jurnal manajemen dan kewirausahaan, volume 2, nomor 2, mei...

29
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang 15 PENGARUH KARAKTERISTIK KEPENDUDUKAN TERHADAP PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT Oleh : Yuliatin, SE – Dr. Tun Huseno, SE., M.Si – Febriani, SE., M.Si Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa, Padang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menguji dan menganalis pengaruh karakteristik kependudukan terhadap pengangguran di Sumatera Barat.Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis kelamin (X1), umur (X2), status dalam rumah tangga (X3), status perkawinan (X4), pendidikan (X5) dan daerah tempat tinggal (X6). Sedangkan variabel terikatnya adalah pengangguran (Y). Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif melalui tabulasi silang dan analisis inferensial yaitu analisis regresi logistik. Data yang digunakan adalah data mentah yang berupa raw data hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009. Data yang tersedia diolah menggunakan software SPSS 13,0. Hasil analisis deskriptif ditemukan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) lebih tinggi pada : (1) perempuan dibandingkan laki-laki; (2) kelompok umur 15 -24 tahun dan 25 – 64 tahun dibandingkan kelompok umur 65 tahun ke atas; (3) bukan kepala rumah tangga dibandingkan kepala rumah tangga; (4) belum kawin dibandingkan dengan kawin; (5) pendidikan tinggi dan menengah dibandingkan pendidikan rendah; dan (6) tempat tinggal di daerah perkotaan dibandingkan daerah perdesaan. Dari analisis regresi logistik menunjukkan bahwa umur, status dalam rumah tangga, status perkawinan, pendidikan dan daerah tempat tinggal berpengaruh secara signifikan terhadap peluang terjadinya pengangguran. Faktor jenis kelamin tidak terbukti signifikan secara statistik mempengaruhi terjadinya pengangguran. Secara umum temuan hasil analisis mendukung adanya pengaruh /hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat seperti yang diajukan pada hipotesis, kecuali untuk variabel jenis kelamin. Sedangkan menurut status perkawinan dengan merujuk status kawin, belum kawin siginifikan dalam mempengaruhi terjadinya pengangguran, tetapi cerai tidak memberikan perbedaan yang berarti pada pengangguran. kata kunci : karakteristik kependudukan, pengangguran, pendidikan

Upload: truongdiep

Post on 04-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

15

PENGARUH KARAKTERISTIK KEPENDUDUKAN TERHADAP

PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

Oleh : Yuliatin, SE – Dr. Tun Huseno, SE., M.Si – Febriani, SE., M.Si

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa, Padang

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menguji dan menganalis pengaruh karakteristik

kependudukan terhadap pengangguran di Sumatera Barat.Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah jenis kelamin (X1), umur (X2), status dalam rumah tangga

(X3), status perkawinan (X4), pendidikan (X5) dan daerah tempat tinggal (X6).

Sedangkan variabel terikatnya adalah pengangguran (Y). Hasil penelitian

dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif melalui tabulasi silang dan

analisis inferensial yaitu analisis regresi logistik. Data yang digunakan adalah

data mentah yang berupa raw data hasil Survei Angkatan Kerja Nasional

(SAKERNAS) yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009. Data

yang tersedia diolah menggunakan software SPSS 13,0.

Hasil analisis deskriptif ditemukan bahwa Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) lebih tinggi pada : (1) perempuan dibandingkan laki-laki; (2)

kelompok umur 15 -24 tahun dan 25 – 64 tahun dibandingkan kelompok umur

65 tahun ke atas; (3) bukan kepala rumah tangga dibandingkan kepala rumah

tangga; (4) belum kawin dibandingkan dengan kawin; (5) pendidikan tinggi dan

menengah dibandingkan pendidikan rendah; dan (6) tempat tinggal di daerah

perkotaan dibandingkan daerah perdesaan.

Dari analisis regresi logistik menunjukkan bahwa umur, status dalam

rumah tangga, status perkawinan, pendidikan dan daerah tempat tinggal

berpengaruh secara signifikan terhadap peluang terjadinya pengangguran.

Faktor jenis kelamin tidak terbukti signifikan secara statistik mempengaruhi

terjadinya pengangguran. Secara umum temuan hasil analisis mendukung

adanya pengaruh /hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat

seperti yang diajukan pada hipotesis, kecuali untuk variabel jenis kelamin.

Sedangkan menurut status perkawinan dengan merujuk status kawin, belum

kawin siginifikan dalam mempengaruhi terjadinya pengangguran, tetapi cerai

tidak memberikan perbedaan yang berarti pada pengangguran.

kata kunci : karakteristik kependudukan, pengangguran, pendidikan

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

16

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ekonomi makro mempunyai tiga masalah pokok antara lain; pengangguran

(unemployment), tingkat inflasi (inflation rate) dan pertumbuhan ekonomi

(economic growth). Apabila seluruh sumber daya telah dimanfaatkan dalam

kegiatan ekonomi terjadi full employment. Sebaliknya bila masih ada sumber

daya yang belum dimanfaatkan berarti perekonomian dalam keadaan under

employment atau terdapat pengangguran/belum berada pada posisi kesempatan

kerja penuh.

Pengangguran merupakan salah satu masalah yang dihadapi Sumatera

Barat, dengan jumlah penduduk 4.845.998 jiwa pada tahun 2010 jumlah

angkatan kerjanya mencapai 2.194.040 orang dan Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) berkisar 6,95 persen. (BPS, 2011). Ini berarti dari seratus orang

angkatan kerja di Sumatera Barat 7 orang diantaranya pengangguran.

Penganguran ini tidak bisa diabaikan, karena bisa berdampak pada berbagai

dimensi.

Menurut Sukirno (1995), akibat buruk yang ditimbulkan oleh masalah

pengangguran terhadap kegiatan perekonomian yaitu:

1. Pengangguran menyebabkan masyarakat tidak memaksimumkan tingkat

kemakmuran yang mungkin dicapainya.

2. Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang.

3. Pengangguran tidak menggalakan pertumbuhan ekonomi.

Disamping itu, akibat buruk yang ditimbulkan masalah pengangguran

terhadap individu dan masyarakat sebagai berikut:

1. Pengangguran menyebabkan kehilangan mata pencaharian dan pendapatan.

2. Pengangguran dapat menyebabkan kehilangan keterampilan.

3. Pengangguran dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik.

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

17

Gambar 1.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Sumatera Barat

Tahun 2006 s/d 2010 (dalam persen)

Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

Gambar 1.1 di atas, menunjukkan TPT Sumatera Barat dalam kurun

waktu 5 tahun terakhir cenderung turun. Banyak pihak yang menyangsikan

kenyataan ini bila dikaitkan dengan terjadinya gempa bumi pada tahun 2007 dan

2009 ditambah dampak krisis global pada tahun 2008.

Turunnya angka pengangguran bisa jadi diiringi dengan naiknya sektor

informal atau bertambahnya setengah pengangguran dan pengangguran

terselubung. Pekerja formal yang diPHK sebagai dampak krisis dan bencana

alam menggunakan pesangon yang diterima sebagai modal usaha yang

dikerjakan bersama anggota rumah tangga lainnya yang semula bukan angkatan

kerja masuk menjadi pekerja baru sehingga menurunkan angka pengangguran

dan sektor informal bertambah. Meskipun sebenarnya diantara mereka

merupakan setengah pengangguran ataupun pengangguran terselubung.

Untuk itu perlu kiranya dilakukan penelitian tentang karakteristik

pengangguran di Sumatera Barat serta karakteristik kependudukan yang

mungkin mempengaruhi pengangguran antara lain jenis kelamin, umur, status

dalam rumah tangga, status perkawinan, pendidikan dan daerah tempat tinggal.

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

18

Menurut Barret dan Morgenstern (1974), angka pengangguran wanita

lebih tinggi dikarenakan perempuan membutuhkan waktu yang lebih lama

dalam menemukan pekerjaan yang cocok dibandingkan laki-laki. Sedangkan

berdasar kelompok umur, TPT usia muda (15 – 24) tahun lebih tinggi daripada

kelompok-kelompok usia lainnya, bukan karena mereka tidak dapat

dipekerjakan akan tetapi karena banyaknya anak sekolah yang tidak masuk

kuliah/putus sekolah atau tamat sekolah dan masuk ke dalam pasar kerja.

Seorang kepala rumah tangga yang bertanggung jawab akan rela bekerja

apa saja demi memenuhi nafkah keluarganya. Hal ini terkait juga dengan status

perkawinannya, pada saat belum menikah masih ditopang keluarga dan setelah

menikah harus mencari/membantu mencari nafkah untuk keluarga barunya

sehingga menjadi pekerja.

TPT mereka yang berpendidikan tinggi (terdidik) cenderung lebih tinggi

daripada mereka yang berpendidikan rendah. Hal ini mungkin disebabkan orang

yang berpendidikan tinggi cenderung untuk memilih-milih lowongan pekerjaan

yang ada untuk dirinya. (Tobing, 2005), mengidentifikasikan bahwa

meningkatnya pengangguran tenaga terdidik merupakan gabungan beberapa

penyebab antara lain:

1. Ketidakcocokan antara karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia

kerja

2. Semakin terdidik seseorang, semakin besar harapannya pada jenis

pekerjaan yang aman.

TPT di perkotaan cenderung lebih tinggi daripada di perdesaan. Penduduk

yang aktif mencari kerja di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan.

Pencari kerja beranggapan pekerjaan lebih tersedia di perkotaan, sehingga

mereka mencari kerja di perkotaan. Hal ini juga menyebabkan penduduk

perdesaan bermigrasi ke perkotaan untuk mencari kerja, karena mereka menilai

peluang mereka mendapatkan pekerjaan di kota lebih tinggi daripada di

perdesaan. (BPS, 2010)

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

19

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang disampaikan di atas, maka permasalahan yang

perlu dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh jenis kelamin terhadap pengangguran di Sumatera

Barat?

2. Apakah ada pengaruh umur terhadap pengangguran di Sumatera Barat?

3. Apakah ada pengaruh status dalam rumah tangga terhadap pengangguran di

Sumatera Barat?

4. Apakah ada pengaruh status perkawinan terhadap pengangguran di

Sumatera Barat?

5. Apakah ada pengaruh pendidikan terhadap pengangguran di Sumatera

Barat?

6. Apakah ada pengaruh daerah tempat tinggal terhadap pengangguran di

Sumatera Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Menguji dan menganalisis pengaruh jenis kelamin terhadap pengangguran

di Sumatera Barat.

2. Menguji dan menganalisis pengaruh umur terhadap pengangguran di

Sumatera Barat.

3. Menguji dan menganalisis pengaruh status dalam rumah tangga terhadap

pengangguran di Sumatera Barat.

4. Menguji dan menganalisis pengaruh status perkawinan terhadap

pengangguran di Sumatera Barat.

5. Menguji dan menganalisis pengaruh pendidikan terhadap pengangguran di

Sumatera Barat.

6. Menguji dan menganalisis pengaruh daerah tempat tinggal terhadap

pengangguran di Sumatera Barat.

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

20

HIPOTESIS

1. Jenis kelamin berpengaruh terhadap pengangguran di Sumatera Barat tahun

2009.

2. Umur berpengaruh terhadap pengangguran di Sumatera Barat tahun 2009.

3. Status dalam rumah tangga berpengaruh terhadap pengangguran di

Sumatera Barat tahun 2009.

4. Status perkawinan berpengaruh terhadap pengangguran di Sumatera Barat

tahun 2009.

5. Pendidikan berpengaruh terhadap pengangguran di Sumatera Barat tahun

2009.

6. Daerah tempat tinggal berpengaruh terhadap pengangguran di Sumatera

Barat tahun 2009.

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah angkatan kerja di wilayah Sumatera

Barat pada tahun 2009 yaitu sebanyak 2.172.002 orang. Sedangkan unit yang

diteliti sebanyak 20.675 orang, yaitu anggota rumah tangga sampel Sakernas

Agustus 2009 berusia 15 tahun ke atas yang bekerja dan menganggur.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan untuk memperoleh jawaban dari tujuan penelitian ini

adalah data mentah (raw data) hasil Survei Angkatan Kerja Nasional

(SAKERNAS) Tahun 2009 di Provinsi Sumatera Barat yang dilaksanakan pada

Bulan Agustus 2009 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan objek

penelitiannya adalah rumah tangga. Row data yang telah tersedia diolah dengan

menggunakan program SPSS 13,0. Data tahun 2009 merupakan data terbaru,

karena row data tahun 2010 belum tersedia.

Data yang dikumpulkan adalah keterangan mengenai keadaan umum

setiap anggota rumah tangga yang mencakup nama, hubungan dengan kepala

rumah tangga, jenis kelamin dan umur. Untuk anggota rumah tangga yang

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

21

berumur 10 tahun ke atas akan ditanyakan keterangan mengenai status

perkawinan, pendidikan dan pekerjaan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung oleh

petugas survei dari BPS dengan kuesioner SAK09.AK pada setiap anggota

rumah tangga atau salah satu anggota rumah tangga sampel.

Jumlah sampel 10.826 rumah tangga yang tersebar pada 706 Blok Sensus

(setiap blok sensus disampel +/- 16 rumah tangga) di seluruh kabupaten/kota

baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Rumah tangga yang tinggal dalam

blok sensus khusus dan rumah tangga khusus yang berada di blok sensus biasa

tidak dipilih dalam sampel.

Kerangka sampel yang digunakan adalah daftar blok sensus terpilih

Sakernas 2007. Blok sensus sebagai first stage sampling unit dan rumah tangga

sebagai second stage sampling unit.

3.4 Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya

Variabel-variabel penelitian dispesifikasikan dengan melakukan

pendefinisian secara operasional. Hal ini bertujuan agar variabel penelitian yang

telah ditetapkan dapat dioperasionalkan, sehingga memberikan petunjuk tentang

bagian suatu variabel dapat diukur.

Dalam penelitian ini definisi operasional yang digunakan adalah sebagai

berikut:

1. Pengangguran

Pengangguran meliputi penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari

pekerjaan, atau mempersiapkan suatu usaha, atau merasa tidak mungkin

mendapat pekerjaan (putus asa), atau sudah diterima bekerja, tetapi belum

mulai bekerja. Yang dimaksud mencari pekerjaan adalah upaya yang

dilakukan untuk memperoleh pekerjaan pada suatu periode rujukan.

Mempersiapkan usaha baru adalah suatu kegiatan yang dilakukan

seseorang dalam rangka mempersiapkan suatu usaha yang ‘baru’, yang

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

22

bertujuan untuk memperoleh penghasilan/keuntungan atas resiko sendiri,

baik dengan atau tanpa mempekerjakan buruh/karyawan/pegawai dibayar

maupun tak dibayar. Mempersiapkan suatu usaha yang dimaksud adalah

apabila ‘tindakannya nyata’ seperti mengumpulkan modal atau

perlengkapan/alat, mencari lokasi/tempat, mengurus surat ijin usaha dan

sebagainya, telah/sedang dilakukan. Merasa tidak mungkin mendapatkan

pekerjaan (putus asa) adalah alasan bagi mereka yang berkali-kali mencari

pekerjaan tetapi tidak berhasil mendapatkan pekerjaan sehingga ia merasa

tidak mungkin mendapat pekerjaan yang diinginkan. Atau mereka yang

merasa karena keadaan situasi/kondisi/iklim/musim menyebabkan tidak

mungkin mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Sudah diterima bekerja,

tetapi belum mulai bekerja adalah alasan bagi mereka tidak mencari

pekerjaan/mempersiapkan usaha karena sudah diterima bekerja, tapi pada

saat pencacahan belum mulai bekerja.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin responden yang dibedakan laki-laki dan perempuan.

3. Umur

Yaitu usia responden dalam tahun yang dihitung sejak lahir hingga saat

ulang tahun terakhir sebelum pencacahan.

4. Status dalam rumah tangga

Yaitu hubungan masing-masing anggota dengan kepala rumah tangga yang

terdiri dari:

a. Kepala rumah tangga adalah seorang dari sekelompok anggota rumah

tangga yang bertanggung jawab atas kebutuhan sehari-hari dalam rumah

tangga tersebut atau orang yang dianggap/ditunjuk sebagai kepala rumah

tangga.

b. Istri/suami adalah istri/suami dari kepala rumah tangga.

c. Anak adalah anak kandung, anak tiri atau anak angkat dari kepala rumah

tangga.

d. Menantu adalah suami/istri dari anak kandung, anak tiri atau anak angkat.

e. Cucu adalah anak dari anak kandung, anak tiri atau anak angkat.

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

23

f. Orang tua/mertua adalah bapak/ibu dari kepala rumah tangga atau

bapak/ibu dari istri/suami kepala rumah tangga.

g. Famili lain adalah orang-orang yang ada hubungan family/keluarga

dengan kepala rumah tangga atau dengan istri/suami kepala rumah tangga

misalnya adik, kakak, kemenakan, bibi, paman, ipar, kakek dan nenek.

h. Pembantu rumah tangga adalah seseorang yang bekerja sebagai pembantu

yang menginap di rumah tangga tersebut dengan menerima upah/gaji baik

berupa uang atau barang.

i. Lainnya adalah orang yang tidak ada hubungan famili dengan kepala

rumah tangga atau istri/suami kepala rumah tangga, seperti orang yang

mondok dengan makan (indekos).

5. Status perkawinan

Status perkawinan responden yang terdiri dari:

a. Belum kawin

b. Kawin adalah status dari mereka yang terikat dalam perkawinan pada

saat pencacahan, baik tinggal bersama maupun terpisah. Dalam hal ini

tidak saja mereka yang kawin sah secara hukum ( adat, agama, negara)

tetapi juga mereka yang oleh masyarakat sekelilingnya dianggap suami

istri.

c. Cerai hidup adalah status dari mereka yang hidup terpisah sebagai suami

istri karena bercerai dan belum kawin lagi. Mereka yang mengaku cerai,

walaupun belum resmi secara hukum, dianggap cerai. Sebaliknya

mereka yang sementara hidup terpisah tidak dianggap bercerai, misalnya

suami/istri yang ditinggalkan oleh istri/suami ke tempat lain karena

sekolah, bekerja, mencari pekerjaan, atau sedang cek cok.

d. Cerai mati adalah status dari mereka yang suami/istrinya telah

meninggal dunia dan belum kawin lagi.

6. Pendidikan

Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan tertinggi yang ditamatkan

responden, yang terdiri dari:

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

24

a. Tidak/belum pernah sekolah adalah status dari mereka yang sama sekali

belum pernah sekolah, termasuk mereka yang telah tamat atau belum

tamat Taman Kanak-Kanak dan tidak melanjutkan ke Sekolah Dasar.

b. Tidak/belum tamat SD adalah kategori bagi mereka yang pernah

bersekolah tetapi tidak/belum tamat SD, Sekolah Luar Biasa Tingkat

Dasar, MI, Sekolah Dasar Pamong, SD Proyek Perintis Sekolah

Pembangunan atau SD Indonesia (di Luar Negeri). Mereka yang tamat

Sekolah Dasar 3 tahun atau sederajat dianggap tidak tamat SD.

c. Tamat sekolah adalah menyelesaikan pelajaran yang ditandai dengan

lulus ujian akhir pada kelas atau tingkat terakhir suatu jenjang

pendidikan di sekolah negeri maupun swasta dengan mendapatkan tanda

tamat belajar/ijazah. Seseorang yang belum mengikuti pelajaran pada

kelas tertinggi tetapi bila ia mengikuti ujian akhir dan lulus maka

dianggap tamat sekolah. Tamat sekolah dibagi menjadi:

• Tamat SD/MI

• Tamat SMP/Tsanawiyah

• Tamat SMP Kejuruan,

• Tamat SMA/Aliyah

• Tamat SMK

• Tamat Program Diploma I/II

• Tamat Program Diploma III

• Tamat Program Diploma IV/S1

• Tamat Program S2/S3

7. Daerah tempat tinggal

Daerah tempat tinggal dibedakan atas daerah perkotaan dan perdesaan.

Perkotaan/perdesaan di sini merujuk pada pengertian desa perkotaan (urban)

atau desa perdesaan (rural) bukan kota (city). Untuk memahami klasifikasi

desa perkotaan dan desa perdesaan perlu dijelaskan tentang beberapa

pengertian secara statistik sebagai berikut:

• Daerah perkotaan, adalah suatu wilayah administratif setingkat desa atau

kelurahan yang memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

25

penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan aksebilitas sejumlah

fasilitas perkotaan, seperti jalan raya, sarana pendidikan formal, sarana

kesehatan umum, dan sebagainya yang relatif mudah ditinjau dari segi

jarak.

• Daerah perdesaan adalah suatu wilayah administratif setingkat

desa/kelurahan yang belum memenuhi persyaratan tertentu dalam hal

kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan aksebilitas

sejumlah fasilitas perkotaan, seperti jalan raya, sarana pendidikan

formal, sarana kesehatan umum, dan sebagainya yang relatif sulit

ditinjau dari segi jarak.

3.5 Pengukuran

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini diukur dengan skala

nominal dan ordinal, antara lain:

• Pengangguran, diukur dengan skala nominal dengan dua kategori (Biner)

yaitu : 1 = pengangguran 0 = bukan pengangguran

• jenis kelamin (JK), diukur dengan skala nominal, yaitu: 1 = laki-laki 0 =

perempuan

• umur, dikelompokkan sehingga pengukurannya dengan skala ordinal.

pengelompokan umur ini berdasarkan pengelompokan penduduk produktif

(15 – 64 tahun) dan penduduk non produktif (65 tahun keatas). Merujuk

pada rekomendasi ILO dalam The Key Indicators of the Labour Market

(KILM,1999) penduduk produktif dibagi menjadi kelompok penduduk usia

15 -24 tahun dan 25 – 64 tahun. Sehingga variabel umur dikelompokkan

menjadi:

1 = 15 – 24

2 = 25 – 64

3 = 65+

• status dalam rumah tangga diukur dengan skala nominal, yaitu:

1 = Kepala Rumah Tangga /KRT

0 = Bukan Kepala Rumah Tangga /Bkn KRT

• status perkawinan, diukur dengan skala nominal, yaitu:

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

26

1 = belum kawin

2 = cerai

3 = kawin

• pendidikan, diukur dengan skala ordinal yaitu:

1 = rendah (belum/tidak pernah sekolah SD s/d SLTP)

2 = menengah ( SM Umum dan SM Kejuruan)

3 = tinggi ( Diploma I s/d Universitas)

• daerah tempat tinggal, diukur dengan skala nominal, yaitu:

1 = perkotaan

0 = perdesaan

3.6. Tekhnik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan data Sakernas 2009, unit analisisnya adalah

individu berdasarkan kegiatan seminggu yang lalu sebagai pengangguran atau

bekerja .

3.6.1. Regresi Logistik

Regresi logistik adalah bagian dari analisis regresi yang digunakan ketika

variabel dependen (terikat) adalah biner, yaitu satu dan nol. Misalnya y=1

menyatakan kejadian “pengangguran” (masuk dalam kategori) sedangkan y=0

menyatakan kejadian “bukan pengangguran” (tidak masuk dalam kategori).

Untuk variabel independen (X) yang lebih dari satu disebut dengan multiple

logistic regression.

Model peluang regresi logistik dengan p faktor (peubah

penjelas) adalah : (Hosmer & Lemeshow, 1989).

∏ (x) =

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

27

Dimana ∏(x) adalah peluang terjadinya Y=1 atau dalam penelitian

ini adalah peluang penduduk Sumatera Barat untuk menjadi

pengangguran.

Dengan melakukan transformasi logit dari ∏(x), didapat persamaan

yang lebih sederhana, yaitu:

g(x) = ln

g(x) = ln ∏(x) – ln (1-∏(x))

g(x) = {ln }–

ln{1-

g(x) = ln{ }-

ln{1+ –

ln{ }

g(x) = ln βο + β1X1 + ……. +βpXp – ln 1

g(x) = βο + β1X1 + ……. +βpXp – 0

g(x) = βο + β1X1 + ……. +βpXp

Persamaan tersebut merupakan fungsi linier dalam parameter-

parameternya. Persamaan ini dijadikan model pengujian berikut:

g(x) = βο +β1X1 + ……. +βpXp

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

28

g(x) = ln{

ln{ adalah Odds Ratio.

Sehingga model persamaan regresinya adalah:

ln{ =

+ + +ε

Dimana :

p = persentase pengangguran

1 – p = persentase bukan pengangguran

βο = konstanta

β = koefisien regresi (β1, β2, …....., β9)

X1 = variable bebas (X1, X2, …….., X9)

Dalam penelitian ini akan dipergunakan model yang dituliskan

sebagai berikut:

ln{ = β0 + β1 jns_kelamin + β2 umur_pgr(1) + β3 umur_pgr(2)

+ β4 status_ruta + β5 status_kwn(1) + β6 status_kwn(2) +

β7 pendidikan(1) + β8 pendidikan(2) + β9 daerah_lokasi

+ ε

Untuk menguji signifikan atau tidaknya koefisien variabel regresi

logistik digunakan fungsi log likelihood (G). jika G > χ², berarti parameter

model adalah signifikan.

3.5.1.1 Uji Seluruh Model (Uji G)

H0 : β1 = β2 = …… = βp = 0

(tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat)

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

29

H1 = sekurang-kurangnya terdapat satu βj ≠ 0 (minimal ada satu variabel

bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat)

Pengujian dilakukan dengan statistik:

G = -2 ln

Model B : model yang hanya terdiri dari konstanta saja

A : model yang hanya terdiri dari seluruh variabel

G berdistribusikan Khi Kuadrat dengan derajad bebas p atau G ~ χ². H0

ditolak jika signifikansi kurang dari α =0,05 atau nilai G > χ²(p); α.

H0 ditolak berarti paling sedikit ada satu βj ≠ 0. Untuk melihat β

mana yang nol (tidak signifikan), digunakan uji koefisien parameter β

secara parsial.

3.5.1.2 Uji Wald : uji signifikansi tiap – tiap parameter

H0 : βj = 0 untuk suatu j tertentu ; j = 0,1, …., p

(tidak ada pengaruh variabel bebas ke-j terhadap variabel terikat)

H1 : βj ≠ 0

(ada pengaruh variabel bebas ke-j terhadap variabel terikat)

Pengujian dilakukan dengan statistik :

Wj = ; j = 0,1,2, …, p

Statistik ini berdistribusi Khi Kuadrat dengan derajad bebas 1 atau

secara simbolis ditulis Wj ~ χ². Dimana Hο ditolak Wj > χ² (1);α atau nilai p

kurang dari α = 0,05. Bila Hο ditolak, artinya parameter tersebut

signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi α = 0,05 dan dapat

disimpulkan bahwa variabel bebas X secara parsial atau berdiri sendiri

memang berpengaruh pada variabel terikat Y.

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

30

Setelah persamaan model terbentuk maka langkah selanjutnya

adalah menginterpretasikan koefisien-koefisien yang didapat. Dari model

yang terbentuk diperoleh hasil yang penting untuk menginterpretasikan

model tersebut, yang biasa disebut odd rasio, yang merupakan

perbandingan peluang antara dua kelompok individu dalam karakter

berbeda.

Odd (resiko) didefinisikan sebagai { dimana p

menyatakan probabilitas sukses (terjadinya peristiwa Y = 1) sedangkan (1

- p) menyatakan probabilitas gagal (terjadinya peristiwa Y = 0).

Dengan demikian Odd rasio (perbandingan nilai odd atau resiko

antara dua kelompok individu) yang dilambangkan ψ dituliskan sebagai

berikut:

Ψ =

Apabila variabel bebas merupakan variabel kategorik dengan dua

kategori, katakan 1 dan 0 dengan kategori 0 sebagai refensi maka

interprestasi koefisien pada variabel ini adalah rasio dari nilai odd untuk

kategori 1 terhadap nilai odds untuk kategori 0; dituliskan sebagai berikut:

Ψ= = Exp (βj)

Yaitu: peluang terjadinya peristiwa Y=1 pada kategori X1 = 1 adalah

sebesar Exp (β1) kali peluang terjadinya peristiwa Y = 1 pada kategori X1

= 0 apabila variabel bebas yang digunakan adalah variabel kontinyu, maka

interprestasi dari koefisien adalah setiap kenaikan C unit satuan pada

variabel bebas, akan mengakibatkan resiko terjadinya Y= 1 sebesar (Cβj)

kali besar (Nachrowi dan Usman 2002).

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

31

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden Sakernas 2009 yang menjadi objek dalam

penelitian ini seperti yang disajikan dalam gambar 4.2 berikut:

Gambar 4.2 Responden Menurut Jenis Kelamin, Umur, Status dalam

Rumah Tangga, Status Perkawinan, Pendidikan dan Daerah

Tempat Tinggal

40.35

59.65

16.36

79.16

4.47

55.17

44.83

20.74

7.51

71.76

65.11

25.39

9.50

66.97

33.03

0 20 40 60 80 100

perempuan

laki-laki

umur 15-24

umur 25-64

umur 65+

Bkn KRT

KRT

belum kawin

cerai

kawin

pendd rendah

pendd menengah

pendd tinggi

Pedesaan

Perkotaan

Persen

Sumber: Badan Pusat Statistik, (2011)

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

32

Berdasarkan gambar 4.2 diatas, diilihat dari jenis kelamin, ada sebanyak

59,65 persen responden laki-laki dan 40,35 persen responden perempuan. Dari

sisi umur, responden terbanyak adalah pada kelompok usia 25 – 64 tahun yaitu

mencapai 79,16 persen sedangkan kelompok usia 15 – 24 tahun ada sebanyak

16,36 persen dan usia 65 tahun keatas hanya 4,47 persen.

Menurut status dalam rumah tangga, ada sebanyak 55,17 persen

responden bukan kepala rumah tangga, sedangkan sisanya sebanyak 44,83

persen adalah kepala rumah tangga. Berdasar pendidikan yang ditamatkan

responden, ada sebanyak 65,11 persen responden berpendidikan rendah

(tidak/belum pernah sekolah, tidak/belum tamat SD, tamat SD/Ibtidaiyah, tamat

SMP/Tsanawiyah, dan tamat SMP Kejuruan), sedangkan responden yang

berpendidikan menengah (SMA/Aliyah dan SMK) sebanyak 25,39 persen dan

sisanya 9,50 persen responden berpendidikan tinggi (Program Diploma I/II,

Diploma III, Diploma IV/S1 dan S2/S3).

Berdasarkan status perkawinan responden, ada 20,74 persen responden

belum kawin, sedangkan responden yang sudah bercerai baik cerai hidup

maupun cerai mati sebanyak 7,51 persen dan sisanya sebanyak 71,76 persen

responden berstatus kawin. Sedangkan menurut daerah tempat tinggal, sebanyak

66,97 persen responden tinggal di perdesaan dan sisanya 33,03 persen di daerah

perkotaan.

4.1.1.1 Karakteristik responden menurut kegiatan utamanya

Responden berdasarkan kegiatan utama seminggu yang lalu, yang menjadi

unit analisis dalam penelitian ini digambarkan dalam tabel 4.1 berikut:

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

33

Tabel 4.1 Responden menurut Karakteristik dan Kegiatan Utama

Sumber: Badan Pusat Statistik, (2011)

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa persentase pengangguran antara laki-laki

dan perempuan berimbang, yaitu 7,78 persen diantara keseluruhan responden

perempuan dan 6,60 persen dari total responden laki-laki.

Dilihat dari kelompok umur responden, persentase pengangguran pada

masing-masing kelompok umur menunjukkan perbedaan yang cukup besar yaitu

20,57 persen pada kelompok umur 15 – 24 tahun, disusul kelompok umur 25 -

64 tahun sebesar 4,68 persen dan sisanya 0,11 persen untuk kelompok umur 65

tahun keatas.

Menurut status dalam rumah tangga, sebanyak 89,48 persen responden

yang bukan kepala rumah tangga bekerja dan yang menganggur sebanyak 10,52

persen. Sedangkan responden yang berstatus sebagai kepala rumah tangga yang

bekerja sebanyak 97,16 persen dan yang menganggur sebanyak 2,84 persen.

Perbedaan persentase pengangguran yang cukup menyolok terjadi pada

responden jika dibedakan menurut status perkawinannya, ada sebanyak 19,48

Karakteristik

Kegiatan Utama

Bekerja Pengangguran

perempuan 92,22 7,78

laki-laki 93,40 6,60

umur 15-24 79,43 20,57

umur 25-64 95,32 4,68

umur 65+ 99,89 0,11

bkn KRT 89,48 10,52

KRT 97,16 2,84

belum kawin 80,52 19,48

cerai 97,16 2,84

kawin 96,06 3,94

pendd rendah 96,07 3,93

pendd menengah 88,32 11,68

pendd tinggi 83,66 16,34

perdesaan 94,29 5,71

perkotaan 90,16 9,84

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

34

persen responden yang belum kawin menganggur, sedangkan pengangguran

yang berstatus kawin dan cerai hanya sebesar 3,94 persen dan 2,84 persen.

Berdasar pendidikan yang ditamatkan responden, persentase

pengangguran terendah adalah responden dengan pendidikan rendah, yaitu

hanya mencapai 3,93 persen. Sedangkan responden berpendidikan menengah

dan tinggi relatif berimbang yaitu 11,68 persen dan 16,34 persen.

Sedangkan menurut daerah tempat tinggal responden, di daerah perdesaan

sebanyak 94,29 persen responden bekerja, sisanya 5,71 persen menganggur.

Sedangkan di perkotaan ada 90,16 persen responden yang bekerja dan 9,84

persen lainnya menganggur.

4.2 Analisis Hasil Penelitian

4.2.1. Uji Seluruh Model (Uji G)

Penilaian keseluruhan model regresi menggunakan -2 log likelihood

dimana jika terjadi penurunan dalam nilai -2 log lilkelihood pada blok 1

dibandingkan dengan blok 0 maka dapat disimpulkan bahwa model regresi

(blok1) baik. Dari hasil penghitungan nilai -2 log likelihood terlihat bahwa nilai

blok 0 adalah 10569,267 dan nilai -2 log likelihood pada blok 1 adalah

8843,402. Dengan hasil tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa model regresi

blok 1 baik dalam memprediksi angka pengangguran sehingga dapat dilakukan

analisis selanjutnya.

4.2.2. Uji Wald

Dari hasil pengujian terhadap signifikansi model terlihat bahwa variabel

jenis kelamin tidak signifikan mempengaruhi angka pengangguran. Guna

memperoleh model yang lebih menjelaskan maka dibentuk model baru (model

II) dengan mengeluarkan variabel yang tidak signifikan pada model. Model II

ini tidak mengikutsertakan variabel jenis kelamin. Melihat nilai statistik uji G

kedua model baru yang terbentuk diterima dan dapat dilakukan analisis

selanjutnya.

Untuk melihat hasil analisis regresi kita menggunakan persamaan kedua

yang memasukkan semua komponen dari variabel independen. Dari variables in

equation terlihat bahwa nilai konstanta adalah sebesar -7,226, koefisien

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

35

umur_pgr(1) sebesar 4,010, koefisien umur_pgr(2) sebesar 3,089, koefisien

status_ruta sebesar 0,473, koefisien status_kwn(1) sebesar 0,932, koefisien

pendidikan (1) sebesar 0,949, koefisien pendidikan(2) sebesar 1,581, koefisien

daerah_lokasi sebesar 0,257.

Persamaan regresi logistik tersebut dirumuskan dengan bentuk persamaan

regresi sebagai berikut:

ln{ = -7,226 + 4,010 umur_pgr(1) + 3,089 umur_pgr(2) + 0,473

status_ruta + 0,932 status_kwn(1) + 0,949 pendidikan(1) + 1,581

pendidikan(2) + 0,257 daerah_lokasi + ε

Dari persamaan regresi di atas terlihat bahwa Log Of Odds pengangguran

berhubungan secara positif dengan penduduk umur 15 – 24 tahun, umur 25 - 64

tahun, bukan kepala rumah tangga, penduduk yang belum kawin, pendidikan

menengah, pendidikan tinggi dan tempat tinggal di perkotaan.

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian

Pengujian statistik dalam penelitian ini menghasilkan variabel jenis

kelamin tidak signifikan mempengaruhi pengangguran di Sumatera Barat.

Kenyataan ini berlawanan dengan teori Barret dan Morgenstern (1974) yang

mengatakan angka pengangguran wanita lebih tinggi dikarenakan perempuan

membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menemukan pekerjaan yang cocok

dibandingkan laki-laki. Hal ini menunjukkan telah terjadi kesetaraan

kesempatan bekerja bagi laki-laki dan perempuan di Sumatera Barat.

Pengaruh variabel umur, status dalam rumah tangga, status perkawinan,

pendidikan, dan daerah tempat tinggal terhadap pengangguran untuk masing –

masing kategori terlihat pada tabel 4.10 berikut yang merupakan interpretasi

dari persamaan model.

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

36

Tabel 4.10 Statistik Uji Wald Karakteristik Kependudukan terhadap

Pengangguran

Karakteristik Kependudukan

Wald Odd Rasio

umur 65+ ® ® ®

umur 15 -24 4,010* 15,901 55,132

umur 25 – 64 3,089* 9,488 21,956

krt ® ® ®

bukan krt 0,473* 33,756 1,605

kawin ® ® ®

belum kawin 0,932* 124,809 2,540

cerai 0,112 0,478 1,119

pendidikan rendah ® ® ®

pendidikan menengah 0,949* 207,196 2,584

pendidikan tinggi 1,581* 357,211 4,859

perdesaan ® ® ®

perkotaan 0,257* 18,060 1,294

Sumber : Badan Pusat Statistik (2009), diolah

Ket : * p < 0,01 ® = kategori rujukan

4.3.1. Pengaruh Umur terhadap Pengangguran

Sejalan dengan penelitian Satrio Adi Setiawan (2010) umur berpengaruh

positif dan signifikan terhadap lama mencari kerja, dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa peluang pengangguran bagi penduduk umur 15 -24 tahun

dan 25 – 64 tahun sebesar 55,132 dan 21,956 kali dibandingkan penduduk

umur 65 tahun ke atas. Hal ini membuktikan bahwa pada umur 15 – 64 tahun

merupakan penduduk produktif sedangkan pada umur 65 tahun ke atas sudah

tidak produktif lagi.

Besarnya nilai odd rasio pada penduduk usia muda ( 15 – 24 tahun)

menunjukkan belum cukupnya persediaan lapangan pekerjaan yang cocok bagi

mereka. Kelompok usia muda ini yang juga merupakan angkatan kerja baru

yang belum siap memasuki dunia kerja.

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

37

Ada beberapa latar belakang mengapa kelompok usia muda itu ikut terjun

ke pasar kerja, antara lain kesulitan ekonomi keluarga sehingga memaksa

mereka untuk berhenti sekolah/kuliah dan terpaksa memasuki dunia kerja.

Sebaliknya, sulitnya mendapatkan pekerjaan karena terbatasnya lapangan

pekerjaan serta kurangnya pengalaman dan keahlian menyebabkan mereka ikut

terjebak dalam kelompok pengangguran, sehingga menambah akumulasi jumlah

pengangguran menjadi lebih banyak lagi. Faktor-faktor lainnya ialah kelompok

usia muda umumnya masih bersifat idealis termasuk dalam memilih pekerjaan,

misalnya sesuai keinginan, keahlian, hobi, standar gaji, dan gengsi. Akibatnya

lapangan pekerjaan mereka menjadi terbatas. Selain itu, kelompok usia ini

belum memiliki banyak beban tanggungan ekonomi keluarga dan masih ada

jaring pengaman ekonomi baginya yaitu keluarga dan masyarakat sosialnya.

4.3.2. Pengaruh Status Dalam rumah Tangga terhadap Pengangguran

Menurut status dalam rumah tanga, penduduk yang berstatus bukan

kepala rumah tangga mempunyai peluang menjadi pengangguran sebesar 1,605

kali dibandingkan peluang menjadi pengangguran bagi kepala rumah tangga.

Nilai statistik wald yang cukup besar yaitu 33,756 menunjukkan status dalam

rumah tangga cukup mempengaruhi peluang terjadinya pengangguran.

4.3.3. Pengaruh Status Perkawinan terhadap Pengangguran

Nilai statistik wald untuk variabel belum kawin sangat besar, hal ini

berarti status belum kawin merupakan faktor yang signifikan dalam

mempengaruhi peluang pengangguran. Nilai odd rasio sebesar 2,540

memberikan makna peluang untuk mengangur bagi penduduk yang belum

kawin lebih besar 2,540 kali dibandingkan dengan peluang menganggur

penduduk yang berstatus kawin.

Sebaliknya, peluang terjadinya pengangguran penduduk dengan status

cerai baik cerai hidup maupun cerai mati dan belum menikah lagi tidak

menunjukkan perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan peluang

menganggur bagi penduduk yang berstatus kawin.

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

38

Sebagaimana status bukan kepala rumah tangga, status belum kawin

relatif belum memiliki beban tanggung jawab ekonomi sehingga masih

berkesempatan menunggu pekerjaan yang cocok.

4.3.4. Pengaruh Pendidikan terhadap Pengangguran

Tabel 4.10 memperlihatkan bahwa faktor yang paling signifikan

(mempunyai nilai statistik Wald yang besar) adalah pendidikan, ini berarti

pendidikan mempunyai pengaruh paling kuat terhadap probabilitas

pengangguran.

Odd rasio penduduk dengan pendidikan tinggi lebih besar dibandingkan

pendidikan menengah yaitu 4,859 berbanding 2,584. Ini berarti peluang

penduduk dengan pendidikan tinggi untuk menjadi pengangguran 4,859 kali

dibandingkan peluang menganggur penduduk yang berpendidikan rendah.

Sedangkan peluang penduduk yang berpendidikan menengah menjadi

pengangguran 2,584 kali dibandingkan dengan peluang menjadi pengangguran

bagi penduduk yang berpendidikan rendah. Kenyataan ini sejalan dengan

temuan Tobing (2005) yang menyatakan bahwa orang yang berpendidikan

tinggi cenderung untuk memilih-milih lowongan pekerjaan yang ada untuk

dirinya sehingga terhitung sebagai pengangguran.

Pendidikan diposisikan masyarakat sebagai sarana untuk peningkatan

kesejahteraan melalui pemanfatan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain,

tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan,

adalah teraihnya lapangan kerja yang diharapkan. Atau setidak-tidaknya, setelah

lulus dapat bekerja di sektor formal yang memiliki nilai "gengsi" yang lebih

tinggi di banding sektor informal.

4.3.5. Pengaruh Daerah Tempat Tinggal terhadap Pengangguran

Teori yang menyatakan bahwa penduduk yang aktif mencari kerja di

perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan. Pencari kerja beranggapan

pekerjaan lebih tersedia di perkotaan, sehingga mereka mencari kerja di

perkotaan. Hal ini juga menyebabkan penduduk perdesaan bermigrasi ke

perkotaan untuk mencari kerja, karena mereka menilai peluang mereka

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

39

mendapatkan pekerjaan di kota lebih tinggi daripada di perdesaan (BPS, 2010)

ternyata tidak sepenuhnya terjadi di Sumatera Barat.

Meskipun memberikan pengaruh yang signifikan dengan nilai wald yang

relatif tinggi, peluang terjadinya pengangguran di perkotaan hanya 1,924 kali

dibandingkan di perdesaan. Hal ini mungkin disebabkan oleh besarnya

pengangguran di daerah – daerah perdesaan yang berbatasan dengan perkotaan,

pencari kerja tidak melakukan migrasi untuk mendapatkan pekerjaan. Kegiatan

mencari pekerjaan dapat dilakukan dengan tidak serta merta menetap di daerah

perkotaan.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil analisis deskriptif ditemukan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT) lebih tinggi pada :

• Perempuan dibandingkan laki-laki,

• kelompok umur 15 -24 tahun dan 25 – 64 tahun dibandingkan kelompok

umur 65 tahun ke atas,

• bukan kepala rumah tangga dibandingkan kepala rumah tangga,

• belum kawin dibandingkan dengan kawin,

• pendidikan tinggi dan menengah dibandingkan pendidikan rendah dan

• tempat tinggal di daerah perkotaan dibandingkan daerah perdesaan.

Dari analisis regresi logistik menunjukkan bahwa umur, status dalam

rumah tangga, status perkawinan, pendidikan dan daerah tempat tinggal

berpengaruh secara signifikan terhadap peluang terjadinya pengangguran.

Faktor jenis kelamin tidak terbukti signifikan secara statistik mempengaruhi

terjadinya pengangguran.

Secara umum temuan hasil analisis mendukung adanya pengaruh

/hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat seperti yang diajukan

pada hipotesis, kecuali untuk variabel jenis kelamin. Sedangkan menurut status

perkawinan dengan merujuk status kawin, belum kawin siginifikan dalam

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

40

mempengaruhi terjadinya pengangguran, tetapi cerai tidak memberikan

perbedaan yang berarti pada pengangguran.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, diajukan beberapa saran untuk

memanajemen pengangguran bagi Pemerintah Sumatera Barat dan

stakeholder sehingga penurunan tingkat pengangguran di Sumatera Barat bisa

dilanjutkan dan dipertahankan, antara lain:

1. Planning yaitu merencanakan menambah lapangan pekerjaan dengan

menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern yang seluas-luasnya.

• Keadaan angkatan kerja yang sebagian besar berpendidikan SLTP ke

bawah serta berusia muda menjadi bahan pertimbangan jenis lapangan

kerja yang akan diciptakan. Dengan kualifikasi angkatan kerja yang

tersedia, maka lapangan kerja formal yang diciptakan didorong kearah

industri padat pekerja, industri menengah dan kecil, serta industri yang

berorientasi ekspor. Untuk mewujudkan ini, hendaknya pemerintah

tidak segan-segan untuk menggaet investor dari dalam maupun luar

Sumatera Barat bahkan investor asing dengan menciptakan iklim usaha

yang kondusif yaitu stabilitas ekonomi, politik dan keamanan, biaya

produksi yang rendah, kepastian hukum dan mempermudah birokrasi.

Selain itu kondisi geografis Sumatera Barat yang rawan gempa dan

tsunami harus diantisipasi dengan infrastruktur yang tahan gempa serta

pengembangan industri pada daerah-daerah yang relatif aman dari

bahaya tsunami.

• Peningkatan jumlah sarjana yang belum diimbangi dengan peningkatan

dan perluasan lapangan kerja mengakibatkan lebih banyak sarjana yang

menganggur daripada yang bekerja sehingga terjadi perbedaan yang

lebar antara permintaan dan penawaran kerja. Dalam rangka

meningkatkan dan memperluas lapangan kerja disarankan dengan cara

melibatkan sarjana sebagai “job maker” dan bukan “job seeker”. Selain

itu perlu dilakukan perubahan mindset para sarjana agar menjadi

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

41

wirausaha baru dan berusaha menciptakan lapangan kerja baru dengan

bekal kemampuan yang telah didapatkan di perguruan tinggi dan bukan

malah menambah pengangguran yang ada.

2. Organizing yaitu membangun dan meningkatkan kerjasama antara

pemerintah dan pengusaha, pengusaha dengan lembaga keuangan, balai

latihan kerja dengan perusahaan, universitas dengan perusahaan, universitas

dengan lembaga motivator, dan lain-lain.

3. Actuating yaitu aktif menggerakkan elemen-elemen terkait antara lain

lembaga keuangan, pengusaha, tokoh masyarakat, tokoh adat, akademisi

dan lain-lain untuk saling mendukung secara aktif pelaksanaan program

penurunan tingkat pengangguran.

4. Controlling yaitu pengawasan terhadap segala program penurunan tingkat

pengangguran yang dilaksanakan, antara lain pengawasan terhadap instansi-

instansi pemerintahan dalam memberikan kemudahan perijinan usaha,

pengawasan pada penggunaan modal usaha serta kelancaran dalam

pengembalian kredit yang diberikan lembaga keuangan. Selain itu perlu

juga adanya pengawasan terhadap perusahaan untuk menggunakan tenaga

kerja lokal.

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

42

DAFTAR PUSTAKA

Adioetomo, Sri Moertiningsih dan Omas B Samosir (2010). Dasar-dasar

Demografi. Jakarta.

Badan Pusat Statistik (2009). Pedoman Pencacah. Buku 1 Survei Angkatan

Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2009. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik (2010). Berita Resmi Statistik (BRS). Padang: Badan Pusat

Statistik Provinsi Sumatera Barat.

Badan Pusat Statistik (2010). Ketenagakerjaan. Modul 8 Workshop Hasil Olah

Cepat SP2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat (2009). Ringkasan Eksekutif

Informasi Ketenagakerjaan 2009. Padang: Badan Pusat Statistik Provinsi

Sumatera Barat.

Barret, Nancy S dan Richard D. Morgenstern (1974). “Why do Black and

Women Have High Unemployment Rate?” The Journal of Human

Resources, vol.9, No.4 (Autumn, 1974) pp 452-464.

http://wwww.jstor.org/stable/144780.

Bellante, Don dan Mark Jackson (1990). Ekonomi Ketenagakerjaan.

(Wimandjaja K.Liotohe & M. Yasin, Penerjemah). Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Depok.

Hosmer DW, Lemeshow S (1989). Applied Logistic Regression. New York:

Wiley.

Hussmans, Ralf, Farhad Mehran and Vijai Verma (1990), Surveys of

Economically Active Population, Employment, Unemployment and

Underemployment: An ILO Manual on Concept and Methods, ILO,

Genewa.

Keynes, John Maynard (1936), The General Theory of Employment, Interest and

Money, London: Palgrave Macmillan (reprinted 2007).

http://en.wikipedia.org/wiki/The_General_Theory_of_Employment,_Intere

st_and_Money.

Nachrowi, Djalal & Hardius Usman (2002), Penggunaan tekhnik Ekonometri.

Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Setiawan, Nugraha (2005), Struktur Umur serta Tingkat Pendidikan

Penganggur Baru dan Tingkat Pengangguran di Indonesia. Bandung:

Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang

43

Setiawan, Satrio Adi (2010), Pengaruh Umur, Pendidikan, Pendapatan,

Pengalaman Kerja dan Jenis Kelamin terhadap Lama Mencari Kerja bagi

Tenaga Kerja Terdidik di Kota Magelang. Skripsi Program S1 Ilmu

Ekonomi dan Studi Pembangunan. Semarang: Universitas Diponegoro.

Sukirno, Sadono (1995). Makro Ekonomi (ed.1.Cet.4) Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Tobing, Elwin (2005), Pengangguran Tenaga Terdidik. Jakarta: Rineka Cipta