k · web viewindonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki karakteristik sebagai...
TRANSCRIPT
Kelompok 3
Kerusuhan di Maluku Utara Sebagai Contoh Ketidakharmonisan Antar Umat Beragama
1. Diah Ayu Sekar Palupi (G14130051)2. M. Ari Tantowi (G14130056)3. Hilmi Muhammad Y (G24130041)4. Rory Setiadi (G44130007)5. Siti Nurkilah6. Silvia
Program Tingkat Persiapan Bersama
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Tahun 2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis Panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.Makalah ini berjudul “Kerusuhan di Maluku Utara Sebagai
Contohketidakharmonisan antar umat beragama”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk maupun materinya.Krisis konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi sekalian.
Bogor, September 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDULKATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB 2 PERMASALAHAN.................................................................................................3
BAB 3 PEMBAHASAN.....................................................................................................4
1.1 Gelombang Pertikaian di Maluku Utara..................................................................4
1.1.1 Gelombang Pertama.................................................................................4
1.1.2 Gelombang Kedua.....................................................................................5
1.1.3 Gelombang Ketiga.....................................................................................5
1.2 Sumber-Sumber Konflik di Maluku Utara................................................................6
1.2.1 Ketegangan Masalah Agama.....................................................................6
1.2.2 Perebutan Sumber Daya Alam..................................................................6
1.2.3 Sumber Utama Konflik di Maluku Utara (1999-2004)...............................7
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................8
4.1 Kesimpulan..............................................................................................................8
4.2 Saran......................................................................................................................8
LAMPIRAN...................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................12
STRUKTUR ORGANISASI..............................................................................................13
LAGU NASIONAL..........................................................................................................14
BAB 1 PENDAHULUAN
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki karakteristik sebagai
negara multietnik. Hal itu dapat dibuktikan dengan Indonesia memiliki etnis besar dan
etnis kecil. Etnis besar di Indonesia antara lain: Jawa, Sunda, Madura, Melayu, Bali,
Minangkabau, Batak, Dayak, Bugis, dan Cina. Sebagai Negara yang multietnis, tidak
hanya bentuk fisik melainkan juga sistem religi, hukum, arsitektur, obat-obatan,
makanan, dan kesenian orang Indonesia pun berbeda-beda menurut etnisnya.
Indonesia ibarat sebuah taman yang ditumbuhi aneka bunga berwarna-warni.
Akan tetapi, jika keragaman itu tidak dikelola dengan baik, konflik akan mudah pecah.
Salah satu konflik yang berbau sara di Indonesia adalah konflik yang terjadi di Maluku
Utara, konflik ini pertama kali terjadi bulan Agustus 1999 yang di picu oleh pertikaian
antara suku Kao yang merupakan suku asli daerah tersebut dengan suku Makian yang
merupakan pendatang dari pulau Makian di daerah selatan pulau Ternate berkaitan
dengan pegelolaan pertambangan emas di kecamatan Malifut. Pada gelombang
pertama jumlah korban jiwa hanya dalam hitungan puluhan, demikian juga harta benda
dan rusaknya tempat-tempat ibadah.
Konflik terus berlanjut pada bulan Oktober-November 1999.Skala kerugian harta
milik yang berkenaan dengan fasilitas-fasilitas publik dan bangunan jauh melebihi
kerugian yang terjadi pada bulan Agustus 1999. Pada konflik ini kurang lebih 16 Desa
Suku Makian diratakan dengan tanah, sementara jumlah korban yang meninggal kurang
100 orang dan kebanyakan dari komunitas islam.
Dalam aksi kekerasan kedua ini, ketiga Sultan yang memerintah di Maluku
Utara, yakni Sultan Ternate, Sultan Tidore, dan Sultan Bacan telah mengambil peran
aktif dalam meredakan keteganggan-keteganggan antara dua komunitas yang
berperang. Sultan Ternate bahkan mengambil langkah kontroversial dengan membentuk
kembali pasukan adat. Pasukan ini disebut pasukan kuning, karena mereka memakai
seragam kuning, maka pasukan khusus Sultan Ternate ini dikenal sebagai pasukan
kuning. Pada mulanya, pasukan kuning membantu, polisi dan tentara untuk meredakan
konflik di wilayah tersebut. Namun seiring berlalunya waktu, mereka secara berlahan-
lahan mulai mengambil alih fungsi aparat keamanan sampai pada titik dimana mereka
merupakan satu-satunya kekuatan keamanan di kota tersebut.
1
Mereka mulai bertindak kasar dan sewenang-wenang terhadap setiap orang
yang menghalangi caranya.Tindakan sewenang-wenang dari pasukan Kuning tersebut
mendapat reaksi keras dari orang-orang Muslim dari Ternate Selatan. Mereka kemudian
membentuk Pasukan Putih untuk melawan Pasukan Kuning. Pada akhirnya pertempuran
antar kedua pasukan yang sama-sama beragama islam inipun tidak dapat dielakkan.
Konflik di Maluku Utara terjadi lagi pada tanggal 26 Desember hingga bulan
Maret 2000.pada Periode ini konflik yang terjadi di wilayah Maluku Utara hanya
merupakan imbas dari apa yang telah terjadi di Maluku Tengah. Dalam kekerasan
gelombang ketiga ini serangan-serangan dilakukan secara simultan oleh kelompok
Kristen terhadap tujuh desa Muslim yang berada di Kecamatan Tobelo, serta desa
Mamuya di kecamatan Galela.
2
BAB 2 PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dilihat dalam makalah ini adalah :
1. Apa sebenarnya sumber-sumber konflik yang memicu terjadinya konflik di
Maluku Utara antara tahun 1999-2004.
2. Mengapa konflik bisa terjadi di Maluku Utara (1999-2004).
3
BAB 3 PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti akar persoalan
sumber konflik di Maluku Utara seperti halnya yang terjadi di Maluku Tengah, tidaklah
tunggal. Persoalan kesenjangan sosial, perebutan sumberdaya alam serta pertikaian
elite politik dan birokrasi merupakan faktor pembungkus ”konflik agama” yang selama
ini diyakini oleh sebagian besar masyarakat baik dalam konteks nasional maupun dalam
konteks lokal. Dalam konteks lokal, setidaknya ada dua faktor penting yang mendasari
konflik di wilayah ini yaitu : (1) Rivalitas elite dalam merebutkan pengelolaan
sumberdaya alam dan jabatan-jabatan birokrasi serta politik, (2) Menguatnya
etnosentrisme sebagai alat untuk merebutkan sumber-sumber ekonomi dan politik.
Untuk melihat sumber konflik yang terjadi di Maluku Utara (1999-2004)
penulis melihat dari tiga gelombang pertikaian yang di Jelaskan oleh Tamrin Amal
Tamagola. Tamagola membagi konflik di Maluku Utara dalam tiga gelombang pertikaian
yang di mulai pada bulan Agustus 1999 dan berakhir di sekitar bulan Maret 2000.
Gelombang pertama dan kedua terjadi atau berawal dari kecamatan Malifut di teluk
Koa, yang kemudian menyebar ke Ternate, Tidore, dan wilayah lain di Maluku Utara.
Gelombang ketiga kerusuhan kembali ke desa-desa Muslim di Kecamatan Tobelo yang
berada di Teluk Kao.
1.1 Gelombang Pertikaian di Maluku Utara
1.1.1 Gelombang PertamaBanyak pihak yang menyakini konflik di Maluku Utara merupakan
imbas dari konflik di Maluku Tengah (Ambon dan sekitarnya) yang sudah
terjadi sejak pertengahan Januari 1999, awal konflik di Maluku Utara
memiliki nuansa yang sangat berbeda. Konfik yang muncul di Teluk Kao,
Halmahera Utara ini lebih menunjukkan nuansa persaingan etnis dan
perebutan wilayah adat daripada perseteruan agama. Ketegangan di
kawasan ini memuncak ketika pada tanggal 26 Mei 1999 diundangkan
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 42 tahun 1999 tentang pembentukan
kecamatan Makian atau Malifut : 16 desa pendatang suku Makian digabung
dengan 5 desa asli suku Kao dan desa asli suku Jailolo.
4
Dari sudut pandang masyarakat Kao, Mereka tidak setuju dengan PP.
no 42 itu karena orang-orang Makian lebih berhasil dalam penghidupan
mereka baik sebagai wiraswasta, pegawai negeri dan pengisi jabatan
birokrasi, hingga menjadi pegawai perusahaan Tambang Emas Nusa
Halmahera Minerals sehingga menimbulkan kecemburuan dari pihak suku
asli kao.
1.1.2 Gelombang KeduaGelombang Kedua masih terjadi di atau diawali dari Malifut Pada
tanggal 24 Oktober terjadi penyerangan besar-besaran warga Kao terhadap
warga Makian Malifut dengan kekuatan masa sekitar 15-20 ribu orang. Dan
hal itu menyebabkan banyak korban serta kerugian materil yang diperkiraan
cukup besar. Pada saat itu juga terjadi pengungsian besar-besaran 12 ribu
jiwa warga Makian yang mayoritas Islam. Pada gelombang kedua ini nuansa
agama mulai tampak. Terutama yang diakibatkan oleh faktor pengungsi.
Pengungsian terjadi ke Ternate Utara maupun Selatan, Tidore,
kecamatan-kecamatan mayoritas islam di Halmahera Utara sendiri, dan
sebagian pengungsi ini kemudian ada yang melakukan penyerangan dan
perusakan ke warga minoritas Kristen di daerah pengungsian mereka. Aksi
kekerasan ini juga mengakibatkan pengungsian besar-besaran ke kecamatan
Tobelo dan ke Sulawesi Utara, Menado dan Sangir Talaud. Pengungsian
warga Kristen ini mencapai belasan ribu jiwa.
Pada konflik gelombang kedua ini mulai tampak jelas perubahan
nuansa konflik dari pertikaian etnis, antara etnis Kao dan Makian, ke arah
pertikaian agama : Islam dan Kristen. Perubahan ini makin mengental ketika
terjadi pengungsian besar-besaran orang Makian ke Ternate dan Tidore.
Pengungsi Makian yang sepenuhnya beragama Islam merasa terusir oleh
orang Kao yang di identifikasikan sebagai orang-orang Kristen.
1.1.3 Gelombang KetigaPertikaian atau konflik gelombang ketiga betul-betul menunjukkan
nuansa agama yang sangat kental, karena terjadi di Kecamatan Tobelo dan
Galela yang terletak dan dihuni oleh mayoritas suku Kao. Hal ini tentu sangat
berbeda dengan awal konflik gelombang pertama antara warga suku Makian
dan suku Kao. Pada konflik gelombang ketiga ini yang terjadi adalah
5
penyerangan antar desa yang berbeda agama. Keadaan menjadi parah
karena di kecamatan Galela yang mayoritas Islam ada desa yang di huni
warga Kristen, sementara di Tobelo yang mayoritas Kristen (apalagi setelah
mendapat tambahan pengungsi dari Ternate dan Tidore) ada desa – desa
yang dihuni warga Islam. Kondisi ini menjadikan warga desa yang agamanya
menjadi minoritas di suatu kecamatan, berada dalam kondisi yang sangat
rawan dan terjepit.
1.2 Sumber-Sumber Konflik di Maluku Utara
1.2.1 Ketegangan Masalah AgamaBanyak pihak yang memperkirakan bahwa kebijakan migrasi
masyarakat Makian ke Kao adalah dalam rangka mengimbangi atau sebagai
reaksi atas misi zending (Kristenisasi) yang tampaknya semakin meluas di
wilayah Halmahera. Hal ini berdasarkan alasan bahwa semua penduduk
makian memeluk agama Islam. Alasan yang lain adalah mengapa yang di pilih
Kecamatan Kao yang letaknya sangat jauh dari Pulau Makian karena masih
banyak lahan di Halmahera Tengah dan beberapa pulau lain yang masih bisa
ditempati.
Sebagian besar pemeluk agama Kristen menempati Halmahera Utara,
dengan batas wilayah bagian selatan pemeluk agama Kristen terbesar berada
di kecamatan Kao, hal ini menyebabkan Kecamatan Kao tempat
yang strategis dalam penyebaran misionaris ke Halmahera Selatan.
1.2.2 Perebutan Sumber Daya AlamSalah satu kekayan alam di Maluku Utara adalah pertambangan
seperti emas dan nikel. Aktivitas pertambangan emas banyak dilakukan di
wilayah sekitar perbatasan antara Kabupaten Halmahera Utara dengan
Halmahera Barat, dan Kecamatan Malifut. Salah satu perusahaan tambang
yang melakukan eksplorasi pertambangan adalah PT Nusa Halmahera
Mineral (NHM). Perusahaan ini mengeksploitasi emas di daerah Gosowong
sejak tahun 1997.
Seiring berjalannya waktu, ternyata NHM ini dianggap merugikan
masyarakat sekitarnya, karena terjadinya konflik yang melibatkan 250 tenaga
kerja beragama Islam dan Kristen di pertambangan PT. NHM di Gosowong,
6
Kecamatan Kao diberhentikan sejak Oktober 1999. Hal ini terlihat bahwa PT
NHM tidak mau mengambil resiko terhadap dampak yang akan ditimbulkan
dari konflik kedua belah pihak tersebut. PT NHM mengambil langkah untuk
menganti pekerja-pekerja lokal dengan para pekerja di luar daerah, seperti :
Ternate, Manado, Makasar dan Jawa.
1.2.3 Sumber Utama Konflik di Maluku Utara (1999-2004)Dari ketiga gelombang konflik yang terjadi di Maluku Utara terlihat
pergeseran dari konflik antara suku (antara Suku Kao yang mayoritas
beragama Kristen dan suku Makian yang semuanya beragama Islam ) ke
konflik agama yaitu konflik antara kelompok Islam melawan kelompok
Kristen. Sumber utama konflik di Maluku Utara bukan karena masalah
agama, karena sumber utamanya adalah persaingan kelompok dalam
memperebutan kekuasaan di Maluku Utara (Perseteruan antara Ternate dan
Tidore).
7
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KesimpulanSumber konflik Maluku Utara (1999-2000) adalah adanya kebangkitan
Etnosentrisme, hal ini banyak dilakukan oleh elite-elite lokal untuk kepentingan
pribadi bahkan sebagai mesin politik untuk merebutkan posisi-posisi politik.
Penguatan etnosentrisme sebagai alat manipulasi dalam perebutan jabatan-
jabatan politis di tingkat lokal ini biasanya dilakukan dengan memunculkan kembali
tentang kejayaan masa lalu dan penegasan bahwa berbagai persoalan yang terjadi
pada masa lalu sesungguhnya belum selesai hingga saat ini. Berbagai persoalan
tersebut antara lain : 1) Pertentangan Ternate dan Tidore, 2) eksentasi Wilayah
Adat, dan 3) Konflik masalah agama yang sesungguhnya hanya merupakan
pembentukan stereotipe guna mempertahankan atau memperluas teritori
kesultanan.
Sumber utama dari konflik yang terjadi di Maluku Utara (1999-2004) adalah
persaingan dua kubu dalam memperebutan kekuasaan di Maluku Utara antara
kubu Sultan Ternate dan kubu Selatan. Kelompok Selatan terdiri dari suku
pendatang dan pulau Tidore yang berada di Selatan pulau Ternate.
Isu-isu yang digunakan dalam pertikaian dua kubu ini adalah :
1. Isu Malifut sebagai ibukota calon kabupaten Maluku Utara
2. Isu perebutan kursi gubernur Maluku Utara
3. Isu penempatan Ibu kota propinsi
4. Isu pembentukan Kabupaten Makian Daratan (Malifut)
5. Pembentukan Kesultanan Tidore sebagai penyeimbang kekuatan Kesultanan
Ternate.
4.2 SaranPancasila bersifat netral dan tidak memihak, karena Pancasila merupakan
suatu landasan dasar yang terbentuk dari keberagaman itu, namun tetap
mempunyai satu arah tujuan dalam hidup berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat.
8
Berkaitan dengan hubungan antar umat beragama menurut Pancasila, dalam
rangka menciptakan kerukunan antar umat beragama dan berkepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat, dalam kenyataannya apa yang
dicita-citakan itu tidak selalu berjalan mulus seperti yang dicita-citakan. Ternyata
masih banyak terdapat hambatan-hambatan yang muncul baik dari campur tangan
pemerintah maupun dari golongan penganut agama dan kepercayaan itu
sendiri.Hal ini disebabkan bisa saja karena penghayatan terhadap Pancasila,
khususnya sila Ketuhanan, tidak dapat dipahami dan dihayati secara mendalam dan
menyeluruh.Akibatnya muncul ideologi-ideologi atau paham-paham yang
berbasiskan ajaran agama tertentu.Sehingga seakan-akan bahwa sila pertama dari
Pancasila itu hanya dimiliki oleh salah satu agama tertentu saja. Dengan kata lain
bahwa toleransi dan sikap menghargai agama atau umat kepercayaan lain ternyata
belum sepenuhnya dapat disadari dan diwujudkan. Tentu saja karena adanya
golongan-golongan tertentu yang memiliki paham bahwa hanya kepercayaannya
atau hanya ajaran agamanya sajalah yang paling baik dan benar.Pandangan atau
paham yang sempit mengenai pemahaman terhadap agama dan kepercayaan yang
seperti ini dapat menimbulkan atau mengundang konflik serta gejolak dalam hidup
bermasyarakat dan bernegara.
Konflik antar kelompok agama terkadang juga dapat dipicu kerena kebijakan
atau peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah (departemen
agama).Seharusnya, departemen agama adalah lembaga yang bersifat netral, yang
membawahi seluruh unsur-unsur agama yang ada atau kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, dan memegang teguh nilai-nilai dasar yang terdapat dalam
Pancasila.Jangan malah mengeluarkan suatu kebijakan yang merugikan ataupun
menguntungkan agama-agama tertentu, yang dapat menimbulkan konflik atau
ketegangan antar uamat beragama yang tentu saja berbeda agama dan
kepercayaannya.
Selain itu, konflik di Maluku Utar dipicu karena adanya kesenjangan sosial di
dalam masyarakat. Seharusnya adanya pemerataan otonomi daerah dengan
pemerintah memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat Makian dan
Kao untuk menduduki kursi birokrasi di dalam pemerintahan.
9
10
LAMPIRAN
Gambar 1
Gambar 2
11
Gambar 3
Gambar 4
12
DAFTAR PUSTAKA
Yuniarti, Sri, Yusuf, Joshepine Rosa Marieta, Mardyanto Wahyu Tryatmoko. Konflik Maluku Utara : Penyebab, Karakteristik, dan Penyelesaiana Jangka Panjang, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, LIPI, Jakarta.
http://lppkb.wordpress.com/2011/03/16/pedoman-umumimplementasi-pancasila-dalam-kehidupan-bernegara/
http://msibki3.blogspot.com/2013/03/konflik-agama-agama-di indonesia.html
13
STRUKTUR ORGANISASI
Ketua : Rory Setiadi
Sekretaris : Hilmi Muhammad Yusrin
Anggota :
1. Diah Ayu Sekar Palupi
2. Siti Nurkilah
3. Silvia
Moderator : M. Ari Tantowi
14
LAGU NASIONAL
Tanah airku tidak kulupakanKan terkenang selama hidupkuBiarpun saya pergi jauhTidak kan hilang dari kalbuTanah ku yang kucintaiEngkau kuhargai
Walaupun banyak negri kujalaniYang masyhur permai dikata orangTetapi kampung dan rumahkuDi sanalah kurasa senangTanahku tak kulupakanEngkau kubanggakan
15