jurnal pendidikan kornea volume 1 nomor 01 bulan mei tahun 2014.pdf

100
 Jurnal Pendidikan Korne a Volume 1 No. 1 Bulan Mei 2 014 1 MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS POKOK BAHASAN KOPERASI KELAS IV SDN CIMARGA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF MAKE A MATCH   Yati Sumyati, S.Pd ABSTRAK Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan keaktifan belajar siswa, dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa SDN Cimarga kelas IV pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada materi koperasi. Untuk menjawab permasalahan di atas, peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan rancangan penelitian mengikuti model spiral Kemmis dan Mc. Taggart yang dilaksanakan selama dua siklus dengan setiap siklus melalui empat tahap yaitu: (1)tahap perencanaan (2)pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Peneltian ini dilaksanakan d i kelas IV S DN Cimarga. Subyek pen elitian ini adalah 23 siswa. Perencanaan: (1) membuat dan memberi tes awal, (2) mengolah pekerjaan siswa pada tes awal, (3) membentuk kelompok awal, (4)menyiapkan media pelajaran, (5)membuat rencana pelaksanaan  pembelajaran. Pelaksanaan tindakan: (1) menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberi motivasi, (2) penyajian materi pelajaran, (3) mengatur siswa dalam kelompok belajar dan membagikan LKS dalam setiap kelompok, (4) membantu siswa belajar da n bekerja kelompok (5) m engevaluasi hasil belajar (6)memberikan penghargaan kepada kelompok. Observasi: pengamatan terhadap siswa dan peneliti pada saat pelaksanaan tindakan di dalam kelas dengan menggunakan lembar ob servasi. Refleksi: (1)menganalisis data dari hasil observasi. Dari hasil tes awal di peroleh nilai rata-rata 61.7% dan ketuntasan belajar klasikal 34.7% serta day a serap individu 77.1%. Maka dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe make a match pada siklus I, proses belajar mengajar dikategorikan cukup baik dengan nilai rata-rata 63% dan ketuntasan belajar klasikal 52.1% serta daya se rap individu 78.8%, Sedangkan aktivitas guru pada siklus I juga dikatakan cukup baik dengan skor 66.6%. Setelah melakukan refleksi pada siklus I, peneliti melakukan proses pembelajaran pada siklus II proses belajar mengajar

Upload: erika-rivera

Post on 16-Oct-2015

134 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 1

    MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS POKOK BAHASAN KOPERASI KELAS IV SDN CIMARGA MELALUI

    MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF MAKE A MATCH

    Yati Sumyati, S.Pd

    ABSTRAK

    Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan keaktifan belajar siswa, dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa SDN Cimarga kelas IV pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada materi koperasi. Untuk menjawab permasalahan di atas, peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan rancangan penelitian mengikuti model spiral Kemmis dan Mc. Taggart yang dilaksanakan selama dua siklus dengan setiap siklus melalui empat tahap yaitu: (1)tahap perencanaan (2)pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Peneltian ini dilaksanakan di kelas IV SDN Cimarga. Subyek penelitian ini adalah 23 siswa. Perencanaan: (1) membuat dan memberi tes awal, (2) mengolah pekerjaan siswa pada tes awal, (3) membentuk kelompok awal, (4)menyiapkan media pelajaran, (5)membuat rencana pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan tindakan: (1) menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberi motivasi, (2) penyajian materi pelajaran, (3) mengatur siswa dalam kelompok belajar dan membagikan LKS dalam setiap kelompok, (4) membantu siswa belajar dan bekerja kelompok (5) mengevaluasi hasil belajar (6)memberikan penghargaan kepada kelompok. Observasi: pengamatan terhadap siswa dan peneliti pada saat pelaksanaan tindakan di dalam kelas dengan menggunakan lembar observasi. Refleksi: (1)menganalisis data dari hasil observasi. Dari hasil tes awal di peroleh nilai rata-rata 61.7% dan ketuntasan belajar klasikal 34.7% serta daya serap individu 77.1%. Maka dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe make a match pada siklus I, proses belajar mengajar dikategorikan cukup baik dengan nilai rata-rata 63% dan ketuntasan belajar klasikal 52.1% serta daya serap individu 78.8%, Sedangkan aktivitas guru pada siklus I juga dikatakan cukup baik dengan skor 66.6%. Setelah melakukan refleksi pada siklus I, peneliti melakukan proses pembelajaran pada siklus II proses belajar mengajar

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 2

    mengalami peningkatan pisitif dikategorikan baik dengan nilai rata-rata 75.5% dan ketuntasan belajar klasikal 8.69% serta daya serap individu 86.8%, begitu pula aktivitas guru pada siklus II dikategorikan baik dengan skor 77.7%.

    Kata Kunci : Keaktifan Belajar, Mata Pelajaran IPS, model pembelajaran

    kooperatif, tipe make a match. A. PENDAHULUAN

    Pendidikan merupakan suatu hal yang penting menjadikan manusia yang berilmu, berbudaya, bertakwa serta mampu menghadapi tantangan masa depan. UndangUndang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dengan pendidikan juga akan melahirkan peserta didik yang cerdas serta mempunyai kompetensi dan skill untuk dikembangankan ditengah-tengah masyarakat. Untuk mewujudkan demikian tidak terlepas dari faktor penentu keberhasilan peserta didik dalam pendidikan. Salah satu faktor utamanya adalah kemampuan guru menggunakan metode dalam proses pembelajaran. Untuk itu suatu proses pembelajaran guru dituntut menyajikan materi pelajaran yang jelas dan tepat dengan menggunakan bahasa sederhana. Pelaksanaan yang jelas dan tepat sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Mempersiapkan peserta didik sebagai warga Negara yang menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat digunakan dimasyarakat sosial serta mampu mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga Negara yang baik.

    Pembelajaran siswa aktif membutuhkan profesionalisme seorang guru. Yang memiliki keterampilan dan kemampuan dalam merancang suatu pembelajaran. Pembelajaran yang di maksud adalah model konvensional. Dimana model pembelajaran hanya berpusat pada guru hingga siswa hanya sebagai penerima pasif. Pembelajaran siswa aktif adalah pembelajaran yang dapat mewujudkan keaktifan siswa dalam suatu pembelajaran. Ilmu pengetahuan sosial (IPS), merupakan ilmu sosial yang memiliki ruang lingkuap

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 3

    yang lebih luas di dalam menterjemahkan halhal yang menarik, yang membuat keingintahuan siswa lebih besar, maka sejauh itu guru harus mempu menciptakan suasana/situasi dan kondisi yang memungkinkan siswa untuk melakukan proses belajar secara mandiri. Pendidikan IPS diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari kehidupan sosial bermasyarakat serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan pada kehidupan sehari-hari.

    Tidak hanya guru yang aktif, tetapi siswa harus melakukan proses pembelajaran secara mandiri untuk mengenal dan memahami sebuah informasi. Namun pada kenyataannya yang terjadi di SDN Cimarga, guru belum sepenuhnya menggunakan pembelajaran yang bersifat secara aktif. Siswa hanya sebagai penerima pasif sehingga siswa tidak dapat berkembang secara maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan daya serap siswa yang belum mencapai Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM) 70 secara maksimal. Dalam proses kegiatan pembelajaran berlangsung peneliti melihat siswa kelas IV hanya sebagian yang mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan siswa yang lain kurang merespon proses pembelajaran yang berlangsung diantaranya siswa sering keluar masuk selama proses pembelajaran. Berdasarkan pengamatan tersebut maka peneliti ingin merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berperan aktif, agar siswa dapat mengamati, menganalisa, mencatat hasil pengamatannya kedalam LKS. Dengan demikian siswa yang telah mempunyai pengetahuan awal dalam dirinya dapat menambah ilmu pengetahuannya. Sesuai uraian di atas maka peneliti ingin mencoba menerapkan pembelajaran kooperatif tipe make a match. Metode Make A Match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu soal dan kartu jawaban, sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Teknik ini dikembangkan oleh Lorna Curran dalam Lie (2010:55). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan kartu sambil belajar mengenai konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

    Penerapan metode Make A Match, diperoleh beberapa temuan bahwa metode ini dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang ada di tangan siswa, proses pembelajaran lebih menarik dan tampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 4

    pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri dari pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Lie (2010:10) bahwa, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan kerja sama kelompok. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam peneliti ini Bagaimana penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran IPS pokok bahasan koperasi di kelas IV SDN Cimarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada siswa kelas IV SDN Cimarga. B. METODE PENELITIAN

    Rancangan penelitian ini mengacu pada model penelitian tindakan kelas oleh Kemmis dan Mc. Taggart yang dikemukakan oleh IGAK, Wardhani, dkk (2007:16) yang terdiri dari 4 komponen, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Adapun rancangan penelitian adalah sebagai berikut:

    1. Setting dan Subyek Penelitian

    Pelaksanaan ini dilaksanakan di SDN Cimarga kelas IV yang menjadi objek penelitian adalah kelas IV yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan dengan kemampuan belajar yang berbeda antara satu dan yang lainnya.

    2. Perencanaan (planning)

    Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut: Mengajukan surat izin kepada pihak kepala sekolah sebagai tempat penelitian, Membuat dan memberi tes awal untuk mengetahui kemampuan prasyarat siswa, Mengolah pekerjaan siswa pada tes awal, Menyiapkan alat peraga atau media pelajaran, Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

    3. Pelaksanaan Tindakan (action)

    Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran dengan pelaksanaan tindakan yang berorientasi

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 5

    pada pendekatan nyata (penggunaan media pembelajaran) melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match.

    Prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan yaitu: tes dan observasi dengan rincian sebagai berikut:

    Tes yang dilakukan dalam penelitian ini berupa tes awal yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan prasyarat yang dimiliki siswa, serta observasi/pengamatan dilakukan untuk mengamati kegiatan di kelas selama proses pembelajaran. Kegiatan yang diamati meliputi aktifitas siswa dalam pembelajaran.

    Analisis data dalam penelitian ini dilakukan selama dan setelah pengumpulan data. Miles & Huberman (1992: 16-18) Adapun tahap-tahap kegiatan analisis data kualitatif adalah: 1). mereduksi data, 2). menyajikan data, dan 3). penarikan kesimpulan atau verifikasi.

    Mereduksi data : Kegiatan mereduksi data merupakan bagian dari analisis yang digunakan untuk menajamkan informasi, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi sedemikian rupa sehingga akhirnya dapat ditarik kesimpulan. Selanjutnya presentase rata-rata dihitung dengan rumus:

    Presentase Nilai Rata-rata = x 100% Kriteria taraf keberhasilan tindakan dapat ditentukan sebagai berikut: 90% NR 100% : sangat baik 80% NR 90% : baik 70% NR 80% : cukup baik 60% NR 70% : kurang baik 0% NR 60% : : sangat kurang

    Penyajian data : Peyajian data dilakukan dalam rangka mengorganisasikan hasil reduksi dengan cara menyusun secara naratif. Naratif artinya data yang diperoleh dari hasil reduksi dibuat dalam bentuk table dan diberi nama kualitatif. Sehingga memberikan adanya penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan/verifikasi : Penarikan kesimpulan adalah proses penampilan intisari terhadap hasil penafsiran dan evaluasi. Kegiatan ini

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 6

    mencakup pencarian makna data serta memberi penjelasan dan pertanyaan kalimat yang singkat dan jelas. C. HASIL

    1. Hasil Tindakan Siklus I Observasi terhadap aktivitas siswa dan guru dilakukan pada saat

    kegiatan pembelajaran berlangsung. Observasi ini dilakukan bersama teman sejawat dan dibantu oleh satu orang guru yang bertindak sebagai pengamat dan mengamati kegiatan siswa dan penelitian serta mengisi lembar observasi yang telah disediakan. Dari hasil observasi dilakukan pengamat terhadap aktifitas siswa.

    Berdasarkan observasi siswa, diperoleh bahwa hasil observasi siswa yang akan dilakukan oleh pengamat adalah sebagai berikut : Pada kegiatan awal : pembelajaran yang meliputi memperhatikan tujuan dan memotivasi siswa dalam membangkitkan pengetahuan awal, berada dalam kategori cukup. Hasil ini sesuai dengan keadaan kelas di mana pada awal pembelajaran sebagian siswa belum memberikan respon yang baik pada saat peneliti memberikan motivasi maupun ketika menyampaikan beberapa informasi. Pada kegiatan inti : pengamat memberikan kategori cukup, sebagian besar siswa masih kesulitan dan belum begitu memahami bagaimana model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Pada kegiatan akhir : yang meliputi aspek menanggapi evaluasi, pengamat memberi kategori baik dengan melihat pada saat evaluasi siswa memberikan tanggapan yang baik dan sebagian dapat menjawab dengan baik pertanyaan dari guru melalui pemberian LKS. Secara keseluruhan, dari hasil observasi kegiatan siswa menunjukan taraf aktivatas siswa rata-rata cukup, hal ini perlu dibenahi terutama di dalam meningkatkan kemampuan siswa.

    2. Hasil Tindakan Siklus II

    Dengan menerapkan pendekatan kooperatif model makea match pada materi koperasi maka kegiatan selanjutnya adalah memberikan kuis untuk mengetahui secara kuantitatif keberhasilan

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 7

    tindakan yang diberikan pada materi yang telah diajarkan. Sebelum mengetahui kemampuan yang diperoleh siswa secara perorangan, terlebih dahulu guru memberikan evaluasi berupa LKS kepada siswa dengan bentuk tes berupa unjuk kerja sebanyak 5 nomor. Setelah itu, nilai yang diperoleh setelah silakukan evaluasi secara individu atau perorangan berupa soal berbentuk pilihan ganda (PG) sebanyak 10 butir.

    D. PEMBAHASAN

    Pendekatan kooperatif model make a match merupakan satu pembelajaran untuk dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa pada pembelajaran IPS, hal ini terbukti sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan pada penelitian ini. Berdasarkan hasil observasi guru, pada fase awal pembelajaran terlihat bahwa kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran, mendengarkan informasi ataupun penjelasan guru, pengamat mengkategorikan cukup dengan presentase 66 %, namun masih ada aspek-aspek yang perlu ditingkatkan, misalnya aktifitas siswa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar masih cukup rendah di mana pada pembelajaran siswa masih kurang aktif.

    Kegiatan peneliti dalam pembelajaran pada siklus I berada pada kategori cukup dengan presentase 66% di antaranya pengelolaan kelas dan keterampilan menjelaskan dan membimbing kepada setiap siswa. Hal ini disebabkan guru masih merasa baru dengan suasana kelas dimana siswa hanya mengutamakan bermain di dalam melakukan kegiatan di kelas, sehingga peneliti sulit mengetahui apakah siswa sudah memahami konsep dari kegiatan yang telah diajarkan atau belum, dan juga dibutuhkan suatu kemahiran peneliti dalam menjelaskan langkah-langkah, prosedur pembelajaran sehingga siswa lebih meningkat sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

    Selain faktor diatas, keaktifan siswa juga belum maksimal dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini dapat dilihat pada lembar observasi siswa pengamat memberikan nilai rata-rata 61.4 % dan dikategorokan cukup. Hal ini dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif model make a match belum dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena siswa masih kurang faham tentang konsep yang dipelajari, kurang berkomunikasi dengan sesama kelompok, dan kurang pemahaman siswa

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 8

    terhadap pelajaran sebelumnya yang ada kaitannya dengan materi yang diajarkan.

    Pada siklus II ini aktifitas peneliti menjadi lebih baik, hal ini disebabkan peneliti lebih meningkatkan semangat pada diri siswa dengan memberikan motivasi agar lebih terbuka dalam pembelajaran, membimbing siswa apabila mengalami kesulitan selalu bertanya untuk membangkitkan pengetahuan terhadap materi yang dipelajari. Terlihat pada observasi guru pada siklus II sebesar 77.7 %. Untuk evaluasi hasil observasi siswa juga terjadi peningkatan yang baik terlihat pada presentase sebesar 84.4 %, dibandingkan pada tindakan siklus I, dimana siswa lebih aktif dan berani untuk menyampaikan pendapatnya.

    Berdasarkan hasil tes tindakan siklus II, bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Di mana ketuntasan belajar klasikal sebesar 8.69% dengan 21 siswa yang tuntas dari 23 jumlah siswa dan daya serap individu 86.8%. Tampak terjadi kenaikan dari siklus I ke siklus II. Kenaikan tersebut menunjukan tindakan ini berhasil walaupun masih banyak kekuranagan. Apabila hasil yang dicapai pada siklus II ini dikaitkan dengan indikator yang telah ditetapkan, maka dapat dikatakan hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang diharapkan.

    Data hasil observasi serta pembahasan sebagaimana yang telah diuraikan dia atas menjelaskan bahwa kegiatan pembelajaran dengan mengguanakan pendekatan pembelajaran kooperatif model make a match harus didukung pemberian motivasi yang optimal, sehingga dapat memberikan kontribusi dalam upaya memahami materi pelajaran serta dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa. E. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian dengan penggunaan pendekatan belajar kooperatif model make a match meningkatkan keaktifan belajar siswa pada pelajaran IPS pokok bahasan koperasi kelas IV SDN Cimarga. 1. Hasil tes awal, ketuntasan belajar klasikal yaitu 34.7% dengan nilai rata-rata

    61.7% dan daya serap individu 77.1%. 2. Hasil dari siklus I, ketuntasan belajar klasikal 52.1%, dengan nilai rata-rata

    63%, daya serap individu 78.8% dan nilai keaktifan siswa 61.4% 3. Hasil dari siklus II, ketuntasan belajar klasikal 8.69%, dengan nilai rata-rata

    75.5%, daya serap individu 86.8% dan nilai keaktifan belajar siswa 84.4 %.

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 9

    F. SARAN 1. Dalam penggunaan metode make a match hendaknya guru lebih selektif

    untuk memilih media gambar dan memperbanyak gambar yang dapat menunjang keaktifan siswa dalam menganalisis materi yang akan di ajarkan.

    2. Untuk keberhasilan dalam menggunakan pendekatan belajar kooperatif model make a match hendaknya guru mempersiapkan teknik pelaksanaan dengan sangat matang sehingga pada saat pembelajaran tidak membutuhkan waktu yang agak lama.

    DAFTAR PUSTAKA

    Arikunto Suharsimi, 2010. Penelitian tindakan kelas. Jakarta : Bumi Aksara. Asma Nur, 2006. Model pembelajaran kooperatif. Jakarta : Departemen

    Pendidikan Nasional. Ilham. 2011. Pentingnya Upaya Guru Dalam Mengembangkan Keaktifan

    Belajar Siswa. (Online), (http://abangilham.wordpress.com/ diakses 18 Februari 2014).

    Anonim. 2007. Peranan Pendidik Dalam Proses Belajar Mengajar.

    (Online),http://images.holim020466.multiply.multiplycontent.com/ diakses 19 Februari 2014).

    Biodata Singkat : Penulis adalah Kepala SD Negeri Cimarga,

    Kabupaten Sumedang.

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 10

    MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATERI POKOK OPERASI HITUNG PECAHAN DENGAN PENERAPAN MODEL

    PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW AND SEEKING COUPLE (JSC) (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VI di SDN Jatisari Kabupaten

    Sumedang)

    Apong Warnah, S.Pd.

    ABSTRAK

    Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil pembelajaran materi operasi hitung pecahan pada siswa kelas VI SD Negeri Jatisari melalui pemantauan aktivitas guru dan peserta didik dalam penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC). Penelitian ini menempatkan peserta didik di kelas VI SD Negeri Jatisari beserta guru pengajar sebagai subyek penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi dan serangkaian tes bagi peserta didik. Pendekatan kualitatif dengan penelitian deskriptif adalah pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya lembar observasi aktivitas peserta didik dan guru serta tes hasil belajar. Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa: a) nilai rata-rata aktivitas guru selama 4 kali pertemuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) sebesar 75,40%. Karena prosentase aktivitas guru berada pada interval antara 70% - 84% maka aktivitas guru selama pembelajaran kooperetif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) termasuk kategori baik. Sedangkan aktivitas peserta didik dari pertemuan ke-1 sampai pertemuan ke-4 selalu meningkat dengan prosentase rata-rata aktivitas peserta didik setelah empat kali pertemuan sebesar 73,85%. Karena prosentase aktivitas peserta didik berada pada interval antara 85% - 100% maka aktivitas peserta didik selama pembelajaran kooperetif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) termasuk kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa selama pembelajaran, model kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) dapat memacu guru dan peserta didik untuk lebih aktif dalam pembelajaran, ini jelas sangat baik bagi peningkatan pengetahuan dan minat peserta didik terhadap matematika; b) Nilai rata-rata tes akhir kemampuan peserta didik dalam materi operasi hitung pecahan

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 11

    menggunakan pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) yang dilakukan empat pertemuan sebesar 86.66%. Karena prosentase kemampuan peserta didik terhadap pemecahan masalah bangun ruang sisi datar berada pada interval antara 85%-100% maka terrmasuk kategori sangat baik. Kata kunci : Hasil belajar, operasi hitung pecahan, model pembelajaran

    kooperatif Jigsaw And Seeking Couple (JSC) A. PENDAHULUAN

    Matematika merupakan salahsatu mata pelajaran yang wajib

    diberikan pada peserta didik sekolah dasar. Matematika adalah satu ilmu yang bersifat pasti, yang didalamnya terkandung antara lain berhitung (aritmatika), Aljabar, Ilmu ukur, Geometri, dan lain-lain. Belajar matematika bukan hanya sekedar usaha untuk menghitung bilangan, melainkan juga usaha untuk menumbuh kembangkan sikap, keterampilan berpikir, serta memperluas kemampuan dalam penyelesaian masalah.

    Kemampuan penalaran dalam penyelesaian masalah matematika ini sangat penting ditanamkan sejak dini, namun perlu juga diperhatikan aspek psikologis siswa SD yang masih cenderung menunjukkan sifat kekanak-kanakkan, mereka cenderung cepat bosan dalam menjalani proses belajar, apalagi jika diperlakukan dengan metode atau model pembelajaran yang konvensional. Dalam pembelajaran konvensional biasanya peranan guru sangat dominan sedangkan peserta didik biasanya bersifat pasif dan hanya menerima atau mendengarkan ceramah dari gurunya. Penggunaan model pembelajaran tersebut dapat mengakibatkan keterlibatan peserta didik selama pembelajaran menurun atau kemampuan dalam pemecahan masalah matematika peserta didik rendah. Dalam hal ini peserta didik tidak berperan sebagai subyek belajar yang aktif dan kreatif melainkan obyek pembelajaran.

    Dengan demikian, diperlukan langkah strategis dan sistematis untuk mewujudkan suasana belajar yang kondusif guna efektifitas proses pembelajaran. Dalam belajar matematika diperlukan strategi, model, metode, maupun media belajar yang memungkinkan siswa melatih

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 12

    keteraampilan serta memperluas kemampuannya dalam memecahkan masalah matematika, namun tetap mementingkan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan bagi peserta didik. Hal ini penting karena kejenuhan merupakan akar permasalahan peserta didik yang berakhir pada persepsi bahwa matematika adalah pelajaran yang membosankan bahkan menakutkan. Selain itu hal yang harus dilakukan dengan menggunakan metode yang sesuai dengan kondisi peserta didik agar peserta didik berpikir kritis, logis dan dapat memecahkan masalah dengan sikap terbuka, kreatif dan inovatif atau dengan kata lain metode ini perlu mengoptimalkan kemampuan peserta didik. Karena itu, pemilihan metode, strategi dan pendekatan dalam mendesain model pembelajaran adalah tuntutan yang mesti dipenuhi guru.

    Pemilihan model pembelajaran harus sesuai dengan materi yang diajarkan dengan memperhatikan kondisi peserta didik yang mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam menerima materi pelajaran yang disajikan guru dikelas. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran matematika dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika adalah pembelajaran kooperatif. Metode ini peserta didik dapat belajar bekerjasama, mengembangkan rasa bertanggung jawab, dan memudahkan peserta didik melakukan penyesuaian sosial karena dalam praktiknya metode ini mengedepankan interaksi positif diantara peserta didik. Beberapa contoh dari model pembelajaran kooperatif ini diantaranya :

    1. Model Pembalajaran Kooperatif Jigsaw

    Model pembelajaran ini digunakan untuk pembahasan konversi pecahan ke bentuk persen dan desimal atau sebaliknya. Model ini meningkatkan kerjasama antar siswa. Lengkah-langkahnya antara lain : a. Siswa dikelompokkan ke dalam 4 tim, b. Tiap orang dalam anggota tim diberi bagian materi yang berbeda, ada

    yang persen,pecahan, dan desimal, c. Anggota dari tim lain yang telah mempelajari bagian/sub bab yang

    sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka,

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 13

    d. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan seksama,

    e. Tim ahli mempresentasikan hasil diskusi f. Guru memberi evaluasi, g. Penutup dan kesimpulan.

    2. Model Pembalajaran Kooperatif Seeking Couple

    Seperti halnya model pembelajaran kooperatif lainnya, model ini melibatkan semua siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Model ini me rupakan metode yang ideal untuk pembahasan operasi hitung pecahan. Berikut langkah-langkahnya. a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau

    topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban

    b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu c. Tiap siswa memikirkan jawaban atau pun soal dari kartu yang

    dipegang, d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok

    dengan soal/jawaban kartunya, e. Setiap siswa yang mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi

    poin, f. Setelah satu babak kartu keembali dikocok agar siswa mendapat kartu

    yang bervariasi. Bertolak dari latar belakang tersebut, bisa ditarik benang merah bahwa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu 1) bagaimana aktivitas guru dan peserta didik dalam penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) pada materi operasi hitung pecahan di kelas VI SD Negeri Jatisari?; 2) bagaimana kemampuan peserta didik dalam operasi hitung pecahan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) ?

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 14

    B. METODE PENELITIAN 1. Bentuk penelitian adalah penelitian tindakan kelas (PTK) 2. Desain penelitian meliputi :

    a. Tempat penelitian adalah SD Negeri Jatisari, Kecamatan Lemahsugih, Majalengka

    b. Penelitian dilaksanakan pada pertengahan tahun ajaran 2012/2013, yakni bulan Desember. Ini ditentukan dengan mengacu pada kalender akademik sekolah.

    3. Subjek dalam penelitian ini adalah 30 orang siswa kelas VI semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013.

    4. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Lembar observasi tertutup yang terdiri atas lembar observasi guru

    dalam melaksanakan RPP dan lembar observasi aktivitas siswa. b. Lembar Observasi Terbuka. c. Tes Hasil Belajar.

    5. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah : a. Jawaban siswa pada hasil pengerjaan soal diskusi dan soal tes b. Hasil pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran dan aktivitas

    siswa c. Catatan lapangan yang memuat catatan-catatan kejadian-kejadian

    selama berlangsungnya proses pembelajaran 6. Indikator Keberhasilan

    Seperti telah disinggung pada rumusan masalah yang tertulis dilatar belakang, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan penelitian deskriptif yang berfokus pada identifikasi penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking People (JSC) dalam pembahasan opersi hitung pecahan di kelas VI SDN Jatisari. Sebagai indikator keberhasilannya, dijelaskan dalam Tabel 1 berikut ini.

    Tabel 1. Indikator Keberhasilan

    Aktivitas Guru atau

    Peserta didik

    < 50% sangat kurang 50%-64% kurang 65%-70% cukup 70%-84% baik

    85%-100% sangat baik

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 15

    Hasil tes belajar

    < 50% sangat kurang 50%-64% kurang 65%-70% cukup 70%-84% baik

    85%-100% sangat baik

    C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Aktivitas Guru

    Sebagaimana telah disebutkan dalam metode penelitian, diperoleh data hasil pengamatan observer selama 4 pertemuan kegiatan belajar mengajar. Data disajikan dalam bentuk prosentase aktivitas guru pengajar berdasarkan pengamatan observer. Kemudian diambil nilai/prosentase rata-rata dari keempat pertemuan tersebut. Dari data hasil observasi aktivitas guru, dapat diketahui aktivitas yang dilakukan seorang guru dalam proses pembelajaran. Adapun hasil analisis aktivitas guru selama pembelajaran kooperatif JSC disajikan pada Tabel 2 sebagai berikut.

    Tabel 2 : Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Selama Kegiatan

    Belajar Mengajar

    No Aktivitas Guru

    Penilaian terhadap guru pengajar (%) pada

    pertemuan ke

    Rata-rata (%)

    1 2 3 4

    1 Menyampaikan apersepsi dan motivasi bagi peserta didik

    65 70 70 75 70

    2 Mereview materi bentuk-bentuk pecahan yang pernah dipelajari di sebelumnya

    65 68 80 85 74,5

    3 Menyampaikan materi memberikan contoh soal pemecahan masalah secara klasikal

    65 80 100 85 82,5

    4 Mengorganisasikan peserta didik kedalam kelompok-kelompok belajar

    60 80 75 80 73,75

    5 Memberikan masalah pada LKS dan mengamati kerja peserta didik

    70 80 80 80 77,5

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 16

    6 Membimbing kelompok belajar/memberikan arahan atau solusi terhadap kesulitan belajar peserta didik

    65 60 75 80 70

    7 Tanya jawab dengan siswa untuk mengecek pemahaman peserta didik serta menyeragamkan pemahaman

    75 80 80 80 78,75

    8 Memberi evaluasi pemecahan masalah dan menutup pelajaran

    70 75 80 80 76,25

    Rata-rata Keseluruhan (%) 75,40

    Dari Tabel 2 dapat dikatakan bahwa ratarata guru menyampaikan

    apersepsi dan motivasi bagi peserta didik 70%, mereview materi bentuk-bentuk pecahan yang pernah dipelajari di sebelumnya 74,75%, menyampaikan materi memberikan contoh soal pemecahan masalah secara klasikal 82,5%, mengorganisasikan peserta didik kedalam kelompok-kelompok belajar 73.75%, memberikan masalah pada LKS dan mengamati kerja peserta didik 77,5%, membimbing kelompok belajar/memberikan arahan atau solusi terhadap kesulitan belajar peserta didik 70%, tanya jawab dengan siswa untuk mengecek pemahaman peserta didik serta menyeragamkan pemahaman 78.75%, memberi evaluasi pemecahan masalah dan menutup pelajaran 76,25%. Aktivitas yang dilakukan guru pada pertemuan I sampai II menunjukkan peningkatan, yakni pertemuan I sebesar 66,875%, pertemuan II 74,125%, kemudian kembali mengalami peningkatan pada pertemuan III menjadi 80%. Serta kembali meningkat menjadi 80,625% pada pertemuan IV. Rata-rata aktivitas guru selama 4 kali pertemuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif NHT sebesar 75,40% kategori Baik.

    2. Aktivitas Peserta Didik

    Selama 4 (empat) kali pertemuan yang diamati oleh observer, diperoleh data aktivitas siswa. Aktivitas peserta didik dalam pembelajaran terdiri dari lima aspek, yaitu: a) aktivitas lisan; b) aktivitas mendengarkan; c) aktivitas menulis;

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 17

    d) aktivitas kognitif; dan e) aktivitas mental. Hasil pengamatan yang dilakukan observer selama 4 kali pertemuan selama proses pembelajaran sebagai berikut:

    No Aktivitas Item Prosense Aktivitas Peserta Didik Rata-

    rata(%)

    1 2 3 4

    1 Aktivitas

    Lisan

    Peserta didik mengajukan pertanyaan 50,00 61,66 75,50 80,00 66,79

    Peserta didik berdiskusi dengan kelompoknya 83,33 76,66 83,33 90,00 83,33

    2 Aktivitasmendengarkan

    Peserta didik mendengarkan penjelasan guru

    70,00 76,66 80,00 90,00 79,16

    Peserta didik mendengarkan pendapat temannya saat berdiskusi

    59,99 73,33 70,00 86,66 72,49

    3 AktivitasMe

    nulis

    Peserta didik merangkum penjelasan guru

    55,00 62,00 75,00 83,60 68,90

    Peserta didik menulis hasil berdiskusi

    60,00 53,33 70,00 93,33 69,16

    4 Aktivitas kognitif

    Peserta didik mengingat pelajaran

    65,00 68,00 70,00 75,00 69,5

    Peserta didik memecahkan soal dengan baik

    70,00 72,00 71,60 84,40 74,5

    5 Aktivitas mental

    Peserta didik mempunyai peserta didik berani

    56,66 63,33 90,00 93,33 75,83

    Peserta didik tenang dalam mengikuti pelajaran

    70,00 76,66 80,00 86,66 78,83

    Rata-rata(%) 73,85

    Untuk aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran pada pertemuan I sampai pertemuan IV untuk kategori aktivitas lisan diperoleh rata-rata sebesar 75,16%, untuk kategori aktivitas

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 18

    mendengarkan diperoleh rata-rata sebesar 75,825%, untuk kategori aktivitas menulis diperoleh rata-rata sebesar 69,03%, untuk kategori aktivitas kognitif diperoleh rata-rata sebesar 72%, dan sedangkan untuk kategori aktivitas mental diperoleh rata-rata sebesar 77,32%. Secara keseluruhan, aktivitas siswa ada di interval 70%-84% yaitu sebesar 73,85 %. Ini menunjukkan aktivitas siswa termasuk dalam kategori baik.

    3. Kemampuan Peserta Didik Dalam Operasi Hitung Pecahan

    Pada akhirnya untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC), dilakukan tes akhir untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah operasi hitung pecahan. Tes ini berisi soal-soal yang memuat operasi hitung pecahan seperti penjumlahan, pengurangan, pembagian, perkalian, pengurutan bilangan pecahan serta konversi bilangan pecahan menjadi bilangan desimal, persen dan sebaliknya. Adapun hasil tes tersebut disjikan dalam tabel 4 berikut.

    Tabel 4 : Prosentase Kemampuan Pemecahan Masalah

    Matematika

    No Pernyataan Rata-

    rata(%) Kriteria

    1 Penjumlahan Pecahan 96,66 Sangat baik

    2 Pengurangan Pecahan 93,33 Sangat Baik

    3 Perkalian Pecahan 80 Baik

    4 Pembagian Pecahan 83,33 Baik

    5 Pengurutan Pecahan 80 Baik

    6 Konversi Pecahan 86.66 Sangat Baik

    Rata-rata(%) 86.66 Sangat Baik

    Adapun hasil analisis kemampuan peserta didik selama

    pembelajaran kooperatif JSC yaitu:

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 19

    1) Dalam sub pokok bahasan penjumlahan pecahan, sebanyak 29 peserta didik menjawab benar, sedangkan 1 peserta didik menjawab salah.

    2) Dalam sub pokok bahasan pengurangan pecahan, sebanyak 28 peserta didik menjawab benar, sedangkan 2 peserta didik menjawab salah.

    3) Dalam sub pokok bahasan perkalian pecahan, sebanyak 24 peserta didik menjawab benar, sedangkan 6 peserta didik menjawab salah.

    4) Dalam sub pokok bahasan pembagian pecahan, sebanyak 25 peserta didik menjawab benar, sedangkan 5 peserta didik menjawab salah.

    5) Dalam sub pokok bahasan pengurutan pecahan, sebanyak 24 peserta didik menjawab benar, sedangkan 6 peserta didik menjawab salah.

    6) Dalam sub pokok bahasan konversi pecahan, sebanyak 26 peserta didik menjawab benar, sedangkan 4 peserta didik menjawab salah.

    Dari hasil tes, diperoleh prosentase kemampuan peserta didik

    dalam operasi hitung pecahan sebesar 86,66 %. Karena prosentase kemampuan peserta didik terhadap pemecahan masalah bangun ruang sisi datar berada pada interval antara 85%-100% yaitu sebesar 86.66% maka kemampuan peserta didik termasuk dalam kategori sangat baik.

    D. KESIMPULAN

    Dengan analisa data dan pembahasan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: a) nilai rata-rata aktivitas guru selama 4 kali pertemuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) sebesar 75,40%. Karena prosentase aktivitas guru berada pada interval antara 70% - 84% maka aktivitas guru selama pembelajaran kooperetif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) termasuk kategori baik. Sedangkan aktivitas peserta didik dari pertemuan ke-1 sampai pertemuan ke-4 selalu meningkat dengan prosentase rata-rata aktivitas peserta didik setelah empat kali pertemuan sebesar 73,85%. Karena prosentase aktivitas peserta didik berada pada interval antara 85% - 100% maka aktivitas peserta didik

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 20

    selama pembelajaran kooperetif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) termasuk kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa selama pembelajaran, model kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) dapat memacu guru dan peserta didik untuk lebih aktif dalam pembelajaran, ini jelas sangat baik bagi peningkatan pengetahuan dan minat peserta didik terhadap matematika; b) Nilai rata-rata tes akhir kemampuan peserta didik dalam materi operasi hitung pecahan menggunakan pembelajaran kooperatif Jigsaw and Seeking Couple (JSC) yang dilakukan empat pertemuan sebesar 86.66%. Karena prosentase kemampuan peserta didik terhadap pemecahan masalah bangun ruang sisi datar berada pada interval antara 85%-100% maka terrmasuk kategori sangat baik..

    DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.

    Edisi Revisi VI. Cetakan ke-13. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara Hermawan, Asep Heri dan N. Resmini. 2005. Pembelajaran Terpadu. Jakarta:

    Universitas Terbuka. Ibrahim. 2002. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa. Parlina. 2010. Model-Model Pembelajaran Matematika SD. Yogyakarta: UNY. Y.D. Sumanto, Heny Kusumawati, Nur Aksin. 2008. Gemar Matematika. Jakarta:

    Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Biodata Singkat : Penulis adalah Guru SD Negeri Jatisari, Kabupaten

    Sumedang

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 21

    UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IX B PADA MATERI POKOK PELUANG MELALUI MODEL

    COOPERATIVE LEARNING METODE JIGSAW

    Nanang Supendi, S.Pd.

    ABSTRAK

    Penelitian ini dilaksanakan sebagai bagian upaya peningkatan mutu pembelajaran matematika di SMP Negeri 1 Situraja. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran Cooperatif Learning metode Jigsaw ini dapat meningkatkan aktifitas siswa dan dapat mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Situraja tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas. Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan metode model siklus. Siklus dalam penelitian ini meliputi: refleksi awal, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan refleksi (yang diikuti dengan perencanaan ulang). Hasil refleksi siklus I dipakai sebagai dasar untuk pelaksanaan siklus II. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Situraja dengan jumlah 30 siswa. Teknik pengumpulan data penelitian ini melalui observasi, test kemampuan pemahaman pelajaran matematika materi peluang. Penelitian sudah berhasil ketika siswa mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu: 70. Dari hasil data aktivitas siswa, aktivitas bertanya di siklus I sebesar 18,6 % dan siklus II sebesar 78,6 % sehingga terjadi kenaikan sebesar 60%. Aktivitas menjawab pertanyaan siklus I sebesar 44,3 % siklus II 84,3 % penigkatan sebesar 40 %. Aktivitas Presentasi siklus I sebesar 22,3 % dan siklus II sebesar 39 % peningkatan sebesar 16,7 %. Aktivitas Berpendapat siklus I sebesar 24,6 % dan siklus II sebesar 71,3 % terjadi peningkatan 46,7 %. Aktivitas klasikal siklus I 28 % ,siklus II 84,6% peningkatan 56,6 %. Dari hasil tindakan kelas yang dilakukan terjadi peningkatan aktivitas dari siklus I ke siklus II. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran Cooperatif Learning metode Jigsaw dapat meningkatkan aktifitas siswa secara klasikal 56,6 % yaitu dari siklus I aktifitas 30 % dan siklus II 86,6 %. Sedangkan peningkatan hasil belajar dapat diketahui dari nilai ketuntasan siswa yaitu pada siklus I peningkatan 50 % dan pada siklus IIpeningkatan 76,67%. Hasil penelitian tindakan kelas ini menunjukkan bahwa

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 22

    penggunaan model pembelajaran Cooperatif Learning metode Jigsaw dapat meningkatkan aktifitas siswa dan dapat mengetahui pengkatan hasil belajar siswa di kelas IX B SMP Negeri 1 Situraja. Kata Kunci : Aktifitas siswa, hasil belajar, matematika, peluang, Cooperatif

    learning, jigsaw. A. PENDAHULUAN

    Keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi mempelajari suatu materi pelajaran terletak pada kemampuan siswa dalam mengelola belajar, kondisi belajar,dan membangun kognitifnya pada pengetahuan awal serta mempresentasikan kembali secara benar. Kondisi belajar berkaitan dengan materi dan karakteristik topik yang dipelajari. Motivasi siswa untuk menjadi berprestasi atau memahami informasi atau materi pembelajaran akan membantu siswa membangun kemampuan kognitif secara baik dan bermakna. Untuk itu guru dalam menyampaikan informasi materi pembelajaran senantiasa memberikan latihan latihan pemecahan masalah sehingga terjadi proses pengulangan pada diri siswa tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pemahaman suatu materi pembelajaran pada siswa dapat tercapai sehingga siswa dapat memperoleh nilai yang maksimal pada suatu materi tersebut.Namun demikian kemampuan siswa dalam memahami suatu informasi atau materi pembelajaran tidak semua sama. Ada siswa yang dapat memahami dengan cepat suatu materi, ada pula yang lambat dalam memahami suatu materi pembelajaran, terlebih lagi dalam pelajaran matematika. Bagi sebagian besar siswa, matematika menjadi pelajaran yang dibenci bahkan ditakuti dikarenakan banyaknya rumus dan pemahaman yang harus dikuasai siswa. Seperti halnya pada pembelajaran matematika materi pokok peluang di SMP Negeri 1 Situraja tidak semua siswa dapat cepat memahami materi pembelajarannya.

    Nilai hasil belajar IPA siswa SMP Negeri 1 Situraja khususnya kelas IX B pada umumnya rendah. Guru sudah memberikan penjelasan tentang materi belajar dan contoh-contoh soal. Ketika contoh soal dibahas secara bersamasama dengan guru siswa tampak mengerti tentang hal yang sudah di jelaskan, tetapi ketika soal diganti variabelnya sedikit siswa menjadi kebingungan. Kejadian ini dialami hampir 70 % siswa, sehingga ketika diakhir pembahasan materi dengan diadakan evaluasi atau penilaian, hasilnya belajarnya tidak

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 23

    memuaskan. Kecenderungan siswa tidak mau bertanya baik pada guru atau pada teman yang sudah memahami materi tersebut. Selain itu kondisi kelas yang cenderung pasif menjadikan anak semakin tidak mau membuka diri untuk bertanya terhadap apa yang belum diketahuinya. Bila hal ini terjadi terus menerus tanpa ada upaya untuk perbaikan kemungkinan akan terjadi penurunan atau tidak ada peningkatan prestasi belajar siswa.

    Sehubungan dengan kondisi tersebut di atas, maka perlu adanya upaya peningkatan kualitas proses belajar mengajar Matematika materi pokok peluang. Salah satu diantaranya adalah dengan melakukan Penelitian Tidakan Kelas (PTK) yang berjudul Upaya Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas IX B Mata Pelajaran Matematika Materi Pokok Peluang di SMP Negeri 1 Situraja Melalui Model Cooperative Learning Metode Jigsaw. B. LANDASAN TEORI

    1. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana

    siswa belajar dalam kelompokkelompok kecil yang memiliki timgkat kemampuan yang berbeda (heterogen). Dalam mennyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran. Dengan demikian setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan inilah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Adanya motivasi tanggungjawab kelompok inilah sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.

    Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari keterampilanketerampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif berfungsi melancarkan hubungan kerja dan tugas. Hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok sedangkan hubungan tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan (Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah direktorat Pendidikan lanjutan pertama: 2004: 12 ).

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 24

    2. Model Pembelajaran Cooperatif Learning Metode Jigsaw Pada penerapan pembelajaran metode jigsaw siswa dibagi-bagi

    menjadi kelompok, kelompok dengan anggota 4-6 siswa. Materi dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab. Tiap tiap sub bab di pelajari oleh anggota anggota kelompok yang sama dan di sebut dengan kelompok ahli. Setelah selesai diskusi dengan anggota kelompok lain yang sama maka anggota tadi kembali kelompok asalnya dan menjelaskan kepada kelompoknya tentang materi yang dipelajari, demikian seterusnya saling bergantian sehingga seluruh materi bisa dikuasai oleh masing-masing kelompok.

    C. METODE PENELITIAN

    Dasar dari permasalahan dalam penelitian ini adalah kualitas hasil belajar khususnya dalam pembelajaran matematika materi pokok peluang. Permasalahan tersebut di antaranya dengan memberikan tindakan berupa penggunaan model alternatif.

    Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan metode model siklus. Siklus dalam penelitian ini meliputi: refleksi awal, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan refleksi (yang diikuti dengan perencanaan ulang).

    Hasil refleksi siklus I dipakai sebagai dasar untuk pelaksanaan siklus II. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Situraja dengan jumlah 30 siswa. D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

    Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi observasi dan tes kemampuan konsep-konsep materi yang diajarkan dalam proses pembelajaran.

    1. Observasi

    Observasi ini dilakukan untuk mengetahui keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dalam kegiatan observasi ini objek yang diamati adalah kegiatan siswa yang meliputi aktifitas bertanya, menjawab, presentasi dan berpendapat. Selanjutnya hasil pengamatan terhadap aktivitas kegiatan siswa dimasukkan dalam lembar observasi siswa dengan memberikan tanda chek list pada lembar observasi yang telah disiapkan. Hasil pengamatan tersebut kemudian dianalisa dengan membagi jumlah siswa aktif dengan jumlah

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 25

    seluruh siswa dikalikan 100% untuk aktivitas kelas dan skor nilai yang teramati dibagi jumlah seluruh siswa dikalikan 100% untuk aktivitas kelas.

    2. Data Test Kemampuan Materi Peluang Pelajaran Matematika Pada Siklus I dan II Data test kemampuan siswa yang meliputi data pre test dan post test diambil untuk mengetahui perkembangan kemajuan pembelajaran siswa, dan data ini juga digunakan untuk mengetahui tingkat perkembangan hasil belajar siswa. Cara menganalisis kemajuan hasil belajar siswa dengan cara jumlah siswa yang tuntas belajar dibagi jumlah seluruh siswa dikalikan 100%. Ketuntasan siswa dalam belajar bila siswa dapat memperoleh nilai pretes dan posttest 60.

    E. TEKNIK PENGOLAHAN DATA

    Penelitian sudah berhasil ketika siswa mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu: 70.

    1. Pretest dan post test

    Dilakukan dalam satu kali pertemuan dengan melakukan pretest dan posttest sebelum tindakan dimulai.

    2. Lembar Observasi Lembar observasi merupakan pedoman untuk mengamati aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Aktivitas ditandai dengan menggunakan checklist. Instrumen pengamatan siswa mengikuti pembelajaran secara aktif, kehadiran 100% yaitu 30 siswa dan melakukan kegiatan pembelajaran dengan baik.

    3. Angket Cara menganalisa dan mengolah angket digunakan persentase.

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 26

    F. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Tabel 1.1 Hasil Pretes dan Postes di siklus I dan II

    Siklus I Siklus II

    Pretest Posttest Pretest Posttest

    Nilai Presen

    tase Nilai

    Presentase

    Nilai Presentas

    e Nilai

    Presentase

    38,6 30% 77 80% 38,3 13,33 % 84,3 93%

    Data tabel 1.1 menunjukkan bahwa nilai ketuntasan pretes dan posttest

    siklus I adalah Pretest ketuntasan 30 % dan posttest 80 % dari data tersebut dapat dilihat terjadi peningkatan hasil belajar 50 % dengan nilai ratarata pretes 38,6 dan posttest 77. Hasil belajar yang ditunjukkan pada siklus I sudah menunjukkan peningkatan yang lebih baik tapi untuk meyakinkan bahwa metode belajar Cooperatif Learning tipe jigsaw ini baik digunakan maka peneliti mengulang lagi pada siklus ke II. Dari data yang diperoleh terhadap nilai ketuntasan belajar siklus II ditunjukkan bahwa pretest 13,33 % yang tuntas dan posttest 93 % sehingga terjadi peningkatan jumlah ketuntasan siswa dalam belajar 76,67 % dan nilai rata rata pretest 38,3 menjadi 84,3. Terjadinya peningkatan baik aktifitas dan ketuntasan hasil belajar siswa ini menunjukkan bahwa penelitian tindakan kelas yang dilakukan menunjukkan hasil yang baik, sehingga dapat membantu dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di kelas. Rekapitulasi Hasil Penelitian Aktifitas dan peningkatan hasil belajar siswa sebagai berikut pada tabel dibawah ini:

    Tabel 1.2

    Data Aktivitas Siswa Siklus I dan II dan Peningkatannya

    Siklus Bertanya Menjawab Presentasi Berpendapat Aktifitas klasikal Pretest Posttest

    Kegiatan Siklus

    I II

    Aktivitas bertanya 18,6% 78,6%

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 27

    Aktifitas menjawab 44,3% 84,3%

    Aktifitas presentasi 22,3% 39%

    Aktifitas berpendapat 24,6% 71,3%

    Aktifitas klasikal 28% 84,6%

    Prestest 30% 13,3%

    Postest 80% 93%

    Dari hasil data aktivitas siswa tabel 1.1 dan 1.2, aktivitas bertanya di siklus

    I sebesar 18,6 % dan siklus II sebesar 78,6 % sehingga terjadi kenaikan sebesar 60%. Aktivitas menjawab pertanyaan siklus I sebesar 44,3 % siklus II 84,3 % penigkatan sebesar 40 %. Aktivitas Presentasi siklus I sebesar 22,3 % dan siklus II sebesar 39 % peningkatan sebesar 16,7 % .Aktivitas Berpendapat siklus I sebesar 24,6 % dan siklus II sebesar 71,3 % terjadi peningkatan 46,7 %. Aktivitas klasikal siklus I 28 % ,siklus II 84,6% peningkatan 56,6 %.

    Dari hasil tindakan kelas yang dilakukan terjadi peningkatan aktivitas dari siklus I ke siklus II. Hal ini terjadi karena pada siklus I siswa baru beradaptasi dengan model pembelajaran yang baru sehingga masih belum nampak keberanian untuk bertanya, berpendapat , menjawab pertanyaan bahkan presentasi. Hasil yang ditunjukkan siklus I pada nilai aktivitas belum menunjukkan hasil yang memuaskan sehingga peneliti mengevaluasi terhadap proses kegiatan tindakan kelas tersebut sebagai perbaikan pada siklus yang ke II.

    Pada Siklus ke II setelah diadakan evaluasi dari siklus I dan dilakukan tindakan pada siklus II hasil yang diperoleh berdasarkan data observer terjadi peningkatan aktifitas klasikal siswa dari 28 % menjadi 84,6 % sehingga penelitian tindakan kelas ini tidak dilanjutkan ke siklus III. G. KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa dengan model pembelajaran cooperatif learning metode Jigsaw dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa dan juga memberikan dampak positif terhadap peningkatan hasil siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Situraja Tahun Pelajaran 2013/2014 pada mata pelajaran matematika materi pokok peluang.

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 28

    DAFTAR PUSTAKA

    Nana Sudjana dan Ahmad RivaI, 1989 .Teknologi Pengajaran,Bandung : Sinar Baru.

    Tim Pengembangan MKDK. 1989. Psikologi Belajar, Semarang : IKIP Semarang Press.

    Sukidi, Basrowi, Suranto. 2010. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan Cendekia

    Suhardjono,2012, Penelitian Tindakan Kelas dan Tindakan Sekolah, Malang: Cakrawala Indonesia LP3 Universitas Negeri Malang.

    Biodata Singkat : Penulis adalah Kepala SMP Negeri 1 Situraja,

    Kabupaten Sumedang.

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 29

    PENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA MATERI FUNGSI ALAT-ALAT TUBUH MELALUI ALAT PERAGA TORSO

    (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas V di SD Negeri Jatisari)

    Rohyati, S.Pd.

    ABSTRAK

    Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran IPA materi fungsi alat-alat tubuh melalui alat peraga torso bagi siswa kelas V SD Negeri Jatisari. Penelitian ini menggunakan pendekatan tindakan kelas. Populasi penelitian diambil semua siswa kelas V. Teknik pengumpulan data digunakan wawancara, observasi, dokumen dan tes. Kegiatan penelitian ini dilakukan melalui 2 siklus setiap siklus melalui 4 tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata pemahaman siswa akan fungsi alat-alat tubuh sebelum siklus sebesar 65, pada siklus I sebesar 70,71 dan pada siklus II sebesar 77 sehingga terdapat kenaikan nilai rata rata dari sebelum siklus ke siklus I selanjutnya ke siklus II. Prosentase ketuntasan belajar siswa pada pra siklus menunjukkan angka sebesar 52,38 % (11 siswa tuntas dalam belajarnya dari seluruh peserta 21 siswa ), pada siklus I sebesar 80,95 % ( 17 siswa tuntas dalam belajarnya dari seluruh peserta 21 siswa )dan pada siklus II sebesar 95,24 % ( 20 siswa tuntas dalam belajarnya dari seluruh peserta 21 siswa). Dari perhitungan rata-rata nilai yang diperoleh anak pembelajaran setelah siklus pertama dan setelah siklus kedua menunjukkan bahwa selalu ada peningkatan yang cukup baik hal ini menunjukkan bahwa siswa semakin menguasai materi pelajarannya jika dalam penyampaiannya dilakukan dengan menggunakan alat peraga yang bersifat interaktif dalam proses belajar sehingga ia akan mendapatkan hasil belajar yang baik. Dengan demikian terdapat peningkatan ketuntasan belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Berdasarkan keterangan di atas maka dapat dibuat suatu kesimpulan sebagai berikut melalui alat peraga torso dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas V SD Negeri Jatisari mata pelajaran IPA materi pokok fungsi alat-alat tubuh. Kata Kunci : Alat peraga, torso, pemahaman siswa, IPA, materi fungsi alat-

    alat tubuh.

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 30

    A. PENDAHULUAN Semua guru atau siswa pasti selalu mengharapkan agar setiap proses

    belajar mengajar dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya. Guru mengharapkan agar siswa dapat memahami setiap materi yang diajarkan, siswapun mengharapkan agar guru dapat menyampaikan atau menjelaskan pelajaran dengan baik, sehingga memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Akan tetapi harapan harapan itu tidak selalu dapat terwujud. Masih banyak siswa yang kurang memahami penjelasan guru. Ada siswa yang nilainya selalu rendah, bahkan ada siswa yang tidak bisa mengerjakan soal atau jika mengerjakan soalpun jawabannya asalasalan. Semua itu menunjukkan bahwa guru harus selalu mengadakan perbaikan secara terus menerus dalam pembelajarannya, agar masalah masalah kesulitan belajar siswa dapat diatasi, sehingga hasil belajar siswa mencapai tujuan yang diharapkan.

    Pembelajaran IPA yang berlangsung saat ini menurut pengamatan penulis terkesan belum maksimal.Hal ini dari beberapa indikator antara lain hasil tes semester yang kurang dari KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), pengakuan siswa secara obyektif bahwa IPA termasuk dalam kategori sulit menurut mereka disamping Matematika dan IPS.

    Kenyataan di kelas dalam pelaksanaan proses belajar mengajar IPA ada saja tingkah laku anak yang kadang kala tidak sesuai dengan harapan guru, Seperti bergurau dengan teman saat di terangkan, tidak mengerjakan PR, tidak mau membuat catatan, tidak mau memperhatikan saat diterangkan dan lain sebagainya.

    Faktor penyebab rendahnya pemahaman siswa terhadap materi fungsi alat tubuh antara lain pembelajaran hanya terpusat oleh guru, siswa sebagai pendengar pasif, dan kurangnya variasi dalam proses pembelajaran. Salah satu alternatif pendukung proses pembelajaran adalah dengan menggunakan alat peraga yang dilandasi oleh pemikiran bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami suatu konsep.

    Menurut Sugiyono (2011:1) alat peraga merupakan suatu perangkat benda konkret yang dirancang, dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsepkonsep maupun prinsipprinsip dalam matematika. Pembelajaran dengan menggunakan media alat peraga dalam menyampaikan materi, siswa secara sadar dapat mengkaitkan dengan kehidupan sehari hari, siswa aktif menemukan masalah yang diberikan guru melalui bimbingan guru dan berusaha

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 31

    memperoleh tujuan yang diharapkan, sehingga hasil yang diperoleh dapat maksimal.

    Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa di SD Negeri Jatisari pada mata pelajaran IPA materi fungsi alat-alat tubuh dengan menggunakan media alat peraga torso. B. METODE PENELITIAN

    1. Subjek Penelitian Peneltian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di kelas V SD Negeri

    Jatisari. Mata pelajaran yang menjadi subjek penelitian yaitu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan materi pokok Fungsi Alat-alat Tubuh, dengan menggunakan alat peraga torso.

    Jumlah siswa kelas V SD Negeri Jatisari pada saat PTK ini dilaksanakan yaitu sebanyak 21 orang, terdiri dari 11 orang siswa perempuan dan 10 orang siswa laki-laki. Tingkat kemampuan para siswa bervariasi ada yang kurang, ada yang sedang dan ada pula beberapa orang di atas rata-rata. Dari data ulangan IPA pada tes jeda semester tahun 2012 tercatat siswa yang memiliki nilai di atas KKM yaitu 13 orang atau 56,5% dari 23 orang siswa. Siswa yang berada dibawah KKM ada 7 orang siswa atau 30,4% dan sisanya memiliki nilai sama dengan KKM, dimana KKM untuk pelajaran IPA semester 1 SD Negeri Jatisari yaitu 64,9.

    2. Sumber Data

    Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini diperoleh dari data kualitatif. Informasi data ini akan digali dari berbagai macam sumber data. Adapun sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini antara lain 1) Informasi data dari nara sumber yang terdiri dari siswa kelas V serta wali kelas V. 2) Arsip nilai ulangan harian mapel IPA. 3) Hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran dengan alat peraga multimedia

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dokumen dan tes.

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 32

    4. Prosedur Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan melalui 2 siklus setiap siklus melalui

    4 tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi.

    C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Data Nilai siswa sebelum perlakuan pengajaran siklus

    a. Jumlah Siswa yang mendapatkan nilai 45 ada 2 orang, nilai 50 ada 2 orang; nilai 60 ada 4 siswa; nilai 65 ada 4 siswa; nilai 70 ada 3 siswa nilai 75 ada 4 orang dan nilai 80 ada 2 siswa, sehingga nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 80 dan nilai terendah 45 dengan demikian rata rata yang diperoleh siswa sebesar 65.

    b. Siswa yang mendapatkan nilai 75 ke atas sebanyak 6 orang c. Siswa yang mendapatkan nilai antara 60 sampai 74 sebanyak 11

    orang d. Siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 60 sebanyak 4 orang e. Siswa yang telah dinyatakan memiliki ketuntasan belajar ( dengan

    nilai 70 ke atas) sebanyak 11 orang dari jumlah 21 siswa atau 52,38 %, sedangkan anak yang belum tuntas sebanyak 12 orang dari jumlah 21 siswa atau 57,14 %.

    2. Deskripsi per Siklus

    Langkah langkah yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas di kelas V SD Negeri Jatisari pada materi fungsi alat-alat tubuh dengan alat peraga torso adalah sebagai berikut :

    1) Rencana

    a) Siklus I

    Mengkondisikan siswa pada situasi pembelajaran

    Menyampaikan tujuan

    Menjelaskan langkahlangkah pembelajaran Mengaitkan pelajaran yang lalu dengan yang materi

    yang akan diajarkan

    Dengan mengamati alat-alat tubuh pada alat peraga torso, siswa dan guru mengadakan tanya jawab tentang fungsi dari masing-masing alat tubuh

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 33

    Membimbing diskusi kelompok mengenai fungsi alat-alat tubuh.

    Membimbing pengamatan siswa dalam diskusi tentang fungsi alat pernafasan pada tubuh dan fungsi alat pencernaan pada tubuh.

    Menyimpulkan pelajaran

    Mengadakan post tes

    b) Siklus II

    Mengondisikan siswa pada situasi pembelajaran

    Menyampaikan tujuan

    Menjelaskan langkah langkah pembelajaran Mengaitkan pelajaran yang lalu dengan yang materi

    yang akan akan diajarkan

    Dengan mengamati alat-alat tubuh pada alat peraga torso, siswa dan guru mengadakan tanya jawab tentang fungsi dari masing-masing alat tubuh

    Membimbing diskusi kelompok mengenai fungsi alat-alat tubuh.

    Membimbing pengamatan siswa dalam diskusi tentang fungsi alat pernafasan pada tubuh dan fungsi alat pencernaan pada tubuh.

    Menyimpulkan pelajaran

    Mengadakan post tes

    2) Pelaksanaan Penelitian a) Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana yang

    telah disusun b) Melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran

    siswa. c) Melakukan tindakan khusus kepada siswa yang

    memerlukan bimbingan.

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 34

    3) Melakukan Pengumpulan Data a) Mencatat nilai evaluasi siswa b) Mencatat hasil pengamatan terhadap sikap siswa c) Menganalisis hasil pembelajaran d) Melakukan refleksi terhadaphasil analisis tindakan.

    3. Refleksi

    a. Siklus I Siswa belum semuanya memperhatikan penjelasan guru ketika guru sedang menjelaskan, siswa juga belum seluruhnya aktif dalam kerja kelompok/ diskusi, tercatat juga siswa kurang mengerti terhadap maksud kalimat atau bahasa yang diucapkan guru. Hal ini disebabkan guru kurang menggunakan contoh/ ilustrasi dan penekanan serta alat peraga yang menarik, guru juga tidak memberikan tugas secara individu dalam diskusi/ kerja kelompok, juga guru kurang memberi penekanan-penekanan terhadap kata baru atau kata kunci yang menjadi permasalahan.

    b. Siklus II Siswa mulai menunjukkan perkembangan yang lebih baik dari pembelajaran sebelumnya. Siswa sudah aktif memperhatikan penjelasan guru, aktif berdiskusi dan memahami kata kunci dalam pokok bahasan yang menjadi tujuan pembelajarannya. Siswa lebih respon dalam diskusi kelas/ presentasi ataupun tanya jawab. Hal ini disebabkan karena guru sudah menggunakan metode dan alat peraga yang sesuai , serta cara menjelaskan dan membimbing diskusi kecil dengan lebih intensif. Walau pada tes akhir ada saja siswa yang mau menyontek dari temannya tapi segera bisa diatasi dengan cara mendekati dan diberi teguran.

    4. Data Nilai siswa Setelah Perlakuan Pengajaran Siklus I

    Dari tabel daftar nilai yang ada di lampiran dapat diketahui bahwa : a. Jumlah Siswa yang mendapatkan nilai 45 ada 1 siswa, nilai 50

    ada 1 siswa, nilai 60 ada 2 siswa; nilai 70 ada 8 siswa; nilai 75 ada 4 siswa; nilai 80 ada 3 siswa; nilai 85 ada 2 siswa, sehingga nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 85 dan nilai terendah tetap

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 35

    45 dengan demikian rata rata yang diperoleh siswa sebesar 70,71.

    b. Siswa yang mendapatkan nilai 75 ke atas sebanyak 9 orang c. Siswa yang mendapatkan nilai antara 60 sampai 74 sebanyak 10

    orang d. Siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 60 sebanyak 2 orang e. Siswa yang telah dinyatakan memiliki ketuntasan belajar (dengan

    nilai 70 ke atas) sebanyak 17 orang dari jumlah 21 siswa atau 80,95 %, sedangkan anak yang belum tuntas sebanyak 4 orang dari jumlah 21 siswa atau 19,05 %.

    5. Data Nilai siswa Setelah Perlakuan Pengajaran Siklus II

    Dari tabel daftar nilai yang ada di lampiran dapat diketahui bahwa : a. Jumlah Siswa yang mendapatkan nilai 60 ada 1 siswa; nilai 70 ada

    4 siswa; nilai 75 ada 6 siswa; nilai 80 ada 5 siswa, nilai 85 ada 3 siswa, dan nilai 90 ada 2 siswa, sehingga nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 90 dan nilai terendah 60 dengan demikian rata rata yang diperoleh siswa sebesar 77.

    b. Siswa yang mendapatkan nilai 75 ke atas sebanyak 16 orang c. Siswa yang mendapatkan nilai antara 60 sampai 74 sebanyak 5

    orang d. Siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 60 sebanyak 0 orang e. Siswa yang telah dinyatakan memiliki ketuntasan belajar (dengan

    nilai 65 ke atas) sebanyak 20 orang dari jumlah 21 siswa atau 95,24 %, sedangkan anak yang belum tuntas sebanyak 1 orang dari jumlah 21 siswa atau 4,76 %.

    D. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa sebagian siswa belum tuntas

    dalam belajarnya (pada siklus I) dikarenakan guru kurang menggunakan contoh/ ilustrasi dan penekanan serta alat peraga yang menarik, guru juga tidak memberikan tugas secara individu dalam diskusi/ kerja kelompok, juga guru kurang memberi penekanan-penekanan terhadap kata baru atau kata kunci yang menjadi permasalahan sehingga kurang dapat membangkitkan siswa dalam belajar dengan optimal, sehingga siswa belum dapat menyerap materi yang

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 36

    diberikan oleh guru dengan baik dan benar. Setelah refleksi diri guru menggunakan suatu alat peraga torso dalam pembelajaran agar siswa lebih respon dalam diskusi kelas/ presentasi ataupun tanya jawab. Hal ini dilakukan untuk penguatan siswa dalam memahami materi ternyata hasilnya lebih baik daripada siklus I (pada siklus II). Suasana belajar terlihat hidup dan siswa sangat bergairah kalau ditinjau dari tes formatif ternyata ada peningkatan nilai rata-rata kelas dari 70,71 menjadi 77. Dengan melihat hasil di atas maka dapat dijelaskan: Dari perhitungan rata-rata nilai yang diperoleh anak pembelajaran setelah siklus pertama dan setelah siklus kedua menunjukkan bahwa selalu ada peningkatan yang cukup baik hal ini menunjukkan bahwa siswa semakin menguasai materi pelajarannya jika dalam penyampaiannya dilakukan dengan menggunakan alat peraga yang bersifat interaktif dalam proses belajar sehingga ia akan mendapatkan hasil belajar yang baik. E. KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa melalui alat peraga torso dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas V SD Negeri Jatisari mata pelajaran IPA materi pokok fungsi alat-alat tubuh.

    DAFTAR PUSTAKA

    Aristo Rahadi .2003 Media Pembelajaran .Jakarta : Direktorat Tenaga Kependidikan

    Dimiyati Mahmud, 2000. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan.

    Yogyakarta : BPFE Handayani,2002.Sains Kelas V .Klaten : CV Sahabat

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 37

    Solahuddin, A. 2002. Implementasi Teori Ausabel Pada Pembelajaran Senyawa Karbon di SMU. Jurnal Pendidikan Nasional dan Kebudayaan no. 036-Mei-2002. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional dan Kebudayaan

    Suyadi. 2010. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: DIVA Press. Biodata Singkat : Penulis adalah Guru SD Negeri Jastisari, Kabupaten

    Sumedang

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 38

    PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOTITION (CIRC)

    UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENANGGAPI PEMBACAAN NOVEL DAN UNSUR-UNSUR INTRINSIK NOVEL

    (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja)

    Tati Charnati, S.Pd,

    ABSTRAK

    Model pembelajaran Kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Compotition ini merupakan salah satu model pembelajaran alternatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran atau tema sebuah wacana termasuk dalam menemukan unsur-unsur intrinsik dari sebuah novel. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe cooperative integrated reading and compotition (CIRC) terhadap kemampuan menanggapi pembacaan novel dan menganalisis unsur instrinsik novel pada siswa kelas XII IPS I SMAN Darmaraja. Penelitian ini dilakukan atas dua siklus, siklus pertama dilakukan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe CIRC, sedangkan siklus kedua dilakukan setelah refleksi siklus pertama. Sesuai dengan langkah-langkah metode PTK, maka penelitian ini dilakukan ke dalam beberapa tahap, yaitu: (a)Tahap Perencanaan: menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, LKS, mempersiapkan tes hasil belajar dan lembar pengamatan; (b)Tahap Tindakan: memotivasi siswa dengan melakukan berbagai macam penguatan dan menerapkan tipe CIRC; (c)Tahap Observasi: observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Kegiatan observasi dilakukan oleh peneliti dan guru dengan menggunakan lembar pengamatan; dan (d)Tahap Refleksi: Mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari tindakan, kelemahan dan kekurangan dari tindakan diperbaiki pada rencana selanjutnya. Subjek yang diteliti yaitu siswa kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja mengenai kemampuan dalam menanggapi novel melalui penemuan unsur-unsur intrinsiknya seperti tema, alur, tokoh, amanat dalam novel tersebut. Dari analisis hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading Compotition (CIRC) dapat

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 39

    meningkatkan kemampuan menganalisis unsur instrinsik novel siswa kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja. Hal ini dapat dilihat pada ketuntasan klasikal pada UH siklus I dengan nilai rata-rata 64,55 ketuntasan klasikal 53,33% (16 siswa). Siklus II kembali meningkat dengan nilai rata-rata siswa 79 mencapai ketuntasan klasikal 93,33% (28 siswa). Pembelajaran kooperatif tipe CIRC sangat cocok untuk meningkatkan kemampuan siswa khususnya dalam menganalisis unsur instrinsik novel siswa kelas XII IPS I SMAN Darmaraja, dan juga dapat menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Kata Kunci : Model Pembelajaran Kooperatif, CIRC, Novel, Unsur Intrinsik

    A. PENDAHULUAN Tarigan mengemukakan bahwa (2005:77) ada beberapa unsur instrinsik

    yang terkandung dalam menganalisis novel yaitu (1) tema; (2) plot; (3) pelukisan watak; (4) konflik; (5) latar; (6) sudut pandang. Berdasarkan pengamatan peneliti sebagai guru di SMAN Darmaraja, hasil kemampuan memahami unsur instrinsik novel siswa kelas XII IPS I SMAN Darmaraja dari 30 orang siswa diraih ketuntasan klasikal 43,33% sedangkan ketuntasan klasikal harus mencapai 80%, dengan KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 70,00.

    Sesuai dengan ketuntasan klasikal, terlihat bahwa kemampuan membaca, terutama materi pokok menentukan tema, alur, tokoh, sudut pandang dalam cerita novel masih rendah. Rendahnya pemahaman siswa dalam menganalisis unsur instrinsik novel di SMAN Darmaraja ini disebabkan oleh kurangnya perhatian siswa pada saat guru menjelaskan materi pelajaran. Guru masih mengajar dengan metode ceramah sehingga siswa merasa bosan dan tidak konsentrasi dalam menyimak penjelasan gurunya, dan juga kurangnya penggunaan media dalam menyampaikan materi pelajaran. Tetapi yang paling berpengaruh dari kelemahan di atas yaitu metode yang digunakan guru kurang melibatkan siswa sehingga siswa menjadi pasif karena kegiatan pembelajaran hanya berpusat pada guru.

    Model pembelajaran Kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Compotition ini merupakan salah satu model pembelajaran alternatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan ide

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 40

    pokok, pokok pikiran atau tema sebuah wacana termasuk dalam menemukan unsur-unsur intrinsik dari sebuah novel. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis berinisiatif mengadakan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative Integrated Reading and Compotition (CIRC) Untuk Meningkatkan Kemampuan Menanggapi Pembacaan Novel dan Menganalisis Unsur Instrinsik Novel Pada Siswa Kelas XII IPS I SMAN Darmaraja. B. METODE PENELITIAN

    Desain penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK merupakan suatu cara atau prosedur baru untuk meningkatkan profesionalisme pendidik dalam mengajar. Penelitian ini dilakukan atas dua siklus, siklus pertama dilakukan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe CIRC, sedangkan siklus kedua dilakukan setelah refleksi siklus pertama. Sesuai dengan langkah-langkah metode PTK, maka penelitian ini dilakukan ke dalam beberapa tahap, yaitu: (a)Tahap Perencanaan: menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, LKS, mempersiapkan tes hasil belajar dan lembar pengamatan; (b)Tahap Tindakan: memotivasi siswa dengan melakukan berbagai macam penguatan dan menerapkan tipe CIRC; (c)Tahap Observasi: observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Kegiatan observasi dilakukan oleh peneliti dan guru dengan menggunakan lembar pengamatan; dan (d)Tahap Refleksi: Mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari tindakan, kelemahan dan kekurangan dari tindakan diperbaiki pada rencana selanjutnya. Subjek yang diteliti yaitu siswa kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja mengenai kemampuan dalam menanggapi novel melalui penemuan unsur-unsur intrinsiknya seperti tema, alur, tokoh, amanat dalam novel tersebut. Jumlah siswa 30 orang yang terdiri dari 12 laki-laki dan 18 perempuan. Mereka memiliki kemampuan berpikir (inteligensi), kemampuan ekonomi, dan latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan teknik tes, dengan instrumen penelitian menggunakan lembar observasi aktivitas guru, lembar observasi aktivitas siswa, dan soal tes. Sedangkan untuk teknik analisis data menggunakan teknik kuantitatif deskriptif.

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 41

    C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas ini, dilaksanakan sebanyak dua siklus, dengan

    satu siklus terdiri dari dua pertemuan. Tindakan yang dilakukan pada penelitian ini adalah melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading Compotition (CIRC), untuk mengetahui keterampilan siswa dalam menanggapi pembacaan novel dan menganalisis unsur instrinsik novel di kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja.

    1. Data Awal Hasil Kemampuan Menanggapi Pembacaan Novel dan

    Menganalisis Unsur Intrinsik Novel Siswa Kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja

    Materi yang diajarkan pada data awal sama dengan materi pada siklus I dan siklus ke II. Materi yang diajarkan adalah tentang bagaimana menentukan tema, alur dan penokohan dalam novel. Pembelajaran ini berpedoman pada silabus dan RPP yang telah disusun dan dikembangkan oleh peneliti. Hasil yang terlihat pada data awal yakni sebagian besar siswa tidak memahami tentang tema maupun tokoh/penokohan, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan menganalisis unsur instriksi novel masih rendah, hal ini seperti yang telihat pada pada tabel 1 di bawah ini.

    Tabel 1 Data Awal Kemampuan Menganalisis Unsur Instrinsik Novel

    Skor Kategori Data Awal

    86-100 Baik sekali 0 siswa (0%)

    71-85 Baik 4 siswa (13,33%)

    56-70 Cukup 15 siswa (50%)

    41-55 Kurang 9 siswa (30%)

    40 Kurang sekali 3 siswa (10%)

    Rata-rata 60,00

    Kategori Cukup

    Ketuntasan 13 siswa (43,33%)

    Tidak tuntas 17 siswa (56,67%)

    Jumlah Siswa 30 siswa

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 42

    Hasil keterampilan menganalisis unsur instrinsik novel siswa kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja pada data awal, berkategori cukup dan memiliki rata-rata 60,00 dengan ketuntasan klasikal hanya 43,33%. Melihat kenyataan rendahnya keterampilan siswa menganalisis unsur instrinsik novel sehingga peneliti tertarik untuk melakukan tindakan kelas dengan mengajarkan materi tentang menganalisis unsur instrinsik novel.

    2. Peningkatan Hasil Kemampuan Menganalisis Unsur Instrinsik Novel

    Setelah dilakukan perlakukan (treatment), yaitu dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe CIRC pada siklus I dan siklus II, maka dapat diketahui peningkatan kemampuan siswa dalam menganalisis unsur instrinsik novel, seperti yang terlihat pada tabel 2 dan tabel 3 di bawah ini.

    Tabel 2

    Peningkatan Kemampuan Menganalisis Unsur Instrinsik Novel untuk Data Awal dan Siklus I

    Skor Kategori Data Awal Siklus I UH I

    86-100 Baik sekali 0 siswa (0%) 2 siswa (6,66%)

    71-85 Baik 4 siswa (13,33%) 7 siswa (23,33%)

    56-70 Cukup 15 siswa (50%) 11 siswa (36,66%)

    41-55 Kurang 9 siswa (30%) 8 siswa (26,66%)

    40 Kurang sekali 3 siswa (10%) 2 siswa (6,66%)

    Rata-rata 60,00 64,55

    Kategori Cukup Cukup

    Ketuntasan 13 siswa (43,33%) 16 siswa (53,33%)

    Jumlah Siswa 30 siswa 30 siswa

    Tabel 3

    Peningkatan Kemampuan Menganalisis Unsur Instrinsik Novel

    untuk Siklus I dan Siklus II

    Skor Kategori Siklus I UH I Siklus II UH II

    86-100 Baik sekali 2 siswa (6,66%) 6 siswa (20%)

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 43

    71-85 Baik 7 siswa (23,33%) 16 siswa (53,33%)

    56-70 Cukup 11 siswa (36,66%) 9 siswa (30%)

    41-55 Kurang 8 siswa (26,66%) 0 siswa (0%)

    40 Kurang sekali 2 siswa (6,66%) 0 siswa (0%)

    Rata-rata 64,55 Baik

    Kategori Cukup Cukup

    Ketuntasan 16 siswa (53,33%) 28 siswa (93,33%)

    Jumlah Siswa 30 siswa 30 siswa

    Berdasarkan tabel 2 dan tabel 3 di atas dapat diketahui, bahwa

    kemampuan menganalisis unsur instrinsik novel siswa kelas XII SMAN Darmaraja terus mengalami peningkatan yaitu dari rata-rata 60 pada data awal, meningkat pada siklus I pertemuan ketiga (ulangan siklus I) menjadi 64,55% dengan persentase peningkatan pada data awal dan Siklus I UH I yaitu 4,55%. Pertemuan pada UH I ini memiliki siswa tuntas sejumlah 16 siswa dan siswa tidak tuntas sebanyak 14 siswa, yang jika dibandingkan pada data awal berjumlah 13 orang siswa berkategori tuntas dan 17 siswa masih tidak tuntas. Hal ini disebabkan telah dilaksanakannya penerapan pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading Compotition (CIRC) dalam menganalisis unsur instrinsik novel yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga nilai menganalisis unsur instrinsik novel siswa meningkat. Siklus II pertemuan kedua (ulangan siklus II) meningkat menjadi 79 dengan persentase peningkatan keterampilan menganalisis unsur instrinsik novel menjadi 50%. Jumlah siswa yang tuntas meningkat pada UH II ini yaitu sebanyak 28 siswa tuntas dan tidak tuntas berjumlah 2 orang siswa. Secara klasikal pada pertemuan ini siswa telah tuntas yaitu 93,33%.

    D. KESIMPULAN DAN SARAN Dari analisis hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa

    model pembelajaran kooepratif tipe Cooperative Integrated Reading Compotition (CIRC) dapat meningkatkan kemampuan menganalisis unsur instrinsik novel

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 44

    siswa kelas XII IPS 1 SMAN Darmaraja. Hal ini dapat dilihat pada ketuntasan klasikal pada UH siklus I dengan nilai rata-rata 64,55 ketuntasan klasikal 53,33% (16 siswa). Siklus II kembali meningkat dengan nilai rata-rata siswa 79 mencapai ketuntasan klasikal 93,33% (28 siswa).

    Selanjutnya berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyampaikan beberapa saran yaitu sebagai berikut: (a) Bagi sekolah, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat menjadi salah satu alternatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pada materi menganalisis unsur instrinsik cerita legenda, sehingga meningkatkan kemampuan siswa menganalisis unsur instrinsik novel; (b) Bagi guru, penggunaan model pembelajaran kooperatif CIRC dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengajarkan cara menganalisis unsur instrinsik novel siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC; dan (c) Bagi peneliti lanjutan, pembelajaran kooperatif tipe CIRC sangat cocok untuk meningkatkan kemampuan siswa khususnya dalam menganalisis unsur instrinsik novel siswa kelas XII IPS I SMAN Darmaraja, dan juga dapat menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe CIRC.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ar, Syamsuddin. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.

    Arikunto, Suharsimi. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara. Gimin. 2008. Model-model Pembelajaran. Pekanbaru : Cendikia Insani. Isjoni. 2007. Cooperative Learning. Pekanbaru : ALFABETA Tarigan, Henry Guntur. 2005. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan

    Berbahasa. Bandung: Angkasa. Biodata Singkat : Penulis adalah Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

    di SMAN Darmaraja Kabupaten Sumedang

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 45

    MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA MELALUI STRATEGI PETA KONSEP DISERTAI PENULISAN JURNAL DALAM SETTING

    PEMBELAJARAN KONSEP FUNGI PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas X SMAN Darmaraja)

    Drs. Ukendi Andriyana

    ABSTRAK

    Penelitian ini dilaksanakan di SMA Darmaraja Sumedang pada siswa kelas X. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas X yang nilai rata-rata kelas untuk tes formatif mata pelajaran biologi paling rendah dibandingkan kelas yang lain dan seluruh anggota Tim Peneliti: Data tentang hasil belajar diperoleh melalui tes awal dan tes akhir, Data tentang keterkaitan dan kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan didapat dari Rencana Pembelajaran dan lembar observasi dan Data tentang situasi pembelajaran pada saat pelaksanaan diperoleh melalui lembar observasi. Indikator keberhasilan penelitian tindakan ini adalah bila penguasaan siswa tentang materi fungi telah mencapai tingkat ketuntasan belajar minimal 75%. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa sebagian siswa belum tuntas dalam belajarnya (pada awal pembelajaran) dikarenakan siswa belum memahami benar konsep materi fungi ditambah lagi dengan penyampaian dari guru yang kurang dipahami siswa sehingga siswa belum dapat menyerap materi yang diberikan oleh guru dengan baik dan benar. Setelah refleksi diri guru menggunakan pembelajaran dengan menggunakan peta konsep disertai jurnal agar siswa lebih respon dalam diskusi kelas/ presentasi ataupun tanya jawab. Hal ini dilakukan untuk penguatan siswa dalam memahami materi ternyata hasilnya lebih baik daripada awal pembelajaran (akhir pembelajaran). Suasana belajar terlihat hidup dan siswa sangat bergairah kalau ditinjau dari tes formatif ternyata ada peningkatan nilai rata-rata kelas dari 68,66 menjadi 77,83. Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa melalui peta konsep yang disertai penugasan jurnal dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas X SMA Darmaraja mata pelajaran biologi materi pokok fungi. Kata kunci : Pemahaman siswa, Peta Konsep, Penulisan Jurnal, Fungi

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 46

    A. PENDAHULUAN Biologi merupakan mata pelajaran yang termasuk dalam rumpun ilmu

    pengetahuan alam (IPA atau sains). Ilmu sains berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry) tentang alam secara sistematis, sehingga pembelajaran bukan hanya sebagai penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran biologi di sekolah menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam kehidupan sehari-hari.

    Hasil penelitian yang dilakukan Pendley, Bretz dan Novak (1994) menunjukkan pada umumnya siswa cenderung belajar dengan hafalan dari pada secara aktif mencari untuk membangun pemahaman mereka sendiri terhadap konsep biologi tersebut. Nakhleh (1992) juga mengungkapakan bahwa cara belajar seperti itu menyebabkan sebagian konsep-konsep biologi masih merupakan konsep yang abstrak bagi siswa, bahkan mereka tidak dapat mengenali konsep-konsep kunci atau hubungan antarkonsep yang diperlukan untuk memahami konsep tersebut. Dengan demikian, untuk dapat memahami konsep-konsep dalam biologi diperlukan pemahaman yang benar terhadap konsep dasar yang membangun konsep tersebut.

    Kenyataan dilapangan, konsep Biologi materi fungi merupakan salah satu materi yang dianggap sulit oleh beberapa siswa kelas X di SMAN Darmaraja, dengan alasan untuk memahami materi tersebut selain harus dapat mengingat jenis-jenis nama latinnya, juga harus dapat mengenal struktur dasar/gugus fungsionalnya.

    Guru mata pelajaran biologi juga kesulitan dalam menyampaikan materi biologi fungi ini pada siswa. Mereka sukar mencari metode, strategi dan pendekatan yang tepat dalam pembelajaran materi tersebut. Untuk itu, sangat diperlukan suatu kondisi belajar bermakna yang dapat menjadikan siswa dapat memahami konsep biologi tersebut, salah satu caranya dengan menggunakan strategi peta konsep.

    Strategi peta konsep merupakan salah satu cara untuk membantu siswa membangun kebermaknaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang baru dan lebih kuat pada suatu bidang studi (Novak dan Gowin dalam Ebenezar, 1992). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa peta konsep sangat baik sebagai alat pembelajaran dan memberikan dampak positif bagi siswa dalam belajar

  • Jurnal Pendidikan Kornea Volume 1 No.1 Bulan Mei 2014 47

    biologi (Harton, 1993; Roth dan Roychoundhury, 1993; Trowbridge & Wandersee, 1994; Rusmasyah, 2003)

    Berdasarkan analisis situasi/latar belakang di atas, ditemukan bahwa materi biologi fungi masih menjadi permasalahan di kelas X SMAN Darmaraja. Hal tersebut dirasakan sendiri oleh peneliti sebagai pengajar selama 6 tahun terakhir. Dengan demikian, sudah selayaknya para siswa, diberikan pembelajaran bentuk lain; yang mengarah pada belajar bermakna dan kreatif. Sehingga diharapkan dapat memberikan perubahan ke tingkat yang lebih baik melalui strategi peta konsep (Concept Mapping) disertai tugas penulisan jurnal (Journal Writing) dalam setting pembelajaran konsep biologi tentang fungi. B. TINJAUAN PUSTAKA

    1. Peta Konsep Menurut Novak (1984) dan Gawith (1988) peta konsep adalah

    suatu istilah tentang strategi yang digunakan guru untuk membantu siswa mengorganisasikan konsep pelajaran yang telah dipelajari berdasarkan arti dan hubungan antara komponennya. Hubungan antara satu konsep dengan konsep lain dikenal sebagai p