john deere final

31
TUGAS KASUS KASUS JOHN DEERE COMPONENT WORKS KELAS MAKSI-PPAK, A PAGI KELOMPOK 1 ANISSA PRASTIWI (1206308532) HERVINA JULIANA (1206308671) ISYORA AMANDA (1206308690) PUTRI GRENSTIVIANI (1206308841) WIKA MAHARISA (1206188206) PROGRAM STUDI MAKSI-PPAk. FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA

Upload: anissa-prastiwi-tonbeng

Post on 12-Aug-2015

385 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: John Deere Final

TUGAS KASUSKASUS JOHN DEERE COMPONENT WORKS

KELAS MAKSI-PPAK, A PAGI

KELOMPOK 1

ANISSA PRASTIWI (1206308532)HERVINA JULIANA (1206308671)ISYORA AMANDA (1206308690)

PUTRI GRENSTIVIANI (1206308841)WIKA MAHARISA (1206188206)

PROGRAM STUDI MAKSI-PPAk.FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS INDONESIA2012

Page 2: John Deere Final

Statement of Authorship

“Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya.

Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.”

Mata Ajaran : Akuntansi Manajemen dan BiayaJudul Makalah/Tugas : - Kasus John Deere Component Works

Tanggal : 27 September 2012Dosen : Prof. Dr. Lindawati Gani

Kelas : A Pagi (MAKSI-PPAk)Kelompok : 1Anggota Kelompok :

Anissa Prastiwi

NPM 1206308532

Hervina Juliana

NPM 1206308671

Isyora Amanda

NPM 12063086

Putri Grenstiviani

NPM 1206308841

Wika Maharisa

NPM 1206188206

Page 3: John Deere Final

John Deere Components Works

Profil Perusahaan

Deere & Company

John Deere, didirikan pada tahun 1837 oleh John Deere pandai besi yang mengembangkan

alat bajak baja pertama yang sukses secara komersial. Selama tahun 1970, Deere

menghabiskan lebih dari satu miliar dollar pada modernisasi pabrik, perluasan usaha dan

perkakas. Selama tiga dekade, Deere mengembangkan lini produknya, membangun pabrik

baru dan menjalankan usaha sesuai dengan kapasitas pabrik, namun tetap tidak mampu

untuk memenuhi permintaan.

Dalam periode yang sama, Deere melakukan diversifikasi terhadap peralatan industri lainnya

seperti konstruksi, utility, dan pertambangan. Pada tahun 1962 Deere mulai membangun

gedung dan traktor perkebunan dan peralatan lainnya.

Pada pertengahan tahun 1980 Deere menjadi perusahaan yang bergerak dalam bidang

pertanian dan perkebunan terbesar di dunia. Di tahun 1980, komoditas pertanian

mengalami penurunan dan oleh karena itu, Deere mengambil beberapa kebijakan yaitu

menurunkan level operasinya, memotong biaya yang memungkinkan, meningkatkan

tekanan untuk mendorong pengambilan keputusan, dan melakukan restrukturisasi. Untuk

meningkatkan volume produksi, Deere ingin agar produksi komponennya memasok untuk

perusahaan dan industri lain.

John Deere Components Works

Selama beberapa tahun, komponen traktor dibuat dan dirakit di pabrik traktor, Waterloo.

Untuk menghasilkan produk lain, pada tahun 1970 Deere berhasil memisahkan komponen

produksi traktor menjadi mesin dan perakitan. Untuk perakitan traktor dan mesin

dipindahkan ke pabrik baru di area Waterloo. Pada akhir tahun ke 10, gedung lama untuk

produksi traktor digunakan untuk memproduksi komponen traktor yang dinamakan John

Deere Component Works (JDCW). JDCW memiliki 3 divisi, yaitu divisi hydraulics, drive trains

Page 4: John Deere Final

division, dan gear dan divisi produk spesial. JDCW didesain untuk menjadi bagian dari

produsen peralatan yang diproduksi Deere, terutama traktor.

Selama tahun 1970, kegiatan operasi dan peralatan JDCW telah dirancang untuk membantu

divisi traktor sebesar 150 unit per hari. Pada pertengahan tahun 1980, JDCW memproduksi

suku cadang kurang dari kebutuhan. Aktivitas volume yang rendah merupakan efek yang

sangat merugikan mesin dan bisnis karena mesin tersebut lebih efisien untuk produksi

bervolume tinggi.

Penjualan Internal dan Transfer Pricing

Hampir seluruh penjualan JDCW merupakan penjualan internal. Pabrik peralatan diminta

untuk membeli secara internal komponen-komponen utama, misalnya transmisi desain

lanjutan dan roda yang akan memberikan keuntungan kompetitif pada Deere. Kebijakan

perusahaan menyatakan bahwa transfer pricing antara divisi ditentukan pada nilai full cost.

Perusahaan juga memiliki kebijakan make-buy, pada saat terjadi kelebihan kapasitas, divisi

yang akan melakukan pembelian harus menggunakan direct cost dan bukan full cost sebagai

acuan untuk dibandingkan dengan tawaran harga pasar.

Turning Machine Business

Pada awal tahun 1984, operasi JDCW berada jauh di bawah kapasitas dan para manajer

menyadari bahwa mereka tidak dapat menunggu hingga pasar agrikultur berubah menjadi

lebih baik. Pada divisi gear and produk spesial, sebagian orang memprediksi bahwa produk

turning machine akan menjadi fokus yang menjanjikan. Turning machine ini merubah bahan

mentah menjadi komponen akhir dan merupakan kegiatan operasi divisi yang paling

independen. Turning machine ini memiliki 3 departemen di JDCW. Ketiga departemen ini

dibedakan berdasarkan diameter barstock yang dapat dibuat oleh mesin tersebut

berdasakan katup dalam mesin.

JDCW Standard Cost Accounting System

Dalam perhitungan dengan standard costing, JDCW menjumlahkan unsure-unsur biaya-biaya

terdiri dari:

Direct Labor (run time only)

Direct Material

Page 5: John Deere Final

Overhead (direct + period) applied on direct labor

Overhead (direct + period) applied on material dollars

Overhead (direct + period) applied on ACTS (Actual Cycle Time Standards) machine hours

Menetapkan Tarif Overhead

Setiap satu tahun sekali, departemen akuntansi JDCW menetapkan kembali tarif overhead

berdasarkan dua studi, studi normal dan studi proses. Dalam studi normal, menentukan nilai

standar dari direct labor dan machine hours dan total overhead untuk tahun berikutnya

dengan menetapkan “volume normal”. Studi proses meruntuhkan overhead yang

diproyeksikan pada volume normal di antara 100-plus proses JDCW seperti lukisan,

lembaran logam, menggiling, turning machines, dan heat treating.

Basis Evaluasi untuk Tarif Overhead

Selama beberapa tahun JDCW menggunakan tenaga kerja langsung sebagai tarif untuk

mengalokasikan overhead. Namun pada tahun 1960, perusahaan menerapkan pemisahan

overhead berdasarkan material. Tarif tersebut termasuk biaya pembelian, penerimaan,

pemeriksaan, dan bahan mentah. Biaya-biaya tersebut dialokasikan ke persentase markup

disamping biaya material. Dari waktu ke waktu tarif terpisah ini sudah ditetapkan untuk baja,

castings, dan pembelian untuk merefleksikan perbedaan permintaan.

Perhtungan menggunakan tenaga kerja langsung dan material overhead ini dibagi atas biaya

langsung (biaya variabel), seperti biaya setup, scrap, materials handling, bervariasi

tergantung volume aktivitas produksi dan periode (biaya tetap), seperti pajak, biaya

depresiasi, listrik, gaji tidak dipengaruhi oleh aktivitas produksi. Pada tahun 1984, JDCW

memperkenalkan machine hours sebagai basis alokasi overhead seperti basis tenaga kerja

dan material. Dengan peningkatan penggunaan mesin, maka basis tenaga kerja langsung

tidak lagi digunakan sebagai basis overhead, karena tidak lagi merefleksikan performa

kerjanya. Jam kerja digunakan untuk proses dimana waktu kerja setara machine hours, jika

terdapat perbedaan maka jam atas ACTS digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead.

Page 6: John Deere Final

Permasalahan

Sejarah mencatat kehancuran agribisnis yang dimulai dengan turunnya nilai tanah pertanian

dan harga komoditas yang menurun tajam yang mengakibatkan Deere untuk mengatur

tingkat pelaksanaan operasi semakin ke menurun, pemotongan biaya, menekankan

pembuat keputusan dilakukan secara desentralisasi, dan rekstrukturisasi pada proses

manufaktur. Deere juga melakukan pengurangan tempat produksi, mengurangi karyawan,

mendorong agar karyawan pensiun dini, dan tidak melakukan penggantian untuk karyawan

yang keluar dari perusahaan.

Sejumlah kegagalan terjadi terus-menerus dalam kompetisi JDCW untuk melakukan

penawaran. Mereka memberikan kontrak, dan semua pekerjaan dijual ke supplier luar.

JDCW hanya mendapatkan segilintir barang yang diminta yang kebanyakan merupakan low-

volume stuff yang tidak diinginkan. JDCW berfikir bahwa mungkin mereka akan

mendapatkan bisnis yang mana direct cost-nya lebih murah dibandingkan dengan

penawaran luar walaupun sebenarnya full cost-nya tidak. Penyebab penawarannya tidak

kompetitif adalah karena harganya lebih mahal dibandingkan supplier luar, dan lebih mahal

dibandingkan dengan divisi-divisi lain di Deere Company. Karena hal tersebut JDCW

mempertanyakan ketepatan metode pembiayaan yang dipakai saat ini, yang menyebabkan

JDCW tidak dapat bersaing dengan kompetitor-kompetitornya.

JDCW mempunyai 3 divisi yaitu The Hidraulics Division, The Drive Trains Division, dan Gear

and Special Product Division. Sebagai bagian dari sebuah perusahaan terintegrasi secara

vertikal, JDCW mendapatkan part dari Deere’s Equipment Division, karena dapat

memproduksi berbagai macam part dalam jumlah yang banyak, walaupun produksi traktor

relatif rendah. Rendahnya produksi traktor memberikan kerugian pada mesin karena mesin

lebih efisien beroperasi pada jumlah yang besar.

Kebijakan perusahaan, melakukan transfer antar divisi berdasarkan full cost (direct

material+direct labour+direct iverhead +period overhead). Perusahaan juga punya kebijakan

make-buy policy ketika kapasitas mencukupi, yaitu divisi pembeli bisa membandingkan yang

mana yang lebih rendah antara direct cost (bukan full cost) dibandingkan dengan penawaran

dari luar.

Page 7: John Deere Final

Equipment Division tampaknya hanya melihat harga, berperilaku seperti profit center bukan

cost center, karena hanya memerhatikan keuntungan divisi dibandingkan perusahaan secara

keseluruhan. Dalam prakteknya equipment division tidak mengikuti kebijakan perusahaan,

sehingga JDCW kehilangan porsi untuk equipment factory karena perusahaan pesaing.

Pada awalnya JDCW menggunakan standar costing untuk perhitungan biayanya, alokasi

overhead berdasarkan pada direct labor hours, machine hours, dan material. Pada

kenyataannya metode biaya ini bekerja cukup baik di masa lalu karena perusahaan

memproduksi produk yang spesifik dalam secara konsisten. Namun, metode biaya ini tidak

memberikan sistem alokasi biaya yang terbaik bagi JDCW.

Keith William menyadari kekurangan dari penggunaan standard costing tersebut dan beralih

menggunakan Activity-Based Activity Costing, yang mencerminkan nilai cost per unit yang

tepat untuk tiap produk. Namun, perbedaan nilai cost penggunaan standard costing dan

Activity-Based Costing bervariasi, ada beberapa produk yang mengalami penurunan cost dan

ada yang justru cost-nya menjadi lebih besar.

Berdasarkan penjelasan di atas, permasalahan yang terjadi di perusahaan yaitu:

1. Penggunaan Standard Costing System yang tidak sesuai dengan nature perusahaan yang

besar dan memproduksi barang yang sangat bervariasi dan tidak mencerminkan actual

cost per unit.

2. Perusahaan menyadari adanya kesalahan dalam menentukan biaya dengan penggunaan

Standard Costing dan beralih menggunakan Activity Based-Costing, namun hasil yang

diperoleh sangat bervariasi, ada yang biayanya menjadi lebih kecil dan menjadi lebih

besar.

Page 8: John Deere Final

Teori Activity-Based Costing

Dalam pengunaan Activity Based Costing System (ABC), terdapat dua tahapan untuk

menentukan biaya overhead atas produk. Tahap pertama adalah, mengidentifikasi aktivitas

yang signifikan di dalam kegiatan produksi atas produk dan menentukan biaya overhead

untuk masing-masing aktivitas berkenaan dengan sumber biaya organisasi yang digunakan

oleh aktivitas. Biaya overhead ditentukan oleh masing-masing aktivitas yang terdiri dari

activity cost pool. Setelah menentukan biaya overhead atas activity cost pool dalam tahap

pertama, cost driver yang layak untuk masing-masing cost pool diidentifikasikan dalam tahap

kedua. Ketika biaya overhead dialokasikan untuk masing-masing activity cost pool untuk lini

produk dalam proporsi dalam jumlah atas cost driver yang dikonsumsi oleh lini produk.

Untuk menentukan cost driver, ada 3 kriteria yang harus dipenuhi:

1. Tingkat korelasi/hubungan

Kita harus dapat menyimpulkan bagaimana setiap lini produk mengkonsumsi dalam

aktivitas dengan mengamati bagaimana setiap lini produk mengkonsumsi cost driver.

Oleh karena itu, keakuratan penetapan biaya tergantung dari tingkat korelasi antara

konsumsi dari aktivitas dan konsumsi dari cost driver.

2. Biaya Pengukuran

Kita perlu merancang sistem informasi dari setiap cost-benefit trade-offs. Semakin banyak

activity cost pool yang digunakan, maka semakin tinggi akurasi dari biaya pengukuran.

Dengan demikian juga maka semakin banyak cost drivernya yang menghasilkan sistem

biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang lebih baik.

3. Efek Perilaku

Sistem informasi memiliki potensi tidak hanya untuk memfasilitasi pengambilan

keputusan, tetapi juga mempengaruhi perilaku dari pengambil keputusan, bisa baik atau

buruk, tergantung efek perilakunya. Dalam menentukan cost driver kita perlu

mempertimbangkan kemungkinan konsekuensi perilaku. Contoh, dalam sistem produksi

just-in-time , tujuannya adalah untuk mengurangi persediaan dan kegiatan material-

handling seminimum mungkin. Jumlah pergerakan barang bisa menjadi dasar pengukuran

yang paling tepat, yang dapat menimbulkan efek perilaku yang diinginkan dan

mempengaruhi manajer untuk mengurangi jumlah pergerakan material, sehingga

mengurangi material-handling cost.

Page 9: John Deere Final

Analisis Permasalahan

Pengalokasian biaya overhead ke dalam setiap produk dilakukan dalam dua tahap. Tahap

pertama adalah mengidentifikasi aktivitas-aktivitas proses produksi yang signifikan dari

setiap produk. Dalam tahap ini, JDWC mengidentifikasi 7 aktifitas signifikan dalam proses

produksi. Oleh karena itu, total biaya overhead akan dialokasikan ke dalam 7 aktifitas

dibandingkan menggunakan standard cost yang hanya memiliki dua cost driver (direct labor

dan machine hour). Ketujuh aktifitas yang digunakan JDWC sebagai cost driver sebagai

berikut;

1. Direct Labor Support, overhead dialokasikan berdasarkan karyawan langsung yang

menangani pembuatan komponen-komponen. Biaya ini termasuk allowance for benefits,

break period, gaji, personnel, percentage of supervision dan gaji industrial engineering.

Seluruh direct labor yang menunjang overhead dapat dijumlahkan menjadi $ 1,898,000

(in 1985) dan dibagi oleh total direct labor dollar $ 1,714,000 yang menghasilkan

overhead rate untuk aktifitias ini sebesar 111%.

2. Machine Operation, overhead yang dihasilkan dari beroperasinya turning machine,

ditambah pengalokasian biaya kapasitas dan fasilitas. Total biaya yang digunakan untuk

mengoperasikan turning machine $ 4,045,000 dan dibagi total machine hour 242,000

yang menghasilkan $ 16.70 per hour overhead rate untuk aktifitas ini.

3. Setup Hours, overhead yang dihasilkan berdasarkan perubahan dari tugas yang harus

dijalankan. Hal ini termasuk biaya actual setup; small share machine, small tool

maintenance, supervision, dan gaji industrial engineering. Biayanya adalah $ 1,111,000

dibagi dengan estimated number of setup hours 32,900 yang menghasilkan overhead rate

per jamnya $33.80.

4. Production Order Activity, dihasilkan dari kegiatan penjualan yang menghasilkan pesanan

komponen-komponen. Total biaya dibagi dengan total pesanan produksi per tahun 7,150

yang menghasilkan biaya $ 114 setiap production order.

5. Materials Handling, biaya overhead yang muncul dari aktifitas perpindahan barstock ke

dalam mesin dan perpindahan komponen-komponen yang dihasilkan ke tahap

selanjutnya. Biaya yang mendominasi aktifitas ini adalah karyawan yang menangani

material dan perawatan peralatan. Overhead rate-nya adalah $ 19.42 yang dihasilkan dari

membagi total biaya yang dialokasikan ($303,000) dengan total muatan (15,600). Total

muatan diestimasikan berdasarkan 6 tahapan;

Page 10: John Deere Final

a.Part Weigh t × Annual Volumeruns / year for t h at part

=weig h t /run

b.Weig ht /runPounds / load

=Loads /run

c. loads/run + 0.5

d. multiply result in (c) by number of runs of that part/year = number of loads/year

moved away from machine

e. loads/year ×2 (movement to and from machine) = total number of loads/year for that

part

f. repeat process for all numbers, and add number of load/part to obtain total number of

loads per year

6. Parts Administration, biaya overhead didapat dari total biaya $ 999,000 yang ketika

didistribusikan ke 2,050 parts di dalam system, menghasilkan head tax $ 487 per

komponen.

7. General and Administrative, biaya overhead dihubungkan keseluruh pabrik, tidak hanya

pada suatu aktifitas atau proses manufakture tertentu. Biaya ini termasuk pajak,

depresiasi, etc. Total General and Administrative ($ 998,000) dibagi rata kesetiap produk

dengan dasar value added.

Setelah menentukan aktifitas-aktfitas yang signifikan untuk mengalokasikan total overhead,

dalam tahap kedua JDWC dapat menentukan biaya per unit produk berdasarkan ketujuh

cost driver untuk menghasilkan satu unit produk. Kedua tahapan dalam biaya berdasarkan

aktifitas dapat disimpulkan kedalam bagan sebagai berikut;

Page 11: John Deere Final

JDCW melakukan penawaran sebanyak 275 suku cadang. Tetapi dari 275 suku cadang yang

menjadi penawaran JDCW hanya 58 suku cadang yang harganya dibawah penawaran dari

luar. 103 suku cadang yang harga direct cost-nya lebih murah dibandingkan dengan full cost

dari luar. Sedangkan sisanya, baik direct cost ataupun full costnya, lebih tinggi dibandingkan

dengan penawaran dari luar. Dengan harga yang tidak kompetitif ini, keinginan divisi gear

and special products untuk menjual suku cadangnya tidak dapat dilaksanakan.

Harga per unit yang tidak kompetitif ini sebagian besar disebabkan karena JDCW

menggunakan standard cost accounting system dalam mengalokasikan overheadnya. Tarif

Page 12: John Deere Final

overhead didasarkan pada basis direct labor, material dollars, dan actual cycle time standard

(ACTS). Setelah dilakukan analisis lebih lanjut oleh manajer akuntansi JDCW, maka sebaiknya

JDCW menggunakan sistem Activity Based Costing (ABC) dalam mengalokasikan overhead.

Sistem ABC yang dirancang oleh JDCW ini menggunakan 7 cost driver dalam mengalokasikan

overheadnya, yaitu

1. Direct labor support

2. Machine operation

3. Setup hours

4. Production order activity

5. Materials handling

6. Parts administration

7. General and administrative

Berikut alokasi Turning Machine dengan Standard Costing:

Page 13: John Deere Final

Berikut alokasi turning machine overhead dengan metode ABC:

Page 14: John Deere Final

Perbandingan antara alokasi overhead dengan menggunakan standard cost dan ABC:

ABC

N

oactivity

activity cost

poolcost driver

Cost driver

quantity

Pool

Rate

1Direct labor

support 1,898,000

total direct

labor dollars 1,714,000 111%

2Machine

Operation 4,045,000 Machine Hours 242,000 $16.70

3 setup hours 1,111,000

estimated

number of

setup hours

32,900 $33.80

4Production

order activity 817,000

annual

production

orders

7,150 $114

5Materials

Handling 303,000

the number of

loads 15,600 $19.42

6Parts

Administration 999,000 parts in system 2,050 $487

7General and

administrative 998,000 Value Added 10,887,000 9.10%

Total 10,171,000

STANDARD COST

No StandardTotal

Overhead

Overhead

base

Overhead

Rate

1Direct

Labor 3,501,000 1,714,000 205%

2Machine

Hours 6,670,000 242,000 $27.56

Total 10,171,000

Page 15: John Deere Final

Dapat dilihat dari tabel di atas bahwa alokasi overhead dengan menggunakan ABC memiliki

keragaman cost driver dibandingkan dengan standard cost. Dengan total overhead yang

sama dapat menghasilkan alokasi overhead yang berbeda-beda berdasarkan driver costnya.

JDCW sebaiknya menggunakan ABC dalam menentukan costs/unitnya karena JDCW memiliki

keragaman produk yang dihasilkan dan setiap produk mengkonsumsi overhead yang

berbeda-beda. Oleh sebab itu apabila menggunakan standard costing maka hasil alokasi

overhead menjadi tidak akurat. Keakuratan yang dihasilkan dengan sistem ABC ini akan

mencerminkan kegiatan yang sebenarnya terjadi dalam membuat suatu produk.

Sedangkan dengan menggunakan sistem lama, standard cost system, membuat efek yang

buruk terutama pada alokasi harga per unit yang menjadi tidak akurat. Ketidak akuratan ini

berdampak pada cost per unit yang tidak sesuai. Ada suku cadang yang ditetapkan terlalu

rendah (under costs) dan ada pula suku cadang yang ditetapkan terlalu tinggi (over costs).

Berikut element of costing Part A103 tahun 1985 dengan Standard Costing:

Page 16: John Deere Final

Berikut merupakan perhitungan elements part A103 dengan menggunakan ABC

Direct Materials : 6.44

Direct Labor : (0.185x4.2hr) 2.36

Overhead :

Direct Labor Support (0.185x111%x12.76) 2.62

Machine Operation (0.31x(8.99+7.61)) 5.15

Setup hours (33.76x4.2x2)/(8000/100) 3.54

Production order activity (114.27x2/80) 2.86

Materials handling (19.42x4)/80 0.97

Parts administration (487x0.176)/80 1.07

General and administrative (9.1%x(2.36+16.21)) 1.69 17.9

Total costs (per 100 parts) 26.7

Hal-hal yang Dipengaruhi Setelah Implementasi ABC

Frank Stevenson merangkum hasil yang didapat divisi Gear and Special Product dalam

mengimplementasikan Activity Based Costing:

ABC Costing Estimating Model

Dalam rangka penggunaan ABC untuk menentukan biaya individu komponen, sebuah model

diciptakan menggunakan Lotus 1-2-3 spreadsheet IBM. Model ABC, contohnya, dapat

mengkalkulasi biaya material atas dasar jenis baja, panjang, dan nomor mesin (yang

mempengaruhi jenis alat yang dipakai). Oleh karena itu, biaya material yang dialokasikan ke

suatu komponen tergantung dari bagaimana material itu digunakan juga harga

perolehannya. Penggunaan selanjutnya model ABC atas biaya material adalah;

Model ABC yang telah dikembangkan JDWC dapat menghasilkan data biaya trade-off

bila harga pembelian material komponen berbeda.

Model ABC tersebut dapat mengkalkulasi jumlah tahun berjalan yang dapat

menghasilkan biaya manufaktur terendah setiap tahunnya

Membandingan setup mesin yang berbeda

Dapat mengkalkulasikan costs at par level of utilization, walaupun metode ABC yang

dikembangkan berbasis normal volume

Page 17: John Deere Final

Completing the ABC Study

Keith William dan Nick Vintila telah mencoba mengaplikasikan ABC dalam 44 sample

komponen JDWC dan membandingkannya dengan biaya yang dihasilkan oleh standard

costing system. Mereka juga bereksperimen dengan merubah lot size yang saat ini

digunakan dalam system MRP. Khususnya, Model ABC merekomendasikan mereka untuk

melipatgandakan lot size rata-rata dalam rangka untuk mengoptimisasi biaya manufaktur.

Penelitian selanjutnya menunjukan pengaruh yang kuat dari pergeseran produk bauran

(product mix) untuk mengefisiensikan penggunaan turning machine.

Division Changes

Selama tahun 1985 – 1986, divisi JDWC mengalami pembatasan lini produk ke dalam 5

bisnis: gear and shaft, machined parts, cast iron making, heat treating, dan sheet metal

work. Sedapat mungkin departemen dapat diorganisir ulang dari proses hingga maufaktur

cell dan pengadopsian pendekatan Just – In – Time untuk mempersingkat lead time,

meningkatkan kualitas, dan juga menurunkan biaya

Agar ABC Model yang digunakan lebih efektif maka dilakukan beberapa perubahan dalam

implementasinya, yaitu terhadap

1. Penawaran

ABC digunakan untuk menghitung biaya mesin dan menyiapkan penawaran untuk

Deere ataupun pelanggan dari luar. Dengan menggunakan ABC perusahaan tahu

mana saja produk yang cost nya tinggi dalam low-volume.

Dan divisi juga harus merubah sistem penawaran dalam praktek transfer pricing

mereka. Dan memulai untuk untuk menegosiasikan “market-based-price” yang

berada di bawah full cost

2. Process Planning

Bagian Proses enginering menggunakan model perbandingan relative efisiensi mesin

untuk tipe yang berbeda dari baja dan part number untuk memilih bagian mana saja

yang diproses sesuai tipe mesinnya, karena ABC menunjukan setup dan biaya

produksi yang tinggi dari pada MRP. Process engineering menggunakan ABC untuk

menghitung biaya pada basis optimal run/ tahun dan bisa dinegosiasi untuk

customer untuk meneriman run yang lebih kecil pada harga yang lebih murah

Page 18: John Deere Final

3. Low Value- Added Parts

Gear and special produk mempercepat perpindahan dari low-volume, short-running

part dari turning mesin. Kira-kira 31% part membutuhkan lebih dari 20 jam direct

labor; secara keseluruhan dihitung 97% dari semua direct labor tersisa untuk mesin.

Tapi part yang kurang dari 8 jam akan di outsource. Secara kebetulan part yang

tersisa masih belum ditentukan, tapi keputusanyang dibuat berdasarkan costing yang

lebih akurat yaitu ABC.

Kombinasi dari perpindahan LVA part diharapkan dapat meningkatkan rata-rata run

time, mengurangi kerumitan penjadwalan dan mengurangi permintaan untuk staf

pendukung.

4. Cell Arrangements

Infrastruktur pabrik berubah dari sistem row mesin menjadi sistem per-sel. Beberapa

mesin dikelompokkan bersama dan dipakai untuk high-run part.

5. Layout

ABC juga membantu manajemen dalam mengatur departemen permesinan.

Secondari operations yang memiliki cost yang tinggi menyebabkan manajemen untuk

mengembalikan menjad divisi sebelumnya dan mengembalikan ke gedung sebelum

dipindahkan. Untuk mendapatkan tempat yang lebih besar, turning machine yang

sudah tidak efisien lagi dibuang. Lalu untuk meminimalisir jarak penanganan antara

barstock dengan packaging dan shipping, kegiatan-kegiatan tersebut dibuat menjadi

lebih dekat agar lebih efisien. Tetapi sayangnya layout yang baru ini belum pernah

dicoba selama proses produksi dikarenakan baru diatur selama bulan agustus 1986,

sedangkan pada januari 1987 pabrik tersebut ditutup. Walaupun begitu terdapat satu

perubahan layout yang sudah diterapkan tahun 1985 dan membuat perubahan yang

signifikan. Layout yang berhasil diterapkan pada tahun tersebut adalah process

engineering group. Mulanya, process engineering group ini berada jauh dari lantai

penjualan tetapi sekarang berada tepat ditengah area permesinan. Akibat dari

pemindahan layout ini komunikasi antar personelnya menjadi lebih mudah.

Page 19: John Deere Final

Berikut Perbandingan Machine Parts Overhead Standard Costing dan ABC dengan 44 sampel

(hanya Turning Machine Operation)

Dari perbandingan atas 44 sampel di atas, diperoleh hasil yang bervariasi dari pada saat awal

menggunakan standard costing lalu menggunakan ABC, ada yang biayanya menjadi lebih

kecil dan menjadi lebih besar. Namun kelebihan dari penggunaan metode ABC adalah biaya

yang muncul merupakan biaya yang sebenarnya dan lebih akurat. Sehingga menghindari

terjadinya overcosting ataupun undercosting dan perusahaan dapat bersaing dengan vendor

lain dengan penetapan harga berdasarkan cost yang aktual, meskipun terdapat beberapa

barang menjadi lebih tinggi costnya, banyak juga barang lain yang lebih rendah costnya.

Pada saat menggunakan standard costing sangat memungkinkan terjadi overcosting dan

undercosting sehingga profit margin yang diperoleh pun tidak aktual. Tabel di atas juga

Page 20: John Deere Final

menunjukkan bahwa tujuan dari penggunaan metode ABC bukanlah untuk mendapatkan

biaya yang lebih kecil, melainkan untuk mendapatkan ceminan biaya yang sebenarnya.

Future of ABC

Walaupun ABC ini sangat berguna, tetapi manfaatnya juga masih terbatas pada:

1. ABC hanya berjalan pada komputer tiap individu, bukan pada komputer yang terintegerasi

dengan data base divisi

2. ABC hanya digunakan untuk operasi yang meggunakan turning machine

Page 21: John Deere Final

Kesimpulan

1. Penetapan biaya dengan standard costing tidak sesuai untuk digunakan oleh perusahaan

yang memproduksi barang dengan banyak aktivitas produksi dan variasi produk yang

beragam, tidak mencerminkan cost yang sebenarnya. Hanya menggunakan direct labor

dan machine hours sebagai cost driver, sedangkan ada banyak tahapan dalam aktivitas

produksi yang menuntut penentuan cost driver yang lebih akurat.

2. Dengan menggunakan Activity Based Costing perusahaan dapat mengetahui actual cost

per unit, sehingga tidak akan terjadi undercosting atau overcosting dalam penentuan

biaya. Penggunaan cost driver untuk yang disesuaikan berdasarkan aktivitas produksi

yang telah ditetapkan activity cost pool-nya, terdiri dari 7 cost driver yaitu direct labor

support, machine operation, setup hours, production order activity, materials handling,

parts administration, general and administrative.

3. Tujuan dari penggunaan metode ABC bukan untuk menghasilkan biaya per unit yang kecil,

namun menghasilkan biaya yang sebenarnya. Terbukti dari kasus John Deere, perbedaan

cost dari awal perusahaan menggunakan standard costing menjadi Activity Based Costing

hasilnya bervariasi, ada yang biayanya menjadi lebih kecil dan menjadi lebih besar.

4. Meskipun terdapat variasi perubahan cost karena beralih menggunakan metode ABC,

John Deere tetap dapat bersaing dengan lebih percaya diri karena keakuratan penentuan

biaya, karena menghindari profit margin yang semu akibat adanya overcosting dan

undercosting.

5. Agar pengaplikasian ABC menjadi lebh efisien makan harus dibantu dengan perubahan-

perubahan pada pabrik. Misalkan dalam kebijakan transfer pricing yang diubanh dengan

menggunakan market based dibandingkan dengan direct cost v.s full cost. Selain

kebijakan, layout pabrik juga diubah untuk memaksimalkan efisiensi penggunaan ABC.

6. Saat ini ABC hanya diterapkan untuk operasi-operasi yang menggunakan turning machine,

namun tidak ada salahnya dikemudian hari untuk mengaplikasikan ABC pada proses-

proses produksi lain. Hal ini dikarenakan penggunaan ABC dalam mengalokasikan

overhead tepat untuk John deere karena John deere memiliki variasi produk yang

berbeda-beda.

Page 22: John Deere Final

Referensi

- Hilton, Ronald and Avid E. Platt, Managerial Accounting: Creating Value in a Dinamyc Business Environment, 9th Edition: McGraw-Hill (2011)

- John Deere Component Works case