jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

Upload: hasyanulbahria

Post on 08-Jul-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    1/54

    19

    BAB II

    GAMBARAN UMUM

    DETEKSI DINI GANGGUAN MENTAL DAN FAKTOR PENCETUS

    GANGGUAN MENTAL

    A. Pengertian Deteksi Dini, Mental Dan Gangguan Mental

    a) Pengertian Deteksi Dini

    Secara fitrah setiap manusia atau individu memiliki mental yang

    sehat, akan tetapi karena suatu sebab ada beberapa individu yang

    mengalami atau memiliki mental yang tidak sehat. Biasanya mental yang

    tidak sehat, diakibatkan dari goncangan-goncangan atau konflik batin yang

    ada dalam diri (jiwa), dan pengalaman hidup yang tidak menyenangkan.

    Dengan kondisi semacam itu biasanya kondisi psikologis (mental) menjadi

    kacau yakni, tidak selaras lagi antara yang dipikirkan dengan peri lakunya.

    Orang yang menderita sakit mental (jiwa), secara sosial kurang bisa

    diterima ditengah-tengah dimana dia tinggal, bahkan secara umum dalam

    masyarakat kurang bisa diterima.

    Untuk menghindari terjadinya sakit mental tersebut, maka perlu

    upaya sedini mungkin untuk mengenal kondisi mental, maka dari itu harap

    diketahui faktor-faktor yang menimbulkan gangguan mental dan gejala-

    gejalanya sebagai bentuk deteksi diagnosis. Deteksi yang biasa dilakukan

    ialah mengenali gejala-gejala abnormalitas (ketidakwajaran) pada mental

    atau pada jiwa. Pendekatan diagnosis ini dilakukan untuk mencegah

    terjadinya kekalutan mental yang lebih parah yang dapat merusak

    kepribadian. Hal tersebut dapat membantu individu dalam

    mengembangkan cara berfikir, cara berperasaan, dan cara berperilaku yang

    baik dan benar, sehingga eksistensi seseorang bisa diterima dan diakui

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    2/54

    20

    dalam lingkungan sosialnya sebagai sosok insan yang sehat secara

    sempurna. 1

    Tujuan deteksi dini ialah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman serta perhatian terhadap kondisi psikologis, yakni kondisi

    mental dan jiwa spiritual yang ada dalam diri individu untuk menghindari

    dan menanggulangi akan terjadinya gangguan-gangguan jiwa (mental).

    Deteksi dini juga sebagai bentuk preventive (pencegahan) sejak

    awal terhadap indikasi-indikasi akan terjadinya gangguan mental dan

    kejiwaan. Karena manusia hidup itu memiliki tanggung jawab yang besar

    terhadap relasi dalam berhubungan, baik yang berkaitan individu dengan

    Tuhannya, individu dengan dirinya sendiri, keluarganya, lingkungannya

    sosialnya dan lingkungan alam sekitarnya. Hal ini mustahil bisa dilakukan

    apabila tidak didukung oleh kondisi diri yang sehat, yakni sehat jasmani

    (fisiologis) dan sehat ruhani (mental-spiritual) atau psikologis. 2

    Deteksi dini terhadap gangguan mental juga memberikan manfaat

    yaitu mengembangkan nilai dan sikap secara menyeluruh serta perasaan

    sesuai dengan penerimaan diri (self acceptance), membantu memahami

    tingkah laku manusia dan membantu manusia untuk memperoleh kepuasan

    pribadi, dan dalam penyesuaian diri secara maksimum terhadap

    masyarakat serta membantu individu untuk hidup seimbang dalam

    berbagai aspek, fisik, mental dan sosial. Disamping itu deteksi dini

    mempunyai fungsi dan tujuan, yaitu: fungsi pemahaman ( understanding),

    fungsi pengendalian (control), fungsi peramalan ( prediction), fungsi

    pengembangan (development), fungsi pencegahan (prevention), dan

    fungsi perawatan ( treatment). Misal dengan melakukan deteksi dini

    terhadap gangguan mental seseorang akan terhindar dari hal-hal atau

    keadaan yang dapat membahayakan jiwa ataupun mental. Jadi deteksi dini

    adalah suatu upaya untuk mengenali kondisi kesehatan mental, terlebih

    1 M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Psikoterapi dan Konseling Islam; Penerapan MetodeSufistik, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2001), hlm. 215.

    2 Ibid., hlm. 216.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    3/54

    21

    gejala dan faktor atau pencetus yang bisa membuat kondisi mental menjadi

    tidak sehat (terganggu) secara dini.

    b) Pengertian MentalPengertian “mental” secara definitif belum ada kepastian definisi

    yang jelas dari para ahli kejiwaan. Secara etimologi kata “mental” berasal

    dari bahasa Yunani, yang mempunyai pengertian sama dengan pengertian

    psyche, artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. 3

    James Draver memaknai mental yaitu “revering to the mind”

    maksudnya adalah sesuatu yang berhubungan dengan pikiran atau pikiran

    itu sendiri. 4 Secara sederhana mental dapat dipahami sebagai sesuatu yang

    berhubungan dengan batin dan watak atau karakter, tidak bersifat jasmani

    (badan). 5

    Kata mental diambil dari bahasa Latin yaitu dari kata mens atau

    metis yang memiliki arti jiwa, nyawa, sukma, roh, semangat. Dengan

    demikian mental ialah hal-hal yang berkaitan dengan psycho atau kejiwaan

    yang dapat mempengaruhi perilaku individu. Setiap perilaku dan ekspresi

    gerak-gerik individu merupakan dorongan dan cerminan dari kondisi

    (suasana) mental. 6

    Sedangkan secara terminologi para ahli kejiwaan maupun ahli

    psikologi ada perbedaan dalam mendefinisikan “mental”. Salah satunya

    sebagaimana dikemukakan oleh Al-Quusy (1970) yang dikutip oleh Hasan

    Langgulung, mendefinisikan mental adalah paduan secara menyeluruh

    antara berbagai fungsi-fungsi psikologis dengan kemampuan menghadapi

    krisis-krisis psikologis yang menimpa manusia yang dapat berpengaruh

    3Moeljono Notosoedirjo, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: UniversitasMuhammadiyah, 2001), hlm. 21.

    4James Draver, A Dictionary of Psychology, (New York: Pengin Books, t.th.), hlm. 169.5Tim Penyusun Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

    Edisi Kedua (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 646.6 Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam,

    (Bandung , Mandar Maju, 1989), hlm. 3.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    4/54

    22

    terhadap emosi dan dari emosi ini akan mempengaruhi pada kondisi

    mental. 7

    Pengertian lain “mental” didefinisikan yaitu yang berhubungandengan pikiran, akal, ingatan atau proses yang berasosiasi dengan pikiran,

    akal dan ingatan. 8 Seperti mudah lupa, malas berfikir, tidak mampu

    berkonsentrasi, picik, serakah, sok, tidak dapat mengambil suatu

    keputusan yang baik dan benar, bahkan tidak mempunyai kemampuan

    untuk membedakan yang benar dan yang salah, yang hak dan yang batil,

    antara halal dan haram, yang bermanfaat dan yang mudharat. 9 Dari sini

    dapat ditarik pengertian yang lebih signifikan bahwa mental itu terkait

    dengan, akal (pikiran/rasio), jiwa, hati ( qalbu), dan etika (moral) serta

    tingkah laku). Satu kesatuan inilah yang membentuk mentalitas atau

    kepribadian (citra diri). Citra diri baik dan jelek tergantung pada

    mentalitas yang dibuatnya.

    Kondisi individu kelihatan gembira, sedih, bahkan sampai

    hilangnya gairah untuk hidup ini semua tergantung pada kapasitas mental

    dan kejiwaannya. Mereka yang tidak memiliki sistem pertahanan mental

    yang kuat dalam menghadapi segala problematika kehidupan atau tidak

    memiliki sistem pertahanan diri yang kuat untuk mengendalikan jiwanya,

    maka individu akan mengalami berbagai gangguan-gangguan kejiwaan,

    yang berpengaruh pada kondisi kepribadian yang bisa mendorong pada

    perilaku-perilaku pathologies .10

    Kondisi mental tersebut bisa digolongkan dalam dua bentuk yaitu

    kondisi mental yang sehat dan kondisi mental yang tidak sehat. Kondisi

    mental yang sehat akan melahirkan pribadi-pribadi yang normal. Pribadi

    yang normal ialah bentuk tingkah laku individu yang tidak menyimpang

    7Hasan Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992),hlm. 30.

    8 C.P. Chaplin, Kamus Psikologi, terj, Kartini Kartono, (Jakarta: PT grafindo Persada,1995), hlm. 407.

    9 M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky, op. cit., hlm. 231.10 Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam,

    (Bandung : Mandar Maju, 1989), hlm. 6-7

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    5/54

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    6/54

    24

    tetapi yang menjadi ukuran adalah merasakan diri kita sejauh mana

    kondisi perasaan kita apakah sudah melampaui batas kewajaran atau tidak

    seperti, rasa bersedih, kecewa, pesimis, rendah diri dan lain sebagai. Danseseorang atau individu yang terganggu kesehatan mentalnya, bisa dilihat

    pada tindakannya, tingkah lakunya atau ekspresi perasaannya, karena

    seseorang atau individu yang terganggu kesehatan mentalnya ialah apabila

    terjadi kegoncangan emosi, kelainan tingkah laku atau tindakannya. 14

    Dengan demikian mental ialah hal-hal yang berada dalam diri

    seseorang atau individu yang terkait dengan psikis atau kejiwaan yang

    dapat mendorong terjadinya tingkah laku dan membentuk kepribadian,

    begitu juga sebaliknya mental yang sehat akan melahirkan tingkah laku

    maupun kepribadian yang sehat pula.

    Sigmund Freud memberikan definisi bahwa kepribadian yang sehat

    adalah adanya keseimbangan antara dorongan-dorongan dan motif-motif

    tiap bagian jiwa dalam pemuasannya. Begitu juga Arthur Gorden melihat

    bahwa kemampuan mengharmoniskan dorongan-dorongan psikis dengan

    realitas dengan sendirinya akan terbentuk kepribadian yang sehat dan akan

    melahirkan tingkah laku yang sehat pula (normal). 15

    c) Pengertian Gangguan Mental

    Yang dimaksud dengan gangguan adalah hal-hal yang

    menyebabkan ketidak beresan (ketidakwarasan) atau ketidakwajaran

    terhadap kesehatan metal atau jiwa. 16

    Dalam terminologi yang lain gangguan mental ialah adanya

    ketidakseimbangan yang terjadi dalam diri kita, berpusat pada perasaan,

    emosional dan dorongan (motif/ nafsu), yang mengakibatkan pada

    ketidakharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa, yang menyebabkan

    kehilangan daya tahan jiwa, pada akhirnya jiwa menjadi labil dan

    14 Ibid., hlm. 16.15 F. Patty, dkk, Pengantar Psikologi Umum, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hlm. 189-

    190.16 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen

    Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., hlm. 202.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    7/54

    25

    cenderung mudah terpengaruh pada hal-hal yang negatif, serta dirinya

    tidak mampu merasakan kebahagiaan serta tidak mampu

    mengaktualisasikan potensi-potensi (kemampuan) yang ada dalam dirinyasecara wajar. 17 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia didefinisikan

    gangguan mental ialah ketidakseimbangan jiwa yang mengakibatkan

    terjadinya ketidaknormalan sikap dan tingkah laku yang dapat

    menghambat dalam proses penyesuaian diri .18

    Dengan demikian gangguan mental ialah kondisi kejiwaan yang

    lemah (sakit), yang bisa merusak kepribadian dengan tingkah lakunya

    yang tidak normal (abnormal), serta mengakibatkan seseorang atau

    individu mengalami kesulitan bersosialisasi, beraktualisasi, dan

    beradaptasi, yakni mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan

    lingkungannya.

    Orang yang mengalami gangguan mental ialah kebalikan dari

    orang yang sehat mentalnya, sebagaimana penjelasan Dadang Hawari

    menurutnya, orang yang sehat mentalnya (jasmani/ jiwa, psikis) ialah

    orang yang pikiran, perasaan, serta perilakunya itu baik, tidak melanggar

    hukum, norma, dan etika, serta tidak merugikan orang lain ataupun

    lingkungannya. 19

    Sementara itu Dr. Kartini Kartono gangguan mental ( mental

    disorder) ialah bentuk penyakit atau gangguan dan kekacauan fungsi

    mental atau kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan

    mereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan/ mental

    terhadap stimuli eksternal dan ketegangan-ketegangan; sehingga muncul

    gangguan fungsional atau gangguan strukural dari satu bagian atau lebih

    dari sistem kejiwaan. 20

    17 Zakiyah Daradjat, op. cit., hlm. 13.18 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen

    Pendidikan dan Kebudayaan¸ op. cit., hlm. 202.19 Dadang Hawari, Al-Quran, Ilmu Kedokteran Jiwa Dan kesehatan Jiwa, (Jakarta: Dana

    Bakti Primayasa, 1999), hlm.20 Kartini Kartono dan Jenny Andari, op cit., hlm.80-81

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    8/54

    26

    Zakiyah Daradjat, mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa;

    gangguan mental adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak wajar

    (normal) baik yang berhubungan dengan fisik (tingkah laku), kepribadian,kejiwaan, maupun psikis (psikologis). 21

    Orang yang terganggu mentalnya biasanya, pikirannya pendek,

    tidak memiliki pandangan hidup yang luas, sikap hidupnya penuh perasaan

    pesimis, dan biasanya suka menunda-nunda waktu, serta cenderung

    mengeluh. Apabila telah mengalami kondisi psikologis semacam itu jelas

    kondisi psikis kita terganggu. Ciri yang paling mudah dikenali dari kondisi

    mental yang tidak sehat yaitu perasaan selalu malas berbuat sesuatu,

    kondisi tubuh merasa selalu capek, isi pikiran dan hati diliputi perasaan iri,

    dengki, curiga, dan pikiran-pikiran aneh lain dan selalu diliputi

    keinginan-keinginan yang tidak masuk akal (irrasional).

    Gangguan mental sekecil apapun dapat merusak kepribadian atau

    citra diri. Maka deteksi dini mutlak perlu dilakukan terhadap diri kita

    dengan tujuan untuk mengenal kondisi kesehatan mental sedini mungkin,

    sehingga kita dapat mengarahkan diri agar tidak menderita gangguan

    mental. Deteksi diri (psycho-diagnostic) terhadap gangguan mental sejak

    dini perlu dilakukan oleh siapapun, yang menyadari betapa penting dan

    berharganya kesehatan metal yang melebihi hal apapun. Hal ini bisa

    dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain.

    21Zakiyah Daradjat, op. cit., hlm. 33

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    9/54

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    10/54

    28

    menggunakan sebuah alat yang disebut dengan akal ( inteligensia ),

    yang berada dalam otak sebagai tempat singgah dalam proses berfikir.

    Ada beberapa tingkatan dalam berfikir yaitu; berfikir konkrit, berfikirskematis, dan berfikir abstrak. Dengan berfikir seseorang bisa

    memperoleh pengetahuan, pengertian dan ilmu pengetahuan yang

    bertujuan untuk memperoleh kebenaran dalam bentuk apapun, seperti

    kebenaran dalam bertindak dan bertingkah laku. 25

    Berfikir bisa disebut juga, gejala atau kondisi kejiwaan yang

    dapat menetapkan hubungan-hubungan antara ketahuan-ketahuan kita.

    Berfikir merupakan proses dialektika, yakni selama individu berfikir,

    pikiran akan mengadakan tanya jawab ataupun melakukan

    pertimbangan-pertimbangan, untuk bisa memutuskan suatu persoalan

    yang akan dilakukan. Dalam proses dialektika itulah yang memberi

    arah atau pengertian agar pikiran tidak salah dalam memberikan

    keputusan. 26

    Adams, memberikan definisi bahwa, berfikir ialah suatu proses

    aktif, yang meliputi penggunaan, pengamatan, tanggapan, simbol-

    simbol, tanda-tanda atau kata-kata, pembicaraan batin dan pengertian-

    pengertian. Oleh karena itu berfikir dapat didefinisikan sebagai setiap

    urutan kesadaran yang diarahkan pada suatu tujuan yang belum ada

    kepastiannya. Setiap berfikir yaitu diarahkan sebagai bentuk problem

    solving (pemecahan masalah). Jenis berfikir setiap individu tidaklah

    sama, yaitu sesuai dengan hakekat persoalan yang dihadapi, tujuan

    yang diinginkan dan pendekatan terhadap setiap persoalan. 27

    Adapun kondisi pikiran yang sehat diantaranya yaitu, mampu

    berfikir secara cepat, akurat dan sistematis, realistis, mampu

    berkonsentrasi, tidak merasa lelah dan tidak merasa gundah dan kacau

    25 Ibid., hlm. 51.26 Agus Sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 58.27Adams, Pokok-Pokok Ilmu Jiwa Umum, Tej, Wayan Ardhana dan Sudarsono, (Surabaya:

    Usaha Nasional, 1985), hlm. 117-118.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    11/54

    29

    (distorsi ).28 Dengan demikian apabila diri seseorang merasakan hal

    yang sebaliknya dalam pikirannya, ini merupakan suatu gejala

    timbulnya gangguan mental ataupun gangguan jiwa secara umum.2) Perasaan

    Setiap aktivitas, tingkah laku dan pengalaman kita diliputi oleh

    perasaan. Disamping pikiran perasaan juga mempunyai peran untuk

    memberikan pertimbangan bagaimana seseorang atau individu untuk

    berbuat dan bertingkah laku. Perasaan juga termasuk naluri manusia

    yang banyak memberi pengaruh serta mempengaruhi perkembangan

    sikap dan tingkah lakunya.

    Ada dua macam perasaan manusia sebagaimana yang

    dikategorikan oleh Jamaludin Kafie yaitu digolongkan ke dalam dua

    bentuk, yakni: Pertama , perasaan yang dikategorikan sebagai perasaan

    kejasmanian (rendah) seperti, perasaan penginderaan, perasaan vital,

    perasaan psikis dan perasaan pribadi. Kedua perasaan kerohanian

    (tinggi), seperti perasaan religius (hal yang suci), perasaan etis (hal

    yang baik), perasaan estetik (hal yang indah), perasaan egoistis (hal

    diri sendiri), perasaan sosial (hal bersama), perasaan simpati (hal

    tertarik) dan perasaan intelektual (hal yang benar). 29

    Perasaan disebut juga sebagai gejala rasa atau disebut juga

    sebagai gejala emosi. Prof. Hukstra mendefinisikan perasaan yang

    dikutip oleh Agus Sujanto, perasaan ialah suatu fungsi jiwa untuk

    dapat mempertimbangkan dan mengukur sesuatu menurut rasa senang

    dan tidak senang. 30 Perasaan biasanya disifatkan sebagai kondisi

    kejiwaan yang dialami oleh setiap manusia pada suatu waktu. Seperti

    orang merasa iba, terharu, gembira, merasa gembira atau sedih,

    tercengang dan sebagainya.

    28 William Gladstone, Apakah Mental Anda Sehat, terj, Jeanette M, Lesmana, dkk, (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1994), hlm. 20-21.

    29 Jamaluddin Kafie, op. cit., hlm. 51-52.30 Agus Sujanto, op. cit., hlm. 75.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    12/54

    30

    Secara sederhana perasaan bisa dimaknai sebagai suatu kondisi

    kejiwaan sebagai akibat dari adanya peristiwa-peristiwa, pada

    umumnya datang dari eksternal individu, yang bisa menimbulkankegoncangan-kegoncangan pada diri individu yang mengalaminya. 31

    Perasaan yang dimiliki oleh setiap orang tidaklah sama, itu semua

    tergantung pada kondisi atau peristiwa yang mempengaruhinya atau

    yang dialaminya.

    Disamping pengaruh stimulus dari luar, perasaan juga

    bergantung pada; Pertama , kondisi jasmani dan rohani. Kedua sifat

    pembawaan yang erat hubungannya dengan kepribadian seseorang.

    Ketiga kondisi perkembangan seseorang, yakni keadaan yang pernah

    mempengaruhi, akan dapat memberikan corak dalam perkembangan

    perasaannya. Disamping itu faktor lain yang dapat mempengaruhi

    perasaan seseorang, misalnya; keluarga, lingkungan, tempat kerja,

    sekolah dan sebagainya. 32 Ekspresi perasaan ini bisa dilihat dari

    keadaan jasmani, karena banyak perasaan timbul bersamaan dengan

    peristiwa tubuh, seperti tertawa, marah, membentak, mengepal tangan,

    menangis, mengerutkan dahi dan sebagainya, ini semua tak lain adalah

    sebagai perbuatan-perbuatan tubuh (badan) untuk melahirkan

    perasaan. Tanggapan-tanggapan perasaan dapat diwujudkan dengan

    gerakan-gerakan seperti, perubahan raut muka (mimik) dan

    gerakan-gerakan tubuh yang lain baik sebagian ( pantomimic) maupun

    seluruhnya.

    Sebagai bentuk gejala ( symptom ) terhadap mental, yakni

    terganggu tidaknya kondisi mental seseorang itu bisa diamati atau bisa

    dirasakan lewat perasaannya, untuk mengetahuinya bisa kita rasakan

    atau kita amati terhadap gejala-gejala baik secara psikis maupun secara

    fisik seperti, denyut jantung yang sangat cepat tidak seperti biasanya,

    pernafasan yang tidak teratur atau tidak seperti biasanya, raut muka

    31 H. Zuhairi dan Sardjoe, Ilmu Jiwa Umum, (Surabaya: Usaha Nasional, 1984), hlm. 932 Ibid., 10-11.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    13/54

    31

    yang tidak seperti biasanya (seperti tampak pucat, tampak murung,

    tampak bersedih, dan sebagainya), kehilangan gairah dan sebagainya. 33

    Perasaan sebagai bagian kondisi kejiwaan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kondisi mental, tingkah laku dan

    kepribadian. Cannon seorang ahli kejiwaan dengan teori sentralnya ,

    yang dikutip oleh Zuhairini, mengemukakan bahwa gejala jasmani itu

    merupakan suatu akibat dari perasaan ataupun emosi yang dialami oleh

    seseorang atau individu. Jadi gejala-gejala jasmani itu merupakan

    akibat dari kondisi perasaan ataupun emosi yang sedang dialaminya.

    Disamping teori tersebut James dan Lange dengan teori perifernya

    mengemukakan bahwa gejala-gejala jasmani itu bukan akibat dari

    kondisi perasaan ataupun emosi yang dialami oleh seseorang, akan

    tetapi sebaliknya yaitu kondisi perasaan ataupun emosi yang dialami

    seseorang akibat dari gejala-gejala jasmaniah. 34 Dari kedua teori ini

    setelah dilakukan analisa bahwa keduanya tidak bisa dipisah-pisahkan

    karena keduanya merupakan satu-kesatuan yang utuh yang ada dalam

    diri manusia yang saling mempengaruhi terhadap kondisi mental

    seseorang, secara sederhana dapat dikatakan bahwa mental seseorang

    itu dapat dipengaruhi kondisi internal maupun kondisi eksternal.

    Apabila suatu aktivitas perasaan melebihi batas hingga

    kemungkinan komunikasi terganggu, maka yang timbul ialah emosi,

    karena manusia sudah demikian jatuh terperangkap oleh perasaannya

    dan larut didalamnya hingga tidak mampu lagi menguasai dirinya dan

    juga tidak mampu mengendalikan perasaannya, maka yang terjadi atau

    yang timbul adalah bentuk-bentuk sikap dan perilaku emosional yang

    cenderung negatif.

    Dengan demikian mental yang sehat ataupun tidak itu bisa

    diukur sendiri, melalui kapasitas perasaan, yakni apakah perasaannya

    dapat bekerja dalam batas kewajaran atau justru sebaliknya. Apabila

    33 Ibid., 12.34 Ibid., 13.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    14/54

    32

    kondisi perasaan kita bekerja pada batas ketidakwajaran dan disertai

    dengan gejala-gejala jasmaniah yang tidak seperti biasanya (tidak

    wajar) berarti mental atau jiwa seseorang mulai terganggu. Kondisi perasaan seperti inilah yang bisa disebut sebagai gejala terjadinya

    gangguan mental. Maka dari itu perasaan seseorang perlu didik dan

    dilatih agar menjadi baik, wajar stabil, dan proporsional dan bernilai

    positif, sehingga dengan sendirinya akan membentuk mental yang

    sehat. 35

    3) Emosi

    Kondisi kejiwaan yang dapat mempengaruhi “mental”,

    disamping pikiran dan perasaan juga dipengaruhi oleh “emosi”. Emosi

    dengan perasaan hampir tidak ada perbedaannya. Emosi dalam

    pengertiannya sangat bermacam-macam, seperti “keadaan bergejolak”,

    “gangguan keseimbangan”, “ respon kuat dan tidak teratur terhadap

    stimulus”. Dari pengertian-pengertian tersebut memiliki

    kecenderungan yang sama bahwa, keadaan emosional itu menunjukkan

    penyimpangan dari keadaannya normal. Keadaan yang normal adalah

    keadaan yang tenang atau keadaan seimbang fisik dan sosial. 36 Dalam

    emosi itu sudah terkandung unsur perasaan yang mendalam ( intense) .

    Secara definitif kata emosi berasal dari kata emotust atau emovere ,

    artinya; mencerca, menggerakkan (to stir up ) yakni, sesuatu yang

    mendorong sesuatu di dalam diri manusia. Emosi merupakan

    penyesuaian organis yang timbul secara otomatis dalam diri seseorang

    setiap menghadapi peristiwa-peristiwa tertentu, jadi emosi digerakkan

    oleh kondisi gejolak psikis. Gejalanya bisa diperoleh dari faktor dasar

    yakni, watak, karakter, hereditas, dan atau dipengaruhi oleh

    lingkungan. 37

    35 Jamaluddin Kafie, op. cit., hlm. 5236 M. Dimyati Mahmud, Psikologi; Suatu Pengantar, (Yogyakarta: BPFE-

    YOGYAKARTA, 1990), hlm. 163.37 Jamaluddin Kafie, op. cit., hlm. 53.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    15/54

    33

    Disamping pengertian diatas yang dimaksud dengan emosi

    ialah suatu kondisi perasaan yang melebihi batas, terkadang tidak

    mampu menguasai diri dan menjadikan hubungan pribadi dengandunia luar menjadi terputus. Ketidakmampuan untuk mengendalikan

    perasaan tersebut terhadap setiap problem akan melahirkan sikap yang

    emosional yang cenderung negatif.

    Emosi bisa muncul apabila kurang adanya penyaluran motoris

    (gerak dari dalam) yang cepat dari situasi yang dihadapinya. Misalnya

    tiba-tiba ada orang yang cinta atau membenci yang sangat berlebih-

    lebihan terhadap suatu hal, ini terjadi akibat dari refleksi motoris

    kurang bisa tersalurkan dalam situasi gejala itu timbul. Akan tetapi

    apabila sudah mampu memberikan reaksi kepada suatu yang

    dipikirkan atau dirasakan secara tepat maka sedikit-demi sedikit

    emosinya akan mereda. 38 Emosi yang tampak dalam diri individu

    ataupun orang lain itu bisa diukur melalui atau dengan melihat

    perubahan-perubahan kondisi jasmani yang ada pada diri individu

    tersebut.

    Pada dasarnya (secara fitrah) setiap manusia memiliki sifat

    emosional, jadi emosi tidak bisa dibunuh, akan tetapi emosi harus

    disalurkan dengan cara yang baik. Emosi timbul tidak datang secara

    otonom, melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang ada dalam

    diri individu, ketika menyikapi suatu hal (problem). Faktor-faktor yang

    mempengaruhi emosi diantaranya, kondisi pikiran, kondisi perasaan,

    motivasi, kehendak dan kondisi jasmani. Kondisi jasmani juga bisa

    menentukan kadar volume kondisi emosi seseorang , misal seseorang

    atau individu ketika kondisi jasmani nya, lemah, capek, lesu dan

    sebagainya biasanya kalau sedang dihadapkan suatu persoalan, dalam

    penyikapannya lebih cenderung pada sikap yang emosional, pada

    kondisi semacam ini tindakan atau perilaku yang ditampakkan

    cenderung tidak sehat (tidak normal).

    38 Ibid.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    16/54

    34

    Perasaan-perasaan emosional kapan saja kita bisa mengalami

    suatu emosi, aspek yang paling kongkrit yaitu perasaan yang

    ditimbulkan, seperti pengalaman takut, marah, sedih atau gembira, ituakan melahirkan sensasi yang kuat dan hebat dalam diri seseorang.

    Disamping perasaan-perasaan yang bersifat subyektif tersebut, ada

    aspek-aspek emosi lain yang paling kongkrit, secara fenomena logis

    perasaan-perasaan emosional itu bisa diamati atau dirasakan pada

    perubahan-perubahan dalam tingkah laku, seperti berkelahi, marah-

    marah, mengamuk, berkelahi, melarikan diri, diam membeku, tertawa,

    menangis serta ucapan-ucapan tertentu dan sebagainya, disamping itu

    ekspresi emosional bisa diamati lewat ekspresi raut wajahnya, seperti

    tampak tegas, tampak memerah, tampak cemberut, mata melotot dan

    sebagainya, dan juga bisa dirasakan atau diamati lewat kondisi jasmani

    yang lain seperti mulut kering, keringat dingin, sakit perut dan

    sebagainya. 39 Dengan demikian ekspresi wajah, dan kondisi jasmani

    serta tingkah laku yang tidak seperti biasanya merupakan pantulan dari

    sikap emosi. Faktor yang mempengaruhi emosi ialah sangat beraneka

    ragam, yakni tergantung pada stimulus yang mempengaruhinya.

    William James seorang ahli psikologi yang dikutip oleh

    Dimyati Mahmud dalam bukunya Psikologi suatu Pengantar (1990)

    mengemukakan bahwa “perasaan dan sensasi emosional itu merupakan

    reaksi bawaan terhadap stimulus tertentu”. Melalui proses conditioning

    hampir setiap stimulus dapat dibuat untuk membangkitkan respon

    emosional, misalnya kita tiap hari dihadapkan terus menerus pada

    persoalan yang sama apa bila emosi kita tidak kuat maka akan timbul

    sikap emosional yang cenderung negatif, seperti menendang, menjerit,

    marah, mengamuk dan sebagainya. 40

    39 M. Dimyati Mahmud, op. cit., hlm. 163.40 Ibid., hlm. 176.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    17/54

    35

    Sikap emosional yang ada dalam diri manusia yang didasarkan

    pada arah aktivitas tingkah laku emosionalnya itu ada empat bentuk

    yaitu:1. Marah: yakni orang bergerak menentang sumber frustasi

    2. Takut: yakni orang bergerak meninggalkan sumber frustasi

    3. Cinta: yakni orang bergerak menuju sumber kesenangan

    4. Depresi: yakni orang menghentikan respon-respon terbukanya 41

    dan mengalihkan emosi ke dalam dirinya sendiri.

    Selama emosi berlangsung banyak terjadi perubahan-

    perubahan pada alat tubuh, perubahan-perubahan ini bisa membantu

    untuk mendeteksi berbagai reaksi pada orang-orang atau individu yang

    sedang mengalami emosi. Perubahan-perubahan itu adalah:

    a) Pupil mata membesar, alis melebar, dan bola mata melotot

    b) Kecepatan dan denyut jantung bertambah

    c) Tekanan darah meningkat; volume darah pada anggota badan

    terutama lengan, kaki, dan muka bertambah, akibatnya kulit

    menjadi merah

    d) Ujung rambut berdiri

    e) Pernafasan menjadi tak teratur, kadang-kadang cepat, kadang-

    kadang lambat

    f) Saluran paru-paru melebar sehingga orang dapat menghirup lebih

    banyak oxygen

    g) Liver lebih banyak mengeluarkan gula ke otot-otot

    h) Kelenjar keringat pada kulit mengeluarkan banyak sekali keringat

    (dikenal dengan keringat dingin)

    i)

    Kelenjar ludah terhambat dengan tanda mulut menjadi kering j) Pencernaan berhenti

    k) Kelenjar adrenal mengalirkan hormone adrenalin ke dalam darah

    dengan akibat jantung berdebar lebih cepat, liver mengalirkan gula

    41 Ibid., hlm. 166.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    18/54

    36

    ke dalam darah untuk tenaga otot, dan meningkatkan kemampuan

    darah untuk mengental dengan cepat. 42

    Dari sekian gejala-gejala tersebut diatas dapat diketahui bahwa

    emosi yang ada dalam diri individu atau seseorang bisa mempengaruhi

    kondisi mental ataupun jiwa seseorang tergantung bagaimana

    seseorang itu mampu mengatur emosinya.

    Dalam penelitian anatomis memperkuat gagasan bahwa pada

    dasarnya emosi dasar itu satu yaitu excitement (keadaan bergejolak)

    sebagai lawan keadaan calm (tenanga), telah diketahui bahwa otak lah

    yang mengendalikan dan mengatur alat-alat tubuh bagian dalam

    melalui salah satu dari dua saraf yang saling bertentangan, yaitu:

    1. Syaraf simpatik yaitu syaraf yang mengatur tubuh pada saat dalam

    keadaan genting. Syaraf ini berfungsi pada empat macam kondisi

    yaitu, apabila hidup terancam, selama sakit yang terus menerus,

    selama usaha yang keras dan selama takut dan marah.

    2. Syaraf parasimpatik yaitu syaraf yang memiliki peran untuk

    mempertahankan atau mengatur tubuh agar selalu tetap dalam

    keadaan normal. Misalnya; menciutkan mata pada saat terkenacahaya yang sangat terang, mengontrol pencernaan makanan,

    buang air, dan sebagainya. 43

    Di antara kedua fungsi saraf tersebut (saraf simpatik dan

    parasimpatik), keduanya saling mempengaruhi kondisi mental

    seseorang, karena keduanya memiliki peran yang berbeda sehingga

    kadar emosional seseorang juga dipengaruhi oleh kedua saraf

    tersebut. 44

    Perlu dimengerti dan juga diantisipasi bahwa emosi yang tidakstabil dapat mengganggu pikiran (berfikir), sedangkan berfikir adalah

    alat terbaik untuk memecahkan persoalan, dan juga bisa mengganggu

    42 Ibid., hlm. 168.43 Ibid., 17044 Ibid.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    19/54

    37

    perasaan. Apabila pikiran dan perasaan terganggu oleh emosi yang

    tidak stabil tersebut, yang terjadi adalah pikiran dan perasaan menjadi

    bingung sehingga tidak bisa berfikir secara obyektif. Dan lebih parahlagi kondisi mental kita sampai pada taraf diffusi yakni dalam kondisi

    ini orang melakukan banyak gerakan yang tidak ada gunanya, seperti;

    berjalan mondar-mandir, menarik-narik rambut, menghempaskan apa

    saja yang ada di depannya, berteriak dan sebagainya. 45

    Disamping dapat mengganggu kesehatan mental emosi yang

    tidak normal juga dapat mengganggu kondisi fisik ( fisiologis ). Dalam

    kedokteran jiwa dan psikologi dikenal dengan istilah psychosomatic

    atau psychosomatic medicine. Ide dasar psychosomatic medicine itu

    adalah banyak keluhan jasmaniah yang berakar pada reaksi psikologis

    seseorang terhadap kehidupan. Seperti penyakit radang usus bisa

    disebabkan tekanan-tekanan emosi yang dibarengi oleh telalu

    banyaknya sekresi hydrochloric acid . Di dalam perut, yang

    menyebabkan terjadinya radang dan pendarahan. Penyakit-penyakit

    lain yang berakar pada emosi yang kuat berupa penyakit kulit, tekanan

    darah tinggi, asthma dan sakit kepala. Kalau tidak menyebabkan

    timbulnya penyakit, emosi sebagai bentuk proses terjadinya suatu

    penyakit. 46 Emosi yang tidak stabil dan terlalu berlebihan yaitu sebagai

    bentuk gejala terjadinya gangguan mental.

    4) Kehendak

    Kehendak atau kemauan disebut juga gejala konasi atau gejala

    karsa yang ada dalam diri (jiwa) seseorang, juga termasuk fungsi jiwa

    yang memberi dorongan untuk menuju atau menghindari sesuatu.

    Kalau pikiran memiliki fungsi untuk mengatur dan mengontrol dan

    perasaan berfungsi untuk merasakan (menilai) dan memberikan

    pertimbangan, maka kehendak merupakan fungsi jiwa yang memiliki

    fungsi untuk menentukan berhasil atau tidaknya suatu keinginan,

    45 Ibid., hlm. 17846 Ibid., 179.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    20/54

    38

    karena kehendak atau kemauan merupakan tujuan aktif untuk menuju

    pelaksanaan suatu tujuan.

    Kehendak atau kemauan yang ada dalam diri manusia, menurutSigmund Freud, dorongan tersebut dibentuk atas tiga dimensi sifat

    dasar kejiwaan yang saling mempengaruhi yang ada dalam jiwa

    manusia yaitu Das Es, Das Ich dan Das Uber Ich atau yang kita kenal

    dengan istilah “Id”, “Ego”, dan “Super Ego”. Id yaitu sebagai bentuk

    fitrah manusia yang cenderung mengejar kesenangan yang harus selalu

    terpenuhi atau sebagai bentuk kehendak atau kemauan dasar manusia

    yang harus dipenuhi. Sedangkan Ego ialah berfungsi sebagai pengatur

    atau yang memberikan pertimbangan dari setiap kemauan atau

    kehendak yang ditimbulkan oleh Id, bisa dikatakan Ego adalah sebagai

    alat rem terhadap Id, dan Super Ego yaitu hampir sama dengan Id akan

    tetapi kualitasnya lebih tinggi dan lebih selektif dalam memberikan

    pertimbangan terhadap Id, karena dalam diri (batin) kita terjadi

    pertentangan antara Id dan Ego, disinilah peran Super Ego untuk

    memberikan pertimbangan terhadapa tindakan seseorang yang harus

    dilakukan. Super Ego lebih condong pada pertimbangan yang sifatnya

    terkait dengan etika, moral, norma atau dapat disamakan dengan

    iman, jadi Super Ego merupakan kontrol atas semua kemauan

    seseorang yang lebih sempurna. 47

    Kehendak atau kemauan terhadap sesuatu itu muncul karena

    adanya dorongan –dorongan naluriah terhadap dunia luar dan relasi-

    relasi terhadap manusia dan benda yang berbentuk kebutuhan, hasrat,

    cita-cita, keinginan dan nafsu. Jadi kehendak manusia pada dasarnya

    ingin memiliki, akan tetapi keinginan memiliki tersebut lah yang akan

    mendorong seseorang mempunyai dorongan yang disebut dengan

    “kehendak” atau “kemauan”. Apabila keinginan untuk memiliki tidak

    terealisasi maka yang terjadi adalah kekosongan inilah yang

    mendorong timbulnya suatu kehendak atau kemauan.

    47 Agus Sujanto, op. cit., hlm. 132-133.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    21/54

    39

    Kemauan atau kehendak itu dapat diamati atau dianalisis dalam

    empat momen. Pertama, saat objektif, yakni, saat timbulnya idea dan

    relasi dengan obyek. Kedua, saat dinamis (saat usaha), yakni kemauanmerupakan pendorong perbuatan seluas mungkin. Perbuatan adalah

    pendorong mengisi kekosongan dan kekosongan adalah kebutuhan

    serta kebutuhan merupakan dasar suatu usaha. Kebutuhan yaitu

    bersifat statis dari pada suatu yang belum dikerjakan. Sedangkan usaha

    adalah merupakan suatu kehendak yang bersifat dinamis. Ketiga , saat

    subyektif, yaitu saat memilih dan mempertimbangkan atas segala yang

    dikehendaki sebelum diwujudkan dalam sebuah tindakan. Pada saat

    menentukan atau pada saat proses memutuskan mengambil suatu

    pilihan yang tepat yang akan dilakukan atau dikerjakan, dalam hal ini

    faktor motif sangat membantu mempercepat proses mengambil suatu

    keputusan tersebut. Setelah melalui proses tersebut maka yang akan

    muncul dalam diri kita atau dalam kehendak kita akan muncul

    berbagai kemungkinan, diantaranya, menerima atau menolak,

    dikerjakan atau menghindar, maju atau mundur dan sebagainya, yakni

    dalam kondisi semacam ini disebut dengan masa kebimbangan. Jadi

    tindakan kemauan yang final sangat ditentukan atau terletak pada

    keputusan ini. Keempat, saat aktual, yaitu berbentuk

    tindakan, aktivitas atau gerakan, sikap, tingkah laku dan sifat-sifat

    tertentu yang lain. 48

    Antara saat objektif, saat dinamis dan saat subjektif ialah masih

    pada tahap kemauan dalam pikiran (ide atau konsep). 49 Pada tahap

    aktual inilah keputusan telah ditentukan, sehingga bentuk perilaku

    yang ditampakkan oleh seseorang merupakan keputusan final dan

    cerminan dari dalam dirinya. Kehendak merupakan kesanggupan

    pribadi manusia yang memiliki corak yang sangat menentukan tingkah

    lakunya. Akan tetapi yang perlu diwaspadai dan disadari disini yaitu,

    48 Jamaluddin Kafie, op. cit., hlm. 54-5549 Ibid.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    22/54

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    23/54

    41

    yang berada pada dimensi alam bawah sadar. 51 Begitu juga J.B.

    Watson penganut faham psikologi behaviorisme, yang dikutip oleh

    Drs. M. Dimyati Mahmud, mengatakan bahwa sumber utama konflikatau gangguan-gangguan mental lain itu ialah akibat dari sesuatu yang

    disadari atau juga kondisi lingkunganlah yang mempengaruhinya

    tingkah laku seseorang. 52 Jadi tingkah laku ialah manifestasi dari

    kondisi kejiwaan yang tidak bisa ditipu dan segala bentuk konflik

    ataupun problem yang terjadi pada diri kita atau seseorang itu bisa kita

    amati lewat sikap dan tingkah laku yang diwujudkannya.

    Sebagai mana penjelasan tersebut di atas, bahwa tingkah laku

    ialah merupakan ekspresi dan manifestasi dari gejala-gejala hidup

    kejiwaan yang ada dalam diri manusia tersebut. Maka segala sikap

    tindakan yang dilakukan tidak bisa lepas dari kondisi kejiwaannya

    karena, manusia itu terbentuk atas dua dimensi yakni dimensi jasmani

    dan dimensi rohani, yang mana keduanya saling mempengaruhi.

    Tingkah laku manusia mempunyai arah dan tujuan yaitu untuk

    memenuhi suatu kebutuhan hidupnya baik sebagai mahluk individual,

    sosial, dan mahluk berketuhanan. Kebutuhan manusia merupakan

    dorongan dari kehendak, atau kemauan, pikiran, emosi dan perasaan,

    dimana semuanya secara totalitas bekerjasama untuk menentukan

    tingkah laku yang tepat (positif) yang harus dilakukan oleh manusia

    untuk memenuhi semua kebutuhan. 53

    Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tingkah

    laku manusia menurut tinjauan psikologis ialah beberapa macam

    aktivitas, kegiatan dan tindakan manusia yang tampak secara riil

    (obyektif dan terbuka) sebagai bentuk penampakan (ekspresi/

    51 Segimund Freud, Psikoanalisis Sigmund Freud , terj, Ira Puspitorini, Ikon (Yogyakarta:Teralitera, , 2002), hlm. 324.

    52 M. Dimyati Mahmud, Psikologi; Suatu Pengantar, op. cit., hlm. 15-16.53 Jamaluddin Kafie, op. cit., hlm. 48-50.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    24/54

    42

    manifestasi) dari adanya dorongan-dorongan psikis untuk memenuhi

    atau mencapai suatu kehendak atau kemauan dan tujuan hidupnya. 54

    Menurut Dr. Kartini Kartono ada sepuluh symptom (gejala) ataufaktor yang dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang.

    Yaitu:

    1. Tropisme, ialah gejala desakan yang menyebabkan timbulnya

    gerakan-gerakan atau tujuan ke satu arah tertentu. Seperti kita ingin

    mencintai seseorang.

    2. Refleks, ialah reaksi yang tidak disadari terhadap stimulus-stimulus,

    dan berlangsung diluar kemauan kita. Refleks itu ada dua bentuk

    yaitu, refleks bersarat dan tidak bersarat. Refleks bersyarat yakni

    sikap atau tingkah laku yang dipengaruhi atau dididik, sebagaimana

    dalam teori operan conditioning, yang dipelopori oleh Pavlov dan

    kawan-kawan. Sedangkan refleks tidak bersyarat ialah tindakan,

    sikap atau tingkah laku yang timbul secara otomatis, seperti

    melarikan diri saat ketakutan, mengedipkan mata saat kemasukan

    debu dan sebagainya.

    3. Instinct (naluri ) , ialah kesanggupan melakukan hal-hal yang

    kompleks tanpa melakukan latihan sebelumnya, terarah pada tujuan

    berarti bagi si subyek tidak disadari dan berlangsung secara mekanis.

    Tingkah laku semacam ini, misalnya tiba-tiba kita ingin berbuat

    sesuatu penuh dengan keyakinan dimana perbuatan itu tidak kita

    sadari sebelumnya, berarti tingkah laku kita dituntun oleh naluri atau

    insting yang ada dalam diri kita. Bersamaan dengan dorongan-

    dorongan, naluri menjadi faktor penggerak bagi segala tingkah laku

    dan aktivitas manusia, dan menjadi tenaga dinamis yang tertanam

    sangat mendalam yang ada dalam pribadi manusia.

    4. Otomatisme, ialah gejala gerak-gerak yang berlangsung dengan

    sendirinya, tidak disadari dan ada diluar kehendak kita. Misalnya,

    berbicara, mengendarai sepeda, berjalan, menulis dan sebagainya.

    54 Ibid.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    25/54

    43

    5. Kebiasaan, ialah bentuk tingkah laku yang tetap dari usaha

    penyesuaian diri terhadap lingkungan yang mengandung unsur

    afektif perasaan. Tingkah laku atau kepribadian seseorang bisa kitaketahui atau kita amati lewat kebiasaan-kebiasaan yang

    dilakukannya. Kondisi mental yang tidak sehat ataupun kepribadian

    yang buruk itu bisa kita rasakan atau kita amati lewat kebiasaan-

    kebiasaan tindakan yang kita lakukan. Kebiasaan ini biasanya

    dipengaruhi oleh kondisi dari dalam diri kita sendiri dan lingkungan

    (bisa berupa: keluarga, masyarakat, pendidikan/ sekolah). Jadi

    kebiasaan juga bisa sebagai penentu atau cerminan bagian terbesar

    dari kepribadian kita.

    6. Dorongan-dorongan (drives), ialah suatu desakan yang sifatnya

    alami yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup,

    dan merupakan kecenderungan untuk mempertahankan hidup.

    Dorongan-dorongan semacam inilah yang dapat menuntun sikap dan

    tingkah laku manusia untuk berbuat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

    tersebut. Terkadang pemenuhan kebutuhan itu dilakukan dengan

    berbagi cara. Pendidikan an kebiasaan-kebiasaan yang baiklah yang

    dapat mempengaruhi dorongan-dorongan tersebut, bahkan dapat

    memperkuatnya, sehingga dalam pemenuhannya dapat dilakukan

    dengan sikap dan tingkah laku yang baik (positif) pula. Seperti

    dorongan ingin kaya, seks, ingin bersosialisasi, berkawan dan lain

    sebagainya.

    7. Hasrat dan kecenderungan, ialah kebutuhan yang menimbulkan

    hasrat, atau suatu dorongan kuat yang ditunjukkan kepada objek

    tertentu yang dapat dilakukan berulang-ulang. Hasrat timbul dari

    dorongan dan terarah pada satu tujuan atau pada satu objek yang

    jelas (kongkrit) yang sangat diinginkan. Lawan dari hasrat ialah

    keengganan atau keseganan. Sedangkan hasrat yang selalu ingin

    diulang-ulang atau muncul kembali yaitu disebut kecenderungan.

    Kecenderungan adalah hasrat atau kesiapan reaktif yang hanya

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    26/54

    44

    tertuju pada obyek yang jelas dan selalu muncul berulang-ulang kali.

    Kecenderungan merupakan sifat watak kita yang disposisional

    (bakat/ketetapan) yakni bukan merupakan tingkah laku itu sendiri,akan tetapi merupakan sesuatu yang memungkinkan akan

    menimbulkan suatu bentuk tingkah laku dan mengarah pada obyek

    tertentu. Dari kecenderungan inilah yang akan membentuk suatu

    sikap atau tingkah laku yang mengarah pada satu kebiasaan, bahkan

    bisa disebut sebagai bentuk watak yang ada dalam diri seseorang.

    Dari kecenderungan-kecenderungan yang ada dalam diri seseorang,

    bisa kita lihat sementara karakter yang ada dalam diri individu atau

    seseorang tersebut.

    8. Nafsu: adalah kecenderungan yang kuat, hasrat yang bergolak,

    keinginan yang meluap-luap yang sangat hebat sekali, sehingga bisa

    mengganggu keseimbangan mental dan fisik. Nafsu inilah yang

    terkadang menghilangkan pertimbangan akal sehat dan

    menyingkirkan semua hasrat yang lain. Tingkah laku yang negatif

    biasanya lebih condong dikuasai oleh dorongan-dorongan nafsu

    negatif. Dan nafsu negatif biasanya lebih mendominasi sikap

    maupun tingkah dari pada nafsu positif. Nafsu inilah yang terkadang

    bisa menjerumuskan tingkah laku pada hal- hal yang negatif kalau

    tidak mampu mengendalikan atau mengatur nafsunya, sehingga

    nafsu juga bisa mendorong atau membentuk pada suatu bentuk

    tingkah laku atau karakter pada diri seseorang.

    9. Kemauan, adalah dorongan kehendak yang terarah pada tujuan-

    tujuan hidup tertentu, dan dikendalikan oleh pertimbangan akal budi.

    Jadi dalam kemauan itu ada kebijaksanaan akal dan wawasan dan

    wawasan serta ada kontrol dan persetujuan dari pusat kepribadian.

    Dari sini akan timbul dinamika dan aktivitas manusia yang diarahkan

    pada tujuan akhir. Kemauan merupakan sifat dasar manusia yang

    bertujuan untuk mengaktualisasikan bakat atau seluruh potensi yang

    ada dalam dirinya. Dengan adanya kemauan ini sehingga suatu sikap

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    27/54

    45

    dan tingkah laku dengan sendirinya akan terbentuk. Kemauan

    merupakan pemersatu ( unifikator) dari semua tingkah laku, dan

    mengkoordinasikan segenap fungsi kejiwaan menjadi bentukkerjasama yang supel dan harmonis. Maka kemauan yang sehat akan

    menjadikan seseorang satu kesatuan yang betul-betul menyadari

    tujuan hidupnya dalam setiap langkah dan tingkah lakunya. Dengan

    demikian kemauan juga merupakan suatu ukuran dari setiap gerak

    dan tingkah laku yang ditampilkan manusia.

    10. Perbuatan Kortsluiting dan Perbuatan Hati Nurani. Ialah suatu

    bentuk tingkah laku yang ditampilkan oleh satu dorongan yang kusut

    dan impuls (rangsangan pendorong dari dalam diri) yang tidak

    terkendali. Perbuatan kortsluiting yaitu didorong oleh impuls yang

    luar biasa, timbul tidak melalui saringan kepribadian, tanpa

    pertimbangan akal, mengabaikan suara batin (hati nurani) dan ini

    muncul sebagai bentuk perbuatan nafsu yang sangat tidak terkendali,

    dan hampir tidak disadarinya. Perbuatan kortsluiting muncul dan

    dilakukan tanpa pertimbangan akal sehat, akibat dari dorongan nafsu,

    kehendak, keinginan yang sangat bergejolak atau keinginan yang

    sangat kuat dan keinginan tersebut terkadang banyak hambatan

    untuk memenuhi atau mencapainya. Perbuatan ini bisa disebut

    dengan perbuatan “nekat” yang diakibatkan oleh kondisi lingkungan

    yang tidak berpihak. Banyak perbuatan kriminal dan perbuatan-

    perbuatan yang menyimpang juga ditentukan oleh perbuatan

    kortsluiting tersebut dan perbuatan ini berlangsung pada tingkat

    animal. Lawan dari perbuatan kortsluiting yaitu perbuatan hati

    nurani, yaitu setiap tindakan yang disertai dengan pertimbangan dan

    suasana pikiran yang tenang, serta melalui tapisan kepribadiannya.

    Perbuatan hati nurani ini berlangsung pada tingkat human dan

    religius, yakni perbuatannya selalu didasari dengan perbuatan yang

    baik dan terarah.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    28/54

    46

    Hati nurani itu berfungsi sebagai pengemudi dan hakim terhadap

    segenap tingkah laku, dan pikiran manusia, sebagai pengontrol yang

    kritis, sehingga sikap dan tingkah laku manusia dituntun pada jalan yang benar. Hati nurani juga menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap

    semua tingkah laku dan berani menanggung semua resiko yang

    diperbuatnya. Dengan demikian dengan hati nurani yang hidup

    seseorang bisa menilai sendiri tingkah lakunya dengan bantuan norma-

    norma, sehingga dengan bebas dan tidak khawatir lagi seseorang bisa

    bertingkah laku, karena hati nurani secara pasti akan menuntun sikap an

    tingkah laku seseorang pada tingkah laku yang positif. Sementara itu

    perbuatan kortsluiting akan menjerumuskan perbuatan seseorang pada

    tingkah laku yang negatif, karena perbuatan ini didorong atas nafsu and

    motif-motif yang ada dalam diri yang cenderung pada hal-hal yang

    negatif, perbuatan ini biasanya lebih condong pada perbuatan nekat yang

    cenderung pada perbuatan negatif, sehingga sikap dan perilaku yang

    tampak ialah tingkah laku yang menyimpang. 55

    Dari sepuluh gejala kejiwaan tersebut di atas itulah yang dapat

    mempengaruhi setiap tingkah laku yang ditampikan oleh seseorang.

    Karena tingkah laku merupakan kepanjangan dari kondisi kejiwaan yang

    tidak bisa ditipu, karena tingkah laku ini suatu gejala kejiwaan yang

    nampak dan kongkrit. Dan kepribadian seseorang itu bisa dilihat dan

    diukur melalui tingkah laku yang ditampilkannya. Begitu juga kondisi

    mental kita bisa dilihat atau di ukur sendiri melalui sikap dan tingkah

    laku kita.

    Dari kelima gejala kejiwaan itulah (pikiran, perasaan, emosi,

    kehendak dan tingkah laku) perlu senantiasa kita perhatikan dan kita

    jaga agar selalu dalam kondisi seimbang. Sehingga kondisi diri kita atau

    mental kita selalu dalam kondisi yang sehat (tidak terganggu).

    Secara umum, biasanya gejala-gejala gangguan mental bisa

    dirasakan melalui perasaan-perasaan yang tidak wajar atau kelainan-

    55 Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: Mandar Maju, 1990), hlm. 99-110.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    29/54

    47

    kelainan yang ada dalam diri kita, baik secara fisik maupun secara

    psikis. Secara psikis ada semacam ketidakwajaran pada fungsi intelek

    yang semakin tidak efisien, terkadang ada semacam masalah dalam fisikyang tidak kita ketahui asal penyebabnya, tiba-tiba kita merasa sakit.

    Gejala psikis, yang merupakan indikasi dari kondisi mental yang

    tidak sehat yang bisa menimbulkan terjadinya gangguan mental, dengan

    ciri-ciri diantaranya yaitu:

    1) Perasaan sering gelisah, menderita insomnia (kesulitan akan tidur),

    mudah tersinggung, sering mimpi buruk, mudah marah, cenderung

    bersikap agresif, dan mudah garang (kurang perhatian pada daerah

    sekitarnya).

    2) Lekas jadi cemas, sering bingung, sering lupa, suka menyendiri,

    benci terhadap keramaian, kehilangan nafsu makan dan seksual, dan

    cenderung kehilangan kontrol diri, seperti suka ceroboh, sering

    berbuat dengan tergesa-gesa dan lain-lain.

    3) Sering terjadi disorientasi waktu, kadang-kadang berperilaku

    immoral, terkadang lupa terhadap diri sendiri, terkadang berbicara

    ngelantur dan tidak jelas.

    4) Sering berbuat apatis, beku emosional, perasaan sering berganti-

    ganti, tidak mampu melakukan konsentrasi, ada kelesuan pada

    bagian interesnya,

    5) Aktivitas intelektualnya mundur dan juga kemampuan-kemampuan

    lain menjadi lemah seperti tidak bisa berfikir secara cermat.

    6) Merasa kesulitan dalam melakukan adaptasi atau adjustment dan

    sering datang perasaan-perasaan putus asa.

    7) Prestasi menurun, merasa kesulitan dalam beraktualisasi, sosialisasi,

    dan komunikasi serta timbul perasaan-perasaan cepat bosan dan suka

    mengumpat.

    8) Tanpa disadari tiba-tiba bicara sendiri tanpa dengan obyek yang jelas

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    30/54

    48

    9) Sering kehilangan kesabaran, dan perasaan ingin menjerit. 56

    Sementara itu gejala pada fisik, tanda-tanda kondisi mental yang

    terganggu, diantaranya yaitu1) Terjadi gangguan pada fungsi pencernaan makan.

    2) Kondisi stamina tubuh menurun dan otak ada semacam kelesuan,

    sehingga timbul rasa malas dan malas berfikir.

    3) Ada semacam gangguan pada alat pernafasan

    4) Tanpa disadari sering melakukan tics (gerak-gerak facial pada wajah,

    seperti; mengedip-ngedipkan mata terus menerus, mengerenyit-

    kerenyitkan cuping hidung dan bibir, dan lain)

    5) Tanpa disadari sering menendang-menendang, tiba-tiba menjerit(histeris) dan bersikap agresif

    6) Sering mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas, berdiam diri dan

    tampak stupor.

    7) Kondisi tubuh terasa capek yang luar biasa, dan suka menggerak-

    gerakkan anggota tubuh yang tidak biasa dilakukan dan otot leher

    semakin terasa kaku.

    8) Muka tampak memerah, pucat dan lemas

    9) Suka marah dan disertai dengan tindakan agresif

    10) Dan lain-lain. 57

    Dari sekian gejala yang tampak dalam diri kita sebagaimana tersebut

    di atas, semua itu merupakan cerminan dari kondisi mental yang tidak sehat

    (terganggu) yang dapat mempengaruhi kondisi jiwa, sehingga pada ujungnya

    dapat membentuk suatu kepribadian yang tidak sehat pula.

    56 Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Pathologi Seks, (Bandung: Penerbit Alumni,1985), hlm. 124-140.

    57 Ibid.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    31/54

    49

    b) Faktor Pencetus Terjadinya Gangguan Mental

    Para psikolog sepakat bahwa ada dua faktor yang sangat mempengaruhi

    terjadinya gangguan mental, yaitu faktor penyedia (predisposing factor) danfaktor pencetus (participating factor). 58

    Faktor penyedia adalah faktor yang terkondisi dalam diri individu akan

    tetapi faktor ini bersifat pasif, sedangkan faktor pencetus adalah faktor

    incidental yang dapat membangkitkan faktor penyedia menjadi aktif. Yakni

    segala bentuk pemicu yang dapat mengganggu kondisi mental ataupun jiwa

    yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan-kelainan pada kondisi jasmani

    dan psikologis, sehingga mengakibatkan gangguan-gangguan pada mental,

    baik gangguan mental ringan ( neurosis ), ataupun gangguan metal berat

    ( psychosis ). Akibat yang ditimbulkan dari gangguan mental, secara klinis bisa

    menyebabkan penderitaan ( distress) pada diri individu, antara lain dapat

    berupa; rasa nyeri, tidak nyaman, merasa pusing, merasa sakit pada sebagian

    anggota tubuh, tidak tenteram, terganggu pada disfungsi organ tubuh dan lain

    sebagainya. Gejala klinis tersebut menimbulkan disabilitas (disability )59

    Perlu diketahui bahwa seseorang yang terganggu mentalnya bisa

    menyebabkan terjadinya penurunan pada kemampuan daya ingat, daya pikir,

    dan daya emosi (perasaan), yang pada puncaknya bisa mengganggu kegiatan

    sehari-hari (personal activities of daily living) , seperti hilangnya nafsu makan,

    gairah hidup, semangat kerja, hilangnya perawatan diri, tidak terkontrolnya

    buang air besar dan kecil, dan lain sebagainya. 60

    Melihat efek yang ditimbulkan dari gangguan mental tersebut, bisa

    mengancam hilangnya kontak (komunikasi), tidak memiliki kemampuan

    untuk beraktualisai, dan sosialisasi, serta bisa menyebabkan sulitnya

    beradaptasi. Itu semua tidak terjadi begitu saja akan tetapi ada faktor yang

    58 Drs. Abdul Wahib, Puasa dan Kesehatan Mental, Media, Edisi, 10 th. 11/ Maret 1992,(Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang), hlm. 57

    59 Yang dimaksud dengan disability ialah keterbatasan atau kekurangan kemampuan untukmelaksanakan sesuatu aktivitas pada tingkat personal, yaitu melakukan kegiatan hidup sehari-hariyang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup. Lih. Rusdi Maslim, Ed, Diagnosis Gangguan Jiwa; Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, t.th, hlm. 7.

    60 Ibid.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    32/54

    50

    melatarbelakanginya. Dalam ilmu kesehatan disebut dengan “faktor pencetus”.

    Yakni Faktor yang menyebabkan atau yang mempengaruhi serta mendorong

    terjadinya gangguan metal. Orang yang terganggu mentalnya, faktor pencetusnya yaitu sangat kompleks, yakni tidak hanya diakibatkan oleh satu

    faktor. Biasanya penyakit mental awalnya ditandai dengan fenomena

    ketakutan, pahit hati, hambar hati, apatis, cemburu, iri hati, dengaki,

    kemarahan-kemarahan yang eksplosif, ketegangan batin yang kronis, dan lain

    sebagainya. Disamping hal tersebut pencetus terjadinya gangguan mental atau

    penyakit mental itu bisa diakibatkan oleh faktor internal maupun faktor

    eksternal, yakni dari dalam diri individu maupun dari luar individu yang

    mempengaruhinya.

    Adapun faktor internal maupun eksternal pencetus terjadinya gangguan

    metal diantaranya yaitu:

    1) Faktor Genetik

    Setiap organisme, apakah itu tumbuh-tumbuhan, hewan ataupun

    manusia, ia memulai hidupnya itu berasal sel yang sama (tunggal). Pada

    manusia tumbuh dan berkembang dari satu jenis sel telur ( ovum ) yang

    sudah dibuahi ( zygote) , zygote ini terbentuk atas pertemuan atau persatuan

    antara ovum (sel telur) yang berasal dari ibu dan spermato zoon (sel

    sperma) yang berasal dari ayah. 61 Dari kedua sel yang telah bercampur

    menjadi satu tersebut, ber proses ber bulan-bulan, yang pada akhirnya bisa

    membentuk berbagai bentuk baik fisik (sel otot, syaraf, kelenjar, kulit, dan

    sebagainya) maupun non-fisik (yang berupa pembentukan sel karakter,

    watak, kepribadian maupun sifat-sifat kepribadian lain).

    Sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi kondisi mental

    (jiwa) yang bisa melahirkan suatu kepribadian dalam diri manusia, yaitu

    yang disebut dengan istilah hereditas. Hereditas adalah kecenderungan

    untuk berkembang dan bertingkah laku mengikuti pola-pola tertentu,

    misalnya kecenderungan untuk berjalan tegak, kecenderungan menjadi

    orang pendiam, orang lincah, seniman, dan lain sebagainya. Herediatas ini

    61 F. Patty, dkk, op. cit., hlm. 56-57.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    33/54

    51

    bisa kita sebut dengan istilah “potensi” dasar yang dimiliki oleh manusia

    sejak ia dilahirkan. Potensi ini sedikit besar dipengaruhi oleh faktor

    genetik yang dimiliki dari salah satu orang tuanya.62

    Gen merupakan pembawa sifat-sifat hereditas. Jadi apakah diri

    kita mempunyai kulit hitam, rambut keriting atau lurus, perawakan tinggi

    atau pendek, cerdas atau kurang cerdas, periang atau pemurung, normal

    atau idiot, dan sebagainya. Semua ini di tentukan oleh sifat-sifat yang ada

    pada genes (gen). 63 Maka dapat kita ketahui bahwa sifat-sifat dasar yang

    ada pada diri kita baik lahir maupun batin telah ditentukan atau

    dipengaruhi oleh gen, karena kita berasal dari bentukan sel warisan

    (turunan).

    Kerusakan pada gen yang bisa mengakibatkan ketidaknormalan

    pada perkembangan individu baik secara fisik maupun psikis (intelektual),

    berpengaruh pada kondisi mental. Kalau kita merasa kondisi fisik maupun

    psikis kita mengalami ada semacam kelainan, itu akibat dari:

    a) Kekurangan nutrisi (gizi), terkena infeksi dan keracunan sewaktu kita

    ada dalam kandungan.

    b) Sewaktu ibu mengandung, ia menderita suatu penyakit, sehingga ada

    pengaruh yang buruk pada janin ( foetus intra uterine) . Sehingga janin

    (bayi) yang dilahirkan terindikasi akan menderita toxemia, yaitu

    peristiwa keracunan pada darah, sehingga mengakibatkan abnormalitas

    pada sistem syaraf.

    c) Terjadi keracunan pada janin ( intoxication) akibat atau efek dari obat-

    obat penenang yang mengandung racun, misal obat kontrasepsi anti

    hamil yang sangat kuat mengandung racun, akan tetapi obat tersebut

    gagal bekerja secara efektif. Atau akibat dari salah satu orang tua yang

    pecandu. Sehingga mengakibatkan pertumbuhan janin dalam

    kandungan tidak normal atau mengalami kerusakan pada mental dan

    fisik. Dimana ini bisa mengakibatkan gejala secondary amentia dan

    62 Ibid.63 Ibid., 56.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    34/54

    52

    feeble minded , yakni mengalami lemah ingatan pada anak, akibat janin

    mengalami keracunan zat besi ( plumbum; loodvergiftinging) dalam

    kandungan. Sedangkan obat yang bisa merusak janin tersebut disebutdengan istilah “teratogenik”.

    d) Pada saat mengandung ibu mengalami tekanan mental, seperti trauma,

    panik, sock, penuh ketakutan atau ibu sedang mengalami psikhosa

    (jadi gila) atau menjadi gila disaat mau melahirkan. Kondisi ibu yang

    semacam ini tidak menutup kemungkinan akan melahirkan anak yang

    lemah bahkan cacat mental.

    e) Pada saat ibu mengandung kandungannya terkena benturan yang

    sangat keras sehingga mengenai kepala janin atau bagian vital lain. 64

    Jadi tidak heran apabila ada seseorang baru umur beberapa tahun

    memiliki kelainan mental seperti idiot, agresif, dan keterbelakangan

    mental lain sebagainya, ini semua tak lain akibat gen yang dibawanya. Jadi

    gen merupakan salah satu faktor pencetus terjadi gangguan mental.

    2) Kondisi Fisik yang Tidak Normal

    Kondisi fisik yang tidak normal atau seseorang yang dilahirkan

    dengan kondisi fisik yang tidak normal (cacat), ketika seorang itu tumbuh

    dewasa atau mulai bisa berfikir dan ketika dia mulai menyadari akan

    dirinya serta keinginan bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya,

    misalnya bermain, sekolah, dan beraktualisai. Dengan melihat kondisi

    fisiknya yang tidak normal, secara naluriah dan itu pasti akan mengalami

    disintegrative dalam dirinya, yakni kondisi mentalnya akan mulai

    terganggu, seperti hilangnya rasa percaya diri, tumbuhnya rasa malu,

    minder dan sebagainya. 65 Pada tahap perkembangan selanjutnya apabila

    tidak dibekali dengan pondasi psikologis yang kuat, pasti orang yang

    mengalami cacat fisik, dalam dirinya mulai tumbuh perasaan-perasaan

    negatif atau terjadi konflik batin, yang pada puncaknya menganggap

    dirinya tidak berarti lagi, Victor E. Frankl menyebutnya orang semacam

    64 Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Pathologi Seks, op. cit., hlm. 27-28.65 Abdul Aziz El-Quussy, Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa/ Mental, terj., Zakiyah Daradjat,

    (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 72-76.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    35/54

    53

    itu telah mengalami kehampaan hidup atau kehilangan akan “makna

    hidup”. 66

    Gangguan mental akibat cacat fisik ini tidak hanya dialami atauterjadi pada seseorang yang dilahirkan dengan kondisi fisiknya yang tidak

    normal, akan tetapi ini bisa menimpa pada orang yang normal. Misal

    seseorang dengan wajahnya yang cakep, cantik, atau membanggakan

    sebagian anggota fisiknya suatu hari kecelakaan, dan mengakibatkan pada

    salah satu fisiknya cacat yaitu luka yang sangat parah pada wajahnya dan

    menimbulkan kerusakan pada wajahnya ketika sudah sembuh, disadari

    atau tidak pasti pada kondisi semacam ini kondisi mental nya akan

    mengalami kekacauan (terganggu), yang semula hidup dengan penuh

    percaya diri akan muncul dalam dirinya perasaan-perasaan yang negatif,

    seperti tumbuhnya rasa malu dan minder. Ini semua apabila tidak

    dibentangi dengan psikologis yang kuat.

    Dengan kondisi cacat fisik, secara fenomenalogis, hampir 75%

    mengakibatkan terjadinya gangguan mental atau kejiwaan. Bahkan timbul

    dalam diri yaitu perasaan-perasan hampa, seolah-olah hidupnya tidak ada

    artinya atau kehilangan visi hidup (makna hidup), dan perasaan yang

    cenderung ingin mengakhiri hidup (bunuh diri) kerap terjadi pada

    penderita cacat fisik. Sebagaimana ungkapkan Adler, yang dikutip oleh

    Prof. Dr. Abdul Aziz El-Quussy, ” kekurangan jasmani pada waktu kecil

    adalah dasar yang penting terhadap kekurangan psikologis”. 67

    Disamping kondisi fisik yang cacat, faktor pencetus lain yang

    bisa mempengaruhi metal ialah kondisi fisik kita yang selalu tidak sehat

    (sering sakit-sakitan) atau kita sedang mengalami sakit yang

    berkepanjangan bahkan dapat vonis dari dokter bahwa penyakit yang

    dideritanya tidak bisa disembuhkan. Kondisi yang semacam ini secara

    sepontan, baik disadari atau tidak pasti akan menyerang kondisi jiwa

    (mental), seperti perasaan cemas, takut, putus asa, ingin mati, yakni

    66 Victor E. Frankl, Logo Terapi; Terapi Psikologis Melalui Pemaknaan Eksistensi, terj.,M. Murtadlo, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003), hlm. 120-121.

    67 Abdul Aziz El-Quussy, , op. cit., hlm. 467.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    36/54

    54

    hilangnya semangat hidup. Jadi kondisi fisik yang tidak normal juga

    berpengaruh besar terhadap kondisi mental kita.

    3) KeluargaKeluarga merupakan faktor internal yang kerap kali merupakan

    faktor terbesar pencetus terjadinya kekalutan mental. Misal apa bila kita

    sudah berkeluarga tuntutan-tuntutan yang ada seperti, pemenuhan

    kebutuhan keberlangsungan hidup yang harus dipenuhi setiap hari dan

    lain-lain yang ada dalam keluarga, ini pasti akan membuat diri seseorang

    merasa tertekan untuk bagaimana untuk memenuhi kebutuhan itu semua.

    Begitu juga tidak ada kasih sayang dari keluarga (orang tua) cenderung

    membuat diri kita merasa tidak diperhatikan dan perasaan aneh lain yang

    timbul dalam diri kita. Perasaan aneh ini disebut sebagai gejala

    ketidakwarasaan kondisi jiwa atau ketidaksehatan mental kita. Dalam hal

    ini Kartini Kartono mengungkapkan bahwa suasana institusionalia dan

    interaksional dalam keluarga, yang tidak disertai dengan kasih sayang

    akan mengakibatkan retardasi pertumbuhan dari segala fungsi jasmaniah

    dan fungsi kejiwaan anak, terutama terjadi hambatan-hambatan pada

    perkembangan inteligensi (IQ) dan emosional (EQ). Lembih lanjut ia

    mengemukakan bahwa, seorang bayi yang tidak pernah mendapatkan

    kasih sayang dan mendapatkan hubungan ( relationship) yang wajar

    (normal) dari orang tua (keluarga), itu akan berakibat pada ketidak

    mampuan mengadakan hubungan dengan lingkungannya yang normal

    secara permanen pada usia dewasa, dan cenderung pada tingkah laku atau

    moral yang tidak wajar atau rusak/ cacat (moral defectiveness). 68

    Moral deficiency atau defect ialah tingkah laku individu yang

    dicirikan hidupnya sela lalu delinquent yakni selalu melakukan kejahatan

    (crimes) . Padahal dalam dirinya tidak ada kelainan-kelainan

    (penyimpangan) atau gangguan pada inteleknya. Akan tetapi kondisi

    mental yang dialaminya ialah dia tidak lagi mempunyai kemampuan untuk

    mengenal, mengerti, mengendalikan dan mengadakan regulasi terhadap

    68 Ibid., hlm. 30.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    37/54

    55

    emosi-emosi dan tingkah lakunya. Sehingga ekspresi yang ditampilkan

    ialah cenderung pada tingkah laku yang salah dan jahat ( misconduct),

    sehingga fenomena yang ada ialah adanya tindak kekerasan, penyerangan,dan kejahatan. Dan ia tidak memiliki kemampuan lagi untuk melakukan

    konformitas, yakni patuh dan toleran terhadap hukum, norma-norma dan

    standar sosial yang berlaku. 69

    Orang yang bermoral defect pada umumnya tidak bisa dipercaya,

    sebab sikapnya munafik, jahat, tidak bisa menghargai orang lain, sangat

    egoistic (self-centered), orang semacam ini tergolong dengan kualitas

    mental yang rendah, dan pribadinya cenderung pada simtom-simtom yang

    psikotik, khususnya berbentuk pada penyimpangan-penyimpangan dalam

    berhubungan dengan lingkungannya. 70

    Disamping tersebut diatas, kekerasan dalam rumah tangga juga

    bisa menjadi pencetus terjadi gangguan mental. seperti perlakuan yang

    kejam, keras, tidak adanya keadilan dalam rumah tangga dan lain

    sebagainya, faktor ini akan menimbulkan perasaan-perasaan, dendam dan

    agresi, interrelasi kemanusiaan yang miskin, kebekuan emosional,

    bersikap agresif, dan lain sebagainya, ini semua tentu bisa berpengaruh

    pada kondisi mental, mengakibatkan mentalitas seseorang tidak sehat 71

    4) Kehidupan modern (modernisasi).

    Kehidupan modern atau modernisasi disamping membawa

    kemajuan dan perubahan pada taraf hidup manusia, juga bisa membawa

    bencana terhadap kondisi psikologis (mental), apa bila tidak diimbangi

    dengan ketangguhan mental. Kehidupan modern yang cenderung pada

    pola hidup materialistic dan hedonisme, revalitas, penuh kompetisi,

    individualistic serta persaingan, mengakibatkan stamina jasmani dan

    ruhani selalu terpacu (terkuras) untuk memenuhi tuntutan-tuntutan

    tersebut. Melihat realitas tersebut apabila seseorang tidak memiliki mental

    yang kuat, dengan cepat kondisi mentalnya akan menjadi lemah dan

    69 Ibid., hlm. 152.70 Ibid.71 Ibid.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    38/54

    56

    terganggu, akibat ketidakmampuannya dalam menghadapi realitas

    kehidupan tersebut, sehingga timbul perasaan cemas, stres, panik,

    ketakutan, putus asa dan lain sebagainya. Tekanan-tekanan kehidupanmodern inilah yang bisa mendorong terjadi gangguan mental atau

    gangguan kejiwaan lainnya.

    Kehidupan modern yang cenderung kompetitif, sehingga seseorang

    terpacu dengan ekstra keras untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan

    tersebut, dari suasana inilah akan menimbulkan perilaku-perilaku yang

    tidak wajar (abnormal) atau menyimpang apabila individu tersebut tidak

    memiliki ketahanan mental dalam menghadapi persaingan tersebut.

    Sehingga yang timbul adalah perilaku dan tindakan yang menghalalkan

    dengan segala cara, seperti perbuatan licik, munafik, exploitative, lacur,

    dan pola hidup berbahaya lain, ataupun melakukan tindakan-tindakan

    kriminal, seperti, korupsi, kolusi, mencuri, merampok dan lain sebagainya.

    Jelas ini adalah cerminan dari kondisi mental yang tidak sehat, yang

    diakibatkan dari kondisi sosial budaya yang tidak menguntungkan atau

    akibat modernisasi. 72

    Kehidupan modern disadari maupun tidak, akibatnya bisa

    menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan sosial yang serba cepat

    (rapid social change) , dan sebagai konsekuensinya dampak dari

    kehidupan modern, seperti modernisasi, industrialisasi, kemajuan IPTEK,

    semua itu dapat mempengaruhi nilai-nilai etik dan gaya hidup ( value

    system and way of life). Dalam hal ini tidak semua orang mampu untuk

    menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut, sehingga pada

    gilirannya yang bersangkutan bisa menimbulkan jatuh sakit, atau

    mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian diri (adjustment

    disorder). 73

    Perubahan-perubahan tata nilai kehidupan akibat dari perubahan

    sosial, yang sering disebut dengan perubahan-perubahan “psikososial”,

    72 Kartini Kartono dan Jenni Andari, op. cit., hlm. 190-210.73 Dadang Hawari, Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi, (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia, 2001), hlm.1.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    39/54

    57

    diantaranya bisa dirasakan dan dilihat dari gejala-gejala yang tampak

    dalam kehidupan sosial sehari-hari, gejala-gejala tersebut, sebagaimana

    yang diklasifikan oleh Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, diantaranya yaitu:(1) Pola hidup masyarakat dari yang semula sosial-religius cenderung ke

    arah pola kehidupan masyarakat individual, materialistic dan sekuler

    (2) Pola hidup sederhana dan produktif cenderung ke arah pola hidup

    mewah dan konsumtif

    (3) Struktur keluarga yang semula keluarga besar (extended family)

    cenderung ke arah keluarga inti (nuclear family), bahkan sampai pada

    keluarga tunggal ( single parent family ).

    (4) Hubungan kekeluargaan yang semula erat dan kuat ( tight familyrelationship ) cenderung menjadi longgar dan rapuh ( loose family

    relationship ).

    (5) Nilai-nilai religius dan tradisional masyarakat, cenderung berubah

    menjadi masyarakat modern bercorak sekuler dan serba oleh serta

    toleran berlebihan ( permissive society ).

    (6) Lembaga perkawinan mulai diragukan dan masyarakat cenderung

    untuk memilih hidup bebas bersama tanpa ikatan perkawinan.

    (7) Ambisi karier dan materi yang mulanya menganut azas-azas hukum

    dan moral serta etika, cenderung berpola tujuan menghalalkan segala

    cara, seperti dengan melakukan, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

    (KKN). 74

    Dari beberapa gejala kehidupan yang berubah begitu cepat, bisa

    berakibat buruk pada kondisi kejiwaan atau mental seseorang, seperti perasaan

    cemas, bingung, stress, depresi, agresif dan tekanan-tekanan mental lain, apa

    bila berlarut-larut dan segera tidak diatasi dan disikapi dengan baik dan bijak,

    pada gilirannya bisa mengakibatkan terjadinya gangguan mental yang lebih

    parah.

    5) Hidup dalam lingkungan baru

    74 Ibid.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    40/54

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    41/54

    59

    beberapa stressor psikososial tersebut, di Amerika Serikat, ternyata merupakan

    faktor pokok atau erat hubungannya dengan 6 penyebab terjadinya kematian,

    yaitu penyakit jantung koroner, kanker, paru-paru, kecelakaan, pengerasanhati, dan bunuh diri. 76 Dengan demikian stressor psikososial merupakan faktor

    terbesar terjadinya gangguan mental, apalagi kalau melihat gangguan mental

    yang berat yaitu timbulnya keinginan dari individu ingin bunuh diri.

    Disamping faktor psikososial, perlu dimengerti juga faktor terbesar

    terjadinya gangguan metal pada zaman dahulu apalagi pada era sekarang ini

    ialah stres, cemas dan depresi.

    Yang dimaksud dengan stres ialah respon tubuh yang sifatnya non-

    spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya, misalnya bagaimana respon

    tubuh manakala menerima atau mengalami beban pekerjaan yang berat. 77

    Adapun tanda-tanda gangguan pada mentalnya yaitu stres dengan gejalanya,

    gelisah, pikiran kacau, berkeringat, dan pernafasan tidak teratur. 78

    Sedangkan kecemasan (ansietas/ anxiety) adalah gangguan alam

    perasaan ( affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan, kekhawatiran

    yang mendalam dan berkelanjutan. 79

    Depresi adalah gangguan alam perasaan ( mood) yang ditandai dengan

    kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga

    hilangnya gairah hidup. Stres, cemas dan depresi ini apabila terus berlarut-

    larut dan tidak segera diatasi perkembangan selanjutnya yaitu akan mengalami

    gangguan-gangguan baik gangguan fisik (somatic) maupun secara psikis

    (mental), dan ketiga hal tersebut disamping faktor pencetus dan disebut juga

    sebagai gejala gangguan. 80

    Keterkaitan stressor psikososial dengan gangguan mental, yaitu hasil

    persepsi dan pengalaman yang mempengaruhi sistem saraf. Dalam hal ini bisa

    digambarkan melalui penelitian yang dikenal dengan Psiko-Neuro-Imunologi

    76 Dadang Hawari, Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi, op. cit., hlm. 3-11.77 Ibid., hlm. 17.78 William Gladstone, Apakah Mental Anda Sehat,op. cit., hlm. 40.79 Dadang Hawari, Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi, op. cit., hlm. 17-20.80 Ibid., hlm. 17-20.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    42/54

    60

    (Psiko- Neuru- Endocrinology), yaitu ilmu yang mempelajari hubungan

    anatara faktor psikososial, sistem saraf dan kekebalan. Sebagaimana yang

    digambarkan oleh Prof. DR. dr. Dadang Hawari;“Seseorang yang mengalami stressor psikososial yang ditangkap oleh pancaindera, melalui sistem saraf panca indera akan dilanjutkan ke susunan saraf

    pusat otak, yakni bagian saraf otak yang disebut limbic system , melaluitransmisi saraf ( neurotransmitter/ sinyal penghantar saraf). Dan selanjutnyastimulus psikososial itu melalui susunan saraf otonom (simpatis/ parasimpatis)akan di teruskan ke kelenjar-kelenjar hormonal (endokrin) yang merupakansistem imunitas tubuh dan organ-organ tubuh yang dipersarafinya.

    Dari gambaran tersebut di atas dapat dicontohkan, misal apa bila kita

    mendengar berita bahwa kita akan dikelurkan dari pekerjaan (PHK) secara

    spontan reaksi yang terjadi dapat digambarkan, yakni; stimulus (berita

    kehilangan pekerjaan) tadi dari panca indera pendengar diteruskan melalui saraf

    ke pusat emosi ari limbic System di otak, kemudian diteruskan melalui saraf pula

    ke kelenjar adrenalin yang letaknya di atas organ ginjal (kelenjar suprarenalis).

    Rangsangan tersebut akan bereaksi dan mempengaruhi atau mengakibatkan

    produksi hormon adrenalin jantung meningkat kemudian masuk dalam

    peredaran darah dan mempengaruhi jantung (berdebar-debar, tekanan darah

    (tension ) meninggi, asam lambung meningkat, emosi meledak-ledak dan tidak

    terkendali, keluar keringat dingin dan lain sebagainya, yang jelas

    mengakibatkan perubahan-perubahan pada sikap dan tingkah laku. Apabila

    kejadian ini tidak disikapi dengan baik, perkembangan selanjutnya ialah lama

    kelamaan akan menimbulkan terjadinya gangguan-gangguan baik pada organ

    tubuh (fisik) maupun pada organ psikis (mental). seperti mengalami stres,

    kekebalan atau imunitas fisik dan mentalnya menurun dan akhirnya ia bisa jatuh

    sakit yang lebih parah, baik sakit fisis (fisiologis) maupun psikologis (psikis/

    mental).

    Steven E. Keller, dkk, dan juga Solomon sebagaimana yang dikutip oleh

    Prof. DR. dr. Dadang Hawari mengungkapkan bahwa “stres psikososial akan

    mengakibatkan stres psychobiologic yang berdampak pada menurunnya

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    43/54

    61

    imunitas tubuh, bila imunitas tubuh menurun maka yang bersangkutan rentan

    jatuh sakit baik fisik maupun mental”. 81

    Mekanisme psiko-neuro-imunologi atau psiko-neuro-endokrinologi secara sederhana dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:

    Dari skema tersebut di atas sirkuit atau jaringan psiko-neuro-

    imunologi atau psiko-neuro-endokrinologi dapat diketahui penjelasannya

    mengenai hubungan yang sistematis dan bersifat spontanitas, pengaruh

    psikososial dengan kondisi tubuh manusia yang dapat mengakibatkan

    terjadinya suatu gangguan ataupun penyakit dalam diri manusia baik fisik

    maupun psikis/mental. 82 Inilah dari sekian faktor yang dapat memicu

    terjadinya gangguan mental dalam pandangan ilmu psikologi, dimana

    faktor terjadinya gangguan mental itu sangat komplek.

    81 Ibid., hlm. 13-14.82 Ibid., hlm.20-21.

    Stressor PsikososialSusunan saraf pusat (otak, sistem

    limbic, sistem transmisi saraf/neurotransmitter)

    Kelenjar Endocrine (sistemHormonal, Kekebalan/

    Immunity)

    Skit (gangguan) fisis/ fisik(fisiologis)

    Gejala/ keluhan

    Sakit/ gangguan psikis(psikologis/ mental).

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    44/54

    62

    Gangguan mental secara tidak langsung itu disebabkan oleh dua

    faktor yang ada dalam diri manusia yaitu faktor kondisi jasmani

    (fisiologis) dan kondisi rohani (jiwa)83

    Sementara itu ciri yang paling sederhana dan mudah untuk

    dikenali, bentuk pencetus terjadinya gangguan mental yaitu diri kita

    banyak mengalami konflik batin yang disertai dengan sikap dan perilaku

    yang aneh (perilaku abnormal). Apa bila kita menyadari, bahwa diri kita

    mengalami hal yang demikian, jelas ini merupakan tanda awal atau bahkan

    dengan jelas kondisi mental kita sudah tidak sehat lagi.

    C. Bentuk-Bentuk Gangguan Mental dan Gejalanya

    Secara universal manusia itu memiliki fitrah sebagai sosok

    individu yang baik. Akan tetapi pada kenyataannya banyak orang menjadi

    korban penyakit psikis (jiwa/ mental) atau mengalami gangguan mental.

    Secara umum gangguan mental itu digolongkan menjadi dua

    bentuk, yakni gangguan mental yang sifatnya ringan dan gangguan mental

    yang sifatnya berat. Orang yang menderita gangguan mental yang sifatnya

    ringan disebut neurosis , dan orang yang menderita gangguan metal yang

    sifatnya berat disebut psychosis atau Psychose. Orang yang menderita

    gangguan mental pada ujungnya akan mengalami penyakit mental yang

    sesungguhnya ( mental disorder).

    Zakiyah Daradjat memetakkan gangguan mental itu dua dalam

    bentuk, yaitu; pertama, yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada

    anggota tubuh, misal otak, sentral saraf, atau hilangnya berbagai kelenjar,

    saraf-saraf atau anggota fisik lainnya untuk menjalankan tugasnya.

    Kerusakan ini disebabkan oleh keracunan, akibat minuman keras, obat-

    obat perangsang, obat penenang atau narkotik, akibat kecelakaan, akibat

    penyakit kotor, dan lain sebagainya. Kedua, disebabkan oleh gangguan-

    gangguan jiwa yang telah berlarut –larut sehingga sampai pada puncaknya,

    83 Suardiman, Menuju Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1986), hlm.6.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    45/54

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    46/54

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    47/54

    65

    saraf dan hasil uji klinis, hal ini dimungkinkan karena keracunan akibat

    minuman kera, obat-obatan.

    Adapun faktor-faktor lain timbulnya psychoneurosis ialah:1) Ketakutan yang terus menerus dan sering tidak rasional

    2) Ketidakimbangan pribadi

    3) Konflik-konflik internal yang serius, terutama sudah dimulai sejak

    masa kanak-kanak

    4) Lemahnya pertahanan diri (difence of mechanism) secara fisik maupun

    mental

    5) Adanya tekanan-tekanan sosial dan kebudayaan yang kuat yang tidak

    mampu diatasinya

    6) Kecemasan, tekanan batin, kesusahan yang berkepanjangan.

    7) Dan lain-lain. 90

    Akibat dari disfungsi saraf itu yang dapat mengganggu kestabilan

    mental, pada ujunganya akan membentuk suatu gejala gangguan mental

    serius (akut), disebut dengan istilah “neurasthenia”.

    Neurasthenia adalah bentuk psikoneurosa yang ditandai adanya

    kondisi syaraf-syaraf yang sangat lemah, tanpa energi hidup, selalu terus

    menerus merasa capek, lelah, tidak bergairah, energi tubuh menurun,

    lemah yang hebat, disertai keluhan-keluhan pada fungsi psikis, kecemasan,

    dan dibarengi perasaan-perasaan nyeri dan sakit pada sebagian tubuh

    sehingga penderita menjadi malas dan segan melakukan aktivitas atau

    segan melakukan sesuatu (kehilangan semangat atau gairah hidup). Dan

    juga timbul perasaan cemas yang tidak bisa dibendung , yang disebut

    dengan neurosa kecemasan ( anxiety neurosis) . Misalnya; takut mati, takut

    kalau jadi gila, dan ketakutan-ketakutan lain yang tidak rasional, dan tidak

    bisa dimasukkan dalam kategori phobia. Dengan gejala emosi tidak

    setabil, suka marah-marah, sering dihinggapi perasaan depresi, sering

    dalam keadaan excited (gelisah sekali), sering berfantasi, dihinggapi ilusi,

    90 Clifford R. Anderson. MD, Petunjuk Modern Pada Kesehatan, terj. Indonesia PublisingHouse, (Bandung, 1979), hlm. 330.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    48/54

    66

    delusi, dan rasa dikejar-kejar, sering merasa mual-mual dan muntah,

    badannya merasa sangat letih, sesak nafas, banyak berkeringat,

    bergemetaran, tekanan detak jantung yang begitu cepat dan seringmenderita diare, dan lain sebagainya. 91

    Adapun sebab-sebab neurasthenia anatara lain:

    1) Risau disebabkan oleh kekurangan kesibukan (menganggur).

    2) Banyaknya ketegangan-ketegangan emosi akibat konflik-konflik,

    kesusahan dan frustasi.

    3) Adanya perasaan inferior sebagai akibat dari kegagalan di masa

    lampau, yang disusul dengan tingkahlakuyang agresif.

    4) Faktor herediter akan tetapi kemungkinannya sangat kecil sekali. 92 5) Dan lain-lain

    Sedangkan gejala yang ditunjukkan ialah:

    1) Rasa sangat lelah selalu ada, terasa sangat lesu, sekalipun tidak ada

    gejala sakit pada jasmani.

    2) Kondisi syarafnya; lemah, disertai perasaan-perasaan rendah dri dan

    selalu takut akan membuat kegagalan

    3) Penderita selalu diganggu oleh perasaan sakit dan nyeri yang

    berpindah-pindah pada setiap bagian badannya; khususnya pada

    bagian punggung, dan kepala yang disertai oleh rasa pusing.

    4) Reaksinya cepat tetapi selalu bersifat ragu-ragu karena ada ketegangan

    saraf.

    5) Biasanya diikuti oleh gerakan motorik pada inteleknya lemah. Seperti

    cepat merasa suntuk, malas berfikir, dan lambat dalam mengambil

    keputusan.

    6) Sering mengalami depresi emosional yang biasanya disertai dengan

    menangis atau suka menangis.

    7) Nafsu makan menurun bahkan sampai kehilangan nafsu makan, seks,

    menderita insomnia dan muncul gangguan-gangguan pada pencernaan.

    91 Kartini Kartono dan Jenny Andari, op cit., hlm. 107.92 Ibid . , hlm. 94-95.

  • 8/19/2019 jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab2_410-4

    49/54

    67

    8) Merasa ada kerusakan pada sebagian panca indranya, seperti

    pandangan kabur,

    9) Cenderung egois dan introvert. Kehilangan kemampuan dalam berkonsentrasi, mudah dipengaruhi, cepat bingung, semangat sensitif

    dan sikapnya selalu antagonistik (selalu be