baru bab iii -...

30
45 BAB III KONSEP ILMU MENURUT YÛSUF AL-QARDÂWI DAN AL-GAZÂLÎ A. Yûsuf Al-Qardâwi 1. Biografi dan Karyanya Dalam buku autobiografinya, Yûsuf Al-Qardâwi memulai menceritakan kelahirannya dengan mengatakan: kami tidak pernah berkeinginan atau berharap agar dilahirkan dan dibesarkan di sebuah kota besar seperti Kairo, yang merupakan tempat kelahiran Ahmad Amin; di Damaskus yang merupakan tempat kelahiran Ali Thathawi, sehingga kami dapat bercerita panjang mengenai keistimewaan dan keindahan kota kelahiran kami. Kenyataannya, kami dilahirkan dan dibesarkan di sebuah kampung terpencil yang terdapat di pedalaman Mesir dan jauh dari hiruk pikuk kota modern. 1 Yûsuf Al-Qardâwi dilahirkan di sebuah desa di Republik Arab Mesir pada tahun 1926. 2 Dia lahir dalam keadaan yatim. Oleh sebab itulah dia dipelihara oleh pamannya. Pamannya ini yang mengantarkanYûsuf Al- Qardâwi kecil ke surau tempat mengaji. Di tempat ituYûsuf Al-Qardâwi terkenal sebagai seorang anak yang sangat cerdas. Dengan kecerdasannya beliau mampu menghafal al-Qur'an dan menguasainya hukum-hukum tajwidnya dengan sangat baik. Itu terjadi pada saat dia masih berada di bawah umur sepuluh tahun. Orang-orang di desa itu telah menjadikan dia sebagai imam dalam usianya yang relatif muda, khususnya pada saat shalat subuh. Sedikit orang yang tidak menangis saat shalat di belakangYûsuf Al-Qardâwi. Setelah itu dia bergabung dengan sekolah 1 Yûsuf Al-Qardâwi, Perjalanan Hidupku 1, Terj. Cecep Taufikurrahman dan Nandang Burhanuddin, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003), hlm. 9. 2 Yûsuf Al-Qardâwi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, jilid 1, Terj. As'ad Yasin, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 960

Upload: others

Post on 25-Dec-2019

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

45

BAB III

KONSEP ILMU MENURUT YÛSUF

AL-QARDÂWI DAN AL-GAZÂLÎ

A. Yûsuf Al-Qardâwi

1. Biografi dan Karyanya

Dalam buku autobiografinya, Yûsuf Al-Qardâwi memulai

menceritakan kelahirannya dengan mengatakan: kami tidak pernah

berkeinginan atau berharap agar dilahirkan dan dibesarkan di sebuah kota

besar seperti Kairo, yang merupakan tempat kelahiran Ahmad Amin; di

Damaskus yang merupakan tempat kelahiran Ali Thathawi, sehingga kami

dapat bercerita panjang mengenai keistimewaan dan keindahan kota

kelahiran kami. Kenyataannya, kami dilahirkan dan dibesarkan di sebuah

kampung terpencil yang terdapat di pedalaman Mesir dan jauh dari hiruk

pikuk kota modern.1

Yûsuf Al-Qardâwi dilahirkan di sebuah desa di Republik Arab

Mesir pada tahun 1926.2 Dia lahir dalam keadaan yatim. Oleh sebab itulah

dia dipelihara oleh pamannya. Pamannya ini yang mengantarkanYûsuf Al-

Qardâwi kecil ke surau tempat mengaji. Di tempat ituYûsuf Al-Qardâwi

terkenal sebagai seorang anak yang sangat cerdas. Dengan kecerdasannya

beliau mampu menghafal al-Qur'an dan menguasainya hukum-hukum

tajwidnya dengan sangat baik. Itu terjadi pada saat dia masih berada di

bawah umur sepuluh tahun. Orang-orang di desa itu telah menjadikan dia

sebagai imam dalam usianya yang relatif muda, khususnya pada saat

shalat subuh. Sedikit orang yang tidak menangis saat shalat di

belakangYûsuf Al-Qardâwi. Setelah itu dia bergabung dengan sekolah

1Yûsuf Al-Qardâwi, Perjalanan Hidupku 1, Terj. Cecep Taufikurrahman dan

Nandang Burhanuddin, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003), hlm. 9. 2Yûsuf Al-Qardâwi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, jilid 1, Terj. As'ad Yasin, (Jakarta:

Gema Insani Press, 2001), hlm. 960

Page 2: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

46

cabang al-Azhar. Dia menyelesaikan sekolah dasar dan menengahnya di

lembaga pendidikan itu dan selalu menempati ranking pertama.

Kecerdasannya telah tampak sejak dia kecil, hingga salah seorang gurunya

menggelarinya dengan "allamah" (sebuah gelar yang biasanya diberikan

pada seseorang yang memiliki ilmu yang sangat luas, pent). Dia meraih

ranking kedua untuk tingkat nasional, Mesir, pada saat kelulusannya di

Sekolah Menengah Umum. Padahal saat itu dia pernah dipenjarakan.

Setelah itu beliau masuk fakultas Ushuludin di Universitas al-

Azhar. Dari al-Azhar ini dia lulus sebagai sarjana S1 pada tahun 1952.

Beliau meraih ranking pertama dari mahasiswa yang berjumlah seratus

delapan puluh. Kemudian ia memperoleh ijazah setingkat S2 dan

memperoleh rekomendasi untuk mengajar dari fakultas Bahasa dan Sastra

pada tahun 1954. Dia menduduki ranking pertama dari tiga kuliah yang

ada di al-Azhar dengan jumlah siswa lima ratus orang. Pada tahun 1958

dia memperoleh ijazah diploma dari Ma'had Dirasat al-Arabiyah al-Aliyah

dalam bidang bahasa dan sastra. Sedang di tahun 1960 dia mendapatkan

ijazah setingkat Master di jurusan Ilmu-ilmu al-Qur'an dan Sunnah di

Fakultas Ushuluddin. Pada tahun 1973 dia berhasil meraih gelar Doktor

dengan peringkat summa cum laude dengan disertasi yang berjudul Az-

Zakat wa Atsaruha fi Hill al-Masyakil al-Ijtimaiyyah (Zakat dan

Pengaruhnya dalam Memecahkan Masalah-masalah Sosial

Kemasyarakatan). Dia terlambat meraih gelar doktornya karena situasi

politik Mesir yang sangat tidak menentu. 3

Yûsuf Al-Qardâwi pernah bekerja sebagai penceramah (khutbah)

dan pengajar di berbagai masjid. Kemudian menjadi pengawas pada

Akademi Para Imam, lembaga yang berada di bawah Kementerian Wakaf

di Mesir. Setelah itu dia pindah ke urusan bagian Administrasi Umum

untuk Masalah-masalah Budaya Islam di al-Azhar. Di tempat ini dia

bertugas untuk mengawasi hasil cetakan dan seluruh pekerjaan yang

3Ishom Talimah, Manhaj Fikih Yûsuf Al-Qardâwi, Terj. Samson Rahman, (Jakarta:

Pustaka al-Kautsar, 2001), hlm. 3-6

Page 3: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

47

menyangkut teknis pada bidang dakwah. Pada tahun 1961 dia ditugaskan

sebagai tenaga bantuan untuk menjadi kepala sekolah sebuah sekolah

menengah di negeri Qatar. Dengan semangat yang tinggi dia telah

melakukan pengembangan dan peningkatan yang sangat signifikan di

tempat itu serta berhasil meletakkan pondasi yang sangat kokoh dalam

bidang pendidikan karena berhasil menggabungkan antara khazanah lama

dan kemodernan pada saat yang sama. Pada tahun 1973 didirikan fakultas

tarbiyah untuk mahasiswa dan mahasiswi, yang merupakan cikal bakal

Universitas Qatar. Syaikh Yusuf ditugaskan di tempat itu untuk

mendirikan jurusan Studi Islam dan sekaligus menjadi ketuanya.4

Pada tahun 1977 dia ditugaskan untuk memimpin pendirian dan

sekaligus menjadi dekan pertama fakultas Syari'ah dan Studi Islam di

Universitas Qatar. Dia menjadi dekan di fakultas itu hingga akhir tahun

ajaran 1989-1990. Dia hingga kini menjadi dewan pendiri pada Pusat

Riset Sunnah dan Sirah Nabi di Universitas Qatar. Pada tahun 1990/1991

dia ditugaskan oleh pemerintah Qatar untuk menjadi dosen tamu di al-

Jazair. Di negeri ini dia bertugas untuk menjadi ketua Majlis Ilmiyah pada

semua universitas dan akademi negeri itu. Setelah itu dia kembali

mengerjakan tugas rutinnya di Pusat Riset Sunnah dan Sirah Nabi. Pada

tahun 1411 H, dia mendapat penghargaan dari IDB (Islamic Development

Bank) atas jasa-jasanya dalam bidang perbankan. Sedangkan pada tahun

1413 dia bersama-sama dengan Sayyid Sabiq mendapat penghargaan dari

King Faisal Award karena jasa-jasanya dalam bidang keislaman. Di tahun

1996 dia mendapat penghargaan dari Universitas Islam Antar Bangsa

Malaysia atas jasa-jasanya dalam ilmu pengetahuan. Pada tahun 1997 dia

mendapat penghargaan dari Sultan Brunai Darus Salam atas jasa-jasanya

dalam bidang fikih.5

Dr. Yûsuf Al-Qardâwi adalah salah seorang tokoh umat Islam

yang sangat menonjol di zaman ini, dalam bidang ilmu pengetahuan,

4Yûsuf Al-Qardâwi, Perjalanan Hidupku 1, op. cit, hlm. 419 5Ishom Talimah, op. cit, hlm. 5.

Page 4: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

48

pemikiran, dakwah, pendidikan dan jihad. Kontribusinya sangat dirasakan

di seluruh belahan bumi. Hanya sedikit kaum muslimin masa kini yang

tidak membaca buku-buku dari karya tulis, ceramah dan fatwaYûsuf Al-

Qardâwi. Banyak umat Islam yang telah mendengar pidato dan

ceramahYûsuf Al-Qardâwi baik yang beliau ucapkan di masjid-masjid

maupun di universitas-universitas, ataupun lewat radio, TV, kaset dan

lain-lain.

Pengabdiannya untuk Islam tidak hanya terbatas pada satu sisi atau

satu medan tertentu. Aktivitasnya sangat beragam dan sangat luas serta

melebar ke banyak bidang dan sisi. Kami akan berusaha membahas

sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan di bawah

ini secara lebih terperinci.

1. Dalam bidang ilmu pengetahuan

2. Dalam bidang fikih dan fatwa

3. Dalam bidang dakwah dan pengarahan

4. Dalam bidang seminar dan muktamar

5. Dalam kunjungan dan ceramah-ceramah

6. Dalam bidang ekonomi Islam

7. Dalam amal sosial

8. Dalam usaha kebangkitan umat

9. Dalam bidang pergerakan dan jihad

10. Keterlibatannya dalam lembaga-lembaga dunia.6

Adapun Karya-karya Yûsuf Al-Qardâwi dapat disebutkan di

antaranya:

1. Al-Halal wal-Haram fil-Islam

2. Fatawa Mu'ashirah juz 1

3. Fatawa Mu'ashirah Juz 2

4. Fatawa Muashirah Juz 3

5. Taysir al-Fiqh: Fiqh Shiyam

6. Al-Ijtihad Fisy-Syari'ah al-Islamiyyah

6Ibid, hlm. 5-6.

Page 5: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

49

7. Madkhal Li Dirasat al-Syariah al-Islamiyyah

8. Min Fiqhid-Daulah al-Islam

9. Taysir al-Fiqh li al-Muslim al-Muashir l

10. Al-Fatwa baina al-Indhibath wat-Tasayyub

11. Awamil as-Sa'ah wal-Murunah fisy-Syari'ah al-Islamiyyah

12. Al-Fiqh al-Islami bainal-Ashalah wat-Tajdid

13. Al-Ijtihad al-Mu'ashir bainal-Indhibath wal-Infirath

14. Ziwaj al-Misyar

15. Adh-Dhawabith asy-Syariyyah li Binaa al-Masajid

16. Al-Ghina' wal-Musiqa fi Dhau'il-Kitab was-Sunnah

17. Fiqhuz-Zakat (dua juz)

18. Musykilat al-Faqr wa Kaifa 'Alajaha al-Islam

19. Bai'al-Murabahah lil-Amir bisy-Syira'

20. Fawaidul-Bunuk Hiya ar-Riba al-Haram

21. Daurul-Qiyam wal-Akhlaq fil-Iqtishad al-Islami

22. Bidang Ulum Al-Qur'an dan Sunnah

23. Ash-Shabru wal-'IImu fil-Qur'an al-Kariem

24. Al-'Aqlu wal-'lmu fil-Qur'an al-Kariem

25. Kaifa Nata'amal Ma'al-Qur'an al-'Azhiem?

26. Kaifa Nata'amal Ma'as-Sunnah an-Nabawiyyah (Bagaimana

berinteraksi dengan Sunnah)

27. Tafsir Surat ar-Ra'd

28. Al-Madkhal li Dirasatas-Sunnah an-Nabawiyyah

29. Al-Muntaqa fit-Targhib wat-Tarhib (dua juz)

30. As-Sunnah Mashdar lil-Ma'rifah wal-Hadharah

31. Nahwa Mausu'ah lil-Hadits an-Nabawi

32. Quthuf Daniyyah min al-Kitab was-Sunnah

33. Al-Iman wal-Hayat

34. Mauqif al-Islam min Kufr af-Yahud wan-Nashara

35. Al-Iman bil-Qadar

36. Wujudullah

Page 6: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

50

37. Haqiqat at-Tauhid

38. Bidang Fikih Perilaku

39. Al-Hayat ar-Rabbaniyyah wal-'Iimu

40. An-Niyat wal-Ikhlash

41. At-Tawakkul

42. At-Taubat Ila Allah

43. Tsaqafat ad-Da'iyyah

44. At-Tarbiyyah al-lslamiyyah wadrasatu Hasan al-Banna

45. Al-Ikhwan al-Muslimin 70 'Aaman fil al-Da'wah wa al-Tarbiyyah

46. Ar-Rasul wal-'lLmu

47. Rishafat al-Azhar baina al-Amsi wal-Yaum wal-Ghad

48. Al-Waqtu fi Hayat al-Muslim

49. Ash-Shahwah al-lslamiyyah bainal-Juhud wat-Tatharruf

50. Ash-Shahwah al-lslamiyyah wa Humum al-Wathan al-'Arabi wal-

Islami

51. Ash-Shahwah al-lslamiyyah bainal-Ikhtilafal-Masyru' wat-Tafarruq

al- Madzmum

52. Min Ajli Shahwah Rasyidah Tujaddid ad-Din wa Tanhad bid-Dunya

53. Ayna al-Khalal?

54. Awlawiyyat al-Harakah al-Islamiyah fil al-Marhalah al-Qadimah

55. Al-Islam wal-'Almaniyyah Wajhan bi Wajhin

56. Fi Fiqh al-Awlawiyyat (FiqihPrioritas)

57. Ats-Tsaqafah al-Arabiyyah al-Islamiyyah baina al-Ashalah wa al-

Muasharah

58. Malamih al-Mujtama' al-Islami alladdzi Nunsyiduhi

59. Ghayrul al-Muslimin fi al-Mujtama' al-Islami

60. Syari'at- al-Islam Shalihah lil-Tathbiq fi Kulli Zamanin wa Makanin

61. Al-Ummat al-Islamiyyah Haqiqat la Wahm

62. Zhahirat al-Ghuluw fit-Tafkir

63. Al-Hulul al-Musrawridah wa Kayfa Janat 'Ala Ummatina

64. Al-Hill al-Islami Faridhah wa Dharurah

Page 7: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

51

65. Bayyinal-Hill al-Islami wa Syubuhat al-'ilmaniyyin wal-Mutagharribin

66. A'da' al-Hill al-Islami

67. Dars an-Nakbah al-Tsaniyyah

68. Jailun-Nashr al-Mansyud

69. An-Naas wa al-Haq

70. Ummatuna bainal-Qarnayn

71. Bidang Penyatuan Pemikiran Islam

72. Syumul al-Islam

73. Al-Marji'iyyah al-'Ulya fi al-Islam li al-Qur'an was-Sunnah

74. Mauqif al-Islam min al-Ilham wa al-Kaysf wa al-Ru'aa wa min al-

Tamaim wa al-Kahanah wa al-Ruqa

75. Al-Siyasah al-Syar'iyyah fi Dhau'Nushush al-Syari'ah wa Maqashidiha

76. Al-'Ibadah fi al-Islam

77. Al-Khashaish al-'Ammah fi al-Islam

78. Madkhal li Ma'rifat al-Islam

79. Al-lslam Hadharat al-Ghad

80. Khuthab al-SyaikhYûsuf Al-Qardâwi juz 1

81. Khuthab al-SyaikhYûsuf Al-Qardâwi juz 2

82. Liqaat wa Muhawarat hawla Qadhaya al-Islam wal-'Ashr

83. Tsaqafatuna baina al-Infitah wa al-Inghilaq

84. Qadhaya Mu'ashirah 'Ala Bisath al-Bahts

85. Al-Iman Al-Ghazali baina Madihihi wa Naqidihi

86. Asy-Syaikh al-Ghazali kama 'Araftuhu: Rihlah Nishfu Qarn

87. Nisaa' Mu'minaat

88. Al-Imam al-Juwaini Imam al-Haramain

89. 'Umar bin Abdul Aziz Khamis al-Khulafa' al-Rasyidin

90. Nafahat wa Lafahat (kumpulan puisi)

91. Al-Muslimin Qadimum (kumpulan puisi)

92. Yusuf ash-Shiddiq (naskah drama dalam bentuk prosa)

93. 'Alim wa Thagiyyah

94. Ad-Din fi 'Ashr al-'Ilmi

Page 8: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

52

95. Al-Islam wa al-Fann

96. An-Niqaab lil-Mar'ah baina al-Qawl bi Bid'atihi wal-Qawl bi

Wujubihi

97. Markaz al-Mar'ah fil-Hayah al-lslamiyyah

98. Fatawa lil-Mar'ah al-Muslimah

99. Jarimah ar-Riddah wa 'Uqububat al-Murtad fi Dhau' al-Qur'an was-

Sunnah

100. Al-Aqlliyat ad-Diniyyah wal-Hill al-Islami

101. Al-Mubasyyirat bi Intishar al-Islam

102. Mustaqbal al-Ushuliyyah al-lslamiyyah

103. Al-Quds Qadhiyat Kulli Muslim

104. Al-Muslimun wal-'Awlamah

105. Kaset-kaset Ceramah SyaikhYûsuf Al-Qardâwi

106. Limadza al-Islam

107. Al-Islam alladzi Nad'u Ilaihi

108. Wajib Asy-Syabab al-Muslim

109. Muslimat al-Ghad

110. Ash-Shaliwah al-Islamiyyah bainal-'Amal wal-Mahadzir

111. Qimat al-Insan wa Ghayat Wujudihi fil-Islam

112. Likay Tanjah Muassasah az-Zakat fit-Tathbiq al-Mu'ashir

113. At-Tarbiyyah 'inda al-Imam asy-Syathibi

114. Al-Islam Kama Nu'minu Bihi

115. Insan Suratal-'Ashr

116. As-Salam al-Mustahil bainal-'Arab wa Israel

117. Al-Islam wal-Muslimun wa 'Ulum al-Mustaqbal 'Ala A'tab al-Qarn

al- Qadim

118. Al-Muslimin wat-Takhalluf al-'Ilmi

119. Ash-Shahwah al-Islamiyah wa Fiqh al-Awlawiyyat

Page 9: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

53

2. Pemikiran Yûsuf Al-Qardâwi tentang Konsep Ilmu

Menurut Al-Qardâwi di antara ilmu, ada yang hukum

mempelajarinya wajib, ada yang sunnah, ada yang mubah, serta ada pula

yang tercela. Ilmu yang wajib dipelajari terbagi menjadi dua, yaitu wajib

'ain (wajib bagi setiap orang) dan wajib kifayah (wajib bagi sebagian

orang). Dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dan yang lainnya

"Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim". Maksud muslim di sini

mencakup laki-laki dan juga perempuan, sehingga mereka bersepakat

bahwa hadis tersebut mencakup muslim dan muslimah, walaupun tidak

terdapat lafazh wa muslimah dalam hadis tersebut.

Menurut Al-Qardâwi para pakar hadis berbeda pendapat tentang

'ilm yang wajib dipelajari. Masing-masing kelompok memprioritaskan

spesialisasi ilmu yang mereka geluti. Seorang teolog (ahli kalam)

berpendapat, bahwa ilmu yang wajib dicari adalah ilmu kalam karena ia

merupakan ilmu untuk mengetahui keesaan Allah, mengimani para

malaikat, kitab dan utusan-utusan-Nya serta hari kiamat. Dan ini adalah

pondasi agama. Ahli fikih menyatakan bahwa yang wajib dipelajari

terlebih dahulu adalah ilmu fiqih, karena ia adalah ilmu untuk mengetahui

yang halal dan yang haram, keabsahan suatu ibadah dan konsistensi

transaksi sesuai syariat.7

Pakar ilmu tafsir mengatakan bahwa yang wajib dipelajari terlebih

dahulu adalah ilmu untuk menafsirkan kitab Allah sebagai dasar agama

dan referensi umat Islam. Sedangkan pakar hadis menyatakan bahwa yang

wajib dipelajari terlebih dahulu adalah ilmu hadis sebagai penjelas Al-

Qur'an dan simbolisasi sejarah hidup Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam, perkataan, perbuatan dan ketetapan beliau.

Menurut Al-Qardâwi, seorang ahli tasawuf berpendapat bahwa

yang harus diutamakan adalah ilmu untuk menuju akhirat dan jalan Allah

Subhanahu Wa Ta'ala, cara penyucian jiwa dan penyembuhan penyakit-

7Yûsuf Al-Qardâwi, Taysirul Fiqh lil Muslim al-M'uasir fi Daw'i al-Qur'an wa

Sunnah, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1999), hlm. 187.

Page 10: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

54

penyakit setan serta menutupi celah-celah yang bisa dimasuki. Pakar ushul

fikih lebih menyatakan bahwa ilmu usul fikihlah yang lebih utama untuk

dipelajari karena ia merupakan ilmu untuk menyimpulkan maksud dari

sebuah teks dan mengambil konklusi dari sesuatu yang tidak memiliki

dalil tekstual. Bahkan ada yang mengatakan, ilmu bahasa Arab seperti

Nahwu, Sharraf dan Balaghah adalah lebih utama karena ia merupakan

instrumen untuk memahami Al-Qur'an dan hadis.

Ada juga yang berpendapat bahwa yang lebih utama adalah ilmu

kedokteran sebab dengannya dapat diketahui sehat dan sakitnya

seseorang. Salah seorang mereka membagi ilmu kepada dua macam; ilmu

agama dan ilmu jasmani, dan ilmu jasmani lebih utama dari pada ilmu

agama. Sedangkan sebagian lain yang menyebutkannya bahwa pernyataan

tersebut perlu dikaji lagi. Menurut Al-Qardâwi sendiri bahwa ia melihat

pendapat-pendapat tersebut mencampuradukkan antara ilmu yang wajib

dipelajari oleh setiap muslim laki-laki dan perempuan, yaitu

mencampuradukan antara yang fardhu ain dan fardhu kifayah. Ilmu tafsir,

hadis, ushul fikih dan ilmu-ilmu bahasa Arab, tak terkecuali ilmu

kedokteran adalah yang wajib dipelajari dalam lingkup sebuah umat,

namun tidak wajib dipelajari oleh semua individu, maka hal seperti ini

masuk dalam kategori fardhu kifayah. Yang dimaksud fardhu kifayah

adalah sesuatu yang dibutuhkan masyarakat secara kolektif, dan cukup

sebagian orang melaksanakannya untuk menutupi kekosongan dan

memenuhi kebutuhan, kalau tidak ada seorang pun yang melakukan

seluruh kaum tersebut menanggung dosa. 8

Menurut Al-Qardâwi di antara yang termasuk dalam 'kategori

fardhu ain pada zaman sekarang, menurut pendapat dan ijtihad Al-

Qardâwi adalah seorang muslim harus belajar baca tulis dan

menghilangkan stempel buta huruf. Buta huruf telah menjadi penghambat

umat dari kemajuan dan perkembangan, dan belajar menjadi salah satu

faktor kemuliaan dan kemenangan atas musuh mereka. Dalam arena

8Ibid, hlm. 188.

Page 11: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

55

persaingan ekonomi dan peradaban di zaman sekarang tidak ada tempat

lagi bagi umat yang mayoritas individunya buta huruf.9

Menurut Al-Qardâwi, salah satu kaidah syara' menetapkan, "Satu

kewajiban tidak bisa sempurna kecuali dengan adanya sesuatu, maka

sesuatu itu menjadi wajib." Umat Islam wajib berada pada posisi paling

depan dan maju serta memiliki kekuatan dan keunggulan, dan itu tidak

akan tercapai kecuali dengan memberantas buta huruf dan

memasyarakatkan budaya belajar pada semua anggotanya, dengan

demikian kita akan dapat menyaingi umat lain.10

Menurut Al-Qardâwi, salah satu himbauan al-Qur'an dalam dunia

ilmu pengetahuan adalah manusia diwajibkan belajar kepada siapa saja

yang mempunyai ilmu, dan bermanfaat bagi hidupnya di dunia maupun di

akhirat kelak. Sekalipun ia lebih muda umurnya dan lebih rendah

derajatnya.11Nabi Muhammad Shallallahu Alaih wa Sallam sendiri telah

memerangi buta huruf pada masa hidupnya sejak tahun kedua hijrah

ketika beliau memerintahkan kepada para tawanan perang yang pandai

menulis untuk mengajari sepuluh dari putra-putra orang Islam cara tulis-

baca. Kewajiban umat Islam sekarang adalah menyempurnakan langkah

tersebut sehingga tidak terbelakang dalam kompetisi peradaban dan agar

umat Islam tidak pengekor umat lain, tapi menjadi lokomotif kemajuan

karena posisinya sebagai umat terbaik.12

Menurut Al-Qardâwi, sebuah lontaran pertanyaan yang harus

dijawab, yakni bagaimana seorang muslim mendapatkan ilmu yang harus

dituntutnya? Dan metode apa yang lebih bermanfaat baginya? Menurut

Al-Qardâwi, jawaban atas pertanyaan ini berbeda sesuai perbedaan

kondisi individu seorang muslim, karena kondisi seorang muslim yang

9Ibid, hlm. 194. 10Ibid, hlm. 194 11Yûsuf Al-Qardâwi, Al-Qur'an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, Terj.

Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 253. 12Yûsuf Al-Qardâwi, Taysirul Fiqh lil Muslim al-M'uasir fi Daw'i al-Qur'an wa

Sunnah, op. cit, hlm. 194.

Page 12: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

56

pandai membaca tidak sama dengan kondisi seorang muslim yang tidak

dapat membaca.13

Menurut Al-Qardâwi, seorang muslim bisa mendapatkan ilmu

yang wajib tersebut adalah dengan cara talaqqi (menerima langsung) dan

mendengarkan secara bertatap muka dari para ulama yang terpercaya

dalam ilmu dan ketakwaan mereka serta mendalam pemahamannya akan

agama dan realita secara kebersamaan. Ini yang wajib bagi para orang

awam, dan tidak ada alternatif lain bagi mereka dalam hal ini. Usaha yang

dituntut dari seorang muslim dalam kondisi seperti ini adalah memilih

seorang guru yang dia belajar kepadanya. la harus mampu membedakan

antara seorang alim tempat ia meminta nasehat dan peringatannya, dan

seorang ahli fikih tempat ia menanyakan hukum-hukum syariat. Karena

tidak semua pemberi nasehat yang berpengaruh, atau orator ulung, atau

ahli tafsir dan hadis memiliki kredibilitas dalam fikih dan fatwa-fatwanya.

Yang demikian karena Allah menganugerahkan bakat dan kemampuan

pada tiap-tiap orang, kecuali yang dianugerahkan kepadanya semua bakat

dan kemampuan tersebut, dan hal itu sedikit.14

Menurut Al-Qardâwi, golongan muslim yang awam tidak sedikit

pula dari golongan terpelajar sering mencampuradukkan urusan ini.

Mereka menyangka bahwa para pemberi nasehat profesional juga seorang

yang mendalam dalam hukum-hukum syariat sehingga mereka meminta

fatwa dalam berbagai masalah yang pelik, dan mereka pun menjawab

sesuai kemampuan pengetahuan mereka yang kadang terjerumus ke dalam

kesalahan fatal, sementara mereka tidak menyadarinya. Jika mereka

termasuk orang-orang yang bertindak adil, niscaya mengatakan,

"Tanyakan kepada selain kami, karena kami tidak mengetahuinya."

Semoga Allah menganugerahkan rahmat-Nya kepada orang yang

menyadari dan berbuat sesuai batas kemampuannya. Karena sebuah hadis

13Yûsuf Al-Qardâwi, Al-Qur'an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, op.

cit, hlm. 253. 14Yûsuf Al-Qardâwi, Taysirul Fiqh lil Muslim al-M'uasir fi Daw'i al-Qur'an wa

Sunnah, op. cit, hlm. 195.

Page 13: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

57

shahih dari Bukhari dan Muslim memperingatkan kita dari orang-orang

yang ditanya dan memberikan fatwa tanpa didasari ilmu pengetahuan,

sehingga mereka sesat dan menyesatkan.

Menurut Al-Qardâwi, di antara sarana edukatif zaman sekarang

adalah pita kaset yang merupakan sarana penting dan besar pengaruhnya,

karena seseorang dapat menggunakannya, baik ketika dalam perjalanan

maupun di rumah, dan seorang perempuan pun dapat menggunakannya di

dapur tanpa merasa repot untuk mendengarkan atau memahaminya.15

Selain dari itu adalah, program-program keagamaan yang disiarkan

oleh stasiun-stasiun televisi dan radio, dan yang mungkin dapat disajikan

melalui alat audio visual seperti video. Seorang muslim hendaknya

mampu memfilter apa yang didengarnya dari kaset-kaset tersebut, karena

tidak setiap kaset yang berbau agama itu baik untuk didengarkan, karena

sebagian kaset tersebut merupakan sajian yang dibumbui kebohongan dan

semacamnya. Sehingga bahayanya lebih banyak daripada manfaatnya,

lebih banyak sisi destruktifnya dibanding sisi konstruktifnya, karena

isinya tidak semuanya dilandaskan kepada ilmu yang benar dan dalil-dalil

syar'i yang shahih.

Menurut Al-Qardâwi, banyak di antaranya yang dipenuhi oleh

ancaman adzab kubur dan hari akhir yang berlebih-lebihan, dibangun atas

dasar metode yang mempersulit dan bukan mempermudah (taysir), serta

menjauhkan dan bukan mendekatkan diri pada kebenaran, hal itu adalah

karena bertolak belakang apa yang diperintahkan Nabi Saw.

Sebagian orang tua menurut Al-Qardâwi, telah menceritakan

kepadanya bahwa putrinya sering bangun tengah malam dengan penuh

ketakutan dan gemetaran. Hal tersebut menghantuinya dalam tempo yang

cukup lama semenjak ia mendengarkan kaset tentang azab kubur yang

dilebih-lebihkan. Di dalamnya dikisahkan tentang ular-ular sebesar gajah

serta kalajengking sebesar keledai dan seterusnya.

15Yûsuf Al-Qardâwi, Al-Qur'an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, op.

cit, hlm. 254.

Page 14: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

58

Menurut Al-Qardâwi, sarana lain di era moderen sekarang ini

adalah jaringan internet yang banyak menyajikan info-info keislaman.

Semua itu mengharuskan umat Islam untuk memperingatkan setiap

muslim agar tidak mengambil ajaran agamanya kecuali dari orang-orang

yang telah terpercaya, diakui kualitas ilmu dan agamanya, serta tidak

mengambilnya dari sembarang orang menurut seleranya. Tapi hendaknya

ia meneliti dan berhati-hati akan setiap sumber agama yang diambilnya,

karena tidak semua buku dan risalah yang diterbitkan suatu percetakan

bisa dipercaya. Cukup banyak buku yang penuh dengan khurafat dan

kekeliruan.

Di antara yang perlu diwaspadai adalah israiliyyat dalam kitab-

kitab tafsir dan hadis-hadis palsu dalam kitab hadis, serta cerita-cerita dan

khayalan-khayalan yang tidak logis dalam buku-buku nasehat, anjuran dan

ancaman. Menurut Al-Qardâwi, hendaknya kepada setiap muslim yang

berusaha untuk mendapatkan pengetahuan yang benar tidak keliru mencari

guru, karena itu carilah orang yang benar-benar paham tentang ilmu hadis,

karena tidak semua ulama dan pemberi nasehat memahami hal tersebut.16

Sebaiknya seorang muslim memiliki sebuah buku yang mencakup

hadis-hadis shahih, seperti Al-Maqashid Al-Hasanah karangan As-

Sakhawi, atau Kasyf Al-Khafa' wa Al-Ilbas fiima Isytahara min Al-Hadis

'ala Alsinah An-Naas karangan Al-'Ajlauni, dan lain-lain.

Menurut Al-Qardâwi, seorang muslim juga dapat belajar dengan

cara membaca dan menelaah buku-buku karangan para ulama terpercaya.

Semua buku tersebut akan tetap mengandung nilai dan pengaruhnya serta

medan pendidikan dan peningkatan wawasan, karena buku lebih tahan

lama umur dan pengaruhnya. Seorang muslim secara umum harus dapat

memilih buku-buku yang dibacanya, dan terlebih lagi dalam memilih

buku-buku keagamaan. Karena percetakan-percetakan setiap harinya

menerbitkan buku yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat, yang baru

16Yûsuf Al-Qardâwi, Taysirul Fiqh lil Muslim al-M'uasir fi Daw'i al-Qur'an wa

Sunnah, op. cit, hlm. 195.

Page 15: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

59

dan yang usang. Cukup banyak hal di dalamnya yang bermanfaat dan

membahayakan, dan seorang muslim hendaknya mengambil yang baik

dan meninggalkan yang buruk. Orang bijak mengatakan, "Beritahukan

kepadaku, apa yang sedang engkau baca?" Maka akan aku beritahukan

siapa kamu!"

Di sini Al-Qardâwi mewanti-wanti adanya racun dalam buku

bacaan sebagaimana yang terdapat dalam kaset-kaset. Di antara buku-

buku tersebut ada yang tampak bahaya dan kefatalannya, seperti buku-

bukunya orang-orang kafir dan para zending yang terang-terangan. Ada

juga buku yang mengandung racun berselubungkan madu, seperti buku-

bukunya para sekularis, marxisme dan yang semisalnya, mereka yang

dapat menyesatkan seorang muslim biasa dari jalan kebenaran, karena

kebatilan dipaksa sedemikian indah, sehingga banyak orang yang tertipu.

Dan yang paling berbahaya adalah buku-buku agama yang tidak

berdasarkan ilmu yang benar yang tidak diteliti dan diseleksi. Buku-buku

tersebut dipenuhi kekeliruan, berlebih-lebihan dan menyesatkan. Buku-

buku tersebut laku laris di tengah-tengah orang awam yang tidak dapat

membedakan antara barang bermutu dan palsu.17

Contoh lain menurut Al-Qardâwi adalah buku-buku tulisan para

ekstrimis yang mengharamkan hampir semua yang halal, mempersulit dan

bukan mempermudah serta menjauhkan dan bukan mendekatkan. Sudah

semestinya ada sebuah pengawasan atas buku-buku dan selebaran-

selebaran yang dikeluarkan untuk umum, sebagaimana adanya

pengawasan atas produksi makanan yang rusak, terkontaminasi dan

kadaluarsa.

Menurut Al-Qardâwi, tidak semua orang memiliki kemampuan

untuk membaca literatur klasik karena untuk hal tersebut dibutuhkan

perangkat-perangkat dan kunci-kunci tertentu khusus untuk dapat

membuka dan memahaminya. Sebab di dalamnya terdapat banyak istilah

17Yûsuf Al-Qardâwi, Al-Qur'an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, op.

cit, hlm. 255.

Page 16: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

60

dan problematika ilmiah yang berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu,

baik secara linguistik, syariat dan logika yang sulit dipahami oleh

kebanyakan orang. Untuk ini dibutuhkan adanya talaqqi dari para ahli di

bidang tersebut untuk menguraikan simpul-simpulnya dan mengembalikan

kepada dasar-dasarnya. Karena orang yang bukan ahlinya jika

membacanya sendirian, maka ia bagaikan berjalan di tengah padang tanpa

seorang pemandu jalan, sehingga ia akan celaka dan hilang.

Menurut Al-Qardâwi, orang-orang yang mendalam

pengetahuannya memperingatkan tentang orang yang belajar dari

shuhufiyyin, yakni orang yang mendapat ilmu dengan cara otodidak dari

buku semata tanpa duduk di bangku sekolah, berkumpul dengan para

ahlinya, dan berbaur dengan guru-guru dan murid-muridnya. Karena

itulah sebagian universitas zaman sekarang mewajibkan presentase

kahadiran seorang mahasiswa pada perkuliahan sebesar 75%, dan tidak

dianggap sebagai mahasiswa suatu perguruan tinggi kalau dia tidak

memenuhinya.18

B. Al-Gazâlî

1. Biografi dan Karyanya

Al-Gazâlî (1058 – 1111 M), nama lengkapnya adalah Abu Hamid

Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta'us Ath-Thusi Asy-

Syafi'i Al-Gazâlî.19 Secara singkat, dipanggil Al-Gazâlî atau Abu Hamid Al-

Gazâlî. la dipanggil Al-Gazâlî karena dilahirkan di kampung Ghazlah, suatu

kota di Khurasan, Iran, pada tahun 450 H/1058 M, tiga tahun setelah kaum

Saljuk mengambil alih kekuasaan di Baghdad.

Menurut As-Subki sebagaimana dikutip Solihin bahwa ayah Al-Gazâlî adalah seorang miskin pemintal kain wol yang taat, sangat menyenangi ulama dan sering aktif menghadiri majelis-majelis

18Yûsuf Al-Qardâwi, Taysirul Fiqh lil Muslim al-M'uasir fi Daw'i al-Qur'an wa

Sunnah, op. cit, hlm. 195. 19Pradana Boy, Filsafat Islam: Sejarah, Aliran dan Tokoh, UMM Press, Malang,

2003, hlm. 175.

Page 17: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

61

pengajian. Menjelang wafatnya, ayahnya menitipkan Al-Gazâlî dan adiknya yang bernama Ahmad kepada seorang sufi.20 Kepada sufi itu dititipkan sedikit harta, seraya berkata dalam wasiatnya:

إن ىل لنأسفاعظيماعلى عدم تعلم الخط وأشتهى استدراك مافاتنى 21فى ولدي هذين

"sesungguhnya aku menyesal sekali dikarenakan aku tidak belajar menulis, aku berharap untuk mendapatkan apa yang tidak kudapatkan itu melalui dua putraku ini."

Sufi tersebut menjalankan isi wasiat itu dengan cara mendidik dan

mengajar keduanya. Suatu hari ketika harta titipannya habis dan sufi itu

tidak mampu lagi memberi makan keduanya ia menyarankan pada kedua

anak titipan tersebut untuk belajar di madrasah sekaligus menyambung

hidup mereka dengan mengelola madrasah tersebut.22

Di madrasah tersebut, Al-Gazâlî mempelajari ilmu fiqh kepada

Ahmad bin Muhammad Ar-Rizkani. Kemudian Ai-Ghazali memasuki

sekolah tinggi Nizhamiyah di Naisabur, dan di sinilah ia berguru kepada

Imam Haramain (Al-Juwaini, wafat 478 H/1086 M) hingga menguasai ilmu

manthiq, ilmu kalam, fiqh-ushul fiqh, filsafat, tasawuf, dan retorika

perdebatan.

Selama berada di Naisabur, Al-Gazâlî tidak saja belajar kepada Al-

Juwaini, tetapi juga mempergunakan waktunya untuk belajar teori-teori

tamsawuf kepada Yusuf An-Nasaj. Kemudian ia melakukan latihan dan

praktik tasawuf kendatipun hal itu belum mendatangkan pengaruh berarti

dalam hidupnya.

Ilmu-ilmu yang didapatkannya dari Al-Juwaini benar-benar ia

kuasai, termasuk perbedaan pendapat dari para ahli ilmu tersebut, dan ia

mampu memberikan sanggahan-sanggahan kepada para penentangnya.

Karena kemahirannya dalam masalah ini, Al-Juwaini menjuluki Al-Gazâlî

20Solihin, Tokoh-Tokoh Sufi Lintas Zaman, CV Pustaka Setia, Bandung, 2003, hlm.

111. 21Abd Halim Mahmud, Penyelamat Dari Kesesatan, Terj. Abdullah Zakiy Al-Kaaf,

(Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 37. 22Ibid, hlm. 40

Page 18: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

62

dengan sebutan Bahr Mu'riq (lautan yang menghanyutkan). Kecerdasan dan

keluasan wawasan berpikir yang dimiliki Al-Gazâlî membuatnya menjadi

populer. Bahkan, ada riwayat yang menyebutkan bahwa diam-diam di hati

Imam Haramain timbul rasa iri.23

Setelah Imam Haramain wafat (478 H./1086 M.), Al-Gazâlî pergi ke

Baghdad, tempat berkuasanya Perdana Menteri Nizham Al-Muluk (w. 485

H/1091 M). Kota ini merupakan tempat berkumpul sekaligus

diselenggarakannya perdebatan-perdebatan antarulama terkenal. Sebagai

seorang yang menguasai retorika perdebatan, ia terpancing untuk

melibatkan diri dalam perdebatan-perdebatan itu. Dalam perdebatan-

perdebatannya, ternyata ia sering mengalahkan para ulama ternama

sehingga mereka pun tidak segan-segan mengakui keunggulan Al-Gazâlî.24

Sejak saat itu nama Al-Gazâlî menjadi termasyhur di kawasan

Kerajaan Saljuk. Kemasyhuran itu menyebabkannya dipilih oleh Nizham

Al-Muluk untuk menjadi guru besar di Universitas Nizhamiyah, Baghdad,

pada tahun 483 H/1090 M," meskipun usianya baru 30 tahun. Selain

mengajar di Nizhamiyah, ia juga aktif mengadakan diskusi dengan para

tokoh paham golongan-golongan yang berkembang waktu itu.

Di balik kegiatan perdebatan dan penyelaman berbagai aliran, semua

itu menimbulkan pergolakan dalam dirinya karena tidak memberikan

kepuasan batinnya. Untuk itulah, ia memutuskan untuk melepaskan jabatan

dan pengaruhnya lalu meninggalkan Baghdad menuju Syiria, Palestina,

kemudian ke Mekah untuk mencari kebenaran. Setelah memperoleh

kebenaran hakiki pada akhir hidupnya, tidak lama kemudian ia

menghembuskan nafasnya yang terakhir di Thus pada tanggal 19 Desember

1111 Masehi," atau pada hari Senin 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah,

dengan meninggalkan banyak karya tulisnya.

23Imam Haramain timbul rasa iri hingga ia mengatakan: "Engkau telah memudarkan

ketenaranku padahal aku masih hidup, apakah aku mesti menahan diri padahal ketenaranku telah mati."

24A.Mustofa, Filsafat Islam, CV Pustaka Setia, Bandung, 1997, hlm. 215

Page 19: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

63

Karya-karya tulis yang ditinggalkan Al-Gazâlî menunjukkan

keistimewaanya sebagai seorang pengarang yang produktif. Dalam seluruh

masa hidupnya, baik sebagai penasihat kerajaan maupun sebagai guru besar

di Baghdad, baik sewaktu mulai dalam skeptis25 di Naisabur maupun setelah

berada dalam keyakinan yang mantap, ia tetap aktif mengarang.

Menurut catatan Sulaiman Dunya, karangan Al-Gazâlî mencapai 300

buah. la mulai mengarang pada usia 25 tahun, sewaktu masih di Naisabur.

Waktu yang ia pergunakan untuk mengarang terhitung selama tiga puluh

tahun. Dengan perhitungan ini, setiap tahun ia menghasilkan karya tidak

kurang dari 10 buah kitab besar dan kecil, meliputi beberapa lapangan ilmu

pengetahuan, antara lain: filsafat dan ilmu kalam, fiqh, ushul fiqh, tafsir,

tasawuf, dan akhlak.

Karya-karyanya itu membuat Al-Gazâlî tidak mungkin diingkari

sebagai seorang pemikir kelas jagad yang amat berpengaruh. Kalangan

Islam sendiri banyak yang menilai bahwa dalam hal ajaran, ia adalah orang

kedua yang paling berpengaruh sesudah Rasulullah SAW. sendiri. Mungkin

berlebihan, tetapi banyak unsur yang mendukung kebenaran penilaian

serupa itu. Uniknya lagi, pemikiran keagamaannya tidak hanya berpengaruh

di kalangan Islam, tetapi juga di kalangan agama Yahudi dan Kristen.

"Titisan" Al-Gazâlî dalam pemikiran Yahudi tampil dalam pribadi filosof

Yahudi besar, Musa bin Maymun (Moses the Maimonides). Karya-karyanya

yang amat penting dalam sejarah perkembangan Filsafat Yahudi itu dapat

sepenuhnya dibaca di bawah sorotan pemikiran Al-Gazâlî.

Di kalangan Kristen abad pertengahan, pengaruh Al-Gazâlî

merembes melalui filsafat Bonaventura. Sama dengan Musa bin Maymun,

Bonaventura pun dipandang sebagai "titisan" Kristen dari Al-Gazâlî. Lebih

jauh, pandangan-pandangan tasawuf Al-Gazâlî juga memperoleh salurannya

dalam mistisisme Kristen (Katolik) melalui Ordo Fransiscan, sebuah ordo

yang karena banyak menyerap ilmu pengetahuan Islam, memiliki orientasi

25Yang dimaksud skeptis di sini yaitu Al-Gazâlî ketika dalam proses pencarian kebenaran ia mengalami keraguan terhadap kebenaran ilmu yang selama ini ia yakini sebagai kebenaran.

Page 20: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

64

ilmiah yang lebih kuat dibandingkan ordo-ordo lainnya, seperti diungkapkan

dalam novel abest seller-nya Umberto Eco, The Name of the Rose

Dunia Islam mengenal Al-Gazâlî sebagai sosok ulama yang sangat

alim dan berilmu tinggi sehingga diberi gelar kehormatan dengan sebutan

Hujjatul Islam (pembela Islam).26 Dia adalah ulama besar dalam bidang

agama. Dia termasuk salah seorang terpenting dalam sejarah pemikiran

agama secara keseluruhan. Barangkali Al-Gazâlî dan Shalahuddin al-

Ayyubi adalah orang yang paling disukai oleh orang-orang Nasrani di Barat

karena keduanya dianggap sebagai orang muslim yang paling dekat dengan

orang Kristen.27 Dengan berbagai kemampuan yang dimilikinya, Al-Gazâlî

dapat menjadikan sunnah, filsafat dan sufisme menjadi satu aturan yang

harmonis dan seimbang.28

Harus diakui juga bahwa banyak literatur yang menyebutkan jasa-

jasa Al-Gazâlî bagi peradaban Islam. Cyrill Glasse, misalnya, menyebutkan,

"Peradaban Islam telah mencapai kematangannya berkat Al-Gazâlî." Suatu

penilaian yang banyak mendapat dukungan. Namun, tidaklah demikian

pandangan lawan-lawannya. Sebagai mana layaknya dalil umum bahwa

tidak ada manusia yang sempurna, Al-Gazâlî pun tidak lepas dari

kekurangan.

Adapun karya-karya Al-Gazâlî dapat dijelaskan bahwa Al-Faqih

Muhammad ibnul Hasan bin Abdullah al- Husaini al-Wasithy dalam

kitabnya, ath-Thabaqatul Aliyah fi Manaqibi asy-Syafi'iyah, menyebutkan

ada 98 judul kitab karya Al-Gazâlî. Sedangkan as-Subky dalam kitabnya,

ath-Thabaqat asy-Syafi'iyah, menyebutkan ada 58 judul karyanya. Thasy

Kubra Zadah menyebutkan dalam bukunya, Miftahus Sa'adah wa Misbahus

Siyadah, jumlah karyanya mencapai 80 judul kitab. la menambahkan bahwa

buku dan risalah-risalahnya mencapai ratusan, bahkan sulit dihitung. Tidak

26Abdillah F Hassan, Tokoh-Tokoh Mashur Dunia Islam, Jawara, Surabaya, 2004,

hlm. 193 27Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, PT Remaja

Rosdakarya, Bandung, 2003, hlm. 177 28Muhammad Iqbal, 100 Tokoh Islam Terhebat dalam Sejarah, Intimedia & Ladang

Pustaka, Jakarta, 2001, hlm. 115

Page 21: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

65

mudah bagi orang yang ingin mengenal nama-nama kitabnya. Bahkan

pernah dikatakan, Al-Gazâlî memiliki seribu minus satu karya. Walaupun

hal tersebut bertentangan dengan adat kebiasaan, namun orang yang

mengenal kondisi Al-Gazâlî sebenarnya, bisa jadi akan membenarkan

informasi tersebut. Abdurrahman Badawi mengikutsertakan jumlah dan

nama-nama kitab Al-Gazâlî dalam bukunya, Muallifatul Ghazali, sebanyak

487 judul. Di antara karya-karya itu bisa disebutkan di sini.29

a. Kelompok Filsafat dan Ilmu Kalam

1. Maqashid al-Falasifah (Tujuan Para Filosof)

2. Tahafut al-Falasifah (Kekacauan Para Filosof)

3. Al-Iqtishad fi al-I'tiqad (Moderasi Dalam Aqidah)

4. Al-Muqidz minal-Dhalal (Pembebas Dari Kesesatan)

5. Al-Maqshad al-Asna fi Ma'ani Asma'illah al-Husna (Arti Nama-Nama

Tuhan),

6. Faisahal al-Tafriqah bain al-Islam wa al-Zindiqah (Perbedaan Islam

dan Atheis)

7. Al-Qisthas al-Mustaqim (Jalan Untuk Menetralisir Perbedaan

Pendapat)

8. Al-Mustadziri (Penjelasan-penjelasan)

9. Hujjah al-Haq (Argumen Yang Benar)

10. Mufahil al-Hilaf fi Ushul al-Din (Pemisah Perselisihan dalam Prinsip-

Prinsip Agama)

11. Al-Muntaha fi 'ilmi al-Jidal (Teori Diskusi)

12. Al-Madznun bihi 'ala ghairi Ahlihi (Persangkaan Pada yang Bukan

Ahlinya)

13. Mihaq al-Nadzar (Metode Logika)

14. Asraru ilm al-Din (Misteri Ilmu Agama)

15. Al-Arbain fi Ushul al-Din (40 Masalah Pokok Agama)

29Yusuf al-Qardhawi, Pro-Kontra Pemikiran Al-Gazâlî, Terj. Achmad Satori Ismail,

Risalah Gusti, Surabaya, 1997, hlm. 189

Page 22: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

66

16. Iljam al-Awwam fi Ilm al-Kalam (Membentengi Orang Awam dari

Ilmu Kalam)

17. Al-Qaul al-Jamil fi Raddi 'ala Man Ghayyar al-Injil (Jawaban jitu

untuk Menolak Orang yang Mengubah Injil)

18. Mi'yar al-Ilmi (Kriteria Ilmu)

19. Al-Intishar (Rahasia-Rahasia Alam)

20. Itsbat al-Nadzar (Pemantapan Logika)

b. Kelompok Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh

1. Al-Basith (Pembahasan Yang Mendalam)

2. Al-Wasith (Perantara)

3. Al-Wajiz (Surat-Surat Wasiat)

4. Khulashah al-Mukhtashar (Inti Sari Ringkasan Karangan)

5. Al-Mankhul (Adat Kebiasaan)

6. Syifa' al-'Alil fi al-Qiyas wa al-Ta'wil (Terapi yang Tepat pada Qiyas

dan Ta'wil)

7. Al-Dzari'ah ila Makarim al-Syari'ah (Jalan Menuju Kemuliaan

Syari'ah)

c. Kelompok Ilmu Akhlak dan Tasawuf

1. Ihya 'Ulum al-Din (Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama)

2. Mizan al-'Amal (Timbangan Amal)

3. Kimya' al-Sa'âdah (Kimia Kebahagiaan)

4. Misykat al-Anwar (Relung-relung Cahaya)

5. Minhaj al-'Abidin (Pedoman Orang yang Beribadah)

6. Al-Durar al-Fakhirah fi Kasyfi Ulum al-Akhirah (Mutiara Penyingkap

Ilmu Akhirat)

7. Al-Anis fi al-Wahdah (Lembut-Lembut dalam Kesatuan)

8. Al-Qurabah ila Allah 'Azza wa Jalla (Pendekatan Diri pada Allah)

9. Akhlaq al-Abrar wa Najat al-Asyrar (Akhlak Orang-Orang Baik dan

Keselamatan dari Akhlak Buruk)

Page 23: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

67

10. Bidayah al-Hidayah (Langkah Awal Mencapai Hidayah)

11. Al-Mabadi wal al-Ghayah (Permulaan dan Tinjauan Akhir)

12. Talbis al-Iblis (Tipu Daya Iblis)

13. Nashihat al-Muluk (Nasihat untuk Raja-Raja)

14. Al-Ulum al-Ladduniyah (Risalah Ilmu Ketuhanan)

15. Al-Risalah al-Qudsiyah (Risalah Suci)

16. Al-Ma'khadz (Tempat Pengambilan)

17. Al-Amali (Kemuliaan)

d. Kelompok Ilmu Tafsir

1. Yaqut al-Ta'wil fi Tafsir al-Tanzil (Metode Ta'wil dalam Menafsirkan

al-Qur'an)

2. Jawahir al-Qur'an (Rahasia-Rahasia al-Qur'an).

2. Pemikiran Al-Gazâlî tentang Konsep Ilmu

Al-Gazâlî berbicara konsep belajar dimulai dengan konsep ilmu

yang memang keduanya tali temali dan tidak bisa dipisahkan secara tegas.

Ia mengupas masalah ilmu dimulai pada halaman enam. Menurut Al-

Gazâlî jika manusia ingin selamat dan hendak beribadah, maka lebih

dahulu harus mencari ilmu, karena ilmu itu pokok ibadah. Ketahuilah

menurut Al-Gazâlî bahwa ilmu dan ibadah merupakan dua mutiara yang

menyebabkan adanya apa yang dilihat dan didengar, seperti: kitab-kitab

karangan para pengarang, pengajaran para pengajar, petuah para pemberi

fatwa dan renungan para pemikir. Bahkan lanjut Al-Gazâlî karena ilmu

dan ibadah maka kitab suci diturunkan dan para utusan diutus. Karena

ilmu dan ibadah pula langit bumi seisinya ini diciptakan Allah.30

Ilmu dan ibadah merupakan bagian yang penting dalam

mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tanpa ilmu maka ibadah bisa

menjadi keliru, sebaliknya ilmu tanpa ibadah akan menjadi sia-sia. Karena

30Imam Al-Gazâlî, Minhâj al-Â'bidîn, (Beirut: Dar-al-Fikri, tth), hlm. 6

Page 24: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

68

keduanya harus dijalankan dan dipahami secara baik. Namun demikian

ilmu sangat penting untuk menerangi cara ibadah yang benar dan diridhai

Tuhan.31

Selain ilmu dan ibadah, maka menurut Al-Gazâlî merupakan

perkara yang pasti hilang, rusak, tidak ada kebaikannya, kosong dan tidak

ada faedahnya (faedah yang kekal). Ilmu itu lebih mulia dan lebih utama

daripada ibadah. Meskipun demikian, manusia harus beribadah, selain

berilmu. Jika ia tidak mau beribadah, maka ilmunya sama dengan debu

yang bertaburan. Sebab, kedudukan ilmu bagaikan pohon, sedangkan

ibadah bagaikan buah pohon tersebut Kemuliaan tentu menjadi milik

pohon, karena pohon merupakan asal, tetapi pohon itu tidak ada gunanya

kalau tanpa buah. Bila demikian kata Al-Gazâlî jelaslah bahwa hamba

tidak bisa lepas dart ilmu dan Ibadah. Lebih jauh Al-Gazâlî mengutip

Imam Al-Hasan Al-Bashriy yang berkata : "Tuntutlah ilmu ini tanpa

merugikan ibadah dan lakukanlah ibadah tanpa merugikan ilmu".

Manakala sudah ditetapkan bahwa hamba tidak boleh meninggalkan ilmu

dan ibadah, maka harus diketahui pula bahwa ilmu lebih utama untuk

didahulukan. Karena, ilmu merupakan asal dan menjadi petunjuk benar

bagi ibadah.

Selanjutnya menurut Al-Gazâlî, ilmu menjadi asal yang diikuti dan

wajib didahulukan atas ibadah hanyalah karena dua hal:

1. Supaya bisa menghasilkan ibadah yang selamat dan benar. Sebab,

pertama kali manusia wajib mengenal Allah yang disembah, kemudian

beribadah kepadaNya. Bagaimana mungkin dapat beribadah

(menyembah) Dzat yang tidak dikenal asma-Nya, sifat-sifat DzatNya,

sifat-sifat yang wajib bagiNya dan sifat-sifat yang mustahil ada

padaNya? Boleh jadi menurut Al-Gazâlî bahwa manusia mempunyai

keyakinan yang menyimpang dari kebenaran mengenai Dzat dan

sifatNya, sehingga mengakibatkan ibadah orang tersebut menjadi

seperti debu yang bertebaran. Kemudian manusia wajib mengetahui

31Imam Al-Gazâlî, Ihyâ’ Ulûm al-Dîn, juz 1, (Surabaya: Salim Nabhan, tth), hlm. 5

Page 25: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

69

apa yang harus dilakukan, yaitu kewajiban-kewajiban agama menurut

cara yang telah diperintahkan Allah untuk dilakukan. Selain itu wajib

juga mengetahui larangan-larangan Allah yang harus ditinggalkan.

Kalau tidak mengetahui, lalu bagaimana cara berbuat tha'at terhadap

apa yang tidak diketahui itu, bagaimana cara mengerjakannya?

Bagaimana cara melakukan sebagaimana mestinya, atau bagaimana

cara dapat menjauhi maksiat, padahal orang itu tidak mengetahui

bahwa itu maksiat ? Jadi kata Al-Gazâlî bahwa ibadah-ibadah

menurut agama Islam seperti bersuci, salat, puasa dan sebagainya

wajib diketahui hukum-hukumnya dan syarat-syaratnya, supaya dapat

melaksanakannya dengan benar. Karena, boleh jadi manusia itu telah

bertahun-tahun dan sudah lama melakukan perbuatan yang dapat

membatalkan bersuci atau salatnya, serta tidak sesuai dengan sunnah

Rasulullah, sedangkan manusia tersebut tidak merasa, misalnya:

melakukan sujud dengan menelentangkan telapak kaki, atau berwudlu

yang airnya tidak mengenai seluruh wajah. Kadang-kadang

menghadapi kemusykilan, tetapi orang itu tidak menemukan orang

yang bisa ditanyai tentang masalah yang menyulitkan hati itu, padahal

orang itu tidak mengetahui hukumnya.32

2. Selanjutnya Al-Gazâlî menuturkan bahwa manusia wajib pula

mengetahui larangan-larangan Allah yang berkaitan dengan perbuatan

hati yang menjadi lawan dari perangai-perangai, seperti: benci kepada

takdir Allah, melanturnya angan-angan tanpa mengingat akhirat, riya,

takabur, yang kesemuanya itu harus dijauhi. Sebab, ibadah hati yang

dituturkan di atas juga termasuk fardhu 'a'in yang ditetapkan dan

diperintahkan Allah, serta dilarang perbuatan yang menjadi lawannya.

Mungkin saja lanjut Al-Gazâlî bahwa manusia mengeluh dan

membenci ketentuan (qadla) Allah, lalu menganggapnya sebagai

merendah diri kepada Allah. Kadang-kadang riya benar-benar, tetapi

mengira telah memuji Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau sebagai ajakan

32Imam Al-Gazâlî, Minhâj al-Â'bidîn, op. cit, hlm. 7

Page 26: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

70

kepada masyarakat berbuat baik, lalu manusia itu menghitung-hitung

pahala dari Allah terhadap perbuatan maksiat (riya) ini. Manusia

memperkirakan ganjaran besar di tempat siksa Allah. Jadi manusia

tersebut berada dalam jaringan tipu-daya setan yang sangat besar dan

kealpaan yang teramat buruk. Demi Allah kata Al-Gazâlî bahwa hal ini

merupakan bencana yang sangat jelek bagi orang yang beramal tanpa

ilmu. Selain apa yang tersebut di atas, sesungguhnya amal-amal lahiriyah

itu ada hubungannya dengan amal-amal yang samar (amal hati). Amal-

amal hati ini bisa membaguskan amal lahir dan dapat pula merusakkannya

Amal-amal hati itu seperti : ikhlas, riyaa, ujub, mengingat anugerah Allah

dan sebagainya. Barang siapa tidak mengetahui amal-amal batin dan

sebab-sebab berpengaruhnya pada ibadah lahiriyah, serta cara-cara

memelihara amal lahir dan amal batin yang jelek, maka amal lahir orang

tersebut tentu tidak dapat selamat dari kerusakan, akibatnya ia kehilangan

amal lahir dan sekaligus amal batin. Yang tinggal pada dirinya tidak ada

lain kecuali celaka dan kepayahan. Ini merupakan kerugian yang nyata. 33

Tha'at dan ibadah tidak bisa berhasil bagi hamba dan tidak dapat selamat,

jika tidak menggunakan ilmu, karena itu wajib mendahulukan ilmu yang

ada hubungannya dengan ibadah.

3. Penyebab kedua orang wajib mendahulukan ilmu ialah: Ilmu yang

bermanfaat itu bisa menimbulkan rasa takut kepada Allah.34

Ilmu kata Al-Gazâlî dapat menimbulkan bermacam-macam laku

tha'at dan mencegah berbagai maksiat, dengan mendapat pertolongan

Allah. Selain dua hal ini (timbulnya tha'at dan tercegahnya maksiat),

bukanlah menjadi tujuan hamba dalam beribadah kepada Allah. Lalu ilmu

apakah yang menuntutnya dianggap fardlu itu ? Dan apakah batasan ilmu

yang wajib dihasilkan oleh hamba dalam masalah ibadah? Selanjutnya Al-

Gazâlî menjawab bahwa ilmu yang fardhu menuntutnya itu secara global

33Imam Al-Gazâlî, Ihyâ’ Ulûm al-Dîn, Juz 1, op. cit, hlm. 6 34Imam Al-Gazâlî, Minhâj al-Â'bidîn, op. cit, hlm. 7

Page 27: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

71

ada tiga yaitu: Ilmu Tauhid, Ilmu Sirri: Ilmu yang berhubungan dengan

gerak hati dan Ilmu Syari'ah.

Adapun batas kewajiban mempelajari tiga ilmu ini adalah sebagai

berikut:

1. Dari Ilmu Tauhid.

Sekedar bisa mengetahui pokok-pokok agama seperti

mengetahui bahwa Tuhan Maha mengetahui, Maha kuasa

berkehendak, hidup dan berfirman, mendengar dan melihat, Maha Esa

tanpa ada yang menyukutuiNya, mempunyai sifat-sifat kesempurnaan,

bersih dari sifat kekurangan dan kemusnahan, bersih dan tanda-tanda

kebaruan, menyendiri dengan sifat qidam dari setiap yang baru. Juga

mengerti bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam

adalah hamba Allah dan UtusanNya, dan membenarkan semua yang

diterangkan Nabi SAW seperti mengenai akhirat. Kemudian

mengetahui tanda sunnah Rasulullah. Dalam kondisi ini Al-Gazâlî

memeperingatkan agar hati-hati yakni jangan sampai membuat bid'ah

dalam agama Allah tanpa berdasar Al-Qur'an atau Atsar (Hadis Nabi

atau perkataan para shahabat beliau), yang bisa mengakibatkan

manusia tersebut berada dalam kedudukan yang mengkhawatirkan di

hadapan Allah Ta'ala.

Secara umum kata Al-Gazâlî bahwa segala hal yang tidak

dimengerti seseorang, lalu orang itu merasa tidak aman dari

kerusakan, maka adalah fardlu 'ain mencari ilmunya dan tidak boleh

meninggalkannya. Inilah keterangan yang benar, demikian tegas Al-

Gazâlî.

2. Dari Ilmu Sirri.

Yang termasuk fardlu 'ain mempelajarinya ialah: mengetahui

mana yang wajib dikerjakan dan mana yang wajib ditinggalkan,

supaya seseorang dapat benar-benar mengagungkan Allah, ikhlas

beramal hanya karena Allah, niat yang benar dari selamatnya iman.

3. Dari Ilmu Syari'ah.

Page 28: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

72

Yang dianggap fardlu 'ain mempelajarinya yaitu mengetahui

seluk-beluk perbuatan yang difardlukan kepada manusia, agar dapat

mengerjakannya dengan benar. Misalnya: bersuci dan salat. Adapun

haji, zakat dan jihad, jika memang telah menjadi fardlu 'ain bagi orang

itu, maka mengetahui' ilmunya juga fardlu 'ain, supaya bisa

mengerjakannya dengan benar.35

Untuk memperkuat pendapat dan uraiannya, Al-Gazâlî

menggunakan dalil-dalil di bawah ini:36

)122: التوبة (فلوال نفر من كل فرقة منهم طآئفة ليتفقهوا في الدين

Artinya: Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama. (Q.S. At-Taubah: 122)37

)43: النحل (فاسألوا أهل الذكر إن كنتم ال تعلمون

Artinya: Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (Q.S. An-Nahl: 43)38

قال عليه وسلم ه صلى الله رسول الل رضي اهللا عنه أن ي هريرة عن أب ومن سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا إلى الجنـة

39) رواه مسلم(

Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

barangsiapa menempuh jalan bertujuan mencari ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. (H.R. Muslim).

35Imam Al-Gazâlî, Ihyâ’ Ulûm al-Dîn, Juz 1, op. cit, hlm. 6 36Ibid, hlm. 9 37Soenaryo, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra, 1978), hlm. 301 38Ibid., hlm. 408. 39Abu Zakaria Yahya Muhiddin bin Syarf al-Dimasqi. Riyad as-Salihin, (Beirut: al

Ijtimaiyah tth), hlm. 529.

Page 29: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

73

عليـه رسول اهللا صلى الله سمعت رضي اهللا عنه قال هريرةعن أبي ه ذكر اهللا تعاىل ومـا واال ونة ملعون ما فيها إال عوسلم يقول الدنيا مل

40) رواه الترمذى( اموعالما أو متعل

Artinya: Dari Abu Hurairah ra. berkata: "Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Dunia itu terkutuk dan terkutuk pulalah isinya, kecuali zikir dan taat kepada Allah Ta'ala, orang alim dan orang yang belajar. (HR. Turmudzi).

ريدعيد الخأبي س نرضي اهللا عنه ع نلى اهللا عول الله صسـه رليع عبشي قال لن لمسر ويخ من منؤا م اههتنكون مى يتـة حنرواه (لج

41) الترمذى

Artinya: Dari Anas ra., ia berkata: "Rasulullah Saw. bersabda:

"Barangsiapa ke luar rumah untuk menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai pulang". (HR. Turmudzi).

قـال عليه وسلم صلى اهللا رسول اهللا رضي اهللا عنه أن عن أبي أمامة رسول الله صلى فضل العالم على العابد كفضلي على أدناكم ثم قال

حتى النملـة فـي هل السموات والأرض وملائكته وأ إن اهللا سلم اهللاـ حوت ليصلون على معل لجحرها وحتى ا رواه ( النـاس الخيـر ىم

42) الترمذى

Artinya: Dari Abu Umamah ra., bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Keutamaan seorang alim dibandingkan dengan seorang ahli ibadah, adalah laksana keutamaan diriku dibanding dengan orang yang paling rendah di antara kalian." Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya, dan penghuni semesta langit, bahkan semut di lubangnya, bahkan ikan-ikan bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebajikan kepada orang lain." (HR. Turmudzi).

40Ibid., hlm. 530 41Ibid., hlm. 530. 42Ibid., hlm. 531

Page 30: baru BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1-2006-fakhitahni-1108...sumbangan dan aktivitasYûsuf Al-Qardâwi itu dalam bahasan

74