fisiografi Wilayah
Kondisi Eksisting
Lahan Pertanaman
Tebu
Analisis Kondisi
Fisiografi Wilayah Analisis Sampel
Tanah
Evaluasi Lahan
Penyajian Hasil dan Rekomendasi
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Persyaratan Tumbuh
Pertanaman Tebu
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteristik Wilayah Studi
1. Letak, Luas, dan Batas Wilayah Penelitian
Kabupaten Bantul secara geografis terletak di bagian Selatan wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta dengan 07o44’04’’-08
o00’27’’ Lintang Selatan dan 110
o31’08’’
Bujur Timur, kemudian Kecamatan Kasihan terletak di wilayah dengan batas-batas
sebagai berikut:
a. Sebelah Timur : Kecamatan Sewon.
b. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta.
c. Sebelah Barat : Kecamatan Sedayu, Kecamatan Gamping dan Kecamatan
Pajangan.
d. Sebelah Selatan : Kecamatan Sewon dan Kecamatan Pajangan.
Gambar 2. Peta Administrasi Kabupaten Bantul, Sistem Informasi Manajemen
Kewilayahan Berbasis Webgis Kabupaten Bantul 2011
Kecamatan Kasihan terdiri dari 4 desa yaitu Bangunjiwo, Ngestiharjo, Tamantirto
dan Tirtonirmolo, dengan jumlah dusun 53. Koordinator Kasihan District Figurs 2013
(2013) menyatakan secara geografis Posisi Kantor Desa di Kecamatan Kasihan terletak
pada (i) Desa Bangunjiwo: 110˚18’14” Bujur Timur dan 7˚50’22” Lintang Selatan (ii)
Desa Tirtonirmolo: 110˚20’43” Bujur Timur dan 7˚49’43” Lintang Selatan (iii) Desa
Tamantirto: 110˚19’35” Bujur Timur dan 7˚49’30” Lintang Selatan (iv) Desa Ngestiharjo:
110˚20’47” Bujur Timur dan 7˚48’02” Lintang Selatan. Kecamatan Kasihan terletak pada
110˚20’40” Bujur Timur dan 7˚48’42” Lintang Selatan. Luas kecamatan ini 3.238 hektar,
yakni 6,39% dari luas keseluruhan Kabupaten Bantul. Luas masing-masing desa di
6
Kecamatan Kasihan yakni (i) Desa Bangunjiwo: 1.543 hektar (ii) Desa Tirtonirmolo: 513
hektar (iii) Desa Tamantirto: 672 hektar (iv) Desa Ngestiharjo: 510 hektar.
2. Iklim, Topografi, dan Tanah
Kecamatan Kasihan merupakan kecamatan dengan jarak terdekat ke Ibukota
provinsi, memiliki suhu maksimal 34oC dan suhu minimum 22
oC. Luas wilayah menurut
ketinggian dari permukaan laut 2.608 hektar masuk ke dalam rentang 25 – 100 mdpl dan
630 hektar 100 – 500 mdpl. Pemerintah Kabupaten Bantul (2014) mengatakan Kecamatan
Kasihan berada di dataran rendah, bentangan wilayah di Kecamatan Kasihan 80% berupa
daerah yang datar sampai berombak dan 20% berupa daerah yang berombak sampai
berbukit. Kemudian luas wilayah berdasarkan kemiringan tanah atau lereng 2.668 hektar
termasuk ke dalam 0-2% dan 8 hektar 15-25%.
Kecamatan Kasihan merupakan salah satu bagian dari 16 Kecamatan lainnya di
Kabupaten Bantul. BAPPEDA (2013) menyatakan Kabupaten Bantul merupakan daerah
yang subur, baik karena jenis lapisan tanahnya, pengairannya, kedataran wilayahnya
maupun karena letaknya yang ada di penghujung Selatan tempat sungai-sungai bermuara
dan menumpuk lumpur vulkanik beserta endapan-endapan humus dari daerah Utara.
Kabupaten Bantul mempunyai tujuh jenis tanah yaitu tanah Rendzina, Alluvial,
Grumusol, Latosol, Mediteran, Regosol, dan Litosol. Tanah jenis Litosol berasal dari
batuan induk gamping, batu pasir dan breksi atau konglomerat, tersebar di Kecamatan
Pajangan, Kasihan, dan Pandak. Jenis batuan yang terdapat di Kabupaten Bantul secara
umum terdiri dari tiga jenis batuan yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan endapan.
Secara umum iklim di wilayah Kabupaten Bantul dapat dikategorikan sebagai daerah
beriklim tropis basah (humid tropical climate). Pada musim hujan, secara tetap bertiup
angin dari Barat Laut yang membawa udara basah dari Laut Cina Selatan dan Barat Laut
Jawa. Pada musim kemarau, bertiup angin kering bertemperatur relatif tinggi dari arah
Australia yang terletak di Tenggara. Kecamatan Kasihan dilalui oleh dua sungai yakni (1)
Sungai Winongo dengan panjang 18,75 km dan (2) Sungai Bedog dengan panjang 9,50
km (Badan Pusat Statistik atau BPS Kabupaten Bantul, 2013).
3. Kependudukan
Jumlah penduduk di Kecamatan Kasihan berdasarkan BAPPEDA (2013)
sebanyak 98.365 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 30.403 KK. Kepadatan
penduduk rata-rata adalah 3038 jiwa/km2 dengan luas area kecamatan 32,38 km
2, dengan
7
kepadatan terbesar adalah Desa Ngestiharjo (19.287 jiwa/km2) yang merupakan desa
dengan luas paling sempit diantara tiga desa lainnya dan terkecil adalah Desa Bangunjiwo
(6.375 jiwa/km2).
Jumlah angkatan kerja pada Kecamatan Kasihan pada tahun 2012 yakni bekerja
46.237 jiwa atau 47 % dari jumlah total penduduk Kecamatan Kasihan dan penganggur
2.463 jiwa atau 2,5%.
B. Tebu (Saccharum officinarum L.)
1. Karakteristik Tanaman Tebu
Tebu berasal dari Papua dan mulai dibudidayakan sejak 8.000 SM. Tanaman ini
menyebar seiring dengan migrasi manusia. Tebu menyebar, mulai dari Papua ke
Kepulauan Solomon, New Hibride dan Kaledonia Baru. Klasifikasi dan pengenalan
botani tanaman tebu diantaranya Divisi Spermatophyta, Subdivisio Angiospermae, Kelas
Monocotyledonae, Ordo Graminales, Famili Graminae, Genus Saccharum dan Spesies
Saccharum officinarum L (Suwarto dan Yuke Octavianty, 2012).
Gambar 3. Tanaman Tebu Sumber Gambar: Marindo Palar Vinkoert, 2011
Tanaman tebu memiliki sistem perakaran serabut, batangnya berbentuk silinder,
beruas-ruas dan berwarna hijau hingga hijau kekuningan. Di sepanjang batang terdapat
lapisan lilin yang licin dan agak mengilap. Batangnya memiliki cincin yang tumbuh
melingkar. Selain itu, ada bagian tanaman yang disebut mata. Mata terletak pada bekas
pangkal pelepah. Umumnya mata berbentuk bulat hingga oval. Mata memiliki sayap
yang berukuran sama lebar atau tidak (Suwarto dan Yuke Octavianty, 2012).
Tanaman tebu tumbuh dan menyebar di berbagai wilayah Indonesia. Namun
demikian, daerah penghasil tebu terbesar terdapat di Pulau Jawa, Pulau Sumatera Bagian
Selatan, Sumatera Barat, Lampung dan Nusa Tenggara. Tanaman tebu merupakan
8
tanaman penghasil gula. Selain itu daun-daunnya juga dapat digunakan untuk pakan
ternak.
2. Syarat Tumbuh Optimal Tanaman Tebu
Tanaman tebu dapat tumbuh optimal pada daerah dataran rendah yang kering
dengan ketinggian kurang dari 500 mdpl dan iklim panas yang lembab pada suhu 25-
28oC. Agar tanaman tebu mengandung kadar gula yang tinggi, harus diperhatikan musim
tanamnya. Saat masih muda, tanaman tebu memerlukan banyak air, sedangkan saat mulai
tua memerlukan musim kemarau yang panjang. Tanah yang cocok adalah bersifat kering-
kering basah, yaitu curah hujan kurang dari 2.000 mm per tahun. Selain itu, tebu cocok
ditanam pada tanah yang tidak terlalu masam dengan pH di atas 6,4.
C. Kesesuaian Lahan
Lahan adalah suatu area di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yaitu dalam hal
sifat atmosfer, geologi, geomorfologi, pedologi, hidrologi, vegetasi dan penggunaan lahan.
Penggunaan lahan diartikan sebagai bentuk kegiatan manusia terhadap lahan, termasuk di
dalamnya keadaan alamiah yang belum terpengaruh oleh kegiatan manusia. Langkah awal
dalam proses penggunaan lahan yang rasional adalah dengan cara melakukan evaluasi lahan
sesuai dengan tujuannya.
Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu, sebagai
contoh lahan sesuai untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman
semusim (Hendy Indra Setiawan, 2013). Untuk mendapatkan kesesuaian suatu lahan terhadap
suatu komoditas tanaman maka dilakukan evaluasi lahan (Ade Setiawan, 2010). Kesesuaian
lahan mencakup dua hal penting (Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011),
diantaranya:
1. Kesesuaian Lahan Aktual
Kesesuaian lahan aktual atau kesesuaian lahan pada saat ini (current suitability)
atau kelas kesesuaian lahan dalam keadaan alami, belum mempertimbangkan usaha
perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau
faktor-faktor pembatas yang ada di setiap satuan peta.seperti diketahui, faktor pembatas
dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: (1) faktor pembatas yang sifatnya permanen
dan tidak mungkin atau tidak ekonomis diperbaiki, dan (2) faktor pembatas yang dapat
diperbaiki dan secara ekonomis masih menguntungkan dengan memasukkan teknologi
yang tepat.
9
2. Kesesuaian Lahan Potensial
Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah
dilakukan usaha-usaha perbaikan lahan. Kesesuaian lahan potensial merupakan kondisi
yang diharapkan sesudah diberikan masukan sesuai dengan tingkat pengelolaan yang
akan diterapkan, sehingga dapat diduga tingkat produktivitas dari suatu lahan serta hasil
produksi per satuan luasnya.
D. Kriteria Kesesuaian Tanaman Tebu
Pengetahuan tentang sifat fisik lahan merupakan dasar bagi perencanaan penggunaan
lahan yang rasional. Dasar ini telah digunakan baik di Negara maju ataupun Negara-negara
berkembang. Seluruh daerah atau Negara yang sudah maju pada umumnya telah mempunyai
informasi dasar tentang lahan, meskipun survai lebih lanjut sering diperlukan untuk
memperoleh informasi-informasi yang lebih terperinci, apabila program-program
pembangunan tertentu akan dilakukan. Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan pertanaman tebu pada lahan
(Santun R. P. Sitorus, 2004), diantaranya:
1. Pendekatan Fisiografis (physiographic approach)
Pendekatan dengan mempertimbangkan lahan secara keseluruhan di dalam
penilaiannya. Pendekatan fisiografik ini umumnya menggunakan kerangka bentuk lahan
(landform framework) untuk mengidentifikasikan satuan daerah secara alami.
2. Pendekatan Parametrik (parametric approach)
Pendekatan dengan menggunakan sistem klasifikasi dan pembagian lahan atas
dasar pengaruh atau nilai ciri lahan tertentu dan kemudian mengkombinasikan pengaruh-
pengaruh tersebut untuk memperoleh kesesuaiannya. Peta parametrik yang paling
sederhana misalnya dapat diperoleh dengan membagi satu faktor ke dalam beberapa
kelas dengan menggunakan nilai kritis tertentu untuk memberikan peta isoritmik yang
sederhana.
Menentukan jenis usaha perbaikan yang dapat dilakukan harus memperhatikan
karakteristik lahan yang tergabung dalam masing-masing kualitas lahan. Karakteristik
lahan dapat dibedakan menjadi karakteristik lahan yang dapat diperbaiki dengan
masukan sesuai dengan tingkat pengelolaan (teknologi) yang akan diterapkan, dan
karakteristik lahan yang tidak dapat diperbaiki. Satuan peta yang mempunyai
karakteristik lahan yang tidak dapat diperbaiki tidak akan mengalami perubahan kelas
kesesuaian lahannya, sedangkan yang karakteristik lahannya dapat diperbaiki, kelas
10
kesesuaian lahannya dapat berubah menjadi satu atau dua tngkat lebih baik (Sarwono
Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011).
Sebagai syarat evaluasi lahan, dibutuhkan kriteria suatu lahan untuk pertanaman
tebu.
Tabel 1. Kriteria Kesesuaian Tanaman Tebu No Kualitas/
Karakteristik Lahan
Kelas Kesesuaian Lahan
Simbol S1 S2 S3 N1 N2
1 Temperatur (t)
a. Rata-rata tahunan (oC) 24-30 >30-32
22-<24
>32-34
21-<22
Td >34
>21
2 Ketersediaan air (w)
a. Bulan kering (<75mm) 3-4 2-<3 >4-5
- >5
<2
b. Curah hujan/tahun
(mm)
1500-2500 1300-
<1500
>2500-3000
1000-<1300
- >3000
<1000
c. LGP (Length of
Growing Period) atau
Lamanya Periode
Pertumbuhan (hari)
230-250 210-<230 100-<210 - <100
3 Media perakaran (r)
a. Drainase tanah Baik Sedang Agak
terhambat,
Agak cepat
Terhambat,
cepat
Sangat
terhambat,
Sangat cepat
b. Tekstur SL, L, SCL,
SiL, Si, CL,
SiCL
LS, SC,
SiC, C
Str, C - Kerikil, pasir
c. Kedalaman efektif
(cm)
>75 55-75 40-<55 30-<40 <30
4 Retensi hara (f)
a. KTK tanah ≥ Tinggi Sedang Rendah Td -
b. Kejenuhan basa (%) >50 35-50 <35 - -
c. pH Tanah 5,5<-7,5 5,0-<5,5
7,5-8,0
<5,0
>8,0
- -
5 Hara Tersedia (n)
a. Total N ≥Sedang Rendah Sangat
Rendah
- -
b. P2O5 ≥Tinggi Sedang Sangat
Rendah
- -
c. K2O ≥Tinggi Sedang Sangat
Rendah
- -
6 Penyiapan Lahan (p)
11
a. Batuan Permukaan (%) <3 3-15 >15-40 Td >40
b. Singkapan Batuan (%) <2 2-10 >10-25 >25-40 >40
c. Konsistensi, Besar
Butir
- - Sangat
keras,
sangat
teguh,
sangat lekat
- Berkerikil,
berbatu
7 Tingkat Bahaya Erosi (e)
a. Bahaya Erosi SR R S B SB
b. Lereng (%) <8 8-15 >15-30 >30 -
8 Bahaya Banjir (b) F0 F1 F2 F3 F4
Sumber Data: Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011
12
III. TATA CARA PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai Desember 2014 hingga Maret 2015 di Kecamatan
Kasihan yang terletak di Kabupaten Bantul dengan daerah studi terdiri dari 4 Desa, yakni
Bangunjiwo, Ngestiharjo, Tamantirto dan Tirtonirmolo serta Laboratorium Tanah Fakultas
Petanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
B. Metode Penelitian dan Analisis Data
1. Jenis Penelitian
Penelitian akan dilakukan menggunakan metode survei. Menurut Widyatama
(2010) dalam Adhi Sudibyo (2011) metode survei adalah penyelidikan yang diadakan
untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara
faktual.
2. Metode Pemilihan Lokasi
Observasi dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi eksisting
wilayah yang menggambarkan keadaan awal kawasan tersebut. Pemilihan lokasi
observasi dengan cara purposive yaitu pengambilan sampel yang secara sengaja dipilih
berdasarkan tujuan penelitian (Masri Singarimbun, 1989).
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian Sumber Gambar: BAPPEDA, 2013
Teknis pengambilan sampel tanah di lokasi penelitian berdasarkan pada luasan
areal tanam tebu di empat desa yakni Tirtonirmolo, Tamantirto, Bangunjiwo dan
Ngestiharjo. Hal-hal yang menjadi perhatian dalam observasi ini adalah identifikasi
parameter sifat-sifat tanah yang akan diuji di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian
UMY, diantaranya kadar hara tersedia dalam tanah dan retensi hara. Data yang diperoleh
13
dalam observasi ini berupa data kualitatif dan gambaran umum serta hasil pemotretan
yang dapat mewakili kondisi wilayah secara keseluruhan.
3. Metode Penentuan Sampel Tanah
Sampel tanah diambil pada beberapa titik di lokasi pengambilan sampel, hal ini
dilakukan supaya sampel tanah yang diambil merupakan sampel tanah yang akan
mewakili jenis tanah pada lokasi pengambilan sampel (Universitas Negeri Lampung atau
UNILA, 2014). Sampel tanah tersebut digunakan untuk pengujian analisis kadar hara
tersedia dalam tanah dan retensi hara di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian UMY.
Titik lokasi pengambilan sampel tersebar di 4 Desa di Kecamatan Kasihan Kabupaten
Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta berjumlah 8 titik, di Desa Bangunjiwo berada di
Kebun Petung Pedukuhan Petung dan Kebun Ngasinan Pedukuhan Donotirto, Desa
Tirtonirmolo berada di Kebun Serut Pedukuhan Kalipakis dan Kebun Mojopahit
Pedukuhan Padokan Kidul, Desa Tamantirto berada di Kebun Kulon Gangin dan Kebun
Wetan Gangin keduanya terletak di Pedukuhan Jetis, dan Desa Ngestiharjo berada di
Kebun Romawi VII dan Kebun Kabag. Pemerintahan yang keduanya terletak di
Pedukuhan Jomegatan.
Delapan sampel tanah ditentukan berdasarkan luasan areal pertanaman tebu paling
luas dari masing-masing pedukuhan di 4 desa. Sampel tanah tersebut mewakili keadaan
eksisting aktual tiap-tiap lahan.
F. R. Nurliasari (2006) menyatakan pengambilan contoh tanah untuk dilakukan
analisis di laboratorium ada dua macam yaitu:
a. Contoh tidak asli
Contoh tidak asli (disturbed samples) diambil tanpa adanya usaha-usaha yang
dilakukan untuk melindungi struktur asli dari tanah tersebut. Contoh-contoh ini
biasanya dibawa ke laboratorium dalam tempat tertutup (kaleng atau kantong plastik)
sehingga kadar airnya tidak berubah. Bilamana tidak ada kebutuhan untuk
mempertahankan contoh-contoh tersebut pada kadar airnya yang asli, maka contoh-
contoh ini dapat diambil terbuka. Contoh tidak asli ini dapat dipakai untuk segala
analisis yang tidak memerlukan contoh asli (undisturbed samples), seperti ukuran
butiran, batas-batas konsistensi, dan pemadatan.
b. Contoh asli
Contoh asli (undisturbed samples) adalah suatu contoh tanah yang masih
menunjukan sifat-sifat asli, seperti struktur, kadar air (water content), susunan kimia
dan pori-pori yang ada pada tanah. Contoh yang benar-benar asli (trully undisturbed
14
samples) tidaklah mungkin diperoleh, tetapi dengan teknik pelaksanaan sebagaimana
mestinya dan cara pengamatan yang tepat, maka kerusakan terhadap contoh bisa
dibatasi sekecil mungkin. Contoh asli dapat diambil dengan memakai tabung contoh
(samples tubes).
4. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dengan menggunakan matching, yaitu dengan
cara mencocokan serta mengevaluasi data karakteristik lahan yang diperoleh di lapangan
dan analisis di laboratorium dengan kriteria kesesuaian pertanaman tebu. Data-data yang
terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif dan spasial (Adhi Sudibyo, 2011).
Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran, penjelasan, dan uraian
hubungan antara satu faktor dengan faktor lain berdasarkan fakta, data dan informasi
kemudian dibuat dalam bentuk tabel atau gambar. Analisis spasial untuk menentukan pola
perencanaan yang dilakukan dengan cara zonasi luas areal tanaman tebu di Kecamatan
Kasihan Kabupaten Bantul. Analisis spasial merupakan prosedur kuantitatif yang
dilakukan pada analisis lokasi penelitian.
C. Standar Pengukuran Kriteria Tanaman Tebu
Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka (2011) menyatakan bahwa sistem klasifikasi
kesesuaian lahan menurut kerangka evaluasi lahan Food and Agriculture Organisation atau
FAO (1976), pada saat ini banyak digunakan di Indonesia dan Negara berkembang lainnya.
Kerangka sistem ini dapat digunakan dengan lengkap dan rinci sehingga dapat digunakan
untuk evaluasi lahan secara fisik (kualitatif) maupun secara ekonomi (kuantitatif), bila data-
data yang diperlukan tersedia. Sesuai kriteria kesesuaian tanaman tebu, dalam penelitian ini,
metode FAO yang dipakai untuk klasifikasi kuantitatif maupun kualitatif dengan
menggunakan kerangka dengan kategori kesesuaian lahan pada tingkat ordo sampai dengan
kelas.
Kelas kesesuaian lahan adalah pembagian lebih lanjut dari ordo, menunjukan tingkat
kesesuaian dari ordo tersebut (ordo menunjukan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai
untuk penggunaan tertentu). Kelas diberi nomor urut yang ditulis dibelakang simbol ordo,
dimana nomor ini menunjukan tingkat kelas yang makin jelek bila makin tinggi nomornya.
Banyaknya kelas dalam setiap ordo sebetulnya tidak terbatas, akan tetapi dianjurkan hanya
memakai tiga sampai lima kelas dalam ordo S dan dua kelas dalam ordo N, jumlah kelas
tersebut harus didasarkan kepada keperluan minimum untuk mencapai tujuan-tujuan
penafsiran. Ordo S (sesuai), lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan
15
dalam jangka waktu yang tidak terbatas untuk suatu tujuan yang telah dipertimbangkan.
Keuntungan dari hasil pengelolaan lahan itu akan memuaskan setelah dihitung dengan
masukan yang diberikan. Tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya.
Sedangkan ordo N (tidak sesuai), lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang
mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah penggunaannya untuk suatu
tujuan yang telah direncanakan. Lahan dapat digolongkan sebagai tidak sesuai untuk
digunakan bagi usaha pertanian karena berbagai penghambat, baik secara fisik (lereng sangat
curam, berbatu-batu, dan sebagainya) atau secara ekonomi (keuntungan yang didapat lebih
kecil dari biaya yang dikeluarkan).
Dalam penelitian ini, tiga kelas yang dipakai dalam ordo S dan dua kelas yang dipakai
dalam ordo N, maka pembagian serta definisinya secara kualitatif adaah sebagai berikut:
1. Kelas S1
Kelas pada tingkat sangat sesuai (highly suitable). Lahan tidak mempunyai
pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas
yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan
masukan yang telah biasa diberikan.
2. Kelas S2
Kelas pada tingkat cukup sesuai (moderately suitable). Lahan mempunyai
pembatas-pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang
harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produk atau keuntungan dan meningkatkan
masukan yang mengurangi.
3. Kelas S3
Kelas pada tingkat sesuai marginal (marginally suitable). Lahan mempunyai
pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus
diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih
meningkatkan masukan yang diperlukan.
4. Kelas N1
Kelas pada tingkat tidak sesuai pada saat ini (currently not suitable). Lahan
mempunyai pembatas yang lebih besar, masih memungknkan diatasi, tetapi tidak dapat
diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal. Keadaan pembatas
sedemikian besarnya, sehingga mencegah penggunaan lahan yang lestari dalam jangka
panjang.
16
5. Kelas N2
Kelas pada tingkat tidak sesuai untuk selamanya (permanently not suitable).
Lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan
lahan yang lestari dalam jangka panjang.
D. Jenis Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini berpa data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil observasi secara langsung dan hasil
wawancara langsung di lapangan. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil
studi pustaka dan penelusuran ke berbagai insansi terkait dengan penelitian (Adhi Sudibyo,
2011). F. R. Nurliasari (2006) menyatakan data-data yang mendukung dalam penelitian ini
meliputi:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung baik melalui penyelidikan
di lapangan maupun di laboratorium.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi literatur sebagai
pendukung dan pelengkap dari data-data primer. Berupa kondisi lapangan saat
pengambilan sampel, ketentua-ketentuan dari standard pengukuran, hasil percobaan-
percobaan sebelumnya dan buku-buku literatur lainnya.
Tabel 9. Jenis Data Penelitian No Jenis Data Lingkup Bentuk Data Sumber
1 Temperatur Rata-rata temperatur tahunan
(˚C)
Hard & soft
copy
Bagian Tata Pemerintahan dan
BMKG (Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika)
2 Ketersediaan air Curah hujan/tahun (mm)
Hard & soft
copy
Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bantul
Lama Masa Kering (<75 mm) Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bantul
LGP atau Length of Growing
Period (hari)
Dinas Sumber Daya Air
3 Ketersediaan oksigen Drainase tanah Hard & soft
copy
Survei Lapangan
4 Media perakaran Tekstur Hard & soft
copy
Survei Lapangan
Kedalaman Tanah (cm) Survei Lapangan
17
5 Retensi hara Pertukaran KTK
Hard & soft
copy
Analisis Laboratorium
Kejenuhan Basa (%) Analisis Laboratorium
pH-Tanah Analisis Laboratorium
6 Bahaya erosi Lereng atau kemiringan tanah
(%)
Hard & soft
copy
Survei Lapangan
Bahaya erosi Survei Lapangan
7 Bahaya banjir Genangan Hard & soft
copy
Survei Lapangan
8 Penyiapan lahan Batuan Permukaan (%) Hard & soft
copy
Survei Lapangan
Singkapan batuan (%) Survei Lapangan
Konsistensi, besar butir Survei Lapangan
9 Hara tersedia Total N Hard & soft
copy
Analisis Laboratorium
P2O5 Analisis Laboratorium
K2O Analisis Laboratorium
3. Cara Pengolahan Data
Data diolah dengan mengklasifikasikan data yang diperoleh dari lapangan dengan
mengacu pada tabel kriteria kesesuaian lahan untuk tebu (Suwarto Hardjowigeno dan
Widiatmaka, 2011) dan data analisis sampel tanah di Laboratorium Tanah Fakultas
Pertanian UMY.
E. Luaran Penelitian
Bentuk luaran penelitian berupa laporan penelitian, serta naskah akademik yang
nantinya akan dipublikasikan melalui jurnal ilmiah.
F. Jadual Kegiatan
No Kegiatan Bulan
Desember 2014 Januari 2015 Februari 2015 Maret 2015 April 2015
1 Survei lokasi
2 Pengambilan data
a. Kondisi fisik
wilayah
b. Bentuk lahan
c. Karakteristik lahan
d. Kualitas lahan
e. Syarat tumbuh
tanaman tebu
3 Pengolahan dan analisis
data
a. Tingkat kesesuaian
lahan
b. Tabel kesesuaian
18
lahan tebu di
Kecamatan Kasihan
Kabupaten Bantul
4 Laporan dan Seminar
Hasil Penelitian
Daftar Pustaka
Ade Setiawan. 2010. Artikel Survey dan Evaluasi Lahan. http://www.ilmutanah.unpad.-
ac.id/resources/artikel/survey-dan-evaluasi-lahan/. Diakses Tanggal 15 Desember
2014.
Adhi Sudibyo. 2011. Zonasi Konservasi Mangrove di Kawasan Pesisir Pantai Kabupaten
Pati. Skripsi Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. 101 halaman.
A.Syahruddin K. dan Nuraini. 1997. Identifikasi Gambut di Lapangan. Lokakarya Fungsional
Non Peneliti 1997. Pusat Penelitian Tanah dan Agriklimat. Bogor. Halaman 81-84.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). 2013. Database Profil Daerah
Kabupaten Bantul Tahun 2013, Bantul Harmony of Nature and Culture. 136 halaman.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Statistik Tebu Indonesia (Indonesian Sugar Cane
Statistics) Katalog BPS: 5504004. Badan Pusat Statistik. 55 halaman.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2013. Produksi Tanaman Perkebunan. http://yogyakarta.-
bps.go.id/flipbook/2013/Statistik%20Daerah%20Istimewa%20Yogyakarta%202013/
HTML/files/assets/basic-html/page48.html. Diakses tanggal 3 April 2014.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bantul. 2013. Bantul Dalam Angka, Bantul in
Figures 2013. Katalog BPS: 1102001.3402. 452 halaman.
BKPM (Indonesia Investment Coordinating Board). 2014. Potensi Tebu di Daerah Istimewa
Yogyakarta. http://regionalinvestment.bkpm.go.id-/newsipid/id/comm-
odityarea.php?ia=34&ic=5. Diakses tanggal 3 April 2014.
Gunawan Budiyanto. 2014. Manajemen Sumberdaya Lahan. Penerbit Lembaga Penelitian,
Publikasi dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
(LP3M UMY). Yogyakarta. 253 halaman.
Hendy Indra Setiawan. 2013. Skripsi: Kajian Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jati di
Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. Program Studi Pendidikan Geografi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
http://hydrast88.blogspot.com/2013/03/proposal-skripsi.html. 29 halaman.
19
Kantor Pengolahan Data Telematika Pemerintah Kabupaten Bantul. 2012. Kecamatan di
Kabupaten Bantul. http://www.bantulkab.go.id/kecamatan/. Diakses tanggal 4 April
2014.
Koordinator Kasihan District in Figures 2013. 2013. Kecamatan Kasihan dalam Angka 2013.
Koordinator Statistik Kecamatan Kasihan. Katalog BPS: 1102001.3402.150. 67
halaman.
Marindo Palar Vinkoert. 2011. Kadar dan Serapan Unsur Hara Essensial Berbagai Tanaman.
http://marrosorganoferti.blogspot.com/2011/04/kadar-dan-serapan-un-sur-hara-
essensial.html. Diakses tanggal 12 Desember 2014.
Masri Singarimbun. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.
Memet Hakim. 2010. Potensi Sumber Daya Lahan untuk Tanaman Tebu di Indonesia. Jurnal
Agrikultura 2010, 21(1): 5-12.
Newbie Tora. 2014. Pola Curah Metode Oldeman Pada Tanaman Tebu.
http://nandagokilz1.wordpress.com/2014/09/20/pola-curah-metode-oldeman-pa-da-
tanaman-tebu/. Diakses tanggal 15 Desember 2014.
Nurliasari, F. R. 2006. Bab 3. Metodelogi Penelitian 3.1 Tahapan Penelitian. eprints.un-
dip.ac.id/34721/6/1717_chapter_111.pdf. Diakses tanggal 14 November 2014
Pemerintah Kabupaten Bantul. 2014. Data Kecamatan. http://www.bantulkab.go-
.id/kecamatan/Kasihan.html. Diakses tanggal 27 Oktober 2014.
Pemerintah Kabupaten Bantul. 2011. Sistem Informasi Manajemen Kewilayahan berbasis
Wegis 2011. http://kewilayahan.bantulkab.go.id/rtrw.php?mod=1. Diakses tanggal 27
Oktober 2014.
Prasetiyo, N. 2011. Pengertian Observasi Penelitian Kualtatif. http://novadwiprasetiyo.-
blogspot.com/2011/11/pengertian-observasi-penelitian.html. Diakses tanggal 4 April
2014.
Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2011. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
Tataguna Lahan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 352 halaman.
Santun Risma Pandapotan Sitorus. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit “Tarsito”
Bandung. Bandung 186 halaman.
Setiawan, A. 2010. Prosedur Penentuan Kelas Kesesuaian Lahan. www.ilmutanah-
.unpad.ac.id. Diakses tanggal 27 Oktober 2014.
20
Sofyan Ritung, Wahyunto, Fahmuddin Agus dan Hapid Hidayat. 2007. Panduan Evaluasi
Kesesuaian Lahan, dengan contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh
Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre. 39 halaman.
Stella. 2010. Bab I –Survei Tanah dan Evaluasi Lahan. Stela2010.files.wordpress.com.
Diakses tanggal 15 Desember 2014.
Suwarto dan Yuke Octavianty. 2012. Budidaya Tanaman Perkebunan Unggulan. Penerbit
Swadaya. Depok. 260 halaman.
Universitas Negeri Lampung (UNILA). 2014. III. Metode Penelitian, Pekerjaan Lapangan.
digilib.unila.ac.id/176-/12/bab%203.pdf. Diakses tanggal 15 November 2014.
Wikipedia a. 2014. Jawa. http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa. Diakses tanggal 2 April 2014.
21