karyatulisilmiah.com · web viewindonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada...

28
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya jualah makalah biologi laut ini dapat terselesaikan dengan baik. Demikian juga shalawat dan salam penulis sampaikan pada nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam jahiliyah kealam islamiyah. Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas praktikum “Ekologi Padang Lamun dan Metode Pendataannya“ yang disimulasikan di halaman laboratorium Biologi Laut, jurusan Ilmu Kelautan (ODC) Unsyiah. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada para dosen pembimbing, dan kepada kakak dan abang asisten yang telah mengarahkan penyusunan makalah ini. Begitu pula kepada pihak Perpustakaan Unsyiah yang telah membantu dalam peminjaman buku-buku yang penulis perlukan. Semoga maksud dan harapan dari penulisan makalah ini menemukan sasarannya dan tak lupa penulis harapkan kritik 1

Upload: phungthuan

Post on 14-Jun-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya jualah makalah biologi laut ini dapat terselesaikan dengan

baik. Demikian juga shalawat dan salam penulis sampaikan pada nabi Muhammad

SAW yang telah membawa kita dari alam jahiliyah kealam islamiyah.

Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas

praktikum “Ekologi Padang Lamun dan Metode Pendataannya“ yang disimulasikan

di halaman laboratorium Biologi Laut, jurusan Ilmu Kelautan (ODC) Unsyiah.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada para dosen pembimbing, dan

kepada kakak dan abang asisten yang telah mengarahkan penyusunan makalah ini.

Begitu pula kepada pihak Perpustakaan Unsyiah yang telah membantu dalam

peminjaman buku-buku yang penulis perlukan.

Semoga maksud dan harapan dari penulisan makalah ini menemukan

sasarannya dan tak lupa penulis harapkan kritik dan saran-saran para pembaca guna

perbaikan dan penyempurnaan makalah ini untuk kedepannya.

Darussalam, 3 Mei 2011

Penulis

i

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………... i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………... ii

DAFTAR TABEL …………………………………………………………………...

iii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………... 1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………… 1

1.2 Tujuan …………………………………………………………………… 3

BAB II DASAR TEORI …………………………………………………………….. 4

2.1 Tinjauan Pustaka ………………………………………………………… 4

BAB III METODELOGI PERCOBAAN ……………………………………………7

3.1 Waktu dan Tempat …………………………………………………….... 7

3.2 Alat dan Bahan ………………………………………………………….. 7

3.3 Metode Kerja …………………………………………………………… 7

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ……………………………….. 9

4.1 Data Hasil Pengamatan …………………………………………………. 9

4.2 Analisa Data ……………………………………………………………..10

4.3 Pembahasan ……………………………………………………………...14

BAB V PENUTUP …………………………………………………………………..16

5.1 Kesimpulan ………………………………………………………………16

5.2 Saran ……………………………………………………………………..16

2

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.3 Kelas Vegetasi Lamun .............................................................................. 8

Tabel 4.1.1. Data Thalassia hemprichii .................................................................... 9

Tabel 4.1.2. Data Halophila spinulosa..................................................................... 9

Table 4.1.3. Data Halodule uninervis........................................................................ 9

Tabel 4.2.1 Penutupan Thalassia hemprichii ( Lokasi 1) ........................................ 10

Tabel 4.2.2 Penutupan Thalassia hemprichii ( Lokasi 2).......................................... 10

Tabel 4.2.3 Penutupan Thalassia hemprichii ( Lokasi 3 )......................................... 11

Tabel 4.2.4 Penutupan Halophila spinulosa ( Lokasi 1)........................................... 11

Tabel 4.2.5 Penutupan Halophila spinulosa ( Lokasi 2)........................................... 12

Tabel 4.2.6 Penutupan Halophila spinulosa ( Lokasi 3)........................................... 12

Tabel 4.2.7 Penutupan Halodule uninervis ( Lokasi 1 )............................................ 12

Table 4.2.8 Penutupan Halodule uninervis ( Lokasi 2 )............................................ 13

Table 4.2.9 Penutupan Halodule uninervis ( Lokasi 3 )............................................ 13

Tabel 4.2.10 Data Persentase Penutupan Lamun....................................................... 13

3

iii

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari  pada daratan, oleh karena

itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

berbagai biota laut baik flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman jasad–

jasad hidup di dalam yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di laut yang

saling berkesinambungan. Salah satunya adalah lamun.

Dewasa ini, perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan munculnya

kesadaran dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya lautan. Laut

merupakan penyedia sumber daya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan,

tambang mineral, dan energi, media komunikasi maupun  kawasan rekreasi atau

pariwisata. Karena itu wilayah pesisir dan lautan merupakan tumpuan harapan

manusia dalam pemenuhan kebutuhan di masa datang.

Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan 

adalah lamun, Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang

berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah.

Dimana secara ekologis lamun mempunyai beberapa fungsi penting di daerah pesisir.

4

Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan

merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme.

Di Indonesia hanya terdapat 12 jenis lamun tergolong dalam 7 marga, ketujuh

marga lamun di Indonesia terdiri dari 3 marga dari suku Hydrocharitaceae yaitu

Enhalus, Thalassia dan Holophila, dan 4 marga dari suku Potamogetonaceae yaitu

Halodule, Cymodocea, Syringodium dan Thalassodendron.

Lamun hidup di perairan dangkal yang agak berpasir. Sering pula di jumpai di

terumbu karang. Kadang-kadang ia membentuk komunitas yang lebat hingga

merupakan padang lamun (sea gress bed) yang cukup luas. Padang lamun ini

merupakan ekosistem yang sangat tinggi produktivitas organiknya. Disitu hidup

bermacam-macam biota laut seperti krustacea, moluska, cacing, dan juga ikan. Ada

yang hidup menetap di padang lamun ini ada pula sebagai pengunjung yang setia.

Beberapa jenis ikan misalnya berkunjung ke padang lamun untuk mencari makan atau

untuk memijah. Beberapa jenis biota laut yang mempunyai nilai niaga menggunakan

daerah padang lamun ini sebagai tempat asuhan, antara lain ikan beronang.

Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen

abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan

saling berinteraksi membentuk suatu unit fungsional. Komponen-komponen ini

secara fungsional tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila terjadi perubahan

pada salah satu dari komponen-komponen tersebut maka akan menyebabkan

perubahan pada komponen lainnya. Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi

keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam

keseimbangannya.

Meskipun padang lamun merupakan ekosistem yang penting, namun pemanfaatan

langsung tumbuhan lamun untuk kebutuhan manusia tidak banyak di lakukan.

5

Beberapa jenis padang lamun dapat digunakan sebagai bahan makanan. Padang

lamun juga dapat memperlambat gerakan air yang disebabkan oleh arus dan

gelombang, hingga menyebabkan perairan sekitarnya menjadi lebih tenang. Dengan

demikian ia bertindak sebagai penangkap sedimen, sebagai pelindung pantai, dan

mencegah terjadinya erosi.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini antara lain agar mahasiswa dapat mengenali

dan membedakan jenis-jenis lamun, melakukan pengambilan data lamun, dan

melakukan pengolahan analisa data lamun.

6

BAB IIDASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Lamun (sea grass) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya

menyesuaikan diri untuk hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan ini terdiri dari

rhizome, daun dan akar sejati. Rhizome merupakan batang yang terbenam dan

merayap secara mendatar, serta berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh

batang pendek yang tegak lurus ke atas, berdaun dan berbunga. Pada buku tumbuh

pula akar. Dengan rhizome dan akarnya inilah tumbuhan tersebut dapat menancapkan

diri dengan kokoh di dasar laut hingga tahan terhadap hempasan gelombang dan arus.

Sebagian besar lamun berumah dua artinya dalam satu tumbuhan hanya ada bunga

jantan saja atau bunga betina saja. Sistem pembiakannya bersifat khas karena mampu

melakukan penyerbukan di dalam air (Hydrophilous polination). Buahnya pun

terendam di dalam air ( Anugerah,2002 ).

Lamun hidup di perairan dangkal yang agak berpasir. Sering pula di jumpai di

terumbu karang. Kadang-kadang ia membentuk komunitas yang lebat hingga

merupakan padang lamun (sea gress bed) yang cukup luas. Padang lamun ini

merupakan ekosistem yang sangat tinggi produktivitas organiknya. Disitu hidup

bermacam-macam biota laut seperti krustacea, moluska, cacing, dan juga ikan. Ada

yang hidup menetap di padang lamun ini ada pula sebagai pengunjung yang setia.

7

Beberapa jenis ikan misalnya berkunjung ke padang lamun untuk mencari makan atau

untuk memijah. Beberapa jenis biota laut yang mempunyai nilai niaga menggunakan

daerah padang lamun ini sebagai tempat asuhan, antara lain ikan beronang

( Sukardjo,1984 ).

Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah

padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu

area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat

atau jarang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari

komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem). Habitat

tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai

di terumbu karang.  Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat

khusus dan berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang

( Nybakken,1988 ).

Klasifikasi Lamun. Tanaman lamun memilki bunga, berpolinasi, menghasilkan

buah dan menyebarkan bibit seperti banyak tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah

berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain itu, generadi daerah tropis memiliki

morfologi dan anatomi. Lamun merupakan tumbuhan laut monokotil yang secara

utuh memiliki perkembangan system parakaran dan rhizome yang baik. Pada system

klasifikasi, lamun berada pada Sub kelas Monocotyledoneae, kelas Angiospermae.

Dari 4 famili lamun yang diketahui, 2 berada diperairan Indonesia yaitu

Hydrocharitaceae dan Cymodoceae. Family Hydrocharitaceae dominan merupakan

lamun yang tumbuh di air tawar sedangkan 3 famili lain merupakan lamun yang

tumbuh di laut ( Azkab,1999 ).

Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan

termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan

8

akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan melakukan

reproduksi pada saat terbenam. Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi

reproduksi lamun adalah hidrophilus yaitu kemampuannya untuk melakukan polinasi

di bawah air ( Raharjo,1996 ).

Bentuk vegetatif lamun memperlihatkan karakter tingkat keseragaman yang

tinggi, hamper semua genera memiliki rhizoma yang sudah berkembang dengan

baik dan bentuk daun yang memanjang (linear) atau berbentuk sangat panjang seperti

ikat pinggang (belt), kecuali jenis Halophila memiliki bentuk lonjong. Berbagai

bentuk pertumbuhan tersebut mempunyai kaitan dengan perbedaan ekologik lamun

( Sukarno,1983 ).

9

BAB IIIMETODELOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini kami laksanakan pada tanggal 27 April 2011 pukul 14.00 dan

selesai pada pukul 16.00, disimulasikan dihalaman laboratorium biologi laut, jurusan

Ilmu Kelautan (ODC) .

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang kami gunakan pada praktikum simulasi

pengambilan data habitat dasar ekosisrem terumbu karang adalah sebagai berikut ini :

Transek kuadrat 1 m x 1 m

Lapangan / padang lamun

Alat tulis dan lembar data

3.3 Metode Kerja

Untuk melakukan pengamatan ekologi padang lamun dan metode

pendataannya dengan menggunakan transek kuadrat. Berikut ini adalah cara kerja

yang dilakukan :

10

Dibentangkan transek garis sepanjang 10 meter. Pada tiap bentangan transek

garis ( meteran ) dibuat plot pengamatan ( transek kuadrat 1 m x 1 m ).

Nb : plot pengamatan ditentukan oleh asisten masing-masinh kelompok.

Disetiap plot pengamatan ( transek 1 m x 1 m ) dibagi menjadi 25 bagian

yang harus diamati secara terpisah. Pengamatan dilakukan pada tiap bagian

transek kuadrat.

Diamati dan catat penutupan setiap spesies vegetasi lamun yang terdapat

dalam plot pengamatan, sesuai dengan kelas yang ditentukan berikut.

Tabel 3.3 Kelas Vegetasi Lamun

Kelas ( i ) Proporsi substrat yang

tertutupi

% substrat yang

tertutupi

Nilai tengah ( M

)

5 1/2 - seluruhnya 50 – 100 75

4 1/4 - ½ 25 – 50 37,5

3 1/8 - ¼ 12,5 – 25 18,75

2 1/16 - 1/8 6,25 – 12,5 9,38

1 Kurang dari 1/16 <6,25 3,13

0 Kosong 0 0

Diperkirakan penutupan vegetasi tiap jenis lamun yang terdapat dalam sub-

plot pengamatan.

Rumus untuk menghitung penutup vegetasi lamun ( C ) :

C ¿∑ (Mi x fi)

∑ f

11

Keterangan : C = nilai penutupan lamun

Mi = nilai tengah kelas penutupan ke-i

Fi = frekuensi munculnya kelas penutupan ke-i

∑ f = jumlah total frekuensi seluruh penutupan kelas

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan

Data hasil pengamatan yang didapat dari praktikum yang kami lakukan adalah

sebagai berikut:

Tabel 4.1.1. Data Thalassia hemprichii

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

Tabel 4.1.2. Data Halophila spinulosa

12

5 5 5 5 55 5 5 5 55 5 5 3 55 4 4 5 55 5 5 5 5

5 5 5 5 55 3 5 5 55 5 5 5 55 4 4 5 54 5 5 5 5

5 5 5 5 45 5 5 5 55 5 5 5 55 5 5 3 55 5 5 4 5

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

Table 4.1.3. Data Halodule uninervis

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

4.2 Analisa DataPenutupan Thalassia hemprichii

Tabel 4.2.1 Penutupan Thalassia hemprichii ( Lokasi 1) Kelas Nilai tengah (M) Frekuensi (f) Mi x f

5 75 22 16504 37.5 2 753 18.75 1 18.752 9.38 0 01 3.13 0 00 0 0 0

Total 25 1743.75

C ¿∑ (Mi x fi)

∑ f

C = 1743.75/25 = 69.74%

Tabel 4.2.2 Penutupan Thalassia hemprichii ( Lokasi 2)

13

0 0 0 0 00 0 0 2 30 1 0 4 44 5 5 3 50 3 3 0 0

4 2 2 0 02 5 2 0 01 4 2 1 04 4 5 3 21 4 3 1 3

2 0 0 0 25 2 0 0 02 3 2 0 22 5 1 3 04 5 2 0 0

0 2 0 0 00 0 0 0 04 0 4 4 02 0 0 0 00 3 2 2 0

0 2 3 2 20 2 0 0 20 0 1 0 20 2 3 2 05 2 4 0 0

2 2 2 0 40 0 0 0 00 2 4 0 03 0 0 0 02 3 4 0 0

Kelas Nilai tengah (M) Frekuensi (f) Mi x f5 75 21 15754 37.5 3 112.53 18.75 1 18.752 9.38 0 01 3.13 0 00 0 0 0

Total 25 1706.25

C ¿∑ (Mi x fi)

∑ f

C = 1706.25/25 = 68.25%

Tabel 4.2.3 Penutupan Thalassia hemprichii ( Lokasi 3 )Kelas Nilai tengah (M) Frekuensi (f) Mi x f

5 75 22 16504 37.5 2 753 18.75 1 18.752 9.38 0 01 3.13 0 00 0 0 0

Total 25 1743.75

C ¿∑ (Mi x fi)

∑ f

C = 1743.75/25 = 69.75%

Penutupan Halophila spinulosa

Tabel 4.2.4 Penutupan Halophila spinulosa ( Lokasi 1)

14

Kelas Nilai tengah (M) Frekuensi (f) Mi x f5 75 3 2254 37.5 3 112.53 18.75 4 752 9.38 1 9.381 3.13 1 3.130 0 13 0

Total 25 425.01

C ¿∑ (Mi x fi)

∑ f

C = 425.01/25 = 17.0004%

Tabel 4.2.5 Penutupan Halophila spinulosa ( Lokasi 2)Kelas Nilai tengah (M) Frekuensi (f) Mi x f

5 75 2 1504 37.5 5 187.53 18.75 3 56.252 9.38 6 56.281 3.13 4 12.520 0 5 0

Total 25 462.55

C ¿∑ (Mi x fi)

∑ f

C = 462.55/25 = 18.502%

Tabel 4.2.6 Penutupan Halophila spinulosa ( Lokasi 3)

15

Kelas Nilai tengah (M) Frekuensi (f) Mi x f5 75 3 2254 37.5 1 37.53 18.75 2 37.52 9.38 8 75.041 3.13 1 3.130 0 10 0

Total 25 378.17

C ¿∑ (Mi x fi)

∑ f

C = 378.17/25 = 15.1268%

Penutupan Halodule aminerus

Tabel 4.2.7 Penutupan Halodule uninervis ( Lokasi 1 )Kelas Nilai tengah (M) frekuensi (f) Mi x f

5 75 0 04 37.5 3 112.53 18.75 1 18.752 9.38 4 37.521 3.13 0 00 0 17 0

Total 25 168.77

C ¿∑ (Mi x fi)

∑ f

C = 168.77/25 =6.7508%

Table 4.2.8 Penutupan Halodule uninervis ( Lokasi 2 )

16

Kelas Nilai tengah (M) Frekuensi (f) Mi x f5 75 1 754 37.5 1 37.53 18.75 2 37.52 9.38 9 84.421 3.13 1 3.130 0 11 0

Total 25 237.55

C ¿∑ (Mi x fi)

∑ f

C = 237.55/25 = 9.502%

Table 4.2.9 Penutupan Halodule uninervis ( Lokasi 3 )Kelas Nilai tengah (M) Frekunsi (f) Mi x f

5 75 0 04 37.5 3 112.53 18.75 2 37.52 9.38 5 46.91 3.13 0 00 0 15 0

Total 25 196.9

C ¿∑ (Mi x fi)

∑ f

C = 196.9/25 =7.876%

Tabel 4.2.10 Data Persentase Penutupan LamunNo Jenis Lamun Persentase Penutupan Lamun (%)

1 Thalassia hemprichii 69,246

2 Halophila spinulosa 16,876

3 Halodule uninervis 8,042

4.3 Pembahasan

17

Pada praktikum kali ini kami telah berhasil mengambil data lamun dengan

menggunakan transek kuadrat 1m x1m yang disimulasikan dihalaman laboratorium

biologi laut, jurusan Ilmu Kelautan (ODC) .

Berdasarkan hasil analisa data yang kami lakukan, maka di peroleh hasil

bahwa persentase penutupan lamun Thalassia hemprichii adalah senilai 69,246%,

untuk Halophila spinulosa adalah senilai 16,876%, dan untuk Halodule uninervis

adalah senilai 8,042%.

Dalam lokasi 1 kami mendapatkan penutupan untuk spesies Thalassia hemprichii

adalah sebesar 67,74%, untuk spesies Halophila spinulosa adalah sebesar 17,0004%

dan untuk spesies Halodule uninervis adalah sebesar 6,7508%. Sehingga untuk total

keseluruhan penutupan di dalam lokasi 1 yang kami dapat adalah sebesar 91,4912%.

Serta untuk penutupan jenis tertinggi ditemukan pada spesies Thalasia hempichii

yaitu sebesar 67,74%. Sedangkan untuk nilai peutupan jenis yang terendah terdapat

pada spesies Halodule uninervis yaitu sebesar 6,7508%.

Kemudian kami melakukan pengamatan pada lokasi 2 yang penentuannya

dilakukan secara acak oleh asisten. Dalam lokasi 2 kami mendapatkan penutupan

untuk spesies Thalasia hempichii adalah sebesar 68,25%, untuk spesies Halophila

spinulosa adalah sebesar 18,502% dan untuk spesies Halodule uninervis adalah

sebesar 9,502%. Sehingga untuk total keseluruhan penutupan di dalam lokasi 2 yang

kami dapat adalah sebesar 96,254%. Serta untuk penutupan jenis tertinggi ditemukan

pada spesies Thalasia hempichii yaitu sebesar 68,25% dan penutupan jenis terendah

terdapat pada spesies Halodule uninervis yaitu sebesar 9,502%.

Setelah melakukan pengamatan di lokasi 2, kemudian kami melakukan

pengamatan di lokasi 3. Dalam lokasi 3 kami mendapatkan penutupan untuk spesies

Thalasia hempichii adalah sebesar 69,75%, untuk spesies Halophila spinulosa adalah

sebesar 15,1268% dan untuk spesies Halodule uninervis adalah sebesar 7,876%.

Sehingga untuk total keseluruhan penutupan di lokasi 3 yang kami dapat adalah

18

sebesar 92,7528%. Serta untuk penutupan jenis tertinggi ditemukan pada spesies

Thalasia hempichii adalah sebesar 69,75% dan penutupan jenis terendah terdapat

pada spesies Halodule uninervis yaitu sebesar 7,876 %.

Tidak ada di dalam satu lokasi yang didapat penutupannya sebesar 100%. Hal

ini disebabkan banyak spesies lain seperti batu, pasir dan lain-lain tidak ikut diamati

atau diabaikan, karena pada praktikum kali ini hanya disimulasikan di laboratorium

dan hanya untuk pengamatan 3 spesies saja, yaitu Thalasia hempichii, Halophila

spinulosa dan Halodule uninervis.

Untuk hasil pengamatan yang telah diamati pada praktikum ini, spesies yang

mendominansi adalah Thalasia hempichii dibandingkan dengan dua spesies yang

lainnya. Karena, substrat yang ada di lokasi tersebut lebih cocok untuk jenis Thalasia

hempichii.

BAB V

19

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah :

Dari hasil analisa diatas dapat dilihat bahwa total persentase penutupan lamun

yang disimulasikan di halaman laboratorium biologi laut, jurusan Ilmu

Kelautan (ODC) adalah 94.164%.

Jenis lamun yang mendominasi di daerah tersebut adalah Thalassia

hemprichii,dengan rata-rata persentasenya adalah 69,246%.

Sedangkan untuk jenis lamun Halophila spinulosa 16.876%, dan jenis

Halodule uninervis 8.042 %. Kedua jenis lamun tersebut tidak terlalu

mendominasi.

Tidak ada di dalam satu lokasi yang didapat penutupannya sebesar 100%. Ini

disebabkan banyak spesies lain yang tidak ikut diamati atau diabaikan, karena

pada praktikum kali ini hanya disimulasikan saja.

5.2 Saran

Adapun saran penulis untuk praktikum Biologi Laut bab “ Ekologi Padang

Lamun dan Metode Pendataannya” adalah metode-metode yang diajarkan tidak hanya

dilakukan secara simulasi saja. Akan tetapi kami mengharapkan penerapan metode-

metode tersebut dapat dilakukan secara langsung dilapangan. Untuk mempermudah

pemahaman praktikan dalam pendataannya.

DAFTAR PUSTAKA

20

Azkab,M.H.1999. Dinamika Komunitas Biologis pada Ekosistem Lamun di Pulau

Lombok. Jakarta : LIPI.

Nybakken,J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta : Gramedia.

Raharjo,Y.1996. Community Based Management di Wilayah Pesisir. Bogor : Pusat

Kajian Pesisir Dan Lautan (IPB).

Sukardjo,S.1984. Ekosistem Lamun. Jakarta : Lembaga Penelitian Perikanan Laut.

Sukarno,M.Hutomo,dkk. 1983. Terumbu Karang di Indonesia : Sumber Daya,

Permasalahan dan Pengelolaannya. Jakarta : Lembaga Oseanologi Nasional.

21