bab ii kajian pustaka, konsep, landasan teori, dan … ii.pdf · memiliki persamaan dengan...

40
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Subbab ini berisi paparan mengenai sejumlah tulisan berupa kajian atau hasil penelitian tentang kebergeseran dan kebertahanan bahasa. Kajian pustaka ini disusun berdasarkan konsep kronologis yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Secara garis besar, kajian pustaka dalam penelitian ini dibagi atas dua bagian, yaitu (1) hasil penelitian dan kajian terhadap kebergeseran dan kebertahahan bahasa dan (2) hasil penelitian dan kajian tentang leksikon ruwatan, terutama upacara ruwatan kampung. Dua hal tersebut merupakan hal yang penting untuk diacu dalam penelitian ini. Kajian pustaka itu berisi sejumlah tulisan atau kajian yang relevan dengan topik kebergeseran dan kebertahanan bahasa. Secara kronologis suatu topik yang membahas konsep penelitian dapat diamati di bawah ini. Sumarsono (1990) menulis disertasi berjudul “Pemertahanan Bahasa Melayu Loloan di Bali”. Dalam penelitain itu diuraikan bahwa konsentrasi wilayah permukiman merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung kelestarian sebuah bahasa. Wilayah permukiman merupakan faktor penting dibandingkan dengan jumlah penduduk yang besar. Kelompok yang kecil jumlahnya pun dapat lebih kuat mempertahankan bahasa jika konsentrasi wilayah permukiman dapat dipertahankan sehingga terdapat keterpisahan secara fisik, ekonomi, dan sosial budaya. Hasil penelitian itu menggambarkan bagaimana 20

Upload: lamnhu

Post on 16-Jul-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

20

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Subbab ini berisi paparan mengenai sejumlah tulisan berupa kajian atau hasil

penelitian tentang kebergeseran dan kebertahanan bahasa. Kajian pustaka ini

disusun berdasarkan konsep kronologis yang berkaitan dengan penelitian yang

akan dilakukan. Secara garis besar, kajian pustaka dalam penelitian ini dibagi atas

dua bagian, yaitu (1) hasil penelitian dan kajian terhadap kebergeseran dan

kebertahahan bahasa dan (2) hasil penelitian dan kajian tentang leksikon ruwatan,

terutama upacara ruwatan kampung. Dua hal tersebut merupakan hal yang penting

untuk diacu dalam penelitian ini.

Kajian pustaka itu berisi sejumlah tulisan atau kajian yang relevan dengan

topik kebergeseran dan kebertahanan bahasa. Secara kronologis suatu topik yang

membahas konsep penelitian dapat diamati di bawah ini.

Sumarsono (1990) menulis disertasi berjudul “Pemertahanan Bahasa

Melayu Loloan di Bali”. Dalam penelitain itu diuraikan bahwa konsentrasi

wilayah permukiman merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung

kelestarian sebuah bahasa. Wilayah permukiman merupakan faktor penting

dibandingkan dengan jumlah penduduk yang besar. Kelompok yang kecil

jumlahnya pun dapat lebih kuat mempertahankan bahasa jika konsentrasi wilayah

permukiman dapat dipertahankan sehingga terdapat keterpisahan secara fisik,

ekonomi, dan sosial budaya. Hasil penelitian itu menggambarkan bagaimana

20

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

21

upaya-upaya masyarakat dalam pemertahanan kelestarian sebuah bahasa masih

sangat kurang. Dalam penelitian itu digunakan kajian ekolinguistik. Penelitian itu

memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di

masyarakat yang multietnik Jawa dan Bali serta berkurangnya entitas lingkungan

yang ada di sekitar masyarakat Loloan. Di pihak lain perbedaan terletak pada

kajian, yaitu dalam penelitian ini difokuskan pada masyarakat, bahasa, dan

lingkungan sehingga menggunakan sosiolinguistik, sedangkan penelitian

Sumarsono menggunakan kajian ekolinguistik. Perbedaan lainnya adalah

penelitian ini hanya mencakup leksikon RK, sedangkan dalam penelitian itu

Sumarsono menfokuskan bahasa Melayu Loloan secara umum.

Mbete dan Adisaputera (2009) dalam tulisannya yang berjudul “Penyusutan

Fungsi Sosioekologis Bahasa Melayu Langkat pada komunitas Remaja di Stabat,

Langkat” menunjukkan bahwa dari hasil pemahaman terungkap bahwa rata-rata

pemahaman remaja tentang leksikon bahasa Melayu Langkat (BML) tergolong

rendah. Rendahnya pemahaman itu dipicu oleh (1) kurangnya interaksi komunitas

remaja dengan entitas yang bercirikan ekologi Melayu, (2) langka bahkan

punahnya entitas sehingga tidak terkonsep dalam alam pikiran penutur, dan (3)

konsepsi leksikal penutur tentang entitas-entitas itu bukan dalam peranti BML,

melainkan dalam bahasa lain. Penyebab perubahan pada tingkat pemahaman

leksikon menjadi patokan pada penelitian itu.

Data pada penelitian itu didapatkan dengan mendokumentasian leksikon

BML terkait dengan lingkungann alamiah komunitas Melayu di Stabat. Dalam

penelitian itu ditemukan sebanyak 150 leksikon yang diujikan kepada responden.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

22

Tujuan pengujian dalam penelitian itu adalah untuk melihat tingkat pemahaman

responden terhadap leksikon yang berhubungan dengan lingkungan alamiah yang

sebenarnya dalam bahasa yang digunakan. Dari hasil pengujian tersebut dapat

dijelaskan dengan memparafrasakan situasi pengguna leksikon tersebut yang

berkaitan dengan kondisi sosioekologis remaja secara nyata. Setiap leksikon

dideskripsikan sesuai dengan hasil survei lapangan tentang sosioekologis Melayu

di Stabat.

Penelitian Mbete dan Adisaputera sangat bermanfaat bagi penulis untuk

memahami penyebab hilangnya pemahaman masyarakat remaja, terutama pada

pemakaian bahasa keluarga masyarakat Menganti, yaitu BM. Fenomena antara

masyarakat Stabat dan Menganti memiliki masalah yang hampir sama, yaitu

kurangnya penutur muda yang menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan

sehari-hari, khususnya dalam ranah keluarga. Hal tersebut dapat diketahui dari

tingkat pemahaman masyarakat kampung keturunan yang mulai melupakan

penggunaan BM dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan penelitian Mbete dan

Adisaputra terletak pada kajian yang digunakan. Pada penelitian itu digunakan

kajian sosioekologis, sedangkan dalam penelitian ini dibicarakan kebergeseran

dan kebertahanan leksikon ruwatan kampung dengan menggunakan kajian

sosiolinguistik. Kajian ini diharapkan dapat membantu untuk menjawab

permasalahan dalam penelitian yang berkaitan dengan kategoris kelas kata dan

tingkat pemahaman masyarakat terhadap leksikon-leksikon upacara ruwatan

kampung yang mengalami kebergeseran dan kebertahanan. Tingkat kebergeseran

dan kebertahanan leksikon ruwatan kampung terjadi dalam ranah masyarakat yang

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

23

multietnik dengan lingkungan penutur yang memiliki kedwibahasaan, multibahasa

(multilingual), campur kode, dan alih kode. Untuk melihat ranah tersebut, peneliti

menggunakan kajian sosiolinguistik. Perbedaan lain dalam penelitian ini terletak

pada kelompok usia responden yang digunakan. Pada penelitian ini menggunakan

kelompok masyarakat berdasarkan usia, yaitu kelompok usia muda (KUM),

kelompok usia dewasa (KUD), kelompok usia tua (KUT), dan kelompok usia

sangat tua (KUST). Di pihak lain pada penelitian yang dilakukan Mbete dan

Adisaputera hanya pada komunitas remaja. Penelitian pada komunitas pemuda

dan orang tua belum dikaji dalam penelitian itu. Untuk alasan tersebut perlu

adanya penelitian pada ranah kelompok di luar usia tersebut. Sehubungan dengan

itu, diperlukan penelitian pada komunitas yang lebih luas sehingga dihasilkan

penelitian yang lebih umum lagi. Sebaliknya, pada penelitian ini diujikan kepada

masyarakat berdasarkan usia para responden. Tingkat pemahaman masyarakat

terhadap leksikon ruwatan kampung dalam penelitian ini mencakup semua

kelompok yang ada di masyarakat.

Suparwa (2009) mengadakan penelitian berjudul “Ekologi Bahasa dan

Pengaruhnya dalam Dinamika Kehidupan Bahasa Melayu Loloan”. Peneliti

tersebut menitiberatkan pada dinamika kehidupan dan perkembangan bahasa

Melayu Loloan. Berdasarkan hasil temuannya dijelaskan bahwa terdapat tiga

faktor yang memengaruhi kehidupan dan perkembangan bahasa Melayu Loloan.

Secara terperinci ketiga faktor itu dipaparkan sebagai berikut.

(a) Hubungan antara penutur bahasa Melayu Loloan dan lingkungan alamnya.

Faktor yang pertama ini menunjukkan adanya hubungan antara penutur bahasa

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

24

Melayu Loloan dan lingkungan alamnya terkait dengan dua hal, yaitu tempat

tinggal dan pekerjaan masyarakat Melayu Loloan. Khusus mengenai tempat

tinggal, kelompok etnik ini pada umumnya bermukim di daerah pesisir dan

pinggiran Sungai Ijo Gading sehingga masyarakat Melayu Loloan rata-rata

bermata pencaharian sebagai nelayan. Tempat tinggal mereka bermukim akan

memengaruhi juga bentuk rumah masyarakat Melayu Loloan yang berupa

rumah panggung. Kedua hal ini membuat masyarakat Melayu Loloan banyak

mengenal dan mengakrabi berbagai bentuk leksikal yang berkaitan dengan

rumah panggung dan nelayan. Namun, belakangan ini pemakaian bahasa

Loloan sudah banyak mengalami kebergeseran karena penutur muda (generasi

muda) tidak mengenal lagi bentuk leksikal-leksikal tersebut. Keadaan seperti

ini akan memengaruhi kebergeseran suatu bahasa pada suatu tempat, terutama

pada penutur bahasa Melayu Loloan.

(b) Hubungan penutur bahasa Melayu Loloan dengan Sang Pencipta. Untuk faktor

ini adanya hubungan antara penutur bahasa Melayu Loloan dan Sang Pencipta,

yaitu masyarakat Loloan yang beragama Islam hidup berdampingan dengan

masyarakat Bali yang beragama Hindu. Agama Islam yang dianut oleh

masyarakat Loloan disebut dengan Islam Nusantara, yang ternyata memiliki

budaya yang sama dengan agama Hindu, yang terkenal dengan istilah desa

dan kala.

(c) Hubungan sosial penutur bahasa Melayu Loloan dengan penutur lainnya,

khususnya penutur bahasa Bali. Untuk faktor ini terdapat hubungan sosial

penutur bahasa Melayu Loloan dengan penutur lainnya, dalam hal ini penutur

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

25

asli Bali. Kehidupan bahasa Melayu Loloan sangat dipengaruhi oleh

lingkungan sosial penuturnya. Lingkungan sosial masyarakat Bali sebagai

penduduk dan penutur mayoritas bahasa Bali di Kota Negara, Kabupaten

Jembrana, Bali sehingga membuat kontak sosial antara kedua masyarakat ini

tidak dapat dihindari. Kedua kelompok tersebut bisa hidup berdampingan

sejak lama.

Penelitian itu memiliki relevansi dengan penelitian yang sedang dilakukan ini.

Relevansinya terletak pada ranah bahasa penutur asli yang mulai mengalami

kebergeseran dan kebertahanan bahasa Melayu Loloan yang digunakan oleh

masyarakat Loloan, terutama para generasi muda yang lambat laun mengalami

ketidaktahuan tentang beberapa bahasa yang telah mengalami kebergeseran dalam

bentuk leksikon. Pada umumnya generasi muda mulai tidak mengenal,

mengetahui, dan belajar beberapa leksikon lagi dalam ranah rumah panggung dan

leksikon yang berkaitan dengan keadaan mata pencaharian masyarakat Loloan

sebagai nelayan. Di samping terdapat relevansinya, penelitian bahasa Melayu

Loloan itu memiliki perbedaan dengan penelitian ini. Penelitian bahasa Melayu

Loloan mencakup pemakaian bahasa secara umum yang dilakukan oleh

masyarakat guyub Loloan dari penutur tua kepada penutur muda, sedangkan

dalam penelitian ini dibicarakan ranah kebergeseran dan kebertahanan hanya pada

tataran leksikon ruwatan kampung, bukan bahasa Madura secara keseluruhan.

Usman (2010) meneliti “Penyusutan Tutur dalam Masyarakat Gayo:

Pendekatan Ekolinguistik”. Penelitian itu mendeskripsikan perkembangan tutur

dalam masyarakat Gayo. Penelitian tersebut mendeskripsikan bahwa tuturan

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

26

masyarakat Gayo tidak diajarkan lagi kepada generasi muda. Tuturan Gayo juga

tidak dipakai dan dipelajari lagi oleh masyarakat muda sehingga lambat laun

kemungkinan tuturan Gayo mengalami kebergeseran dan kepunahan. Hal itu

terjadi karena ada dua faktor penyebabnya. Pertama faktor internal, yaitu tuturan

tidak diajarkan lagi kepada masyarakat Gayo, bahkan masyarakat setempat tidak

ada keinginan untuk mempelajari tuturan itu, khususnya bagi generasi mudanya.

Kedua, eksternal, yaitu adanya perkawinan silang, pengaruh pemakaian bahasa

Indonesia di masyarakat, pengaruh media, pendidikan, dan pengaruh ilmu

pengetahuan dan teknologi. Di samping itu, adanya pengaruh dari luar sangat

memengaruhi penyusutan tuturan masyarakat Gayo ini. Kenyataan demikian di

masyarakat semakin memengaruhi penyusutan tuturan masyarakat pada suku

tersebut, terutama dalam hal ekologi sosial bahasa Gayo.

Penelitian tuturan Gayo dalam ranahnya menggunakan kajian ekolinguistik

untuk melihat sisi bahasa dan lingkungannya, sedangkan penelitian ini melihat

pada ranah leksikon ruwatan kampung dengan menggunakan kajian

sosiolinguistik. Masyarakat di kampung Menganti pada umumnya menggunakan

BM sebagai alat komunikasi antarmasyarakat. Mereka memakai BM sebagai

sarana dalam melestarikan budaya, adat istiadat, dan warisan leluhurnya.

Pemahaman pada tingkat masyarakat penutur BM tersebut untuk melihat

fenomena yang terjadi pada ranah sosial dan bahasa, serta hubungan masyarakat

dengan BM yang digunakan oleh masyarakat Menganti, yaitu salah satu

komunitas masyarakat yang beretnik Madura. Masyarakat keturunan Madura di

Kampung Menganti sudah menetap di Pulau Jawa sejak leluhur mereka

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

27

melakukan babat alas untuk membentuk pemukiman. Hal itu disebabkan oleh

nenek moyangnya berasal dari Pulau Madura. Hal tersebut terbukti dengan

masyarakat di Kampung Menganti menggunakan BM sebagai bahasa komunikasi

dalam kehidupan mereka. Kampung-kampung yang warganya merupakan

keturunan etnik orang Madura seperti terdapat di Kampung Bongso Wetan,

Kampung Sumur Geger, Kampung Dukuh, Kampung Pengalangan, Kampung

Songgat, dan Kampung Bongso Kulon.

Penelitian tuturan Gayo itu memiliki relevansinya dengan penelitian yang

dilakukan di Masyarakat Menganti, yaitu tentang kebergeseran dan kebertahanan

leksikon RK. Namun, dalam penelitian tuturan masyarakat Gayo itu memiliki

kelemahannya, di antaranya dalam hal masyarakat Gayo hanya mendeskripsikan

tuturan masyarakatnya secara umum saja dan tidak mendeskripsikan pada tataran

kedudukan bentuk leksikal, kata, kalimat, gramatikal, dan frasa dalam bahasa

Gayo. Di pihak lain penelitian ini mendeskripsikan kebergeseran dan

kebertahanan leksikon ruwatan kampung pada komunitas masyarakat keturunan

etnik Madura di Kampung Menganti.

Rasna (2010) meneliti “Pengetahuan dan Sikap Remaja terhadap Tanaman

Obat Tradisional di Kabupaten Buleleng dalam Rangka Pelestarian Lingkungan:

Sebuah Kajian Ekolinguistik”. Penelitian itu dilakukan di daerah Kabupaten

Buleleng, Bali dengan menggunakan 125 responden generasi muda. Dalam

penelitian ini, peneliti mengetes pengetahuan leksikal dan pemahaman manfaat

sebelas jenis tanaman obat-obatan yang diujikan kepada mereka. Peneliti

membandingkan pengetahuan leksikal dan pengetahuan manfaat antara remaja

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

28

desa dan kota dan tindakan masyarakat generasi muda terhadap tanaman obat

yang ada di kampungnya. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa pengetahuan

para remaja tentang tumbuhan tanaman obat ini masih kurang, baik para remaja

di kampung maupun di kota. Rendahnya pemahaman tentang obat ini

menunjukkan bahwa interaksi remaja dan lingkungan sekitar menjadi jarang,

bahkan mungkin sudah tidak pernah berinteraksi, baik dengan tumbuhan maupun

tanaman obat tersebut. Hal lain yang menyebabkan terjadinya fenomen tersebut

adalah adanya beberapa faktor, di antaranya (1) perubahan sosiokultural, (2)

perubahan sosioekologi, yaitu perubahan sosial lingkungan seperti penebangan

hutan, pembabatan sawah, dan sejenisnya yang turut menyumbang berkurangnya

tananam atau tumbuhan yang bermanfaat menjadi bangunan rumah, jalan, hotel,

dan sebagainya, dan (3) sosioekonomi, artinya masyarakat lebih berpikir praktis

terhadap cara pengobatan. Penelitian tersebut menghasilkan sebuah temuan yang

mengatakan bahwa 40% remaja tidak setuju dengan anggapan kampungan,

terbelakang, dan rendah pada pengguna tanaman dan tumbuhan sebagai obat.

Penelitian yang dilakukan oleh Rasna ada relevansinya dengan penelitian

ini, terutama pada objeknya, yaitu lingkungan masyarakat yang dipengaruhi

ideologis modern. Persamaan lain, yaitu objek respondennya menggunakan

responden para generasi muda dalam memahami objek yang ada di lingkungan

masyarakat desa. Persamaannya juga terletak pada faktor, di antaranya mulai

berkurangya lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi perumahan dan

bangunan lain. Hal itu mengakibatkan banyak leksikon mengalami kepunahan. Di

samping persamaan, penelitian ini juga mempunyai perbedaan, yaitu objek

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

29

penelitian khususnya para responden. Penelitian Rasna mengambil responden

hanya para generasi muda untuk memahami jenis tanaman obat-obatan,

sedangkan penelitian yang dilakukan ini menyangkut empat kelompok usia, yaitu

kelompok usia muda, dewasa, tua, dan sangat tua. Dengan demikian, cakupan

dalam penelitian lebih luas karena pemahaman dari semua lapisan masyarakat.

Widada (2013) meneliti “Pencegahan Kepunahan Bahasa Etnis: Studi

Kasus Bahasa Jawa di Yogyakarta”. Penelitian itu menemukan bahwa kepunahan

sebuah bahasa yang ada di Yogyakarta terletak pada pendeskripsian varian atau

ragam bahasa Jawa yang dijadikan materi ajar di sekolah. Di pihak lain bahasa

daerah, khususnya BJ tidak digunakan lagi pada ranah sekolah sehingga lama-

kelamaan para siswa akan mengalami kesulitan dalam menguasai kosakata,

leksikal, dan gramatikal dalam BJ. Sebuah bahasa akan cepat mengalami

kepunahan apabila fungsinya menurun akibat seleksi alam dan melalui tekanan

dari faktor-faktor, antara lain (1) tekanan media massa elektronik dan media cetak,

(2) tekanan bahasa-bahasa regional dalam wilayah daerah multibahasa, (3)

tekanan pemakaian bahasa Indonesia, (4) sikap generasi pelapis yang kurang

memedulikan bahasa etnisnya, (5) kondisi masyarakat multikultural yang lebih

mengutamakan bahasa lintas etnik, dan (6) tidak dibelajarkannya bahasa etnik

dalam lingkungan keluarga. Dari fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa

sebuah bahasa akan mulai hilang apabila penutur asli tidak mau mengenali,

memahami, menjaga, menggunakan, dan melestarikan bahasa daerahnya.

Penelitian itu memiliki persamaan dengan penelitian yang sedang dilakukan ini

yaitu, pada tingkat pemahaman sebuah bahasa bagi generasi pemuda di

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

30

masyarakat Jawa yang mulai hilang pemakaiannya. Sebaliknya perbedaannya

terletak pada tingkat pemahaman bahasa tertentu saja. Dalam penelitian itu

dibicarakan kepunahan bahasa Jawa pada masyarakat muda secara umum,

sedangkan pada penelitian ini hanya dibicarakan leksikon ruwatan kampung

dalam bahasa Madura.

Renjaan (2014) meneliti “Pemahaman dan Kebertahanan Ekoleksikal

Kelautan Guyub Tutur Bahasa Kei: Kajian Ekolinguistik”. Hasil penelitian itu

menunjukkan bahwa dari hasil tes pemahaman masyarakat pada usia muda,

dewasa, dan tua diperoleh tingkat pemahaman yang berbeda. Penelitian Renjaan

itu mengambil objek penelitian pada ranah masyarakat Maluku Tenggara yang

ada di Kepulauan Kei. Objek yang dijadikan penelitian itu, di antaranya tentang

tingkat pemahaman ikan yang di laut, hewan di sekitar laut, tumbuhan di dasar

laut, tumbuhan di tepi laut, burung di sekitar laut, benda mati di tepi laut, dan

tingkat pemahaman tentang alat penangkap ikan tradisional di lingkungan laut.

Hasil penelitian itu menyatakan bahwa (1) pada satuan lingual bahasa Kei secara

morfologis berupa kata, yang terbagi menjadi kata monomorfemis, bentuk ulang,

dan kata majemuk, (2) tingkat pemahaman masyarakat cukup tinggi pada tiap-tiap

usia kelompok masyarakat yang dijadikan responden. Pemahaman leksikon

tersebut didukung oleh pengetahuan mereka tentang lokasi tempat referen

leksikon tersebut ditemukan.

Penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian

ini. Persamaan kedua penelitian terletak pada ranah leksikon-leksikon yang ada

pada lingkungan masyarakat. Perbedaan penelitian Renjaan dengan penelitian ini

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

31

terletak pada kajian yang digunakan. Kajian penelitian Renjaan menggunakan

ekolinguistik sedangkan penelitian ini menggunakan kajian sosiolinguistik. Objek

penelitian Renjaan pada ikan di laut, benda mati di tepi laut, hewan di sekitar laut,

tumbuhan di dasar laut, tumbuhan di tepi laut, burung di sekitar laut, benda mati

di tepi laut, dan alat penangkap ikan tradisional. Di pihak lain penelitian ini

meneliti leksikon ruwatan kampung yang mengalami kebergeseran dan

menggunakan kajian sosiolinguistik di Kampung Menganti.

Semua penelitian di atas memiliki relevansi dengan penelitian yang

dilakukan ini. Penelitian ini membicarakan kebergeseran dan kebertahanan

leksikon ruwatan kampung menggunakan bahasa Madura di kampung, Menganti

Kecamatan Gresik. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan-

permasalahn yang kemudian menjadi tujuan pada penelitian ini, yaitu tentang

leksikon-leksikon RK pada kategoris kelas kata apa saja yang mengalami

kebergeseran dan kebertahanan kebertahanan di masyarakat Kampung Menganti,

dan sejauhmana tingkat pemahaman masyarakat tentang leksikon tersebut, serta

faktor yang memengaruhi kebergeseran dan kebertahanan leksikon RK. Upaya

melestarikan nilai budaya leluhur merupakan wujud menghargai kekayaan

leluhur, menjaga dan merawat warisan leluhur terutama Bahasa Madura, dan

merasa memiliki bahasa sebagai entitas masyarakat setempat secara turun-

temurun, khususnya masyarakat pada sekelompok komunitas masyarakat generasi

muda.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

32

2.2 Konsep

Pada subbab ini dijelaskan beberapa konsep mencakup batasan mengenai

terminologi teknis yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep itu dipaparkan

dengan tujuan untuk menyatukan sudut pandang dan pemahaman tentang

kebergeseran dan kebertahanan leksikon ruwatan kampung. Adapun konsep-

konsep yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

2.2.1 Kedwibahasaan

Kedwibahasaan adalah praktik penggunaan bahasa secara bergantian, dari

bahasa yang satu ke bahasa yang lain oleh seorang penutur (Mackey, 1970: 21).

Untuk penggunaan dua bahasa, diperlukan penguasaan kedua bahasa tersebut

dengan tingkat yang sama. Senada dengan Mackey, menurut Hakuta (dalam

Wilian, 2006: 32), kajian kedwibahasaan seharusnya tidak hanya berhubungan

dengan kedwibahasaan individu (bilingual individual), tetapi juga dengan

lingkungan yang memungkinkan terjadinya kedwibahasaan tersebut beserta

pemertahanan dan kebergeserannya. Masyarakat Menganti menggunakan BM

sebagai bahasa pertama (B1). Di samping itu, mereka juga menguasai bahasa

Jawa sebagai bahasa kedua (B2). Hal itu digunakan masyarakat penutur BM untuk

berkomunikasi dengan masyarakat lainnya yang berasal dari luar kampung.

Konsep kedwibahasaan ini diharapkan dapat menjawab permasalahan yang

berkaitan dengan bentuk-bentuk leksikon RK, tingkat pemahaman masyarakat

pada leksikon RK, serta pada ranah mengenai faktor-faktor yang menyebabkan

kebergeseran dan kebertahanannya pada ranah keluarga dan lingkungan.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

33

Kehidupan sosial masyarakat yang multietnik mengakibatkan seseorang

harus bisa menguasai bahasa lain selain bahasa pertamanya (B1). Artinya, secara

otomatis masyarakat di tempat tersebut dimungkinkan melakukan bilingual atau

kedwibahasan. Pemilihan bahasa dalam berkomunikasi antarmasyarakat bertujuan

untuk mempermudah interaksi pada waktu tertentu. Kedwibahasaan merupakan

situasi masyarakat menggunakan dua bahasa dalam berkomunikasi dengan orang

lain. Masyarakat Menganti, khususnya Kampung Bongso Wetan selain menguasai

BM juga memiliki kemampuan untuk berbicara BJ.

Pemakaian dua bahasa atau lebih pada diri seseorang terjadi karena suatu

keharusan yang dipenuhi untuk mempermudah dalam berinteraksi dan

berkomunikasi. Semakin banyak bahasa yang dikuasai oleh seseorang maka orang

tersebut akan makin mudah melakukan komunikasi dengan orang lain.

Kemampuan seseorang menguasai dua bahasa maka orang tersebut

dwibahasawan. Seiring dengan perkembangan zaman dan mobilitas dari

masyarakat itu sendiri sehingga semakin banyak masyarakat di kota atau daerah

menggunakan bahasa berlainan. Di samping itu, biasanya juga terdapat orang-

orang yang memakai lebih dari satu bahasa. Suatu daerah atau masyarakat di

mana terdapat dua bahasa disebut daerah atau masyarakat yang berdwibahasaan

atau bilingual.

Pengertian kedwibahasaan selalu berkembang mulai dari pengertian yang

ketat sampai kepada pengertian yang longgar. Menurut Blommfield dalam

bukunya Language (1933: 56), kedwibahasaan sebagai gejala penguasaan bahasa

seperti penutur jati (native speaker). Batasan ini mengimplikasikan pengertian

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

34

bahwa seseorang dwibahasaan adalah orang yang menguasai dua bahasa dengan

sama baiknya. Menurut Haugen (1972), seorang penutur tidak perlu secara aktif

menggunakan kedua bahasa atau lebih, tetapi cukup kalau bisa memahaminya

saja. Dia berpendapat bahwa orang yang mempelajari bahasa kedua, apalagi

bahasa asing, tidak dengan sendirinya memengaruhi bahasa aslinya.

Kedwibahasaan merupakan pemakaian dua buah bahasa atau bahasa asli dan

bahasa yang ditirukan dalam mengontrol dua bahasa (Chin, 2007: 1). Penutur

pada situasi kedwibahasaan cenderung memiliki kemampuan yang lebih dari satu

bahasa. Hal itu didukung oleh keadaan masyarakat yang multietnik. Para penutur

bilingual merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang lebih dari satu etnik.

Menurut Grosjen (1982: 170), kedwibahasaan adalah peristiwa penggunaan dua

bahasa atau lebih dalam masyarakat yang plural serta kejadian itu merupakan

gejala yang alami. Kedwibahasaan merupakan kemampuan menggunakan

sekurang-kurangya B1 dan B2 meskipun kemampuan dalam B2 hanya sampai

batas minimal. Ini berarti bahwa seorang dwibahasawan tidak perlu menguasai B2

secara aktif produktif sebagaimana dituntut oleh Blommfield, tetapi cukup

memiliki kemampuan reseptif B2. Penguasaan bahasa kedua seperti di atas juga

terjadi pada masyarakat keturunan Madura di Kampung Menganti.

Menurut Weinreich (1968) kedwibahasaan adalah praktik penggunaan dua

bahasa secara bergantian. Batasan yang sama juga dikemukakan oleh Mackey

(1972: 5), yakni praktik penggunaan dua bahasa atau lebih secara bergantian oleh

penutur yang sama. Sementara itu, Fishman (1971) menganjurkan bahwa dalam

mengkaji masyarakat dwibahasa atau multibahasa hendaknya diperhatikan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

35

kaitannya dengan ada tidaknya diglosia. Fishman juga mengatakan bahwa diglosia

tidak hanya terdapat pada masyarakat yang mengenal satu bahasa dengan dua

ragam bahasa semata-mata; tetapi diglosia juga dapat ditemukan pada masyarakat

yang mengenal lebih dari dua bahasa, bahkan juga dapat dikenakan pada bahasa

yang sama sekali tidak serumpun. Lebih lanjut dikatakan pula bahwa ketepatan

pemilihan variasi bahasa dalam hubungan sosial banyak ditentukan oleh

kesadaran penutur terhadap kapan dan di mana tuturan itu diungkapkan. Landasan

teori ini diharapkan dapat membantu untuk menjawab permasalahan tentang

alasan terjadinya kebergeseran dan kebertahanan leksikon ruwatan kampung serta

faktor-faktornya di masyarakat Menganti.

2.2.2 Pilihan Bahasa

Pilihan bahasa adalah situasi yang tidak sesederhana yang dibayangkan,

yakni memilih sebuah bahasa secara keseluruhan (whole language) dalam suatu

peristiwa komunikasi (Fasold, 1984: 180). Seseorang yang menguasai dua bahasa

atau lebih harus memilih bahasa mana yang akan digunakan. Pilihan bahasa pada

keadaan yang demikian tentunya mempermudah komunikasi antarindividu dalam

berinteraksi satu dengan yang lain. Secara umum, pilihan bahasa meliputi tiga

kategori pilihan. Pertama memilih satu variasi dari bahasa yang sama (intra

language variation). Misalnya suatu keadaan penutur masyarakat keturunan etnik

Madura yang telah lama menetap secara turun-temurun di Kampung Menganti,

seperti Kampung Bongso Wetan, Kampung Sumur Geger, Kampung Dukuh,

Kampung Pengalangan, Kampung Songgat, dan Kampung Bongso Kulon.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

36

Masyarakat di kampung tersebut menggunakan BM sebagai bahasa sehari-hari. Di

samping itu, mereka memiliki kemampuan untuk menggunakan bahasa Jawa dan

bahasa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi, BM digunakan

sebagai bahasa yang mewadahi semua kegiatan upacara ritual, seperti RK ini.

Masyarakat kampung menggunakan BM dalam kegiatan upacara ritual karena

mereka merupakan warga keturunan etnik Madura. Kedua, melakukan alih kode,

artinya menggunakan satu bahasa pada satu keperluan dan menggunakan bahasa

yang lain pada keperluan lain dalam satu peristiwa komunikasi. Ketiga,

melakukan campur kode, artinya menggunakan satu bahasa tertentu dengan

bercampur serpihan-serpihan dari bahasa lain. Tujuan melakukan campur kode

adalah untuk mempermudah komunikasi yang sedang dilakukan penutur dan

lawan tutur.

Pilihan pemakaian bahasa pada masyarakat keturunan etnik Madura di

Kampung Menganti juga dipengaruhi oleh lawan bicara. Masyarakat Kampung

Menganti hidup berdampingan dengan masyarakat etnik lain, yaitu Jawa, seperti

masyarakat di Kota Surabaya. Di samping itu, letak Kampung Menganti dekat

dengan Kota Surabaya, khususnya Kampung Bongso Wetan, Sumur Geger,

Dukuh, dan Kampung Pengalangan merupakan kampung yang memiliki

perbatasan dengan Kota Surabaya. Hal tersebut memengaruhi pemilihan bahasa di

luar bahasa Madura sebagai bahasa pertama, yaitu dipengaruhi oleh bahasa Jawa.

Pemilihan suatu bahasa juga diakibatkan oleh situasi yang memungkinkan

menggunakan bahasa yang lainnya.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

37

Kehidupan masyarakat selalu memiliki hubungan yang sangat erat antara

satu dengan yang lain sehingga manusia dikatakan makhluk sosial. Hubungan

masyarakat dan bahasa dipelajari dalam ilmu sosilinguistik. Secara umum,

sosiolinguistik mengkaji masyarakat dwibahasa atau multibahasa (Edwards, 1994;

25). Pilihan bahasa oleh masyarakat pada umumnya dikaitkan dengan alasan

tertentu untuk menanggapi kehidupan masyarakat yang multietnik. Keadaan

lingkungan masyarakat akan memiliki pengaruh besar pada keberadaan leksikon,

terutama lingkungan persawahan. Fenomena bahasa dan lingkungan tidak bisa

dilepaskan dalam konsep memahami suatu objek kajian.

2.2.3 Leksikon

Leksikon adalah komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang

makna dan pemakaian kata dalam bahasa (Kridalaksana, 2008: 142). Pemakaian

kata dalam sebuah bahasa merepresentasikan pada objek yang dimaksud. Objek-

objek yang ada pada tataran tersebut merupakan kekayaan kata yang dimiliki

seseorang pada suatu tempat. Komponen di dalam leksikon dinamakan leksem.

Leksem adalah satuan terkecil dari leksikon. Leksem merupakan bahan dasar yang

setelah mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata dalam subsistem

gramatikal. Pengertian leksem tersebut terbatas pada satuan yang diwujudkan

dalam gramatikal dalam bentuk morfem dasar atau kata.

Leksikon dapat diartikan sebagai kekayaan kata yang dimiliki oleh seseorang

pembicara, penulis, atau suatu bahasa. Kekayaan tersebut terekam dalam benak

pikiran seseorang dalam menguasai sebuah bahasa. Kemampuan merekam data

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

38

dalam pikiran akan mampu memunculkan gagasan dan pemahaman berupa

leksikon-leksikon yang dipahaminya. Tingkat pemahaman leksikon masyarakat

dapat diketahui sejauh mana seseorang menggunakan bahasa pada lingkungan

keluarga dan masyarakat. Penguasaan kata-kata diimplementasikan pada tataran

pemakaian bahasa yang mampu menghasilkan perbendaharaan kata dalam bahasa

Madura. Perbendaharaan kata atau leksem yang dimaksud pada konsep ini

mengenai leksikon-leksikon ruwatan kampung di Menganti. Leksikon-leksikon

tersebut merupakan entitas masyarakat Menganti yang merupakan keturunan etnik

Madura. Leksikon dipakai pada ranah upacara ruwatan kampung. Upacara

kampung merupakan salah satu adat istiadat dan budaya masyarakat Jawa, tetapi

masyarakat keturunan etnik Madura secara turun-temurun telah menetap di

Menganti masih melaksanakan upacara tradisi Jawa, termasuk upacara ruwatan

kampung. Masyarakat kampung melaksanakan upacara ruwatan kampung sebagai

salah upaya untuk melestarikan tradisi leluhurnya. Pelestarian tradisi berupa

upacara ruwatan kampung masih dilaksanakan sampai sekarang di kampung-

kampung Menganti, seperti Kampung Bongso Wetan. Bahasa yang dipakai untuk

mewadahi dalam upacara ruwatan tersebut, yaitu Bahasa Madura.

2.2.4 Kelas Kata

Kelas kata adalah golongan kata yang mempunyai kesamaan dalam perilaku

formalnya atau klasifikasi atas nomina, adjektiva, dsb (Kridalaksana, 2008: 116).

Kelas kata diperlukan untuk membuat pengungkapan kaidah gramatikal secara

lebih sederhana. Kelas kata sebagai inti tata bahasa, dalam linguistik modern

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

39

klasifikasi kata atau kategorisasi kata hanyalah dianggap sebagai salah satu aspek

tata bahasa, sejajar dengan aspek-aspek lain yang harus mendapat perlakuan yang

seimbang, bila akan mendeskripsikan tata bahasa secara mewadai. Secara

keseluruhan tata bahasa atau gramatikal mempunyai komponen-komponen,

seperti struktur gramatikal, sistem gramatikal, kategori gramatikal, fungsi

gramatikal, dan peran gramatikal (Kridalaksana, 1990: 6).

Tujuan pengelompokkan atau pengkategorisasian kelas kata pada penelitian

ini dimaksudkan untuk mempermudah mengolah data berdasarkan masalahan.

Data yang ditemukan di lapangan berupa kelas kata. Pengelompokkan kelas kata

tersebut mempermudah untuk mengetahui jenis-jenis leksikon yang ditemukan.

Kategori kelas kata yang ditemukan dikelompokkan ke dalam enam kategori kelas

kata, yaitu (1) nomina, (2) verba, (3) adjektiva, (4) numeralia, (5) adverbia, dan

(6) pronomina. Pengelompokkan kelas kata tersebut dilakukan untuk

mempermudah dalam menganalisis data. Pengelompokan kategori kelas kata ini

tidak mengikuti semua konsep kajian dari para ahli bahasa. Pengelompokkan

kelas kata ini didasarkan pada penemuan data di lapangan selama melakukan

penelitian.

Pengelompokkan kelas kata berdasarkan para ahli memiliki variasi yang

berbeda-beda. Samsuri (1985) mengelompokkan kelas kata menjadi dua bagian,

yaitu 1) kata utama, yang meliputi (a) kategori nomina, (b) kategori verba, (c)

kategori adjektiva, dan (d) kategori numeralia dan 2) kata sarana, yang terbagi

atas (a) kata sarana nomina, (b) kata sarana verba, (c) kata sarana adjektiva, dan

(d) kata sarana numeralia. Sedangkankan Ramlan (1985) membagi kelas kata ke

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

40

dalam duabelas kategori, seperti (1) kelas kara verba, (2) kelas kata nomina, (3)

kelas kata keterangan, (4) kelas kata tambah, (5) kelas kata bilangan, (6) kelas

kata penyukat, (7) kelas kata sandang, (8) kelas kata tanya, (9) kelas kata suruh,

(10) kelas kata penghubung, (11) kelas kata depan, dan (12) kelas kata seruan.

2.2.5 Ekologi

Ekologi adalah studi tentang hubungan timbal balik yang bersifat fungsional

(Muhlhausler, 2001). Dalam ilmu ekologi mempelajari dukungan pelbagai sistem

bahasa yang diperlukan bagi kelangsungan mahkluk hidup bahasa, seperti halnya

dengan faktor-faktor lingkungan fisik dan psikis yang memengaruhi kediaman

(tempat) bahasa-bahasa tersebut berada. Lingkungan bahasa pada sebuah

komunitas masyarakat tentunya akan memengaruhi pola aktivitas masyarakat

dalam menjalankan kegiatan ritual, seperti pada upacara ruwatan kampung di

Menganti. Upacara ritual ruwatan kampung di Menganti terkait dengan

lingkungan sawah dan punden. Kedua unsur tersebut terkait dengan leksikon-

leksikon upacara ruwatan kampung. Leksikon-leksikon ruwatan kampung tersebut

telah mengalami kebergeseran dan pemahamannya di masyarakat kampung,

khususnya Bongso Wetan. Hal itu dapat diketahui berdasarkan hasil kuesioner

yang diperoleh dalam penelitian. Parameter tersebut dihubungkan dengan tingkat

pemahaman masyarakat kampung, khususnya antara bahasa, khususnya bahasa

Madura dan lingkungannya. Lingkungan yang ada disekitar masyarakat kampung

Menganti, berupa persawahan dan lingkungan sekitar punden.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

41

Menurut Haugen, ekologi bahasa atau ekolinguistik mempelajari interaksi

antara bahasa dengan lingkungannya. Pandangan Haugen inilah yang melahirkan

tiga komponen penting dalam ilmu ekolinguistik. Adapun ketiga pandangan

tersebut, diantaranya (1) ideologi, (2) psikologis, dan (3) sosiologis. Komponen-

komponen tersebut juga memiliki keterkaitan dengan penelitian ini, yaitu

mengenai tingkat pemahaman masyarakat terhadap kebergeseran dan

kebertahanan leksikon ruwatan kampung di Kampung Menganti.

2.2.6 Pemahaman

Pemahaman adalah kemahiran dasar berbahasa berupa kemampuan untuk

mendengarkan dan memahami bahasa lisan atau kemampuan untuk membaca dan

memahami bahasa tulisan. Pemahaman juga dapat diartikan sebagai proses

mental, yaitu pendengar menyerap bunyi yang diujarkan pembicara dan

memakainya untuk membangun suatu penafsiran tentang apa yang dimaksud oleh

pembicara (Kridalaksana. 2008: 177). Pemahaman tentang leksikon ruwatan

kampung dapat diperoleh melalui indikator-indikator yang ditetapkan lebih

dahulu, baik dengan sejumlah jenis leksikon upacara ruwatan kampung maupun

berupa tuturan teks. Pemahaman leksikon yang terdapat pada tataran ruwatan

kampung mencakup leksikon-leksikon yang telah mengalami kebergeseran dan

kebertahanan pada kelas kata, seperti nomina, verba, adjektiva, numeralia,

pronomina, dan adverbia.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

42

2.2.7 Kebergeseran

Kebergeseran bahasa dan pemertahahan bahasa sebenarnya seperti dua sisi

mata uang. Bahasa menggeser bahasa yang lain atau bahasa yang tak bergeser

oleh bahasa. Bahasa tergeser adalah bahasa yang tidak mampu mempertahankan

diri untuk bersaing dengan bahasa lain. Bahasa mengalami kebergeseran apabila

pada kondisi yang menunjukkan penutur asli bahasa tersebut tidak

menggunakannya lagi terutama pada ranah keluarga. Kedua kondisi itu

merupakan akibat dari pilihan bahasa dalam jangka panjang (paling tidak tiga

generasi) dan bersifat kolektif (dilakukan oleh warga guyub). Pergeseran berarti

bahwa suatu guyub (komunitas) meninggalkan suatu bahasa sepenuhnya untuk

memakai bahasa lain. Bila pergeseran sudah terjadi, para guyub itu secara kolektif

memilih bahasa baru (Sumarsono. 2002: 231). Sebuah bahasa akan mengalami

kebergeseran pada komunitas masyarakat yang minoritas. Kebergeseran bahasa

lambat laun mengakibatkan bahasa tersebut mati. Sebuah bahasa dikatakan mati

pada komunitas tertentu apabila (a) penutur aslinya meninggal secara keseluruhan

dan (b) perubahan budaya pada masyarakat penutur asli (Drystal, 2003: 70--76).

Pergeseran sebuah bahasa diakibatkan oleh kedwibahasaan masyarakat

yang hidup pada keberagaman suku dan bahasa. Kedwibahasaan bukanlah satu-

satunya kondisi kebergeseran walaupun mungkin diperlukan. Hampir semua

kasus pergeseran bahasa terjadi melalui alih generasi (intergenerasi), menyangkut

lebih dari satu generasi. Dengan kata lain, jarang terjadi sejumlah besar individu

dalam suatu masyarakat menanggalkan bahasa dan mengganti dengan bahasa lain

dalam kurun hidupnya. Dalam berbagai contoh kasus permasalahan selalu ada

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

43

satu generasi yang lebih dulu mengalami kedwibahasaan, misalnya B1-nya bahasa

X dan B2-nya bahasa Y. Generasi ini tidak mengalihkan bahasa X kepada

generasi berikutnya (yaitu anak-anak mereka), tetapi menggunakan bahasa Y.

Generasi kedua ini mungkin saja masih “memahami” (secara pasif) bahasa X

karena masih sering mendengar orang tua mereka berbicara dalam bahasa itu.

Generasi kedua ini tentu lebih tidak berminat lagi mengalihkan bahasa X kepada

anak-anak mereka kelak, lebih-lebih karena mereka sendiri tidak menguasai

bahasa itu. Sehingga kemampuan kedwibahasaan mempunyai risiko bahwa bahasa

yang satu kadang-kadang hilang.

Pemahaman mengenai pergeseran dan kebertahanan sebuah bahasa dapat

diketahui melalui indikator-indikator yang merupakan penanda bahasa itu

mengalami kebergeseran dan kebertahanan. Penanda kebertahanan dan

kebergeseran bahasa adalah ranah (domain) penggunaan bahasa (language in use).

Sebuah bahasa dikatakan bergeser dan bertahan disebabkan oleh faktor-faktor

yang menyebabkan perubahan hilangnya bahasa tersebut. Hilangnya sebuah

bahasa dalam masyarakat dapat berupa leksikon-leksikon atau kata-kata. Di antara

faktor penting yang dikemukakan dalam berbagai kajian pergeseran dan

pemertahanan bahasa, Romaine (1995: 40) merekomendasikan sepuluh faktor

yang mengidentifikasikan alasan kebergeseran dan kebertahanan sebuah bahasa.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan bahasa mengalami kebergeseran dan

kebertahanan adalah (1) kekuatan secara kuantitatif antara kelompok mayoritas

dan kelompok minoritas, (2) kelas sosial, (3) latar belakang agama dan

pendidikan, (4) pola perkampungan/kemasyarakatan, (5) kesetiaan terhadap tanah

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

44

air atau tanah kelahiran, (6) derajat kesamaan antara bahasa mayoritas dan bahasa

minoritas, (7) luas perkawinan campuran, (8) sikap mayoritas dan minoritas, (9)

kebijakan pemerintah terhadap pengawasan bahasa dan pendidikan minoritas, dan

(10) pola-pola penggunaan bahasa. Selanjutnya, Holmes (2001: 51) mengatakan

bahwa faktor-faktor pergeseran bahasa dalam sebuah komunitas masyarakat, yaitu

(1) faktor ekonomi, sosial, dan politik, (2) faktor demografis, dan (3) faktor sikap

dan nilai.

Kondisi kebahasaan masyarakat dikatakan mengalami kebergeseran, yaitu

bahasa yang aman, terancam punah, tidak digunakan lagi, dan punah. Untuk

menentukan bahwa sebuah bahasa berada dalam tingkat yang terancam punah

sangat sulit. Terancamnya sebuah bahasa ditentukan oleh penutur asli bahasa

tersebut. Selama bahasa yang dimaksud itu mulai tidak digunakan dalam

lingkungan keluarga, maka bahasa itu bisa dikatakan mengalami kepunahan. Hal

terancamnya sebuah bahasa itu kemungkinan disebabkan oleh adanya ragam

bahasa pada situasi masyarakat yang berbeda dalam tingkat kondisi masyarakat

pada komunitas yang minoritas. Semakin berkurangnya pemakaian bahasa pada

ranah masyarakat, khususnya di lingkungan keluarga, dapat dikatakan bahwa

bahasa tersebut akan hilang secara perlahan-lahan pada tingkat regenerasi

berikutnya. Pertanda lain bahwa bahasa itu mengalami kebergeseran adalah

karena keengganan penutur untuk menggunakannya lagi. Kondisi seperti itu

ditemukan pada masyarakat di Menganti, khususnya generasi muda pada

kelompok usia muda dan dewasa.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

45

Pergeseran bahasa cenderung lambat terjadi dalam masyarakat bahasa

minoritas yang sangat menghargai bahasanya. Selama bahasa itu dipandang bukan

simbol lagi dalam lingkup sekelompok masyarakat maka bahasa tersebut lama-

kelamaan akan tergeser. Namun, selama bahasa tersebut dipandang sebagai

simbol identitas etnis dalam masyarakat tersebut, maka bahasa itu akan tetap

dihargai dan digunakan oleh masyarakat pada tempat tersebut.

Kehidupan masyarakat pada situasi keberagaman kebudayaan, adat istiadat,

dan lingkungan sosial yang berbeda akan menimbulkan berbagai pergeseran

sebuah bahasa. Pergeseran bahasa itu akan terjadi apabila keberadaan masyarakat

penutur mulai tersisih untuk tetap mempertahankan entitas bahasa itu sendiri.

Foley (1997: 383--384) mengungkapkan bahwa perubahan linguistik umumnya

merupakan “baling-baling cuaca” dari perubahan budaya. Pilihan bentuk-bentuk

linguistik yang merujuk ke alih kode, campur kode, dan diglosia. Unsur-unsur

tersebut mengacu pada makna budaya, keadaan masyarakat, serta keadaan posisi

seseorang dan orang lain di dalamnya.

Menurut Weinreich (dalam Dittmar, 1976: 119), pergeseran bahasa secara

keseluruhan bersifat struktural ekstra karena struktur linguistik dua bahasa yang

bersentuhan tidak menentukan bahasa apa menguasai bahasa yang mana.

Pergeseran bahasa bergantung pula pada nilai sosial dan prestise bahasa yang

terlibat. Kepunahan suatu bahasa bergantung pada beberapa faktor. Pertama,

faktor pendidikan. Kedua, faktor ekonomi. Maksudnya, ketika bahasa daerah tidak

menghasilkan keuntungan dari sisi ekonomi dan bahasa menghasilkan

keuntungan, maka bahasa daerah cenderung akan ditinggalkan dan memakai

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

46

bahasa lain yang mendatangkan keuntungan ekonomi itu. Ketiga, faktor politik.

Artinya, ketika pemegang kekuasaan melarang penggunaan bahasa tertentu, maka

bahasa itu cenderung ditinggalkan pendukungnya. Pergeseran terjadi manakala

bahasa yang lebih besar menginvasi bahasa yang minoritas atau bahasa yang lebih

kecil.

2.2.8 Kebertahanan

Kebertahanan bahasa dalam sebuah daerah dipengaruhi oleh lingkungan

alam dan lingkungan sosial. Kebertahanan suatu bahasa khususnya kebertahahan

kosakata terjadi apabila kosakata itu digunakan oleh pendukungnya secara terus-

menerus dalam berbagai ranah kehidupan sosial dan adat istiadat. Oleh karena itu,

jika suatu bahasa tidak digunakan dalam ranah-ranah penting, khususnya dalam

kehidupan keluarga dan sosioreligi, tidak akan terjadi kebertahanan (Crawford,

1995: 65).

Kebertahanan bahasa diartikan pula sebagai keadaan yang menunjukkan

bahwa masyarakat secara bersama-sama memutuskan untuk melanjutkan

menggunakan bahasanya di suatu daerah. Menurut Sumarsono (1990: 231)

pemertahanan bahasa terjadi dalam jangka panjang (paling tidak tiga generasi)

dan bersifat kolektif (dilakukan oleh seluruh warga guyub). Sikap positif

mendukung usaha untuk menggunakan bahasa minoritas dalam berbagai ranah.

Hal ini membantu menahan tekanan dari kelompok mayoritas untuk beralih

menggunakan bahasa mereka (Holmes, 2001: 61). Sebuah bahasa tetap bertahan

apabila penutur asli dan keturunannya masih tetap menggunakan bahasa tersebut

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

47

dalam lingkungan keluarga. Sebaliknya, apabila di dalam keluarga bahasa pertama

(B1) mulai tidak digunakan lagi, maka bahasa itu lambat laun akan hilang karena

tidak dipakai lagi dan tergeser oleh bahasa lain.

2.2.9 Ruwatan Kampung

Ruwatan pada dasarnya membuang sukerta (pembersih diri dari kotoran)

dalam pelaksanaan pertunjukan pakeliran pada umumnya yang ada di Pulau Jawa.

Istilah ruwat mempunyai arti pelihara atau rawat. Dalam bahasa Jawa, kata

diruwat mempunyai arti dipelihara atau dirawat. Istilah memelihara atau merawat,

dalam bahasa Jawa disebut ngruwat, ngrawat, angruwat, angrawat, hangruwat,

atau hangrawat. Pelaksanaan kegiatannya, dalam bahasa Jawa disebut ruwatan

atau rawatan (Hodijah, 2010: 16). Dengan demikian, jelaslah bahwa upacara

ritual adat ruwatan bertujuan memberikan petunjuk bagaimana cara memelihara

atau merawat hal sehingga kondisinya menjadi lebih baik atau sekurang-

kurangnya kondisi tetap terpelihara dengan baik. Pengertian tersebut dimaksudkan

adalah dengan suatu hal, yaitu kehidupan manusia itu sendiri.

Ruwatan kampung merupakan salah satu upacara tradisional masyarakat

Jawa, yaitu upacara adat yang telah terjadi secara turun-temurun di Pulau Jawa.

Upacara tradisional Jawa dalam makna filosofinya tentu menghadirkan

serangkaian tindakan dan tuturan yang tidak dirahasiakan oleh para pelakunya

(masyarakat setempat). Semua pelaku upacara dapat mengungkapkan tujuannya

secara terbuka. Pada umumnya setiap upacara ruwatan tidak lepas dengan

persembahan yang perlu dipersiapkan dalam melaksanakan ruwatan kampung.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

48

Penyucian tempat tinggal masyarakat kampung dilakukan dengan cara meruwat

agar masyarakat kampung dalam keadaan aman, sejahtera, dan hasil panen

meningkat. Setiap penyucian tempat tinggal, khususnya punden di kampung,

kadang kala disertai dengan penyucian atau ngruwat benda-benda suci lainnya

menurut kepercayaan masyarakat Jawa. Bentuk pusaka budaya ini tidak semata-

mata merupakan salah satu cara berkomunikasi yang dikukuhkan oleh para pelaku

dan pendukungnya, tetapi melalui tradisi ini diharapkan juga terjadinya hubungan

lain, yang terbangun dari bahasa dan tindakan yang dijadikan mediumnya.

Upacara ruwatan kampung merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan

YME atas segala yang diperoleh dari hasil bumi. Tujuannya sebagai ungkapan

rasa syukur kepada Yang Mahakuasa, juga sebagai tolak bala serta ungkapan

penghormatan kepada leluhur (Hodijah. 2010: 11).

Upacara ruwatan kampung merupakan upacara yang telah dilakukan oleh

masyarakat secara turun-temurun sejak ratusan tahun lalu. Ruwatan kampung

sebagai upacara adat di suatu daerah dan merupakan hasil perkembangan dari

salah satu unsur kebudayaan, yaitu unsur religi. Unsur-unsur religi tersebut

dikembangkan oleh manusia dengan tujuan mengatasi keterbatasan yang dimiliki

dan untuk mencapai ketenangan jiwa atau kebahagiaan. Di samping itu, upacara

ruwatan kampung bertujuan untuk mendapatkan berkah, terhindar dari bala

bencana, terlepas dari sukerta, dan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

49

2.3 Landasan Teori

Teori merupakan asas atau hukum-hukum umum yang menjadi dasar

(pijakan, pedoman, tuntutan) suatu ilmu pengetahuan. Menurut Snelbeker (dalam

Moleong, 2008: 57), teori berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan

menjelaskan fenomena yang diamati. Dengan kata lain, teori merupakan landasan

fundamental ilmiah sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau

memberikan jawaban rasional terhadap masalah yang digarap (Atmadilaga dalam

Gurning, 2004: 9). Teori yang digunakan untuk menganalisis rumusan masalah

dalam penelitian ini secara umum berpijak pada perspekstif sosiolinguistik yang

meliputi aspek sosial masyarakat dan bahasa.

Untuk mendukung penelitian ini, digunakan beberapa teori yang dianggap

relevan, yang diharapkan dapat mendukung temuan di lapangan mengenai tingkat

kebergeseran dan kebertahanan sebuah bahasa sehingga dapat memperkuat teori

dan keakuratan data. Teori-teori tersebut adalah sosiolinguistik, pengkategorisasi

kelas kata, dan ekolinguistik. Landasan teori tersebut digunakan untuk

menganalisis data berdasarkan pada masalah dalam penelitian, seperti bentuk-

bentuk leksikon ruwatan kampung pada ketegoti apa saja yang mengalami

kebergeseran dan kebertahanan, sejauh mana tingkat pemahaman masyarakat

terhadap lekskikon ruwatan kampung, serta faktor-faktor yang memengaruhinya.

Untuk lebih jelasnya teori tersebut disajikan dalam uraian berikut.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

50

2.3.1 Teori Sosiolinguistik

Sosiolinguistik merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang mempelajari

atau membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-

perbedaan atau variasi yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-

faktor masyarakat. Sosiolinguistik juga mengkaji hubungan bahasa dan

masyarakat yang mengaitkan dua bidang yang dapat dikaji secara terpisah, yaitu

struktur formal bahasa oleh linguistik dan struktur masyarakat oleh sosiologi

(Wardhaugh 1984: 4; Holmes 1993: 1). Hubungan masyarakat dan bahasa pada

komunitas tertentu akan memengaruhi pemakaian bahasa dan kehidupan

masyarakat penutur bahasa tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Di samping itu, sosiolinguistik juga mengkaji tentang hubungan bahasa dan

masyarakat yang multi etnik pada komunitas tertentu, khususnya masyarakat

keturunan etnik Madura.

Menurut Nababan (1984: 2) sosiolinguistik terdiri ata dua unsur, yaitu sosio

dan linguistik. Artinya ilmu linguistik itu membicarakan bahasa, khususnya

unsur-unsur bahasa dan hubungan antara unsur-unsur itu (struktur), termasuk

hakekat dan pembentukan unsur-unsurnya. Unsur sosio, adalah seakar dengan

sosial, yaitu hubungan dengan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, dan

fungsi-fungsi kemasyarakatan. Masyarakat yang multietnik pada suatu komunitas

tentunya beragam bahasa dan budayanya seperti masyarakat yang berada di

Kampung Menganti. Masyarakat di Kampung Menganti mayoritas keturunan

Madura yang menetap lama secara turun-temurun. Kehidupan masyarakat

keturunan yang telah berlangsung cukup lama akan memengaruhi keterkaitan

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

51

dalam hal budaya dan adat istiadat Madura. Hubungan keterkaitan bahasa dengan

lingkungan masyarakat yang multi etnik tentunya memunculkan suatu ragam

bahasa pada masyarakat di Kampung Menganti, seperti bahasa Madura, bahasa

Jawa, dan bahasa Indonesia.

Pemakaian bahasa pada komunitas etnik Madura yang menetap di Pulau

Jawa secara otomatis akan mengikuti tradisi, adat istiadat, dan budaya Jawa.

Hubungan antarmasyarakat dengan lingkungan, dan bahasa pada ranah tertentu

akan memengaruhi pemakaian bahasa dari para penutur. Hymes (1989)

mengatakan bahwa sosiolinguistik dapat mengacu kepada pemakaian data

kebahasaan dan menganalisis ke dalam ilmu-ilmu lain yang menyangkut

kehidupan sosial, dan sebaliknya, mengacu kepada data kemasyarakatan dan

menganalisis ke dalam ilmu linguistik.

Unsur-unsur bahasa, masyarakat, dan sosial dalam ilmu sosiolinguistik juga

memengaruhi pemakaian bahasa para penutur asli. Unsur-unsur dalam linguistik

tersebut yang digunakan peneliti untuk membantu dalam menjawab

permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini, seperti untuk mengetahui

bentuk-bentuk leksikon ruwatan kampung pada kategori kelas kata apa saja yang

yang mengalami kebergeseran dan untuk sejauh mana tingkat pemahaman

masyarakat terhadap leksikon tersebut, dan faktor-faktor yang memengaruhinya.

Masyarakat dan bahasa memiliki hubungan yang sangat erat dalam kajian

sosiolinguistik. Ilmu sosiolinguistik membicarakan hubungan masyarakt sosial

dengan bahasa dari masyarakat tersebut. Di dalam ilmu sosiolinguistik juga

mempelajari unsur-unsur, seperti kedwibahasaan, pilihan bahasa, multibahasa,

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

52

alih kode, campur kode, dan diglosi. Unsur-unsur tersebut diharapkan dapat

membantu untuk memaparkan permasalah-permasalahan dalam penelitian ini.

Begitu pula keterkaitan masyarakat Menganti yang memiliki kemampuan dalam

kedwibahasaan atau multibahasa, di samping mereka menggunakan bahasa

Madura sebagai bahasa sehari-hari. Keterkaitan-keterkaitan pemakaian bahasa

Madura pada masyarakat Menganti tersebut memiliki peran penting untuk

mengetahui bentuk-bentuk leksikon ruwatan kampung dan untuk mengetahui

tingkat pemahaman penutur bahasa, apakah bahasa itu mulai bergeser atau masih

bertahan. Apabila komunitas tertentu (penutur asli) masih menggunakan Bahasa

Madura sebagai alat komunikasi setiap hari, maka bahasa itu mengalami

kebertahanan. Begitu pula sebaliknya, apabila penutur asli Bahasa Madura tidak

menggunakan pada kehidupan sehari-hari, khususnya pada lingkungan keluarga,

maka Bahasa Madura itu lambat laun akan bergeser dan pada akhirnya pundah.

Kebergeseran dan kebertahanan sebuah bahasa pada komunitas tertentu terjadi

pada kelompok minoritas. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan teori

sosiolinguistik.

Sosiolinguistik juga berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan atau

faktor sosial. Masalah utama yang dibahas atau dikaji dalam sosiolinguistik

adalah bahasa dalam konteks sosial dan kebudayaan yang menghubungkan faktor-

faktor kebahasaan, ciri-ciri bahasa, ragam bahasa, situasi, faktor-faktor sosial dan

budaya. Di samping itu, juga dikaji fungsi sosial dan penggunaan bahasa dalam

masyarakat. Dalam teori ini juga dibicarakan aspek-aspek lainnya, seperti

monolingual (Nababan, 1986: 15), kedwibahasaan (Kridalaksana, 2008: 36), multi

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

53

bahasa (Crystal, 1992: 147), dan variasi bahasa (Fishman, 1972). Aspek-aspek

tersebut dijadikan pedoman untuk membantu menjawab dan mendeskripskan

permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini.

2.3.2 Teori Kategorisasi

Kategorisasi atau lebih umum dikenal dengan pengklasifikasian kata.

Kategorisasi adalah proses dan hasil pengelompokkan unsur-unsur bahasa dan

bagian-bagian pengalaman manusia yang digambarkan ke dalam kategori-kategori

atau cara untuk mengungkapkan makna dengan pelbagai potensi yang ada dalam

bahasa (Kridalaksana, 2008: 113).

Secara umum pendekatan-pendekatan terhadap kategorisasi kelas kata dapat

digolongkan ke dalam atas tiga bagian, yaitu 1) tradisionalisme, 2) universalisme,

dan 3) deskriptivisme. Pendekatan tradisionalisme dianut oleh N. Chomsky dalam

bukunya Aspects of the Theory of Syntax (1965). Pendekatan universalisme dianut

oleh O. Jespersen dalam bukunya The Philosophy of Grammar (1924), dan

pendekatan deskriptivisme dipelopori oleh E. Sapir dalam bukunya Language

(1921). Pendekatan-pendekatan kelas kata tersebut di atas dijadikan sebagai bahan

acuan dalam penelitian ini, khususnya pada pengkategorian deskritivisme yang

dipelopori oleh E. Sapir. Menurut E. Sapir beranggapan bahwa karena tiap bahasa

mempunyai skema sendiri, maka tiap bahasa mempunyai sistem kelas kata

sendiri. Hal itu yang mendasari kategorisasi kelas kata dalam penelitian ini yang

menggunakan Bahasa Madura. Sistem kelas kata Bahasa Madura tentu berbeda

dengan system kelas kata secara gramatikalnya. Namun dalam penelitian ini tidak

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

54

membicarakan secara keseluruhan mengenai tata Bahasa Madura dalam

pengelompokkannya. Penelitian ini hanya membicarakan tingkat pemahaman

masyarakat keturunan etnik Madura terhadap leksikon ruwatan kampung yang

menetap di Pulau Jawa, khususnya di Kecamatan Menganti. Teori kategorisasi ini

digunakan untuk membantu dalam menganalisis kelas kata berdasarkan data dan

masalah yang ditemukan dilapangan.

Kajian kategorisasi ini diharapkan dapat membantu dalam menganalisis

kelas kata dalam pemahaman leksikon ruwatan kampung terhadap masyarakat

Kampung Menganti. Tujuan pengelompokkan kelas kata terhadap leksikon-

leksikon ruwatan kampung dalam penelitian ini untuk mempermudah

menganalisis data sehingga data yang diperoleh berupa leksikon dapat

dikelompokkan berdasarkan kelas kata dan permasalahannya. Teori ini juga

diharapkan dapat membantu untuk tingkat pemahaman masyarakat terhadap

leksikon-leksikon upacara ruwatan kampung di Kampung Menganti.

2.3.3 Teori Ekolinguistik

Ekolinguistik merupakan bidang linguistik yang mengkaji interaksi bahasa

dengan ekologinya. Mackey (dalam Fill dan Muhlhausler, 2001: 67) dalam

bukunya yang berjudul “The Ecology of Language Shift” menjelaskan pada

dasarnya ekologi merupakan kajian saling ketergantungan dalam suatu sistem.

Dalam ekologi bahasa, konsep ekologi memadukan lingkungan, konservasi,

interaksi, dan sistem dalam bahasa (Fill, 2001: 43).

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

55

Lingkungan bahasa dalam ekolinguisti meliputi lingkungan ragawi dan

sosial (Sapir dalam Fill dan Muhlhausler (2001: 14). Leksikon suatu bahasa dapat

dipandang sebagai suatu inventaris yang kompleks. Di dalamnya terkandung

berbagai pemikiran, minat, dan hal-hal lain yang menjadi pusat perhatian dalam

komunikasi bahasa tersebut. Leksikon juga memiliki fungsi sebagai keterangan

yang membantu menggambarkan ciri-ciri lingkungan fisik dan lingkungan budaya

penutur bahasa tersebut. Leksikon-leksikon tersebut menunjukkan adanya

hubungan simbolik secara verba antara masyarakat setempat dan bahasa yang

digunakan oleh masyarakat Menganti, yaitu bahasa Madura. Peneliti ini tidak

membicarakan kajian ekolinguistik terlalu mendalam untuk membedah objek dan

aspek yang sedang diteliti, hanya saja digunakan untuk membantu menjawab

permasalahan dalam penelitian ini.

Lebih jauh lagi, Lindo dan Steffensen (2000: 10--11) mengatakan bahwa (1)

bahasa yang hidup adalah bahasa yang digunakan untuk menggambarkan dan

merepresentasikan realitas di lingkungan, baik lingkungan sosial maupun

lingkungan alam, serta (2) dinamika dan perubahan yang terjadi pada tataran

leksikon dipengaruhi oleh ketiga dimensi, yaitu dimensi ideologis, dimensi

sosiologis, dan dimensi biologis. Seiring dengan dinamika yang seperti itu,

permasalahan juga dihadapi oleh masyarakat keturunan etnik Madura di Kampung

Menganti, yaitu mulai berkurangnya tingkat pemahaman leksikon, khususnya

ruwatan kampung karena adanya perubahan lingkungan. Di samping itu, tidak

adanya kesadaran masyarakat golongan muda dan peran orang tua untuk

menggunakan bahasa Madura pada ranah keluarga dan bermasyarakat.

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

56

Pemakaian bahasa Madura pada komunitas masyarakat Menganti yang

berada di Pulau Jawa tentu memiliki pengaruh terhadap bahasa yang digunakan.

Hal terjadi karena bahasa yang hidup digunakan untuk menggambarkan,

mewakili, melukiskan (merepresentasikan secara simbolik verbal) realitas di

masyarakat sosial di Menganti. Di samping lingkungan sosial, juga termasuk

lingkungan ragawi dan lingkungan buatan manusia (lingkungan sosial budaya).

Setiap leksikon (kosakata) dengan jelas mencerminkan atau menggambarkan

lingkungan psikis dan lingkungan sosial penutur suatu bahasa. Setiap kosakata

atau leksikon merupakan suatu inventaris bahasa yang diturunkan secara turun-

temurun dari leluhur sebelumnya, baik inventaris itu secara lisan atau tulis.

Leksikon-leksikon tersebut juga mengimplementasikan bahwa bahasa mengalami

perubahan seiring dengan perubahan lingkungan alamiah dan lingkungan

sosialnya (Mbete, 2009: 7).

Perubahan-perubahan lingkungan pasti akan memengaruhi keberlangsungan

kehidupan ekosistem di lingkungan sawah dan sekitar puden. Perubahan

lingkungan berdampak bagi leksikon-leksikon yang sebelumnya pernah ada, akan

tetapi sekarang mulai tidak dikenal lagi. Apabila kondisi ekosistem dan ekologi

berubah, maka sejumlah entitas pun akan mengalami perubahan, penyusutan, atau

hilang sama sekali. Akibatnya, lama kelamaan tingkat pemahaman masyarakat

mengenai sejumlah leksikon-leksikon ruwatan kampung akan hilang. Keadaan

seperti itu terjadi pula di masyarakat Menganti pada ranah pemahaman tentang

leksikon-leksikon ruwatan kampung.

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

57

Perubahan sejumlah leksikon yang menjadi penyebab hilang dan

bertahannya leksikon di lingkungan persawahan dan sekitar punden. Dengan

demikian, permasalahan mengenai faktor kebergeseran dan kebertahanan dapat

dikaji dengan menggunakan teori ekolinguistik. Kajian ini berkaitan dengan

sejumlah leksikon-leksikon yang mulai hilang, tidak dipahami, tidak dikenal, dan

tidak diketahui dengan baik oleh masyarakat kampung Menganti.

Penelitian ini menggunakan teori ekolinguistik sebagai pendukung teori

sosiolinguistik. Alasan pemilihan teori ekolinguistik karena dalam penelitian ini

ada kaitannya dengan sejumlah leksikon-leksikon RK yang telah mengalami

kebergeseran. Di samping itu, teori ekolinguistik ini digunakan untuk menjawab

permasalah yang ketiga pada penelitian ini, yaitu faktor-faktor yang memengaruhi

kebergeseran dan kebertahanan leksikon ruwatan kampung. Teori ekolinguistik ini

juga diharapkan dapat mendeskripsikan dan membedah permasalahan lingkungan

mengenai faktor yang menyebakan hilangnya leksikon-leksikon ruwatan

kampung. Meskipun pada ranah ini tidak banyak ditemukan leksikon-leksikon

yang berasal dari lingkungan sawah, akan tetapi bentuk-bentuk persembahan

(sesajen) dalam upacara ruwatan kampung yang di bawa ke punden itu berasal

dari hasil panen (bumi) masyarakat petani di Kampung Menganti. Di lihat dari

kehidupan masyarakat Kampung Menganti yang mayoritas sebagai petani, segala

kebutuhan masyarakat kampung berasal dari sawah. Melihat fenomena demikian

tidak menutup kemungkinan adanya keterkaitan hubungan erat antara manusia

dengan lingkungannya

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

58

2.4 Model Penelitian

Model adalah sistem postulat, data, dan inferensi yang disajikan sebagai

deskripsi bahasa atau bagian lain struktur bahasa (Kridalaksana, 2008: 155).

Model penelitian adalah suatu gambaran, deskripsi, dan pedoman kerja bagi

peneliti agar alur berpikir peneliti tetap terfokus pada permasalahan dan teori yang

mendukung untuk mencapai hasil penelitian yang dimaksud. Penelitian ini juga

memberikan batasan kepada peneliti agar jangkauan dan batasan yang ada dalam

masalah tetap sesuai dengan tujuan dan prosedur yang ada. Adapun model

penelitian ini sebagai berikut.

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada objek penelitian di masyarakat yang multietnik Jawa

59

Model Penelitian

Bagan 1 Model Penelitian

Keterangan

RK : ruwatan kampung

: hubungan langsung

: yang digunakan

: saling berhubungan

Bahasa Madura

Ruwatan Kampung

Teks Tuturan Leksikon RK

Faktor-faktor yang

Memengaruhi

Pemahaman Kebergeseran dan

Kebertahanan RK

Kategorisasi Kelas

Kata Leksikon RK

Teori Ekolinguistik

Fill, Muhlhausler (2001)

Metode Kualitatif

Kuantitatif

Teori Sosiolinguistik

(Nababan, Wardhaugh, 1984),

(Hymes, 1989), (Holmes,

1993), dan Snelbeker (2008).

Hasil Temuan

Teori Kategorisasi

(E. Sapir, 1921) dan

(Kridalaksana, 1990)