jurnal - copy

Upload: abdulwasi

Post on 14-Jan-2016

4 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

jurnal alkohol kelompok 2 rabu pagi praktikum mikrobiologi industri

TRANSCRIPT

PENGARUH PENAMBAHAN NUTRIEN, GLUKOSA ANHIDRIS DAN PH TERHADAP KONVERSI ALKOHOL

Abdul Wasi*), Merreta Noorenza Biutty, Rossa Dwi Puspitasari

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275 (10pt Normal Italic)

Abstrak

Dalam ilmu kimia, alkanol adalah istilah yang umum untuk senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon dimana atom karbon itu sendiri juga terikat pada atom hidrogen atau atom karbon yang lain. Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk membuat alkohol yaitu air kelapa. Air kelapa mengandung air 91,5 %, protein 0,14%, lemak 1,5 %, karbohidrat 4,6%, serta abu 1,06 %. Pada percobaan ini mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi alkohol adalah Saccharomyces cerevisae yang tumbuh optimum pada kondisi lingkungan dengan pH optimum 4,5 dan suhu 28-30oC. Adapun bahan pendukungnya yaitu glukosa, KH2PO4 dan MgSO4, NaOH, Fehling A dan B, H2SO4, Indikator MB, aquadest. Langkah kerja pertama adalah membuat starter kemudian fermentasi. Data yang didapatkan adalah % glukosa dan densitas tiap variabel. Hasil percobaan kami adalah terhambatnya pertumbuhan mikroorganisme pada variabel penambahan glukosa 5 gram dan 10 gram dikarenakan aktivitas pembelahan sel Saccharomyces cerevisae terhambat. Densitas mengalami kenaikan karena pertambahan mikroorganisme dan mengalami penurunan karena bertambahnya kadar etanol.Kata kunci: air kelapa; alkohol; Saccharomyces cerevisae

Abstract

The effect of nutrien and anhydrous glucose addition and pH to the alcohol convefertion. In chemistry, alkonol is a general term for organic compounds which have a hydroxyl group (OH) attached to the carbon atoms in which the carbon atom itself is also bound to hydrogen atoms or other carbon atoms. One of the materials that can be used to make alcohol which is coconut water. Coconut water contains 91.5% water, 0.14% protein, 1.5% fat, 4.6% carbohydrates, and ash 1.06%. In this experiment the microorganism used in the fermentation of alcohol is Saccharomyces cerevisae which growing in optimum conditions pH 4.5 and temperature 28-30oC. The supporting material is glucose, KH2PO4 dan MgSO4, NaOH, Fehling A dan B, H2SO4, indicator MB, distilled water. The first step is to create a starter job then fermented. The data obtained is% glucose and the density of each variable. The results of our experiment is the inhibition of the growth of microorganisms on the addition of variable 5 grams and 10 grams glucose due to activity of Saccharomyces cerevisae inhibited cell division. Density has increased due to the increase of microorganisms and decrease due to increased levels of ethanol. Keywords: coconut water; alcohol; Saccharomyces cerevisae

1. Pendahuluan Alkohol khususnya etanol dapat dibuat dengan cara fermentasi, yaitu dengan mengubah senyawa karbohidrat menjadi etanol dengan bantuan mikroorganisme. Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia yang disebabkan oleh aktivitas mikroba ataupun oleh aktivitas enzim yang dihasilkan mikroba. (Firman Sebayang, 2006). Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk membuat alkohol yaitu air kelapa. Glukosa akan dirombak oleh mikroorganisme Saccharomyces cerevisae menjadi alkohol dan CO2 (Dian Widiastuti, 2010).------------------------------------------------------------------*) Penulis Korespondensi. E-mail: [email protected]

1.1 Air Kelapa Air kelapa mengandung air 91,5 %, protein 0,14%, lemak 1,5 %, karbohidrat 4,6%, serta abu 1,06 %. Selain itu air kelapa mengandung berbagai nutrisi seperti sukrosa, dekstrosa, fruktosa serta vitamin B kompleks yang terdiri dari asam nikotinat, asam pantotenat, biotin, riboflafin dan asam folat. Adapun komposisi kimia air kelapa sebagai berikut: Tabel 1. Komposisi kimia air kelapa

1.2. Bioetanol dan Fermentasi Etanol disebut juga etil alkohol atau alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Etanol merupakan produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat yang mengandung karbohidrat. Bentuknya berupa cairan yang tak berwarna dan mempunyai bau khas yang menusuk hidung, mudah menguap dan larut dalam air dan eter.. Rumus kimia bioetanol atau etanol sering ditulis dengan rumus E+OH. Fermentasi etanol terjadi pada kondisi anaerob dengan mikroorganisme tertentu salah satunya Saccharomyces cerevisae yang dapat mengkonversi glukosa menjadi etanol dan CO2 melalui jalur glikolisis atau Embden- Meyerhoff- Parnas (EMP). Siklus metabolisme etanol digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Siklus metabolisme etanol

1.3StarterStarter adalah merupakan media berisi mikroba yang sudah dinonaktifkan, dibuat dengan tujuan untuk mengendalikan lingkungan hidup mikroba sehingga mikroba yang diharapkan tetap hidup dan mikroba lain tidak dapat tumbuh dan berkembang . Teknik inokulasi merupakan suatu teknik memindahkan mikroorganisme dari medium lama ke medium yang baru dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi alkohol adalah Saccharomyces cerevisae. Saccharomyces cerevisae merupakan khamir sejati tergolong eukariot yang secara morfologi hanya membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval atau bulat telur yang dipengaruhi oleh strainnya. Dapat berkembang biak dengan membelah diri melalui "budding cell". Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi yang tersedia bagi pertumbuhan sel. Khamir dapat berkembang biak dalam gula sederhana seperti glukosa, maupun gula kompleks disakarida yaitu sukrosa. Selain itu untuk menunjang kebutuhan hidup diperlukan oksigen, karbohidrat, dan nitrogen . Komposisi kimia Saccharomyces cerevisae terdiri atas : protein kasar 50-52%, karbohidrat ; 30-37%; lemase 4-5%; dan mineral 7-8%. Saccharomyces cerevisae mempunyai beberapa enzim yang mempunyai fungsi penting yaitu intervase, peptidase dan zimase . Enzim peptidase mempunyai 96 gen dan yang homolog inaktif sebanyak 32. Khamir Saccharomyces cerevisae tumbuh optimum pada kondisi lingkungan dengan pH optimum 4,5 dan suhu 28-30oC. Sifat utamanya adalah memiliki toleransi yang tinggi terhadap alkohol sehingga umum digunakan dalam proses fermentasi. (Faisal Pandu Laksana, 2012) 2. Bahan dan Metode2.1 Alat dan Bahan Air kelapa 750 ml, glukosa, KH2PO4, MgSO4, NaOH, H2SO4, indikator MB, aquadest, ragi roti, fehling A dan fehling B. Beaker glass, gelas ukur, buret, statif, klem, hemositometer, termometer, kompor listrik, pengaduk, pipet tetes, autoclave.

2.2Pembuatan StarterSiapkan air kelapa dengan volume 200 ml, KH2PO4 2 gram/liter, MgSO4 2 gram/liter dan urea 3 gram/liter , ragi roti 2 gram/liter sebagai nutrient. Larutan tersebut disterilkan dengan cara dididihkan. Dinginkan dalam suhu kamar. Atru ph hingga 4. Tambahkan glukosa anhidris yaitu 0 gram , 5 gram, 10 gram dan 15 gram ke dalam larutan tersebut. Menghitung banyaknya yeast menggunakan hemositometer Larutan lalu didiamkan selama 2 hari (setiap hari dihitung yeastnya). Cara perhinganjumlah mikroorganisme dengan hemositometer yaitu, encerkan sempel 1 ml menjadi 10ml, lalu ambil 1ml encerkan kembali menjadi 10ml. Hitung jumlah mikroba dengan hemositometer. Gambar 2. Tampilan hemositometerRumus jumlah mikrooganisme per sampel: = (1)

2.3Fermentasi MediaAnalisa glukosa standart pertama larutkan 1,25 gram glukosa anhidris sampai 500 ml. Lalu standarisasi kadar glukosa dengan cara mengambil 5 ml glukosa standar, encerkan sampai 100 ml, ambil 5 ml, netralkan pHnya. Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B. Panaskan hingga 60o s.d. 70oC. Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d. 70oC sampai warna biru hampir hilang lalu tambahkan 2 tetes MB. Titrasi lagi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d. 70oC sampai warna biru menjadi merah bata. Catat kebutuhan titran F = Vtitran Persiapan air kelapa pertama siapkan air kelapa sesuai variabel. Sterilkan dengan cara didihkan. Dinginkan sampai suhu kamar, lalu atur pH 4Mengukur kadar glukosa sari air kelapa dengan cara ukur densitas air kelapa dan cari M seperti pada cara penentuan M (Volume Titran) dan analisis kadar glukosa dengan rumus yang sama dengan analisa hasil.Penentuan kadar glukosa substrat bila %SB > 14 %, perlu diencerkan := (2)Bila %SB < 14 %, perlu ditambahkan sukrosa : = (3)Berat sukrosa = X mol . 342 gr/mol = Y gram Y gram dilarutkan ke dalam substrat tersebut Fermentasi media air kelapa dengan cara ambil substrat yang telah diatur kadar glukosanya. Tambahkan starter sesuai variabel. Ukur densitas dan volume konstan sebelum fermentasi . Fermentasi anaerob selama 4 hari [sesuai variabel].

2.4Cara Penentuan M Ambil 5 ml bahan, encerkan hingga 100 ml, ambil 5 ml netralkanpHnya, menambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B, tambahkan 5 ml glukosa standar yang telah diencerkan, memanaskan hingga 60o s.d. 70oC, titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d. 70oC sampai warna biru hampir hilang lalu tambahkan 2 tetes MB, titrasi kembali dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60oC s.d. 70oC sampai warna biru menjadi merah bata, mencatat kebutuhan titran (M).

2.5Analisa HasilUkur densitas setelah fermentasi. Cari F dan M. Analisa kadar glukosa hasil dengan rumus : . (4)

3. Hasil dan Pembahasan3.1Pengaruh Penambahan Nutrient terhadap Jumlah Mikroorganisme

Gambar 3. Grafik hubungan jumlah mikroorganisme terhadap waktu pada setiap starter Pada gambar 3 menunjukan bahwa pada starter A dan B jumlah mikroorganime hari pertama ke hari kedua mengalami peningkatan , sedangkan hari selanjutnya mengalami penurunan. Namun pada starter C dan D jumlah mikroorganisme mengalami penurunan seiring berjalannya waktu . Fenomena yang terjadi pada starter A dan B adalah adanya fase pertumbuhan Saccharomyces cerevisae yang ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa sel dimana pertumbuhan ini terjadi ketika media dan nutrisi tercukupi. Sedangkan fenomena penurunan pada starter A dan B disebabkan karena Saccharomyces cerevisae telah masuk dalam fase kematian, mengingat data ketiga diambil dalam selang waktu tiga hari dari hari kedua (Hasanah.dkk , 2012). Kematian ini disebabkan jumlah nutrisi yang berkurang karena terpakai oleh mikroorganisme untuk beraktivitas dan tumbuh, sehingga pada akhirnya nutrisi tak lagi tercukupi. Fenomena pada starter C dan D dimana jumlah mikroorganisme mengalami penurunan seiring berjalannya waktu karena konsentrasi gula yang terlalu tinggi bagi Saccharomyces cerevisae . Hal ini menyebabkan aktivitas pembelahan sel Saccharomyces cerevisae terhambat. ( Judoamidjoyo.dkk, 1990)

3.2Pengaruh Penambahan Glukosa Anhidris terhadap Jumlah Mikroorganisme

Gambar 4. Grafik hubungan jumlah mikroorganisme terhadap waktu pada variasi penambahan glukosa anhidris pada setiap starterBerdasarkan pada gambar 4 pada hari pertama (t0) terlihat bahwa dengan penambahan semakin banyak penambahan glukosa anhidris maka semakin banyak pula jumlah yeast yang terlihat hal ini dikarenakan log fase yang baru terjadi pada tiap tiap variabel sehingga yeast masih melakukan penyesuaian terhadap suasana media yang baru . Pada t1 terlihat bahwa pada variabel starter C dan D mengalami penurunan jumlah yeast sedangkan variabel A dan B mengalami kenaikan , hal tersebut dikarenakan penambahan optimum gula untuk pertumbuhan saccharomyces cerevisiae berkisar antara 0 gr 5 gr (Wignyanto,2001). Pada grafik saat t2, terlihat bahwa pada variabel mengalami menurunan yang drastis dalam jumlah yeast nya hal ini dikarenakan rentang penelitian yang cukup lama yaitu berkisar 6 hari dari t1 yang menyebabkan yeast saccharomyces cerevisiae sudah mengalami death fase.

3.3Pengaruh Penambahan Kadar Glukosa Anhidris dalam Starter terhadap Konversi Alkohol yang Diperoleh

Gambar 5. Grafik hubungan % Konversi terhadap Waktu pada pH 3

Gambar 6. Grafik hubungan % Konversi terhadap Waktu pada pH 5Pada grafik 4.2.3 dan grafik 4.2.4 menunjukan bahwa konversi glukosa menjadi alkohol naik berjalannya waktu. Pada hari pertama (t0) digunakan kadar glukosa sesuai variabel awal pada kuantitas yaitu dibuat menjadi 14% , hari selanjutnya kadar glukosa dicari dengan cara titrasi. Berdasarkan grafik diatas menunjukan bahwa konversi terbesar pada hari ke empat dimiliki oleh variabel pertama baik pada pH 3 maupun pada pH 5, yakni variabel tanpa penambahan glukosa anhidris (0 gram glukosa) . Hal ini menunjukan bahwa konsentrasi gula optimum pada fermentasi alkohol media air kelapa 14% yaitu tanpa penambahan glukosa anhidris. Sedangkan pada variabel penambahan 5 gr , 10 gr dan 15 gr glukosa anhidris memiliki konsentrasi yang terlalu tinggi bagi Saccharomyces cerevisae yang menyebabkan aktivitas sel Saccharomyces cerevisae terhambat. Jika konsentrasi gula terlalu tinggi atau pekat berakibat mengganggu metabolisme sehingga menghambat pembelahan sel yang selanjutnya akan berpengaruh pada etanol yang dihasilkan (Judoamidjoyo.dkk, 1990) . Dapat disimpulkan kandungan gula yang terlalu tinggi dalam starter menyebabkan efektifitas kerja Saccharomyces cerevisae lebih lambat dalam mengkonversi glukosa tersebut menjadi alkohol pada saat fermentasi.

3.4Pengaruh pH Fermentasi terhadap Konversi Alkohol yang Diperoleh

Gambar 7. Grafik Hubungan Koversi vs Waktu pada Variabel 1 ( pH 3) dan Variabel 5 ( pH5)

Gambar 8. Garfik Hubungan Konversi vs Waktu pada Variabel 2 ( pH 3) dan Variabel 6 ( pH 5)

Gambar 9. Grafik Hubungan Konversi vs Waktu pada Variabel 3 ( pH 3) dan Variabel 7 ( pH 5)

Gambar 10. Grafik Hubungan Konversi vs Waktu pada Variabel 4 ( pH 3) dan Variabel 8 ( pH 5)Pada keempat grafik diatas hari kedua dan ketiga menunjukan bahwa konversi glukosa menjadi alkohol pada pH 3 lebih besar dibandingkan pada pH 5 . Sedangkan pada hari keempat kadar glukosa pada pH 5 lebih besar dibandingkan pada pH 3. Berdasarkan praktikum yang kami lakukan , khususnya hari keempat menunjukan bahwa pH 5 merupakan kondisi yang lebih baik bagi Saccharomyces cerevisae untuk fermentasi dibandingkan dengan pH 3. Menurut Presscott dan Dunn (1981) waktu fermentasi alkohol yang diperlukan adalah 3- 7 hari. Sehingga kami lebih menitikberatkan data pada hari ke empat. Pada hari kedua dan ketiga memungkinkan khamir masih dalam kondisi adaptasi , mengingat starter yang kami tuangkan dalam fermentasi dilakukan dalam waktu satu hari saja . Selain itu , menurut Frazier dan westhoff (1978) menyatakan bahwa pH akan mempengaruhi kecepatan fermentasi , pH optimal untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisae adalah 4,0-4,5. Sehingga pH 5 lebih mendekati optimum dibandingkan pH 3. Pada pH 5 Saccharomyces cerevisae akan melakukan fermentasi alkohol lebih cepat dibandingkan pH 3 dengan mengubah glukosa menjadi etanol dan CO2.

3.5Pengaruh pH terhadap Densitas Alkohol

Gambar 11. Grafik Hubungan Densitas Alkohol terhadap Waktu pada Tiap VariabelPada grafik diatas terlihat bahwa pada hari pertama ke hari kedua densitas alkohol mengalami peningkatan. Sedangkan pada hari selanjutnya mengalami penurunan seiring berjalannya waktu. Peningkatan densitas terjadi karena adanya pembelahan sel yang dilakukan oleh Saccharomyces cerevisae sehingga biomassa bertambah yang mengakibatkan kerapatan alkohol bertambah. Sedangkan penurunan densitas disebabkan oleh mulainya Saccharomyces cerevisae beraktivitas untuk mengkonversi substrat menjadi etanol dengan reaksi C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 glukosa etanol karbondioksida Adanya peningkatan jumlah etanol mengakibatkan penurunan densitas karena densitas etanol (0,789 gr/ml) lebih kecil daripada densitas medium air kelapa (1,097 gr/ml). ( Hasanah.dkk,2012) Densitas pada pH 3 dan pH 5 setiap variabel berbeda-beda , beberapa pada variabel yang sama namun pH berbeda menunjukan densitas pada pH 3 lebih besar dibandingkan pada pH 5, namun ada juga yang sebaliknya. Perbedaan densitas tidak terlalu signifikan , sehingga dapat disimpulkan bahwa pH tidak mempengaruhi densitas melainkan densitas dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme. Pada pembahasan sebelumnya telah disimpulkan bahwa konsentrasi gula optimum pada fermentasi alkohol media air kelapa 14% dalam praktikum kali ini adalah dengan penambahan 0 gram glukosa anhidris. Oleh karena itu , analisa data yang digunakan adalah pada variabel penambahan 0 gram glukosa anhidris pada pH 3 dan pH 5. Pada variabel tersebut menunjukan bahwa densitas pada pH 5 lebih kecil dibandingkan pada pH 3. Hal ini disebabkan Saccharomyces cerevisae bekerja lebih baik untuk mengkonversi substrat menjadi etanol di pH 5 dibandingkan dengan pH 3, adapun pH optimum 4,0 - 4,5. (Frazier dan Westhoff,1978)

4. KesimpulanKonversi terbesar dialami pada variabel tanpa penambahan glukosa karena kadar glukosa terlalu tinggi menyebabkan pembelahan sel terhambat. Mikroorganisme bekerja lebih baik pada pH 5 dibandingkan pH 3 karena pH optimum berkisar pada 4,0-4,5. Densitas mengalami kenaikan karena pertambahan mikroorganisme dan mengalami penurunan karena bertambahnya kadar etanol. Pada starter jumlah organisme mengalami peningkatan karena adanya pembelahan sel dan mengalami penurunan karena telah masuk pada fase kematian. Jumlah mikroorganisme mengalami peningkatan karena adanya pertumbuhan sel. Namun jumlah konsentrasi gula yang berlebih akan menghambat terjadinya pembelahan atau pertumbuhan sel.

Ucapan Terima KasihUcapan terimakasih atas bantuan dan kerjasama dalam penyelesaian laporan ini juga disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Hadiyanto, S.T., M.T. selaku penanggung jawab Laboratorium Mikrobiologi Industri, Bapak Dr. Widayat, S.T, M.T, Ph.d selaku dosen pembimbing materi asam asetat, Ibu Jufriyah, S.T. selaku PLP Mikrobiologi Industri, Pradia Paundradewa Jayawardana selaku koordinator asisten Laboratorium Mikrobiologi Industri, Irma Suryani selaku asisten pengampu materi alkohol.

Daftar PustakaHasanah, Hafidhatul.2008. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Hitam (Oryza sativa L var forma glutinosa ) dan Tape Singkong (Manihot utilissima Pohl). Universitas Islam Negeri MalangLaksmana, Faisal Pandu.2012. Pembuatan Starter. Universitas Padjajaran. Sebayang, Firman. 2006. Pembuatan Etanol dari Molase Secara Fermentasi Menggunakan Sel Sacharomyces cerevisae yang Terimobilisasi pada Kalsium Alginat. Jurnal Teknologi Proses Universitas Sumatera Utara. Setiawan, Iwan., dkk. 2009. Pendeteksi Kadar Alkohol Jenis Etanol Pada Cairan Dengan Menggunakan Mikrontroler Atneega8533. http://eprints.undip.ac.id/27360/1/ML2F004467.pdf. Diakses 26 Maret 2015. Wachid, Mochammad.2011. Potensi Bioethanol Dari Limbah Kulitari Kedelai Limbah Produksi Tempe. Universitas Muhammadiyah MalangWidiastuti, Dian. 2010. Proses Pembuatan Anggur dari Semangka. Semarang : Universitas Diponegoro. Wignyanto, dkk.2010.Pengaruh Konsentrasi Gula Reduksi Sari Hati Nanas dan Inokulum Saccharomyces Cerevisiae Pada Fermentasi Etanol