bab ii yes -...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
A. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat
1. Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, menurut lisan orang arab, kata zakat
merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti suci, berkah,
tumbuh, dan terpuji, yang semua arti ini digunakan dalam menerjemahkan
al-qur’an dan hadis.1 Sedang menurut Yusuf Qardhawi zakat berarti
sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT, diserahkan kepada
orang-orang yang berhak menerimanya, disamping berarti mengeluarkan
jumlah tertentu harta teretentu.2
Zakat menurut bahasa berarti tumbuh dan suci, zakat mensucikan
hati dari sifat kikir, bakhil dan bencana lainnya.3 Pengertian zakat menurut
syara’ adalah pemberian suatu yang wajib diberikan dari sekumpulan harta
tertentu. Menurut sifat-sifat dan ukuran tertentu kepada golongan yang
berhak menerimanya.4 Zakat ibarat benteng yang melindungi harta dari
penyakit dengki dan iri hati dan zakat ibarat pupuk yang dapat
menyuburkan harta untuk berkembang dan tumbuh.5
1 Muhammad, Zakat Profesi, op.cit, hlm.10 2 Yusuf Qardhawi, Fiqhuz- Zakat, op. cit, hlm. 34 3 Ahmad Abdul Ghaffar, At-Tahdzaiir min Fatnatil Maal, terj. Masnur Hamzah, “Agar Harta
Tidak Menjadi Fitnah”, Jakarta : Gema Insani Press, Cet ke-1, 2004, hlm. 70 4 Zakia Darajat, Ilmu Ushul Fiqh, Jilid II, Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana
Perguruan Tinggi Agama Islam / IAIN di Jakarta Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Cet. Ke-2, 1983, hlm. 229
5 M. Ali Hasan, Zakat, Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan (Masail Fiqhiyah II ), Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet. Ke-4, 2003, hlm. 2
2. Dasar Hukum Zakat
Berbicara tentang pengelolaan zakat merupakan kajian yang
sangat menarik, dan urgen, bagaimana tarikh Islam tentang zakat
disyariatkan oleh Allah SWT. Untuk menggambarkan betapa pentingnya
kedudukan zakat, Al-qur’an menyebutkan sampai 72 kali, di mana itaa al-
zakah bergandengan dengan iqamu al-shalah, seperti pada ayat 43 QS.2 :
55, QS Al- Maidah, ayat 4, QS. Al- Mukminin, dan lain sebagainya.6
Kewajiban melaksanakan Zakat sebagaimana diperintah oleh
Allah SWT yang termaktub dalam QS. 9 :103
“Ambilah zakat dari sebagian harta mereka sebagai shadaqah (dimaksud zakat) yang mana akan mensucikan harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Mendengar lagi Maha Mengetahui”(QS. At- Taubah 103 )7
Zakat mempunyai peranan yang besar bagi perkembangan
perekonomian umat Islam, zakat dapat mengurangi kemiskinan serta
mampu mensejahterakan masyarakat dari kemiskinan. Esensi dari ajaran
Islam adalah bagaimana manusia dapat mengabdi kepada Allah SWT8.
Realisasi zakat sebagai manivestasi ta’abud kepada Allah SWT, serta 6Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial Dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi Hingga Ukhuwah,
Bandung : Mizan, Cet. Ke-3, 1995, hlm. 231 7 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang : Al-Waah, 1995, hlm. 297-298 8 QS. 51: 56
konsekuensi umat Islam untuk mengimplementasikan zakat. Hal ini
didasarkan pada QS. 9: 60
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanya untuk orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak. orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah,dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.9
Ayat tersebut menjelaskan tentang kelompok orang yang berhak
menerimanya (Mustahiq) dan QS.9:103 yang menjelaskan pentingnya
zakat untuk diambil (dijemput) oleh para petugas (amil) zakat.10
Selain itu ada beberapa hadis yang berkaitan dengan perintah untuk
merealisasikan zakat
Islam dibangun atas (dasar) lima (hal), bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah SWT, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mengunjungi rumah (Allah) dan puasa Ramadhan. (HR Bukhari Muslim)11
9 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, op. cit, hlm. 288 10 Didin Hafidhuddin, Mimbar Agama & Budaya, Jakarta : UIN Jakarta, Volume XIX, No.3, 2002,
hlm, 268 11 Imam Bukhari, Shahih Bukhari Juz I, Beirut : Darul Fikr, 1981, hlm 9-10
Sedangkan tujuan disyariatkan zakat menurut M. Daud Ali antara lain :
1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari
kesulitan hidup serta penderitaan.
2. Membantu pemecahan permasalahn yang dihadapi oleh para gharim,
Ibnu sabil dan mustahik lainnya.
3. Membentangkan dan memberi tali persaudaraan sesama umat Islam
dan manusia pada umumnya.
4. Menghilangkan sifat kikir dan atau loba pemilik harta.
5. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial)
6. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin
dalam suatu masyarakat.12
7. Menciptakan masyarakat yang berbahagia yang dapat merasakan
keberkatan harta benda yang di peroleh, karena hak-hak orang lain atau
hak agama atas harta itu sudah diberikan.13
Syari’ah zakat ternyata memegang peranan penting. Selain
memuat nilai-nilai ubudiyah, syariat zakat juga memuat nilai-nilai
kemanusiaan (humanism) yang dalam istilah lain disebut ibadah
sosial.14Zakat termasuk ibadah sosial. Zakat tidak diberikan kepada Allah,
tetapi kepada sesama manusia dalam masyarakat. Pemberi zakat
menerima pahala dari Allah melalui amil zakat, dalam membantu sesama
manusia yang berada dalam kekurangan dan kemiskinan. Pemberi zakat
12 M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI Press, Cet.ke-1, 1988, hlm.
40 13 Zakia Darajat, op. cit, Jilid II, hlm. 239 14 Syaichul Hadi Permono (Ed), Antologi Kajian Islam, Surabaya: Pascasarjana IAIN Sunan
Ampel Press, Cet. 1, 2004, hlm. 273
mendapat untung di dunia ini dan juga kelak di akhirat, sedang mustahik
memperoleh untung di dunia ini juga dalam bentuk material yang
meringankan kasulitan hidupnya.15
B. Pengelolaan Zakat dimasa Rasulullah SAW dan Sahabat
Petunjuk yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada Muadz Ibn
Jabal ketika diutus ke Yaman, beliau mengatakan :
“Jika mereka telah mengucapkan dua kalimat syahadat dan melaksanakan shalat, maka beritahukan bahwasanya Allah SWT telah mewajibkan zakat yang diambil dari orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir”16
Pada zaman Nabi Muhammad SAW dan para Khalifah, zakat
merupakan suatu lembaga negara, sehingga menjadi kewajiban negara untuk
menghitung kewajiban para warga negara serta mengumpulkannya. Nabi dan
para khalifah membentuk badan pengumpul zakat, dan masing-masing
gubernur juga melakukan hal yang sama di wilayahnya. Zakat yang sudah
terkumpul dimasukkan ke Baitul Mal dan penggunaan zakat itu ditentukan
oleh pemerintah berdasarkan ketentuan-ketentuan Al-qur’an dan sunnah.17
Perintah wajib zakat turun di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua
Hijriyah Nabi SAW, kewajibannya terjadi setelah kewajiban puasa Ramadhan
dan zakat fitrah. Zakat mulai diwajibkan di Madinah karena masyarakat Islam
sudah mulai terbentuk, dan kewajiban ini dimaksudkan untuk membina
masyakat muslim, yakni sebagai bukti solidaritas sosial.18 Kewajiban yang
menyangkut harta kekayaan kaum muslimim adalah shadaqah yang belum 15Harun Nasution, Islam Rasional, Bandung: Mizan, Cet.ke-3, 1995, hlm. 245 16 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, op.cit, hlm. 108 17Amien Rais, op.cit hlm. 62 18 Muhammad, Zakat Profesi, op. cit, hlm. 16
ditentukan batas-batasnya seperti dalam kewajiban zakat. Setelah di Madinah
zakat lebih terinci dengan berbagai aturan seperti macam harta yang wajib
dizakati.19 Semula zakat masih diserahkan kepada kesadaran para wajib zakat
tanpa ada petugas negara yang melakukan pemungutan dan
mendistribusikannya. Eksistensi amil (petugas, pemungut dan pendistribusi
zakat) baru diadakan pada tahun ke-9 Hijriyah, ketika Rasulullah SAW
mengutus para amil ke daerah-daerah pedalaman jazirah Arab hingga Yaman.
Eksistensi amil diteruskan oleh Khalifah Abu Bakar bahkan pada waktu itu
disertai dengan ancaman untuk memerangi mereka yang membangkang.
Walaupun tidak setegas Abu Bakar kekhalifahan Islam berikutnya juga
membentuk amil dan melakukan gerakan sadar zakat kepada umat Islam.20
Kewajiban membayar zakat telah dilaksanakan pada masa khalifah Abu
Bakar, sehingga orang yang tidak mau membayar zakat tentu diperangi
sebagaimana zaman Sahabat.
C. Sistem Pengelolaan Zakat
1. Menurut Fiqh
Dari tulisan para ahli fiqh disebutkan bahwa, para imam
mengirim para petugas untuk memungut zakat. Karena Nabi Muhammad
SAW dan para Khalifah sesudah beliau menegaskan para pemungut zakat
dan ini merupakan hal yang masyhur21. Selain itu diantara hadis-hadis
Nabi ialah hadis Abu Hurairah yang terdapat dalam hadis shahih Bukhari-
19 Musman Thalib, Materi Penataran Lembaga Amil Zakat Muhammadiayah Jawa Tengah,
Semarang: 6-7 September 2003 20 Ibid 21Yusuf Qardhawi, Fiqhuz- Zakat, op.cit hlm. 545
Muslim yang mengatakan “ bahwa Rasulullah SAW telah mengutus Umar
Ibnul Lutbiah sebagai petugas pemungut zakat. ” Hadis dalam soal ini
banyak sekali. Diantara penduduk terdapat orang yang punya harta tapi
tidak tahu akan kewajibannya. Ada juga di antara mereka yang mengetahui
kewajiban tapi ia kikir, oleh karena itu wajib adanya pemungut zakat.22
Imam atau wakilnya hendaknya mengutus para amil zakat untuk
memungut hasil zakat tanaman, dan buah-buahan. Yaitu zakat yang tidak
disyariatkan haul pada waktu wajib mengeluarkan, amil zakat hendaklah
mengetahui, agar ia dapat menghubungi mereka pada waktu panen.23
Adapun hewan ternak dan harta lain yang disyariatkan haul,
petugas hendaklah menentukan bulan apa ia harus mendatangi mereka.
Dan yang dianggap baik bulan yang di tentukan itu ialah bulan Muharam,
baik musim panas maupun dingin, karena bulan itu adalah awal tahun
yang disyariatkan oleh Islam.24
Rasulullah Saw bersabda :
Maksudnya : Riwayat dari Abi Abbas ra. katanya : Nabi Saw telah berpesan kepada Mu’adz bin Jabal (ketika bertugas di Yaman) demikian “sesungguhnya Allah SWT, benar-benar telah mengfardhukan shadaqah ( yang di maksud zakat ) yaitu pungutlah dari orang-orang mampu/aghniya’ mereka, kemudian kembalikan pada orang-orang fakir/fuqara’ mereka”25
22Imam Nawawi, Al Majmu, Jilid 6, Beirut : Darul Fikr, tt, hlm. 167 23Abu Ubaid, Al Amwal, Beirut: Darul Fikr, tt, hlm. 556 24Ibid. 25 Imam Bukhari, Shahih Bukhari Juz I, Beirut: Darul Fikr, 1981, hlm 108
a Syarat Wajib Mengeluarkan Zakat
1) Islam
“Islam menjadi syarat wajib mengeluarkan zakat dengan dalil hadis Ibnu Abbas, yang menerangkan bahwa kewajiban zakat, setelah mereka menerima dua kalimat syahadat dan kewajiban shalat. Hal ini tentunya menunjukkan, bahwa orang yang belum menerima Islam tidak berkewajiban mengeluarkan zakat.”26
2) Merdeka
Menurut kesepakatan ulama, zakat tidak wajib atas hamba sahaya
karena hamba sahaya tidak memiliki hak milik. Tuannyalah yang
memiliki apa yang ada di tangan hambanya. Begitu juga, Mukatib
(hamba sahaya yang dijanjikan akan dibebaskan oleh tuannya
dengan cara menebus dirinya) atau semisal dengannya tidak wajib
mengeluarkan zakat, karena kendatipun dia memiliki harta,
hartanya tidak dimiliki secara penuh. Pada dasarnya menurut
jumhur, zakat atas tuan karena dialah yang memiliki harta
hambanya. Oleh karena itu, dialah yang wajib mengeluarkan
zakatnya, seperti halnya harta yang berada ditangan syark (
patner) dalam sebuah usaha perdagangan 27
3) Baligh dan Berakal
Keduanya dianggap sebagai syarat oleh mazhab Hanafi.
Dengan demikian, zakat tidak wajib diambil dari harta anak kecil
26 Abu Al Abbas Khalid bin Syamhudi, “Syarat Wajib Dan Cara Mengeluarkan Zakat”, dalam As-
Sunnah, Edisi, 06/VII/1424/2003, hlm.16 27 Wahbah Al-Zuhaili, Al- Fiqh Al- Islami Adilatuh, terj, Agus Effendi dan Bahruddin Fanani,
“Zakat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: Rosda Karya, Cet. ke-6, 2005. hlm. 98-99
dan orang gila.sebab keduanya tidak termasuk dalam ketentuan
orang yang wajib mengerjakan ibadah, seperti shalat dan puasa,
sedangkan menurut jumhur, keduanya bukan merupakan syarat.
Oleh karena itu, zakat wajib dikeluarkan dari harta anak kecil dan
orang gila. Zakat tersebut dikeluarkan oleh walinya.28
4) Cukup satu Nishab
Yang dimaksud dengan satu nishab adalah kadar minimal
jumlah harta yang wajib di zakati berdasarkan ketetapan syara’.
Nishab yang ditetapkan syara’ untuk setiap jenis harta berbeda-
beda misalnya, untuk emas ditetapkan 20 dinar (satu dinar lebih
kurang 4,5 gram emas) berdasarkan hadis riwayat Imam Abu
Dawud dari Ali bin Abi Thalib, kambing 40 ekor, dan unta 5 ekor,
ketiganya berdasarkan hadis riwayat Imam Al- Bukhari dari Anas
bin Malik.29Untuk dapat merealisasikan zakat, maka harta harus
mencapai nishab
Adapun syarat-syarat nishab sebagai berikut:
a) Harta tersebut diluar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh
seseorang, seperti : makanan, pakaian, tempat tinggal,
kendaraan, dan alat yang dipergunakan untuk mata
pencaharian.
28 Ibid. hlm. 100 29 Quraish Shihab (Ed), Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, jilid 1, Cet.1,
hlm. 1989
b) Harta yang dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul)
terhitung dari kepemilikan nishab. Rasulullah Saw Bersabda :
Tidak ada zakat atas harta, kecuali yang telah melampaui satu haul (satu tahun).30
“Untuk diwajibkannya zakat, disyaratkan harta itu cukup setahun dimiliki” Demikianlah pendapat kebanyakan Mujtahid. Dihikayatkan
dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas, bahwa mereka mewajibkan
zakat dengan semata-mata memiliki harta. Sesudah cukup
setahun dimiliki, diberikan sekali lagi. Ibnu Mas’ud apabila
menerima sesuatu pemberian beliau terus menzakatinya.31
Kecuali dari hal ini, yaitu zakat pertanian dan buah-
buhan. Karena zakat pertanian dan buah-buahan diambil ketika
panen. Demikian juga zakat harta karun (rikaz) yang diambil
ketika menemukannya. Untuk dapat menaksir jumlah harta
wajib zakat maka terlebih dahulu pemilik harta atau amil harus
mengetahui terlebih dahulu nishabnya.
b Lembaga Pengelola Zakat
30Hadis ini di riwayatkan dari beberapa jalan periwayatan. Diriwayatkaan dari jalan periwayatan
Ibnu Umar oleh at Tirmidzi /123, dari jalan periwayatan Aisyah oleh Ibnu Majah dalam sunannya no. 1793, dari periwayatan Anas bin Malik oleh Al Daraqutni dalam sunannya no. 199 dan periwayatan Ali bin Thalib oleh Abu Daud dalam Sunan-nya no. 1573. Hadis ini di hasankan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dalam kitab Irwa Al Ghalil, 3/254-258. di kutip dari majalah “As-Sunnah” Edisi 06/Tahun VII/ 1424 H/ 2003 M
31TM. Hasby Asy-Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab, Semarang: Pustaka Rizki Putra, Cet. ke-2, 2001, hlm. 123
Pengelolaan zakat dalam Islam diserahkan kepada amil. Hal ini
mengindikasikan bahwa amil merupakan salah satu dari delapan asnaf
yang berhak menerima zakat. Amil sebagai panitia diberi wewenang
untuk megambil dan mengelola zakat sebagaimana termaktub dalam
QS. 9: 103. Oleh karena itu penulis memberikan deskripsi tentang
amil, sebagai berikut :
1) Pengertian Amil
Kata amil berasal dari kata ‘amal yang biasa
diterjemahkan dengan “yang mengerjakan atau pelaksana”32
Menurut Ensiklopedi Islam33 yang dimaksud dengan amil
adalah orang atau badan yang mengurus soal zakat dan shadaqah
dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan menyalurkan atau
membagikannya kepada mereka yang berhak menerimanya
menurut ketentuan ajaran Islam. Secara bahasa amil berarti wakil,
agen, kuasa, dan langganan. Kata ini berasal dari kata amila yang
berarti pekerja, tukang, dan pengatur pekerjaan. Pengertian amil
dalam artinya yang sekarang bermula pada masa Nabi Muhammad
Saw. Nabi Muhammad Saw menggunakan istilah tersebut bagi
orang-orang yang ditunjuk olehnya sebagai petugas yang
mengumpulkan dan yang menyalurkan shadaqah dan zakat kepada
mereka yang berhak menerimanya.34 Istilah amil disebutkan dalam
32 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Fungsi Dan Peranan Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, Bandung: Mizan, Cet. Ke-2, 1992, hlm. 325 33 Quraish Shihab (Ed), Ensiklopedi Islam, op.cit, hlm. 134 34 Ibid
Q S. 9: 60 yakni sebagai salah satu dari delapan golongan yang
berhak menerima zakat.
Namun sekarang amil banyak bermunculan di daerah-
daerah. Dengan berdirinya amil maka peranan amil hendaknya bisa
meningkat. Tidak hanya dari aspek SDM. Satu hal yang menjadi
perhatian khusus adalah bagaimana amil dapat memberikan
kontribusi kepada masyarakat mengenai penanganan zakat secara
profesional. Kinerja amil secara profesional menjadi harapan para
muzakki dan mustahik zakat.
Kalau definisi di atas dicermati, seorang amil haruslah yang
diangkat sebagai petugas oleh pemerintah. Pendapat ini
dilonggarkan oleh beberapa ulama khususnya al-muta’akhirin
semacam Abu Zahrah. Menurutnya, amil adalah :
“Mereka yang bekerja untuk pengelolaan zakat, menghimpun, menghitung, mencari orang-orang yang butuh (mustahiqqin), serta membagikan pada mereka”35 Amil adalah para pekerja yang telah diserahi oleh penguasa atau
penggantinya untuk mengambil harta zakat, mengumpulkan,
menjaga dan memindah-mindahkannya. Sehingga termasuk orang
yang memberi minum dan menggembalanya, jika zakat itu berupa
ternak. Begitu pula petugas keamanan, sekretaris, petugas
penimbang, tukang hitung dan perangkat lainnya yang dibutuhkan
35 Abu Zahrah dalam “Himpunan Majma’ Al-Buhust Al- Islamiyyah Al-Azhar”, Muktamar ke-2,
1385-1965, hlm.192
untuk pengumpulan dan pembagian zakat.36 Mereka itu diberi
zakat walaupun orang kaya, sebagai imbalan jerih payahnya dalam
membantu kelancaran zakat, karena mereka telah mencurahkan
tenaganya untuk kepentingan orang-orang Islam.
Menurut Yusuf Qardhawi, ia lebih jelas lagi merinci para amil
zakat, dengan menyatakan, semua orang terlihat atau ikut aktif di
insitusi zakat, termasuk penanggung jawab, para pengumpul,
pembagi, bendaharawan, penulis dan sebagainya.37
Pada awal Islam para amil diangkat langsung oleh Rasulullah
SAW. Tetapi pada masa pemerintahan Utsman r.a, kebijaksanaan
pengumpulan zakat diubah. Harta yang dizakati dibagi dalam dua
kategori, yaitu amwal zhahirah (harta benda yang dapat diketahui
jumlah atau nilainya oleh pengamat, seperti kekayaan yang
berbentuk binatang atau tumbuhan) dan amwal bathinah (harta
yang tidak dapat diketahui kecuali oleh pemiliknya sendiri). Pada
masa Nabi Muhammad SAW, para sahabat menyerahkan amwal
bathinah itu kepada beliau untuk memudahkan beliau serahkan
kepada para amil agar dibagikan sesuai dengan petunjuk agama.
Tetapi pada masa Utsman, karena harta kekayaan telah sedemikian
melimpah, demi kemaslahatan umum, beliau mengalihkan
wewenang pembagian kepada pemilik harta secara langsung.
36 Imam Abu Ubaid, Kitabul Amwal, op. cit, hlm. 748 37 Yusuf Qardhawi, Fiqh Al-Zakat, Muassasah Al-Risalah, Dar Al-Qalam, Beirut, Cet.VI, Jilid II.
H.576
Pengalihan ini tidak mencabut wewenang imam untuk maksud
tersebut.38
2) Kewajiban Amil
a) Pemungutan
Para pengumpul bertugas mengamati dan
menetapkan para muzakki, menetapkan jenis-jenis harta
mereka yang wajib dizakati, dan jumlah yang harus mereka
bayar. Kemudian mengambil menyimpannya dan untuk
diserahkan kepada para petugas yang membagikan apa yang
telah mereka kumpulkan itu.
Di sini para pengumpul sangat memerlukan
pengetahuan tentang hukum-hukum zakat, misalnya hal-hal
yang berkaitan dengan jenis harta, kadar nishab, haul, dan
sebagainya. Untuk lebih jelasnya mengenai pemungutan zakat
penulis paparkan sebagaimana telah disampaikan oleh para
imam-imam madzhab maupun para ahli ushul fiqh sebagai
berikut :
(1) Menghitung dan menaksir harta wajib zakat
(a) Teori perhitungan zakat dengan nishab 2,5 %
“Emas, perak, baik lantakan atau perhiasan, semua mata uang baik yang disimpan (safe keeping) atau diperjual belikan, dan semua barang dagangan yang dimiliki oleh seorang muslim atau muslimah yang telah mencapai nishabnya (bernilai lebih kurang 93, 6 gram
38 Ibid. hlm. 759
emas, dan khusus untuk perak seberat 624 gram) dan telah jatuh haulnya setahun wajib dizakati 2,5 %”39
(b) Teori perhitungan zakat dengan nishab 5 % atau 10 %
Pada zaman sekarang hasil pertanian dapat
dianalogikan dengan gedung-gedung bertingkat,
perusahaan, dan sebagainya, yang merupakan lahan-
lahan sumber-sumber penghasilan dan mendatangkan
pemasukan yang besar bagi sementara orang.40
(c) Teori perhitungan zakat dengan nishab 20 %
Zakat yang mesti dikeluarkan dari barang
tambang menurut mazhab Hanafi dan Maliki ialah
seperlima (khumus), sedangkan menurut mazhab Syafi’i
dan Hanbali sebanyak seperempat puluh. Mengenai
zakat yang mesti dikeluarkan dari rikaz (barang
temuan), semua ulama mazhab sepakat bahwa
zakaatnya seperlima (Khumus).41 Dalam hadis
diterangkan bahwa rikaz atau harta temuan (galian)
dikenakan zakat sebesar 20 %, menurut Amien Rais
zakat untuk harta rikaz agak besar karena harta temuan
memang diperoleh tanpa susah payah.42
39Masjfuk Zuhdi, Masil Fiqhiyah, Jakarta: Gunung Agung, hlm. 243 40Yusuf Qardhawi, Musykilah Al- faqr Wakaifa ‘Aalajaha, terj. Syafril Halim “Kiat Islam
Mengentaskan Kemiskinan”, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. ke-1, 1995. hlm. 88 41Wahbah Zuhaili, Al- Fiqh Al- Islami Adilatuh, op.cit, hlm. 147 42Amien Rais, Tauhid Sosial Formula Menggempur Kesenjangan, Bandung: Mizan, Cet.ke-3,
1998, hlm. 129
(d) Teori perhitungan zakat Amwal dengan nishab 2,5 %
Menurut Abdul Barie Sho’im bahwa maunya
Allah SWT dan Rasulnya itu bahwa. “amwaalihim”
atau kekayaan terpadu murni tanpa kecuali itu yang
harus disuci bersihkan diputih dan difitrahkan dan
sekaligus ditumbuh kembangkan secara periodik
tahunan, jangan ada yang tertinggal dan yang tercecer,
sebab bila ada harta kekayaan yang sampai belum atau
tidak di zakati, maka pasti akan mejadi azab neraka
jahanam, yang berwujut pijar dineraka jahanam yang
disetrika atau dijoskan pada wajah, lambung, punggung,
dan seluruh tubuh untuk waktu yang tidak terbatas,
khulud kekal abadi selama-lamanya.43
Konteks harta kekayaan yang harus dizakati
menurut Abdul Barie Sho’im adalah semua kekayaan
terpadu, berwujud barang, uang atau apapun, tanpa
mengklasifikasi dari mana asalnya dan bagaimana
caranya kekayaan itu diperoleh. Harta kekayaan terpadu
itu disebut “ Amwal” (jama’ dari mal=harta), maka dari
harta44 kekayaan terpadu disebut “zakat amwal”
(sengaja bukan zakat mal)
43Abdul Barie Sho’im, Zakat Kita Zakat Terapan (Zakat yang Direalisasikan), Kendal : PDM
Kendal, 1978. hlm. 22 44Ibid.
Hal ini diungkapkan dengan alasan merujuk
pada QS. 2:277
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman,
mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala disisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS. 2: 277)45
“Pungutlah dari harta kekayaan mereka
sebagai shadaqah (dimaksud zakat ) yang mana akan mensucikan harta mereka dan mensucikan pula jiwa mereka dengannya. dan berdo’alah (hai amil) atas mereka, karena doamu atas mereka mejadikan sekian/ketentraman hati mereka. sedang Allah Maha Mendengar juga Maha Mengetahui”(QS.9:103 )46
Menurut Abu Ali Al Fadhal ia memberikan
penafsiran terhadap ayat tersebut dengan tafsir dibawah
ini “Ambilah wahai Muhammad (dari harta-harta
mereka), ini nenunjukkan wajib mengambil dari semua harta orang Islam karena persamaan didepan agama, kecuali yang secara khusus disebut oleh suatu dalil (shadaqah), perintah tersebut di maksudkan agar Rasul mengambil shadaqah dengan sungguh-sungguh atau proaktif (tasydid) dari harta-harta mereka yang
45Departemen Agama, Al-qur’an dan Terjemahnya, op. cit, hlm. 69 46Abdul Barie Sho’im, op. cit. hlm. 47
bertaburan karena sebagai beban (taklif) dan bukan shadaqah yang difardhukan, tetapi dengan jalan menghapus dosa-dosa yang menimpa mereka."47
Menurut Ibnu Katsir Allah Swt memerintahkan
kepada Rasul-Nya agar dia mengambil shadaqah, dari
sebagian harta mereka untuk mensucikan dan
membersihkan mereka. Ketentuan ini berlaku pula bagi
orang yang mencampurkan amal sholeh dengan amal
buruk, walaupun ayat itu diturunkan berkenaan dengan
orang-orang yang tidak ikut berijtihad karena malas.
Mereka merupakan kaum Mukminin dan merekapun
mengakui dosa-dosanya. Jadi, setiap orang yang ada
setelah mereka adalah seperti mereka dan hak bagi
mereka.48
Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah di (jalan Allah) sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lau kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji (QS.2: 267)49
47Dikutip oleh Ahmad Rofiq dalam Bukunya Fiqh Kontekstual dari Normatif ke Pemaknaan
sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. ke-1, 2004, hlm. 283-284 48 M. Nasib ar-Rifa’i, Taisiru al- Aliyyul Qadir li Ikhtishari tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, Terj.
Syihabuddin, “Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” Jakarta: Gema Insani Press, 1999, hlm. 165 49 Departemen Agama. op.cit, hlm 67
Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian rizki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang dhalim (QS.2: 254)50
Kedua ayat yang singkron dan senada itu memberikan
pemahaman yang tandas bagi Abdul Barie Sho’im
bahwa perintah di keluarkannya zakat itu atas seluruh
harta kekayaan terpadu, baik datang dari hasil usaha
atau mata pencaharian pada umumnya, tanpa menyebut
rinciannya, asal dapat mengantar pemiliknya menjadi
orang yang mampu atau kekayaan yang di hasilkan dari
bumi seperti pertanian, pertambangan, peternakan dan
lain-lain. Atau lagi yang disebut rizki berupa kekayaan
yang dianugerahkan oleh Allah SWT, dimana
menyebukan yang satu bidang saja sebenarnya sudah
mencakup amwal terpadu, karena hakekatnya tidak ada
rizki yang dimiliki dan dinikmati yang lepas dari rizki
yang dianugerahkan Allah SWT. Begitu juga seluruh
50 Ibid, hlm 62
hasil usaha apapun wujudnya termasuk hadiah
kejuaraan atau profesi atau yang di keluarkan dari bumi
dimana manusia hidup dibumi dan tidak ada kekayaan
sebenarnya tidak bersumber dari bumi dan seterusnya..
kalimat min thoyyibaati maa kasabtum wa mimmaa
akhrajna lajum minal ardhi dan “ mummaaa rozaqnaa
kum” tidak kurang dan lebih adalah bermakna “min
amwaalikum kullihaa” harta kekayaan seluruhnya
milikmu dan harta kekayan terpadu tanpa kecuali itulah
yang harus di keluarkan zakatnya tidak perlu dikotak-
kotakan yang mengakibatkan macet.51
Yang diangkat sebagai subyek dalil adalah kalimat
“khudz min amwaalihim” yaitu firman dengan bentuk
amar atau instruksi “ pungutlah zakatnya dari harta
kekayaan mereka” Abdul Barie Sho’im memang
memilih makna amar disini pada kondisi prinsipnya
yanitu secara prinsipil amr itu berpengerian wujub yaitu
keharusan (wajib = fardhu atau wajib). Dan Abdul
Barie Sho’im tidak melihat adanya qorinah yang
menyimpangkan dari pengertian wujub tersebut. Seperti
lilibahah, lin nadbi atau yang lainnya lagi kaerena zakat
itu harus dipungut oleh amil, maka amul zakat, para
51 Abdul Barie Sho’im, Zakat Kita, op. cit hlm. 47
petugas pemungut zakat harus ada dulu, harus diadakan
dan dibentuk oleh yang berwenang yaitu umara’ yang
dalam masalah ini bagi warga Muhammadiyah adalah
pimpinan persyarikatan Muhammadiyah, pada semua
tingkatan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah sampai
Paimpinan Ranting Muhammadiayah dengan
menyesuaikan SK PPM No.02/PP/1979 dengan
berpedoman juklak dari PPM Majelis Wakaf san
kehartabendaan. Jadi keberhasilan zakat dalam rangka
realisasi rukun Islam ketiga yaitu zakat adalah mutlak
tidak dapat di tawar-tawar dan diakal ukuk. Adapun
para muzakki (karena Baik Hati) mau mengantarkan
zakatnya sendiri kepada amil zakat untuk memungut,
menarik dan mengambil zakat fardhu dari para muzkki,
dari dua ayat tersebut sangat menandaskan betapa
penting eksistensi amil zakat dalam realisasi rukun
Islam ketiga.52
52 Ibid h 82
Maksudnya : Riwayat dari Abi Abbas Ra, katanya : Nabi SAW telah berpesan kepada Mu’adz bin Jabal (ketika akan bertugas ke Yaman) demikian “…Sesungguhnya Allah SWT benar-benar telah mengfardhukan shadaqah (yang di maksud zakat) yaitu yang dipungut dari orang-orang kaya, kemudian di di kembalikan kepapada orang-orang fakir” 53 Yang diambil sebagai dalil dan hadis tersebut adalah
kalimat tu’khadhu aghniya’ihim dan faturaddu ilaa
fuqaraihim, walau bentuk kalimatnya merupakan kalam
khobar, kalimat berita biasa, mabni majhul pula, tetapi
maknya sangat jelas menandaskan , zakat itu harus
dipungut oleh dan kemudian harus dikembalikan atau
dibagikan kepada fuqara’54
Abdul Barie Sho’im mengambil pemahaman
dari kalimat “wa ‘atuatuz zakaata” adalah
realisasikanlah zakat itu dengan mengambil 2,5 % dari
seluruh kekayaan, sepertinya ada harta yang perlu
pemutihan atau pensucian dan ada yang tidak.55 Hal ini
berkaitan dengan sikap butuh pemutihan jiwa dan
kepribadian belum begitu merasa dan menyeluruh.
Kemudian diperkuat oleh QS. 9:103 yang maksudnya,
ambilah zakatnya, (tidak hanya memberi dana
seikhlasnya) dan kata “amwaalihim” yaitu seluruh
harta mereka secara terpadu dan menyeluruh, sehingga 53 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Beirut : Darul Fikr, 1981, hlm. 108 54 Abdul Barie Sho’im op. cit 55 Abdul Barie Sho’im, loc.cit
semua kekayaan, tanpa kecuali menjadi suci, putih
bersih begitu juga mestinya jiwa dan pribadinya suci
bersih dari kotoran penyakit sosial ekonomi. Dan bila
dilengkapi dengan do’a yang ikhlas dari amil. Petugas
penarik zakat, dan juga surat resmi yang menyatakan
terima kasih serta disertai do’a agar mendapat tambahan
rizki halal yang berlipat ganda, yang ada tanda tangan
ketua dan sekretaris amil serta bendaharanya, dengan
demikian menjadi lengkaplah ketentuan dan
kabahagiaan antara amil, muzakki, dan mustahik.56
(2) Menentukan jumlah zakat yang harus dibayar
Untuk dapat menentukan jumlah zakat yang dapat
dibayar sesuai dengan nishab yang telah ditentukan oleh
para imam mazhab, sebagaimana dapat dilihat dalam kitab-
kitab klasik yang berkaitan dengan masalah besar kecilnya
pengeluaran zakat atau jumlah uang yang harus di
keluarkan untuk zakat. Mengingat dalam konteks fiqh
bahwa zakat dijelaskan secara rinci .
Menurut Imam Syafi’i. Dalam kitabnya al Umm
beliau menjelaskan bahwa : Dari Thawus Al Yamani, ia
menceritakan bahwa Mu’adz bin Jabal memungut zakat
56 Ibid.
seekor sapi yang berumur 1 tahun (tabi’)57 dari 30 ekor
sapi, dan Mu’adz mengambil seekor sapi yang berumur 2
tahun (mutsinna) dari 40 ekor sapi. Kemudian Mu’adz
pernah mendapatkan sapi-sapi yang jumlahnya kurang dari
itu (kurang dari 30 ekor), maka ia tidak mau mengambil
sedikitpun dari sapi-sapi tersebut ia berkata “ Aku tidak
pernah mendengar dari Rasulullah SAW bahwa sapi-sapi
sejumlah itu ada zakatnya, sehingga aku berniat menjumpai
beliau untuk menanyakan hal tersebut” Tetapi Rasulullah
Saw meninggal sebelum Mu’adz bin Jabal bertemu beliau58
(3) Transportasi
Dalam makalah yang ditulis oleh Hadi Permono59
bahwa tentang hak bagian amil sebagai bagian dari 8 asnaf.
Jadi pada dasarnya anggaran operasional zakat terdapat
pada sumber zakat itu sendiri berapa jumlah dana untuk
amil, sangat tergantung kepada kebutuhan dan
pertimbangan yang wajar, karena sebagaimana mustahiq
yang lain, QS 9: 60 tidak menentukan berapa jumlah dana
untuk alokasi amil.60 Golongan Hanafi memakai prestasi
kerja sebagai tolok ukur honor atau gaji amil.61
57Tabi’ yaitu sapi yang berumur 1 tahun menginjak tahun ke-2. sapi ini dinamakan tabi’
(mengikuti) karena dia telah disapih, tapi dia masih terus mengikuti induknya 58Imam Syafi’i. Ringkasan Kitab Al UMM, Buku I (Jilid 1-2), Jakarta: Pustaka Azam, 2004, hlm.
40 59Sjechul Hadi Permono, Makalah yang disampaikan pada Seminar tentang Pendayagunaan dan
Pengelolaan Zakat dalam Kaitannya dengan UU No. 38 tahun 1999, hal. 8 60Ibid. 61Abd al Rahman al Jazairi, Kitab al Fiqh al Madzahib al Arba’ah, 1, Kairo : Al Istiqamah, tt,
hlm. 162
Ibnu Abidin menjelaskan bahwa tolok ukur
prestasi kerja itu harus mempertimbangkan kecukupan yang
wajar bagi amil bersama keluarganya, dengan syarat tidak
boleh lebih dari separuh hasil pengumpulan zakat.
Pengertian secara wajar itu berarti diharamkan berlebih-
lebihan makan hasil zakat yang terkumpul karena
mengikuti hawa nafsu.62
b) Penyimpanan
Untuk menyimpan uang zakat di zaman Rasulullah
SAW dibangunlah sebuah lembaga khusus menangani zakat
berupa Baitul Mal. Baitul Mal pertama didirikan oleh
Rasulullah Saw pada awalnya tidak memiliki bentuk formal,
sehingga memberikan fleksibilitas yang tinggi, dan nyaris tanpa
birokrasi. Keadaan ini bertahan sampai zaman Khalifah Abu
Bakar ra, dapat dikatakan tidak ada perubahan yang signifikan
dalam pengelolaan keuangan negara, berupa Baitul Mal.
Barulah pada zaman Umar Ibn Khattab, sejalan bertambah
luasnya wilayah pemerintahan Islam mulai berubah.63
c) Tasharuf (distribusi) Zakat
Agar pelaksanaan pentasharupan zakat bisa berjalan
dengan sebaik-baiknya, maka harus dilakukan upaya pendataan
terhadap muzakki, barang yang wajib dizakati dan mustahik
62Ibn Abidin, Al-Nawzir ‘Ala al Shah wa al nazir (Damaskus: Dar al –Fikr, 1252 H), hlm. 340-341 63Adi Warman karim, Membangun Baitul Mal di Indonesia, Makalah dalam Internet, 1999
zakat.64 Seringkali keengganan para wajib zakat timbul karena
amil main hantam kromo saja. Dengan pendataan yang cermat
terhadap muzakki dan harta benda yang dimiliki, diharapkan
para wajib zakat tidak enggan lagi melaksanakan
kewajibannya. Demikian juga dengan pendataan yang teliti
terhadap mustahik, diharapkan pembagian zakat lebih tepat
guna.
Menurut Imam Syafi’i pembayaran zakat berupa
barang yang dizakati itu sendiri. Zakat hasil bumi harus dibagi
berupa hasil bumi. Zakat hewan ternak harus dibagi berupa
hewan ternak. Karena pembagiannya harus berupa barang yang
dizakati itu sendiri, maka sudah barang tentu, penyimpanannya
juga harus berupa barang itu sendiri.65
Para pembagi bertugas mengamati dan menetapkan,
setelah pengamatan dan penelitian yang seksama siapa saja
yang berhak mendapatkan zakat, perkiraan kebutuhan mereka,
kemudian membagikan kepada masing-masing yang
membutuhkan dengan mempertimbangkan jumlah zakat yang
diterima dan kebutuhan mereka masing-masing. Di sini para amil lebih banyak harus mengetahui
petunjuk agama yang menyangkut tugas-tugasnya, seperti
misalnya siapa yang dimaksud dengan fakir, miskin, gharim,
ibnu sabil, al-mu’allaf qulubuhum, dan sebagainya. Para amil
64Sahal Mahfudh, Yogyakarta : Nuansa Fiqh Sosial, LkiS, Cet. ke-1, 1994, hlm, 149 65 Ibid. hlm.150
yang bertugas diharapkan mengetahui tata krama pembagian
harta zakat, serta do’a-do’a yang berkaitan dengan tugasnya,
karena hal ini mempunyai arti yang tidak kecil, bukan saja bagi
para pemberi dan penerima tetapi juga bagi kesempurnaan
ibadah di sisi Allah SWT.66
d) Sosialisasi
Menurut Didin Hafidhuddin67 salah satu tugas penting
lain dari lembaga pengelola zakat adalah melakukan sosialisasi
tentang zakat kepada masyarakat secara terus-menerus dan
berkesinambungan, melalui berbagai forum dan media, seperti
khutbah jumat, majelis ta’lim, seminar, diskusi dan lokakarya,
melalui media surat kabar, majalah, radio, internet maupun
televisi. Dengan sosialisasi yang baik dan optimal, diharapkan
masyarakat dan muzakki akan semakin sadar untuk membayar
zakat melaui lembaga zakat yang kuat, amanah dan terpercaya.
Materi sosialisasi antara lain berkaitan dengan kewajiban,
hikmah dan fungsinya, harta benda yang di keluarkan zakatnya,
cara menghitung zakat yang mudah, serta cara
menyalurkannya. Sejalan dengan UU No. 17/2000 tentang
perubahan ketiga UU No. 7/1983 tentang pajak penghasilan,
maka kaitan antara zakat dengan pajak ini juga disosialisasikan
kepada masyarakat. 66Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, op.cit, hlm. 329 67Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, hlm.
132
3) Hak Amil Zakat
Demi sukses dan terpeliharanya pengumpulan dan
pembagian zakat, menetapkan bagi para petugas zakat bagian yang
berhak diterimanya dari harta zakat yang dikumpulkan itu. Hanya
saja para ulama berbeda pendapat tentang jumlah yang berhak
diterima.68
Dalam QS 9:60 disebutkan bahwa delapan asnaf mereka
secara keseluruhan atau sebagian diberikan harta zakat yang telah
terkumpul. Tetapi apakah masing-masing mendapat seper delapan,
atau jumlah yang diperoleh masing-masing, diserahkan
ketetapannya kepada kebijaksanaan imam atau wakilnya. Merujuk
pada firman Allah SWT dalam QS.9:103 yang menjelaskaan
bahwa salah satu unsur yang terpenting dalam pengelolaan zakat
adalah dibentuknya suatu lembaga zakat atau amil zakat
4) Tujuan Dan Fungsi Amil
a) Tujuan Amil Zakat
Menurut UU No. 38 tahun 1999 Tentang Pengelolaan
zakat Pasal 5 disebutkan bahwa tujuan amil adalah :
(1) Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
menunaikan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
(2) Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan
dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan
68 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, op. cit. hlm. 329
(3) Meningkatkan hasil guna dan daya guna69
(4) Upaya sungguh-sungguh untuk terealisasinya syariat Islam
seutuhnya cq terealisirnya zakat sebagai rukun Islam ketiga
yaitu pembuktian sistem pemerataan kesejahteraan sosial,
ekonomi muslimin sebagai syarat mutlak tercapainya
masyarakat utama yang adil dan makmur nan diridhai Allah
SWT.70
b) Fungsi Amil
Fungsi Baziz sebagaimana termuat dalam Surat
Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama
No. 29/ 1991/47/ 91 tentang pembinaan. Fungsi utama Baziz
adalah :
(1) Sebagai wadah pengelola, penerimaan, pengumpulan,
penyaluran dan pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah
dalam rangka peningkatan kesejahteraan sebagai wujud
partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional.71
(2) Sebagai pembinaan dan pengembangan swadaya
masyarakat.
(3) Sebagai mediator antara muzakki dan mustahik72. Ia
berkewajiban menyampaikan harta zakat yang diterimanya
69 UU Zakat No. 38 Tahun 1999 Tentang Penelolaan Zakat 70 Pedoman Praktis Pelaksanaan Gerakan Zakat Muhammadiyah bagi Bapelurzam Kendal Tahun
Zakat1400 H/1980 Pasal 3 71Ahmad Syar’i Himmah Jurnal Ilmiah Keagamaan Dan Kemasyarakatan, loc.cit 72Ahmad Rofiq, op.cit, hlm. 274
kepada yang berhak dengan cara yang lebih tepat sesuai
dengan tujuan disyariatkannya zakat.73
(4) Lembaga kontrol dan sekaligus mengingatkan para
aghniya’ agar tidak melupakan kewajibannya menunaikan
zakat.74 Sedangkan misi utama zakat untuk mewujudkan
pemerataan, agar harta tidak hanya beredar dikalangan
orang-orang kaya dapat diwujudkan, mereka yang semula
mustahik dapat berubah menjadi pembayar zakat.75
2. Menurut Undang-undang No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
Menurut UU No.38 Tahun 1999 pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan
dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat76
Pengelolaan tersebut bertujuan untuk :
a. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam menunaikan zakat
sesuai dengan ketentuan agama
b. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial
c. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat77
73Amir Syarifuddin, Pembaharuan Pemikiran Dalam Hukum Islam, Padang: Angkasa Raya, 1993,
hlm. 193 74 Ahmad Rofiq, op. cit, hlm. 276 75 Ibid. 282 76 UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat 77 Ibid
Dalam UU No. 38 tahun 1999 pasal 8 yang berbunyi bahwa
Badan Amil Zakat (BAZ) sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagaimana dimaksud pasal 7 mempunyai
tugas pokok : mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan
zakat sesuai dengan ketentuan agama.78
Pengumpulan zakat
Pasal 12 (1)
Pengumpulan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat dengan cara
menerima atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan
muzakki.
Pasal 12 (2 )
Badan Amil Zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan
zakat harta muzakki yang berada di bank atas permintaan muzakki.
Pasal 13
Badan Amil Zakat dapat menerima harta selain zakat, seperti infaq,
shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat.
Pasal 14
(1) Muzakki melakukan perhitungan sendiri hartanya dan kewajiban
zakatnya berdasarkan hukum agama
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban
zakatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat
78 Ibid
meminta bantuan kepada Badan Amil Zakat atau Badan Amil Zakat
memberikan bentuan kepada muzakki untuk menghitungnya
(3) Zakat yang telah dibayar kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga
Amil zakat dikurangi dari laba atau pendapatan sisa kena pajak dari
wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 15
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh Badan Amil Zakat
ditetapkan dengan keputusan menteri
Namun kalau mengacu pada Keputusan Menteri Agama
Republik Indonesia No. 58179
Badan Pelaksana Amil Zakat Kecamatan bertugas:
1) Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat
2) Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan
rencana pengelolaan zakat
3) Menyelenggarakan bimbingan di bidang pengelolaan, pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat
79Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 581 Tentang Pelaksanaan UU No.38
Tahun1999 Tentang Pengolaan Zakat.