john bowlby

7
Awal kehidupan Edward John Mostyn Bowlby ( 26 February 1907 – 2 September 1990) adalah seorang psikolog dan psikiater yang mengembangkan psikoanalisa, memiliki ketertarikan terhadap psikologi perkembangan anak – anak dan pencetus teori kelekatan (attachment theory). John bowlby lahir dari keluarga kelas menengah atas London. Orang tuanya percaya bahwa terlalu banyak memberikan kasih sayang dan perhatian kepada anaknya akan berakibat buruk pada diri anak. Sehingga orang tuanya hanya sedikit menghabiskan waktu dengan Bowlby. Pada usia 7 tahun, bowlby telah dikirim ke asrama yang membuat dia merasakan pengalaman traumatis. Bowlby menjadi mahasiswa di trinity college, cambridge, di mana ia belajar psikologi. Kemudian dia belajar kedokteran di university college hospital dan kemudia mengambila spesialis kejiwaan di maudsley hospital. Setelah menjadi seorang psikoanalisa pada tahun 1937, ia bertugas di royal army medical corps selama PD 2. Pada tahun 1938, ia menikah dengan seorang wanita bernama ursula longstaff dan memiliki 4 anak. Setelah perang usai, bowlby menjadi direktur tavistock clinic dan pada tahun 1950 ia menjadi konsultan kesehatan mental untuk organisasi kesehatan dunia (WHO). Bowlby’s Career: Bowlby’s early work with children led him to develop a strong interest in the subject of child development. He became particularly interested in how separation from caregivers impacted children. After studying the subject for some time, he began to develop his ideas on the importance of attachment on child development. In 1949, the World Health Organization commissioned Bowlby to write a report on the mental health of homeless children in Europe. In 1951, the resulting work Maternal Care and Mental Health was published in which he wrote “…the infant and young child should experience a warm, intimate, and continuous relationship with his mother (or permanent mother substitute) in which both find satisfaction and enjoyment.” After the publication of the influential report, Bowlby continued to develop his attachment theory. Drawing on a variety of subjects including cognitive science, developmental psychology and evolutionary biology, he created his theory which suggested that the earliest bonds formed by children with their caregivers have a tremendous impact that continues throughout life. According to Bowlby, attachment also serves to keep the infant close to the mother, thus improving the child's chances of survival. The central theme of attachment theory is that mothers who are available and responsive to their infant's needs establish a sense of security. The infant knows that the caregiver is dependable, which creates a secure base for the child to then explore the world. Contributions to Psychology:

Upload: ranti-amanda

Post on 25-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

psikologi

TRANSCRIPT

Page 1: John Bowlby

Awal kehidupan

Edward John Mostyn Bowlby (26 February 1907 – 2 September 1990) adalah seorang psikolog

dan psikiater yang mengembangkan psikoanalisa, memiliki ketertarikan terhadap psikologi perkembangan

anak – anak dan pencetus teori kelekatan (attachment theory).

John bowlby lahir dari keluarga kelas menengah atas London. Orang tuanya percaya bahwa terlalu

banyak memberikan kasih sayang dan perhatian kepada anaknya akan berakibat buruk pada diri anak.

Sehingga orang tuanya hanya sedikit menghabiskan waktu dengan Bowlby. Pada usia 7 tahun, bowlby

telah dikirim ke asrama yang membuat dia merasakan pengalaman traumatis.

Bowlby menjadi mahasiswa di trinity college, cambridge, di mana ia belajar psikologi. Kemudian dia

belajar kedokteran di university college hospital dan kemudia mengambila spesialis kejiwaan di maudsley

hospital.

Setelah menjadi seorang psikoanalisa pada tahun 1937, ia bertugas di royal army medical corps

selama PD 2. Pada tahun 1938, ia menikah dengan seorang wanita bernama ursula longstaff dan memiliki

4 anak. Setelah perang usai, bowlby menjadi direktur tavistock clinic dan pada tahun 1950 ia menjadi

konsultan kesehatan mental untuk organisasi kesehatan dunia (WHO).

Bowlby’s Career:

Bowlby’s early work with children led him to develop a strong interest in the subject of child

development. He became particularly interested in how separation from caregivers impacted

children. After studying the subject for some time, he began to develop his ideas on the

importance of attachment on child development.

In 1949, the World Health Organization commissioned Bowlby to write a report on the mental

health of homeless children in Europe. In 1951, the resulting work Maternal Care and Mental

Health was published in which he wrote “…the infant and young child should experience a

warm, intimate, and continuous relationship with his mother (or permanent mother substitute)

in which both find satisfaction and enjoyment.”

After the publication of the influential report, Bowlby continued to develop his attachment

theory. Drawing on a variety of subjects including cognitive science, developmental

psychology and evolutionary biology, he created his theory which suggested that the earliest

bonds formed by children with their caregivers have a tremendous impact that continues

throughout life. According to Bowlby, attachment also serves to keep the infant close to the

mother, thus improving the child's chances of survival.

The central theme of attachment theory is that mothers who are available and responsive to

their infant's needs establish a sense of security. The infant knows that the caregiver is

dependable, which creates a secure base for the child to then explore the world.

Contributions to Psychology:

John Bowlby’s research on attachment and child development left a lasting impression on

psychology, education, child care and parenting. Researchers extended his research to

develop clinical treatment techniques and prevention strategies. His work also influenced

other eminent psychologists, including his colleague Mary Ainsworth, who also made major

contributions to attachment theory.

Page 2: John Bowlby

Seiring dengan berkembangnya pendekatan psikoanalisis terhadap kepribadian, semakin nyata

bahwa perhatian harus dialihkan dari psike ke arah hubungan individu dengan orang lain. Inti dari

kepribadian individu tidak dapat dimengerti tanpa memahami hubungan individu tersebut dengan orang lain.

Pendekatan itulah yang disebut sebagai teori relasi objek (object relation theory). Istilah relasi objek

digunakan dalam konteks yang merujuk pada representasi mental dari orang lain yang penting bagi individu

(significant others). Ahli teori relasi objek berfokus pada pentingnya hubungan dengan individu lain dalam

mendefinisikan kepribadian, dan mereka yakin bahwa self dibentuk secara sosial melalui interaksi

interpersonal yang spesifik.

Teori relasi objek merupakan bagian dari teori Freud mengenai teori insting, tetapi penyebabnya

berbeda setidaknya dalam tiga hal. Pertama, relasi objek tidak terlalu menekankan dorongan-dorongan

biologis dan lebih menekankan pada pentingnya pola yang konsisten dalam hubungan interpersonal.

Kedua, kebalikan dari teori Freud yang bersifat paternalistis dan menekankan pada kekuatan dan kontrol

ayah, teori relasi objek cenderung lebih maternal dengan menekankan keintiman dan pengasuhan ibu.

Ketiga, teori relasi objek umumnya lebih memandang kontak dan hubungan sebagai motif utama tingkah

laku manusia, bukan kematangan seksual.

John bowlby menyelidiki kelekatan (attachment) bayi dengan ibunya atas dua asumsi yang

mendasari teorinya. Pertama, suatu tanggung jawab bayi dengan pengasuhnya (biasanya ibunya) harus

menciptakan dasar rasa aman untuk bayi. Bayi perlu mengetahui bahwa ia dapat mengandalkan dan

bergantung pada pengaushnya. Jika rasa ketergantungan dapat tercipta, maka seorang anak akan mampu

mengembangkan rasa percaya diri dan rasa aman dengan lebih baik untuk menjelajahi dunianya. Kedua

suatu hubungan yang mengikat atau kurang terikta menjadi terinternalisasi dan bertindak sebagai contoh

mental bagi hubungan persahabatan dan cinta yang dibangun di masa depan.

Teori psikoanalisis menurut pandangan John Bowlby

            Bowlby mencatat bahwa bayi-bayi dari spesies yang berbeda menunjukkan beberapa tingkah laku

spesifik-spesies yang menolong mereka agar selalu dekat dengan ibunya. Menangis misalnya, merupakan

ungkapan seorang bayi untuk memanggil ibunya agar member perlindungan ataupun memenuhi kebutuhannya.

Selain menangis, tertawa juga bias menimbulkan perasaan orang tua sehingga merasa senang berdekatan

dengan anaknya.

            Keterikatan anak dengan orang tuanya, berkembang dari hal-hal yang tidak terarah kemudian sedikit

demi sedikit menjadi terarah. Bowlby juga mengatakan fase-fase dari proses keterikatan bayi-ibu dan

pentingnya keterikatan akan perkembangan selanjunya. Keterikatan social pertama yang terbentuk antara bayi

dan ibunya ini merupakan sesuatu yangkrusian bagi perkembanganmoral bayi. Rusaknya hububungan bayi dan

ibunya, akan memunculkan tindakan protes dari bayi, yang pada gilirannya bias menimbulkan keputusan yang

ditandai dengan kesedihan, muncul perasaan keterpisahan, kesulitan dalam bertingkah laku, bahkan dalam

beberapa kasus dapat menimbulkan psikopatologi.       

ATTACHMENT BEHAVIOR

Attachment adalah kelekatan. Keterikatan (kasih sayang, simpati) yang kuat terhadap seseorang

merupakan hasil dari interaksi atau hubungan interpersonal. Attachment anak terhadap orang tua,

terutama ibunya yang mengasuh sudah mulai tumbuh pada saat ia lahir. Interaksi atau

hubungan interpersonal ini berpengaruh pada pertumbuhan intelektual dan bahasa, seperti yang dituliskan

Helen Bee[2], “…Interpersonal interactions are important for growth of the child’s intellectual skill and

Page 3: John Bowlby

language, …”(p.238). Kemampuan intelektual dan bahasa ini merupakan dua unsur dasar kemampuan

berelasi sampai dewasa.

Konsep dasar attachment

Bowlby [3], seorang tokoh yang mencetuskan teori ini, di tahun 1950-an menyebutkan 3 konsep

dasar attachment, yaitu sebagai berikut, 

Attachment berfungsi sebagai suatu bentuk pertahanan terhadap yang jahat. Prinsip dibalik

munculnya attachment adalah kebutuhan akan perasaan aman. 

Perasaan aman yang dihasilkan dari attachment yang positif (secure attachment) memiliki

hubungan erat dengan kemampuan untuk mengembangkan kreatifitas dan eksplorasi (menguasai

lingkungan). Hasil penelitian dari Heard and Lake, pada tahun 1986, yang dicatat oleh Jerome

Holmes[4] menunjukkan bahwa hanya anak-anak yang mendapat pemenuhan

kebutuhan attachment, yang memiliki kemampuan untuk mengubah figur attachment-nya ke

lingkungan sekitarnya. Sehingga pada masa remaja, anak akan memiliki kemampuan untuk

bergaul, mempercayakan diri kepada orang lain, dan memiliki hubungan sosial yang sehat.[5] 

Attachment bukanlah kebutuhan anak yang memungkinkan terjadinya pertumbuhan anak lebih

cepat, tetapi merupakan kebutuhan yang terpendam sepanjang hidup manusia.

TAHAPAN PERKEMBANGAN ATTACHMENT.

Dari banyak penelitian mengenai topik ini, para ahli memiliki kesepakatan bahwa

perkembangan attachment terjadi pada tahun pertama hingga anak berusia 18 bulan. Sebuah penelitian

yang dilakukan oleh H. Schaffer dan P. Emerson terhadap 60 bayi Skotlandia usia antara usia 1 atau 2

bulan sampai sekitar 18 bulan beserta ibunya[6]didapatkan ada tiga tahapan dasar

perkembangan attachment. Yaitu,

A. Indiscriminate attachment

Pada tahap ini bayi dapat memprotes/menyatakan ketidak senangannya ketika ia diturunkan atau

dipisahkan dari gendongan atau pelukan. Tapi bayi tidak mempermasalahkan siapa yang menurunkannya,

baik yang menurunkan ibunya atau orang lain. Dari pengamatan Schaffer dan Emerson, periode ini akan

berlangsung sampai anak berusia sekitar 7 bulan. Pengamat lain mengatakan bahwa periode ini selesai

pada anak sampai pada usia sekitar 5 bulan.

B. Specific attachment

Tahap kedua ini dimulai pada saat bayi berusia sekitar 7 bulan atau lebih awal yang akan berlangsung

selama 3 sampai 4 bulan atau lebih. Pada masa ini, bayi akan “lekat” (attach) hanya pada satu orang,

pada umumnya dengan ibunya. Bayi akan menunjukkan kesedihannya ketika diturunkan atau dipisahkan

dari gendongan atau pelukan ibunya dan akan merasa senang jika tetap dalam pelukan ibunya. Hal ini

diekspresikan dengan senyuman dan vocalization sebagai tanda atau ungkapan senang atau ketidak

senangan mereka[7].

Biasanya pada tahap ini, anak takut dengan orang asing yang nampak pada sekitar satu bulan setelah

memasuki tahap spesifik ini.

Setiap bayi memiliki perbedaan ciri ketika memasuki tahapan ini. Pada anak bungsu, menurut

pengamatan Schaffer dan Emerson, memiliki strong spesific attachment dimulai pada saat bayi berusia

sekitar 22 minggu, tapi ada bayi yang dimulai pada saat usia 1 tahun.

C. Multiple attachment

Setelah beberapa bulan dalam tahap specific attachment, anak mulai menunjukkanattachment-nya

pada orang lain. Pertama-tama hanya pada satu orang, kemudian pada beberapa orang sampai anak

berusia 18 bulan. Namun, pada anak-anak tertentu, membutuhkan waktu lebih lama.

Page 4: John Bowlby

TIGA POLA INSECURE ATTACHMENT

Mary Ainsworth[8] mengamati lebih jauh tentang berbagai sikap seorang ibu terhadap anaknya berkaitan

dengan terbentuknya attachment. Menurutnya, anak yang protes atau menyatakan ketidak senangan

terhadap keterpisahan (diturunkan dari gendongan atau pelukan) dan mendapatkan kembali ketentraman

dengan hadirnya orang yang meninggalkannya akan membuat anak merasa aman. Namun sekitar dua

per-tiga anak tidak menunjukkan pola semacam ini. Pola ini disebut insecure attachment, yang

mengakibatkan mereka mengalami hambatan dalam eksplorasi di kemudian hari. Tiga pola insecure

attachment yang diamati Ainsworth, adalah sebagai berikut:

A. insecure-avoidant

Anak protes pada keterpisahan sesaat/diturunkan dari gendongan dan ketika ada orang yang memberi

perhatian datang atau memeluknya, anak tersebut akan mendekat dengan sikap yang gelisah, gugup, dan

takut.

B. insecure-ambivalent

Pada saat anak protes, anak tidak dapat ditentramkan kecuali orang yang memberi perhatian kembali

dan anak akan membenamkan diri dalam pangkuan atau melekat erat (seakan tidak ingin lepas lagi).

C. insecure-disorganized,

Sikap anak seperti pola yang pertama dan yang kedua, yang sulit ditentukan untuk masuk kedalam

kedua pola tersebut.

SIKAP IBU DAN POLA ATTACHMENT PADA ANAK

Satu kontribusi besar berikutnya dari Ainsworth dan murid-muridnya, ketika mereka mengadakan

penelitian untuk menemukan hubungan antara orang tua dan bayinya pada tahun pertama kehidupan bayi.

Hal yang utama dari penemuan mereka adalah tanggapan orang tua terhadap bayinya memiliki dampak

yang besar, yang ditulis oleh Jerome Holmes, sebagai berikut[9]

“The kernel of their findings was that parental responsiveness to infant affect is a key determinant

of secure attachment….the mothers of the secure infants pick their babies up more, and generally seem

more aware of them and their needs than the parents of insecure children ” (p.8)

Mereka menemukan tiga sikap orang tua atau lingkungan terhadap bayi atau anaknya yaitu,

Pertama, memberi respon yang konsisten. Kedua, secara konsisten tidak memberi respon dan Ketiga,

memberi respon yang tidak konsisten.

Berdasarkan pengamatan terhadap anak-anak dengan berbagai pola attachment yang negatif diatas,

ditemukan adanya berbagai sikap orang tua yang tidak tepat terhadap bayi/anaknya, yang seringkali

disebabkan mereka tidak mengalami kepuasan di dalam pernikahan mereka[10] yaitu,

Orang tua dari anak yang merasa aman, akan memberi respon dengan cepat ketika bayi mereka

menunjukkan tanda-tanda distress (menderita, sedih). Mengajak bayinya bermain bersamanya,

dan secara umum lebih memperhatikan dan aware akan kebutuhan bayi mereka dari pada sikap

ibu dari anak yang merasa tidak aman. 

Orang tua dari anak yang insecure avoidant, bersikap lebih kasar dan hanya menjalankan tugas

saja. 

Orang tua dari anak yang insecure ambivalent , cenderung kurang memenuhi kebutuhan anak,

seringkali mengabaikan bayi mereka ketika mereka dengan jelas mengalami kesedihan. Dan

mengganggu bayi mereka ketika mereka sedang bermain dengan gembira. 

Orang tua dari anak insecure disorganized, cenderung memberi tekanan-tekanan dan

memperlakukan anaknya dengan kejam.

Page 5: John Bowlby

ATTACHMENT & KEMAMPUAN MENJALIN PERSAHABATAN

Pembentukan attacment pada masa kecil mempengaruhi kemampuan anak menjalin persahabatan pada

masa dewasa. Jeremy Holmes mencatat penelitian yang dilakukan oleh Hasan dan Shaver[11] (1994)

tentang tipologi attachment hubungan orang tua-anak dan relasi interpersonal pada masa dewasa, ditulis

demikian,

“…the attachment typology of infant-parent relationship to explore intimate relationships between adults.

They see Bowlby’s key elements of secure parenting – proximity and responsiveness – as equally

applicable to successful adult intimate relationships.” (p.16-17)

Maka dapat dikatakan bahwa, kesuksesan menjalin relasi interpersonal atau persahabatan seiring

dengan pola relasi orang tua-anak pada masa anak tersebut masih bayi. Hal ini terjadi

karena Attachment adalah kelekatan hubungan emosi yang membentuk kesan yang mendalam. Kesan ini

akan tertanam dengan mendalam karena kesan ini terbentuk pada masa bayi dan kanak-kanak, ketika

belum banyak kesan yang terdapat di dalam benak mereka, apalagi bila pengalaman yang berulang-ulang

terjadi di sepanjang tahun-tahun awal kehidupan mereka. Kesan yang menyakitkan pada masa ini, akan

membuat mereka takut membangun persahabatan di kemudian hari karena mereka takut dikecewakan di

dalam persahabatan itu. Sebaliknya, kesan yang menyenangkan anak atauSecure attachment yang

“dihasilkan” oleh sikap ibu yang secara konsisten memberi respon yang dibutuhkan anak, akan membuat

anak hingga dewasa memiliki tiga aspek pola dasar dalam membangun relasi yang efektif.

Pertama, tidak ragu-ragu untuk datang atau bertemu dengan orang lain. Hal ini dapat terjadi karena

pengalaman mereka selama ini menyatakan, bahwa orang yang dibutuhkannya akan datang dan bila tidak

datang pun mereka memiliki keyakinan bahwa suatu saat akan datang kembali. Apalagi, setelah mereka

telah menjadi dewasa muda, yang telah memiliki pemahaman akan banyaknya tipe orang yang mereka

temui dan akan lebih mudah paham bila satu saat terjadi penolakan. Penolakan inipun tidak akan

membuat mereka menghindari sahabatnya, walaupun mungkin membuat mereka lebih berhati-hati. Karena

orang yang memiliki sikap positif akan cenderung untuk selalu terlibat di dalam aktifitas di lingkungannya,

seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Diane S. Berry and Jane Hansen[12] menyimpulkan,

“…high-positive affect (example, enthusiastic, confident) participants engaged in greater numbers

of interactions and spent more total time involved in social activity than did low -positive affect individual”

Kedua, perasaan aman. Perasaan ini adalah salah satu penentu kualitas sebuah komunikasi. Ada

empat tahapan komunikasi berkualitas yang pada umumnya terjadi. Pertama, percakapan basa-basi.

Kedua percakapan yang berisi kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Ketiga, percakapan yang

mengekspresikan perasaan. Dan Keempat, mengungkapkan kemauan dan pemikiran-pemikiran yang

terdalam. Perasaan aman memungkinkan seseorang berani mengungkapkan kemauan, perasaan, dan

pemikiran. Ia tidak merasa malu dan takut ditertawakan ketika mengungkapkan pemikiran, perasaan, dan

kemauan dengan kata, ekspresi wajah, dan gerakan tubuh. Pola attachment seseorang menentukan cara

ia bersikap dan menanggapi setiap peristiwa yang ia alami, seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh

Nancy L. Collins[13] menyimpulkan, bahwa “… adult with different attachment styles would explain and

interpret events in ways consistent with their beleifs and expectations about themselves and others.”

Ketiga, lebih bersikap positif, optimis terhadap diri, dan orang lain juga mampu berkomunikasi dengan

penuh percaya diri.[14] Dan cenderung untuk mempertahankan pola attachment yang ia miliki.[15]

RELASI INTERPERSONAL MEMPERBAIKI POLA INSECURE ATTACHMENT

Pengalaman membangun relasi interpersonal di masa remaja dan dewasa dapat memperbaiki

pola insecure attachment dalam diri seseorang. Dari pengamatan yang dilakukan para ahli seperti Erikson,

Robert Selman menunjukkan bahwa menjalin relasiinterpersonal atau persahabatan adalah satu

kebutuhan dalam diri setiap orang sejak kanak-kanak. Maka dapat dikatakan, menjalin persahabatan

sebenarnya dapat dilakukan secara “alami” oleh siapa saja, juga bagi mereka yang memiliki pola insecure

attachment. Memang rasa tidak aman akan menghambat untuk membangun interpersonal, berkomunikasi

Page 6: John Bowlby

dan menjalin persahabatan, namun tetap dapat dilakukan. Bila relasi ini dicoba terus menerus, dilatih untuk

membangun relasi interpersonal akan dapat berhasil. Hal ini dapat dibuktikan dengan dua penelitian telah

dilakukan oleh Steven Asher dan Stephen Nowicki[16] di tempat yang berbeda, yang menunjukkan hal

yang sama. Mereka merancang serangkaian pelatihan keterampilan membangun relasi persahabatan bagi

anak yang tidak populer, dan program itu telah memperlihatkan keberhasilan.

Bila kemampuan membina persahabatan dapat dilakukan, akan memperbaiki polaattachment-nya,

karena perspektif tentang orang lain, lingkungan dan diri sendiri akan makin luas. Dan dengan

pola attachment di dalam diri yang baru akan membawa perubahan di dalam membangun relasi dengan

orang lain[17] dan memudahkan seseorang untuk menjalin persahabatan. Seperti hasil penelitian yang

dilakukan oleh Hudson, Peyton dan Brian-Maisels[18] menunjukkan, bahwa perkembangan yang sehat di

dalam mengembangkan perspektif seorang anak, menghasilkan anak yang lebih ramah, suka menolong

dan menunjukkan tingkah laku yang dapat menyelesaikan masalah sosial bila dibandingkan dengan anak-

anak yang kurang memiliki ketrampilan mengenal perspektif orang lain.

PENUTUP

Attachment pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi kemampuan anak untuk menjalin

persahabatan pada masa dewasa muda. Pola relasi orang tua dan anak seringkali seiiring dengan relasi

suami dan istri, apalagi pada relasi suami dan istri yang tidak harmonis. Selain itu, pentingnya pemahaman

bagi orang tua tentang pola pengasuhan dan perlakukan yang tepat terhadap anak, karena sikap apapun

yang mereka munculkan pada anak akan terpola hingga pada masa dewasa (Maz 127:3; Efesus 6:4).

Namun demikian, perasaan tidak aman yang diakibatkan oleh insecure attachment dapat diperbaiki,

karena pola attachmentpositif masih dapat terbentuk pada masa dewasa, apalagi menemukan

persahabatan atau lingkungan yang membentuk relasi interpersonal secara sehat dan mendapatkan

pelatihan keterampilan berelasi yang efektif.