jurnal pendidikan kornea vol.1 no.1

104

Upload: kornea-situraja

Post on 30-Jun-2015

1.583 views

Category:

Education


3 download

DESCRIPTION

Jurnal Pendidikan Kornea

TRANSCRIPT

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 i

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 ii

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 iii

Pengantar Redaksi

Salam Kornea.. Segala puji bagi Allah SWT yang telah mengaruniakan akal pikiran dan keteguhan kepada kami dalam mengemban amanah profesi mulia sebagai guru. Berawal dari kecintaan profesi dan tanggung jawab profesional Alhamdulillah kami bisa “melahirkan” Jurnal Artikel Ilmiah KORNEA Volume 1 Nomor 01 Tahun 2014. KORNEA (Komunikasi Riset, Nalar Edukasi dan Aplikasi) hadir dari “rahim” kesetiaan dan kepedulian kami pada pengembangan diri dan profesionalisme yang dipahami, dilakoni dan dinikmati. Kelahiran Kornea ditujukan sebagai media motivator, inisiator dan katalisator pengalaman, gagasan, wawasan guna meningkatkan gairah manjadi pendidik tidak hanya sebatas pengajar. Pada penerbitan perdana ini kami sajikan tulisan para guru yang telah terseleksi dan terkomunikasikan secara intens. Menu-menu tulisan yang tersaji dominan berkaitan dengan hasil penelitian tindakan kelas (PTK). Ke depan diharapkan akan tersaji juga penelitian praktik lainnya yang berkaitan erat dengan strategi, penilaian, dan pemecahan permasalahan proses pembelajaran di kelas, dengan memunculkan model-model aplikatif dari sekolah masing-masing bukan hanya penerapan model yang sudah ada. Semoga dengan terbitnya Jurnal Kornea ini membawa manfaat sesuai dengan tujuan kelahirannya. Tak ada gading yang tak retak, kami hanya mampu memberikan apa yang kami mampu kehadapan para pembaca. Kita mampu ketika meyakini bahwa kita mampu. Saran dan kritik konstruktif demi kebermanfaatan dan kesinambungan Jurnal Kornea ini kami terima dengan senang hati.

Redaksi,

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 iv

MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS POKOK BAHASAN KOPERASI KELAS IV SDN CIMARGA MELALUI

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF MAKE A MATCH

Yati Sumyati, S.Pd

ABSTRAK

Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan keaktifan belajar siswa, dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa SDN Cimarga kelas IV pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada materi koperasi. Untuk menjawab permasalahan di atas, peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan rancangan penelitian mengikuti model spiral Kemmis dan Mc. Taggart yang dilaksanakan selama dua siklus dengan setiap siklus melalui empat tahap yaitu: (1)tahap perencanaan (2)pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Peneltian ini dilaksanakan di kelas IV SDN Cimarga. Subyek penelitian ini adalah 23 siswa. Perencanaan: (1) membuat dan memberi tes awal, (2) mengolah pekerjaan siswa pada tes awal, (3) membentuk kelompok awal, (4)menyiapkan media pelajaran, (5)membuat rencana pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan tindakan: (1) menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberi motivasi, (2) penyajian materi pelajaran, (3) mengatur siswa dalam kelompok belajar dan membagikan LKS dalam setiap kelompok, (4) membantu siswa belajar dan bekerja kelompok (5) mengevaluasi hasil belajar (6)memberikan penghargaan kepada kelompok. Observasi: pengamatan terhadap siswa dan peneliti pada saat pelaksanaan tindakan di dalam kelas dengan menggunakan lembar observasi. Refleksi: (1)menganalisis data dari hasil observasi. Dari hasil tes awal di peroleh nilai rata-rata 61.7% dan ketuntasan belajar klasikal 34.7% serta daya serap individu 77.1%. Maka dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe make a match pada siklus I, proses belajar mengajar dikategorikan cukup baik dengan nilai rata-rata 63% dan ketuntasan belajar klasikal 52.1% serta daya serap individu 78.8%, Sedangkan aktivitas guru pada siklus I juga dikatakan cukup baik dengan skor 66.6%. Setelah melakukan refleksi pada siklus I, peneliti melakukan proses pembelajaran pada siklus II proses belajar mengajar

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 v

mengalami peningkatan pisitif dikategorikan baik dengan nilai rata-rata 75.5% dan ketuntasan belajar klasikal 8.69% serta daya serap individu 86.8%, begitu pula aktivitas guru pada siklus II dikategorikan baik dengan skor 77.7%.

Kata Kunci : Keaktifan Belajar, Mata Pelajaran IPS, model pembelajaran

kooperatif, tipe make a match. A. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting menjadikan manusia yang berilmu, berbudaya, bertakwa serta mampu menghadapi tantangan masa depan. Undang–Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dengan pendidikan juga akan melahirkan peserta didik yang cerdas serta mempunyai kompetensi dan skill untuk dikembangankan ditengah-tengah masyarakat. Untuk mewujudkan demikian tidak terlepas dari faktor penentu keberhasilan peserta didik dalam pendidikan. Salah satu faktor utamanya adalah kemampuan guru menggunakan metode dalam proses pembelajaran. Untuk itu suatu proses pembelajaran guru dituntut menyajikan materi pelajaran yang jelas dan tepat dengan menggunakan bahasa sederhana. Pelaksanaan yang jelas dan tepat sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Mempersiapkan peserta didik sebagai warga Negara yang menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat digunakan dimasyarakat sosial serta mampu mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga Negara yang baik.

Pembelajaran siswa aktif membutuhkan profesionalisme seorang guru. Yang memiliki keterampilan dan kemampuan dalam merancang suatu pembelajaran. Pembelajaran yang di maksud adalah model konvensional. Dimana model pembelajaran hanya berpusat pada guru hingga siswa hanya sebagai penerima pasif. Pembelajaran siswa aktif adalah pembelajaran yang dapat mewujudkan keaktifan siswa dalam suatu pembelajaran. Ilmu pengetahuan sosial (IPS), merupakan ilmu sosial yang memiliki ruang lingkuap

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 vi

yang lebih luas di dalam menterjemahkan hal–hal yang menarik, yang membuat keingintahuan siswa lebih besar, maka sejauh itu guru harus mempu menciptakan suasana/situasi dan kondisi yang memungkinkan siswa untuk melakukan proses belajar secara mandiri. Pendidikan IPS diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari kehidupan sosial bermasyarakat serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan pada kehidupan sehari-hari.

Tidak hanya guru yang aktif, tetapi siswa harus melakukan proses pembelajaran secara mandiri untuk mengenal dan memahami sebuah informasi. Namun pada kenyataannya yang terjadi di SDN Cimarga, guru belum sepenuhnya menggunakan pembelajaran yang bersifat secara aktif. Siswa hanya sebagai penerima pasif sehingga siswa tidak dapat berkembang secara maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan daya serap siswa yang belum mencapai Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM) 70 secara maksimal. Dalam proses kegiatan pembelajaran berlangsung peneliti melihat siswa kelas IV hanya sebagian yang mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan siswa yang lain kurang merespon proses pembelajaran yang berlangsung diantaranya siswa sering keluar masuk selama proses pembelajaran. Berdasarkan pengamatan tersebut maka peneliti ingin merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berperan aktif, agar siswa dapat mengamati, menganalisa, mencatat hasil pengamatannya kedalam LKS. Dengan demikian siswa yang telah mempunyai pengetahuan awal dalam dirinya dapat menambah ilmu pengetahuannya. Sesuai uraian di atas maka peneliti ingin mencoba menerapkan pembelajaran kooperatif tipe make a match. Metode Make A Match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu soal dan kartu jawaban, sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Teknik ini dikembangkan oleh Lorna Curran dalam Lie (2010:55). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan kartu sambil belajar mengenai konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

Penerapan metode Make A Match, diperoleh beberapa temuan bahwa metode ini dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang ada di tangan siswa, proses pembelajaran lebih menarik dan tampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 vii

pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri dari pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Lie (2010:10) bahwa, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan kerja sama kelompok. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam peneliti ini “Bagaimana penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran IPS pokok bahasan koperasi di kelas IV SDN Cimarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada siswa kelas IV SDN Cimarga. B. METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian ini mengacu pada model penelitian tindakan kelas oleh Kemmis dan Mc. Taggart yang dikemukakan oleh IGAK, Wardhani, dkk (2007:16) yang terdiri dari 4 komponen, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Adapun rancangan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Setting dan Subyek Penelitian

Pelaksanaan ini dilaksanakan di SDN Cimarga kelas IV yang menjadi objek penelitian adalah kelas IV yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan dengan kemampuan belajar yang berbeda antara satu dan yang lainnya.

2. Perencanaan (planning)

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut: Mengajukan surat izin kepada pihak kepala sekolah sebagai tempat penelitian, Membuat dan memberi tes awal untuk mengetahui kemampuan prasyarat siswa, Mengolah pekerjaan siswa pada tes awal, Menyiapkan alat peraga atau media pelajaran, Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

3. Pelaksanaan Tindakan (action)

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran dengan pelaksanaan tindakan yang berorientasi

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 viii

pada pendekatan nyata (penggunaan media pembelajaran) melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match.

Prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan yaitu: tes dan observasi dengan rincian sebagai berikut:

Tes yang dilakukan dalam penelitian ini berupa tes awal yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan prasyarat yang dimiliki siswa, serta observasi/pengamatan dilakukan untuk mengamati kegiatan di kelas selama proses pembelajaran. Kegiatan yang diamati meliputi aktifitas siswa dalam pembelajaran.

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan selama dan setelah pengumpulan data. Miles & Huberman (1992: 16-18) Adapun tahap-tahap kegiatan analisis data kualitatif adalah: 1). mereduksi data, 2). menyajikan data, dan 3). penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Mereduksi data : Kegiatan mereduksi data merupakan bagian dari analisis yang digunakan untuk menajamkan informasi, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi sedemikian rupa sehingga akhirnya dapat ditarik kesimpulan. Selanjutnya presentase rata-rata dihitung dengan rumus:

Presentase Nilai Rata-rata = x 100% Kriteria taraf keberhasilan tindakan dapat ditentukan sebagai berikut: 90% ≤ NR 100% : sangat baik 80% ≤ NR 90% : baik 70% ≤ NR 80% : cukup baik 60% ≤ NR 70% : kurang baik 0% ≤ NR 60% : : sangat kurang

Penyajian data : Peyajian data dilakukan dalam rangka mengorganisasikan hasil reduksi dengan cara menyusun secara naratif. Naratif artinya data yang diperoleh dari hasil reduksi dibuat dalam bentuk table dan diberi nama kualitatif. Sehingga memberikan adanya penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan/verifikasi : Penarikan kesimpulan adalah proses penampilan intisari terhadap hasil penafsiran dan evaluasi. Kegiatan ini

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 ix

mencakup pencarian makna data serta memberi penjelasan dan pertanyaan kalimat yang singkat dan jelas. C. HASIL

1. Hasil Tindakan Siklus I Observasi terhadap aktivitas siswa dan guru dilakukan pada saat

kegiatan pembelajaran berlangsung. Observasi ini dilakukan bersama teman sejawat dan dibantu oleh satu orang guru yang bertindak sebagai pengamat dan mengamati kegiatan siswa dan penelitian serta mengisi lembar observasi yang telah disediakan. Dari hasil observasi dilakukan pengamat terhadap aktifitas siswa.

Berdasarkan observasi siswa, diperoleh bahwa hasil observasi siswa yang akan dilakukan oleh pengamat adalah sebagai berikut : Pada kegiatan awal : pembelajaran yang meliputi memperhatikan tujuan dan memotivasi siswa dalam membangkitkan pengetahuan awal, berada dalam kategori cukup. Hasil ini sesuai dengan keadaan kelas di mana pada awal pembelajaran sebagian siswa belum memberikan respon yang baik pada saat peneliti memberikan motivasi maupun ketika menyampaikan beberapa informasi. Pada kegiatan inti : pengamat memberikan kategori cukup, sebagian besar siswa masih kesulitan dan belum begitu memahami bagaimana model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Pada kegiatan akhir : yang meliputi aspek menanggapi evaluasi, pengamat memberi kategori baik dengan melihat pada saat evaluasi siswa memberikan tanggapan yang baik dan sebagian dapat menjawab dengan baik pertanyaan dari guru melalui pemberian LKS. Secara keseluruhan, dari hasil observasi kegiatan siswa menunjukan taraf aktivatas siswa rata-rata cukup, hal ini perlu dibenahi terutama di dalam meningkatkan kemampuan siswa.

2. Hasil Tindakan Siklus II

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 x

Dengan menerapkan pendekatan kooperatif model makea match pada materi koperasi maka kegiatan selanjutnya adalah memberikan kuis untuk mengetahui secara kuantitatif keberhasilan tindakan yang diberikan pada materi yang telah diajarkan. Sebelum mengetahui kemampuan yang diperoleh siswa secara perorangan, terlebih dahulu guru memberikan evaluasi berupa LKS kepada siswa dengan bentuk tes berupa unjuk kerja sebanyak 5 nomor. Setelah itu, nilai yang diperoleh setelah silakukan evaluasi secara individu atau perorangan berupa soal berbentuk pilihan ganda (PG) sebanyak 10 butir.

D. PEMBAHASAN

Pendekatan kooperatif model make a match merupakan satu pembelajaran untuk dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa pada pembelajaran IPS, hal ini terbukti sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan pada penelitian ini. Berdasarkan hasil observasi guru, pada fase awal pembelajaran terlihat bahwa kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran, mendengarkan informasi ataupun penjelasan guru, pengamat mengkategorikan cukup dengan presentase 66 %, namun masih ada aspek-aspek yang perlu ditingkatkan, misalnya aktifitas siswa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar masih cukup rendah di mana pada pembelajaran siswa masih kurang aktif.

Kegiatan peneliti dalam pembelajaran pada siklus I berada pada kategori cukup dengan presentase 66% di antaranya pengelolaan kelas dan keterampilan menjelaskan dan membimbing kepada setiap siswa. Hal ini disebabkan guru masih merasa baru dengan suasana kelas dimana siswa hanya mengutamakan bermain di dalam melakukan kegiatan di kelas, sehingga peneliti sulit mengetahui apakah siswa sudah memahami konsep dari kegiatan yang telah diajarkan atau belum, dan juga dibutuhkan suatu kemahiran peneliti dalam menjelaskan langkah-langkah, prosedur pembelajaran sehingga siswa lebih meningkat sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

Selain faktor diatas, keaktifan siswa juga belum maksimal dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini dapat dilihat pada lembar observasi siswa pengamat memberikan nilai rata-rata 61.4 % dan dikategorokan cukup. Hal ini dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif model make a match belum

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xi

dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena siswa masih kurang faham tentang konsep yang dipelajari, kurang berkomunikasi dengan sesama kelompok, dan kurang pemahaman siswa terhadap pelajaran sebelumnya yang ada kaitannya dengan materi yang diajarkan.

Pada siklus II ini aktifitas peneliti menjadi lebih baik, hal ini disebabkan peneliti lebih meningkatkan semangat pada diri siswa dengan memberikan motivasi agar lebih terbuka dalam pembelajaran, membimbing siswa apabila mengalami kesulitan selalu bertanya untuk membangkitkan pengetahuan terhadap materi yang dipelajari. Terlihat pada observasi guru pada siklus II sebesar 77.7 %. Untuk evaluasi hasil observasi siswa juga terjadi peningkatan yang baik terlihat pada presentase sebesar 84.4 %, dibandingkan pada tindakan siklus I, dimana siswa lebih aktif dan berani untuk menyampaikan pendapatnya.

Berdasarkan hasil tes tindakan siklus II, bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Di mana ketuntasan belajar klasikal sebesar 8.69% dengan 21 siswa yang tuntas dari 23 jumlah siswa dan daya serap individu 86.8%. Tampak terjadi kenaikan dari siklus I ke siklus II. Kenaikan tersebut menunjukan tindakan ini berhasil walaupun masih banyak kekuranagan. Apabila hasil yang dicapai pada siklus II ini dikaitkan dengan indikator yang telah ditetapkan, maka dapat dikatakan hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang diharapkan.

Data hasil observasi serta pembahasan sebagaimana yang telah diuraikan dia atas menjelaskan bahwa kegiatan pembelajaran dengan mengguanakan pendekatan pembelajaran kooperatif model make a match harus didukung pemberian motivasi yang optimal, sehingga dapat memberikan kontribusi dalam upaya memahami materi pelajaran serta dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa. E. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian dengan penggunaan pendekatan belajar kooperatif model make a match meningkatkan keaktifan belajar siswa pada pelajaran IPS pokok bahasan koperasi kelas IV SDN Cimarga. 1. Hasil tes awal, ketuntasan belajar klasikal yaitu 34.7% dengan nilai rata-rata

61.7% dan daya serap individu 77.1%.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xii

2. Hasil dari siklus I, ketuntasan belajar klasikal 52.1%, dengan nilai rata-rata 63%, daya serap individu 78.8% dan nilai keaktifan siswa 61.4%

3. Hasil dari siklus II, ketuntasan belajar klasikal 8.69%, dengan nilai rata-rata 75.5%, daya serap individu 86.8% dan nilai keaktifan belajar siswa 84.4 %.

F. SARAN 1. Dalam penggunaan metode make a match hendaknya guru lebih selektif

untuk memilih media gambar dan memperbanyak gambar yang dapat menunjang keaktifan siswa dalam menganalisis materi yang akan di ajarkan.

2. Untuk keberhasilan dalam menggunakan pendekatan belajar kooperatif model make a match hendaknya guru mempersiapkan teknik pelaksanaan dengan sangat matang sehingga pada saat pembelajaran tidak membutuhkan waktu yang agak lama.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi, 2010. Penelitian tindakan kelas. Jakarta : Bumi Aksara. Asma Nur, 2006. Model pembelajaran kooperatif. Jakarta : Departemen

Pendidikan Nasional. Ilham. 2011. Pentingnya Upaya Guru Dalam Mengembangkan Keaktifan

Belajar Siswa. (Online), (http://abangilham.wordpress.com/ diakses 18 Februari 2014).

Anonim. 2007. Peranan Pendidik Dalam Proses Belajar Mengajar.

(Online),http://images.holim020466.multiply.multiplycontent.com/ diakses 19 Februari 2014).

Biodata Singkat : Penulis adalah Kepala SD Negeri Cimarga,

Kabupaten Sumedang.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xiii

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATERI POKOK OPERASI HITUNG PECAHAN DENGAN PENERAPAN MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW AND SEEKING COUPLE (JSC) (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VI di SDN Jatisari Kabupaten

Sumedang)

Apong Warnah, S.Pd.

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil pembelajaran materi operasi hitung pecahan pada siswa kelas VI SD Negeri Jatisari melalui pemantauan aktivitas guru dan peserta didik dalam penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC). Penelitian ini menempatkan peserta didik di kelas VI SD Negeri Jatisari beserta guru pengajar sebagai subyek penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi dan serangkaian tes bagi peserta didik. Pendekatan kualitatif dengan penelitian deskriptif adalah pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya lembar observasi aktivitas peserta didik dan guru serta tes hasil belajar. Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa: a) nilai rata-rata aktivitas guru selama 4 kali pertemuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) sebesar 75,40%. Karena prosentase aktivitas guru berada pada interval antara 70% - 84% maka aktivitas guru selama pembelajaran kooperetif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) termasuk kategori “baik”. Sedangkan aktivitas peserta didik dari pertemuan ke-1 sampai pertemuan ke-4 selalu meningkat dengan prosentase rata-rata aktivitas peserta didik setelah empat kali pertemuan sebesar 73,85%. Karena prosentase aktivitas peserta didik berada pada interval antara 85% - 100% maka aktivitas peserta didik selama pembelajaran kooperetif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) termasuk kategori “baik”. Hal ini menunjukkan bahwa selama pembelajaran, model kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) dapat memacu guru dan peserta didik

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xiv

untuk lebih aktif dalam pembelajaran, ini jelas sangat baik bagi peningkatan pengetahuan dan minat peserta didik terhadap matematika; b) Nilai rata-rata tes akhir kemampuan peserta didik dalam materi operasi hitung pecahan menggunakan pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) yang dilakukan empat pertemuan sebesar 86.66%. Karena prosentase kemampuan peserta didik terhadap pemecahan masalah bangun ruang sisi datar berada pada interval antara 85%-100% maka terrmasuk kategori “ sangat baik”. Kata kunci : Hasil belajar, operasi hitung pecahan, model pembelajaran

kooperatif Jigsaw And Seeking Couple (JSC) A. PENDAHULUAN

Matematika merupakan salahsatu mata pelajaran yang wajib

diberikan pada peserta didik sekolah dasar. Matematika adalah satu ilmu yang bersifat pasti, yang didalamnya terkandung antara lain berhitung (aritmatika), Aljabar, Ilmu ukur, Geometri, dan lain-lain. Belajar matematika bukan hanya sekedar usaha untuk menghitung bilangan, melainkan juga usaha untuk menumbuh kembangkan sikap, keterampilan berpikir, serta memperluas kemampuan dalam penyelesaian masalah.

Kemampuan penalaran dalam penyelesaian masalah matematika ini sangat penting ditanamkan sejak dini, namun perlu juga diperhatikan aspek psikologis siswa SD yang masih cenderung menunjukkan sifat kekanak-kanakkan, mereka cenderung cepat bosan dalam menjalani proses belajar, apalagi jika diperlakukan dengan metode atau model pembelajaran yang konvensional. Dalam pembelajaran konvensional biasanya peranan guru sangat dominan sedangkan peserta didik biasanya bersifat pasif dan hanya menerima atau mendengarkan ceramah dari gurunya. Penggunaan model pembelajaran tersebut dapat mengakibatkan keterlibatan peserta didik selama pembelajaran menurun atau kemampuan dalam pemecahan masalah matematika peserta didik rendah. Dalam hal ini peserta didik tidak berperan sebagai subyek belajar yang aktif dan kreatif melainkan obyek pembelajaran.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xv

Dengan demikian, diperlukan langkah strategis dan sistematis untuk mewujudkan suasana belajar yang kondusif guna efektifitas proses pembelajaran. Dalam belajar matematika diperlukan strategi, model, metode, maupun media belajar yang memungkinkan siswa melatih keteraampilan serta memperluas kemampuannya dalam memecahkan masalah matematika, namun tetap mementingkan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan bagi peserta didik. Hal ini penting karena kejenuhan merupakan akar permasalahan peserta didik yang berakhir pada persepsi bahwa matematika adalah pelajaran yang membosankan bahkan menakutkan. Selain itu hal yang harus dilakukan dengan menggunakan metode yang sesuai dengan kondisi peserta didik agar peserta didik berpikir kritis, logis dan dapat memecahkan masalah dengan sikap terbuka, kreatif dan inovatif atau dengan kata lain metode ini perlu mengoptimalkan kemampuan peserta didik. Karena itu, pemilihan metode, strategi dan pendekatan dalam mendesain model pembelajaran adalah tuntutan yang mesti dipenuhi guru.

Pemilihan model pembelajaran harus sesuai dengan materi yang diajarkan dengan memperhatikan kondisi peserta didik yang mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam menerima materi pelajaran yang disajikan guru dikelas. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran matematika dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika adalah pembelajaran kooperatif. Metode ini peserta didik dapat belajar bekerjasama, mengembangkan rasa bertanggung jawab, dan memudahkan peserta didik melakukan penyesuaian sosial karena dalam praktiknya metode ini mengedepankan interaksi positif diantara peserta didik. Beberapa contoh dari model pembelajaran kooperatif ini diantaranya :

1. Model Pembalajaran Kooperatif Jigsaw

Model pembelajaran ini digunakan untuk pembahasan konversi pecahan ke bentuk persen dan desimal atau sebaliknya. Model ini meningkatkan kerjasama antar siswa. Lengkah-langkahnya antara lain : a. Siswa dikelompokkan ke dalam 4 tim, b. Tiap orang dalam anggota tim diberi bagian materi yang berbeda, ada

yang persen,pecahan, dan desimal,

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xvi

c. Anggota dari tim lain yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka,

d. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan seksama,

e. Tim ahli mempresentasikan hasil diskusi f. Guru memberi evaluasi, g. Penutup dan kesimpulan.

2. Model Pembalajaran Kooperatif Seeking Couple

Seperti halnya model pembelajaran kooperatif lainnya, model ini melibatkan semua siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Model ini me rupakan metode yang ideal untuk pembahasan operasi hitung pecahan. Berikut langkah-langkahnya. a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau

topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban

b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu c. Tiap siswa memikirkan jawaban atau pun soal dari kartu yang

dipegang, d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok

dengan soal/jawaban kartunya, e. Setiap siswa yang mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi

poin, f. Setelah satu babak kartu keembali dikocok agar siswa mendapat kartu

yang bervariasi. Bertolak dari latar belakang tersebut, bisa ditarik benang merah bahwa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu 1) bagaimana aktivitas guru dan peserta didik dalam penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) pada materi operasi hitung pecahan di kelas VI SD Negeri Jatisari?; 2) bagaimana kemampuan peserta didik dalam operasi hitung pecahan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) ?

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xvii

B. METODE PENELITIAN 1. Bentuk penelitian adalah penelitian tindakan kelas (PTK) 2. Desain penelitian meliputi :

a. Tempat penelitian adalah SD Negeri Jatisari, Kecamatan Lemahsugih, Majalengka

b. Penelitian dilaksanakan pada pertengahan tahun ajaran 2012/2013, yakni bulan Desember. Ini ditentukan dengan mengacu pada kalender akademik sekolah.

3. Subjek dalam penelitian ini adalah 30 orang siswa kelas VI semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013.

4. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Lembar observasi tertutup yang terdiri atas lembar observasi guru

dalam melaksanakan RPP dan lembar observasi aktivitas siswa. b. Lembar Observasi Terbuka. c. Tes Hasil Belajar.

5. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah : a. Jawaban siswa pada hasil pengerjaan soal diskusi dan soal tes b. Hasil pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran dan aktivitas

siswa c. Catatan lapangan yang memuat catatan-catatan kejadian-kejadian

selama berlangsungnya proses pembelajaran 6. Indikator Keberhasilan

Seperti telah disinggung pada rumusan masalah yang tertulis dilatar belakang, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan penelitian deskriptif yang berfokus pada identifikasi penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking People (JSC) dalam pembahasan opersi hitung pecahan di kelas VI SDN Jatisari. Sebagai indikator keberhasilannya, dijelaskan dalam Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Indikator Keberhasilan

Aktivitas Guru atau

< 50% sangat kurang 50%-64% kurang

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xviii

Peserta didik 65%-70% cukup 70%-84% baik

85%-100% sangat baik

Hasil tes belajar

< 50% sangat kurang 50%-64% kurang 65%-70% cukup 70%-84% baik

85%-100% sangat baik

C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Aktivitas Guru

Sebagaimana telah disebutkan dalam metode penelitian, diperoleh data hasil pengamatan observer selama 4 pertemuan kegiatan belajar mengajar. Data disajikan dalam bentuk prosentase aktivitas guru pengajar berdasarkan pengamatan observer. Kemudian diambil nilai/prosentase rata-rata dari keempat pertemuan tersebut. Dari data hasil observasi aktivitas guru, dapat diketahui aktivitas yang dilakukan seorang guru dalam proses pembelajaran. Adapun hasil analisis aktivitas guru selama pembelajaran kooperatif JSC disajikan pada Tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2 : Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Selama Kegiatan

Belajar Mengajar

No Aktivitas Guru

Penilaian terhadap guru pengajar (%) pada

pertemuan ke

Rata-rata (%)

1 2 3 4

1 Menyampaikan apersepsi dan motivasi bagi peserta didik

65 70 70 75 70

2 Mereview materi bentuk-bentuk pecahan yang pernah dipelajari di sebelumnya

65 68 80 85 74,5

3 Menyampaikan materi memberikan contoh soal pemecahan masalah secara klasikal

65 80 100 85 82,5

4 Mengorganisasikan peserta didik kedalam

60 80 75 80 73,75

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xix

kelompok-kelompok belajar

5 Memberikan masalah pada LKS dan mengamati kerja peserta didik

70 80 80 80 77,5

6 Membimbing kelompok belajar/memberikan arahan atau solusi terhadap kesulitan belajar peserta didik

65 60 75 80 70

7 Tanya jawab dengan siswa untuk mengecek pemahaman peserta didik serta menyeragamkan pemahaman

75 80 80 80 78,75

8 Memberi evaluasi pemecahan masalah dan menutup pelajaran

70 75 80 80 76,25

Rata-rata Keseluruhan (%) 75,40

Dari Tabel 2 dapat dikatakan bahwa rata–rata guru menyampaikan

apersepsi dan motivasi bagi peserta didik 70%, mereview materi bentuk-bentuk pecahan yang pernah dipelajari di sebelumnya 74,75%, menyampaikan materi memberikan contoh soal pemecahan masalah secara klasikal 82,5%, mengorganisasikan peserta didik kedalam kelompok-kelompok belajar 73.75%, memberikan masalah pada LKS dan mengamati kerja peserta didik 77,5%, membimbing kelompok belajar/memberikan arahan atau solusi terhadap kesulitan belajar peserta didik 70%, tanya jawab dengan siswa untuk mengecek pemahaman peserta didik serta menyeragamkan pemahaman 78.75%, memberi evaluasi pemecahan masalah dan menutup pelajaran 76,25%. Aktivitas yang dilakukan guru pada pertemuan I sampai II menunjukkan peningkatan, yakni pertemuan I sebesar 66,875%, pertemuan II 74,125%, kemudian kembali mengalami peningkatan pada pertemuan III menjadi 80%. Serta kembali meningkat menjadi 80,625% pada pertemuan IV. Rata-rata aktivitas guru selama 4 kali pertemuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif NHT sebesar 75,40% kategori „Baik”.

2. Aktivitas Peserta Didik

Selama 4 (empat) kali pertemuan yang diamati oleh observer, diperoleh data aktivitas siswa. Aktivitas peserta didik dalam pembelajaran terdiri dari lima aspek, yaitu:

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xx

a) aktivitas lisan; b) aktivitas mendengarkan; c) aktivitas menulis; d) aktivitas kognitif; dan e) aktivitas mental. Hasil pengamatan yang dilakukan observer selama 4 kali pertemuan selama proses pembelajaran sebagai berikut:

No Aktivitas Item Prosense Aktivitas Peserta Didik Rata-

rata(%)

1 2 3 4

1 Aktivitas

Lisan

Peserta didik mengajukan pertanyaan 50,00 61,66 75,50 80,00 66,79

Peserta didik berdiskusi dengan kelompoknya 83,33 76,66 83,33 90,00 83,33

2 Aktivitasmendengarkan

Peserta didik mendengarkan penjelasan guru

70,00 76,66 80,00 90,00 79,16

Peserta didik mendengarkan pendapat temannya saat berdiskusi

59,99 73,33 70,00 86,66 72,49

3 AktivitasMe

nulis

Peserta didik merangkum penjelasan guru

55,00 62,00 75,00 83,60 68,90

Peserta didik menulis hasil berdiskusi

60,00 53,33 70,00 93,33 69,16

4 Aktivitas kognitif

Peserta didik mengingat pelajaran

65,00 68,00 70,00 75,00 69,5

Peserta didik memecahkan soal dengan baik

70,00 72,00 71,60 84,40 74,5

5 Aktivitas mental

Peserta didik mempunyai peserta didik berani

56,66 63,33 90,00 93,33 75,83

Peserta didik tenang dalam mengikuti pelajaran

70,00 76,66 80,00 86,66 78,83

Rata-rata(%) 73,85

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxi

Untuk aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran pada pertemuan I sampai pertemuan IV untuk kategori aktivitas lisan diperoleh rata-rata sebesar 75,16%, untuk kategori aktivitas mendengarkan diperoleh rata-rata sebesar 75,825%, untuk kategori aktivitas menulis diperoleh rata-rata sebesar 69,03%, untuk kategori aktivitas kognitif diperoleh rata-rata sebesar 72%, dan sedangkan untuk kategori aktivitas mental diperoleh rata-rata sebesar 77,32%. Secara keseluruhan, aktivitas siswa ada di interval 70%-84% yaitu sebesar 73,85 %. Ini menunjukkan aktivitas siswa termasuk dalam kategori “baik”.

3. Kemampuan Peserta Didik Dalam Operasi Hitung Pecahan

Pada akhirnya untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC), dilakukan tes akhir untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah operasi hitung pecahan. Tes ini berisi soal-soal yang memuat operasi hitung pecahan seperti penjumlahan, pengurangan, pembagian, perkalian, pengurutan bilangan pecahan serta konversi bilangan pecahan menjadi bilangan desimal, persen dan sebaliknya. Adapun hasil tes tersebut disjikan dalam tabel 4 berikut.

Tabel 4 : Prosentase Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika

No Pernyataan Rata-

rata(%) Kriteria

1 Penjumlahan Pecahan 96,66 Sangat baik

2 Pengurangan Pecahan 93,33 Sangat Baik

3 Perkalian Pecahan 80 Baik

4 Pembagian Pecahan 83,33 Baik

5 Pengurutan Pecahan 80 Baik

6 Konversi Pecahan 86.66 Sangat Baik

Rata-rata(%) 86.66 Sangat Baik

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxii

Adapun hasil analisis kemampuan peserta didik selama pembelajaran kooperatif JSC yaitu: 1) Dalam sub pokok bahasan penjumlahan pecahan, sebanyak 29

peserta didik menjawab benar, sedangkan 1 peserta didik menjawab salah.

2) Dalam sub pokok bahasan pengurangan pecahan, sebanyak 28 peserta didik menjawab benar, sedangkan 2 peserta didik menjawab salah.

3) Dalam sub pokok bahasan perkalian pecahan, sebanyak 24 peserta didik menjawab benar, sedangkan 6 peserta didik menjawab salah.

4) Dalam sub pokok bahasan pembagian pecahan, sebanyak 25 peserta didik menjawab benar, sedangkan 5 peserta didik menjawab salah.

5) Dalam sub pokok bahasan pengurutan pecahan, sebanyak 24 peserta didik menjawab benar, sedangkan 6 peserta didik menjawab salah.

6) Dalam sub pokok bahasan konversi pecahan, sebanyak 26 peserta didik menjawab benar, sedangkan 4 peserta didik menjawab salah.

Dari hasil tes, diperoleh prosentase kemampuan peserta didik

dalam operasi hitung pecahan sebesar 86,66 %. Karena prosentase kemampuan peserta didik terhadap pemecahan masalah bangun ruang sisi datar berada pada interval antara 85%-100% yaitu sebesar 86.66% maka kemampuan peserta didik termasuk dalam kategori “sangat baik”.

D. KESIMPULAN

Dengan analisa data dan pembahasan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: a) nilai rata-rata aktivitas guru selama 4 kali pertemuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) sebesar 75,40%. Karena prosentase aktivitas guru berada pada interval antara 70% - 84% maka aktivitas guru selama pembelajaran kooperetif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) termasuk kategori “baik”. Sedangkan aktivitas peserta didik dari pertemuan ke-1 sampai pertemuan ke-4 selalu meningkat dengan prosentase rata-rata aktivitas peserta didik setelah empat kali pertemuan

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxiii

sebesar 73,85%. Karena prosentase aktivitas peserta didik berada pada interval antara 85% - 100% maka aktivitas peserta didik selama pembelajaran kooperetif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) termasuk kategori “baik”. Hal ini menunjukkan bahwa selama pembelajaran, model kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) dapat memacu guru dan peserta didik untuk lebih aktif dalam pembelajaran, ini jelas sangat baik bagi peningkatan pengetahuan dan minat peserta didik terhadap matematika; b) Nilai rata-rata tes akhir kemampuan peserta didik dalam materi operasi hitung pecahan menggunakan pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) yang dilakukan empat pertemuan sebesar 86.66%. Karena prosentase kemampuan peserta didik terhadap pemecahan masalah bangun ruang sisi datar berada pada interval antara 85%-100% maka terrmasuk kategori “ sangat baik”.”.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.

Edisi Revisi VI. Cetakan ke-13. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara Hermawan, Asep Heri dan N. Resmini. 2005. Pembelajaran Terpadu. Jakarta:

Universitas Terbuka. Ibrahim. 2002. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa. Parlina. 2010. Model-Model Pembelajaran Matematika SD. Yogyakarta: UNY. Y.D. Sumanto, Heny Kusumawati, Nur Aksin. 2008. Gemar Matematika. Jakarta:

Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Biodata Singkat : Penulis adalah Guru SD Negeri Jatisari, Kabupaten

Sumedang

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxiv

UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IX B PADA MATERI POKOK PELUANG MELALUI MODEL

COOPERATIVE LEARNING METODE JIGSAW

Nanang Supendi, S.Pd.

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan sebagai bagian upaya peningkatan mutu pembelajaran matematika di SMP Negeri 1 Situraja. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran Cooperatif Learning metode Jigsaw ini dapat meningkatkan aktifitas siswa dan dapat mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Situraja tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas. Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan metode model siklus. Siklus dalam penelitian ini meliputi: refleksi awal, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan refleksi (yang diikuti dengan perencanaan ulang). Hasil refleksi siklus I dipakai sebagai dasar untuk pelaksanaan siklus II. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Situraja dengan jumlah 30 siswa. Teknik pengumpulan data penelitian ini melalui observasi, test kemampuan pemahaman pelajaran matematika materi peluang. Penelitian sudah berhasil ketika siswa mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu: 70. Dari hasil data aktivitas siswa, aktivitas bertanya di siklus I sebesar 18,6 % dan siklus II sebesar 78,6 % sehingga terjadi kenaikan sebesar 60%. Aktivitas menjawab pertanyaan siklus I sebesar 44,3 % siklus II 84,3 % penigkatan sebesar 40 %. Aktivitas Presentasi siklus I sebesar 22,3 % dan siklus II sebesar 39 % peningkatan sebesar 16,7 %. Aktivitas Berpendapat siklus I sebesar 24,6 % dan siklus II sebesar 71,3 % terjadi peningkatan 46,7 %. Aktivitas klasikal siklus I 28 % ,siklus II 84,6% peningkatan 56,6 %. Dari hasil tindakan kelas yang dilakukan terjadi peningkatan aktivitas dari siklus I ke siklus II. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran Cooperatif Learning metode Jigsaw dapat meningkatkan aktifitas siswa secara klasikal 56,6 % yaitu dari siklus I aktifitas 30 % dan siklus II 86,6 %. Sedangkan peningkatan hasil belajar dapat diketahui dari nilai

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxv

ketuntasan siswa yaitu pada siklus I peningkatan 50 % dan pada siklus IIpeningkatan 76,67%. Hasil penelitian tindakan kelas ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Cooperatif Learning metode Jigsaw dapat meningkatkan aktifitas siswa dan dapat mengetahui pengkatan hasil belajar siswa di kelas IX B SMP Negeri 1 Situraja. Kata Kunci : Aktifitas siswa, hasil belajar, matematika, peluang, Cooperatif

learning, jigsaw. A. PENDAHULUAN

Keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi mempelajari suatu materi pelajaran terletak pada kemampuan siswa dalam mengelola belajar, kondisi belajar,dan membangun kognitifnya pada pengetahuan awal serta mempresentasikan kembali secara benar. Kondisi belajar berkaitan dengan materi dan karakteristik topik yang dipelajari. Motivasi siswa untuk menjadi berprestasi atau memahami informasi atau materi pembelajaran akan membantu siswa membangun kemampuan kognitif secara baik dan bermakna. Untuk itu guru dalam menyampaikan informasi materi pembelajaran senantiasa memberikan latihan – latihan pemecahan masalah sehingga terjadi proses pengulangan pada diri siswa tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pemahaman suatu materi pembelajaran pada siswa dapat tercapai sehingga siswa dapat memperoleh nilai yang maksimal pada suatu materi tersebut.Namun demikian kemampuan siswa dalam memahami suatu informasi atau materi pembelajaran tidak semua sama. Ada siswa yang dapat memahami dengan cepat suatu materi, ada pula yang lambat dalam memahami suatu materi pembelajaran, terlebih lagi dalam pelajaran matematika. Bagi sebagian besar siswa, matematika menjadi pelajaran yang dibenci bahkan ditakuti dikarenakan banyaknya rumus dan pemahaman yang harus dikuasai siswa. Seperti halnya pada pembelajaran matematika materi pokok peluang di SMP Negeri 1 Situraja tidak semua siswa dapat cepat memahami materi pembelajarannya.

Nilai hasil belajar IPA siswa SMP Negeri 1 Situraja khususnya kelas IX B pada umumnya rendah. Guru sudah memberikan penjelasan tentang materi belajar dan contoh-contoh soal. Ketika contoh soal dibahas secara bersama–sama dengan guru siswa tampak mengerti tentang hal yang sudah di jelaskan, tetapi ketika soal diganti variabelnya sedikit siswa menjadi kebingungan.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxvi

Kejadian ini dialami hampir 70 % siswa, sehingga ketika diakhir pembahasan materi dengan diadakan evaluasi atau penilaian, hasilnya belajarnya tidak memuaskan. Kecenderungan siswa tidak mau bertanya baik pada guru atau pada teman yang sudah memahami materi tersebut. Selain itu kondisi kelas yang cenderung pasif menjadikan anak semakin tidak mau membuka diri untuk bertanya terhadap apa yang belum diketahuinya. Bila hal ini terjadi terus menerus tanpa ada upaya untuk perbaikan kemungkinan akan terjadi penurunan atau tidak ada peningkatan prestasi belajar siswa.

Sehubungan dengan kondisi tersebut di atas, maka perlu adanya upaya peningkatan kualitas proses belajar mengajar Matematika materi pokok peluang. Salah satu diantaranya adalah dengan melakukan Penelitian Tidakan Kelas (PTK) yang berjudul “Upaya Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas IX B Mata Pelajaran Matematika Materi Pokok Peluang di SMP Negeri 1 Situraja Melalui Model Cooperative Learning Metode Jigsaw”. B. LANDASAN TEORI

1. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana

siswa belajar dalam kelompok–kelompok kecil yang memiliki timgkat kemampuan yang berbeda (heterogen). Dalam mennyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran. Dengan demikian setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan inilah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Adanya motivasi tanggungjawab kelompok inilah sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.

Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari keterampilan–keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif berfungsi melancarkan hubungan kerja dan tugas. Hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok sedangkan hubungan tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar anggota

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxvii

kelompok selama kegiatan (Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah direktorat Pendidikan lanjutan pertama: 2004: 12 ). 2. Model Pembelajaran Cooperatif Learning Metode Jigsaw

Pada penerapan pembelajaran metode jigsaw siswa dibagi-bagi menjadi kelompok, kelompok dengan anggota 4-6 siswa. Materi dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab. Tiap –tiap sub bab di pelajari oleh anggota – anggota kelompok yang sama dan di sebut dengan kelompok ahli. Setelah selesai diskusi dengan anggota kelompok lain yang sama maka anggota tadi kembali kelompok asalnya dan menjelaskan kepada kelompoknya tentang materi yang dipelajari, demikian seterusnya saling bergantian sehingga seluruh materi bisa dikuasai oleh masing-masing kelompok.

C. METODE PENELITIAN

Dasar dari permasalahan dalam penelitian ini adalah kualitas hasil belajar khususnya dalam pembelajaran matematika materi pokok peluang. Permasalahan tersebut di antaranya dengan memberikan tindakan berupa penggunaan model alternatif.

Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan metode model siklus. Siklus dalam penelitian ini meliputi: refleksi awal, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan refleksi (yang diikuti dengan perencanaan ulang).

Hasil refleksi siklus I dipakai sebagai dasar untuk pelaksanaan siklus II. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Situraja dengan jumlah 30 siswa. D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi observasi dan tes kemampuan konsep-konsep materi yang diajarkan dalam proses pembelajaran.

1. Observasi

Observasi ini dilakukan untuk mengetahui keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dalam kegiatan observasi ini objek yang diamati adalah kegiatan siswa yang meliputi aktifitas bertanya, menjawab, presentasi dan berpendapat. Selanjutnya hasil pengamatan terhadap aktivitas kegiatan siswa dimasukkan dalam lembar observasi siswa dengan memberikan tanda chek

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxviii

list pada lembar observasi yang telah disiapkan. Hasil pengamatan tersebut kemudian dianalisa dengan membagi jumlah siswa aktif dengan jumlah seluruh siswa dikalikan 100% untuk aktivitas kelas dan skor nilai yang teramati dibagi jumlah seluruh siswa dikalikan 100% untuk aktivitas kelas.

2. Data Test Kemampuan Materi Peluang Pelajaran Matematika Pada Siklus I dan II Data test kemampuan siswa yang meliputi data pre test dan post test diambil untuk mengetahui perkembangan kemajuan pembelajaran siswa, dan data ini juga digunakan untuk mengetahui tingkat perkembangan hasil belajar siswa. Cara menganalisis kemajuan hasil belajar siswa dengan cara jumlah siswa yang tuntas belajar dibagi jumlah seluruh siswa dikalikan 100%. Ketuntasan siswa dalam belajar bila siswa dapat memperoleh nilai pretes dan posttest ≥ 60.

E. TEKNIK PENGOLAHAN DATA

Penelitian sudah berhasil ketika siswa mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu: 70.

1. Pretest dan post test

Dilakukan dalam satu kali pertemuan dengan melakukan pretest dan posttest sebelum tindakan dimulai.

2. Lembar Observasi Lembar observasi merupakan pedoman untuk mengamati aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Aktivitas ditandai dengan menggunakan checklist. Instrumen pengamatan siswa mengikuti pembelajaran secara aktif, kehadiran 100% yaitu 30 siswa dan melakukan kegiatan pembelajaran dengan baik.

3. Angket Cara menganalisa dan mengolah angket digunakan persentase.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxix

F. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tabel 1.1 Hasil Pretes dan Postes di siklus I dan II

Siklus I Siklus II

Pretest Posttest Pretest Posttest

Nilai Presen

tase Nilai

Presentase

Nilai Presentas

e Nilai

Presentase

38,6 30% 77 80% 38,3 13,33 % 84,3 93%

Data tabel 1.1 menunjukkan bahwa nilai ketuntasan pretes dan posttest

siklus I adalah Pretest ketuntasan 30 % dan posttest 80 % dari data tersebut dapat dilihat terjadi peningkatan hasil belajar 50 % dengan nilai rata–rata pretes 38,6 dan posttest 77. Hasil belajar yang ditunjukkan pada siklus I sudah menunjukkan peningkatan yang lebih baik tapi untuk meyakinkan bahwa metode belajar Cooperatif Learning tipe jigsaw ini baik digunakan maka peneliti mengulang lagi pada siklus ke II. Dari data yang diperoleh terhadap nilai ketuntasan belajar siklus II ditunjukkan bahwa pretest 13,33 % yang tuntas dan posttest 93 % sehingga terjadi peningkatan jumlah ketuntasan siswa dalam belajar 76,67 % dan nilai rata –rata pretest 38,3 menjadi 84,3. Terjadinya peningkatan baik aktifitas dan ketuntasan hasil belajar siswa ini menunjukkan bahwa penelitian tindakan kelas yang dilakukan menunjukkan hasil yang baik, sehingga dapat membantu dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di kelas. Rekapitulasi Hasil Penelitian Aktifitas dan peningkatan hasil belajar siswa sebagai berikut pada tabel dibawah ini:

Tabel 1.2

Data Aktivitas Siswa Siklus I dan II dan Peningkatannya

Siklus Bertanya Menjawab Presentasi Berpendapat Aktifitas klasikal Pretest Posttest

Kegiatan Siklus

I II

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxx

Aktivitas bertanya 18,6% 78,6%

Aktifitas menjawab 44,3% 84,3%

Aktifitas presentasi 22,3% 39%

Aktifitas berpendapat 24,6% 71,3%

Aktifitas klasikal 28% 84,6%

Prestest 30% 13,3%

Postest 80% 93%

Dari hasil data aktivitas siswa tabel 1.1 dan 1.2, aktivitas bertanya di siklus

I sebesar 18,6 % dan siklus II sebesar 78,6 % sehingga terjadi kenaikan sebesar 60%. Aktivitas menjawab pertanyaan siklus I sebesar 44,3 % siklus II 84,3 % penigkatan sebesar 40 %. Aktivitas Presentasi siklus I sebesar 22,3 % dan siklus II sebesar 39 % peningkatan sebesar 16,7 % .Aktivitas Berpendapat siklus I sebesar 24,6 % dan siklus II sebesar 71,3 % terjadi peningkatan 46,7 %. Aktivitas klasikal siklus I 28 % ,siklus II 84,6% peningkatan 56,6 %.

Dari hasil tindakan kelas yang dilakukan terjadi peningkatan aktivitas dari siklus I ke siklus II. Hal ini terjadi karena pada siklus I siswa baru beradaptasi dengan model pembelajaran yang baru sehingga masih belum nampak keberanian untuk bertanya, berpendapat , menjawab pertanyaan bahkan presentasi. Hasil yang ditunjukkan siklus I pada nilai aktivitas belum menunjukkan hasil yang memuaskan sehingga peneliti mengevaluasi terhadap proses kegiatan tindakan kelas tersebut sebagai perbaikan pada siklus yang ke II.

Pada Siklus ke II setelah diadakan evaluasi dari siklus I dan dilakukan tindakan pada siklus II hasil yang diperoleh berdasarkan data observer terjadi peningkatan aktifitas klasikal siswa dari 28 % menjadi 84,6 % sehingga penelitian tindakan kelas ini tidak dilanjutkan ke siklus III. G. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa dengan model pembelajaran cooperatif learning metode Jigsaw dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa dan juga memberikan dampak

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxxi

positif terhadap peningkatan hasil siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Situraja Tahun Pelajaran 2013/2014 pada mata pelajaran matematika materi pokok peluang.

DAFTAR PUSTAKA

Nana Sudjana dan Ahmad Riva‟I, 1989 .Teknologi Pengajaran,Bandung : Sinar Baru.

Tim Pengembangan MKDK. 1989. Psikologi Belajar, Semarang : IKIP Semarang Press.

Sukidi, Basrowi, Suranto. 2010. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan Cendekia

Suhardjono,2012, Penelitian Tindakan Kelas dan Tindakan Sekolah, Malang: Cakrawala Indonesia LP3 Universitas Negeri Malang.

Biodata Singkat : Penulis adalah Kepala SMP Negeri 1 Situraja,

Kabupaten Sumedang.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxxii

PENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA MATERI FUNGSI ALAT-ALAT TUBUH MELALUI ALAT PERAGA TORSO

(Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas V di SD Negeri Jatisari)

Rohyati, S.Pd.

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran IPA materi fungsi alat-alat tubuh melalui alat peraga torso bagi siswa kelas V SD Negeri Jatisari. Penelitian ini menggunakan pendekatan tindakan kelas. Populasi penelitian diambil semua siswa kelas V. Teknik pengumpulan data digunakan wawancara, observasi, dokumen dan tes. Kegiatan penelitian ini dilakukan melalui 2 siklus setiap siklus melalui 4 tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata pemahaman siswa akan fungsi alat-alat tubuh sebelum siklus sebesar 65, pada siklus I sebesar 70,71 dan pada siklus II sebesar 77 sehingga terdapat kenaikan nilai rata – rata dari sebelum siklus ke siklus I selanjutnya ke siklus II. Prosentase ketuntasan belajar siswa pada pra siklus menunjukkan angka sebesar 52,38 % (11 siswa tuntas dalam belajarnya dari seluruh peserta 21 siswa ), pada siklus I sebesar 80,95 % ( 17 siswa tuntas dalam belajarnya dari seluruh peserta 21 siswa )dan pada siklus II sebesar 95,24 % ( 20 siswa tuntas dalam belajarnya dari seluruh peserta 21 siswa). Dari perhitungan rata-rata nilai yang diperoleh anak pembelajaran setelah siklus pertama dan setelah siklus kedua menunjukkan bahwa selalu ada peningkatan yang cukup baik hal ini menunjukkan bahwa siswa semakin menguasai materi pelajarannya jika dalam penyampaiannya dilakukan dengan menggunakan alat peraga yang bersifat interaktif dalam proses belajar sehingga ia akan mendapatkan hasil belajar yang baik. Dengan demikian terdapat peningkatan ketuntasan belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Berdasarkan keterangan di atas maka dapat dibuat suatu kesimpulan sebagai berikut melalui alat peraga torso dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas V SD Negeri Jatisari mata pelajaran IPA materi pokok fungsi alat-alat tubuh.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxxiii

Kata Kunci : Alat peraga, torso, pemahaman siswa, IPA, materi fungsi alat-alat tubuh.

A. PENDAHULUAN Semua guru atau siswa pasti selalu mengharapkan agar setiap proses

belajar mengajar dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya. Guru mengharapkan agar siswa dapat memahami setiap materi yang diajarkan, siswapun mengharapkan agar guru dapat menyampaikan atau menjelaskan pelajaran dengan baik, sehingga memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Akan tetapi harapan harapan itu tidak selalu dapat terwujud. Masih banyak siswa yang kurang memahami penjelasan guru. Ada siswa yang nilainya selalu rendah, bahkan ada siswa yang tidak bisa mengerjakan soal atau jika mengerjakan soalpun jawabannya asal–asalan. Semua itu menunjukkan bahwa guru harus selalu mengadakan perbaikan secara terus menerus dalam pembelajarannya, agar masalah masalah kesulitan belajar siswa dapat diatasi, sehingga hasil belajar siswa mencapai tujuan yang diharapkan.

Pembelajaran IPA yang berlangsung saat ini menurut pengamatan penulis terkesan belum maksimal.Hal ini dari beberapa indikator antara lain hasil tes semester yang kurang dari KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), pengakuan siswa secara obyektif bahwa IPA termasuk dalam kategori sulit menurut mereka disamping Matematika dan IPS.

Kenyataan di kelas dalam pelaksanaan proses belajar mengajar IPA ada saja tingkah laku anak yang kadang kala tidak sesuai dengan harapan guru, Seperti bergurau dengan teman saat di terangkan, tidak mengerjakan PR, tidak mau membuat catatan, tidak mau memperhatikan saat diterangkan dan lain sebagainya.

Faktor penyebab rendahnya pemahaman siswa terhadap materi fungsi alat tubuh antara lain pembelajaran hanya terpusat oleh guru, siswa sebagai pendengar pasif, dan kurangnya variasi dalam proses pembelajaran. Salah satu alternatif pendukung proses pembelajaran adalah dengan menggunakan alat peraga yang dilandasi oleh pemikiran bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami suatu konsep.

Menurut Sugiyono (2011:1) alat peraga merupakan suatu perangkat benda konkret yang dirancang, dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep–konsep maupun prinsip–prinsip dalam matematika. Pembelajaran dengan menggunakan media alat peraga dalam menyampaikan materi, siswa secara

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxxiv

sadar dapat mengkaitkan dengan kehidupan sehari– hari, siswa aktif menemukan masalah yang diberikan guru melalui bimbingan guru dan berusaha memperoleh tujuan yang diharapkan, sehingga hasil yang diperoleh dapat maksimal.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa di SD Negeri Jatisari pada mata pelajaran IPA materi fungsi alat-alat tubuh dengan menggunakan media alat peraga torso. B. METODE PENELITIAN

1. Subjek Penelitian Peneltian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di kelas V SD Negeri

Jatisari. Mata pelajaran yang menjadi subjek penelitian yaitu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan materi pokok “Fungsi Alat-alat Tubuh”, dengan menggunakan alat peraga torso.

Jumlah siswa kelas V SD Negeri Jatisari pada saat PTK ini dilaksanakan yaitu sebanyak 21 orang, terdiri dari 11 orang siswa perempuan dan 10 orang siswa laki-laki. Tingkat kemampuan para siswa bervariasi ada yang kurang, ada yang sedang dan ada pula beberapa orang di atas rata-rata. Dari data ulangan IPA pada tes jeda semester tahun 2012 tercatat siswa yang memiliki nilai di atas KKM yaitu 13 orang atau 56,5% dari 23 orang siswa. Siswa yang berada dibawah KKM ada 7 orang siswa atau 30,4% dan sisanya memiliki nilai sama dengan KKM, dimana KKM untuk pelajaran IPA semester 1 SD Negeri Jatisari yaitu 64,9.

2. Sumber Data

Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini diperoleh dari data kualitatif. Informasi data ini akan digali dari berbagai macam sumber data. Adapun sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini antara lain 1) Informasi data dari nara sumber yang terdiri dari siswa kelas V serta wali kelas V. 2) Arsip nilai ulangan harian mapel IPA. 3) Hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran dengan alat peraga multimedia

3. Teknik Pengumpulan Data

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxxv

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dokumen dan tes.

4. Prosedur Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan melalui 2 siklus setiap siklus melalui 4 tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Data Nilai siswa sebelum perlakuan pengajaran siklus

a. Jumlah Siswa yang mendapatkan nilai 45 ada 2 orang, nilai 50 ada 2 orang; nilai 60 ada 4 siswa; nilai 65 ada 4 siswa; nilai 70 ada 3 siswa nilai 75 ada 4 orang dan nilai 80 ada 2 siswa, sehingga nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 80 dan nilai terendah 45 dengan demikian rata – rata yang diperoleh siswa sebesar 65.

b. Siswa yang mendapatkan nilai 75 ke atas sebanyak 6 orang c. Siswa yang mendapatkan nilai antara 60 sampai 74 sebanyak 11

orang d. Siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 60 sebanyak 4 orang e. Siswa yang telah dinyatakan memiliki ketuntasan belajar ( dengan

nilai 70 ke atas) sebanyak 11 orang dari jumlah 21 siswa atau 52,38 %, sedangkan anak yang belum tuntas sebanyak 12 orang dari jumlah 21 siswa atau 57,14 %.

2. Deskripsi per Siklus

Langkah –langkah yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas di kelas V SD Negeri Jatisari pada materi fungsi alat-alat tubuh dengan alat peraga torso adalah sebagai berikut :

1) Rencana

a) Siklus I

Mengkondisikan siswa pada situasi pembelajaran

Menyampaikan tujuan

Menjelaskan langkah–langkah pembelajaran

Mengaitkan pelajaran yang lalu dengan yang materi yang akan diajarkan

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxxvi

Dengan mengamati alat-alat tubuh pada alat peraga torso, siswa dan guru mengadakan tanya jawab tentang fungsi dari masing-masing alat tubuh

Membimbing diskusi kelompok mengenai fungsi alat-alat tubuh.

Membimbing pengamatan siswa dalam diskusi tentang fungsi alat pernafasan pada tubuh dan fungsi alat pencernaan pada tubuh.

Menyimpulkan pelajaran

Mengadakan post tes

b) Siklus II

Mengondisikan siswa pada situasi pembelajaran

Menyampaikan tujuan

Menjelaskan langkah – langkah pembelajaran

Mengaitkan pelajaran yang lalu dengan yang materi yang akan akan diajarkan

Dengan mengamati alat-alat tubuh pada alat peraga torso, siswa dan guru mengadakan tanya jawab tentang fungsi dari masing-masing alat tubuh

Membimbing diskusi kelompok mengenai fungsi alat-alat tubuh.

Membimbing pengamatan siswa dalam diskusi tentang fungsi alat pernafasan pada tubuh dan fungsi alat pencernaan pada tubuh.

Menyimpulkan pelajaran

Mengadakan post tes

2) Pelaksanaan Penelitian a) Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana yang

telah disusun b) Melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran

siswa.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxxvii

c) Melakukan tindakan khusus kepada siswa yang memerlukan bimbingan.

3) Melakukan Pengumpulan Data a) Mencatat nilai evaluasi siswa b) Mencatat hasil pengamatan terhadap sikap siswa c) Menganalisis hasil pembelajaran d) Melakukan refleksi terhadaphasil analisis tindakan.

3. Refleksi

a. Siklus I Siswa belum semuanya memperhatikan penjelasan guru ketika guru sedang menjelaskan, siswa juga belum seluruhnya aktif dalam kerja kelompok/ diskusi, tercatat juga siswa kurang mengerti terhadap maksud kalimat atau bahasa yang diucapkan guru. Hal ini disebabkan guru kurang menggunakan contoh/ ilustrasi dan penekanan serta alat peraga yang menarik, guru juga tidak memberikan tugas secara individu dalam diskusi/ kerja kelompok, juga guru kurang memberi penekanan-penekanan terhadap kata baru atau kata kunci yang menjadi permasalahan.

b. Siklus II Siswa mulai menunjukkan perkembangan yang lebih baik dari pembelajaran sebelumnya. Siswa sudah aktif memperhatikan penjelasan guru, aktif berdiskusi dan memahami kata kunci dalam pokok bahasan yang menjadi tujuan pembelajarannya. Siswa lebih respon dalam diskusi kelas/ presentasi ataupun tanya jawab. Hal ini disebabkan karena guru sudah menggunakan metode dan alat peraga yang sesuai , serta cara menjelaskan dan membimbing diskusi kecil dengan lebih intensif. Walau pada tes akhir ada saja siswa yang mau menyontek dari temannya tapi segera bisa diatasi dengan cara mendekati dan diberi teguran.

4. Data Nilai siswa Setelah Perlakuan Pengajaran Siklus I

Dari tabel daftar nilai yang ada di lampiran dapat diketahui bahwa :

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxxviii

a. Jumlah Siswa yang mendapatkan nilai 45 ada 1 siswa, nilai 50 ada 1 siswa, nilai 60 ada 2 siswa; nilai 70 ada 8 siswa; nilai 75 ada 4 siswa; nilai 80 ada 3 siswa; nilai 85 ada 2 siswa, sehingga nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 85 dan nilai terendah tetap 45 dengan demikian rata – rata yang diperoleh siswa sebesar 70,71.

b. Siswa yang mendapatkan nilai 75 ke atas sebanyak 9 orang c. Siswa yang mendapatkan nilai antara 60 sampai 74 sebanyak 10

orang d. Siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 60 sebanyak 2 orang e. Siswa yang telah dinyatakan memiliki ketuntasan belajar (dengan

nilai 70 ke atas) sebanyak 17 orang dari jumlah 21 siswa atau 80,95 %, sedangkan anak yang belum tuntas sebanyak 4 orang dari jumlah 21 siswa atau 19,05 %.

5. Data Nilai siswa Setelah Perlakuan Pengajaran Siklus II

Dari tabel daftar nilai yang ada di lampiran dapat diketahui bahwa : a. Jumlah Siswa yang mendapatkan nilai 60 ada 1 siswa; nilai 70 ada

4 siswa; nilai 75 ada 6 siswa; nilai 80 ada 5 siswa, nilai 85 ada 3 siswa, dan nilai 90 ada 2 siswa, sehingga nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 90 dan nilai terendah 60 dengan demikian rata – rata yang diperoleh siswa sebesar 77.

b. Siswa yang mendapatkan nilai 75 ke atas sebanyak 16 orang c. Siswa yang mendapatkan nilai antara 60 sampai 74 sebanyak 5

orang d. Siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 60 sebanyak 0 orang e. Siswa yang telah dinyatakan memiliki ketuntasan belajar (dengan

nilai 65 ke atas) sebanyak 20 orang dari jumlah 21 siswa atau 95,24 %, sedangkan anak yang belum tuntas sebanyak 1 orang dari jumlah 21 siswa atau 4,76 %.

D. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa sebagian siswa belum tuntas

dalam belajarnya (pada siklus I) dikarenakan guru kurang menggunakan contoh/ ilustrasi dan penekanan serta alat peraga yang menarik, guru juga tidak

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xxxix

memberikan tugas secara individu dalam diskusi/ kerja kelompok, juga guru kurang memberi penekanan-penekanan terhadap kata baru atau kata kunci yang menjadi permasalahan sehingga kurang dapat membangkitkan siswa dalam belajar dengan optimal, sehingga siswa belum dapat menyerap materi yang diberikan oleh guru dengan baik dan benar. Setelah refleksi diri guru menggunakan suatu alat peraga torso dalam pembelajaran agar siswa lebih respon dalam diskusi kelas/ presentasi ataupun tanya jawab. Hal ini dilakukan untuk penguatan siswa dalam memahami materi ternyata hasilnya lebih baik daripada siklus I (pada siklus II). Suasana belajar terlihat hidup dan siswa sangat bergairah kalau ditinjau dari tes formatif ternyata ada peningkatan nilai rata-rata kelas dari 70,71 menjadi 77. Dengan melihat hasil di atas maka dapat dijelaskan: Dari perhitungan rata-rata nilai yang diperoleh anak pembelajaran setelah siklus pertama dan setelah siklus kedua menunjukkan bahwa selalu ada peningkatan yang cukup baik hal ini menunjukkan bahwa siswa semakin menguasai materi pelajarannya jika dalam penyampaiannya dilakukan dengan menggunakan alat peraga yang bersifat interaktif dalam proses belajar sehingga ia akan mendapatkan hasil belajar yang baik. E. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa melalui alat peraga torso dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas V SD Negeri Jatisari mata pelajaran IPA materi pokok fungsi alat-alat tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

Aristo Rahadi .2003 Media Pembelajaran .Jakarta : Direktorat Tenaga Kependidikan

Dimiyati Mahmud, 2000. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan.

Yogyakarta : BPFE

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xl

Handayani,2002.Sains Kelas V .Klaten : CV Sahabat Solahuddin, A. 2002. Implementasi Teori Ausabel Pada Pembelajaran Senyawa

Karbon di SMU. Jurnal Pendidikan Nasional dan Kebudayaan no. 036-Mei-2002. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional dan Kebudayaan

Suyadi. 2010. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: DIVA Press. Biodata Singkat : Penulis adalah Guru SD Negeri Jastisari, Kabupaten

Sumedang

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xli

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOTITION (CIRC)

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENANGGAPI PEMBACAAN NOVEL DAN UNSUR-UNSUR INTRINSIK NOVEL

(Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja)

Tati Charnati, S.Pd,

ABSTRAK

Model pembelajaran Kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Compotition ini merupakan salah satu model pembelajaran alternatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran atau tema sebuah wacana termasuk dalam menemukan unsur-unsur intrinsik dari sebuah novel. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe cooperative integrated reading and compotition (CIRC) terhadap kemampuan menanggapi pembacaan novel dan menganalisis unsur instrinsik novel pada siswa kelas XII IPS I SMAN Darmaraja. Penelitian ini dilakukan atas dua siklus, siklus pertama dilakukan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe CIRC, sedangkan siklus kedua dilakukan setelah refleksi siklus pertama. Sesuai dengan langkah-langkah metode PTK, maka penelitian ini dilakukan ke dalam beberapa tahap, yaitu: (a)Tahap Perencanaan: menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, LKS, mempersiapkan tes hasil belajar dan lembar pengamatan; (b)Tahap Tindakan: memotivasi siswa dengan melakukan berbagai macam penguatan dan menerapkan tipe CIRC; (c)Tahap Observasi: observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Kegiatan observasi dilakukan oleh peneliti dan guru dengan menggunakan lembar pengamatan; dan (d)Tahap Refleksi: Mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari tindakan, kelemahan dan kekurangan dari tindakan diperbaiki pada rencana selanjutnya. Subjek yang diteliti yaitu siswa kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja mengenai kemampuan dalam menanggapi novel melalui penemuan unsur-unsur

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xlii

intrinsiknya seperti tema, alur, tokoh, amanat dalam novel tersebut. Dari analisis hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading Compotition (CIRC) dapat meningkatkan kemampuan menganalisis unsur instrinsik novel siswa kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja. Hal ini dapat dilihat pada ketuntasan klasikal pada UH siklus I dengan nilai rata-rata 64,55 ketuntasan klasikal 53,33% (16 siswa). Siklus II kembali meningkat dengan nilai rata-rata siswa 79 mencapai ketuntasan klasikal 93,33% (28 siswa). Pembelajaran kooperatif tipe CIRC sangat cocok untuk meningkatkan kemampuan siswa khususnya dalam menganalisis unsur instrinsik novel siswa kelas XII IPS I SMAN Darmaraja, dan juga dapat menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Kata Kunci : Model Pembelajaran Kooperatif, CIRC, Novel, Unsur Intrinsik

A. PENDAHULUAN Tarigan mengemukakan bahwa (2005:77) ada beberapa unsur instrinsik

yang terkandung dalam menganalisis novel yaitu (1) tema; (2) plot; (3) pelukisan watak; (4) konflik; (5) latar; (6) sudut pandang. Berdasarkan pengamatan peneliti sebagai guru di SMAN Darmaraja, hasil kemampuan memahami unsur instrinsik novel siswa kelas XII IPS I SMAN Darmaraja dari 30 orang siswa diraih ketuntasan klasikal 43,33% sedangkan ketuntasan klasikal harus mencapai 80%, dengan KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 70,00.

Sesuai dengan ketuntasan klasikal, terlihat bahwa kemampuan membaca, terutama materi pokok menentukan tema, alur, tokoh, sudut pandang dalam cerita novel masih rendah. Rendahnya pemahaman siswa dalam menganalisis unsur instrinsik novel di SMAN Darmaraja ini disebabkan oleh kurangnya perhatian siswa pada saat guru menjelaskan materi pelajaran. Guru masih mengajar dengan metode ceramah sehingga siswa merasa bosan dan tidak konsentrasi dalam menyimak penjelasan gurunya, dan juga kurangnya penggunaan media dalam menyampaikan materi pelajaran. Tetapi yang paling berpengaruh dari kelemahan di atas yaitu metode yang digunakan guru kurang melibatkan siswa sehingga siswa menjadi pasif karena kegiatan pembelajaran hanya berpusat pada guru.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xliii

Model pembelajaran Kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Compotition ini merupakan salah satu model pembelajaran alternatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran atau tema sebuah wacana termasuk dalam menemukan unsur-unsur intrinsik dari sebuah novel. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis berinisiatif mengadakan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative Integrated Reading and Compotition (CIRC) Untuk Meningkatkan Kemampuan Menanggapi Pembacaan Novel dan Menganalisis Unsur Instrinsik Novel Pada Siswa Kelas XII IPS I SMAN Darmaraja.” B. METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK merupakan suatu cara atau prosedur baru untuk meningkatkan profesionalisme pendidik dalam mengajar. Penelitian ini dilakukan atas dua siklus, siklus pertama dilakukan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe CIRC, sedangkan siklus kedua dilakukan setelah refleksi siklus pertama. Sesuai dengan langkah-langkah metode PTK, maka penelitian ini dilakukan ke dalam beberapa tahap, yaitu: (a)Tahap Perencanaan: menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, LKS, mempersiapkan tes hasil belajar dan lembar pengamatan; (b)Tahap Tindakan: memotivasi siswa dengan melakukan berbagai macam penguatan dan menerapkan tipe CIRC; (c)Tahap Observasi: observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Kegiatan observasi dilakukan oleh peneliti dan guru dengan menggunakan lembar pengamatan; dan (d)Tahap Refleksi: Mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari tindakan, kelemahan dan kekurangan dari tindakan diperbaiki pada rencana selanjutnya. Subjek yang diteliti yaitu siswa kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja mengenai kemampuan dalam menanggapi novel melalui penemuan unsur-unsur intrinsiknya seperti tema, alur, tokoh, amanat dalam novel tersebut. Jumlah siswa 30 orang yang terdiri dari 12 laki-laki dan 18 perempuan. Mereka memiliki kemampuan berpikir (inteligensi), kemampuan ekonomi, dan latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan teknik tes, dengan instrumen penelitian menggunakan lembar observasi aktivitas guru, lembar observasi aktivitas siswa,

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xliv

dan soal tes. Sedangkan untuk teknik analisis data menggunakan teknik kuantitatif deskriptif. C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian tindakan kelas ini, dilaksanakan sebanyak dua siklus, dengan satu siklus terdiri dari dua pertemuan. Tindakan yang dilakukan pada penelitian ini adalah melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading Compotition (CIRC), untuk mengetahui keterampilan siswa dalam menanggapi pembacaan novel dan menganalisis unsur instrinsik novel di kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja.

1. Data Awal Hasil Kemampuan Menanggapi Pembacaan Novel dan

Menganalisis Unsur Intrinsik Novel Siswa Kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja

Materi yang diajarkan pada data awal sama dengan materi pada siklus I dan siklus ke II. Materi yang diajarkan adalah tentang bagaimana menentukan tema, alur dan penokohan dalam novel. Pembelajaran ini berpedoman pada silabus dan RPP yang telah disusun dan dikembangkan oleh peneliti. Hasil yang terlihat pada data awal yakni sebagian besar siswa tidak memahami tentang tema maupun tokoh/penokohan, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan menganalisis unsur instriksi novel masih rendah, hal ini seperti yang telihat pada pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Data Awal Kemampuan Menganalisis Unsur Instrinsik Novel

Skor Kategori Data Awal

86-100 Baik sekali 0 siswa (0%)

71-85 Baik 4 siswa (13,33%)

56-70 Cukup 15 siswa (50%)

41-55 Kurang 9 siswa (30%)

≤ 40 Kurang sekali 3 siswa (10%)

Rata-rata 60,00

Kategori Cukup

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xlv

Ketuntasan 13 siswa (43,33%)

Tidak tuntas 17 siswa (56,67%)

Jumlah Siswa 30 siswa

Hasil keterampilan menganalisis unsur instrinsik novel siswa kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja pada data awal, berkategori cukup dan memiliki rata-rata 60,00 dengan ketuntasan klasikal hanya 43,33%. Melihat kenyataan rendahnya keterampilan siswa menganalisis unsur instrinsik novel sehingga peneliti tertarik untuk melakukan tindakan kelas dengan mengajarkan materi tentang menganalisis unsur instrinsik novel.

2. Peningkatan Hasil Kemampuan Menganalisis Unsur Instrinsik Novel

Setelah dilakukan perlakukan (treatment), yaitu dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe CIRC pada siklus I dan siklus II, maka dapat diketahui peningkatan kemampuan siswa dalam menganalisis unsur instrinsik novel, seperti yang terlihat pada tabel 2 dan tabel 3 di bawah ini.

Tabel 2

Peningkatan Kemampuan Menganalisis Unsur Instrinsik Novel untuk Data Awal dan Siklus I

Skor Kategori Data Awal Siklus I UH I

86-100 Baik sekali 0 siswa (0%) 2 siswa (6,66%)

71-85 Baik 4 siswa (13,33%) 7 siswa (23,33%)

56-70 Cukup 15 siswa (50%) 11 siswa (36,66%)

41-55 Kurang 9 siswa (30%) 8 siswa (26,66%)

≤ 40 Kurang sekali 3 siswa (10%) 2 siswa (6,66%)

Rata-rata 60,00 64,55

Kategori Cukup Cukup

Ketuntasan 13 siswa (43,33%) 16 siswa (53,33%)

Jumlah Siswa 30 siswa 30 siswa

Tabel 3

Peningkatan Kemampuan Menganalisis Unsur Instrinsik Novel

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xlvi

untuk Siklus I dan Siklus II

Skor Kategori Siklus I UH I Siklus II UH II

86-100 Baik sekali 2 siswa (6,66%) 6 siswa (20%)

71-85 Baik 7 siswa (23,33%) 16 siswa (53,33%)

56-70 Cukup 11 siswa (36,66%) 9 siswa (30%)

41-55 Kurang 8 siswa (26,66%) 0 siswa (0%)

≤ 40 Kurang sekali 2 siswa (6,66%) 0 siswa (0%)

Rata-rata 64,55 Baik

Kategori Cukup Cukup

Ketuntasan 16 siswa (53,33%) 28 siswa (93,33%)

Jumlah Siswa 30 siswa 30 siswa

Berdasarkan tabel 2 dan tabel 3 di atas dapat diketahui, bahwa

kemampuan menganalisis unsur instrinsik novel siswa kelas XII SMAN Darmaraja terus mengalami peningkatan yaitu dari rata-rata 60 pada data awal, meningkat pada siklus I pertemuan ketiga (ulangan siklus I) menjadi 64,55% dengan persentase peningkatan pada data awal dan Siklus I UH I yaitu 4,55%. Pertemuan pada UH I ini memiliki siswa tuntas sejumlah 16 siswa dan siswa tidak tuntas sebanyak 14 siswa, yang jika dibandingkan pada data awal berjumlah 13 orang siswa berkategori tuntas dan 17 siswa masih tidak tuntas. Hal ini disebabkan telah dilaksanakannya penerapan pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading Compotition (CIRC) dalam menganalisis unsur instrinsik novel yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga nilai menganalisis unsur instrinsik novel siswa meningkat. Siklus II pertemuan kedua (ulangan siklus II) meningkat menjadi 79 dengan persentase peningkatan keterampilan menganalisis unsur instrinsik novel menjadi 50%. Jumlah siswa yang tuntas meningkat pada UH II ini yaitu sebanyak 28 siswa tuntas dan tidak tuntas berjumlah 2 orang siswa. Secara klasikal pada pertemuan ini siswa telah tuntas yaitu 93,33%.

D. KESIMPULAN DAN SARAN

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xlvii

Dari analisis hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooepratif tipe Cooperative Integrated Reading Compotition (CIRC) dapat meningkatkan kemampuan menganalisis unsur instrinsik novel siswa kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja. Hal ini dapat dilihat pada ketuntasan klasikal pada UH siklus I dengan nilai rata-rata 64,55 ketuntasan klasikal 53,33% (16 siswa). Siklus II kembali meningkat dengan nilai rata-rata siswa 79 mencapai ketuntasan klasikal 93,33% (28 siswa).

Selanjutnya berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyampaikan beberapa saran yaitu sebagai berikut: (a) Bagi sekolah, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat menjadi salah satu alternatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pada materi menganalisis unsur instrinsik cerita legenda, sehingga meningkatkan kemampuan siswa menganalisis unsur instrinsik novel; (b) Bagi guru, penggunaan model pembelajaran kooperatif CIRC dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengajarkan cara menganalisis unsur instrinsik novel siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC; dan (c) Bagi peneliti lanjutan, pembelajaran kooperatif tipe CIRC sangat cocok untuk meningkatkan kemampuan siswa khususnya dalam menganalisis unsur instrinsik novel siswa kelas XII IPS I SMAN Darmaraja, dan juga dapat menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe CIRC.

DAFTAR PUSTAKA

Ar, Syamsuddin. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara. Gimin. 2008. Model-model Pembelajaran. Pekanbaru : Cendikia Insani. Isjoni. 2007. Cooperative Learning. Pekanbaru : ALFABETA Tarigan, Henry Guntur. 2005. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan

Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xlviii

Biodata Singkat : Penulis adalah Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

di SMAN Darmaraja Kabupaten Sumedang MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA MELALUI STRATEGI PETA

KONSEP DISERTAI PENULISAN JURNAL DALAM SETTING PEMBELAJARAN KONSEP FUNGI PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI

(Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas X SMAN Darmaraja) Drs. Ukendi Andriyana

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Darmaraja Sumedang pada siswa kelas X. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas X yang nilai rata-rata kelas untuk tes formatif mata pelajaran biologi paling rendah dibandingkan kelas yang lain dan seluruh anggota Tim Peneliti: Data tentang hasil belajar diperoleh melalui tes awal dan tes akhir, Data tentang keterkaitan dan kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan didapat dari Rencana Pembelajaran dan lembar observasi dan Data tentang situasi pembelajaran pada saat pelaksanaan diperoleh melalui lembar observasi. Indikator keberhasilan penelitian tindakan ini adalah bila penguasaan siswa tentang materi fungi telah mencapai tingkat ketuntasan belajar minimal 75%. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa sebagian siswa belum tuntas dalam belajarnya (pada awal pembelajaran) dikarenakan siswa belum memahami benar konsep materi fungi ditambah lagi dengan penyampaian dari guru yang kurang dipahami siswa sehingga siswa belum dapat menyerap materi yang diberikan oleh guru dengan baik dan benar. Setelah refleksi diri guru menggunakan pembelajaran dengan menggunakan peta konsep disertai jurnal agar siswa lebih respon dalam diskusi kelas/ presentasi ataupun tanya jawab. Hal ini dilakukan untuk penguatan siswa dalam memahami materi ternyata hasilnya lebih baik daripada awal pembelajaran (akhir pembelajaran). Suasana belajar terlihat hidup dan siswa sangat bergairah kalau ditinjau dari tes formatif ternyata ada peningkatan nilai rata-rata kelas dari 68,66 menjadi 77,83. Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa melalui peta konsep yang disertai penugasan jurnal dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas X SMA Darmaraja mata pelajaran biologi materi pokok fungi.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xlix

Kata kunci : Pemahaman siswa, Peta Konsep, Penulisan Jurnal, Fungi A. PENDAHULUAN

Biologi merupakan mata pelajaran yang termasuk dalam rumpun ilmu pengetahuan alam (IPA atau sains). Ilmu sains berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry) tentang alam secara sistematis, sehingga pembelajaran bukan hanya sebagai penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran biologi di sekolah menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil penelitian yang dilakukan Pendley, Bretz dan Novak (1994) menunjukkan pada umumnya siswa cenderung belajar dengan hafalan dari pada secara aktif mencari untuk membangun pemahaman mereka sendiri terhadap konsep biologi tersebut. Nakhleh (1992) juga mengungkapakan bahwa cara belajar seperti itu menyebabkan sebagian konsep-konsep biologi masih merupakan konsep yang abstrak bagi siswa, bahkan mereka tidak dapat mengenali konsep-konsep kunci atau hubungan antarkonsep yang diperlukan untuk memahami konsep tersebut. Dengan demikian, untuk dapat memahami konsep-konsep dalam biologi diperlukan pemahaman yang benar terhadap konsep dasar yang membangun konsep tersebut.

Kenyataan dilapangan, konsep Biologi materi fungi merupakan salah satu materi yang dianggap sulit oleh beberapa siswa kelas X di SMAN Darmaraja, dengan alasan untuk memahami materi tersebut selain harus dapat mengingat jenis-jenis nama latinnya, juga harus dapat mengenal struktur dasar/gugus fungsionalnya.

Guru mata pelajaran biologi juga kesulitan dalam menyampaikan materi biologi fungi ini pada siswa. Mereka sukar mencari metode, strategi dan pendekatan yang tepat dalam pembelajaran materi tersebut. Untuk itu, sangat diperlukan suatu kondisi belajar bermakna yang dapat menjadikan siswa dapat memahami konsep biologi tersebut, salah satu caranya dengan menggunakan strategi peta konsep.

Strategi peta konsep merupakan salah satu cara untuk membantu siswa membangun kebermaknaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang baru dan lebih kuat pada suatu bidang studi (Novak dan Gowin dalam Ebenezar, 1992).

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 l

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa peta konsep sangat baik sebagai alat pembelajaran dan memberikan dampak positif bagi siswa dalam belajar biologi (Harton, 1993; Roth dan Roychoundhury, 1993; Trowbridge & Wandersee, 1994; Rusmasyah, 2003)

Berdasarkan analisis situasi/latar belakang di atas, ditemukan bahwa materi biologi fungi masih menjadi permasalahan di kelas X SMAN Darmaraja. Hal tersebut dirasakan sendiri oleh peneliti sebagai pengajar selama 6 tahun terakhir. Dengan demikian, sudah selayaknya para siswa, diberikan pembelajaran bentuk lain; yang mengarah pada belajar bermakna dan kreatif. Sehingga diharapkan dapat memberikan perubahan ke tingkat yang lebih baik melalui strategi peta konsep (Concept Mapping) disertai tugas penulisan jurnal (Journal Writing) dalam setting pembelajaran konsep biologi tentang fungi. B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Peta Konsep Menurut Novak (1984) dan Gawith (1988) peta konsep adalah

suatu istilah tentang strategi yang digunakan guru untuk membantu siswa mengorganisasikan konsep pelajaran yang telah dipelajari berdasarkan arti dan hubungan antara komponennya. Hubungan antara satu konsep dengan konsep lain dikenal sebagai proposisi. Selanjutnya, peta konsep yang diperkenalkan oleh Novak pada tahun 1985 (Dahar, 1988) dalam bukunya Learning How to Learn, peta konsep merupakan suatu alat yang efektif untuk menghadirkan secara visual hirarki generalisasi-generalisasi dan untuk mengekspresikan keterkaitan proposisi dalam sistem konsep-konsep yang saling berhubungan.

Dahar (1988) mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut: a. Peta Konsep atau pemetaan konsep adalah suatu cara untuk

memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, matematika. Dengan menggunakan peta konsep, siswa dapat “melihat” bidang studi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.

b. Suatu peta konsep merupakan gambar dua dimensi dari suatu bidang studi, atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang dapat memperlihatkan hubungan-hubungan proposional antara konsep-konsep.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 li

c. Tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti ada konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep yang lain.

d. Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut.

Dari ciri-ciri peta konsep di atas terlihat bahwa peta konsep dapat

memperlihatkan jalinan antara konsep yang satu dengan lainnya, dimana konsep-konsep tersebut dihubungkan dengan kata penghubung sehingga terbentuklah proposisi. Konsep yang satu mempunyai cakupan yang lebih luas daripada konsep yang lain.

2. Strategi Peta Konsep yang Disertai Tugas Penulisan Jurnal

Strategi peta konsep merupakan salah satu strategi dalam pembelajaran yang didasari konstruktivisme, yang digunakan guru untuk membantu siswa mengorganisasikan konsep pelajaran yang telah dipelajari berdasarkan arti dan hubungan antara komponennya. Ada beberapa langkah yang harus diikuti untuk membuat peta konsep, yakni:

a. Memilih dan menentukan suatu bahan bacaan b. Menentukan konsep-konsep yang relevan. c. Menyusun/menuliskan konsep-konsep itu di atas kertas d. Menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata penghubung

tertentu untuk membentuk proposisi dan garis penghubung. e. Jika peta sudah selesai, perhatikan kembali letak konsep-konsepnya

dan kalau perlu diperbaiki atau disusun kembali agae menjadi lebih baik dan berarti.

f. Dalam penskoran, peta konsep yang dibuat dalam bentuk menyatakan hubungan diberi skor 11, hirarki diberi skor 3, cabang diberi skor 7, dari umum ke khusus diberi skor 3, hubungan silang diberi skor 2, skor total 26.

(Ausubel, D.P., 1978; Novak J.D, 1984; Ault, Novak and Gowin, 1988).

Tugas Penulisan Jurnal (Journal Writing) merupakan pengembangan

dari bentuk latihan yang direalisasikan dalam sebuah tulisan. Posamentier (1995:10-11) mengatakan bahwa dalam literatur psikologi diakui bahwa

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lii

seseorang yang menyatakan secara verbal materi yang dipelajarinya akan mempunyai ingatan yang lebih baik, dan seseorang yang menuliskan konsep yang baru dipelajarinya mempunyai ingatan yang jauh lebih tepat dari seseorang yang tidak belajar demikian. Penulisan jurnal cukup potensial untuk mengembangkan konsep/materi yang telah diberikan guru (Galbraith dkk, 1996). Bagi siswa yang tekun mencari dan mengembangkan suatu konsep/materi dari sumber-sumber yang bervariasi dan mutakhir, penulisan jurnal akan efektif sekali (Gates, 1996). Stix (1994) menambahkan bahwa penulisan jurnal oleh siswa dapat mendorong mereka untuk mengembangkan konsep yang berguna bagi diri siswa dalam memahami konsep/materi.

C. METODE PENELITIAN 1. Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Darmaraja Sumedang pada siswa kelas X. Siswa ini diberikan tes awal, dengan tujuan untuk melihat pemahaman awal siswa sebelum diajar materi fungi. Hasil analisa tes awal, juga digunakan untuk rujukan penyusunan tindakan yang akan dilakukan.

2. Rencana Tindakan Sasaran pembelajaran yang ingin dicapai setiap siklus sebagai

berikut: a. Siklus 1 : strategi peta konsep disertai tugas penulisan jurnal di

sekolah. b. Siklus 2 : strategi peta konsep disertai tugas penulisan jurnal di

rumah. c. Siklus 3 : strategi peta konsep disertai tugas penulisan jurnal di

rumah atau di sekolah. d. Siklus 4 : jika pembelajaran belum pada taraf ketuntasan yang

memadai, maka dilanjutkan siklus berikutnya.

Secara lengkap, prosedur penelitian tindakan untuk siklus pertama dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Perencanaan

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 liii

1. Membuat skenario pembelajaran yang merujuk pada strategi peta konsep yang disertai penulisan jurnal.

2. Membuat lembar observasi, bertujuan untuk melihat kondisi pembelajaran pada saat strategi peta konsep diaplikasikan.

3. Merancang alat peraga atau chart yang relevan untuk memudahkan siswa memahami konsep fungi pada saat pembelajaran.

b. Pelaksanaan Tindakan Pada tahap ini dilaksanakan skenario pembelajaran dengan

menggunakan strategi Peta konsep yang disertai dengan tugas penulisan jurnal.

c. Observasi

Pada tahap dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah disusun sebelumnya. Pada tahap ini, tindakan dilaksanakan oleh pengajar (guru) sebagai observer.

d. Refleksi

Pada tahap ini, pengajar (guru) dapat merefleksi diri berdasarkan hasil analisis observasi dan diskusi pada anggota tim peneliti yang lain; untuk mengkaji apakah tindakan yang telah dilakukan dapat meningkatkan pemahaman dan mencapai ketuntasan belajar pada konsep fungi. Hasil analisis data yang dilaksanakan pada tahap ini, akan dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus berikutnya.

3. Data dan Cara Pengambilannya

a. Sumber Data : Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas X yang nilai rata-rata kelas untuk tes formatif mata pelajaran biologi paling rendah dibandingkan kelas yang lain dan seluruh anggota Tim Peneliti.

b. Jenis data : Jenis data yang didapatkan adalah data kuantitatif dan kualitatif yang terdiri dari: 1). Hasil

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 liv

belajar ,2).Rencana Pembelajaran 3). Lembaran hasil observasi pelaksanaan pembelajaran.

c. Cara Pengambilan Data

Untuk keperluan analisis, maka data diperoleh melalui hal-hal sebagai berikut: 1) Data tentang hasil belajar diperoleh melalui tes awal dan tes akhir. 2) Data tentang keterkaitan dan kesesuaian antara perencanaan

dan pelaksanaan didapat dari Rencana Pembelajaran dan lembar observasi.

3) Data tentang situasi pembelajaran pada saat pelaksanaan diperoleh melalui lembar observasi.

4. Indikator Kinerja

Yang menjadi indikator keberhasilan penelitian tindakan ini adalah bila penguasaan siswa tentang materi fungi telah mencapai tingkat ketuntasan belajar minimal 75%.

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Tindakan yang dipilih a. Memberikan tes awal tentang materi Fungi pada siswa kelas X SMA

Darmaraja. b. Melaksanakan tindakan dalam proses pembelajaran materi fungi

melalui strategi peta konsep disertai tugas penulisan jurnal pada siswa SMA Darmaraja dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1) Tahap Persiapan

Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan diantaranya: mempersiapkan materi (buku pelajaran dan buku catatan), merancang pembelajaran menggunakan strategi peta konsep yang disertai tugas penulisan jurnal, mempersiapkan alat evaluasi dan cara penskorannya.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lv

2) Tahap Pembahasan Tes Awal

Pada tahap ini pengajar membahas hasil tes awal dengan metode diskusi dan tanya jawab.

3) Tahap Penyajian Materi Pada tahap ini pengajar menyebutkan tujuan pembelajaran, memberikan motivasi, memberikan apersepsi, menjelaskan materi fungi dengan strategi peta konsep sebagai berikut: menentukan konsep-konsep yang relevan dari buku pelajaran atau catatan, menyusun/menuliskan konsep-konsep itu di atas kertas, memetakan konsep itu berdasarkan kriteria: konsep yang paling umum di puncak, menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata penghubung tertentu untuk membentuk proposisi dan garis penghubung, perhatikan kembali letak konsep-konsepnya dan kalau perlu diperbaiki atau disusun kembali agar menjadi lebih baik dan berarti. Selama tahap penyajian materi pengajar memberikan umpan balik sesering mungkin.

4) Tahap Penugasan (Tugas Menulis Jurnal) Pemberian tugas kepada siswa dimaksudkan untuk memperdalam pemahaman siswa tentang materi yang baru dipelajari. Tugas yang diberikan dikerjakan di ruang kelas, maupun di rumah, dan dikumpulkan pada pertemuan minggu berikutnya. Setiap tugas yang terkumpul, akan diberikan komentar sebagai umpan balik dari pengajar.

5) Tahap Tes Hasil Belajar Pada tahap ini akan dilakukan 2 kali tes/ kelas, yakni tes awal dan akhir pembelajaran. Tes dikerjakan secara individu mandiri dalam waktu 45 menit. Tes awal diberikan sebelum pembelajaran menggunakan strategi peta konsep yang disertai penulisan jurnal dan strategi konvensional, bertujuan untuk melihat pemahaman/hasil belajar awal siswa dalam materi fungi. Tes akhir diberikan bertujuan untuk melihat pemahaman/hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran menggunakan

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lvi

strategi peta konsep yang disertai tugas penulisan jurnal. Setelah kedua tes telah dilaksanakan, maka 2 minggu kemudian dilakukan tes lagi di kelas konstrol dan eksperimen, yang disebut dengan tes daya ingat. Tes ini bertujuan untuk melihat apakah konsep fungi yang sudah dimiliki dapat bertahan lama pada kedua kelas.

2. Data Nilai Siswa di Awal Pembelajaran

Dari tabel daftar nilai yang ada di lampiran dapat diketahui bahwa : f. Jumlah Siswa yang mendapatkan nilai nilai 50 ada 4 siswa, nilai 60 ada 5

siswa; nilai 70 ada 10 siswa; nilai 75 ada 6 siswa; nilai 80 ada 3 siswa; nilai 85 ada 2 siswa, sehingga nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 85 dan nilai terendah tetap 50 dengan demikian rata – rata yang diperoleh siswa sebesar 68,66.

g. Siswa yang mendapatkan nilai 75 ke atas sebanyak 11 orang h. Siswa yang mendapatkan nilai antara 60 sampai 74 sebanyak 15 orang i. Siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 60 sebanyak 4 orang j. Siswa yang telah dinyatakan memiliki ketuntasan belajar (dengan nilai 75

ke atas) sebanyak 11 orang dari jumlah 30 siswa atau 36,6 %, sedangkan anak yang belum tuntas sebanyak 4 orang dari jumlah 30 siswa atau 63,3 %.

3. Data Nilai di Akhir Pembelajaran

Dari tabel daftar nilai yang ada di lampiran dapat diketahui bahwa : f. Jumlah Siswa yang mendapatkan nilai 60 ada 1 siswa; nilai 70 ada 4

siswa; nilai 75 ada 12 siswa; nilai 80 ada 8 siswa, nilai 85 ada 3 siswa, dan nilai 90 ada 2 siswa, sehingga nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 90 dan nilai terendah 60 dengan demikian rata – rata yang diperoleh siswa sebesar 77,83.

g. Siswa yang mendapatkan nilai 75 ke atas sebanyak 25 orang h. Siswa yang mendapatkan nilai antara 60 sampai 74 sebanyak 5 orang i. Siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 60 sebanyak 0 orang j. Siswa yang telah dinyatakan memiliki ketuntasan belajar (dengan nilai 75

ke atas) sebanyak 20 orang dari jumlah 30 siswa atau 83,3 %, sedangkan anak yang belum tuntas sebanyak 5 orang dari jumlah 30 siswa atau 16,67 %.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lvii

E. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa sebagian siswa belum tuntas dalam belajarnya (pada awal pembelajaran) dikarenakan siswa belum memahami benar konsep materi fungi ditambah lagi dengan penyampaian dari guru yang kurang dipahami siswa sehingga siswa belum dapat menyerap materi yang diberikan oleh guru dengan baik dan benar. Setelah refleksi diri guru menggunakan pembelajaran dengan menggunakan peta konsep disertai jurnal agar siswa lebih respon dalam diskusi kelas/ presentasi ataupun tanya jawab. Hal ini dilakukan untuk penguatan siswa dalam memahami materi ternyata hasilnya lebih baik daripada awal pembelajaran (akhir pembelajaran). Suasana belajar terlihat hidup dan siswa sangat bergairah kalau ditinjau dari tes formatif ternyata ada peningkatan nilai rata-rata kelas dari 68,66 menjadi 77,83. Dengan melihat hasil di atas maka dapat dijelaskan: Dari perhitungan rata-rata nilai yang diperoleh anak pembelajaran setelah awal pembelajaran dan setelah akhir pembelajaran menunjukkan bahwa selalu ada peningkatan yang cukup baik hal ini menunjukkan bahwa siswa semakin menguasai materi pelajarannya jika dengan menggunakan peta konsep dan disertai penulisan jurnal sehingga siswa lebih dapat memahami materi yang diberikan. F. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa melalui peta konsep yang disertai penugasan jurnal dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas X SMA Darmaraja mata pelajaran biologi materi pokok fungi.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lviii

DAFTAR PUSTAKA

Katu, N. (1995). Konsep Awal Siswa, Pengaruhnya Terhadap Pemahaman

Mereka Atas Konsep-konsep Sains yang diajarkan Guru. Makalah: Materi Penataran dan Lokakarya Pengajaran Fisika Dasar. HEDS-IKIP Padang.

Mason, C.L. (1992). Concept Mapping: A Tool to Develop Reflective Science

Instruction. Science Education, 76(1): 51-63.

Novrianto, Adien. (2000). Keefektifan Strategi Pengajaran Menggunakan Peta Konsep Ditinjau dari Prestasi dan Retensi Belajar Siswa Kelas II SMU Negeri 7 Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang:Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Suyadi. 2010. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: DIVA Press. Biodata Singkat : Penulis adalah Guru Mata Pelajaran Biologi SMAN

Darmaraja

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lix

PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN TRIGONOMETRI I

DENGAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA

(Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas X-3 SMAN Darmaraja)

Asep Sumarna HS, S.Pd.

ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam mengoptimalkan aktivitas dan kemampuan kognitif siswa kelas X-3 di SMAN Darmaraja pada mata pelajaran matematika materi pokok trigonometri 1. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Classroom Action Research (CAR) atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan dengan empat aspek utama yang saling berkaitan, yaitu: 1) perencanaan tindakan, 2) tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi. Pada penelitian ini, guru bertugas sebagai pelaksana tindakan dan juga observer atau pengamat. Selain itu dalam penelitian tindakan kelas ini melibatkan seorang rekan peneliti untuk membantu observasi. Dalam penelitian ini, dilakukan dua jenis penilaian, yaitu penilaian proses pembelajaran berupa penilaian terhadap aktivitas siswa dan penilaian hasil belajar siswa yang lebih khusus penilaian terhadap kemampuan kognitif siswa. Dengan menerapkan tindakan yang mengacu pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, selalu terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi trigonometri I. Hal ini terlihat dalam lembar observasi aktivitas belajar siswa terjadi peningkatan ketercapaian aktivitas belajar siswa, yaitu dari 12,5% pada kondisi awal menjadi 48%. Namun, hasil ini belum memenuhi target yaitu 75%. Maka dilanjutkan dengan tindakan kedua dengan penekanan pada pemberian umpan yang lebih banyak dan anjuran untuk lebih melatih kemampuan berdiskusi di luar forum kelas, terutama di asrama. Tindakan yang kedua ini terbukti berhasil meningkatkan ketercapaian aktivitas belajar siswa menjadi 85,25%. Demikian juga selalu terjadi peningkatan kemampuan kognitif siswa dalam pembelajaran matematika materi trigonometri I. Terjadi peningkatan ketuntasan kemampuan kognitif dari 15,625% pada tahap awal menjadi 31,25% sebagai hasil dari tindakan pertama. Hasil ini masih sangat jauh dari target yaitu ketuntasan sebesar 75%. Maka pada tindakan kedua

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lx

dilakukan banyak perbaikan, langkah ini memberikan pengaruh yang sangat signifikan pada kemampuan kognitif siswa, terbukti ketuntasan kemampuan kognitif siswa sebagai hasil dari tindakan kedua ini meningkat tajam menjadi 75,25%. Hal ini menunjukkan selalu terjadi peningkatan persentase ketuntasan pada nilai kemampuan kognitif siswa pada rangkaian proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran koopaeratif tipe jigsaw, dan akhirnya tercapai target awal pada siklus yang kedua. Kata kunci : Model pembelajaran kooperatif, Jigsaw, Aktivitas belajar,

kemampuan kognitif

A. PENDAHULUAN

Matematika sebagai suatu pertanda perkembangan intelegensi manusia,juga merupakan salah satu cara mengembangkan cara berpikir. Oleh karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK. Sehingga matematika perlu dibekalkan pada peserta didik sejak usia dini. Namun sebagian besar siswa beranggapan bahwa matematika itu sulit.

Sulitnya penguasaan matematika disebabkan oleh beberapa faktor. Diantara faktor-faktor tersebut adalah kualitas masukan peserta didik; anggapan bahwa matematika itu menakutkan; kurangnya penguasaan guru terhadap materi maupun metode pembelajaran; dan kurang tersedianya fasilitas yang diperlukan, dan lain sebagainya.

Dari sejumlah faktor faktor penyebab sulitya penguasaan matematika penulis menggarisbawahi salah satu, yaitu anggapan bahwa matematika itu sulit dan “menakutkan”. Menurut pengalaman dari beberapa pengajar, pengalaman pribadi dan pernyataan dari beberpa siswa, sejumlah topik yang seringkali dirasakan sulit oleh siswa untuk dipelajari dan oleh guru untuk disampaikan adalah: dimensi tiga, trigonometri dan sebagainya.

Pembelajaran Matematika materi trigonometri I di kelas X SMAN Darmaraja, masih dilakukan secara konvensional yang dicirikan dengan mengandalkan penggunaan metode ekspositori yaitu menjelaskan, memberi contoh, mengajukan pertanyaan, dan memberi tugas secara klasikal. Kalaupun ada diskusi terkesan kurang hidup, karena faktor dari kemampun guru sendiri

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxi

yang kurang mumpuni dalam mengelola kelas maupun minat siswa terhadap pelajaran Matematika materi trigonometri I yang masih rendah. Selain itu, dalam proses pembelajaran Matematika materi trigonometri I yang berlangsung selama ini didominasi dengan metode ceramah sehingga membuat suasana semakin tidak menarik sehingga mengakibatkan siswa jenuh dengan pembelajaran yang kurang variatif tersebut.

Proses pembelajaran selama ini juga cenderung "Teacher Centered" sehingga siswa kurang terlibat aktif dalam pembelajaran. Model pembelajaran seperti ini menunjukkan bahwa guru masih menjadi sentral dalam pembelajaran, sementara siswa kurang diberdayakan kemampuannya secara optimal sehingga aktivitas dan partisipasi siswa kurang berarti. Hal itu tentu akan berpengaruh pada pencapaian hasil belajar siswa.

Metode pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu metode pembelajaran yang mendukung pembelajaran konstruktivistik (Suparno, 2007: 63). Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Lima unsur pokok yang harus diterapkan dalam metode pembelajaran Cooperative Learning, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok (Lie, 2002: 30). Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Metode pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tipe Jigsaw merupakan metode pembelajaran kooperatif yang formatnya siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari + 5 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Huda, 2011: 120). Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi” (Lie, 2002: 68).

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxii

Jigsaw merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran Cooperative Learning. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran Cooperative Learning ini benar, akan memungkinkan untuk dapat mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuan akademik/kognitif siswa.

B. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

Classroom Action Research (CAR) atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan dengan empat aspek utama yang saling berkaitan, yaitu: 1) perencanaan tindakan, 2) tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi.

Pada penelitian ini, guru bertugas sebagai pelaksana tindakan dan juga observer atau pengamat. Selain itu dalam penelitian tindakan kelas ini melibatkan seorang rekan peneliti untuk membantu observasi.

Berdasarkan observasi awal dirancang suatu tindakan untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Untuk memperoleh hasil yang maksimal pada penelitian ini dilakukan dalam siklus, jika satu siklus belum memperoleh hasil yang diharapkan, maka dilanjutkan siklus berikutnya yang disesuaikan dengan hasil refleksi pada siklus sebelumnya. Dalam penelitian ini, dilakukan dua jenis penilaian, yaitu penilaian proses pembelajaran berupa penilaian terhadap aktivitas siswa dan penilaian hasil belajar siswa yang lebih khusus penilaian terhadap kemampuan kognitif siswa. Dengan demikian, penilaian terhadap proses pembelajaran siswa diperoleh dari kajian dokumentasi terhadap data-data pada aktivitas belajar siswa, sedangkan penilaian terhadap hasil belajar siswa diperoleh berdasarkan hasil tes pada tiap siklus. Adapun poin-poin pada lembar observasi dibuat berdasarkan kisi-kisi yang telah ditentukan, yaitu sebagaimana yang tertera pada Tabel 1.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxiii

No Indikator

1 Siswa memperhatikan selama guru memberikan penjelasan

2 Siswa mendengarkan penjelasan dari guru

3 Siswa mencatat materi yang disampaikan guru

4 Siswa berani menanggapi penjelasan dari guru

5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal yang kurang jelas

6 Siswa menempatkan dirinya kedalam kelompok yang telah dibentuk dengan semangat

7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan masalah

8 Siswa mencari sumber-sumber untuk memecahkan masalah

9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah

10 Siswa memperhatikan selama temannya presentasi

11 Siswa mendengarkan penjelasan dari temannya

12 Siswa mengemukakan pendapat

Data yang dikumpulkan yaitu daftar nilai ulangan/tes siswa dan data

hasil observasi aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran matematika materi trigonometri I menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Data penelitian berupa data hasil observasi dengan berpedoman pada lembar observasi aktivitas siswa dan juga nilai kognitif siswa pada saat kondisi awal, lalu nilai pada tes siklus 1 dan tes siklus 2.

Analisis kuantitatif dari data yang telah berhasil diperoleh dari hasil observasi pada setiap siklus dalam pelaksanaan tindakan kelas dianalisis secara diskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat kecenderungan yang terjadi dalam proses pembelajaran. Kegiatan analisis tersebut meliputi: 1 Aktivitas belajar siswa pada setiap pertemuan pelaksanaan siklus. Aktivitas

belajar yang dimaksud adalah aktivitas yang ditetapkan pada penelitian ini. 2. Hasil tes kemampuan kognitif siswa di akhir tiap siklus. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila target yang telah direncanakan pada penelitian ini tercapai. Target penelitian tersebut disusun oleh peneliti dan guru dengan memperhatikan kondisi awal kelas yang dijadikan subjek penelitian. Adapun untuk target dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxiv

Tabel 2. Indikator Keberhasilan Nilai Aktivitas Belajar Siwa

Indikator Cara Penilaian Ketercapaian

Tercapainya nilai minimal aktivitas siswa yaitu 60

= ∑siswa yang lulus ∑jumlah siswa 75%

Tabel 3. Indikator Keberhasilan Kemampuan Kognitif Siwa

Indikator Cara Penilaian Ketercapaian

Tercapainya nilai batas tuntas (KKM) >

70

= ∑siswa yang tuntas ∑jumlah siswa 75%

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada aspek aktivitas siswa, tercatat dari pengamatan selama 45 menit dari

32 siswa di kelas tersebut hanya 12 siswa yang mendengarkan atau sekitar 37,5%, itupun sebagian besar adalah siswa yang duduk di bagian depan. Selebihnya ada siswa yang meletakkan kepalanya di atas meja, ada yang mencoret-coret kertas, ada pula yang malah mengobrol dengan teman satu meja. Hal itu cukup menggambarkan bahwa siswa mengalami kejenuhan dalam proses pembelajaran.

Dengan menerapkan tindakan yang mengacu pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, selalu terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi trigonometri I. Melalui kegiatan siswa berupa diskusi dalam kelompok asal maupun kelompok ahli, memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan gagasan/ide/pendapatnya, sehingga dapat merangsang siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, siswa diminta untuk aktif mencari dan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia. Alhasil, siswa lebih antusias dan aktif dalam pembelajaran, bahkan tidak hanya di dalam kelas, tapi juga di luar kelas. Demikian juga terlihat dalam lembar observasi aktivitas belajar siswa terjadi peningkatan ketercapaian aktivitas belajar siswa, yaitu dari 12,5% pada kondisi awal menjadi 48%. Namun, hasil ini belum memenuhi target yaitu 75%. Maka dilanjutkan dengan tindakan kedua dengan penekanan pada pemberian umpan yang lebih banyak dan anjuran untuk lebih melatih kemampuan berdiskusi di luar forum kelas, terutama di asrama. Tindakan yang

x 100%

x 100%

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxv

kedua ini terbukti berhasil meningkatkan ketercapaian aktivitas belajar siswa menjadi 85,25 %. Hal ini menunjukkan selalu terjadi peningkatan persentase ketuntasan pada nilai aktivitas belajar siswa pada rangkaian proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dan akhirnya tercapai target awal pada siklus yang kedua. Lebih jelasnya peningkatan yang terjadi melalui penerapan metode pembelejaran kooperatif tipe jigsaw terhadap aktivitas siswa tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa

Aspek Persentase Ketercapaian

Target Siklus I Siklus II

Persentase Ketercapaian Nilai Aktifitas Belajar Siswa

75% 48% 85,25%

Sedangkan kondisi kognitif diperlihatkan dengan melakukan kajian

dokumentasi terhadap arsip nilai UAS I (Ujian Akhir Semester I). Kondisi kognitif pada kelas X-3 ini tergolong rendah, terbukti dengan mencermati nilai UAS pada kelas ini yang memperlihatkan dengan batas ketuntasan minimum nilai 75 tenyata hanya 5 siswa yang tuntas atau sekitar 15,625% dari total 32 siswa dalam kelas tersebut.

Tindakan pertama dilakukan dengan membimbing siswa untuk membahas materi yang ditekankan melalui diskusi dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Dengan langkah ini terjadi peningkatan ketuntasan kemampuan kognitif dari 15,625% pada tahap awal menjadi 31,25% sebagai hasil dari tindakan pertama. Hasil ini masih sangat jauh dari target yaitu ketuntasan sebesar 75%. Maka pada tindakan kedua dilakukan banyak perbaikan, diantaranya dengan pembimbingan dan penekanan untuk melakukan belajar kelompok di luar kelas, terutama di asrama. Selain itu, juga penekanan pada optimalisasi pemanfaatan sumber belajar yang tersedia, baik dari buku maupun internet. Langkah ini memberikan pengaruh yang sangat signifikan pada kemampuan kognitif siswa, terbukti ketuntasan kemampuan kognitif siswa sebagai hasil dari tindakan kedua ini meningkat tajam menjadi 75,25%. Hal ini menunjukkan selalu terjadi peningkatan persentase ketuntasan pada nilai kemampuan kognitif siswa pada rangkaian proses pembelajaran dengan

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxvi

menggunakan pembelajaran koopaeratif tipe jigsaw, dan akhirnya tercapai target awal pada siklus yang kedua. Selengkapnya sebagaimana pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif

Aspek Persentase Ketercapaian

Kesimpulan Kondisi Awal

Siklus I Siklus II

Persentase Ketercapaian

Nilai Kemampuan Kognitif

15,625% 31,25% 75,25% 59,625%

D. KESIMPULAN Dengan menerapkan tindakan yang mengacu pada pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw, selalu terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi trigonometri I. Melalui kegiatan siswa berupa diskusi dalam kelompok asal maupun kelompok ahli, memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan gagasan/ide/pendapatnya, sehingga dapat merangsang siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, siswa diminta untuk aktif mencari dan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia. Alhasil, siswa lebih antusias dan aktif dalam pembelajaran, bahkan tidak hanya di dalam kelas, tapi juga di luar kelas. Demikian juga terlihat dalam lembar observasi aktivitas belajar siswa terjadi peningkatan ketercapaian aktivitas belajar siswa, yaitu dari 12,5% pada kondisi awal menjadi 48%. Namun, hasil ini belum memenuhi target yaitu 75%. Maka dilanjutkan dengan tindakan kedua dengan penekanan pada pemberian umpan yang lebih banyak dan anjuran untuk lebih melatih kemampuan berdiskusi di luar forum kelas, terutama di asrama. Tindakan yang kedua ini terbukti berhasil meningkatkan ketercapaian aktivitas belajar siswa menjadi 85,25%. Hal ini menunjukkan selalu terjadi peningkatan persentase ketuntasan pada nilai aktivitas belajar siswa pada rangkaian proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dan akhirnya tercapai target awal pada siklus yang kedua.

Demikian juga selalu terjadi peningkatan kemampuan kognitif siswa dalam pembelajaran matematika materi trigonometri I. Tindakan pertama dilakukan

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxvii

dengan membimbing siswa untuk membahas materi yang ditekankan melalui diskusi dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Dengan langkah ini terjadi peningkatan ketuntasan kemampuan kognitif dari 15,625% pada tahap awal menjadi 31,25% sebagai hasil dari tindakan pertama. Hasil ini masih sangat jauh dari target yaitu ketuntasan sebesar 75%. Maka pada tindakan kedua dilakukan banyak perbaikan, diantaranya dengan pembimbingan dan penekanan untuk melakukan belajar kelompok di luar kelas, terutama di asrama. Selain itu, juga penekanan pada optimalisasi pemanfaatan sumber belajar yang tersedia, baik dari buku maupun internet. Langkah ini memberikan pengaruh yang sangat signifikan pada kemampuan kognitif siswa, terbukti ketuntasan kemampuan kognitif siswa sebagai hasil dari tindakan kedua ini meningkat tajam menjadi 75,25%. Hal ini menunjukkan selalu terjadi peningkatan persentase ketuntasan pada nilai kemampuan kognitif siswa pada rangkaian proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran koopaeratif tipe jigsaw, dan akhirnya tercapai target awal pada siklus yang kedua.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxviii

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., Suhardjono& Supardi. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta :

PT Bumi Aksara. Lie, A. (2002). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di

Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT Grasindo Huda, M. (2011). Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model

Terapan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Biodata Singkat : Penulis adalah Guru Mata Pelajaran Matematika

SMAN Darmaraja

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxix

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN

EKONOMI MATERI PERUSAHAAN DAGANG (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas XII SMAN Darmaraja)

Hidayat

ABSTRAK

Dalam pelajaran ekonomi, salah satu materi yang masih rendah hasil belajarnya adalah materi perusahaan dagang. Berdasarkan hal tersebut, penulis melaksanakan penelitian dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perusahaan dagang melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja dan untuk mengetahui aktivitas siswa selama pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD pada materi perusahaan dagang di kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja. Subjek dalam penelitian adalah siswa kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja. Pengumpulan data dilakukan melalui tes dan observasi. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dalam dua siklus kegiatan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik diskriptif yaitu dengan menentukan nilai rata-rata tes setiap akhir siklus serta menghitung persentase keberhasilan belajar siswa. Hasil penelitian pada siklus I, terlihat bahwa siswa yang belum terbiasa bekerja sama dalam kelompok. Kegiatan siswa dalam kelompok belum begitu aktif namun demikian kegiatan yang dilakukan siswa sudah dapat dianggap wajar karena suasana pelaksanaan pembelajaran kooperatif ini merupakan suasana belajar yang baru bagi siswa. Pada siklus II siswa dimotivasi untuk lebih aktif dalam pembelajaran dan tidak hanya terpaku pada siswa tertentu. Siswa diyakinkan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam diskusi kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar ekonomi pada materi perusahaan dagang di kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja. Hal ini dapat diperhatikan dari peningkatan ketuntasan hasil belajar pada setiap siklus. Ketuntasan klasikal pada siklus I adalah 81,82% dengan nilai rata-rata kelas 79,24, ketuntasan klasikal pada siklus II adalah 90,91% dengan nilai rata-rata kelas 86,21 atau meningkat sebesar 8,08% dibandingkan dengan nilai rata-rata pada siklus I.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxx

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa aktivitas siswa selama pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran ekonomi materi perusahaan dagang di kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja semakin aktif. Hal ini ditandai dengan keaktifan siswa dalam memperhatikan penjelasan guru, keaktifan siswa dalam diskusi kelompok, keberanian siswa dalam bertanya, kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapat saat berdiskusi, keaktifan siswa untuk bertanya maupun menjawab pertanyaan guru serta keaktifan siswa dalam merangkum materi. Kata kunci : kooperatif tipe STAD, hasil belajar siswa, ekonomi, materi

perusahaan dagang. A. PENDAHULUAN

Optimalisasi pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Akan tetapi kenyataan yang terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia belum seperti yang diharapkan. Masih banyak praktek pendidikan di Indonesia yang mengajarkan siswa untuk terbiasa dengan pendapat yang diperoleh tanpa mengembangkan terlebih dahulu pemikirannya.

Hal ini didukung juga dengan persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan berbagai muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Dalam kegiatan belajar mengajar selama ini yang terjadi adalah siswa memiliki kecenderungan kurang mandiri dan bahkan pasif di ruang kelas. Sehingga pemandangan yang sering terlihat dalam kelas adalah siswa datang, duduk, diam, dengar dan mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Seolah-olah siswa mengikuti pelajaran sepertinya hanya merupa-kan rutinitas yang harus dijalani sebagai kewajiban saja dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Kondisi ini menjadikan proses pembelajaran sekedar fenomena rutin, tidak menarik, dan tidak memupuk kreatifitas siswa dan guru.

Sampai sekarang pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxi

ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkontruksikan di benak mereka sendiri. Dalam proses belajar, anak belajar dari pengalaman sendiri, mengkonstruksi pengetahuan kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Melalui proses belajar yang mengalami sendiri, menemukan sendiri, secara berkelompok seperti bermain, maka anak menjadi senang, sehingga tumbuhlah minat untuk belajar, khususnya belajar Ekonomi.

Untuk mengantisipasi masalah di atas, guru dituntut untuk mencari dan menemukan cara yang dapat menumbuhkan keterampilan berpikir dan memecahkan masalah. Dalam mengembangkan keterampilan dan kreativitas berpikir siswa, model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model yang dapat mengembangkan keterampilan dan kreativitas berpikir siswa. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk bekerja dalam suatu kelompok untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk tujuan bersama.

Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif adalah Student Team Achievement Division atau lebih dikenal dengan singkatan STAD. Tipe STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan mudah untuk diterapkan di kelas. Nur (1998:20-21) mengemukakan bahwa:“Pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat digunakan dalam berbagai macam pelajaran dari matematika, bahasa, sampai ilmu-ilmu sosial dan telah digunakan dari kelas dua sekolah dasar sampai perguruan tinggi”. Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri dari 4 atau 5 anggota. Tiap kelompok menggunakan lembaran kerja akademik dan saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok.

Berdasarkan pengalaman penulis sebagai guru di SMAN Darmaraja tersebut, penulis bermaksud memperbaiki pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dimana dalam pembelajaran yang akan dilakukan yang berperan aktif dan terlibat langsung pada materi perusahaan dagang adalah siswa sehingga diharapkan siswa dapat menguasai materi tersebut dengan baik dan tuntas. Kegiatan yang akan penulis

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxii

lakukan sekaligus akan penulis angkat menjadi sebuah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

B. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Peneliti adalah guru mata pelajaran ekonomi kelas XII di SMAN Darmaraja. Adapun tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas XII SMAN Darmaraja dalam mata pelajaran ekonomi materi perusahaan dagang. Rancangan dalam penelitian ini terdiri dari dua siklus yang meliputi empat langkah yaitu: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi.

1. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan alam tahap perencanaan ini meliputi: a. Berdiskusi dengan guru sebagai pelaku tindakan b. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD sesuai dengan materi yang akan diajarkan yaitu mengenai perusahaan dagang.

c. Menyusun lembar observasi siswa. d. Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS). e. Mempersiapkan alat evaluasi akhir siklus pertama.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I dilakukan dengan 2 kali pertemuan dimana satu kali dilaksanakan dengan melaksanakan kegiatan pembelajaran dan satu kali lainnya mengadakan tes akhir siklus I. Materi yang disampaikan pada pertemuan pertama adalah tentang perusahaan dagang. Kegiatan yang dilakukan selama siklus I adalah sebagai berikut: a) Menyampaikan tujuan pembelajaran. b) Menginformasikan model pembelajaran yang akan digunakan. c) Membagi siswa duduk dalam kelompok-kelompok yang telah dibentuk

yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa dalam satu kelompok. d) Memberikan LKS pada siswa.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxiii

e) Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan LKS. f) Menilai setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya

di depan kelas. g) Memantapkan pemahaman siswa dengan membimbing siswa untuk

merangkum materi pelajaran yang telah dipelajari. h) Mengadakan postest dalam bentuk essay untuk mengetahui hasil

belajar siswa.

3. Observasi Observasi dilakukan pada pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembaran observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya

4. Refleksi Hasil yang ditemui pada saat observasi dicatat, dikumpulkan dan dianalisis. Dari data temuan tersebut guru dapat melakukan refleksi. Berdasarkan hasil refleksi guru dapat mengetahui kemajuan yang telah dicapai siswa dan juga kelemahan-kelemahan yang masih perlu diperbaiki. Hasil analisis data pada siklus pertama akan dipergunakan untuk perencanaan siklus kedua.

C. SUBJEK PENELITIAN Subjek penelitian yang diambil dalam penelitian adalah siswa kelas XII IPS

1 SMAN Darmaraja. Pengambilan subjek tersebut didasarkan pada pertimbangan perbaikan pembelajaran yang peneliti lakukan. Selain itu juga ditujukan untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam memahami materi perusahaan dagang. D. TEKNIK ANALISIS DATA

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu data hasil belajar siswa dan data hasil observasi. Data hasil belajar siswa dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif yaitu dengan menentukan nilai rata-rata tes setiap akhir siklus serta menghitung persentase keberhasilan belajar siswa. Adapun menurut Sudjana (2005:70) rumus yang digunakan untuk menghitung nilai rata-rata adalah sebagai berikut:

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxiv

dengan = skor rata-rata siswa = frekuensi kelas interval = nilai tengah atau tanda kelas interval Sedangkan rumus persentase yang dapat digunakan menurut Sudjana

(2005:50), adalah: dengan: P = persentase siswa yang tuntas f = banyaknya siswa yang tuntas n = seluruh siswa Adapun data hasil observasi dalam penelitian ini akan dianalisis dengan

cara deskriptif kualitatif yaitu dengan mendiskripsikan aktivitas siswa yang terjadi pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung. E. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pada siklus I, terlihat bahwa siswa yang belum terbiasa bekerja sama dalam kelompok. Kegiatan siswa dalam kelompok belum begitu aktif namun demikian kegiatan yang dilakukan siswa sudah dapat dianggap wajar karena suasana pelaksanaan pembelajaran kooperatif ini merupakan suasana belajar yang baru bagi siswa. Dalam mengerjakan LKS, siswa masih memerlukan waktu yang lama dan masih banyak memerlukan banyak bantuan guru. Dalam diskusi antar kelompok juga masih kurang memperlihatkan keterlibatan siswa secara keseluruhan. Hanya ada beberapa siswa yang memberikan pertanyaan atau tanggapan pada diskusi antar kelompok ini. Pada tes akhir siklus I juga memperlihatkan bahwa kemampuan siswa secara klasikal yang masih rendah dengan pencapaian sebesar 81,82% dan nilai rata-rata kelas adalah 79,24.

Pada siklus II siswa dimotivasi untuk lebih aktif dalam pembelajaran dan tidak hanya terpaku pada siswa tertentu. Siswa diyakinkan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam diskusi kelompok.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxv

Pada saat pelaksanaan pembelajaran siswa memperlihatkan aktivitasnya untuk ikut serta dalam menyelesaikan tugas-tugas pada LKS. Diskusi antar kelompok sudah berjalan baik dan lancar karena keterlibatan siswa sudah tinggi. Pertanyaan dan sanggahan sudah banyak muncul dari siswa. Hasil tes siklus-II juga menunjukkan keberhasilan pembelajaran yang peneliti lakukan yaitu mencapai ketuntasan klasikal yaitu 90,91%. Nilai rata-rata kelas pada siklus II ini adalah 86,21 atau terjadi peningkatan sebesar 8,08% dibandingkan dengan nilai rata-rata pada siklus I.

Pencapaian hasil yang memuaskan dengan kegiatan siswa yang aktif dalam pembelajaran koperatif tipe STAD ini dapat menjadi sebuah rujukan bagi peneliti sendiri maupun guru lainnya dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran mattematika selanjutnya. Selain pencapaian tersebut, siswa juga menunjukkan perasaan senang terhadap kegiatan pembelajaran. Hal tersebut dapat diperhatikan ekspresi siswa selama mengikuti pelajaran yang diberikan.

F. KESIMPULAN Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan sebelumnya maka dapat

disimpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut: 1 Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan

hasil belajar pada materi perusahaan dagang di kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja. Hal ini dapat diperhatikan dari peningkatan ketuntasan hasil belajar pada setiap siklus. Ketuntasan klasikal pada siklus I adalah 81,82% dengan nilai rata-rata kelas 79,24, ketuntasan klasikal pada siklus II adalah 90,91% dengan nilai rata-rata kelas 86,21 atau meningkat sebesar 8,08% dibandingkan dengan nilai rata-rata pada siklus I.

2 Aktivitas siswa selama pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD pada materi perusahaan dagang di kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja semakin aktif. Hal ini ditandai dengan keaktifan siswa dalam memperhatikan penjelasan guru, keaktifan siswa dalam diskusi kelompok, keberanian siswa dalam bertanya, kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapat saat berdiskusi, keaktifan siswa untuk bertanya maupun menjawab pertanyaan guru serta keaktifan siswa dalam merangkum materi.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxvi

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, Saiful Bahri dana Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta: Rineka Cipta. Nur, Muhammad dan Prima Retno Wikandari. 1998. Pendekatan-

pendekatan Konstruktivis dalam Pembelajaran. Surabaya: IKIP Surabaya.

Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Suharjono. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Biodata Singkat : Penulis adalah Guru Mata Pelajaran Ekonomi Kelas

XII SMAN Darmaraja

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxvii

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA KOMPETENSI DASAR MEMAHAMI WACANA DENGAN PENERAPAN

METODE RESITASI (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VIII SMPN 1 Situraja Kabupaten

Sumedang Tahun Pelajaran 2010/2011)

Lina Tarliah, S.Pd

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil upaya guru dalam meningkatkan prestasi belajar Bahasa Indonesia kompetensi dasar memahami wacana pada kelas VIII dengan penerapan metode resitasi di SMP Negeri I Situraja Kabupaten Sumedang tahun pelajaran 2010/2011. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang berlangsung dalam 3 tindakan. Pengumpulan data penelitian menggunakan lembar observasi dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian ini dalam pembelajaran menunjukkan bahwa penerapan metode resitasi mampu meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan kompetensi memahami wacana. Peningkatan ini diukur melalui hasil lembar observasi serta wawancara peneliti dengan siswa dan guru untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran. Sementara untuk melihat peningkatan prestasi belajar dengan melalui menelaah hasil post test. Dalam penelitian ini diperoleh gambaran bahwa prestasi belajar bahasa Indonesia dengan kompetensi memahami wacana ini menunjukkan peningkatan pada tindakan I berdasarkan hasil post test yang mencapai rata-rata 6,34 dibandingkan dengan nilai pre test yang memperoleh rata-rata hanya 5,63. Capaian prestasi belajar siswa pada tindakan II diperoleh rata-rata nilai pre test sekitar 5,89 dan nilai post test diperoleh rata-rata 6,60. Kemudian pada tindakan III diproleh nilai dengan rata-rata 6,33 untuk pre test dan 7,23 untuk nilai post tes. Hasil wawancara siswa dapat disimpulkan bahwa siswa lebih senang dan merasa lebih mudah dalam memahami wacana. Siswa juga berminat dalam belajar, siswa juga merasa pembelajaran selama tindakan merupakan kegiatan yang menarik. Kemudian Prestasi siswa dapat dilihat pada nilai evaluasi siswa yang telah dilakukan. Dilihat dari persentase ketuntasan belajar maka pada tindakan I

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxviii

diperoleh data bahwa yang memproleh nilai ≥ 70 baru mencapai 17,14% sedangkan sisanya sekitar 82,86% masih ≤ 70. Kemudian dalam tindakan II meningkat persentase ketuntasan belajar dengan nilai belajar ≥70 sekitar 31,43% dan nilai ≤ 70 sekitar 68,57%. Namun dalam tindakan III yang memperoleh nilai belajar ≥ 70 atau sekitar 88,57% dan nilai ≤ 70 hanya 11,43%. Jika melihat persentase ketuntasan tersebut maka nilai siswa mengalami peningkatan paling tinggi pada tindakan III dibandingkan dengan nilai evaluasi pada tindakan I dan tindakan II. Hal ini disebabkan siswa yang selalu aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa memahami apa yang telah diajarkan oleh guru. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan metode resitasi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia dengan kompetensi memahami wacana pada kelas VIII di SMP Negeri 1 Situraja Kabupaten Sumedang pada tahun pelajaran 2010 / 2011.

Kata kunci : prestasi belajar, memahami wacana, metode resitasi.

A. PENDAHULUAN

Kualitas pendidikan, sebagai salah satu pilar pengembangan sumberdaya manusia yang bermakna, sangat penting bagi pembangunan nasional. Bahkan dapat dikatakan masa depan bangsa bergantung pada keberadaan pendidikan yang berkualitas yang berlangsung di masa ini. Pendidikan yang berkualitas hanya akan muncul dari sekolah yang berkualitas. Oleh sebab itu, upaya peningkatan kualitas sekolah merupakan titik sentral upaya menciptakan pendidikan yang berkualitas demi terciptanya tenaga kerja yang berkulaitas pula.

Dalam upaya peningkatan kualitas sekolah, tenaga kependidikan yang meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti, teknis sumber belajar sangat diharapkan berperan sebagaimana mestinya dan sebagai tenaga kependidikan yang berkualitas. Tenaga pendidik/guru yang berkualitas adalah tenaga pendidik yang sanggup, dan terampil dalam melaksanakan tugasnya.

Tugas utama adalah bertanggung jawab membantu anak didik dalam hal belajar. Dalam proses belajar mengajar, gurulah yang menyampaikan pelajaran, dalam proses belajar mengajar gurulah yang menyampaikan pelajaran,

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxix

memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam kelas , membuat evaluasi belajar siswa, baik sebelum, sedang, maupun sesuadah pelajaran berlangsung (Combs, 1984:11-13). Untuk memainkan peranan dan melaksanakan tugas-tugas itu, seorang guru diharapkan memiliki kemampuan profesional yang sangat tinggi. Dalam hubungan ini maka untuk mengenal siswa-siswanya dengan baik, guru memiliki kemampuan untuk melakukan diagnosis serta mengenal dengan baik cara-cara yang efektif untuk membantu siswa tumbuh sesuai dengan potensinya.

Proses pembelajaran yang dilakukan guru memang dibedakan keluasan cakupannya, tetapi dalam konteks kegiataan belajar mengajar mempunyai tugas yang sama. Maka tugas mengajar bukan hanya sekedar menuangkan bahan pelajaran, tetapi teaching is primarily and always the stimulation of learner (Wetherington, 1986:131-136), dan mengajar tidak hanya dapat dinilai dengan hasil penguasaan mata pelajaran, tetapi yang terpenting adalah perkembangan pribadi anak, sekalipun mempelajari pelajaran yang baik, akan memberikan pengalaman, membangkitkan bermacam-macam sifat, sikap dan kesanggupan yang konstruktif.

Dengan tercapainya tujuan dan kualitas pendidikan pembelajaran, maka dikatakan bahwa guru telah berhasil dalam mengajar. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar tentu saja diketahui setelah diadakan evaluasi dengan berbagai faktor yang sesuai dengan rumusan beberapa tujuan pembelajaran. Sejauh mana tingkat keberhasilan belajar mengajar, dapat dilihat dari daya serap anak didik dan persentase keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan pembelajaran khusus. Jika hanya tujuh puluh lima persen atau lebih dari jumlah anak didik yang mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf keberhasilan kurang (di bawah taraf minimal), maka proses belajar mengajar berikutnya hendaknya ditinjau kembali.

Setiap pembelajaran pada semua tingkat pendidikan baik formal maupun non formal haruslah berpusat pada kebutuhan perkembangan anak sebagai calon individu yang unik, sebagai makhluk sosial, dan sebagai calon manusia seutuhnya. Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam aktivitas belajar mengajar, guru senantiasa menerapkan teknik pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran terstruktur dalam penyampaian materi dan mudah diserap peserta didik atau siswa yang berbeda.

Khususnya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, agar siswa dapat dapat memahami materi yang disampaikan guru dengan baik, maka proses

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxx

pembelajaran terstruktur, guru akan memulai membuka pelajaran dengan menyampaikan kata kunci, tujuan yang ingin dicapai, baru memaparkan isi dan diakhiri dengan memberikan soal-soal kepada siswa. Untuk mengarah ke sana maka dalam penelitian ini menerapkan metode resitasi (pemberian tugas) sebagai salah satu teknik pembelajaran untuk melihat pengaruh pembelajaran terstruktur dan pemberian tugas terhadap prestasi belajar Bahasa Indonesia dalam memahami wacana di kelas VIII SMP Negeri I Situraja Kabupaten Sumedang.

Pembelajaran bahasa merupakan suatu proses pembelajaran yang harus dilakukan siswa. Brown (2000:7) memberikan definisi dalam beberapa hal antara lain bahwa belajar bahasa adalah “ retention of skill” yaitu suatu pembelajaran keterampilan berbahasa. Noam Comsky (dalam Parera, 1986:21) mengemukakan dua tujuan utama pengajaran bahasa yang sejalan dengan hal tersebut. Seseorang dikatakan mampu berbahasa apabila (1) mempunyai pengetahuan tentang bahasa tersebut (a speakers competence) dan (2) mempunyai kemampuan menggunakan bahasa tersebut (his performance).

Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP memiliki tanggung jawab atau beban cukup berat karena dasar pengembangan pengetahuan dan kemahiran berbahasa siswa ada pada tingkat sekolah tersebut. Munculnya KTSP dimaksudkan untuk dapat menggugah, menggerakkan atau memicu pengembangan pola belajar di semua jenjang termasuk di dalamnya SMP, khususnya di SMP Negeri 1 Situraja. Pembelajaran keterampilan membaca melalui pendekatan komunikatif dan media kontekstual sangat baik diterapkan karena sejalan dengan tujuan pembelajaran dan pengembangan siswa untuk mahir berkomunikasi sekaligus memenuhi hasrat ingin tahu dan memahami konteks lingkungannya.

Pembelajaran bahasa Indonesia diberikan dengan mempertimbangkan kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa penghantar serta sastra Indonesia sebagai hasil cipta intelektual produk bangsa yang berkonsekuensi pada fungsi mata pelajaran bahasa Indonesia sebagai (1) sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa, (2) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah, (5) sarana pengembangan penalaran,

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxxi

dan (6) sarana pemahaman beragam budaya Indonesia melalui khazanah kesusasteraan.

Kemudian pembelajaran bahasa Indonesia memiliki beberapa tujuan seperti yang tercantum dalam kurikulum diantaranya adalah : 1. Siswa menghargai dan membanggakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa

Nasional 2. Siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi,

serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan.

3. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemmapuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial

4. Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis) 5. Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk

mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

6. Siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan kompetensi memahami wacana dapat dilakukan dengan menerapkan metode resitasi. Ada beberapa pengertian tentang yang dimaksud dengan metode resitasi diantaranya adalah : 1. Metode resitasi (penugasan) adalah penyajian bahan dan guru memberikan

tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Tugas yang diberikan guru hendaknya merangsang siswa untuk aktif belajar baik secara individual maupun kelompok (Syaiful BJ, Aswan Z., 1995:96)

2. Metode resitasi pada umumnya ditandai dengan adanya suatu pembahasan pertanyaan dan jawaban, dimana guru mengajukan pertanyaan dan siswa menyediakan sejumlah jawaban berdasarkan pada sebuah buku teks atau penyajian teks pendek dari guru sebelum memberikan tugas. Secara logis, metode resitasi berbalik yang ditujukan kepada setiap penjawab secara pribadi. (Mudjiono,M.Dimyati,1991/1992:67)

3. Metode resitasi mensyaratkan adanya resitasi dan adanya pertanggungjawaban dari murid. Apakah tugas itu berupa perintah (guru otoriter), hasil kompromi atau keinginan siswa, apakah hasil kerjanya lisan atau tulisan sama saja.(Russeffendi,1991:342)

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxxii

4. Metode resitasi dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan sebutan metode resitasi yang dapat dikerjakan di rumah (PR), di sekolah, perpustakaan, museum, halaman sekolah, laboratorium, atau tempat lain. (Suripto, 2000:6)

5. Sedangkan metode resitasi yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah suatu metode mengajar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dengan memberikan tugas-tugas kepada siswa setelah penjelasan dari pokok bahasan atau sub pokok bahasan, dengan ketentuan bahwa tugas-tugas itu harus dilaporkan.

Bertolak dari pengertian di atas, maka proses pelaksanaan dari metode resitasi adalah penjelasan materi, kemudian resiatasi (penugasan), pelaporan dalam bentuk karya ilmiah. Dengan demikian pelaksanaan metode resiatasi meliputi beberapa fase yaitu; 1) Fase resitasi, 2) Fase Pelaksanaan Tugas, 3) Fase pertanggungjawaban.

Metode resitasi diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia karena memliki beberapa kelebihan yaitu ; 1) lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual dan kelompok, 2) dapat mengembangkan kemandirian siswa di luar pengawasan guru, 3) dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa. Namun demikian penerapan metode resitasi juga perlu diwaspadai karena memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah ; 1) siswa sulit dikontrol dalam melaksanakan tugas, 2) khusus untuk tugas kelompok, jarang yang aktif mengerjakan dan menyelesaikannya, semetara anggota yang lain tidak berpartisipasi aktip, 3) tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu siswa.

Namun dengan melihat hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Situraja Kabupaten Sumedang ternyata kelemahan metode resitasi tersebut dapat diatasi. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada yang sulit dalam pekerjaan jika kita kerjakan dengan sungguh-sungguh dan rasa tanggung jawab yang tinggi.

B. METODE PENELITIAN Penelitian yang digunakan adalah model penelitian tindakan dari Kemmis

dan Taggart (dalam Arikunto, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan (observation) dan refleksi (reflection). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxxiii

direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi kembali. Sebelum masuk pada siklus I diawali tahapan pra PTK atau tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalan yang bertujuan untuk mengetahui keadaan awal proses pembelajaran.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang bertujuan untuk mengadakan perbaikan dan atau meningkatkan hasil belajar siswa baik berupa pemahaman maupun sikap dan keterampilannya. Penelitian ini menitik beratkan pada penerapan teori belajar konstruktivisme dengan penerapan metode resitasi melalui penugasan sebagai latihan dengan didukung Lembar Kerja Siswa Eksperimen, Lembar Kerja Siswa Noneksperimen dan tugas-tugas lainnya, pada materi pelajaran memahami wacana.

Prosedur penelitian dibagi dalam tiga tahap yaitu : 1. Tahap persiapan, meliputi :

- Membuat rencana pembelajaran - Membuat alat pengumpul data - Membuat skore penilaian

2. Tahap Pelaksanaan, - Melaksanakan pembelajaran sesuai RPP dengan menerapkan metode

resitasi - Melakukan penilaian sesuai prosedur - Memberikan pengayaan berupa PR

3. Tahap analisis test - Memeriksa dan memberikan skore hasil kerja siswa baik secara individual

atau kelompok. - Memeriksa dan memberikan skore test formatif - Menganalisis hasil test formatif untuk mengetahui tujuan mana yang belum

tercapai secara optimal.

Untuk mengetahui keefektifan suatu metode dalam penelitian perlu diadakan analisis data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Data yang telah diperoleh direduksi atau dipilih dan dipilah mana

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxxiv

yang dibutuhkan dan mana yang tidak dibutuhkan kemudian dianalisis dengan menggunakan berbagai teknik analisis data. Untuk menganalisis data hasil capaian prestasi belajar siswa dilakukan dengan menghitung capaian individual siswa berupa hasil tes formatif. Kemudian untuk menghitung capaian kelompok dengan menghitung prosentase ketuntasan belajar siswa. Untuk mengukur peningkatan prestasi belajar siswa dalam penelitian ini digunakan kedua data tersebut. Analisis kedua data tersebut dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu : 1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif dengan menggunakan rumus

NR =

N

X

Dengan : NR = Nilai Rata-rata ∑X = Jumlah nilai semua siswa ∑N = Jumlah Siswa 2. Untuk menghitung ketuntasan belajar dihitung dengan rumus :

P =

N

T x 100%

Dengan : P = Prosentase Ketuntasan Belajar

∑T = Jumlah Siswa Yang tuntas ∑N = jumlah semua Siswa

C. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 1 Situraja Kabupaten

Sumedang pada tahun pelajaran 2010/2011. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan metode Resitasi mampu meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap pelajaran Bahasa Indonesia dengan kompetensi dasar memahami wacana. Peningkatan ini diukur melalui lembar observasi, hasil test yang diperoleh siswa, wawancara peneliti dengan siswa dan guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan dengan menerapkan metode resitasi mengalami peningkatan dari tiap siklusnya. Ini membuktikan bahwa dengan menerapkan metode resitasi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxxv

pembelajaran Bahasa Indonesia dengan kompetensi dasar memahami wacana di kelas VIII SMP Negeri 1 Situraja Kabupaten Sumedang. Dalam penelitian ini diperoleh gambaran bahwa prestasi belajar bahasa Indonesia dengan kompetensi memahami wacana ini menunjukkan peningkatan pada tindakan I berdasarkan hasil post test yang mencapai rata-rata 6,34 dibandingkan dengan nilai pre test yang memperoleh rata-rata hanya 5,63. Capaian prestasi belajar siswa pada tindakan II diperoleh rata-rata nilai pre test sekitar 5,89 dan nilai post test diperoleh rata-rata 6,60. Kemudian pada tindakan III diproleh nilai dengan rata-rata 6,33 untuk pre test dan 7,23 untuk nilai post tes. Kemudian Prestasi siswa dapat dilihat pada nilai evaluasi siswa yang telah dilakukan. Dilihat dari persentase ketuntasan belajar maka pada tindakan I diperoleh data bahwa yang memproleh nilai ≥ 70 baru mencapai 17,14% atau hanya 6 orang sedangkan sisanya sekitar 82,86% atau 29 orang nilai masih ≤ 70. Kemudian dalam tindakan II meningkat persentase ketuntasan belajar dengan nilai belajar ≥70 sekitar 31,43% atau 11 orang dan yang nilai ≤ 70 sekitar 24 orang atau telah berkurang menjadi 68,57% saja . Peningkatan ketuntasan belajar yang memuaskan dapat dilihat dari tindakan III yang memperoleh nilai belajar ≥ 70 adalah sebanyak 31 orang atau sekitar 88,57% dan sisanya yang memperoleh nilai ≤ 70 hanya tinggal 4 orang saja atau tinggal 11,43% saja ini pun tidak terlalu menghawatirkan karena kurangnya dari nilai ketuntasan hanya sedikit. Perbandingan capaian prestasi siswa tiap siklus dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:

Tindakan Katagori Jumlah Siswa Prosentase

Ketuntasan Pre tes Post tes

Siklus I ≥ 70 4 6 17,14%

≤70 31 29 82,86%

Siklus II ≥ 70 6 11 31,43%

≤70 29 24 68,57%

Siklus III ≥ 70 29 31 88,57%

≤70 6 4 11,43%

Dari tabel rekapitulasi perolehan nilai dan prosentase ketuntasan belajar

belajar tersebut dapat kita simpulkan pada siklus I dan siklus II capaian prestasi belajar siswa belum terlihat ada perubahan yang baik tetapi dalam tindakan

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxxvi

siklus III peningkatan tersebut dapat terlihat dengan jelas sangat memuaskan. Lebih dari 80% siswa dapat mencapai nilai ketuntasan.

Untuk lebih memperjelas peningkatan prestasi belajar siswa dapat kita lihat juga dalam grafik berikut ini :

Berdasarkan grafik peningkatan capaian nilai dapat kita lihat bahwa pada

tindakan siklus I dan tindakan siklus II belum banyak yang memperoleh nilai lebih dari 70 dan masih banyak yang memperoleh nilai kurang dari 70, namun dalam tindakan siklus III dapat kita lihat peningkatannya dengan memperhatikan perolehan nilai lebih dari 70 hampir dicapai semua siswa, namun sekalipun masih ada yang dibawah nilai 70 dapat ditingkatkan dengan pemberian tugas lain dan disesuaikan dengan kemampuan siswa tersebut.

Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dapat disimpulkan bahwa siswa lebih senang dan merasa lebih mudah dalam memahami wacana. Siswa juga berminat dalam belajar, siswa juga merasa pembelajaran selama tindakan merupakan kegiatan yang menarik.

D. KESIMPULAN Dari hasil penelitian pada proses pemebelajaran sains dengan

menggunakan metode resitasi untuk meningkatkan prestasi belajar siswa yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut ini : 1. Melihat hasil penelitian yang dilaksanakan sebanyak tiga kali tindakan dan

menunjukkan adanya peninggkatan dalam prestasi belajar siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 70 pada siklus pertama sampai siklus ketiga dapat mencapai 88,68%

0

5

10

15

20

25

30

35

Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3

> 70

<70

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxxvii

2. Kendala yang dihadapi siswa ketika guru menggunakan metode resitasi dalam melaksanakan proses pembelajaran sains di kelas, diantaranya adalah : a. Kurangnya waktu untuk menyelesaikan tugas dalam membuat sesuatu

(model dan alat peraga sederhana) dan harus dikumpulkan pada saat jam pelajaran selesai.

b. Kurangnya pemahaman siswa dalam penggunaan sumber belajar sehingga siswa merasa kesulitan dalam menyelesaikan tugas yang memerlukan alat bantu belajar.

Kemudian berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka disarankan beberapa hal, diantaranya sebagai berikut ini : 1. Proses pembelajaran dengan menggunakan metode resitasi pada dasarnya

dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa 2. Dalam pelaksanaannya hendaknya memperhatikan hal-hal berikut :

a. membuat perencanaan yang efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

b. Dapat meningkatkan dan menunjang aktivitas siswa. c. Tugas-tugas harus dikerjakan oleh siswa d. Dilakukan tindak lanjut hasil penugasan berupa presentasi oleh siswa e. Membuat laporan berupa kesimpulan atau hasil kerja f. Metode jenis resitasi dapat dilakukan secara individual atau kelompok. g. Jenis tugas dapat sama atau bervariasi untuk setiap siswa atau kelompok

3. Adapun bagi siswa, dalam melaksanakan tugas hendaknya : a. Disiplin waktu b. Dapat mengembangkan cara berpikir logis c. Melatih bekerjasama dengan anggota kelompok

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxxviii

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rohani.H.M dan Abu Ahmadi.(1990). Pengelolaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

A. Hidayat, dkk.(1994). Belajar Bahasa Indonesia. Bandung : SPKN

A. Tabrani ruslan, Drs, (1991-1992).Strategi Penerapan Kurikulum di Sekolah. Jakarta : Bina Mulia

Cucu Komara, Drs. Dan Euis Fitni, Dra.(1999) Strategi Belajar Tuntas di Sekolah Menengah Pertama. Bandung : CV. Media Imtaq.

Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran bahasa Indonesia SMP. Jakarta : Depdiknas

Djamarah, Syaiful Bahri. (1996). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :Rineka Cipta H. Gunawan Undang, dkk.(1997). Peningkatan Mutu PBM SD. Bandung: CV

Siger Tengah Isjoni. (2007). Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar

Kelompok. Bandung: Alfabeta. Moleong, L. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosadakarja Mulyasa, H.E. (2009) Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya Sardiman. (1996). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada Biodata Singkat : Penulis adalah Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di

SMP Negeri 1 Situraja Kabupaten Sumedang

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 lxxxix

PENERAPAN MODEL CONTECTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DALAM MENGHITUNG PERSEN

(Penelitian Tindakan Kelas pada Pembelajaran Matematika di Kelas V SDN Linggasari Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang)

Kuswara , S.Pd.

ABSTRAK

Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan terhadap siswa kelas V SDN Linggasari diketahui bahwa tingkat pemahaman siswa dalam pembelajaran menghitung persentase sederhana dari kuantitas barang yang diketahui belum optimal. Sebagai upaya perbaikan pada proses dan hasil pembelajaran maka dilakukan suatu penelitian dengan desain PTK dengan metode kualitatif yang dilakukan melalui tahapan plan, act, observe, dan reflect. Melalui penelitian tindakan kelas ini, peneliti memilih suatu strategi pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dan dapat menemukan pemahamannya sendiri yang berangkat dari situasi keseharian siswa atau situasi nyata. Dengan menerapkan model pembelajaran Contectual Teaching and Learning. Sebab selain untuk membantu dan memotivasi siswa dalam memahami tentang cara menghitung persen juga dapat memotivasi guru untuk meningkatkan kinerja dalam proses pembelajaran, hal ini dampak dari pengembangan azas Contectual Teaching and Learning di dalam kelas yaitu kontruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian outentik. Dari hasil pelaksanaan tindakan sebanyak tiga siklus dengan menerapkan model Contectual Teaching and Learning dapat dilihat hasilnya dengan meningkatkan pemahaman dan kemampuan siswa kelas V SDN Linggasari. Dari hasil penelitian awal diketahui tingkat ketuntasan siswa hanya mencapai 29%. Setelah pembelajaran dengan menerapkan model Contectual Teaching and Learning pada pelaksanaan tindakan siklus I mengalami peningkatan menjadi 41%. Pada siklus II meningkat menjadi 65 % dan pada tindakan siklus III meningkat menjadi 88%. Dengan demikian penerapan model Contectual Teaching and Learning telah memberikan kontribusi yang positif terhadap proses pembelajaran matematika siswa kelas V SDN Linggasari Kata kunci : pemahaman siswa, Contectual Teaching and Learning,

menghitung persentase

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xc

A. PENDAHULUAN Matematika sebenarnya memiliki kedudukan dan posisi yang cukup unik,

selain dianggap sesuatu yang penting dan dihormati juga sekaligus ditakuti. Dianggap penting dan terhormat karena selalu dijadikan materi uji baik untuk seleksi masuk Perguruan Tinggi maupun seleksi masuk ke dunia kerja. Dan sudah menjadi gejala umum bahwa mata pelajaran matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Russeffendi (Maulana,2009: 3) : “... matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan pelajaran yang tidak disenangi kalau bukan pelajaran yang dibenci “. Hal ini disebabkan karena matematika merupakan pelajaran yang abstrak sehingga matematika merupakan mata pelajaran yang sukar dipahami, sehingga kurang diminati oleh sebagian siswa.

Kekurangsenangan siswa terhadap pembelajaran matematika dapat dilihat dari nilai perolehan siswa kelas V SDN Linggasari Kecamatan Cisitu Kabupaten Sumedang tentang menghitung persentase, hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan materi masih jauh dari memuaskan karena sebagian besar nilai siswa banyak yang di bawah rata-rata kelas, demikian pula jika dilihat dari KKM ( Kriteria Ketuntasan Minimal ) yang tuntas hanya 5 orang atau baru 29 % sedangkan yang belum tuntas ada 12 orang atau 71 % Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pengajaran matematika, misalnya melengkapi sarana dan prasarana, meningkatkan kualitas tenaga pengajar, dan pengembangan kurikulum.

Materi pembelajaran menghitung persen diberikan di kelas V, yaitu aspek bilangan dengan standar kompetensi Menggunakan pecahan dalam memecahkan masalah, serta kompetensi dasarnya Mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya. Pembelajaran persen dilakukan mengingat dalam kehidupan sehari-hari banyak melibatkan penghitungan persen terutama dalam kegiatan jual beli.

Beberapa pengertian tentang persen: 1. Menurut Subarinah (2006: 125) menyatakan bahwa Persen adalah cara lain

dalam menuliskan pecahan. Persen berarti perseratus, yang diberi lambang

%. Sehingga 100 % =1, dan n %= . Perubahan dari pecahan biasa ke

pecahan persen adalah dengan cara merubah pecahan tersebut dengan pecahan berpenyebut 100.

100

n

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xci

2. Maulana,(2008: 131) yang menyatakan bahwa persen mengandung arti perseratus, dilambangkan %. Persen adalah nama lain dari suatu pecahan dengan penyebut !00”. Contoh ; 25 persen ditulis 25 % atau dapat pula

dinyatakan . Untuk setiap pecahan dengan b 0 dapat dinyatakan

dalam bentuk persen menjadi = x 100%.

Karena matematika sangat penting dalan kehidupan sehari-hari dan

materi-materi yang diberikan berkaitan erat dengan kejadian yang selalu dialami serta banyak dijumpai dalam prilaku masyarakat sehari-hari maka pembelajaran matematika senantiasa dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (Contectual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika (Dirjen Dikdasmen, 2007; 136).

Model pembelajaran Contectual Teaching and Learning adalah model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran yang sedang mereka pelajari dengan menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dengan Contectual Teaching and Learningsiswa diharapkan dapat menerapkan pengetahuan yang diperoleh dibangku sekolah dengan keadaan yang terjadi dalam kehidupan sehari- hari. Sanjaya (2006: 253 ) menyatakan ;

Contectual Teaching and Learningadalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran Contectual Teaching and Learning merupakan model yang mengutamakan aktivitas siswa agar berperan secara aktif dan penuh dalam menemukan materi pembelajaran serta menghubungkannya dengan kehidupan nyata melalui kegiatan pembelajaran dalam situasi nyata (belajar dari lingkungan) maupun situasi yang dimodifikasi atau sengaja diciptakan didalam kelas. Sehingga alasan diterapkannya model pembelajaran Contectual Teaching

100

25

b

a

b

a

b

a

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xcii

and Learning karena dapat dianggap mampu menjawab dan mengatasi semua permasalahan tadi. Dengan Contectual Teaching and Learning pembelajaran matematika akan dibawa dalam situasi nyata atau konkret dengan mengetengahkan topik-topik pembelajaran yang ada dan sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari bahkan akrab dengan kehidupan siswa itu sendiri.

Dengan Contectual Teaching and Learning siswa dibawa ke arah pemanfaatan dari materi pembelajaran untuk diterapkan dalam prilaku sehari-hari. Model Pembelajaran Contectual Teaching and Learning menurut Sanjaya (2006) memiliki azas-azas yang menjadi karakteristik dari model Contectual Teaching and Learning yaitu kontruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya Lebih jelasnya ketujuh azas Contectual Teaching and Learning tersebut dijabarkan sebagai berikut: Pertama, azas konstruktivisme (constructivism ) ; Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Kedua, azas inkuiri (Inquiry) ; Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir seacara sistematis. Ketiga, azas bertanya (Questioning ); Belajar pada hakikatnya bertanya dan menjawab pertanyaan. Dalam model Contectual Teaching and Learning guru harus dapat memancing dan mendorong agar siswa dapat menemukan sendiri materi yang dipelajarinya melalui pertanyaan-pertanyaan. Keempat, azas masyarakat belajar (Learning Community) ; Konsep pembelajaran Contectual Teaching and Learning menyarankan agar pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain yang dapat dilakukan melalui kelompok belajar. Kelima, azas pemodelan (modelling); Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Dalam pembelajaran Contectual Teaching and Learning, guru bukan satu-satunya model, tetapi dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Misalnya, siswa ditunjuk untuk memodelkan sesuatu berdasarkan pengalamannya. Modelling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran Contectual Teaching and Learning, sebab melalui modelling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang dapat menyebabkan terjadinya verbalisme. Keenam, azas refleksi (Refelction); Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu. Dalam pembelajaran Contectual Teaching and

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xciii

Learning, setiap akhir kegiatan guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengingat kembali apa-apa yang telah dipelajarinya dengan menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya. Ketujuh, azas penilaian nyata (Authentic Assesment); Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintregasi dengan proses pembelajaran yang dilakukan secara terus menerus selama proses pembelajaran berlangsung. Sehingga penekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar. B. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang peneliti gunakan yaitu metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2000 : 3) adalah “Prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Berdasarkan hal tersebut memang pada dasarnya pelaksanaan penelitian tindakan kelas banyak mengembangkan data yang merupakan hasil dari pengamatan baik dari kenerja guru maupun aktivitas siswa di dalam pembelajaran. Sementara itu Sugiyono (2005: 1) memberikan batasan tentang metode penlitian kualitatif sebagai berikut ini :

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasai (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Metode penelitian kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan

yang sesuai dengan pendapat Moleong (2005:5) yaitu : a) Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. b) Menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. c) Lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola yang dihadapi.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xciv

Berdasarkan kajian teori di atas metode penelitian kualitatif akan menyajikan data yang pasti, yaitu data yang sebenarnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar terlihat, terucap, tetapi data yang mengandung makna di balik yang terucap dan terlihat tersebut.

Desain Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research), untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas V SDN Linggasari dalam menghitung persen dengan menerapkan model Contectual Teaching and Learning Penelitian ini merupakan pendekatan dan prosedur yang mempunyai dampak langsung terhadap bentuk perbaikan profesionalisme guru dalam mengelola proses pembelajaran di kelas.

Penelitian tindakan kelas (PTK) menurut Mulyasa (2009 : 11) dapat didefinisikan sebagai berikut ;

Penelitian tindakan kelas adalah suatu upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan memberikan sebuah tindakan (treatment) yang sengaja dimunculkan. Tindakan tersebut dilakukan guru, oleh guru bersama-sama peserta didik, atau oleh peserta didik di bawah bimbingan dan arahan guru, dengan maksud untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pebelajaran

. Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti memposisikan diri sebagai

observer dan guru kelas V sebagai praktikan, karena penelitian kelas pada dasarnya melakukan pengamatan yang mengacu pada tindakan guru ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar sebagai upaya untuk memperbaiki proses kegiatan belajar yang didasarkan pada refleksi dengan melaksanakan tindakan-tindakan yang tepat. Seperti yang diungkapkan Undang (2008) bahwa setelah melakukan penelitian, guru dapat lebih memahami masalah yang ada serta melakukan serangkaian perbaikan bagi peningkatan kualitas pendidikan.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah selesai melaksanakan tindakan dari tiap siklus, peneliti

melakukan analisis dan refleksi terhadap data dari semua siklus, untuk mengetahui gambaran sampai sejauh mana proses pelaksanaan dan hasil dari penerapan model Contectual Teaching and Learning dalam menghitung persentase sederhana dari kuantitas barang yang diketahui tersebut. Dari hasil analisis dan refleksi terhadap data yang diperoleh mulai dari pelaksanaan siklus I

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xcv

sampai dengan siklus III, diperoleh gambaran yang menunjukkan bahwa upaya penerapan model Contectual Teaching and Learning dalam pembelajaran menghitung persentase sederhana dari kuantitas barang yang diketahui tersebut mengalami peningkatan yang positif dan menggembirakan.

1. Pembahasan Aktivitas Siswa

Selama pembelajaran dengan menerapkan model Contectual Teaching and Learning maka untuk aktivitas siswa yang terdiri dari aspek keaktifan, tangung jawab, kerjasama, dan pemodelan juga mengalami peningkatan yang sangat baik . Hal ini dapat terlihat dari grafik di bawah ini :

1.1 Grafik Perkembangan Aktivitas Siswa

Berdasarkan grafik di atas, telah terjadi peningkatan aktivitas siswa

selama pembelajaran dalam tindakan setiap siklus.Grafik siklus I masih sedikit siswa yang aktif dalam pembelajaran atau berkriteria baik yaitu hanya sekitar 20% saja, pada siklus II sudah mulai terlihat perubahan yang sangat baik, dimana siswa yang katagori baik dalam pembelajaran telah mencapai 40% dari seluruh siswa.kemudian pada siklus III terbukti peningkatannya sangat signifikan dengan adanya siswa yang memiliki kriteria baik sudah melebihi dari 50 % jumlah siswa yang ada.

2. Pembahasan Hasil Belajar Siswa Dari tahapan tes hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan yang cukup baik dimana perolehan nilai dari tes awal hingga siklus III mengalami peningkatan yang berkesinambungan, sehingga diperoleh hasil yang diharapkan. Peningkatan hasil tes ini terlihat dari grafik berikut ini :

0

10

20

30

40

50

60

Siklus I Siklus II Siklus III

Baik

Cukup

Kurang

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xcvi

2.1 Grafik Perkembangan Hasil Belajar Siswa

Berdasarkan grafik perolehan nilai hasil belajar siswa di atas, maka telah

terjadi peningkatan jumlah siswa yang tuntas. Dari data awal yng diperoleh meningkat 12 % pada siklus I, meningkat lagi 24 % pada siklus II, dan 23 % pada siklus III. Sekalipun tidak terjadi peningkatan 100 % karena adanya kelainan dan keterbelakangan mental pada dua orang siswa. Peningkatan ini dapat dieroleh dalam waktu yang relatif singkat yaitu hanya dalam waktu tujuh jam pelajaran (7 x 35 menit) dari waktu yang dialokasikan yaitu 10 X 35 menit.

Berdasarkan paparan data dan analisis terhadap data yang diperoleh dari hasil belajar siswa , maka hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang sangat baik sekali. Sebagian siswa telah menuntaskan materi pembelajaran tentang menghitung persen dengan baik. Adapun yang masih tidak tuntas dikarenakan siswa tersebut mengalami kelainan.

Berdasarkan data yang diperoleh tersebut maka menunjukan bahwa model Contectual Teaching and Learning dapat diterapkan pada materi menghitung persentase sederhana dari kuantitas barang yang diketahui atau sebaliknya tersebut dengan baik sehingga memberikan pengaruh positif yang cukup besar terhadap kemampuan dan pemahaman siswa kelas V SDN Linggasari Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang.

D. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil

penelitian dengan penerapan model Contectual Teaching and Learning dapat meningkatkan :

0

20

40

60

80

100

Awal Siklus I Siklus II Siklus III

Tuntas

Tidak tuntas

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xcvii

1. Keaktifan belajar pada pelajaran matematika pokok bahasan menghitung persentase sederhana dari barang yang diketahui di kelas V SDN Linggasari. Hal ini membuktikan bahwa: a. Siswa aktif dalam pembelajaran dengan banyaknya mengajukan dan

menjawab pertanyaan baik dari guru maupun dari sesama temannya.(Hasil pengembangan komponen bertanya)

b. Siswa memiliki rasa tanggung jawab untuk belajar secara mandiri, baik dalam menemukan, memahamai dan menerapkan pengetahuannya dalam pemecahan masalah sehari-hari. (Hasil pengembangan komponen kontruktivis dan inkuiri)

c. Siswa semakin terbiasa dengan kegiatan belajar dalam kelompok / bekerja sama, sehingga dalam setiap kegiatan pemecahan masalah mengalami kemudahan dalam menyelesaikannya. (Hasil pengembangan masyarakat belajardan refleksi)

d. Siswa juga dapat memaknai akan pentingnya melakukan pemodelan agar dapat memeperjelas pemahaman materi, tanpa harus tergantung pada orang lain saja karena dirinya juga dapat dijadikan sebagai model oleh orang lain.(Hasil dari pengembangan komponen pemodelan)

2. Pemahaman siswa terhadap pelajaran matematika pokok bahasan menghitung persentase sederhana dari barang yang diketahui di kelas V SDN Linggasari. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan perolehan nilai tiap siklus sebagaimana di bawah ini : a. Hasil tes awal, ketuntasan klasikal hanya 20% dengan nilai rata-rata

58,9 b. Hasil dari siklus I, ketuntasan belajar klasikal mencapai 40%, dengan

nilai rata-rata 63 c. Hasil dari siklus II, ketuntasan belajar meningkat menjadi 60%, dengan

nilai rata-rata 75.5 d. Hasil dari Siklus III, ketuntasan belajar telah mencapai 82 %, dengan

perolehan nilai rata-rata 80.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xcviii

E. SARAN 3. Dalam penerapan model Contectual Teaching and Learning hendaknya guru

lebih selektif untuk memilih media yang dapat menunjang keaktifan siswa dalam menganalisis materi yang akan di ajarkan.

4. Untuk keberhasilan dalam penerapan model Contectual Teaching and Learning hendaknya guru mempersiapkan teknik pelaksanaan dengan sangat matang sehingga pada saat pembelajaran tidak membutuhkan waktu yang agak lama.

5. Dalam penerapan model Contectual Teaching and Learningguru harus benar-benar menerapkan azas dari pendekatan Contectual Teaching and Learning itu sendiri.

6. Pembelajaran akan berhasil jika dilaksanakan secara sungguh-sungguh dengan memperhatikan segala aspek, baik aspek pembelajaran , guru , karakteristik siswa, alat yang menunjang, maupun lingkungan dan sumber belajar.

7. Ketuntasan belajar siswa tidak perlu denga waktu yang terburu-buru tetapi penanaman pemahaman yang lebih diutamakan.

DAFTAR PUSTAKA

BNSP. (2006). Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Depdiknas

Depdiknas . (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Jakarta :

Depdiknas Ilham. 2011. Pentingnya upaya guru dalam mengembangkan keaktifan belajar

siswa. (Online), (http://abangilham.wordpress.com/ diakses 18 Februari 2014).

Moleong,L.J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT.Rosda

Karya

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 xcix

Mulyasa, H.E. (2009) Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya Maulana. (2009). Model pembelajaran di Sekolah Dasar. Sumedang: Universitas

Pendidikan Indonesia Sadiman, Ariep. (2001). Media Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers Sanjaya, Wina. ( 2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan . Bandung : KENCANA Prenada Media Group Subarinah,Sri.(2006). Inovasi Pembelajaran Matematika SD. Jakarta :

DEPDIKNAS Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung

: JICA-UPI Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.

Jakarta : Prestasi Pustaka. Undang,Gunawan. (2008). Teknik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung :

Sayagatama

Biodata Singkat : Penulis adalah Kepala SD Negeri Linggasari Kecamatan

Cisitu Kabupaten Sumedang

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 c

PEDOMAN PENULISAN JURNAL ARTIKEL ILMIAH

KORNEA KETENTUAN 1. Artikel yang dimuat meliputi hasil penelitian tindakan kelas, penelitian tindakan

sekolah, atau penelititan tindakan lainnya yang merupakan hasil penelitian tindakan nyata.

2. Artikel tersebut belum pernah dimuat pada media lain. 3. Jenis tulisan Arial 12 4. Jumlah halaman berkisar antara 6 s. d 10 halaman dengan ketikan 1 (satu)

spasi SISTEMATIKA PENULISAN 1. Judul

Judul hendaknya singkat dan padat, dengan jumlah kata maksimal 20 kata, mencerminkan isi yang inovatif, mutakhir, menarik, mengandung permasalahan dan solusi.

2. Penulis Dituliskan nama, alamat lembaga, serta alamat e-mail dan nomor telepon atau handphone untuk memudahkan komunikasi.

3. Abstrak Abstrak berisi pernyataan ringkas dan padat tentang isi yang esensial. Abstrak memuat masalah metode penelitian, dan hasil penelitian. Hal-hal lain seperti hipotesis, pembahasan, dan saran tidak disajikan. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia terdiri atas 75 s.d 150 kata.

4. Kata Kunci Kata kunci adalah kata pokok yang menggambarkan daerah masalah yang diteliti atau istilah-istilah yang merupakan dasar pemikiran, gagasan dalam karangan asli dapat berupa kata tunggal atau gabungan kata. Jumlah kata maksimal 4 kata ditulis dimiringkan (Italic).

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 ci

5. Pendahuluan

Pendahuluan tidak diberi judul, ditulis langsung setelah abstrak dan kata kunci. Isi bagian ini adalah 1. Latar belakang atau rasional penelitian, 2. Masalah dan rencana pemecahan masalah, 3. Rumusan tujuan penelitian.

6. Metode Bagian ini menyajikan bagaimana penelitian dilakukan. Uraian disajikan dalam beberapa paragrap. Metode hanya memuat hal-hal pokok saja, uraian rinci tentang rancangan penelitian tidak perlu disajikan.

7. Hasil Bagian ini menyajikan hasil penelitian dan analisis data. Proses analisis data dan pengujian hipotesis tidak perlu disajikan. Hasil analisis dapat disajikan dalam bentuk table/grafik yang disertai interpretasi untuk memperjelas penyajian hasil penelitian.

8. Pembahasan Pembahasan penelitian merupakan hal terpenting dari keseluruhan isi artikel ilmiah. Tujuan pembahasan dalam penelitian : 1. Menafsirkan temuan-temuan, 2. Mengkonfirmasikan dan mengintegrasikan temuan dengan teori yang digunakan dalam penelitian.

9. Simpulan dan Saran Simpulan merupakan jawaban rumusan masalah berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian. Simpulan disajikan dalam bentuk deskriptif, bukan dalam bentuk numerical, dan mengacu pada butir-butir rumusan masalah. Saran disusun berdasarkan simpulan. Saran dapat mengacu pada tindakan praktis dan penelitian lanjutan. Gabungan simpulan merupakan penutup artikel.

10. Daftar Rujukan Daftar rujukan harus lengkap dan sesuai dengan rujukan yang ada artikel. Daftar rujukan pada umumnya ditulis dengan ketentuan nama penulis, tahun penerbitan, kota penerbit, dan penerbit, serta disusun menurut abjad. Kalau penulis dengan satu unsur nama penulisnya ditulis lengkap, kalau dengan

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 cii

dua unsur nama ditulis hanya nama terakhir tanpa memperhatikan nama family , marga atau orang tua. Gelar akademis dan lainnya tidak perlu dicantumkan. Sumber rujukan dengan lebih dari dua orang penulis, penulisan daftar rujukannya tetap ditulis semua, tidak boleh hanyadengan dkk. Sedangkan penulisan nama pengarang tetap digunakan prinsip nama akhir, nama awal, dan nama tengah. Contoh : (1) Pengarang satu orang Mukhadis, A. 1996. Statistik Nonparametrik dalam Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional (2) Pengarang lebih dari satu orang Mukhadis, A. & Ulfatin, N. 2005. Penelitian Kuantitatif : Teori dan Aplikasinya. Malang: UM Pres. Catatan : File dikirim lewat email : [email protected] Informasi jurnal : http://korneasituraja.blogspot.com

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 ciii

DAFTAR JUDUL

MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS POKOK BAHASAN KOPERASI KELAS IV SDN CIMARGA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF MAKE A MATCH

Yati Sumyati, S.Pd

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATERI POKOK

OPERASI HITUNG PECAHAN DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW AND SEEKING COUPLE (JSC) (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VI di SDN Jatisari Kabupaten

Sumedang)

Apong Warnah, S.Pd.

UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IX B PADA MATERI POKOK PELUANG MELALUI

MODEL COOPERATIVE LEARNING METODE JIGSAW

Nanang Supendi, S.Pd.

PENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA MATERI FUNGSI ALAT-ALAT TUBUH MELALUI ALAT PERAGA TORSO (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas V di SD Negeri Jatisari)

Rohyati, S.Pd

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOTITION

(CIRC) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENANGGAPI PEMBACAAN NOVEL DAN UNSUR-UNSUR INTRINSIK NOVEL (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja)

Tati Charnati, S.Pd,

MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA MELALUI STRATEGI PETA KONSEP DISERTAI PENULISAN JURNAL DALAM SETTING PEMBELAJARAN KONSEP FUNGI PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas X SMAN Darmaraja)

Drs. Ukendi Andriyana

PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN TRIGONOMETRI I DENGAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas X-3 SMAN Darmaraja)

Asep Sumarna HS, S.Pd.

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI MATERI PERUSAHAAN DAGANG (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas XII SMAN Darmaraja)

Hidayat

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA KOMPETENSI DASAR MEMAHAMI WACANA DENGAN PENERAPAN METODE RESITASI (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VIII SMPN 1 Situraja Kabupaten Sumedang Tahun Pelajaran 2010/2011)

Lina Tarliah, S.Pd

PENERAPAN MODEL CONTECTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DALAM MENGHITUNG

PERSEN (Penelitian Tindakan Kelas pada Pembelajaran Matematika di Kelas V SDN Linggasari Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang)

Kuswara , S.Pd.

Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 civ