4. pembahasan 4.1. gambaran umum lokasi penelitian 4 ......4.1.1. letak geografis dan topografi...
TRANSCRIPT
15
4. PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Letak Geografis dan Topografi
Lokasi penelitian pertama terletak di Desa Tlogoweru terletak di
Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, dengan perbatasan
wilayah desa sebagai berikut
Batas desa sebelah Timur : Desa Tajemsari
Batas desa sebelah Selatan : Desa Sidorejo
Batas desa sebelah Barat : Desa Pundenarum
Batas desa sebelah Utara : Desa Bogosari
Gambar 4.1. Peta Wilayah Desa Tlogoweru
Sedangkan lokasi penelitian kedua terletak di Desa Godong, Kecamatan
Godong, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah, dengan perbatasan wilayah
desa sebagai berikut :
Batas desa sebelah Timur : Desa Klampok
Batas desa sebelah Selatan : Desa Kemploko
Batas desa sebelah Barat : Desa Bugel
Batas desa sebelah Utara : Desa Menawan
16
Gambar 4.2. Peta Wilayah Desa Godong
Desa Tlogoweru, Kecamatan Guntur terletak di koordinat 110.6111 BT
dan -7.004028 LS dan mempunyai ketinggian permukaan tanah 9 Mdpl yang
umumnya merupakan dataran rendah dengan kemiringan tanah 7 derajat (BPS,
2015). Desa Tlogoweru mempunyai luas 291,65 Ha, yang terdiri dari tanah
pertanian seluas 243 ha (83,32%) dan permukiman 38 ha (13,03%). Sedangkan
lainnya berupa sungai, jalan, pemakaman dan lain-lain, yakni seluas 12,65 Ha
(4,34%). Desa Tlogoweru terdiri atas 3 dukuh (Dukuh Sugihwaras, Dukuh Weru
dan Dukuh Gatak), 2 Rukun Warga (RW) dan 13 Rukun Tetangga (RT). Jumlah
penduduk di Tlogoweru mencapai 3.200 jiwa dan terdiri atas 890 KK. Mata
pencaharian warga 90% adalah sebagai petani dan buruh tani, sedangkan sisanya
sebagai buruh industri, pengusaha, buruh bangunan, pedagang, supir angkutan,
pegawai negeri dan pensiunan (BPS,2014).
Desa Godong, Kecamatan Godong, mempunyai luas 470.047 ha terdiri
dari 125 ha tanah petanian berupa sawah tadah hujan, berjumlah penduduk 6.621
yang terdiri dari 3.220 laki-laki dan 3.401 perempuan. Desa Godong terdiri dari
39 RT dan 4 RW. Desa Godong mempunyai ketinggian 12,38 Mdpl dan
mempunyai tanah pertanian 125 ha (Buku Monografi Desa, 2013). Untuk pola
tanam, di Desa Tlogoweru menerapkan pola tanam padi-padi-jagung, sedangkan
di Desa Godong menerapkan pola tanam padi-padi-kacang hijau.
17
4.2 Karakteristik Petani Responden
Petani sampel adalah seluruh petani yang melakukan kegiatan usahatani
padi sawah. Dengan jumlah responden 30 petani dari masing-masing desa yakni
Desa Tlogoweru yang menggunakan Burung Hantu dan Desa Godong yang tidak
menggunakan Burung Hantu. Karakteristik petani responden mengarah pada usia
dan pendidikan petani.
Tabel 4.1. Karakteristik Petani Berdasarkan Usia dan Tingkat Pendidikan
No. Karakteristik
Petani Pengguna
Burung Hantu
Petani Non Pengguna
Burung Hantu
Jumlah % Jumlah %
1. Usia
< 30 Tahun 0 0,0 1 3,3
31 – 40 6 20,0 8 26,7
41 – 50 9 30,0 8 26,7
51 – 60 14 46,7 9 30,0
> 60 1 3,3 4 13,3
Rata - Rata Usia /
Tahun 51
49
Uji t-test
0,744
ns
2. Pendidikan
Tidak sekolah 1 3,3 0 0,0
SD 18 60,0 14 46,7
SMP 6 20,0 7 23,3
SMA 4 13,3 7 23,3
S1 1 3,3 2 6,7
Rata-rata Pendidikan
(tahun) 4,7
6,0
Uji t-test -2,006
*
Sumber : Analisis Data Primer (2015)
Keterangan : ns = tidak berbeda nyata pada taraf 5%
* = signifikan berbeda nyata pada taraf 5%
Berdasarkan pada Tabel 4.1 pada kedua desa mempunyai jenjang usia
terbanyak yang sama yaitu pada usia 51-60 tahun. Usia rata-rata di Desa
Tlogoweru adalah 51 tahun dan usia rata-rata di Desa Godong adalah 49 tahun.
Pada kedua desa mempunyai tingkat pendidikan terbanyak yang sama yaitu
tingkat Sekolah Dasar sebanyak 18 sampel atau 60% di Desa Tlogoweru dan
sebanyak 14 sampel atau 46,7 % di Desa Godong. Dengan demikian terdapat
kesamaan pendidikan di kedua desa yaitu pendidikan SD. Berdasarkan nilai dari
uji beda t-test maka dapat dikatakan bahwa usia tidak terdapat perbedaan diantara
18
kedua desa dan tingkat pendidikan di kedua desa ada beda nyata atau berbeda
karakteristiknya.
4.3 Profil Usaha Tani
4.3.1 Luas lahan
Luas lahan di Desa Tlogoweru dan Desa Godong, bervariasi mulai dari
1.875 m2 sampai 20.000 m
2.
Tabel 4.2. Luas Lahan Petani Responden
No. Luas Lahan
Petani Pengguan Burung
Hantu
Petani Pengguan Non
Burung Hantu
Jumlah % Jumlah %
1 < 0,25 ha 4 13,3 2 6,7
2 0,25 - 0,50 ha 10 33,3 14 46,7
3 > 0,50 ha 16 53,3 14 46,7
Rata-rata (ha) 0,67
0,68
Uji t-test
-0,099ns
Sumber : Analisis Data Primer (2015)
Keterangan : ns = tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 4.2, luas lahan terbanyak di Desa Tlogoweru yaitu
lebih dari 0,50 ha sebanyak 16 sampel atau 53,3% dan di Desa Godong sebanyak
lebih dari 0,25 ha sebanyak 28 sampel atau 93,4%. Dari analisis uji beda t-test
maka dapat dikatakan bahwa luas lahan di kedua desa adalah tidak berbeda nyata
secara non signifikan antara responden pemanfaat burung hantu dan tanpa burung
hantu.
4.3.2 Benih
Dari hasil wawancara didapatkan sebagian petani membeli benih kemasan
di toko pertanian terdekat berkisar mulai dari harga Rp 17.000,- sampai dengan
Rp 75.000,- persaknya dengan berat 5 Kg.
19
Tabel 4.3. Penggunaan Benih Oleh Petani Responden Per hektar
No. Jumlah Benih
kg/ha
Petani Pengguna
Burung Hantu
Petani Pengguna Non
Burung Hantu
Jumlah % Jumlah %
1. < 25 3 10,00 0 00,00
2 25-30 4 13,33 10 33,33
3 >30 23 76,67 20 66,67
Rata-rata (kg/ha) 39,21
47,58
Uji t-test
1,513
ns
Sumber : Analisis Data Primer (2015)
Keterangan : ns = tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Berdasarkan pada Tabel 4.3, terlihat bahwa penggunaan benih pada Desa
Tlogoweru paling banyak berada dikisaran lebih dari 30 kg/ha yaitu sebanyak 23
petani atau 76,67% dan pada Desa Godong paling banyak berada dikisaran yang
sama yaitu diatas 30 kg/ha yaitu sebanyak 20 petani atau 66,67%. Berdasarkan uji
beda t-test maka dapat dikatakan bahwa penggunaan benih di kedua desa tidak
berbeda nyata secara non signifikan. Menurut Nurman Rata-rata penggunaan
benih per hektar adalah 25 kg/ha (Nurman ,2015). Jadi berdasarkan rata-rata
penggunaan benih, terdapat 13,33% di desa Tlogoweru dan terdapat 33,33% di
Desa Godong yang menggunakan benih berdasarkan anjuran dan sisanya
menggunakan benih berlebihan dan dibawah angka rata-rata anjuran.
4.3.3 Pupuk
Pupuk merupakan penunjang pertumbuhan tanaman supaya mampu
bertumbuh optimal dan meningkatkan produksi. Pupuk yang biasa digunakan oleh
petani desa Tlogoweru dan desa Godong adalah pupuk Urea,TSP dan Phonska.
Untuk memperoleh pupuk, biasanya petani membeli di toko pertanian terdekat.
20
Tabel 4.4. Penggunaan Pupuk Urea Oleh Petani Responden Per hektar
No. Jumlah Urea
(kg/ha)
Petani Pengguna
Burung Hantu
Petani Pengguna Non
Burung Hantu
Jumlah % Jumlah %
1. <300 23 76,67 24 80,00
2 300-350 1 03,33 1 03,33
3 >350 6 20,00 5 16,67
Rata-rata(kg/ha) 237,81
260,03
Uji t-test
0,308
ns
Sumber : Analisis Data Primer (2015)
Keterangan : ns = tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Pada Tabel 4.4, pemakaian pupuk urea paling banyak dikedua desa
tersebar antara kurang dari 300 kg/ha sebanyak 23 petani sampel atau 76,67% dan
sebanyak 24 petani sampel atau 80,00% dari jumlah total sampel. Berdasarkan
nilai analisis uji beda t-test dapat dikatakan bahwa terdapat beda nyata dalam
penggunaan pupuk urea dikedua desa secara non signifikan. Menurut rekomendasi
Litbang Pertanian, penggunaan pupuk Urea di Desa Tlogoweru dan Desa Godong
adalah 300 kg/ha, jadi dapat dikatakan rata-rata di kedua desa kurang dosis
penggunaan (Litbang Pertanian, 2015).
Tabel 4.5. Penggunaan Pupuk TSP Petani Responden Per hektar
No. Jumlah TSP
(kg/ha)
Petani Pengguna
Burung Hantu
Petani Pengguna Non
Burung Hantu
Jumlah % Jumlah %
1. <75 12 40,00 7 23,33
2 75-90 0 00,00 1 03,33
3 >90 18 60,00 22 73,34
Rata-rata (kg/ha) 190,27
187,45
Uji t-test
0,156
ns
Sumber : Analisis Data Primer (2015)
Keterangan : ns = tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Pada Tabel 4.5, pemakaian pupuk TSP paling banyak dikedua Desa
tersebar antara lebih dari dosis anjuran Litbang yaitu lebih dari 75 kg/ha sebanyak
18 petani sampel atau 60,00% dan sebanyak 22 petani sampel atau 73,34% dari
jumlah total sampel. Berdasarkan nilai analisis uji beda t-test dapat dikatakan
bahwa terdapat kesamaan atau tidak beda nyata dalam penggunaan pupuk TSP
dari kedua desa secara non signifikan. Menurut rekomendasi Litbang Pertanian,
21
penggunaan pupuk TSP di Desa Tlogoweru dan Desa Godong adalah 75 kg/ha,
jadi dapat dikatakan melebihi dosis penggunaan (Litbang Pertanian, 2015).
Tabel 4.6. Penggunaan Pupuk Phonska Petani Responden Per hektar
No. Jumlah Phonska
(kg/ha)
Petani Pengguna
Burung Hantu
Petani Pengguna Non
Burung Hantu
Jumlah % Jumlah %
1. <50 6 20,00 7 23,33
2 50-65 1 03,33 1 03,33
3 >65 23 76,67 22 73,34
Rata-rata (Rp/ha) 225,87
197,17
Uji t-test
0,746ns
Sumber : Analisis Data Primer (2015)
Keterangan : ns = tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Pada Tabel 4.6, pemakaian pupuk Phonska paling banyak dikedua Desa
tersebar antara lebih dari 65 kg/ha yaitu sebanyak 23 petani sampel atau 76,67%
dan sebanyak 22 petani sampel 73,34% dari jumlah total sampel. Berdasarkan
nilai analisis uji beda t-test dapat dikatakan bahwa terdapat kesamaan atau tidak
beda nyata dalam penggunaan pupuk Ponska dari kedua desa secara non
signifikan. Menurut rekomendasi Litbang Pertanian, penggunaan pupuk Phonska
di Desa Tlogoweru dan Desa Godong adalah 50 kg/ha, jadi dapat dikatakan
melebihi dosis penggunaan (Litbang Pertanian, 2015).
4.3.4 Pestisida
Pestisida merupakan salah satu penunjang produksi supaya tanaman dapat
tumbuh dengan opitmal dan terhindar dari hama dan penyakit. Pestisida yang
digunakan oleh petani Desa Tlogoweru dan petani Desa Godong sangatlah
beragam mulai dari yang berbentuk serbuk sampai cair. Harga pestisida pun
beragam, tiap petani mempunyai perbedaan dalam menggunakan pestisida dan
pengeluaran yang digunakan untuk membeli pestisida.
22
Tabel 4.7. Pengeluaran Pestisida Petani Responden Per hektar
No.
Jumlah
Pengeluaran Pestisida
(Rp/ha)
Petani Pengguna
Burung Hantu
Petani Pengguna Non
Burung Hantu
Jumlah % Jumlah %
1. <343,882 13 43,33 20 66,67 2 343,882-661,776 7 23,33 9 60,00 3 >661,776 10 33,33 1 3,33
Rata-rata (Rp/ha) 813.408,00
342.429,00
Uji t-test
2,324
*
Sumber : Analisis Data Primer (2015)
Keterangan : * = signifikan pada taraf 5%
Pada tabel diatas dapat diketahui jumlah pengeluaran petani untuk
membeli pestisida, pengeluaran pestisida terbanyak di Desa Tlogoweru tersebar
antara kurang dari 343,882 Rupiah per hektar sebanyak 13 petani sampel atau
43,33% dan di Desa Godong tersebar antara kurang dari 343,882 Rupiah per
hektar sebanyak 20 petani sampel atau 66,67% dari jumlah total sampel.
Berdasarkan nilai analisis uji beda t-test dapat dikatakan bahwa terdapat kesamaan
atau tidak beda nyata dalam penggunaan pestisida dari kedua desa secara
signifikan.
4.3.5 Tenaga Kerja
Dalam rangka mencukupi tenaga kerja untuk usahataninya. Tenaga kerja
luar ini dibedakan menjadi dua, yaitu tenaga kerja pria (TKP) dan tenaga kerja
wanita (TKW). Upah dari tenaga kerja ini pun berbeda. Umumnya petani
mengupah tenaga kerja wanita Rp. 25.000 ,- dan Rp. 30.000 ,- untuk tenaga kerja
pria per satu hari orang kerja (HOK). Satu hari orang kerja (HOK) bekerja selama
8 jam dan istirahat 1 jam.
Kegiatan-kegiatan usahatani yang diperhitungkan untuk menghitung
variabel upah adalah kegiatan-kegiatan yang menggunakan tenaga kerja upahan
harian, seperti pencangkulan, penanaman dan perawatan. Sedangkan kegiatan
seperti pembajakan sawah dan pemanenan tidak diperhitungkan karena sistem
upahnya menggunakan borongan untuk pembajakan dan sebagian petani
menggunakan sistem bagi hasil untuk pemanenan.
23
Tabel 4.8. Penggunaan Tenaga Kerja Per hektar
No. Jumlah Tenaga
Kerja
(HOK/ha)
Petani Pengguna Burung Hantu
Petani Pengguna Non Burung Hantu
Jumlah % Jumlah %
1. <57,31 9 30,00 18 60,00
2 57,31-70,17 8 26,67 8 26,67
3 >70,17 13 43,33 4 13,33
Rata-rata
(HOK/ha) 69,50
58,00
Uji t-test
1,161
ns
Sumber : Analisis Data Primer (2015)
Keterangan : ns = tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Pada Tabel 4.8, jumlah tenaga kerja yang digunakan paling banyak di
Desa Tlogoweru tersebar antara lebih dari 70,17 HOK/ha sebanyak 13 petani
sampel atau 43,33% dan di Desa Godong tersebar antara kurang dari 57,31
HOK/Ha atau 60,00% dari keseluruhan jumlah sampel. Berdasarkan analisis uji
beda t-test dapat dikatakan bahwa terdapat kesamaan atau tidak terdapat beda
nyata dalam penggunaan tenaga kerja dari kedua desa secara non signifikan. Lain
halnya dengan hasil skripsi Tumiati (2000) menyatakan rata-rata penggunaan
tenaga kerja usahatani padi sawah di Kabupaten Bengkulu adalah 143,77
HOK/ha/MT, jadi dari kedua desa dapat dikatakan sedikit jika dibandingkan
dengan rata-rata penggunaan tenaga kerja di Kabupaten Bengkulu.
4.3.6 Burung Hantu
Burung Hantu di Desa Tlogoweru telah dibudayakan warga dengan tujuan
mampu mengendalikan keberadaan tikus yang mengurangi hasil panen padi
warga. Budidaya dilakukan warga dengan cara membentuk tim yang bertugas
memelihara Burung Hantu ketika mulai bertelur,sakit dan memberi makan. Warga
juga membuat rumah karantina yang bertujuan untuk tempat merawat Burung
Hantu anakan dan yang sedang sakit. Warga menempatkan Burung Hantu dengan
cara membuat RUBUHA ( Rumah Burung Hantu ) di sekitar areal sawah mereka,
terdapat dua jenis rubuha yaitu rubuha permanen ( terbuat dari semen cor ) dan
rubuha sederhana ( terbuat dari tiang bambu ). Menurut petani responden setelah
adanya Burung Hantu di areal sawah mereka, keberadaan tikus mulai berkurang
dan hasil panen mulai menunjukan peningkatan. Sedangkan di Desa Godong,
24
masih menggunakan cara pengomposan untuk mengurangi keberadaan tikus,
meski sudah yang mulai mencoba membuat rubuha sederhana di areal sawah
tetapi belum ada Burung Hantu yang menempati rubuha tersebut. Menurut petani
responden , mereka ingin meniru cara Desa Tlogoweru dalam membudidayakan
Burung Hantu, akan tetapi karena kurang adanya dukungan dari penyuluh
setempat maka warga tidak bisa melakukannya. Selain itu diduga lingkungan dari
sekitar rubuha di Desa Godong kurang mendukung Burung Hantu untuk tinggal
didalamnya karena belum adanya jaminan keamanan untuk keberadaan Burung
Hantu.
4.4 Modal
Modal merupakan salah satu hal yang terpenting dalam usahatani, dapat
berupa barang atau uang. Dalam penelitian ini yang dimaksud modal adalah
berupa pembelian benih,pupuk dan pestisada yang digunakan oleh petani sebagai
penunjang kegiatan usahatani.
Tabel 4.9. Penggunaan Modal Per hektar
No. Modal (Rp/ha)
Petani Pengguna Burung Hantu
Petani Pengguna Non Burung Hantu
Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 <1.703.887 9 30,00 21 70,00
2 1.703.887-2.312.211 8 26,67 5 16,67
3 >2.312.211 13 43,33 4 13,33
Rata-rata (Rp/ha) 2.363.484
1.652.614
Uji t-test 2,434*
Sumber : Analisis Data Primer (2015)
Keterangan : * = signifikan pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 4.9, penggunaan modal terbanyak dikedua desa yaitu
antara lebih dari 2.312.211 Rupiah per hektar di Desa Tlogoweru sebanyak 13
sampel atau 43,33% dan di Desa Godong penggunaan modal terbanyak kurang
dari 1.703.887 Rupiah per hektar sebanyak 21 sampel atau 70,00%. Berdasarkan
uji t-test dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan nyata dalam penggunaan
modal dikedua desa secara signifikan. Menurut Zaini (2010) Rata-rata
penggunaan modal (pembelian benih,pupuk dan pestisida) usahatani padi sawah
di Kabupaten Kutai adalah Rp 1.373.747,00 jadi dapat dikatakan bahwa
25
pengeluaran modal dari kedua desa adalah berlebih jika dibandingkan dengan
pengeluaran modal di Kabupaten Kutai.
4.5 Pandangan Pranatamangsa
Pranatamangsa merupakan aturan atau tanda yang dipercaya serta
digunakan oleh petani pada jaman dahulu untuk mengetahui musim dan
menentukan perlakuan untuk tanaman di lahan. Tetapi sekarang tidak banyak
petani yang menggunakan Pranatamangsa dikarenakan pertanda musim tersebut
tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi dilapangan. Berdasarkan tabel 4.10
tentang pandanagan Pranatamangsa dapat diliahat di Desa Tlogoweru, dari 30
responden terdapat 22 yang menerapkan Pranatamangsa dan 8 responden merasa
tidak mengetahui dan tidak menerapkan, menurut mereka Pranatamangsa
memberi manfaat pada pertanian mereka karena untuk mengetahui kapan
penanaman yang tepat dengan alasan ketika mengetahui gejala alam berupa
burung Terik dan burung Blekok mulai terbang maka pertanda akan datang
musim hujan maka penanaman padi dimulai. Namun ada pula responden yang
menjawab bahwa Pranatamangsa tidak akurat dan tidak bermanfaat bagi pertanian
karena musim sudah tidak bisa diprediksi dengan tanda alam. Sedangkan di Desa
Godong, dari 30 responden terdapat 11 yang menerapkan dan 19 yang merasa
tidak mengetahui dan tidak menerapkan, menurut mereka yang menerapkan
Pranatamangsa, memberi manfaat bagi pertanian karena ketika mengetahui
kedatangan burung Terik sebagai tanda akan musim hujan maka mereka bisa
mulai untuk penanaman padi, meyebar benih padi. Selain itu tanda lainnya adalah
ketika burung Blibis mulai menampakan diri maka pertanda akan sebar benih.
Namun ada pula yang menjawab bahwa Pranatamangsa tidak bermanfaat bagi
pertanian mereka. Bagi petani yang tidak mengetahui dan tidak menerapkan
pranatamangsa, mereka akan melihat ketika dirasa hujan mulai datang maka
pertanda untuk tanam padi dan akan nurut pada penyuluh jika menentukan musim
awal tanam. Salah satu contoh adalah ketika tanam padi musim tanam ke Dua
pada bulan April, pada tanggal 10 April bagi petani yang tidak menerapkan
pranatamangsa maka akan mulai tanam padi karena mendapat arahan dari
penyuluh dan dirasa musim sudah tepat sedangkan petani yang menerapkan
26
pranatamangsa, maka akan menunggu adanya tanda berupa penampakan burung
terik meskipun selang beberapa hari setelah tanggal 10 April tersebut.
Tabel 4.10 Perbedaan Proses Usahatani Pengguna Pranatamangsa dan Tidak
Menggunakan Pranatamangsa
No Uraian Penerapan Pranatamangsa Tidak Menerapkan Pranatamangsa
1 Waktu /
Saat Penanaman
- 2 sampai 3 hari setelah
terlihatnya formasi burung terik di sekitar desa
- Sumber mata air di sumur
sekitar sawah
- Burung blibis mulai terlihat di tempat yang berair
- Mengikuti anjuran dari penyuluh
pertanian saat pertemuan kelompok tani
2 Waktu /
Saat menjemur
- 3 sampai 4 hari setelah
telihatnya burung blekok di sawah
- Mengikuti anjuran dari penyuluh
pertanian saat pertemuan kelompok tani
- Merasa bahwa cuaca atau panas
sudah cukup
Sumber : Analisis Data Primer (2015)
Tabel diatas menjelaskan tentang perbedaan cara menentukan waktu untuk
tanam dan waktu untuk menjemur pada petani yang menerapkan pranatamangsa
dengan petani yang tidak menerapkan pranatamangsa.
Tabel 4.11. Pandangan Tentang Pranatamangsa Oleh Petani Responden
No. Pengetahuan dan
Pemanfaatan
Pranatamangsa
Petani Pengguna
Burung Hantu
Petani Pengguna Non
Burung Hantu
Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1
Mengetahui dan
Menerapkan
22 73 11 36
2 Tidak Mengetahui
dan tidak menerapkan 8 27 19 64
Jumlah 30 100 30 100
Sumber : Analisis Data Primer (2015)
Pada Tabel 4.11 di Desa Tlogoweru terdapat 22 petani yang menyatakan
mengetahui dan menerapkan pranatamangsa, sedangkan di Desa Godong terdapat
11 petani yang mengetahui dan menerapkan. Berdasarkan petani yang
menerapkan, mereka mengaku bahwa pranatamangsa memberi manfaat pada
pertanian mereka karena sebagai penanda musim seperti ketika tanda keberadaan
burung Terik maka tanda akan datang musim hujan dan bagi petani yang tidak
27
mengetahui serta tidak menerapkan pranatamangsa, mereka mengaku bahwa
pranatamangsa sudah tidak lagi akurat sebagai penanda musim karena musim
sudah tidak dapat diprediksi lagi dan mereka cenderung mengikuti petani lain
ketika tanam.
4.6 Produktivitas
Produksi memiliki keterkaitan antara penggunaan input dengan jumlah dan
kualitas output yang dihasilkan. Data dibawah akan menjelaskan perbedaan
distribusi petani pemanfaat burung hantu dengan petani yang tidak memanfaatkan
burung hantu dan ditribusi produksi petani pranatamangsa dengan petani yang non
pranatamangsa.
4.6.1 Pemanfaat Burung Hantu
Data distribusi produksi petani berdasarkan petani pemanfaat burung hantu
dan petani yang tidak memanfaatkan burung hantu dapat dilihat pada tabel berikut
:
Tabel 4.12. Produktivitas Petani Responden
No. Produtivitas
Ton/ha
Petani Burung Hantu Petani Non Burung Hantu
Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 <5,5 13 43,33 25 83,33
2 5,5-6 2 06,67 0 00,00
3 >6 15 50,00 5 16,67
Rata - rata produktivitas
(ton/ha) 6,78
4,74
uji t test
2,445
*
Sumber : Analisis Data Primer (2015)
Keterangan : * = signifikan
Pada Tabel 4.12, terlihat bahwa produksi di Desa Tlogoweru terbanyak
tersebar pada sebaran lebih dari 6 ton per hektar sebanyak 15 orang (50%) dan
terbanyak di Desa Godong pada sebaran kurang dari 5,5 ton per hektar sabanyak
25 orang (83,33%) dari jumlah total sampel. Dari tabel diatas, menunjukan nilai
uji beda t-test sebesar 2,445 yang dapat diartikan bahwa produktivitas dari kedua
desa ada perbedaan nyata. Rata-rata produktivitas nasional berdasarkan data Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah adalah 5,5 ton
28
per hektar sehingga angka rata-rata produksi Desa Tlogoweru dapat dikatakan
unggul sedangkan produktivitas di Desa Godong kurang dari rata-rata.
4.6.2 Pranatamangsa
Selain distribusi berdasarkan pemanfaatan burung hantu, terdapat pula
distribusi petani pranatamangsa dan petani non pranatamangsa, data akan
dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 4.13. Produktivitas petani berdasarkan pranatamangsa
No
.
Produtivitas
Ton/ha
Petani Pranatamangsa
Petani Non Pranatamangsa
Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 <5,5 18 54,55 21 77,78
2 5,5-6 1 03,03 1 03,70
3 >6 14 42,42 5 18,52
Rata - rata produktivitas
(ton/ha) 6,38
4,92
uji t test
0,041
*
Sumber : Analisis Data Primer (2015)
Keterangan : * = signifikan pada taraf 5%
Pada tabel 4.13 terlihat bahwa produktivitas pada petani yang menerapkan
pranatamangsa terbanyak tersebar pada sebaran kurang dari 5,5 ton per hektar
sebanyak 18 orang (54,55%) dan terbanyak pada petani non pranatangsa
terbanyak tersebar pada sebaran kurang dari 5,5 ton per hektar sebanyak 21 orang
(77,78%) dari jumlah total sampel. Dari tabel diatas menunjukan nilai uji beda t-
test sebesar 0,041 dapat diartikan bahwa produktivitas dari petani yang
menerapkan pranatamangsa dan petani yang tidak menerapkan pranatamangsa,
adanya perbedaan nyata.
4.7 Hasil Analisis Pengaruh Kearifan Lokal Serta Faktor Produksi Lain
Terhadap Produktivitas
Untuk mengetahui pengaruh variabel X terhadap variabel Y, maka
diperlukan sebuah uji t dengan SPSS versi 19, berikut adalah tabel hasil regresi
menggunakan uji t :
29
Tabel 4.14. Hasil Analisis Regresi
No Variabel
Koefisien
regresi t-hitung Signifikansi t-tabel
1 Ln Luas Lahan 0,358 3,172 0,003*
2 Ln Tenaga Kerja 0,526 2,754 0,008*
3 Ln Modal 0,108 1,099 0,276ns
2,005
4 Ln Burung Hantu 0,201 2,148 0,036*
5 Ln Pranatamangsa -1,32 -1,457 0,167ns
Konstanta -1,887
R-Square 0,266
R-Square add 0,199
F-Hitung 3,923
F-Tabel 2,383
Keterangan : ns = tidak berbeda nyata pada taraf 5%
* = signifikan
Berikut adalah model regresi yang dihasilkan dari tabel 4.12 :
Y = -1,887-0,358 LnX1* , 0,526 LnX2
*, 0,108 LnX3
ns, 0,201 D1
*, -1,32 D2
ns
Berdasarkan hasil komputasi nilai signifikansi variabel luas lahan (X1)
0,003; tenaga kerja (X2) 0,008; modal (X3) 0,276;Burung Hantu (D1) 0,036;
Pranatamangsa (D2) 0,167 maka dengan tingkat kepercayaan 95% dapat
disimpulkan variabel luas lahan, tenaga kerja, dummy Burung Hantu berpengaruh
nyata terhap produktivitas padi sedangkan variabel modal dan dummy
Pranatamangsa tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. Sesuai tabel
diatas maka jika ttabel lebih besar thitung maka dapat dikatakan signifikan dan
sebaliknya.
Nilai koefisien determinasi (R square) sebesar 0,266, hal ini berarti
sebanyak 26,6 % dari produktivitas padi dapat dijelaskan oleh variabel luas
lahan,tenaga kerja, modal, dummy Burung Hantu, dan dummy Pranatamangsa.
Sedangkan 73,4% lainnya ditentukan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Nilai R
menunjukkan kuatnya hubungan antara produktivitas dengan variabel bebas luas
lahan, tenaga kerja, modal, dummy Burung Hantu, dummy Pranatamangsa yaitu
sebesar 51,6 %.
30
4.7.1 Pembahasan
4.7.1.1 Pengaruh Luas Lahan (X1) Terhadap Produktivitas (Y)
Hasil analisis menunjukan nilai signifikansi sebesar 0,003 dengan tingkat
kepercayaan 95% artinya variabel luas lahan berpengaruh terhadap produktivias di
desa Tlogoweru dan desa Godong. Berdasarkan data pada tabel 4.5.2.1 setiap
kenaikan 1% penambahan luas lahan akan meningkatkan produktivitas padi
sawah sebesar 0,35%. Untuk rerata luas lahan yang dipunyai oleh petani kedua
desa adalah berkisar antara 0,25 Ha sampai 0,50 Ha
Hasil analisis diatas diperkuat oleh pernyataan Kasturi (2012) bahwa luas
penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses
produksi ataupun usaha tani dan usaha pertanian. Dalam usaha tani misalnya
pemilikan atau penguasaan lahan sempit sudah pasti kurang efisien dibanding
lahan yang lebih luas. Semakin sempit lahan usaha, semakin tidak efisien usaha
tani yang dilakukan kecuali usahatani dijalankan dengan tertib. Luas pemilikan
atau penguasaan berhubungan dengan efisiensi usahatani. Penggunaan masukan
akan semakin efisien bila luas lahan yang dikuasai semakin besar.
Selain itu, penelitian Agus ( 2012 ) dengan judul “Faktor-Faktor Yang
Berpengaruh Terhadap Produksi Pada Usahatani Padi di Kabupaten Ciamis”
menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa luas lahan berpengaruh signifikan
terhadap produksi padi. Jadi hubungan antara luas lahan dengan pendapatan
petani padi mempunyai hubungan yang positif.
Tabel 4.15. Distribusi Jumlah Petani Berdasarkan Luas Lahan dan Produktivitas
Padi di Tlogoweru dan Godong
Luas Lahan
(ha)
Produktivitas
< 5,5 ton (%) 5,5 - 6 ton (%) >6 ton (%) Jumlah
<0,25 6,67 0,00 33,33 10,00
0,25-0,5 26,67 1,67 11,67 40,00
>0,5 30,00 1,67 18,33 50,00
Total 63,34 3,33 33,33 100,00
Sumber : Data Primer (2015)
Berdasarkan tabel di atas dapat diartikan dengan adanya peningkatan luas
lahan maka produktivitas mengalami peningkatan. Terbukti terjadi peningkatan
produktivitas pada luas lahan dibawah 0,5 ha dengan produktivitas dibawah 5,5
ton yang tadinya 26,67% meningkat menjadi 30% (lahan diatas 0,5 ha). Hal
31
serupa juga terjadi pada lahan dengan produktivitas diatas 6 ton, yang tadinya
hanya 11,67% meningkat menjadi 18,33% (lahan diatas 0,5 ha).
4.7.1.2 Pengaruh Tenaga Kerja (X2) Terhadap Produktivitas (Y)
Hasil analisis menunjukan nilai signifikan sebesar 0,008 dengan tingkat
kepercayaan 95%, artinya variabel tenaga kerja berpengaruh terhadap
produktivitas di Desa Tlogoweru dan Desa Godong. Rerata tenaga kerja yang
digunakan oleh Desa Tlogoweru adalah 70,70 - 122,67 HOK/Ha sebanyak 9
petani sampel dan di Desa Godong adalah 26,27 - 49,28 HOK/Ha. Tenaga kerja
yang dimaksudkan disini adalah gabungan antara tenaga kerja pria dan wanita
yang berasal dari luar maupun dalam keluarga. Penggunaan tenaga kerja dimulai
dari olah tanah sebelum ditanami sampai tanaga untuk hasil panen.
Berdasarkan data pada Tabel 4.15 setiap kenaikan 1% penambahan tenaga
kerja akan meningkatkan produktivitas padi sawah sebesar 0,52%. Hasil analisis
diatas diperkuat oleh pernyataan Arman (2014) bahwa jumlah tenaga
mempengaruhi produktivitas petani padi karena ketika jumlah tenaga kerja yang
digunakan sedikit maka produksi padi akan sedikit sehingga akan berpengaruh
terhadap produktivitas. Hasil penelian ini sama dengan kesimpulan penelitian oleh
Saleh (2012) dengan judul “Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Tebu
di Desa Gunung Anyar Kecamatan Tapen Kabupaten Bondowoso” yang
memberikan kesimpulan jumlah tenaga kerja berpengaruh positif.
Syahroel (2007) dengan judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor yang
Memepengaruhi Produksi Padi di Kabupaten Aceh Tenggara”, mengemukakan
bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi produksi padi yaitu luas lahan, jumlah
pekerja, berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi padi.
Tabel 4.16. Distribusi Jumlah Petani Berdasarkan Jumlah Tanaga Kerja dan
Produktivitas Padi di Tlogoweru dan Godong TK
(HOK/ha) Produktivitas
<5,5 ton (%) 5,5 - 6 ton (%) >6 ton (%) Jumlah
<57,31 38,33 0,00 13,33 51,67
57,31-70,17 16,67 1,67 8,33 26,67
>70,17 8,33 1,67 11,67 21,64
Total 63,33 3,33 33,33 100,00
Sumber : Data Primer (2015)
32
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat jika peningkatan penggunaan
tenaga kerja akan meningkatkan produktivitas. Terbukti dengan adanya
peningkatan produktivitas dari 8,33% (menggunakan tenaga kerja 57,31-70,17
HOK dengan produktivitas kurang dari lebih dari 6 ton) menjadi 11,67%
(menggunakan tenaga kerja lebih dari 70,17 HOK).
4.7.1.3 Pengaruh Modal (X3) Terhadap Produktivitas (Y)
Hasil analisis menunjukan nilai signifikan 0,276 dengan tingkat
kepercayaan 95% artinya variabel modal tidak berpengaruh terhadap produktivitas
di desa Tlogoweru dan desa Godong. Yang termasuk modal dalam hal ini adalah
meliputi penggunaan benih, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk ponska dan berbagai
pestisida dalam hitungan per hektar. Diduga modal seperti penggunaan benih,
pupuk dan pestisida tidak berpengaruh nyata dikarenakan adanya ketidaksesuaian
dengan dosis anjuran pengguanaan benih, pupuk dan pastisida. Dalam hal ini yang
dimaksud adalah kelebihan atau kekurangan dan pengaplikasian yang tidak sesuai
aturan pakai yang tercantum pada produk. Sedangkan dalam penelitian Hafidh
(2009) menunjukan bahwa variabel modal berpengaruh positive produksi
usahatani padi.
Tabel 4.17. Distribusi Jumlah Petani Berdasarkan Modal dan Produktivitas Padi di
Tlogoweru dan Godong
Modal Produktivitas
<5,5 ton (%) 5,5 - 6 ton (%) >6 ton (%) Jumlah
< 1.703.887 33,33 1,67 13,33 48,33
1.703.887-2.312.211 13,33 1,67 6,67 21,67
>2.312.211 16,67 0,00 13,33 30,00
Total 63,33 3,34 33,33 100,00
Sumber : Data Primer (2015)
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa modal tidak memberikan
peningkatan pada produktivitas karena lebih banyak menunjukan penurunan nilai
persen.
33
4.7.1.4 Pengaruh Burung Hantu (D1) Terhadap Produktivitas (Y)
Hasil analisis menunjukan nilai signifikan 0,036 dengan tingkat
kepercayaan 95% artinya variabel dummy Burung Hantu mempunyai pengaruh
terhadap produktivitas di Desa Tlogoweru, hal ini terlihat dari perbedaan hasil
panen per hektar antara Desa Tlogoweru dan Desa Godong. Berdasarkan data
pada Tabel 4.13 setiap kenaikan 1% penambahan variabel Burung Hantu
meningkatkan produktivitas padi sawah sebesar 0,20%. Menurut pengakuan
petani sampel di desa Tlogoweru, keberadaan Burung Hantu memberi dampak
yang positif yaitu peningkatan hasil panen dari yang sebelum melakukan
pemberdayaan Burung Hantu dengan setelah melakukan pemberdayaan Burung
Hantu. Menurut pengakuan Pak Sutedjo selaku kepala Desa Tlogoweru dan
penggerak ide pemberdayaan Burung Hantu, burung ini memberi dampak yang
sangat positif dengan alasan satu burung dalam satu malam mampu memangsa
tikus 3 sampai 5 ekor tikus. Dampaknya serangan tikus berkurang dan hasil panen
semakin meningkat. Pendapat tersebut didukung dengan data hasil panen sebelum
memanfaatkan Burung Hantu pada tahun 2010 dan sesudah memanfaatkan
Burung Hantu pada tahun 2012.
Tabel 4.18. Peningkatan Hasil Penen Desa Tlogoweru
No Komoditas
dan MT
Sebelum
Pemanfaatan
Burung Hantu
(2010)
(Ton/Ha)
Sesudah
Pemanfaatan
Burung Hantu
(2012)
(Ton/Ha)
Peningkatan
(Ton/Ha)
1 Padi MT I 3,2 7,6 4,4
2 Padi MT II 2,8 6,65 3,85
3 Jagung MT I 3,8 7,6 3,8
Sumber : Data Sekunder (2012)
Dari tabel diatas terlihat perbedaan dan peningkatan dari sebelum
memanfaatkan Burung Hantu pada tahun 2010 dengan setelah memanfaatkan
Burung Hantu pada tahun 2012. Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Kudus,
menurut Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Kudus menilai
penggunaan Burung Hantu sebagai pembasmi alami hama tikus dapat
meningkatkan produktivitas hasil panen padi para petani. "Saat ini populasi tikus
34
di wilayah penangkaran Burung Hantu mulai berkurang," kata Kepala Dinas
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Budi Santoso, Kamis, 23 Oktober 2014
(Koran Nasional Tempo, 2014). Dengan demikian hipotesis awal yang
menyatakan diduga bahwa Kearifan lokal yang terbentuk di Desa Tlogoweru yaitu
pemanfaatan Burung Hantu sebagai pengendali hama tikus berpengaruh terhadap
produktivitas usahatani padi di Desa Tlogoweru telah terbukti.
4.7.1.5 Pengaruh Pranatamangsa (D2) Terhadap Produktivitas (Y)
Hasil analisis variabel dummy Pranatamangsa tidak berpengaruh terhadap
produktivitas karena nilai signifikansi menunjukan angka 0,167 dengan tingkat
kepercayaan 95%. Ketidak-signifikan dikarenakan adanya hasil yang berbeda
antara kedua desa karena di Desa Tlogoweru banyak yang menerapkan
pranatamangsa sedangkan di Desa Godong, banyak yang tidak menerapkan
pranatamangsa.
Petani sampel Desa Tlogoweru lebih banyak yang mengaku bahwa
fenomena alam Pranatamangsa memberi dampak terhadap pertanian mereka.
Berdasarkan hasil wawancara, petani berpendapatan bahwa tanda dari alam
(pranotomongo) yang mereka ketahui adalah melalui keberadaan Burung Terik
(Glareola maldivarum) dan Burung Blekok sawah (Ardeola speciosa) yang
terbang ke arah barat. Burung tersebut memberi tanda akan adanya musim hujan
dimana para petani hendak menyebar benih padi. Ada pula yang melihat dari
fenomena air sumur yang mulai naik keatas, yang berarti tanda datangnya musim
hujan. Tumbuhnya daun pada pohon kapuk juga diartikan sebagai tanda akan
musim hujan. Menurut pengakuam Pak Sutedjo selaku kepala desa mengatakan
bahwa mulai menanam padi ketika melihat fenomena keberadaan Burung Terik
yang terbang.
Sedangkan di Desa Godong petani lebih banyak berpendapat bahwa
Pranatamangsa tidak lagi akurat dan tidak dapat dijadikan patokan seperti pada
jaman dahulu. Sehingga menurut mereka, Pranatamangsa tidak memberi manfaat
terhadap pertanian mereka. Dengan demikian hipotesis awal yang menyatakan
diduga bahwa Pranatamangsa berpengaruh terhadap produktivitas usahatani padi
di Desa Tlogoweru tidak terbukti.