jurnal vol 6 no 1 tahun 2011

Upload: asa

Post on 05-Nov-2015

58 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ss

TRANSCRIPT

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    PELINDUNG Inspektur Jenderal - PENASIHAT Sekretaris Inspektorat Jenderal - PEMBINA Inspektur I, Inspektur II, Inspektur III, Inspektur IV, Inspektur V - PEMIMPIN UMUM Andi Hartono, ST - PEMIMPIN REDAKSI Dra. Wiwi Harti, MM - WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Drs. Arif Makawi - REDAKTUR PELAKSANA Ani Susilaningsih, SE - SEKRETARIS REDAKSI Ruri Martini Dewi, SH, M.Sc - REDAKTUR PRA CETAK Diana Samosir, S.Sos, Rangga Prasetya D. - KORES-PONDEN Helma Agnes Dinantia, Laili Fithri Hidayati, Sandya Dipta P,S.Ikom - KONTRI-BUTOR Haeril Bardan, ST, Amirulloh, S.Sit, M.MTr - EDITOR Centya Yeti Lasmita, S.Kom, M. Sofiyuddin, ST - LAY OUT/SETTING Hary Bowo Seno Putro, ST, Donny Kurniawan, S.Kom - PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Lely Kurnia Sadikin, S.Pd, Darma Sanjaya, SH

    EDITORIAL

    Dari Konsultan Hingga Ketua Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD) Bekasi

    PROFIL

    NARASUMBER Korupsi, Kolusi dan Nepo-

    tisme (KKN) Serta Preventif KKN di Mata Ketua Seko-lah Tinggi Transportasi Darat

    Keberdayaan dan disiplin sebagai upaya pencegahan

    korupsi

    Menciptakan manusia perhubungan dengan

    mengembangkan Soft Skill

    AUDITSisi lain pemikiran tentang hubungan antara Audit Kinerja dengan Audit Komprehensif.

    PERATURANApakah peraturan pelaksana harus sesuai dengan peraturan diatasnya?

    SERBA SERBI Punggahan Inspektorat

    Jenderal Kementerian Perhubungan

    Penyerahan bingkisan lebaran bagi pegawai di lingkungan Inspektorat Jenderal

    Anekdot

    Upaya Inspektorat Jenderal di Dalam Memerantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

    Mengenal Komisi Pemberan-tasan korupsi

    Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam sistem perimbangan keuangan

    Seperti garam pada masakan Menengok korupsi pada

    pelaksanaan pekerjaan kon-struksi

    Perkeretaapian Indonesia vs Swedia

    OPINI

    23

    10

    1

    36

    50

    Benalu Sosial

    46

    42

    DAFTAR ISI

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    Akhir-akhir ini masalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sedang hangat-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media, baik media mas-sa maupun elektronik. Pada hakekatnya, korupsi adalah benalu sosial yang merusak struktur pemerintahan dan menjadi penghambat utama ter-hadap jalannya pemerin-tahan dan pembangunan pada umumnya.

    Korupsi, kolusi dan nepotisme adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang se-bagai standard kebenaran dan sebagai kekua-saan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum ko-ruptor yang kaya raya bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyara-kat.

    Korupsi, kolusi dan nepotisme sudah ber-langsung lama, sejak jaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi, kolusi dan nepotisme terjadi diberbagai negara, tak terkecuali di negara-negara maju sekalipun.

    Sebaliknya, pada masyarakat yang primitif, dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat dan kontrol sosial yang efektif, korupsi, kolusi dan nepotisme relatif jarang terjadi. Tetapi dengan semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha pembangunan de- ngan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka semakin kuat indi-vidu terutama di kalangan pegawai negeri untuk melakukan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.

    Untuk mengatasi tindak korupsi, kolusi dan nepo-tisme di Indonesia, diper-lukan upaya-upaya yang efektif, termasuk upaya preventif melalui peran lembaga pendidikan dan rehabilitatif melalui peran pemerintah.

    Percayalah kepada kata-kata Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang, masih

    ada harapan buat Indonesia. Kegelapan tidak akan menjadi terang dengan hanya berpangku tangan. Mantra, doa, apalagi citra, tidak akan mampu menciptakan seribu kunang-kunang untuk menerangi kegelapan malam pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia. Dibu-tuhkan sebuah kemauan, keberanian, dan kerja keras para pemimpin dan masyara-kat sipil untuk menyalakan lilin-lilin harapan guna mengusir kegelapan malam menuju Indonesia yang terang benderang bagi generasi yang akan datang.

    Redaksi

    Benalu Sosial

    DARI REDAKSI

    2

    edi tor ia lM A J A L A H T R A N S P A R A N S I

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    Jojo....

    Begitulah ia bia-sa disapa oleh pimpinan, rekan kerja, teman dan jajaran yang di-pimpinnya. Tidak banyak orang yang mengetahui nama lengkap pria yang gemar membaca dan berolah raga ini.

    Ia dilahirkan di Cirebon pada tanggal 24 Februari 1961 dari pasangan S. OemarSaid, SH dan Masriah dengan nama Sugi-hardjo. Pria yang humoris ini menghabis-kan masa kecilnya di Biak hingga menye-lesaikan pendidikan Sekolah Dasarnya di Santo Yoseph Biak pada tahun 1973. Masa remaja dijalaninya di Ibu kota. Pada tahun 1976 ia menyelesaikan tingkat pendi-dikan Pertama di SMP 73 Jakarta dan pada tahun 1980 setelah lulus dari jurusan IPA SMA 8 Jakarta, ia diterima di jurusan Teknik Sipil FTUI. Selama kuliah ia aktif dalam ber-bagai organisasi kemahasiswaan (menjadi Sekretaris Umum IMS FTUI dan Wakil Ke-tua Divisi SAR KAPA FTUI), Pengurus PMI Jakarta Selatan (Ketua PAMRIS), maupun aktif mendirikan bimbingan Be-lajar BTA SMA 8 yang sekarang menjadi BTA Group. Pada tahun 1985 1987 ia juga bekerja di Pacific Consultant Internasional mengerjakan proyek JICA Ar-terial Road Development Study Jabotabek dan akhirnya pada tahun 1989 ia berhasil menyele-saikan pendidikan tinggi.

    Setelah memperoleh gelar sar-jananya, ia mengawali karirnya sebagai konsultan pada proyek Traffic Management & Parking

    PROFIL

    Policy yang dibiayai oleh Bank Dunia untuk Perhubungan Darat yaitu sejak tahun 1989 hingga 1991. Dengan pengalaman terse-but akhirnya ia memutuskan untuk mela-mar menjadi Pegawai Negeri dan diterima sebagai CPNS Kanwil Perhubungan Su-matera Barat pada tahun 1992. Kemudian mulai tahun 1993 menjadi PNS di Ditjen Perhubungan Darat. Perjalanan karir suami dari Andajani Setiasih ini boleh dibilang cu-kup mulus, hal tersebut dapat dilihat pada tahun 1995 s.d 1997 ia pernah menjabat sebagai Pelaksana Harian (PLH) Kasi. Ang-kutan Barang & Khusus. Tahun 1997 s.d 2002 ia menjabat sebagai Kasi. Angkutan Penumpang dengan pangkat/golongan Penata Muda Tk. I (III/b) dan tahun 2002 s.d 2008 ia menjabat sebagai Kasubdit Angkutan Jalan mulai pangkat /golongan Penata Tk. I (III/d) hingga Pembina Tk. I (IV/b). Perjalanan karir Bapak dari 1 putra dan 1 putri ini berlanjut dengan menjabat sebagai Ketua Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD) sejak tahun 2008 hingga saat ini dengan pangkat/golongan terakhir Pem-bina Utama Muda (IV/c).

    Dengan bergabungnya pria yang memiliki bakat bisnis ini ke Kementerian Perhubung-an, memudahkan ia untuk menuangkan ide-ide cemerlangnya guna memajukan

    DARI KONSULTAN HINGGA KETUA SEKOLAH TINGGI TRANSPORTASI DARAT (STTD) BEKASI

    3

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 20114

    PROFIL

    dunia Transportasi di tanah air khususnya transportasi darat. Ide cemerlang tersebut antara lain :

    Membuat angkutan pemadu moda dari Bandara Soekarno Hatta ke Bandung Super Mall (BSM);

    Mendorong penerbitan Permendagri untuk memberikan diskon 40% pajak kendaraan angkutan umum;

    Pembukaan trayek lintas batas Nega-ra dari Pontianak Malaysia Brunei, yang sampai sekarang masih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan pe-ngusaha angkutan di Indonesia.

    Jika dilihat dari berbagai ide cemerlangnya dan manfaat yang dirasakan oleh masyara-kat, maka tidaklah heran berbagai penghar-gaan telah didapat oleh peraih Cum Laude di Universitas Indonesia ini antara lain :

    Peserta terbaik Adum pada tahun 1996;

    Peserta terbaik 2 Spama pada tahun 1999;

    Satya Lancana Karya Satya 10 Tahun pada tahun 2003;

    Peserta terbaik 2 PIM 1 pada tahun 2010.

    Perjalanan karir yang nyaris tanpa ham-

    batan, berbagai prestasi dan penghargaan yang ia peroleh tidak membuat dirinya menjadi tinggi hati, namun demikian men-jadikannya pribadi yang rendah hati dan bersahaja. Hingga saat ini ia masih tetap menyediakan waktunya untuk mengajar. Dengan berlatar belakang dan kegema-rannya menjadi seorang pendidiklah yang mendorongnya selalu menggunakan me-tode pendidik dalam pendekatan terhadap jajaran di bawahnya, baik dalam hal peker-jaan, disiplin maupun kesejahteraan jajaran-nya. Selain mendidik, hal lain yang amat-lah penting menurutnya adalah sebagai seorang pemimpin ia harus menjadi con-toh bagi jajarannya bukan memberikan contoh.

    Saat ini hampir 4 tahun sudah ia dipercaya memimpin Sekolah Tinggi Transportasi Da-rat (STTD). Sebagai Ketua STTD merupa-kan kepuasan tersendiri, dimana ia memiliki peluang yang amat besar untuk mendidik generasi muda. Menurutnya masa depan bangsa ini ada di tangan generasi muda. Taruna STTD sebagai kader Sumber Daya Manusia Transportasi harus dibekali de-ngan kompetensi yang lengkap, pengeta-huan, keterampilan (Skill) maupun perilaku (Attitude). Prinsip yang selalu ditanam-kannya adalah Jika tidak bisa mengubah kondisi transportasi secara keseluruhan, satu hal yang menurutnya harus dilakukan adalah tidak mewariskan kerusakan pada generasi berikutnya. (HR)

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    Inspektorat Jenderal merupakan institusi yang memegang peranan sebagai fungsi pengawasan didalam manajemen Kemen-terian Perhubungan.Hal inilah yang mem-buat Inpektorat Jenderal berada pada garis depan atau ujung tombak di dalam upaya pembinaan pencegahan dan pemberan-tasan korupsi.

    Fungsi pengawasan untuk mencegah dan memberantas korupsi dewasa ini selain In-spektorat Jenderal, dimiliki juga oleh insti-tusi-institusi eksternal Kementerian seperti: KPK, BPK, BPKP dan Kejaksaan. Namun Inspektorat Jenderal mempunyai tugas dan fungsi pembinaan Kementerian Negara dan sifatnya yang lebih tehnis dan spesifik, serta berkaitan dengan pengawasan dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan seperti Peraturan Menteri Perhubungan, SK Dirjen dan juga standarisasi International antara lain: Annex, STCW, Manpol dan Solas.

    Didalam Peraturan Pemerintah Nomor: 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengen-dalian Intern Pemerintah yang ditetapkan pada tanggal 28 Agustus 2008 telah me-ngamanatkan didalam pasal 49 bahwa: Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pe-ngawasan intern melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Ke-mentrian Negara/Lembaga yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

    Potensi Sumber Daya di Inspektorat Jenderal

    SDM : didukung pegawai 160 staff dan jumlah Auditor 120

    UPAYA INSPEKTORAT JENDERAL DIDALAM MEMBERANTAS KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME

    Sepertinya pepatah jangan menyapu dengan sapu yang kotor cukup berlaku bagi upaya Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan memberantas dan mencegah Tindak Pidana Korupsi di lingkungan Kementerian Perhubungan sendiri. Untuk Konteks pemberantasan dan pencegahan korupsi jelas sebagai suatu kerja berat, namun sangat mulia.

    Anggaran : DIPA ITJEN setiap tahun sa-ngat mencukupi untuk kegiatan audit dan sejak tahun 2007 telah dianggarkan untuk sewa pesawat, sewa kapal dan sewa mo-bil untuk menjangkau lokasi audit yang ter-pencil.

    Sarana Prasarana : Disetiap Inspe-ktorat terdapat sarana seperti : laptop, printer,kamera digital, handycam, hammer test.

    Metode kerja:

    1. Penyelenggaraan audit: setiap tahun melalui rapat dinas yang menghasilkan keputusan-keputusan yang dituangkan didalam kebijaksanaan pengawasan (JAKWAS );

    2. Melakukan rapat berkala auditor dis-etiap Inspektorat;

    3. Sapta Laku auditor;

    4. Program Kerja Audit (PKA);

    5. Laporan Hasil Audit.

    Permasalahan yang dihadapi Auditi ter-kait dengan KKN

    1. Belum semua UPT menyusun standar Pelayanan minimal khususnya yang berhubungan dengan pelayanan ma-syarakat / pengguna jasa langsung ;

    2. Keterbatasan pemahaman pejabat pengadaan / ULP terhadap prosedur pengadaan barang dan jasa;

    3. Adanya pungutan tidak resmi yang ter-

    OPINI

    5

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    kait dengan perijinan;

    4. Kurangnya akses informasi terhadap layanan publik;

    5. Kurangnya komitmen pejabat di pusat / di daerah untuk upaya mencegah dan memberantas korupsi;

    6. Ketidakjelasan sistem reward bagi pegawai yang berjasa;

    7. Sistim penerimaan pegawai yang ma-sih sarat KKN;

    8. Sistim penggajian pegawai yang tidak sebanding dengan kebutuhan hidup;

    9. Belum semua pejabat di pusat dan daerah membuat pakta integritas dan LHKPN;

    10. Kurangnya ketegasan dan kurang kon-sistennya sanksi/hukuman terhadap pejabat yang terbukti melakukan KKN;

    11. Perencanaan usulan anggaran yang tidak berdasarkan kebutuhan riil di pu-sat/di daerah;

    12. Intervensi pejabat pada saat pemilihan pengadaan barang/jasa untuk ikut me-nentukan rekanan tertentu;

    13. Pengadaan barang/jasa yang hanya diikuti oleh kelompok usaha tertentu atau secara arisan.

    Upaya Percepatan Inspektorat Jenderal di dalam Pemberantasan KKN

    1. Sesuai dengan Instruksi Presiden No-mor 5 tahun 2004, Menteri Perhubu-ngan telah mengeluarkan Instruksi Menteri Perhubungan Nomor IM.2 tahun 2004 tentang Perencanaan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi di lingkungan Kementrian Perhubungan dan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. KEP/94/M.PAN/8/2005 tentang pedo-man umum koordinasi, Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan Inpres No. 5 ta-hun 2004.

    Dengan berpedoman kepada per-aturan tersebut diatas, dalam rangka upaya percepatan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di lingkungan Inspektorat Jenderal.

    2. Sesuai Keputusan Inspektur Jenderal No.SK 15/HK.403/Itjen-2011 tentang susunan anggaran kelompok kerja aksi pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (AP-KKN) di lingkungan Inspektorat Jenderal Kemeterian Per-hubungan.

    Berdasarkan Keputusan Inspektorat Jenderal tersebut maka kelompok ke-rja mempunyai tugas :

    A. Menyusun Program Aksi Pence-gahan Korupsi,Kolusi dan Nepo-tisme (AP-KKN) di lingkungan In-spektorat jenderal dalam bentuk kegiatan konkret sesuai petunjuk pelaksanaannya.

    B. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan Aksi Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (AP-KKN) setiap unit Eselon II di lingkungan Inspektorat Jenderal.

    C. Memberikan masukan dan pertim-bangan untuk mencegah berbagai macam kebocoran dan pembo-rosan keuangan Negara di ling-kungan Inspektorat Jenderal.

    D. Mengadakan koordinasi dengan Lembaga Pengawasan Eksternal dan Instansi Penegak Hukum agar tercapai efisiensi dan efektifitas pelaksanaan program kerjanya.

    3. Melakukan kerja sama dengan insti-tusi eksternal Kemenhub dalam rangka mendukung kegiatan audit antara lain dengan :

    A. BPKP sebagai institusi Pembina Audit

    - Melaksanakan penyelengga-raan diklat JFA

    OPINI

    6

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    - Melakukan joint audit untuk laporan UPT-UPT KEMEN-HUB

    B. BPK sebagai institusi audit ter-tinggi

    - Melakukan pemutakhiran tin-dak lanjut hasil temuan audit

    - Melakukan audit secara berkala dilingkungan Inspektorat Jen- deral

    C. KPK

    - Penyampaian laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Ne-gara

    - Menginformasikan adanya ka- sus yang perlu ditindak lan-juti dengan audit Itjen dan hasilnya dilaporkan ke Men-teri Perhubungan yang selan-jutnya meneruskan laporan tersebut ke KPK.

    - Melakukan sosialisasi, cera-mah terkait dengan pencega-han TPK.

    D. Inspektorat di daerah

    Melakukan bimbingan teknis audit (Bimtek) dengan institusi aparat pengawasan di tingkat provinsi serta kabupaten/kotamadya.

    E. PPATK (Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan)

    Membantu menyediakan data-da-ta rekening perbankan yang terin-dikasi adanya TPK dan berpotensi money laundry sesuai UU No.25 tahun 2002 dan UU No.25 tahun 2003.

    F. Kejaksaan Agung

    Memberikan dukungan maksimal terhadap upaya-upaya peninda-kan korupsi

    4. Dalam rangka mendukung pening-katan kualitas Laporan Keuangan Kementerian Perhubungan dengan mewujudkan opini BPK RI Wajar Tan-pa Pengecualian, Inspektorat Jenderal melakukan reviu Laporan Keuangan secara berkala di tingkat UAKPA / UAPPA/B, UAPA/B-E1 dan UAPA/B. Pelaksanaan reviu tersebut bertujuan untuk mewujudkan Laporan Keuangan yang efisien, transparan dan akunta-bel.

    5. Adanya komitmen mulai dari Inspek-tur Jenderal, para Inspektur dan para auditor untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan TPK, dibuktikan dengan membuat pernyataan Pakta Integritas secara tertulis.

    6. Perubahan paradigma Audit.

    Inspektorat Jenderal telah meng-alami pergeseran peran didalam audit dimana dahulunya seperti polisi yaitu lebih pada mencari ke-salahan semata (Watch Dog). Namun kini melakukan peran barunya seperti pembinaan yang mengedepankan su-pervisi, rekomendasi dan konsultasi sehingga dapat memberikan Qual-ity Assurance. Jadi setiap auditor harus mempunyai harus mempunyai kemampuan kualifikasi yang lebih dibanding auditannya.

    Setiap auditor yang telah mengikuti diklat Jabatan Fungsional Auditor (JFA) di BPK paham benar bahwa keahlian, kemam-puan, pengalaman serta kerjasama didalam tim audit adalah dasar di dalam permasa-lahan, yang selanjutnya diharapkan auditor tersebut mampu memberikan rekomendasi yang benar serta terarah.

    Pembenahan manajemen Inspektorat Jen-deral terus berjalan menuju kearah Good Governance, sehingga diharapkan menjadi Quality Assurance bagi Kementrian Per-hubungan.

    OPINI

    7

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    MENGENALKOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

    Latar belakang pembentukan KPK

    Sejak tumbangnya pemerintahan Orde Baru (1998), yang dilanjutkan dengan munculnya perubahan politik (reformasi) yang kemudian berimbas pada Reformasi Birokrasi Tata Pemerintahan kita.

    Namun sampai kini kita masih menyaksi-kan banyak contoh program reformasi birokrasi itu belum berhasil. Salah satu indikasinya ialah tertangkapnya Ses-menpora dengan barang bukti cek senilai Rp 3,2 Milyar dan uang tunai ra-tusan ribu dollar sin-gapura di kantornya bersama dengan rekaan pemban-gunan Wisma Atlit. Demikian pula man-tan Gubernur Aceh Abdullah Puteh dan mantan Gubernur Jawa Barat Dany Setiawan yang menjadi terpidana kasus pengadaan Mobil Pema-dam Kebakaran beberapa waktu yang lalu. Itulah contoh bahwa tindak pidana korupsi makin sistimatis dan merasuki seluruh as-pek kehidupan masyarakat.

    Sehingga membawa bencana terhadap ke-hidupan perekonomian nasional dan pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.

    Selain itu Tindak Pidana Korupsi (TPK)

    merupakan kejahatan luar biasa sehingga selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan dan perlu metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pemben-tukan badan khusus dengan kewenan-gan luas, independent serta bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya pem-berantasan TPK, yang pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif,

    professional serta berkesinambung-an melalui UU No. 31 tahun 1999, me- rupakan latar be-lakang tindak pi- dana korupsi se-hingga lahirlah KPK.

    Visi KPK adalah mewujudkan Indo-nesia yang bebas korupsi, sedangkan Misi KPK adalah penggerak peruba-han untuk mewu-

    judkan bangsa yang anti korupsi.

    KPK adalah lembaga Negara yang melak-sanakan tugas dan wewenangnya bersi-fat independent dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun (pasal 3 Undang Un-dang No.30 Tahun 2002).

    KPK mempunyai 3 (tiga) strategi didalam menjalankan tugasnya yaitu :

    1. Strategi jangka pendek adalah strategi yang diharapkan mampu segera mem-berikan manfaat / pengaruh dalam pem-

    OPINI

    8

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    berantasan korupsi. Contoh : Adanya pengungkapan kasus yang bernuansa KKN dan bersifat Strategis.

    2. Strategi jangka menengah adalah strategi yang secara sistematik mampu mencegah terjadinya tindak pidana ko-rupsi, Contoh: Sosialisasi, diskusi, pe-nyelenggaraan seminar tentang pence-gahan TP Korupsi.

    3. Strategi jangka panjang diharapkan mampu merubah budaya / pola pan-dang dan persepsi masyarakat ter-hadap korupsi Contoh : perencanaan untuk memasukkan didalam kurikulum Pendidikan Nasional.

    Tugas KPK sesuai Pasal 6 UU No.30 ta-hun 2002 adalah : Koordinasi, Supervisi, Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan, Pencegahan dan Monitoring.

    Penjabaran dari tugas KPK tersebut adalah:

    A. Tugas koordinasi KPK berwenang :1. Mengkoordinasikan penyelidikan,

    penyidikan dan penuntutan TPK;2. Menetapkan sistem pelaporan dalam

    kegiatan pemberantasan TPK;

    3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan TPK;

    4. Melaksanakan dengar pendapat dan pertemuan dengan instansi terkait;

    5. Meminta laporan instansi terkait ten-tang pencegahan TPK.

    B. Dalam melaksanakan Tugas Super-visi KPK berwenang :

    1. Melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan we-wenang berkaitan denga pemberan-tasan TPK dan instansi yang melak-sanakan pelayanan publik;

    2. Mengambil alih penyidikan atas penuntutan terhadap pelaku TPK yang sedang dilakukan oleh kepoli-sian atau kejaksaan ( pasal 9,10 ).

    C. Dalam melaksanakan tugas penyeli-dikan, penyidikan dan penuntutan TPK yang :

    1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan TPK

    OPINI

    9

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    yang dilakukan oelh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara

    2. Mendapat perhatian dan meresah-kan masyarakat

    3. Mendapat perhatian dan meresah-kan masyarakat

    4. Menyangkut kerugian negara paling sedikit (satu milyar rupiah).

    D. Dalam melaksanakan tugas pencegah-an korupsi, KPK berwenang melakukan tugas dan langkah pencegahan sebagai berikut :

    1. Melakukan pendaftaran dan peme-riksaan terhadap laporan harta keka-yaan penyelenggara negara (LHK-PN);

    2. Menerima laporan dan menetapkan status gartifikasi;

    3. Menyelenggarakan program pendi-dikan anti korupsi pada setiap jen-jang pendidikan;

    4. Merancang dan mendorong terlak-sananya program sosialisasi pem-berantasan TPK;

    5. Melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat umum;

    6. Melakukan kerjasama bilateral atau multikultural dalam pemberantasan TPK.

    Dalam melaksanakan monitoring KPK melaksanakan tugas sesuai pasal 14 :1. Melakukan pengkajian terhadap sistem

    administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah;

    2. Memberi saran perubahan jika ber-dasarkan hasil pengkajian, sistem pen-gelolaan administrasi tersebut berpo-tensi korupsi kepada semua pimpinan lembaga negara dan pemerintah.

    Kewajiban KPK sesuai pasal 15 :1. Memberikan perlindungan terhadap

    saksi atau pelapor;2. Memberikan informasi kepada ma-

    syarakat;3. Menyusun laporan tahunan dan me-

    nyampaikannya kepada masyarakat;4. Menyusun laporan tahunan dan me-

    nyampaikannya kepada Presiden,DPR, dan BPK;

    5. Menegakkan sumpah jabatan;6. Melaksanakan tugas,tanggung jawab

    dan wewenangnya berdasarkan asas-asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum dan proporsionalitas.

    Larangan terhadap pimpinan dan pegawai KPK (pasal 36) :1. Mengadakan hubungan langsung atau

    tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungannya den-gan perkara TPK yang ditangani KPK dengan alasan apapun;

    2. Menangani perkara TPK yang pelaku-nya mempunyai hubungan keluarga se-darah atau semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga dengan anggota KPK yang ber-sangkutan;

    3. Menjabat komisaris atau direksi suatu perseroan, organisasi yayasan, pen-gawas atau pengurus koperasi dan ja-batan profesi lainnya atau kegiatan lain-nya yang berhubungan dengan jabatan tersebut.

    Ancaman pidana bagi pelanggar larangan tersebut adalah pidana penjara paling lama 5 tahun ( pasal 65 dan 66 )

    Itulah KPK sebuah institusi dengan sedemikian banyak kewenangan Namun juga mempunyai kewajiban secara intern ekstern yang ketat.

    Kita harapkan KPK mampu untuk menga-wal barisan terdepan dalam upaya pember-antasan korupsi di Republik ini.

    Penulis,Drs. Teguh Pribadi

    Auditor IR I

    OPINI

    10

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    Kebijakan Otonomi Daerah yang mulai diberlakukan sejak Tahun 1999 mem-bawa perubahan besar bagi pelaksanaan sistem pemerintahan di Indonesia. Dengan diberlakukannya Otonomi Daerah diharap-kan pembangunan di daerah dapat berja-lan sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas daerah, sehingga dapat mem-berikan dampak positif bagi perkem- bangan eko-nomi regional, yang pada gilir-annya akan me- ningkatkan ke-s e j a h t e r a a n m a s y a r a k a t . Selaras dengan kebijakan terse-but, Kemente-rian Perhu-bungan melalui program-pro-gram strategis berupaya seca-ra maksimal untuk memba-ngun sarana dan transportasi di daerah melalui UPT/Satker yang ada di daerah.

    Pada Tahun Anggaran 2011, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat mengeluarkan kebi-jakan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang langsung diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota. DAK diberikan untuk membiayai kegiatan Keselamatan Trans-portasi Darat. Melalui tulisan ini akan sedikit menjelaskan mengenai DAK dan kaitannya dengan tugas Inspektorat Jenderal sebagai Aparat Pengawasan.

    A. Latar Belakang

    Salah satu perwujudan pelaksanaan Oto-nomi Daerah adalah pelaksanaan Desen-tralisasi, dimana Kepada Daerah diserah-kan urusan, tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan dan kepentingan masyarakat setempat dengan tetap berpedoman pada peraturan per

    U n d a n g - U n -dangan. Melalui desentral isasi k e m a m p u a n P e m e r i n t a h Daerah untuk pembangun -an menjadi le- bih lincah, aku- rat dan tepat. Urusan Peme-rintahan yang d i s e r a h k a n akan didistribu-sikan kepada daerah terse-but disertai pu-

    la dengan penyerahan atau transfer keuangan yang terwujud dalam hubung-an keuangan antara Pusat dan Daerah. Salah satu bentuk hubungan keuangan Pusat dan Daerah adalah Dana Alokasi Khusus (DAK), dimana dana yang bersum-ber dari pendapatan APBN, dialokasikan/ditransfer kepada daerah untuk membi-ayai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sehingga dapat membantu mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang harus ditanggung oleh Pemerintah Daerah.

    DANA ALOKASI KHUSUS (DAK)DALAM SISTEM PERIMBANGAN

    KEUANGAN

    OPINI

    11

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    Salah satu Prioritas Nasional yang saat ini menjadi salah satu program utama dari Ke-menterian Perhubungan adalah Program Keselamatan yang dikenal dengan Road Map to Zerro Accident yang ditetapkan melalui Instruksi Menteri Perhubungan No-mor 3 Tahun 2007. Road Map to Zerro Accident bertujuan untuk meningkatkan pelayanan jasa perhubungan yang selamat, aman, nyaman, lancar, teratur, tepat waktu dan biaya yang terjangkau. Untuk Tahun Anggaran 2011, DAK yang diusulkan oleh Kementerian Perhubungan dialokasikan untuk program Keselamatan Transportasi Darat. Melalui DAK tersebut, kepada daerah khususnya Kabupaten/Kota diharapkan dapat membiayai kegiatan yang berkaitan dengan Keselamatan Transpor-tasi Darat yang menjadi urusan Pemerintah Daerah sebagai upaya untuk mewujudkan Road Map to Zerro Accident.

    B. Wewenang Pemerintah

    Berbicara mengenai kewenangan, secara garis besar wewenang Pemerintah dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu :

    1. Wewenang Pemerintah Pusata. Kewenangan Absolute Merupakan urusan pemerintahan

    yang mutlak menjadi kewenangan-nya dan urusan bidang lainnya yaitu bagian-bagian urusan pemerintah-an yang menjadi kewenangannya Pemerintah Pusat. Terdapat 6 urus-an Pemerintah yang menjadi ke-wenangan Pemerintah Pusat, yaitu :

    1) Politik Luar Negeri; 2) Pertahanan; 3) Keamanan; 4) Yustisi; 5) Moneter dan Fiskal Nasional; 6) Agama.

    b. Kewenangan Lainnya Selain urusan yang bersifat abso-

    lute terdapat pula 31 bidang urus-an pemerintahan yang menjadi ke-

    wenangan Pemerintahan Pusat. Dalam pelaksanaannya terhadap 31 bidang urusan, Pemerintah Pusat dapat :

    1. Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan Pemerintahan;

    Dalam pelaksanaannya dilaksanakan oleh Kantor Pusat/Instansi Vertikal Pu-sat di daerah.

    2. Melimpahkan sebagian urusan peme-rintahan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah (Dekonsentrasi);

    Pelaksanaan asas dekonsentrasi di-letakkan pada wilayah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah admi-nistrasi untuk melaksanakan kewenan-gan pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubenur sebagai wakil peme-rintah di wilayah provinsi. Gubernur se-bagai kepala daerah provinsi berfungsi pula selaku wakil pemerintah di daerah, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Peme-rintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelengga-raan urusan pemerintahan di daerah ka-bupaten dan kota.

    3) Menugaskan sebagian urusan kepada Pemerintahan daerah dan/atau peme-rintahan desa (Medebewind/Tugas Pem-bantuan) berfungsi pula selaku wakil Pemerintah di daerah, dalam penger-tian untuk menjembatani dan memper-pendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan ter-hadap penyelenggaraan urusan peme-rintahan di daerah Kabupaten dan Kota.

    Penyelenggaraan asas tugas pemban-tuan adalah cerminan dari sistem dan prosedur penugasan Pemerintah ke-pada daerah dan/atau desa, dari peme-rintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari pemerintah

    OPINI

    12

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    kabupaten/kota kepada desa untuk menyelenggarakan urusan pemerin-tahan dan pembangunan yang disertai dengan kewajiban melaporkan pelak-sanaannya dan mempertanggung-jawabkannya kepada yang memberi penugasan.

    Tugas pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada daerah dan/atau tu-gas-tugas Pemerintah yang apabila dilak-sanakan oleh daerah dan/atau desa akan lebih efisien dan efektif. Tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah provinsi sebagai daerah otonom kepada kabupa-ten/kota dan/atau desa meliputi sebagian tugas-tugas provinsi, antara lain dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta sebagian tugas pemerintahan dalam bidang tertentu lain-nya, termasuk juga sebagian tugas peme-rintahan yang tidak atau belum dapat dilak-sanakan oleh kabupaten dan kota. Tugas pembantuan yang diberikan oleh peme-rintah kabupaten/kota kepada desa men-cakup sebagian tugas-tugas kabupaten/kota di bidang pemerintahan yang menjadi wewenang kabupaten/kota.

    2. Wewenang Pemerintah Daerah (De-sentralisasi)

    Desentralisasi adalah penyerahan ke-wenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urus-an rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indo-nesia. dengan adanya desentralisasi maka munculan otonomi bagi suatu pemerintah-an daerah.

    Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara seder-hana di definisikan sebagai penyerahan ke-wenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan ada-

    nya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa desentralisasi berhubungan dengan otonomi daerah. Sebab, otonomi daerah merupakan kewenangan suatu dae-rah untuk menyusun, mengatur, dan me-ngurus daerahnya sendiri tanpa ada cam-pur tangan serta bantuan dari pemerintah pusat. Jadi dengan adanya desentralisasi, maka akan berdampak positif pada pem-bangunan daerah-daerah yang tertinggal dalam suatu negara. Agar daerah tersebut dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan nasional.

    C. Dana Perimbangan

    Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Ta-hun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggar-an Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada Daerah untuk menda-nai kebutuhan Daerah dalam rangka pelak-sanaan Desentralisasi.

    Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan antar Pemerin-tah Daerah. Dana perimbangan terdiri dari :

    1. Dana Bagi Hasil Dana bagi hasil adalah dana yang ber-

    sumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan de-sentralisasi. Dana bagi hasil ini bersum-ber dari :

    A. Pajak Dana bagi hasil yang berasal dari sektor

    pajak terdiri dari :1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

    Bangunan (BPHTB); 3. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25

    OPINI

    13

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

    B. Kekayaan Daerah Dana bagi hasil yang berasal dari ke

    kayaaan daerah yang berupa sumber daya alam terdiri dari :1) Kehutanan;2) Pertambangan Umum;3) Perikanan;4) Pertambangan minyak bumi;5) Pertambangan gas bumi; 6) Pertambangan panas bumi.

    Proporsi Dana Bagi Hasil menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dibagi berdasarkan prosentasi yang teah ditetapkan sebagai contoh Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% untuk daerah meliputi 16,2% untuk daerah Provinsi yang ber-sangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi, 64,8% untuk daerah Kabupaten/Kota yang bersangkut-an dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota, dan 9% untuk biaya pemungutan.

    Sedangkan 10% bagian Pemerintah dari penerimaan PBB dibagikan kepada seluruh daerah Kabupaten dan Kota yang didasar-kan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan dengan imbangan sebe-sar 65% dibagikan secara merata kepada seluruh daerah Kabupaten dan Kota, dan sebesar 35% dibagikan sebagai intensif kepada daerah Kabupaten dan Kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor ter-tentu.

    2. Dana Alokasi UmumDana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialoka-sikan dengan tujuan pemerataan kemam-puan keuangan antar daerah untuk men-danai kebutuhan daerah dalam rangka

    pelaksanaan desentralisasi.

    Dana Alokasi Umum merupakan kompo-nen terbesar dalam dana perimbangan dan peranannya sangat strategis dalam men-ciptakan pemerataan dan keadilan antar daerah. Dana Alokasi Umum digunakan untuk mengurangi ketimpangan dalam ke-butuhan pembiayaan dan penguasaan pa-jak antara pusat dan daerah, proporsi yang diberikan kepada daerah minimal sebesar 26% (dua puluh enam persen) dari peneri-maan dalam negeri netto.

    Penggunaan Dana Alokasi Umum ditetap-kan oleh daerah. Penggunaan Dana Alo-kasi Umum dan penerimaan umum lainnya dalam APBD harus tetap pada kerangka pencapaian tujuan pemberian otonomi ke-pada daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang sema-kin baik, seperti pelayanan di bidang ke-sehatan dan pendidikan.

    3. Dana Alokasi KhususDana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai keg-iatan khusus yang merupakan urusan dae-rah dan sesuai dengan prioritas nasional. Sesuai dengan Undang-Undang No.33 Ta-hun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, kegiatan khusus yang dimaksud adalah : Kegiatan dengan kebutuhan yang tidak

    dapat diperkirakan dengan rumus alo-kasi umum, dalam pengertian kebutuh-an suatu daerah tidak sama;

    Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.

    4. Dana Alokasi Khusus Keselamatan Transportasi Darat

    Untuk Tahun Anggaran 2011, pemberian DAK berpedoman kepada Peraturan Men-teri Keuangan Nomor 216/PMK.07/2010

    OPINI

    14

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    tanggal 3 Desember 2010 tentang Pedo-man Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khu-sus Tahun Anggaran 2011. Pada TA. 2011 DAK dialokasikan untuk membantu dae-rah mendanai kebutuhan fisik sarana dan prasarana dasar yang merupakan prioritas nasional di bidang Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi, In-frastruktur Air Minum, Infrastruktur Sanitasi, Prasarana Pemerintah Daerah, Kelautan dan Perikanan, Pertanian, Lingkungan Hidup, Keluarga Berencana, Kehutanan, Perdagangan, Sarana dan Prasarana Perdesaan, Listrik Perdesaan, Perumahan dan Permukiman, Keselamatan Transpor-tasi Darat, Transportasi Perdesaan serta Sarana dan Prasarana Perbatasan. Alo-kasi DAK yang ditetapkan sebesar Rp. 25.232.800.000.000,- (dua puluh lima tri-liun dua ratus tiga puluh dua miliar delapan ratus juta rupiah) dan alokasi untuk DAK Keselamatan Transportasi Darat adalah Rp. 100.000.000.000,- (seratus milyar ru-piah).

    Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.07/2010, distribusi DAK Keselamatan Transportasi Darat untuk 32 Provinsi adalah sebagai berikut :

    Melalui pemberian Dana Alokasi Khusus di Bidang Keselamatan Transportasi Darat, diharapkan akan mampu meningkatkan keselamatan bagi pengguna transportasi jalan di wilayah Kabupaten/Kota melalui penurunan tingkat kecelakaan sebagai per-wujudan program aksi Road Map To Zerro Accident.

    Terdapat 4 (empat) indikator yang diharap-kan dapat diwujudkan melalui pemberian DAK, yaitu :

    1. Meningkatkan kualitas keselamatan lalu lintas jalan dan mengurangi kerugian materiil dan in materiil sebagai dampak dari berkurangnya angka kejadian ke-celakaan;

    2. Menurunkan tingkat kecelakaan teruta-

    ma pada lalu lintas angkutan jalan khu-susnya pada jalan kab/kota;

    3. Menurunkan fatalitas kecelakaan lalu lintas;

    4. Memeratakan pelaksanaan dan per-cepatan program antar wilayah.

    Dalam pelaksanaan DAK Keselamatan Transportasi Darat, kepada Pemerintah Ka-bupaten/Kota diminta untuk melaksanakan 3 (tiga) kegiatan yang berlokasi di Jalan Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya, yaitu :1. Pengadaan dan pemasangan Marka

    Jalan;2. Pengadaan dan pemasangan Rambu-

    Rambu Lalu Lintas;3. Pengadaan dan pemasangan Pagar

    Pengaman Jalan (Guard Rail).

    Adapun kriteria jalan jalan Kabupaten/Kota yang menjadi lokasi kegiatan adalah jalan yang memiliki kriteria dengan prioritas :

    1. Jalan yang memiliki potensi kecelakaan;2. Jalan yang rawan bencana seperti ta-

    nah longsor;3. Jalan yang memiliki potensi kemacetan;4. Jalan yang dilalui angkutan umum; dan/

    atau5. Jalan yang menuju lokasi pariwisata.

    Terkait dengan pemberian DAK TA. 2011, terdapat beberapa hal penting yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu :1. Menteri yang mengusulkan DAK perlu

    menetapkan Petunjuk Teknis yang mengatur penggunaan secara teknis di daerah. Kementerian Perhubungan telah menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 8 Tahun 2011 tanggal 4 Pebruari 2011 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan DAK Bi-dang Keselamatan Transportasi Darat TA. 2011;

    2. Daerah penerima DAK wajib menye-diakan dana pendamping paling kurang 10% dari alokasi dana DAK yang di-peroleh;

    3. Pelaksanaan kegiatan harus selesai

    OPINI

    15

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    dan dapat dimanfaatkan paling lambat tanggal 31 Desember 2011 (akhir tahun 2011);

    4. Daerah penerima wajib menyampaikan rencana penggunaan DAK, menyam-paikan laporan triwulan tentang pelak-sanaan kegiatan dan penggunaan DAK Keselamatan Transportasi Darat kepa-da Menteri Perhubungan;

    5. Kementerian Per-hubungan cq. Di-rektorat Jenderal Perhubungan Da-rat melakukan pe- mantauan dan eva- luasi terhadap pe- laksanaan kegiat- an DAK Keselamat- an Transportasi Da- rat; melakukan pe- mantauan dan eva- luasi terhadap pe- laksanaan kegiat- an DAK Kese lamatan Transpor-tasi Darat;

    6. Pengawasan terhadap pelaksanaan DAK Keselamatan Transportasi Darat sesuai dengan ketentuan peraturan Pe-rundang-Undangan.

    E. Penutup

    Terkait dengan pendistribusian Dana Alo-kasi Khusus (DAK) Keselamatan Transpor-tasi Darat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan kaitannya dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan selaku aparat pengawasan internal adalah :

    1. Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan salah satu jenis Dana Perimbangan yang bersumber dari Pendapatan APBN yang langsung didistribusikan kepada daerah sehingga kedudukannya sama dengan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alo-kasi Umum (DAU);

    2. Jika melihat Pasal 49 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 ten-

    tang SPIP, Inspektorat Jenderal tidak berkewajiban untuk melakukan penga-wasan terhadap pendistribusian DAK kepada Kabupaten/Kota karena DAK merupakan pelaksanaan tugas dan fungsi daerah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten/Kota. DAK digunakan untuk membiayai kegiatan yang berada pada wilayah yang menjadi kewenangan

    Pemerintah Kabupat-en/Kota yaitu Jalan.3. Untuk efektifitas pelaksanaan DAK, Inspektorat Jende- ral tetap harus me-lakukan koordinasi dengan aparat pen-gawasan internal di-daerah (Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota). Koordinasi ber-tujuan untuk meng- ingatkan kepada apa-rat pengawasan intern untuk melakukan pe-ngawasan terhadap

    implementasi DAK dan menjelaskan mengenai spesifikasi Pagar Pengaman Jalan, Rambu dan Marka yang sesuai dengan ketentuan;

    4. Pada saat melakukan Audit terha-dap unit kerja Direktorat Jenderal Per hubungan Darat, perlu ditanyakan se-cara komprehensif mengenai pelak-sanaan DAK Keselamatan Trasportasi Darat sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.07/2010 tanggal 3 Desem-ber 2010 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2011 dan Peraturan Men-teri Perhubungan Nomor PM. 8 Tahun 2011 tanggal 4 Pebruari 2011 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan DAK Bi-dang Keselamatan Transportasi Darat TA. 2011.

    Penulis,Amirulloh, S.SiT, M.MTr

    Sekretariat Itjen

    OPINI

    16

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    Walau kita bukan seorang pengamat, namun ada baiknya bila kita me-ngamati perilaku orang-orang disekitar kita. Kita akan temukan bermacam-macam si-fat dan perilaku orang. Ada yang malas dan tidak bersemangat, ada yang rajin, dan ada pula yang sangat rajin sampai lupa orang-orang disekitarnya.

    Bagi seorang pemalas, hari bekerjanya adalah esok, sedang hari liburnya ialah hari ini. Kita tentunya tidak perlu membahas tentang si pemalas, karena tidak sesuai dengan semangat re-formasi yang tengah gencar didengung-dengungkan oleh para pemimpin kita.

    Sebagai bahan intro-speksi, ada baiknya kita kenali diri dengan melihat perbedaan antara pekerja keras dan pekerja yang ke-canduan kerja. Sepintas keduanya terlihat identik memiliki etos kerja yang sama yaitu Etos Kerja Keras. Namun ada perbedaan yang sangat mencolok. Apa sesungguhnya perbedaan Pekerja Keras dengan Pekerja yang Kecanduan Kerja ?

    1. Pekerja keras menghayati kerja se-bagai ongkos mencapai visi dan misi/tujuan yang berharga dan dalam proses tersebut mereka sangat menikmati kerja kerasnya, sedang Pekerja yang Kecan-

    duan Kerja (pecandu kerja), mereka menenggelamkan diri dalam pekerjaan untuk mendapatkan rasa aman dari ketidakpastian hidup sekaligus sebagai cara menghindari komitmen dan tang-gungjawab hidup lainnya.

    2. Pekerja Keras bisa membatasi diri se-hingga masih tersedia waktu untuk ke-giatan hidup lainnya seperti keluarga, sosial, agama dan lain-lainnya.

    Sedangkan Pecandu Kerja membiar-kan pekerjaannya menjadi Raja yang menguasai seluruh waktunya sedemiki-an, rupa sehingga komitmen yang wajar terhadap keluarga dan bidang lain selalu kalah apabila berha-dapan dengan kerja/pekerjaan.

    3. Pekerja Keras sanggup menghentikan kerja pada waktu yang dibutuhkan. Sedang Pecandu Kerja seolah-olah mendapat bensin apabila menemui api kerja. Pecandu Kerja tidak bisa hidup tanpa bekerja, bahkan meskipun mere-ka sedang beristirahat ataupun sedang beribadah. Pada dasarnya Pecandu Kerja adalah pencemas, dengan bekerja mereka berusaha menghilangkan kece-masan tersebut sehingga kerja adalah semacam pil penenang untuk menga-

    Seperti

    GaramPada Masakan

    OPINI

    17

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    tasi kecemasan dan ketakutan mereka.

    Dari tiga sisi yang berbeda tersebut, tentu kita akan berusaha untuk menjadi seorang Pekerja keras. Baginya, kerja adalah waha-na untuk membuat potensi yang ada dalam diri menjadi mekar dan terwujud. Dengan semangat tinggi kita dimungkinkan men-capai standar melebihi yang diminta oleh pimpinan. Kita akan merasa mantap, stabil dan secara kualitatif kita merasa unik dan berbeda dari orang kebanyakan. Kreatifitas akan berfungsi secara alamiah, sikap pro-aktif kita menguat secara nalar, dan imaji-nasi kita berkembang secara inovatif.

    Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri pecan-du kerja menurut Bryan Robinson dalam Chained to the desk :

    1. Mereka selalu mengerjakan sendiri pe-kerjaannya, tidak mau mendelegasikan atau meminta tolong.

    2. Tidak tahan menunggu

    3. Selalu terburu-buru dan berlomba de-ngan waktu

    4. Marah jika ditengah kesibukannya ia diinterupsi

    5. Suka mengerjakan beberapa hal seka-ligus, seperti makan siang sambil me-ngirim e-mail atau bertelepon

    6. Suka menerima sejumlah komitmen yang tidak mampu dikerjakannya

    7. Merasa bersalah jika tidak menger-jakan sesuatu

    8. Sangat mengutamakan hasil, tidak peduli prosesnya

    9. Merasa bahwa segala sesuatu berge-rak sangat lamban

    10. Marah-marah jika sesuatu tidak berja-lan sesuai dengan keinginannya atau jika standar yang diminta tidak di-penuhi orang lain

    11. Suka mengajukan pertanyaan beru-lang kali, lupa bahwa pertanyaannya

    sudah pernah dijawab

    12. Suka bekerja sampai larut malam meskipun semua orang sudah pulang

    13. Uring-uringan jika merasa tidak in con-trol

    14. Suka membuat keputusan sebelum memiliki data-data pendukung dan pertimbangan yang matang

    15. Tidak bisa rileks meskipun sedang tidak bekerja

    16. Suka marah pada diri sendiri jika ber-buat kesalahan kecil

    17. Suka membuat deadline ketat padahal tak seorangpun memintanya

    18. Lebih banyak menaruh pikiran, energi dan waktu pada pekerjaan ketimbang pada keluarga

    19. Lupa, mengabaikan dan mengecilkan arti perayaan seperti ulang tahun, re-uni, hari bersejarah atau hari raya lain-nya.

    Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa segala sesuatu bila dilakukan den-gan sesuai aturan, sungguh-sungguh, tidak berlebihan, tidak juga kurang, akan mem-buahkan HASIL YANG TERBAIK. Sama halnya seperti garam pada masakan, bila digunakan secara berlebihan dan terus-menerus, maka masakan akan terasa asin dan dapat kurang baik bagi kesehatan karena dapat menimbulkan penyakit. Na-mun bila tanpa garam pun masakan akan terasa hambar.

    Untuk menghindari suatu penyakit, baik pe-nyakit malas maupun penyakit yang benar-benar sakit, marilah kita jalani hidup ini den-gan penuh semangat, positive thinking dan cara hidup yang sehat, salah satunya den-gan tidak mengkonsumsi segala sesuatu secara berlebihan.

    Penulis, Lely Kurnia Sadikin

    Sekretariat Itjen

    OPINI

    18

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    MENENGOK KORUPSI PADA PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

    Saat ini julukan orang makan se-men, besi, aspal, batu, pasir sudah tak asing lagi terdengar di telinga kita bahkan hal terse-but terdengar sudah lazim dilakukan oleh orang-orang yang terli-bat dalam pelaksanaan pekerjaan suatu proyek bangunan atau jalan di negeri ini, mulai dari pekerja level bawah sampai dengan level atas. Mencuri material bangunan memang ti-dak mudah, banyak konsekuensi yang ha-rus di hadapai serta harus mempunyai dan menguasai berbagai teknik manipulasi yang tidak terpuji, belum lagi harus berhadapan dengan hukum jika terjadi kegagalan atau kerusakan bangunan atau jalan.

    Dengan berbagai teknik akal-akalan, ham-pir semua bidang proyek pekerjaan kon-struksi bisa diakal-akali. Pada pekerjaan konstruksi jalan dengan menggunakan per-kerasan lentur (flexible pavement) misalnya; berpuluh-puluh ton aspal dimakan, hanya dengan mengurangi tebal perkerasan len-tur pada lapisan permukaan (surface co-arce). Mudah sekali, cukup dengan men-gurangi tebal aspal 0,25 cm sudah dapat mengurangi jumlah volume aspal yang digunakan, celakanya semua ini bisa ter-tata rapi, didukung oleh Shop Drawing dan Asbuilt Drawing, yang dibuktikan dengan

    berita acara peme-riksaan yang seolah-oleh memang sesuai dengan spesifikasi teknis yang disyarat-kan. Memang setiap pekerjaan pasti ada pengujian secara tek-nis misal dengan cara core drill untuk me-ngetahui tebal la-pisan dari masing-masing lapisan ter-pasang tetapi hal tersebut mudah saja diakali dengan me-nentukan titik-titik yang akan di core drill dan menebalkan ba-gian tersebut sesuai dengan spesifikasi teknis yang disyarat-kan.

    Penggunaan material yang serba banci seperti besi beton banci sudah menjadi hal yang biasa. Berapa banyak material besi beton yang dimakan, karena menggunakan besi beton banci. Akibat pengurangan beberapa milimeter dari diameter besi beton yang digunakan, akan sama dengan pengurangan sekian persen besi beton. Belum lagi ditambah dengan pengurangan panjang overlap dari besi beton itu sendiri yang seharusnya di-pasang sepanjang 20D atau 40D hanya dipasang setengahnya bahkan seperem-patnya. Bayangkan, bagaimana caranya memakan besi beton ini yang jumlahnya sampai puluhan bahkan ratusan ton.

    Beton yang keras pun bisa dimakan, pe-

    OPINI

    19

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    ngurangan volume bahkan mutu dari beton biasa dilakukan terutama pada pekerjaan pembetonan non struktural yang mempu-nyai resiko kecil terhadap kegagalan ban-gunan, misal pada pekerjaan pembetonan untuk lantai kerja, kolom praktis dan balok anak.

    Sebenarnya semua ini tidak perlu terjadi, apabila semua yang terlibat dalam peker-jaan baik itu owner, kontraktor dan kon-sultan pengawas bekerja sesuai dengan tugas yang diembannya. Konsultan pen-gawas misalnya, mereka berperan untuk mengawasi dan mengawal pekerjaan yang dibangun harus sesuai spesifikasi yang di-syaratkan. Tetapi kenyataannya sering di-jumpai keberadaan konsultan pengawas sepertinya tidak berperan sebagi penga-was pekerjaan malah hanya sebatas tu-kang stempel bagi kontraktor.

    Besarnya komisi yang diminta konon bisa mencapai 10% dari nilai proyek akan me-nambah rendah mutu dari suatu proyek, yang jelas komisi tersebut pasti berasal dari hasil jarahan di proyek. Belum lagi biaya

    over head lainnya dilapangan seperti buat bayar preman, hiburan dan biaya-biaya lainnya yang biasanya berkisar antara 5% sampai dengan 10% dari nilai proyek? Luar biasa!

    Pantas saja kita sering menjumpai berbagai fasilitas infrastruktur seperti jalan, jembatan atau gedung yang sudah rusak sebelum umur rencana, sehingga biaya perbaikan yang dibutuhkan jauh lebih mahal.

    Pelajaran apa yang bisa ditarik dari uraian diatas? Ternyata korupsi sudah menjadi budaya pada masyarakat kita. Korupsi bu-kan hanya menghambat proses pemban-gunan negara ke arah yang lebih baik, yaitu peningkatan kesejahteraan serta pengen-tasan kemiskinan rakyat. Ketidakberdayaan hukum di hadapan orang kuat, ditambah minimnya komitmen dan keteladanan dari para pemimpin rnenjadi faktor penyebab mengapa korupsi masih tumbuh subur di Indonesia.

    Penulis,M. Sofiyuddin

    (Pejabat Pembuat Komitmen Itjen)

    OPINI

    20

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    PERKERETAAPIANINDONESIA VS SWEDIA

    Kereta Api me-rupakan salah satu moda transportasi massal yang sudah terbuk-ti paling efisien dari segi biaya, baik dari sisi biaya transportasi (seperti uang yang ha-rus dikeluarkan dan penghematan waktu), maupun biaya lingkungan (seperti penggu-naan energi, keselamatan dan polusi uda-ra). Di berbagai negara maju dan modern, kereta api telah menjadi tulang punggung sarana transportasi, baik itu untuk trans-portasi penumpang maupun barang. Indo-nesia sebagai Negara berkembang perlu bekerja yang lebih keras dan belajar lebih banyak untuk menjadikan kereta api seb-agai moda transportasi unggulan.

    Salah satu langkah yang telah ditempuh adalah dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 ten-tang Perkeretaapian. Sebagai pengganti UU No.13 Tahun 1992. Selaras dengan undang-undang tersebut, monopoli pe-nyelenggaraan perkeretaapian telah di-hapuskan dan untuk pengembangan infra-struktur perkeretaapian pihak swasta yang berbadan hukum Indonesia dimungkinkan

    untuk menjadi penyelenggara. Penyeleng-garaan perkeretaapian meliputi penye-lenggaraan sarana dan penyelenggaraan prasarana perkeretaapian yang semuanya harus memenuhi aspek keselamatan dan kenyamanan penumpang.

    Keselamatan (safety) perkeretaapian didu-kung seluruh aspek dalam penyelenggaraan perkeretaapian yaitu aspek sarana, aspek prasarana, aspek operasional, dan aspek Sumber Daya Manusia (SDM). Penyeleng-gara sarana dan prasarana perkeretaapian wajib melakukan pemeriksaan (control) dan perawatan (maintenance) agar sarana dan prasarana perkeretaapian tetap dalam kondisi yang laik operasi. Dalam aspek operasional dan aspek SDM, penyeleng-gara wajib untuk melakukan pembinaan operasional melalui diklat-diklat teknis.

    Kali ini penulis akan berbagi pengalaman dan bercerita tentang sistem perkeretaa-pian di Negara Swedia. Mengapa dipilih Swedia?

    OPINI

    21

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    Swedia atau Sweden beribukota di Stock-holm, merupakan Negara Eropa yang per-tama kali menemukan ketel uap untuk kepentingan industri. Pada tahun 1829 seorang Nils Ericson telah menemukan dan menciptakan sumber alat gerak dari prinsip ketel uap tersebut, yaitu locomotive yang sangat sederhana.

    Dengan dibantu Saudaranya yaitu John Ericson, mereka telah membangun konstruk-si untuk lokomotif agar dapat berfungsi se- bagai sumber alat gerak dan penarik. Akhirnya pada tahun 1850 lokomotif per-tama kali diluncurkan di jalan raya dengan roda dari kayu, yang dalam perkemban-gannya dibangun jalan kereta (rel) dan kereta dapat mengangkut barang maupun penumpang.

    Sampai dengan sekarang, perkeretaapian di Swedia merupakan yang paling maju dan lengkap di antara Negara Eropa lainnya, disamping Jerman sebagai pengembang teknologi tinggi kereta modern.

    Swedia merupakan negara yang tepat untuk belajar perkeretaapian karena telah mengalami berbagai hal di atas dan saat ini telah berhasil menjadikan kereta api se-bagai tulang punggung transportasi yang efisien dengan tingkat keselamatan dan ketepatan waktu yang tinggi melalui dere-gulasi, sesuatu hal yang sedang dan akan dilakukan oleh Pemerintah Indonesia saat ini.

    Swedia mempunyai jumlah penduduk sekitar 9 (sembilan) juta orang dengan pendapatan domestic bruto sebesar EUR 331.400.000,-, sehingga Swedia meru-pakan salah satu negara maju dan terkaya didunia. Angkutan Kereta api di Swedia merupakan salah satu moda unggulan dan sangat diminati oleh masyarakatnya. Mereka mampu menata kehidupan trans-portasi yang lebih efisien sehingga memu-dahkan bagi setiap warga untuk melakukan

    aktivitasnya. Ini tercermin dari pelayanan transportasi Kereta Api, kedatangan mau-pun keberangkatan Kereta Api dijamin te-pat waktu. Juga kenyamanan, keamanan dan keselamatan yang lebih penting sekali, khususnya di Kota Stockholm terdapat 8 (delapan) sistem jaringan kereta api bawah tanah yang bersusun bertingkat sampai dengan kedalaman 120 m dari permukaan tanah rata-rata. Masing-masing jaringan dikelola oleh 1 (satu) perusahaan swasta.

    Disamping itu, terkoordinasinya transpor-tasi jalan raya dalam hal ini bus bus kota dengan Kereta Api menjadi nilai tersendiri, kondisi tersebut tampak di pagi hari dan sore hari, saat warga berangkat menuju ke-tempat kerja dan mereka saat pulang dari tempat kerja. Mereka saling menyesuaikan jadwal keberangkatan dan kedatangan.

    Sehingga penumpang tidak menanti dalam waktu yg lama atau terlantar menanti bus atau Kereta Api menuju tempat tujuan ma-sing-masing.

    I. Perkeretaapian di Swedia

    Pada awalnya sistem perkeretaapian di Swedia sama dengan sistem perkere-taapian di Indonesia yaitu hanya ada satu operator dimana operator tersebut menye-lenggarakan sarana, prasarana, dan lalu lintas. Namun pada tahun 1988, Pemerin-tah Swedia memutuskan untuk merubah regulasi mereka dan memisahkan opera-tor tersebut menjadi beberapa perusahaan operator kereta api diantaranya operator sarana, operator perawatan, penyeleng-gara asset, dan operator lalu lintas operasi kereta api. Perubahan regulasi tersebut membawa dampak perubahan yang signifikan terha-dap perkeretaapian di Swedia. Beberapa organisasi mulai terbentuk, diantaranya adalah Sweden Railway Administration, yang mempunyai peran untuk membangun prasarana, mengoperasikan prasarana,

    OPINI

    22

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    dan melakukan perawatan terhadap prasa-rana.

    Disamping itu, pada tahun 2009 terbentuk Sweden Transport Agency yang mempu-nyai tugas untuk menyusun regulasi, melak-sanakan regulasi tersebut, pemberian ijin, dan melakukan supervisi terhadap perkere-taapian Swedia.

    Pemisahan tugas dan fungsi pada masing-masing operator berakibat pada fokusnya para operator menjalankan perannya.

    Sebagai contoh, pemisahan operator pe-rawatan sarana kereta api dari operator kereta api membawa dampak positif bagi kualitas perawatan sarana tersebut. Walau-pun Pemerintah tidak terlalu campur tangan dalam menentukan kebijakan perawatan sarana kereta api namun para operator tersebut sadar akan tugas dan perannya terhadap kehandalan sarana yang dirawat-nya. Dalam pelaksanaan perannya opera-tor perawatan tersebut menjalin kerjasama dengan operator perkeretaapian dalam suatu ikatan kontrak melalui mekanisme tender terbuka. Untuk mendapatkan ker-jasama tersebut operator perawatan harus menawarkan konsep perawatan yang me-madai dengan mengacu kepada Mainte-nance Instruction (MI) dari pabrikan.

    Dari sisi kelaikan sarana, disamping setiap sarana tersebut harus lulus uji, setiap sara-na yang akan beroperasi harus mendapat-kan pengesahan yang membuktikan bah-wa desain dan spesifikasi teknis sarana tersebut sudah memenuhi Technical Speci-fication for Interoperability (TSI). TSI meru-pakan suatu standar spesifikasi teknis yang berlaku untuk seluruh Negara di Uni Eropa. Organisasi yang berwenang untuk melaku-kan hal tersebut adalah Sweden Transport Agency. Untuk menjaga kehandalan dan kelaikan sarana Pemerintah melakukan in-speksi setiap saat terhadap kondisi sarana dan riwayat perawatan sarana tersebut.

    Penyelenggara sarana perkeretaapian di Swedia terdiri dari beberapa perusahaan dimana sebelum operator-operator terse-but beroperasi harus memenangkan lelang yang diadakan pemilik prasarana dalam hal ini Sweden Transport Administration.

    Setelah beroperasi, pemilik prasarana ber-hak melakukan audit terhadap pelaksa-naan pengoperasian sarana yang diseleng-garakan oleh pemenang lelang dan apabila ditemukan hal-hal yang tidak sesuai de- ngan perjanjian atau kontrak, pihak pemilik prasarana dapat memutuskan kontrak se-pihak dan melakukan lelang lagi.

    Dalam hal operasional kereta api, seluruh lalu lintas perkeretaapiaan di Swedia, diken-dalikan oleh suatu badan independen, akan tetapi masih dibawah kendali Pemerintah setempat. Hal ini menyebabkan pemerin-tah hanya bersifat supervisi, sedangkan de-tailnya di bawah kendali suatu badan yang bernama Traffic Management.

    Traffic Management berhak dan ber-wenang memberhentikan perjalanan kereta api, walaupun secara keseluruhan sarana dan prasarana dinyatakan laik jalan. Untuk jalur-jalur yang akan dilalui oleh operator yang akan menggunakan jalur tersebut, se-buah operator wajib menyediakan sarana, membayar sewa jalur kereta api. Tetapi suatu operator yang telah melayani relasi dari suatu daerah ke daerah lainnya dapat juga menggunakan jalur lain dengan kon-sekuensinya harus membayar sewa atas penggunaan jalur tersebut.

    A) Sistem Persinyalan1) Seluruh persinyalan mekanik telah

    diganti dengan persinyalan elektrik.

    2) Untuk jalur utama (main line), pen-gontrolan penuh dan pembentukan rute dilakukan oleh 8 CTC untuk se-luruh Swedia dikelola oleh negara

    OPINI

    23

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    melalui Trafikverket (Infrastruktur Manager).

    3) Tugas Trafikverket (Infrastruktur Manager) adalah membuat jadwal perjalanan KA serta mengoperasikan CTC dan memberikan penambahan dan pengurangan slot operasi kereta untuk wilayah tertentu.

    4) Apabila terjadi kerusakan pada sistem sehingga menyebabkan CTC tidak dapat mengontrol stasiun maka pengontrolan dapat dilakukan di setiap stasiun (marshall yard).

    5) Menggunakan Fixed Block (blok yang dibentuk antara sinyal keluar di stasiun asal dengan sinyal keluar)

    6) Menggunakan standard European rail transport management system (ERTMS) level 2 (pengamanan oper-asi dengan Automatic Train Protec-tion)

    7) Untuk Metro (Subway line) terbagi atas CTC masing-masing tergan-tung jalurnya (jalur biru, orange hijau) Metro dikelola oleh satu perusahaan yaitu MTR dari Hongkong.

    8) Saat ini sedang dikembangkan untuk penggunaan moving blok/ERTMS level 3 (block yang dibentuk dengan memperhitungkan jarak antara satu kereta dengan kereta di depannya).

    9) Perlintasan terdiri atas: Protected Unprotected Different levels

    10) Peralatan perlintasan sebidang den-gan pintu (lengkap):

    Automatic Barier (dikontrol dr CTC) ATP Intermediate block signal Rambu lengkap

    Sensor barier Warning device

    Sensor untuk mengetahui apakah pada perlintasan ada benda lain yang melintas atau tidak, contohnya : ketika ada kenda-raan yang berhenti/mogok ditengah perlin-tasan.

    B) Sistem Telekomunikasi

    1) Telepon untuk Operasia) Telepon Centralized Function Te-

    lephony (CFT) Perangkat telepon yang dapat

    digunakan untuk fungsi Telepon T/Blok, Telepon JPL, dan Tele-pon Train Dispatching. Terletak di Pusat Kontrol (PK).

    b) Radio Lokomotif Digunakan untuk komunikasi an-

    tara Pusat Kontrol (PK) dengan masinis. Terletak di kabin ma-sinis pada rangkaian kereta atau lokomotif.

    c) Handy Talkie (menggunakan teknologi GSMr)

    Perangkat telepon ini dibawa oleh para petugas perawatan dan para petugas keamanan di emplasemen stasiun. Berbeda dengan Handy Talkie biasa, fungsi dari perangkat ini lebih mirip dengan telepon selular dengan kemampuan untuk ter-koneksi sangat cepat kurang lebih dalam 5 detik. Selain untuk menelpon, perangkat ini dapat juga untuk mengirimkan pesan pendek/SMS. Keunggulan lain adalah bahwa perangkat ini ter-dapat system GPS sehingga petugas CTC dapat mengetahui posisi para petugas dilapangan sehingga dapat mencegah ter-

    OPINI

    24

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    jadinya hal hal yang tidak di-inginkan sewaktu para petugas berada di jalur Kereta Api.

    d) Alat Perekam Suara / Voice Re-corder

    Perangkat ini diletakkan di CTC. Semua hubungan telekomuni-kasi akan direkam di perangkat ini. Tipe yang digunakan adalah computer based.

    2) Media Transmisi yang digunakan ka-bel.

    Saat ini backbone telekomunikasi menggunakan kabel fiber optic.

    3) Pengoperasian Sistem Telekomuni-kasi.

    Sistem Telekomunikasi yang di-gunakan di Swedia menggunakan teknologi yang menyerupai telepon selular. Teknologi ini disebut GSMr. Perbedaannya dengan telepon se-lular adalah bahwa frekuensi yang digunakan sudah dedicated atau dikhususkan untuk system teleko-munikasi perkeretaapian Swedia. Seluruh Hubungan Telekomunikasi berpusat pada CTC sebagai sen-tral yang terhubung dengan setiap stasiun (hanya difungsikan apabila CTC mengalami kerusakan), loko-motif/kabin masinis, petugas per-awatan prasarana ataupun sarana, dan petugas keamanan stasiun. Hal ini memudahkan pengawasan ter-hadap seluruh lintas yang tercakup dalam wilayah CTC tersebut. Apabila terdapat permasalahan pada petak jalan, maka petugas CTC dapat langsung mengetahui lokasi dimana permasalahan tersebut terjadi dan memberikan perintah kepada

    Petugas petugas di lapangan untuk me-lakukan tindakan antisipasi atau perbaikan.

    C) Perawatan

    Perawatan prasarana dilakukan oleh pemerintah melalui Infrastructure Manager (trafikverket) melalui mekanisme kontrak dengan pihak ketiga. Pihak ketiga melaku-kan perawatan setiap hari dan infrastruc-ture manager melakukan inspeksi terhadap prasarana yang sudah dirawat secara acak.

    D) Regulasi dan Standar Teknis1) Telah dikeluarkan undang-undang

    untuk railway (Railway Act) yang mengacu pada pada UIC (Interna-tional Union of Railways), CEN, ERA (European Railway Agency).

    2) Pemerintah Swedia tidak mengatur secara khusus mengenai standar teknis.

    Standar teknis disusun oleh masing masing operator setelah mendapat persetujuan dari pemerintah. Acuan standar teknis yang digunakan oleh para operator tersebut biasanya mengacu pada standar cenelec (eu-ropean standard).

    E) Pengujian dan SertifikatUntuk Pengujian dan sertifikasi terhadap suatu pembangunan atau penggunaan sistem baru, sudah dilakukan oleh Badan swasta /pihak ketiga yang telah mendapat akreditasi dari pemerintah.

    F) Tindak Lanjut dari sebuah KecelakaanTindak lanjut dari sebuah investigasi apabila terjadi kecelakaan lebih menekankan pada mencari penyebab yang berujung pada tin-dak lanjut berupa perbaikan atau meleng-kapi suatu sistem baik sarana, prasarana, ataupun SDM untuk mencegah kecelakaan yang sama terjadi lagi.1) Jenis kecelakaan dibagi menjadi 2, yaitu

    : Minor dan Major.2) Kecelakaan yg dilaporkan :

    a. Korban meninggal 1 orang atau le-bih.

    b. Korban luka dirawat di rumah sakit

    OPINI

    25

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    selama 24 jam atau lebih.c. Kerugian sarana, prasarana atau

    yang lainnya mencapai 150.000 euro.

    d. rintang jalan lebih dari 6 jam.

    3) Perkeretaapian Swedia telah memiliki standar / prosedur penanganan untuk mencari penyebab dan tindakan pre-ventif pada suatu kejadian kecelakaan.

    4) Untuk menginvestigasi dilakukan oleh operator dan badan pemerintah (NIB/SAIB). Laporan hasil investigasi para operator dilaporkan ke NSA/ TA dan tindakan investigasi oleh NIB/ SAIB ber-dasarkan rekomendasi.

    5) Waktu investigasi sampai dengan reko-mendasi adalah 1 tahun.

    II. Perkeretapian di Indonesia

    Saat ini perkeretaapian di Indonesia masih dikuasai oleh satu penyelenggara perkere-taapian, yaitu PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang merupakan

    suatu Badan Usaha Milik Negara meliputi penyelenggaraan sarana, prasarana, dan operasi.

    Pada tahun 2007, Pemerintah melakukan perubahan regulasi di bidang perkeretaa-pian dengan merevisi Undang-undang No. 13 tahun 1992 tentang Perkeretaapian dengan menerbitkan Undang-undang no-mor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian beserta turunannya yaitu Peraturan Peme-rintah nomor 56 tahun 2009 tentang Pe- nyelenggaraan Perkeretaapian dan Per-aturan Pemerintah nomor 72 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. Dalam Undang-undang tersebut, Pemerintah sudah membuka kesempat-an untuk pihak swasta lain berpartisipasi dalam industri kereta api baik itu di bidang sarana, prasarana, ataupun operasi. Hal

    tersebut disambut oleh PT. Kereta Api Indonesia dengan melakukan spin off Di-visi Jabodetabek yang mempunyai peran menangani perkeretaapian commuter Ja-bodetabek menjadi PT. Kereta Commuter Jabodetabek pada tahun 2008. Pemerintah berharap dengan berdirinya perusahaan tersebut dapat mendorong pihak swasta lainnya untuk berpartisipasi dalam dunia transportasi kereta api di Indonesia yang berakibat adanya persaingan sehat untuk meningkatkan pelayanan yang pada akh-irnya dapat menaikkan tingkat keselamatan operasi kereta api.

    Sesuai dengan amanat Undang-undang nomor 23 tahun 2007 tentang Perkere-taapian, untuk memenuhi persyaratan tek-nis dan menjamin kelaikan operasi sarana perkeretaapian, Wajib dilakukan pengujian dan pemeriksaan. Pengujian dilakukan oleh Pemerintah dan dapat dilimpahkan

    Kepada Badan Hukum atau Lembaga yang mendapat akreditasi Pemerintah sedang-kan pemeriksaan wajib dilakukan oleh pe-nyelenggara sarana perkeretaapian. Dalam hal operasi kereta api, sebelum kereta api dijalankan harus terlebih dahulu memiliki / membuat Grafik Perjalanan Kere-ta Api (GAPEKA). Gapeka tersebut dibuat 1 (satu) tahun sekali dan di sahkan oleh pemerintah dalam hal ini Ditjen Perkeretaa-pian sebagai regulator. Setelah kita memi-liki Gapeka yang telah disahkan sehingga sarana dan prasarana harus mendapatkan sertifikat laik jalan, dan perjalanan kereta api menjadi aman. Disamping itu, pola operasi kereta api di In-donesia mempunyai beberapa kelas pela-yanan berdasarkan fasilitas pelayanan pen-umpang yaitu kelas eksekutif, bisnis, dan ekonomi. Sesuai dengan kebijakan Peme-rintah, kelas eksekutif dan bisnis pengelo-lalaannya diserahkan sepenuhnya kepada penyelenggara sarana kereta api, sedang-

    OPINI

    26

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    kan untuk kelas ekonomi pengelolaan-nya diatur oleh Pemerintah melalui skema Public Service Obligation (PSO) yaitu selisih tarif akibat dari biaya operasional yang di-tanggung oleh Pemerintah akibat dari jalur/ relasi tersebut ditugaskan dan / atau tarif diatur oleh Pemerintah. Hal ini berdampak pada kewajiban suatu badan / operator harus memisahkan pembukuan keuangan secara transparan.

    A) Sistem Persinyalan

    1) Masih banyak stasiun yang masih menggunakan sistem persinyalan me-kanik.

    2) Persinyalan mekanik tidak memiliki alat pendeteksi kereta sehingga fungsi kon-trol dari pembentukan rute sebagian diambil oleh operator (PPKA) sehingga faktor kesalahan manusia dalam pem-bentukan rute sangat mungkin terjadi.

    3) Setiap stasiun menggunakan interlock-ing yang mengontrol emplasemen-nya dimana pembentukan rute masih dilakukan oleh Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) di masing masing stasiun.

    4) Menggunakan Fixed Block untuk per-jalanan kereta commuter maupun perjalanan kereta jarak jauh dan ke-banyakan block system belum meng-gunakan intermediate block sehingga delay keterlambatan kereta banyak ter-jadi.

    5) Belum menggunakan Automatic Train Protection (ATP) sehingga keselamatan perjalanan kereta api sangat tergantung pada petugas PPKA dalam mengatur rute dan masinis dalam menjalankan kereta api sesuai standar operasi. Kare-na belum adanya ATP sistem maka masinis dapat secara tidak sengaja melanggar sinyal tanpa adanya suatu

    system untuk mengantisipasi keadaan tersebut.

    6) Telah terdapat CTC (Centralized Traffic Control) tetapi hanya difungsikan se-bagai pengawasan atau yang disebut dengan CTS (Centralized Traffic Super-visory).

    7) Akan dibangun kereta MRT di Indonesia dan direncanakan akan menggunakan sistem moving block (ERTMS level 3).

    8) Perlintasan terdiri atas:- Perlintasan liar- Perlintasan sebidang tanpa pintu (ti-

    dak dijaga)- Perlintasan sebidang dengan pintu

    (dijaga)- Perlintasan tidak sebidang

    9) Peralatan perlintasan sebidang dengan pintu :- Pintu elektrik (dikontrol oleh PJL)- Rambu lengkap (sesuai SK Ditjen

    Perhubungan Darat No. SK.770/KA.401/DRJD/2005 tentang Pedo-man Teknis Perlintasan Sebidang Antara Jalan Dengan Jalur Kereta Api)

    - Alat peringatan dini (Warning Device) untuk pengguna jalan.

    B) Sistem Telekomunikasi

    1) Telepon untuk Operasia. Telepon T/ Telepon Blok Digunakan untuk komunikasi antar

    PPKA di stasiun-stasiun yang berkai-tan dengan kegiatan operasi Kereta Api berangkat dan masuk stasiun. Pesawat telepon yang digunakan ada yang masih menggunakan tele-pon magneto.

    b. Telepon JPL Digunakan untuk komunikasi antar

    PPKA di stasiun dengan petugas PJL. Pesawat telepon yang digu-

    OPINI

    27

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    nakan sebagian besar masih meng-gunakan telepon magneto.

    c. Telepon Talkback Digunakan untuk kegiatan langsiran

    dan perawatan di dalam emplase-men stasiun.

    d. Telepon Radio Train Dispatching Digunakan untuk komunikasi antara

    Pusat Kontrol (PK) dengan PPKA. Terletak di Pusat Kontrol (PK) dan stasiun stasiun.

    e. Radio Lokomotif Digunakan untuk komunikasi antara

    Pusat Kontrol (PK) dengan masinis. Terletak di kabin masinis pada rang-

    kaian kereta atau lokomotif. Keg-iatan operasi Kereta Api berangkat dan masuk stasiun. Pesawat telepon yang digunakan ada yang masih menggunakan telepon magneto.

    f. Telepon JPL Digunakan untuk komunikasi antar

    PPKA di stasiun dengan petugas PJL. Pesawat telepon yang digu-nakan sebagian besar masih meng-gunakan telepon magneto.

    g. Telepon Talkback Digunakan untuk kegiatan langsiran

    dan perawatan di dalam emplase-men stasiun.

    h. Telepon Radio Train Dispatching Digunakan untuk komunikasi antara

    Pusat Kontrol (PK) dengan PPKA. Terletak di Pusat Kontrol (PK) dan stasiun stasiun.

    i. Radio Lokomotif Digunakan untuk komunikasi antara

    Pusat Kontrol (PK) dengan masinis. Terletak di kabin masinis pada rang-kaian kereta atau lokomotif.

    j. Telepon Centralized Function Tele-

    phony (CFT) Perangkat telepon yang dapat digu-

    nakan untuk fungsi Telepon T/Blok, Telepon JPL, dan Telepon Train Dis-patching. Terletak di Pusat Kontrol (PK) dan stasiun stasiun.

    k. Telepon Centralized Function Tele-phony (CFT)

    Perangkat telepon yang dapat digu-nakan untuk fungsi Telepon T/Blok, Telepon JPL, dan Telepon Train Dis-patching. Terletak di Pusat Kontrol (PK) dan stasiun stasiun.

    l. Alat Perekam Suara / Voice Record-er

    Perangkat ini diletakkan di stasiun stasiun dan Pusat Kontrol (PK) untuk merekam setiap pembicaraan yang dilakukan oleh petugas PPKA dan petugas PK. Hasil rekaman dapat dijadikan sebagai bahan investigasi apabila terjadi kecelakaan untuk mengetahui apakah para petugas tersebut sudah melakukan tugas sesuai dengan prosedur.

    Akan tetapi belum seluruh stasiun memiliki alat perekam tersebut dan sebagian besar masih menggunakan alat perekam meng-gunakan media kaset.

    2) Media Transmisi Kabel, terdiri atas : Kabel Tembaga

    dan Kabel Fiber Optic (Serat Optik)

    3) Pengoperasian Sistem Telekomunikasi Saat ini frekuensi transmisi antar base

    station (Radio Link) yang diijinkan oleh Ditjen Pos dan Telekomunikasi khusus untuk komunikasi Perkeretaapian ada di frekuensi 8 GHz. Sedangkan radio tra-indispatching berfungsi di frekuensi 161 Mhz dan 177 MHz. Perangkat Radio Traindispatching digunakan untuk men-ghubungkan antara Pusat Kontrol (PK) dengan PPKA dan antara Pusat Kontrol

    OPINI

    28

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    (PK) dengan masinis (Radio Lokomotif). Setiap hubungan telekomunikasi akan direkam dengan alat perekam suara/ voice recorder.

    C) Perawatan

    Untuk saat ini, perawatan dilakukan oleh PT KAI dengan adanya mekanisme pemberian subsidi perawatan Infra-structure Maintenance Obligation (IMO) dari pemerintah untuk seluruh jalur yang dirawat oleh PT KAI.

    D) Regulasi dan Standar Teknis Telah disahkan UU no 23 tahun 2007

    tentang Perkeretaapian, PP 56 ta-hun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, PP 72 tahun 2009 ten-tang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. Turunan dari peraturan peraturan tersebut berupa Rancangan Peraturan Menteri sebagai pedoman standar mini-mal suatu system yang saat ini sedang disusun.

    E) Pengujian dan Sertifikat Dilakukan oleh pemerintah (Ditjen Per-

    keretaapian). Untuk pembangunan baru, dilakukan pengujian pertama setelah itu akan dilakukan pengujian berkala.

    F) Tindak Lanjut dari Kecelakaan Tindak lanjut apabila terjadi kecelakaan

    seringkali mengarah kepada pencarian individu yang bertangung jawab. Reko-mendasi dari KNKT kurang tersosiali-sasi dengan baik sehingga arah perbaik- an dari suatu kejadian tidak terwujud secara maksimal.

    Ditimpakan kepada penjaga pintu perlin-tasan dengan alasan kelalaian (KUHP pasal 359) tanpa melihat bahwa kegunaan pen-gaman perlintasan sebidang adalah untuk mengamankan perjalanan Kereta Api bu-kan pengguna jalan.

    1) Kecelakaan yang diinvestigasi :

    Ada korban jiwa Rintang jalan lebih dari 6 jam Lintas

    dan Angkutan Kereta Api. Dalam Undang-undang tersebut, Pemer-intah sudah membuka kesempatan untuk pihak swasta lain berpartisi-pasi dalam industri kereta api baik itu di bidang sarana, prasarana, ataupun operasi. Hal tersebut dis-ambut oleh PT. Kereta Api dengan melakukan spin off Divisi Jabo-detabek yang mempunyai peran menangani perkeretaapian komuter Jabodetabek menjadi PT. Kereta Commuter Jabodetabek pada tahun 2008. Pemerintah berharap den-gan berdirinya perusahaan tersebut dapat mendorong pihak swasta lainnya untuk berpartisipasi dalam dunia transportasi kereta api di Indonesia yang berakibat adanya persaingan sehat.

    2) Untuk investigasi dilakukan oleh pemer-intah (PPNS, KNKT dan Polisi) dan op-erator (PT. KA).

    3) Prosedur penanganan kecelakaan su-dah tertuang dalam reglemen 23 yang akan disempurnakan menjadi Peraturan Menteri.

    4) Untuk investigasi sampai dengan reko-mendasi KNKT waktu 3 bulan Operator 2 minggu

    Identifikasi Masalah

    Melihat perbandingan di atas terdapat be-berapa hal terkait operasi Kereta Api yang merupakan suatu permasalahan di perkere-taapian Indonesia:

    1) Sistem Persinyalan Sistem persinyalan elektrik yang saat ini

    dipakai di beberapa stasiun Indonesia sebenarnya telah mengandung unsur fail safe yang baik untuk mengamankan

    OPINI

    29

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    perjalanan Kereta Api, hanya saja masih sangat mengandalkan pada faktor sum-ber daya manusia yang menjalankan. Tidak difungsikannya Centralized Traf-fic Control (CTC) sebagaimana mesti-nya dan tidak adanya Automatic Train Protection (ATP) berarti tidak ada pro-teksi berlapis apabila salah satu individu yang menjalankan tugas dalam sebuah operasi Kereta Api melakukan kesala-han prosedur.

    Kecelakaan yang baru saja terjadi di Sta-

    siun Petarukan adalah salah satu con-toh yang menunjukkan bahwa faktor kesalahan sumber daya manusia masih menjadi permasalahan yang cukup be-sar di perkeretaapian Indonesia.

    Selain itu sistem persinyalan di Indo-nesia masih ada yang menggunakan persinyalan mekanik yang sangat ber-gantung pada sumber daya manusia untuk mengoperasikannya.

    Perlintasan sebidang juga merupakan salah satu tempat dimana sering ter-jadi kecelakaan. Khususnya pada per-lintasan liar dan perlintasan tanpa pintu (tidak dijaga). Kesadaran berlalu lintas yang minim dan kelengkapan pera-latan pengamanan pada perlintasan sebidang yang masih kurang bahkan terkadang minim turut menjadi sumber dari kecelakaan.

    2) Sistem Telekomunikasi Jika kita mengacu pada konsep teleko-

    munikasi perkeretaapian di Indonesia sebenarnya sudah mengacu pada kon-sep yang umum pada sistem telekomu-nikasi di Eropa dimana telekomunikasi telah terhubung secara terpusat pada Pusat Kontrol (PK). Perbedaan yang ada adalah bahwa Pusat Kontrol (PK) di Indonesia hubungannya sangat ter-batas dan hanya terhubung pada PPKA serta masinis saja dimana jika terdapat sebuah permasalahan di lapangan,

    maka petugas PPKA yang memiliki ke-wajiban untuk mengkoordinir petugas di lapangan, hal ini disebabkan karena kurangnya Base Transmitter Station (BTS) disepanjang jalur KA.

    Perangkat telekomunikasi yang banyak dan berbeda beda juga menjadi kenda-la tersendiri selain dari masih banyaknya stasiun yang tidak memiliki alat perekam suara yang layak dan handal. Di samp-ing hal hal tersebut, di sebagian lintas masih ada yang menggunakan kabel tembaga dimana faktor noise (gang-guan) cukup besar dan rawan pencu-rian. Permasalahan lainnya adalah peri-jinan yang diberikan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi untuk perkere-taapian di frekuensi 8 GHz sedangkan teknologi saat ini banyak yang menggu-nakan frekuensi seperti telepon seluler yaitu di 2-2,5 GHz. Akan tetapi mengin-gat keunggulan dari teknologi tersebut diatas maka layak untuk diperjuangkan frekuensi khusus untuk perkeretaapian di 2-2,5 GHz dan tidak terikat dengan operator yang memegang license di rentang pita frekuensi tersebut.

    3) Perawatan Belum adanya Badan Layanan Umum

    (BLU) atau badan lain yang ditunjuk oleh pemerintah serta belum adanya standar perawatan minimum yang dikeluarkan oleh pemerintah menyebabkan ke-giatan perawatan masih diserahkan ke PT. Kereta Api Indonesia dengan me-kanisme pemberian subsidi perawatan (IMO) untuk seluruh jalur yang dirawat oleh PT. Kereta Api Indonesia. Kelema-han dari kondisi ini adalah pada saat verifikasi dari pekerjaan yang tercantum dalam kontrak IMO tersebut, pemer-intah tidak memiliki pedoman/standar hasil minimum yang seharusnya didapat dari perawatan yang dilakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia . Sehingga pada akhirnya bisa dikatakan bahwa kita han-ya menerima apapun hasil perawatan

    OPINI

    30

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    yang diberikan oleh PT. Kereta Api In-donesia .

    4) Regulasi dan Standar Teknis Dengan telah disahkan Undang-

    Undang No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Peraturan Pemerintah. 56 tahun 2009 tentang Penyeleng-garaan Perkeretaapian dan Peraturan Pemerintah. 72 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api sebenarnya adalah sebuah awal yang baik untuk memulai sebuah reformasi di bidang perkeretaapian. Perkemban-gan yang dinantikan selanjutnya adalah terbentuknya Rancangan Peraturan Menteri yang merupakan turunan dari ketiga peraturan tersebut agar terdapat standar standar yang dapat menjadi pedoman baik dalam pembangunan, perawatan dan pengoperasian prasa-rana.

    5) Pengujian dan Sertifikat Sesuai dengan amanat Undang-

    Undang No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan Peraturan Peme-rintah No. 56 tahun 2009 tentang Pe-nyelenggaraan Perkeretaapian saat ini telah dilakukan pengujian pertama dan sertifikasi terhadap seluruh prasarana

    eksisting. Hasil pengujian di lapangan menunjukkan bahwa ada beberapa ko-ridor jalur Kereta Api yang sebenarnya tidak bisa dikatakan laik digunakan akan tetapi mengingat bahwa jika rekomen-dasi tersebut diikuti maka jalur tersebut tidak bisa beroperasi, pada akhirnya sertifikat dikeluarkan dengan catatan khusus untuk dilakukan perbaikan.

    6) Tindak lanjut dari sebuah kecelakaan Kejadian kecelakaan harus dilihat dari

    sudut pandang yang berbeda dan jauh ke masa depan. Menemukan dan melakukan sesuatu yang bisa kita laku-kan untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali tentunya akan lebih baik daripada berhenti pada men-emukan siapa yang bertanggung jawab.

    Selain itu adanya indikasi sinergi yang kurang antara para petugas yang ber-wenang untuk melakukan investigasi di lapangan apabila terjadi kecelakaan se-hingga menyebabkan rekomendasi yang dihasilkan kurang maksimal.

    Penulis :Ir. Didik Prasetyo

    Yulianto S., STAuditor IR II dan Auditor IR IV

    OPINI

    31

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    Akar permasalahan bangsa yang sedang dihadapi saat ini adalah meningkatnya Ko-rupsi, Kolusi dan Nepotisme dari berbagai aspek kehidupan masyarakan maupun pemerintahan. Kegiatan apapun yang dikerjakan hasilnya tidak akan optimal apabila Korupsi, Kolusi dan Nepotisme tidak diberantas. Yang lebih memprihatinkan adalah tindakan tersebut sudah menjadi budaya dan merupakan hal yang biasa bahkan su-dah merasuki mental, moral, tata nilai dan cara berpikir.

    Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD) diresmikan oleh Presiden Perta-ma Republik Indonesia (Ir. Soekarno) pada tanggal 8 September 1951 dengan nama Akademi Lalu Lintas (ALL), namun hanya memiliki 1 (satu) angkatan saja. Kemudian sejak tahun 1980 bekerjasama dengan University Colledge of London (UCL) dan didirikan kembali Balai Pendidikan dan Lati-han Ahli Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (LLAJR), yang kemudian berkembang terus menjadi Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD) dengan Keputusan Presiden No. 41 Tahun 2000. Lembaga pendidikan yang di bawah naungan Badan Pengem-bangaan Sumber Daya Manusia Perhubu-

    ngan ini memiliki Visi Menjadikan STTD sebagai pusat ung-gulan pendidikan dan pelatihan dalam rangka meningkat-kan kualitas Sumber Daya Manusia bidang transportasi darat yang profesional, handal, dan berdedi-kasi tinggi serta me- ndukung pelaksana-an otonomi daerah dan Misi Pendidikan dan pelatihan yang berbasis kompetensi dan akademik di bi-

    dang transportasi darat, Penelitian di bi-dang transportasi darat yang mendukung pembangunan nasional.

    Pengabdian kepada masyarakat yang se-laras dengan falsafah STTD, Membina kehidupan akademik yang sehat, dan Membentuk sikap mental dan moral serta kesemaptaan peserta didik untuk mening-katkan kualitas Sumber Daya Manusia dalam menunjang pengembangan ke- bijakan transportasi darat. Sebagai lem-baga pendidikan khususnya di bidang transportasi darat tentunya memiliki tingkat kerawanan yang sama seperti aspek lain-nya dalam hal tindak Korupsi, Kolusi dan

    KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME (KKN) SERTA PREVENTIF KKN

    DI MATA KETUA SEKOLAH TINGGITRANSPORTASI DARAT

    NARA SUMBER

    32

  • transparansi Vol 6/No. I /Tahun 2011

    Nepotisme (KKN). Visi dan Misi terse-but tentunya tidak akan tercapai dengan optimal apabila terdapat tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

    PANDANGAN DAN STRATEGI PREFEN-TIF KKN

    Menurut Kepala Sekolah Tinggi Transpor-tasi Darat (STTD) Ir. Sugihardjo, M.Si yang lebih akrab dikenal dengan panggilan Jojo, terdapat 2 (dua) aspek penyebab Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yaitu : aspek ke-butuhan dan aspek pengawasan. Aspek kebutuhan yang dimaksud adalah Basic needs (Kebutuhan dasar/pokok). Persa-maan PNS di seluruh Indonesia menurut-nya adalah gajinya tidak cukup sehingga perlu mencari tambahan.

    Pria kelahiran Cirebon 24 Pebruari 1961 ini mengatakan bahwa faktanya sistem penggajian yang telah ada khususnya bagi TNI, Polri dan PNS tidaklah cukup un-tuk memenuhi kebutuhan sampai dengan akhir bulan, sehingga ada upaya-upaya mencari tambahan guna memenuhi ke-butuhan pokok tersebut. Namun ada pula perilaku korupsi yang bukan disebabkan pemenuhan kebutuhan pokok melainkan disebabkan oleh keserakahan. Terhadap kedua perilaku tersebut menurut pria yang gemar membaca dan olah raga ini teta-plah salah, oleh karenanya perlu ada skala prioritas. Beliau sangat setuju bahwa dengan sistem penggajian yang ada, Pegawai Ne-geri Sipil perlu mencari tambahan namun harus dengan cara yang profesional, beliau amat tidak setuju apabila mencari tamba-han dengan jalan mengambil hak orang lain dan dengan cara melanggar hukum. As-pek Pengawasan menurutnya merupakan domain Inspektorat Jenderal. Pria yang bersahaja ini berpendapat bahwa dalam pendekatan management, korupsi bukan-lah sebab melainkan gejala. Hal terse-but dapat dirumuskan dengan Corruption (C) = Discrapancy (D) + Monopoly (M) - Transparency (T). Descrapancy adalah penyalahgunaan wewenang. Berdasar-kan rumus tersebut dapat dilihat bahwa

    apabila korupsi ingin diturunkan maka pe-nyalahgunaan wewenang harus diturunkan dan monopoli diturunkan serta transparasi ditingkatkan. Jadi semakin tinggi transpa-ransi maka akan semakin menghilangkan atau menurunkan korupsi. Semakin tinggi penyalahgunaan wewenang dan monopoli maka semakin tinggi korupsi.

    Menurut mantan Kepala Subdit Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat tahun 2002 hingga 2008, dengan adanya rumus manajemen ini maka dipa-ndang perlu adanya upaya upaya untuk melakukan tindakan preventif KKN guna menurunkan penyalahgunaan.

    Upaya-upaya Pemerintah dalam pre-ventif KKN adalah :

    1. Dibentuknya Sistem Pengendalian In-tern Pemerintah (SPIP). Sistem Pe-ngendalian Internal dibentuk guna menekan penyalahgunaan wewenang (discrepancy) dan meningkatkan aware-ness.

    2. Dalam hal penyediaan barang dan jasa upaya yang dilakukan pemerintah un-tuk memperkecil monopoli adalah de-ngan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor : 80 Tahun 2003 menjadi Per-aturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, sedangkan untuk meningkatkan trans- paransi dibuatlah sistem elektronik/e-procurement dalam proses lelang. Jadi menurut pria lulusan S2 Administrasi Kebijakan Publik ini, aturan aturan yang dibuat oleh pemerintah sudah sangat menunjang dalam upaya pemberan-tasan korupsi, tinggal pelaksanaannya apakah sudah sesuai dengan ketentuan a