jurnal anestesi

11
TRANSLATE JURNAL HAL 15-21 Telah lama diketahui penggunaan produk darah lebih bermanfaat dibanding kristaloid karena mencegah dampak buruk dari besarnya voume kristaloid, juga karena kebutuhan akan pembawa oksigen dalam tubuh. Baru-baru ini telah ditemukan suatu keadaan baru yaitu Early Trauma-Induced Coagulopathy (ETIC) yang semakin mendukung penggunaan produk darah lebih awal. ETIC didapatkan pada 25% pasien trauma dan terjadi segera setelah cedera. Keadaan ini diukur dari peningkatan prothrombin time (PT) yang didapatkan pada pengambilan sampel pertama kali setelah terjadinya trauma, seringkali ditemukan dalam hitungan jam setelah trauma. Ditemukannya ETIC berkaitan dengan menurunnya angka kelangsungan hidup (40-50%), serta faktor risiko untuk kematian. ETIC memiliki patofisiologi yang berbeda dengan secondary coagulopathy. Terdapat kemungkinan adanya keadaan yang saling tumpang tindih antara dua keadaan coagulopathy. Penelitian terus dilanjutkan untuk menguraikan mekanisme dari perkembangan ETIC sehingga kaitannya dengan secondary coagulopathy dan lethal triad akan semakin jelas. Implikasi daei ETIC telah terfokus pada resusitasi untuk mengkoreksi gangguan koagulasi lebih awal sebelum berkembangnya gejala klinis lebih lanjut. Para pasien, baik penduduk maupun anggota militer telah mengalami perbaikan dalam tingkat kelangsungan hidup ketika mereka mendapatkan produk darah yang lebih awal dengan FFP dalam rasio hampir mendekati 1:1 jika dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan FFP lebih sedikit pada fase awal resusitasi (1:8). Protokol resusitasi masif yang mengikutsertakan darah, FFP dan

Upload: ayu-ariesta

Post on 30-Sep-2015

16 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

JURNAL READING BAGIAN ANESTESI

TRANSCRIPT

TRANSLATE JURNAL HAL 15-21Telah lama diketahui penggunaan produk darah lebih bermanfaat dibanding kristaloid karena mencegah dampak buruk dari besarnya voume kristaloid, juga karena kebutuhan akan pembawa oksigen dalam tubuh. Baru-baru ini telah ditemukan suatu keadaan baru yaitu Early Trauma-Induced Coagulopathy (ETIC) yang semakin mendukung penggunaan produk darah lebih awal. ETIC didapatkan pada 25% pasien trauma dan terjadi segera setelah cedera. Keadaan ini diukur dari peningkatan prothrombin time (PT) yang didapatkan pada pengambilan sampel pertama kali setelah terjadinya trauma, seringkali ditemukan dalam hitungan jam setelah trauma. Ditemukannya ETIC berkaitan dengan menurunnya angka kelangsungan hidup (40-50%), serta faktor risiko untuk kematian. ETIC memiliki patofisiologi yang berbeda dengan secondary coagulopathy. Terdapat kemungkinan adanya keadaan yang saling tumpang tindih antara dua keadaan coagulopathy. Penelitian terus dilanjutkan untuk menguraikan mekanisme dari perkembangan ETIC sehingga kaitannya dengan secondary coagulopathy dan lethal triad akan semakin jelas.Implikasi daei ETIC telah terfokus pada resusitasi untuk mengkoreksi gangguan koagulasi lebih awal sebelum berkembangnya gejala klinis lebih lanjut. Para pasien, baik penduduk maupun anggota militer telah mengalami perbaikan dalam tingkat kelangsungan hidup ketika mereka mendapatkan produk darah yang lebih awal dengan FFP dalam rasio hampir mendekati 1:1 jika dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan FFP lebih sedikit pada fase awal resusitasi (1:8). Protokol resusitasi masif yang mengikutsertakan darah, FFP dan cryoprecipitate telah dikembangkan dan digunakan lebih awal pada pasien dengan syok hemoragik. Protokol ini telah menurunkan kebutuhan akan damage control surgery.PENINJAUAN ULANGSaat resusitasi dimulai, peninjauan klinis seharusnya juga harus segera dilakukan untuk mengetahui sumber perdarahan dan memulai manajemen definitif. Selama resusitasi, pasien harus dipantau terus menerus akan responnya terhadap upaya perawatan. Keputusan mengenai cairan resusitasi harus diambil tidak lebih dari 30 menit setelah resusitasi dimulai. Respon dari resusitasi dapat diklasifikasikan menjadi :A. Rapid Responder-tanda vital kembali pada batas normal- peninjauan ulang dan pengobatan lebih lanjutB. Transient Responder Pasien kehilangan darah terus menerus Butuh darah segera Tindakan intervensi untuk menghentikan perdarahan mungkin diperlukanC. None/minimal responder Pasien membutuhkan darah secepatnya Tindakan intervensi bedah dibutuhkan sebagai bagian dari resusitasiPeninjauan ulang klinis tetap menjadi metode primer untuk mengetahui respon pasien dan untuk pengambilan keputusan dalam hal hal yang berkaitan. Pencarian satu gejala saja dapat salah dan keadaan pasien secara keseluruhan merupakan hal yang penting. Hal ini berarti mempertimbangkan semua gejala dan parameter yang ada, disesuaikan dengan waktunya, untuk memastikan jika resusitasi memperbaiki perfusi organ daripasien. Gejala fisiologis berupa nadi, tekanan darah, pernapasan, urine outpout serta status mental sering merespon secara cepat. Namun, cedera lainnya dapat menutupi respon ini, contohnya cedera pada otak atau cedera pada spinal. Marker lainnya seperti defisit basa atau kadar laktat sering digunakan unutuk mengetahui respon dari resusitasi. Marker ini biasanya membutuhkan bantuan dari laboratorium, mahal, dan perbaikan yang berarti biasanya hanya terlihat beberapa jam atau hari saja. Nilainya dapat dipengaruhi oleh faktor komorbid misalnya adanya gagal hati, ginjal maupun jantung atau mengkonsumsi banyak alhokol sebelum terjadinya cedera. Para klinisi masih kekurangan pengukur yang akurat, dapat dipertanggungjawabkan, dan tidak mahal untuk mengukur langsung perfusi organ dan volume darah intravaskular yang dapat digunakan pada pasien syok. KRISTALOID VS KOLOIDKoloid dipercaya lebih bermanfaat jika darah tidak tersedia karena tekanan onkotiknya yang lebih tinggi dibandingkan dengan kristaloid. Diketahui bahwa koloid bertahan lebih lama di ruang intravaskular sehingga memperbaiki perfusi organ.Adanya bukti yang berkembang bahwa cairan koloid tidak efektif lagi untuk mengembalikan perfusi jaringan dibanding kritsaloid dan bahkan dapat berbahaya. Metalisis akhir akhir ini menunjukkan adanya peningkatan tingkat mortalitas pada pasien trauma dengan resusitasi koloid dibandingkan kristaloid. Pada pasien dengan cedera berat di ICU, studi SAFE (the Saline versus Albumin Fluid Evaluation) menunjukkan bahwa penggunaan larutan albumin 4% daripada kristaloid meningkatkan tingkat mortalitas pasien dengan cedera kepala. Secara keseluruhan studi ini menunjukkan tidak ditemukannya manfaat dar penggunaan koloid dibanding kristaloid. Review dari Cochrane berikut menemukan hasil yang serupa yakni tak ada manfaat yang berarti untuk koloid dibanding kristaloid pada manajemen pasien setelah trauma. Koloid juga memiliki beberapa kerugian yakni biaya yang lebih mahal, efek samping seperti koagulopati, reaksi alergi, dan transmisi virus yang tidak diinginkan pada larutan albumin.Oleh karena itu, penggunaan kristaloid lebih dipilih dibandingkan koloid jika produk darah tidak tersedia pada syok hemoragik. Ringer laktat lebih dipilih dibanding larutan saline normal karena konsentrasi ion klorida yang lebih sedikit sehingga jarang menyebabkan asidosis hiperkloremia yang dapat ditemukan setelah penggunaan larutan saline normal dalam jumlah besar.KONTROL PERDARAHAN : TORNIQUET DAN AGEN HEMOSTATIKKontrol dari perdarahan eksternal termasuk dalam bagian C pada survey primer. Beberapa metode untuk mengontrol perdarahan telah dirancang dan digunakan pada penduduk sipil maupun medan perang.Berdasarkan sejarahnya, penggunaan torniquet merupakan kontroversi. Pemilihan penggunaan torniquet akhir akhir ini menjadi populer di area dengan risiko tinggi terjadinya trauma ekstremitas seperti ledakan IED. Torniquet yang ditempatkan secara efektif oleh personil klinis terlatih serta transpor pasien ke area perawatan definitif yang cepat telah terbukti dapat memperbaiki tingkat kelangsungan hidup dan bahkan menyelamatkan anggota gerak tubuh. Penempatan torniquet tepat diatas pembuluh darah yang terluka dan pengeratan yang cukup kencang untuk menghentikan perdarahan secara signifikan memaksimalkan penggunaannya dalam mengurangi efek samping yang tidak diinginkan. Torniquet tidak bermanfaat pada cedera yang mengalami perdarahan non-compressible dan penggunaan yang tidak perlu maupun tidak terstandarisasi dapat menyebabkan kehilangan anggota gerak tubuh.Sejumlah agen hemostatik telah dikembangkan untuk digunakan pada luka perdarahan luar. Agen hemostatik baru seperti Quikclot, preparat granular yang menghasilkan reaksi eksotermi saat kontak dengan plasma untuk mongkonsentrasikan faktor pembekuan, dan Hemcom, polisakarida (chitosan) yang dimodifikasi dimana dapat melakukan proses hemostasis dengan menempel langsung pada luka, dapat digunakan pada tindakan pra-rumah sakit untuk mengurangi perdarahan. Agen hemostatik ini telah digunakan pada militer tetapi mahal sehingga dibatasi dalam penggunaan secara umum.DAMAGE CONTROL RESUSCITATIONBanyak pasien merespon dengan baik pada resusitasi awal dengan cairan dan produk darah dan perdarahan berhenti sehingga kembali ke fisiologi normal dengan sekuele minimal. Pada pasien dengan perdarahan yang masih berlangsung atau kehilangan darah secara terus menerus, yang telah mengalami ETIC atau tiba terlambat di tempat perawatan definitif, normalisasi dari parameter fisiologis lebih sulit bahkan dengan resusitasi yang adekuat. Pada pasien yang mendapatkan sejumlah besar kristaloid, whole blood atau produk darah tanpa FFP, ini dapat memperburuk perdarahan akibat cedera. Tingkat mortalitas pasien yang telah mengalami lethal triad yakni hipotermi (suhu tubuh < 350 C), koagulopati sekunder (APT dan PT abnormal, serta trombositopenia) dan asidosis (pH < 7.2) adalah 70%. Oleh karena itu, pemdekatan pada pasien adalah untuk melakukan damage control surgery dan mengobati penyakit di ICU sesegera mungkin untuk menghindari kemungkinan kegagalan metabolik dan kematian.Penggunaan produk koagulasi dalam bentuk FFP atau whole blood dengan cryoprecipitate lebih awal, dengan pencegahan hipotermia serta perdarahan saat pembedahan telah mengurangi insidensi lethal triad secara drastis dan mengurangi kebutuhan untuk damage control surgery.Konsep dari penggunaan produk darah dan faktor koagulasi (jika tersedia) disebut sebagai resusitasi hemostatik. Resusitasi hemostatik dengan permissive hypotension dan damage control surgery disebut sebagai damage control resuscitation (DCR).Adanya ETIC dan potensi untuk berkembangnya koagulopati sekunder, tes laboratorium untuk pembekuan darah sering terlalu lambat untuk digunakan dalam klinis. Oleh karena itu, pendekatan proaktif terhadap ETIC dan koagulopati sekunder perlu dikembangkan.Praktik militer di US dan UK saat ini telah melakukan resusitasi dengan rasio 1:1 dari FFP dengan PRBC. Analisis retrospektif dari kombinasi ini menunjukkan penurunan tingkat mortalitaas jika dibandingkan dengan PRBC : FFP dengan rasio 8:1. Penambahan platelet pada kombinasi ini dengan rasio 1:1:1 dari PRBC, FFP dan platelet juga telah menunjukkan perbaikan pada tingkat mortalitas di sebuah studi.Faktor yang mungkin bermanfaat lebih lanjut adalah penambahan fibrinogen sebagai pengganti FFP karena diyakini bahwa fibrinogen lah yang berkurang terlebih dahulu. FFP sebetulnya memiliki faktor pembekuan yang relatif sedikit sehingga membutuhkan volume yang lebih signifikan untuk diganti. Hal ini dapat memperburuk dilusi daripada memperbaiki koagulasi.Permissive Hypotension adalah komponen lain dari damage control resuscitation. Resusitasi hipotensif merupakan pencegahan dari resusitasi cairan berlebih, dengan tujuan terapeutiknya adalah untuk menjaga tekanan sistolik 90 mmHg dan mencegah takikardi. Pada tindakan pra-rumah sakit, pendekatan ini menantang karena tekanan darah non-invasif seringkali tidak akurat. Pendekatan ini berguna pada trauma tajam dimana laserasi arterial dari organ dapat menyebabkan perdarahan lebih banyak jika tekanan arterial meningkat dari normal; perdarahan dikontrol melalui awetan faktor pembekuan imatur pada tekanan sistolik yang rendah. Pendekatan ini aman jika pasien dapat diantarkan secara cepat ke rumah sakit dengan kapasitas pembedahan definitif, dan pada sebuah studi menunjukkan 8% penurunan mortalitas pada pasien trauma tajam leher. Penggunaan perissive hypotension secara luas diluar dari indikasi ini masi kontroversi dimana beberapa studi menunjukkan tidak adanya manfaat untuk mortalitas pasien.Pendekatan lainnya untuk resusitasi, seperti yang digunakan oleh militer adalah untuk meresusitasi dengan 250 ml bolus kristaloid hingga denyut nadi radial teraba. Denyut nadi radial berguna untuk memantau tekanan darah sistolik karena denyut tersebut biasanya berada diatas 90 mmHg. Pengukuran ini tidak berguna bila tidak terdapat denyut nadi radial yang dapat diraba pada pasien dengan cedera berat di kedua anggota gerak tubuh bagian atas.DAMAGE CONTROL SURGERYUntuk pasien trauma dengan syok hemoragik berat, seluruh komplikasi diperburuk oleh waktu operasi yang panjang (contohnya ETIC, koagulopati sekunder, asidosis, dan hipotermia); operasi abdomen atau dada terbuka hanya akan memperburuk kegagalan metabolik. Pembedahan memperburuk hipotermi, juga koagulopati melalui perdarahan yang terus berlangsung dari trauma akibat pembedahan atau terbukanya hematomata, serta memperburuk asidosis melalui obat anestetik yang mengurangi resistensi sistemik. Koreksi dari keadaan metabolik hanya mungkin dengan perawatan intensif. Pasien dengan syok hemoragik membutuhkan pembedahan hanya untuk mengontrol perdarahan pembedahan, mencegah atau mengurangi faktor metabolik yang dapat memperburuk perdarahan.Konsep dari damage control surgery adalah untuk fokus pada kontrol hemostasis saja. Perbaikan definitif dan pemulihan anatomis tidak menjadi bahan pertimbangan dari pembedahan tipe ini dan sesungguhnya meningkatkan risiko mortalitas jika dilakukan pada operasi damage control.Tujuannya adalah untuk turn of the tap (menghentikan perdarahan) dan mencegah lethal triad. Setelah perdahrahan dihentikan, normalisasi fisiologis dapat berlangsung lebih mudah dengan bantuan ICU; setelah stabil pasien dapat kembali ke ruang operasi untuk perbaikan definitif dan pemulihan anatomis.Teknik utama pada DCS termasuk ligasi dari pembuluh darah, pembalutan dalam dari perdarahan, dan penutupan pembuluh darah besar; ujung usus yang terbuka dijepit atau diikat untuk re-anastomosis lanjutan; cedera gaster, bilier, atau pankreatik-duodenal cukup dikuras saja. Penutupan dinding abdomen tidak dilakukan untuk mengurangi waktu operasi dan mencegah compartment syndrome.Durasi dari damage control surgery harus dibatasi sedapatnya sesingkat mungkin, biasanya < 1 jam. Pedarahan aktif harus telah termasuk, pembalutan intra-operatif adalah hal yang lumrah dan merupakan pendekatan efektif untuk mengontrol perdarahan masif secara cepat.Damage control surgery paling efektif dalam memperbaiki tingkat kelangsungan hidup bila dilakukan pada tahap awal. Pada pasien dengan perdarahan yang cepat, keputusan untuk pasien dibawa ke ruang operasi harus diputuskan jauh lebih awal dan keputusan diambil oleh dokter bedah paling senior yang berada di tempat. Jika lethal triad telah terjadi, biasanya ireversibel dan pembedahan tidak dianjurkan.Moore et al (1998) mengemukakan kriteria pada keadaan apa saja damage control surgery dapat dipertimbangkan : pH > 7.1, tekanan darah sistolik > 90 mmHg, suhu tubuh 25. Faktor fisiologis ini diketahui sebagai tahap akhir dari lethal triad dan para dokter bedah akan merekomendasikan DCS jauh lebih awal untuk mencegah perburukan dari parameter ini. Pengambilan keputusan klinis yang baik oleh para dokter bedah senior untuk operasi dan keputusan yang lebih awal untuk menghentikan operasi setelah perdarahan dapat mengontrol hasil terbaik.Tidak adanya randomies controlled trials untuk mendukung keberhasilan damage control surgery namun analisis retrospektif telah menunjukkan penurunan dari tingkat mortalitas pada pasien penduduk sipil maupun militer.KESIMPULANSyok adalah penurunan perfusi jaringan karena kolapsnya sirkulasi, menyebabkan hipoksia seluler, metabolisme anaerobik dan kematian sel. Perdarahan merupakan penyebab yang biasa terjadi pada pasien syok namu beberapa tipe syok yang berbeda dapat terjadi bersamaan pada pasien yang sama. Jika resusitasi ditunda, lethal triad dari koagulopati, hipotermia, dan asidosis mungkin akan terjadi. Cairan resusitasi paling baik adalah darah jika suplementasi dengan faktor pembekuan dan platelet tersedia. Pembedahan awal untuk menghentikan perdarahan kadang dibutuhkan dan dapat menyelamatkan hidup pasien.