jiwa

44
BAB I PENDAHULUAN Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika kulit terpapar suhu atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi. Respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi secara terus menerus disebut dengan penyembuhan luka (Joyce M. Black, 2001). Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh kembali pulih, ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan dimana sel secara bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara normal. Idealnya luka yang sembuh kembali normal secara struktur anatomi, fungsi dan penampilan. Metode perawatan luka berkembang cepat dalam 20 tahun terakhir, jika tenaga kesehatan dan pasiennya memanfaatkan terapi canggih yang sesuai dengan perkembangan, akan memberikan dasar pemahaman yang lebih besar terhadap pentingnya perawatan luka. Semua tujuan manajemen luka adalah untuk membuat luka stabil dengan perkembangan granulasi jaringan yang baik dan suplai darah yang adekuat., hanya cara tersebut yang membuat penyembuhan luka bisa sempurna. 1 | Page

Upload: icha-nadira

Post on 10-Aug-2015

35 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

MULTIAKSIAL

TRANSCRIPT

Page 1: JIWA

BAB I

PENDAHULUAN

Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika kulit terpapar

suhu atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi. Respon tubuh terhadap berbagai

cedera dengan proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan

anatomi dan fungsi secara terus menerus disebut dengan penyembuhan luka (Joyce M. Black,

2001). Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh kembali

pulih, ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan dimana sel secara bersama-

sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara normal. Idealnya luka yang sembuh

kembali normal secara struktur anatomi, fungsi dan penampilan.

Metode perawatan luka berkembang cepat dalam 20 tahun terakhir, jika tenaga kesehatan dan

pasiennya memanfaatkan terapi canggih yang sesuai dengan perkembangan, akan memberikan

dasar pemahaman yang lebih besar terhadap pentingnya perawatan luka. Semua tujuan

manajemen luka adalah untuk membuat luka stabil dengan perkembangan granulasi jaringan

yang baik dan suplai darah yang adekuat., hanya cara tersebut yang membuat penyembuhan luka

bisa sempurna.

Untuk memulai perawatan luka, pengkajian awal yang harus dijawab adalah, apakah luka

tersebut bersih, atau ada jaringan nekrotik yang harus dibuang, apakah ada tanda klinik yang

memperlihatkan masalah infeksi, apakah kondisi luka kelihatan kering dan terdapat resiko

kekeringan pada sel, apakah absorpsi atau drainage objektif terhadap obat topical dan lain-lain.

Terjadinya peradangan pada luka adalah hal alami yang sering kali memproduksi eksudat;

mengatasi eksudat adalah bagian penting dari penanganan luka. Selanjutnya, mengontrol eksudat

juga sangat penting untuk menangani kondisi dasar luka, yang mana selama ini masih kurang

diperhatikan dan kurang diannggap sebagai suatu hal yang penting bagi perawat, akibatnya bila

produksi eksudat tidak dikontrol dapat meningkatkan jumlah bakteri pada luka, kerusakan kulit,

bau pada luka dan pasti akan meningkatkan biaya perawatan setiap kali mengganti balutan.

1 | P a g e

Page 2: JIWA

LUKA DAN PERAWATANNYA

A. Pengertian

Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika kulit terpapar

suhu atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi. Respon tubuh terhadap berbagai

cedera dengan proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan

anatomi dan fungsi secara terus menerus disebut dengan penyembuhan luka (Joyce M. Black,

2001)

Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain

(Kozier, 1995).

B. Jenis-Jenis Luka

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan

derajat luka (Taylor, 1997).

Berdasarkan penyebab :

•Ekskoriasi atau luka lecet

•Vulnus scisum atau luka sayat

•Vulnus laseratum atau luka robek 

•Vulnus punctum atau luka tusuk 

•Vulnus morsum atau luka karena gigitan binatang

•Vulnus combotio atau luka bakar

Berdasarkan derajat kontaminasi

a. Luka bersih

Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang merupakan luka sayat

elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan

orofaring,traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka

tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.

b. Luka bersih terkontaminasi

Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran pernafasan, saluran

pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses penyembuhan luka akan

2 | P a g e

Page 3: JIWA

lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka

sekitar 3% - 11%.

c. Luka terkontaminasi

Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran pernafasan, saluran

pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada

luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka

penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

d. Luka kotor

Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka dengan

tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat

terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

a) Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan

epidermis kulit.

b) Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis

dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi,

blister atau lubang yang dangkal.

c) Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan

atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan

yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak

mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa

merusak jaringan sekitarnya.

d) Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang

dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

3 | P a g e

Page 4: JIWA

Gambar : Stadium Luka

Berdasarkan Kategori

1. Luka Accidental

Adalah cedera yang tidak disengaja, seperti kena pisau, luka tembak, luka bakar; tepi luka

bergerigi; berdarah; tidak steril

Gambar 1. Luka bakar

2. Luka Bedah

Merupakan terapi yang direncanakan, seperti insisi bedah, needle introduction; tepi luka

bersih; perdarahan terkontrol; dikendalikan dengan asepsis bedah

4 | P a g e

Page 5: JIWA

Gambar 2. Luka post op skin graft

Berdasarkan integritas kulit

1) Luka terbuka

Kerusakan melibatkan kulit atau membran mukosa; kemungkinan perdarahan disertai

kerusakan jaringan; risiko infeksi

2) Luka tertutup

Tidak terjadi kerusakan pada integritas kulit, tetapi terdapat kerusakan jaringan lunak;

mungkin cedera internal dan perdarahan

Berdasarkan Descriptors

Aberasi

Luka akibat gesekan kulit; superficial; terjadi akibat prosedur dermatologik untuk

pengangkatan jaringan skar

Puncture

Trauma penetrasi yang terjadi secara disengaja atau tidak disengaja oleh akibat alat-alat

yang tajam yang menusuk kulit dan jaringan di bawah kulit

Laserasi

Tepi luka kasar disertai sobekan jaringan, objek mungkin terkontaminasi; risiko infeksi

Kontusio

Luka tertutup; perdarahan di bawah jaringan akibat pukulan tumpul; memar

5 | P a g e

Page 6: JIWA

4. Prinsip Dasar Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah proses yang komplek dan dinamis dengan perubahan lingkungan luka

dan status kesehatan individu. Fisiologi dari penyembuhan luka yang normal adalah melalui fase

hemostasis, inflamasi, granulasi dan maturasi yang merupakan suatu kerangka untuk memahami

prinsip dasar perawatan luka. Melalui pemahaman ini profesional keperawatan dapat

mengembangkan ketrampilan yang dibutuhkan untuk merawat luka dan dapat membantu

perbaikan jaringan. Luka kronik mendorong para profesional keperawatan untuk mencari cara

mengatasi masalah ini. Penyembuhan luka kronik membutuhkan perawatan yang berpusat pada

pasien ”patient centered”, holistik, interdisiplin, cost efektif dan eviden based yang kuat.

Penelitian pada luka akut dengan model binatang menunjukkan ada empat fase penyembuhan

luka. Sehingga diyakini bahwa luka kronik harus juga melalui fase yang sama. Fase tersebut

adalah sebagai berikut:

Hemostasis

Inflamasi

Proliferasi atau granulasi

Remodeling atau maturasi

Hemostasis

Pada penyembuhan luka kerusakan pembuluh darah harus ditutup. Pada proses penyembuhan

luka platelet akan bekerja untuk menutup kerusakan pembuluh darah tersebut. Pembuluh darah

sendiri akan konstriksi dalam berespon terhadap injuri tetapi spasme ini biasanya rilek. Platelet

mensekresi substansi vasokonstriktif untuk membantu proses tersebut.

Dibawah pengaruh adenosin diphosphat (ADP) kebocoran dari kerusakan jaringan akan

menimbulkan agregasi platelet untuk merekatkan kolagen. ADP juga mensekresi faktor yang

berinteraksi dengan dan merangsang pembekuan intrinsik melalui produksi trombin, yang akan

membentuk fibrin dari fibrinogen. Hubungan fibrin diperkuat oleh agregasi platelet menjadi

hemostatik yang stabil. Akhirnya platelet juga mensekresi sitokin seperti ”platelet-derived

growth factor”. Hemostatis terjadi dalam waktu beberapa menit setelah injuri kecuali ada

gangguan faktor pembekuan.

6 | P a g e

Page 7: JIWA

Inflamasi

Secara klinik, inflamasi adalah fase ke dua dari proses penyembuhan yang menampilkan eritema,

pembengkakan dan peningkatan suhu/hangat yang sering dihubungkan dengan nyeri, secara

klasik ”rubor et tumor cum calore et dolore”. Tahap ini biasanya berlangsung hingga 4 hari

sesudah injuri. Pada proses penyembuhan ini biasanya terjadi proses pembersihan debris/sisa-

sisa. Ini adalah pekerjaan dari PMN’s (polymorphonucleocytes). Respon inflamasi menyebabkan

pembuluh darah menjadi bocor mengeluarkan plasma dan PMN’s ke sekitar jaringan. Neutropil

memfagositosis sisa-sisa dan mikroorganisme dan merupakan pertahanan awal terhadap infeksi.

Mereka dibantu sel-sel mast lokal. Fibrin kemudian pecah sebagai bagian dari pembersihan ini.

Tugas selanjutnya membangun kembali kompleksitas yang membutuhkan kontraktor. Sel yang

berperan sebagai kontraktor pada penyembuhan luka ini adalah makrofag. Makrofag mampu

memfagosit bakteri dan merupakan garis pertahan kedua. Makrofag juga mensekresi komotaktik

yang bervariasi dan faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan fibrobalas (FGF), faktor

pertumbuhan epidermal (EGF), faktor pertumbuhan beta trasformasi (tgf) dan interleukin-1 (IL-

1).

Proliferasi (proliferasi, granulasi dan kontraksi)

Fase granulasi berawal dari hari ke empat sesudah perlukaan dan biasanya berlangsung hingga

hari ke 21 pada luka akut tergangung pada ukuran luka. Secara klinis ditandai oleh adanya

jaringan yang berwarna merah pada dasar luka dan mengganti jaringan dermal dan kadang-

kadang subdermal pada luka yang lebih dalam yang baik untuk kontraksi luka. Pada

penyembuhan luka secara analoginya satu kali pembersihan debris, dibawah kontraktur langsung

terbentuk jaringan baru.

Kerangka dipenuhi oleh fibroblas yang mensekresi kolagen pada dermal yang kemudian akan

terjadi regenerasi. Peran fibroblas disini adalah untuk kontraksi. Serat-serat halus merupakan

sel-sel perisit yang beregenerasi ke lapisan luar dari kapiler dan sel endotelial yang akan

membentuk garis. Proses ini disebut angiogenesis. Sel-sel ”roofer” dan ”sider” adalah keratinosit

yang bertanggungjawab untuk epitelisasi. Pada tahap akhir epitelisasi, terjadi kontraktur dimana

keratinosit berdifrensiasi untuk membentuk lapisan protektif luar atau stratum korneum.

7 | P a g e

Page 8: JIWA

Remodeling atau maturasi

Setelah struktur dasar komplit mulailah finishing interior. Pada proses penyembuhan luka

jaringan dermal mengalami peningkatan tension/kekuatan, peran ini dilakukan oleh fibroblast.

Remodeling dapat membutuhkan waktu 2 tahun sesudah perlukaan.

Tabel 1. Fase penyembuhan luka

Fase penyembuhan

WaktuSel-sel yang

berperan

Analogi membangun

rumahHemostasisInflamation

ProliferationGranulation

Contracture

Remodeling

SegeraHari 1-4

Hari 4 – 21

Hari 21 – 2 tahun

Platelets Neutrophils

MacrophagesLymphocytesAngiocytesNeurocytes

FibroblastsKeratinocytes

Fibrocytes

Capping off conduitsUnskilled laborers to clean uap the site

Supervisor CellSpecific laborers at the site:PlumberElectrician

FramersRoofers and Siders

Remodelers

Pada beberapa literatur dijelaskan juga bahwa proses penyembuhan luka meliputi dua komponen

utama yaitu regenerasi dan perbaikan (repair). Regenerasi adalah pergantian sel-sel yang hilang

dan jaringan dengan sel-sel yang bertipe sama, sedangkan repair adalah tipe penyembuhan yang

biasanya menghasilkan terbentuknya scar. Repair merupakan proses yang lebih kompleks

daripada regenerasi. Penyembuhan repair terjadi oleh intention primer, sekunder dan tersier.

Intension primer

Fase-fase dalam penyembuhan Intension primer :

1. Fase Inisial (3-5 hari)

2. Sudut insisi merapat, migrasi sel-sel epitel, mulai pertumbuhan sel

3. Fase granulasi (5 hari – 4 minggu)

8 | P a g e

Page 9: JIWA

Fibroblas bermigrasi ke dalam bagian luka dan mensekresi kolagen. Selama fase

granulasi luka berwarna merah muda dan mengandung pembuluh darah. Tampak

granula-granula merah. Luka berisiko dehiscence dan resisten terhadap infeksi.

Epitelium permukaan pada tepi luka mulai terlihat. Dalam beberapa hari lapisan

epitelium yang tipis bermigrasi menyebrangi permukaan luka. Epitel menebal dan mulai

matur dan luka merapat. Pada luka superficial, reepitelisasi terjadi selama 3 – 5 hari.

4. Fase kontraktur scar ( 7 hari – beberapa bulan )

Serabut-serabut kolagen terbentuk dan terjadi proses remodeling. Pergerakan

miofibroblast yang aktif menyebabkan kontraksi area penyembuhan, membentu menutup

defek dan membawa ujung kulit tertutup bersama-sama. Skar yang matur selanjutnya

terbentuk. Skar yang matur tidak mengandung pembuluh darah dan pucat dan lebih terasa

nyeri daripada fase granulasi

Intension sekunder

Adalah luka yang terjadi dari trauma, elserasi dan infeksi dan memiliki sejumlah besar eksudat

dan luas, batas luka ireguler dengan kehilangan jaringan yang cukup luas menyebabkan tepi luka

tidak merapat. Reaksi inflamasi dapat lebih besar daripada penyembuhan primer.

Intension Tersier

Adalah intension primer yang tertunda. Terjadi karena dua lapisan jaringa granulasi dijahit

bersama-sama. Ini terjadi ketika luka yang terkontaminasi terbuka dan dijahit rapat setelah

infeksi dikendalikan. Ini juga dapat terjadi ketika luka primer mengalami infeksi, terbuka dan

dibiarkan tumbuh jaringan granulasi dan kemudian dijahit. Intension tersier biasanya

mengakibatkan skar yang lebih luas dan lebih dalam daripada intension primer atau sekunder

5. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

1. Usia

Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering

terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan

darah.

9 | P a g e

Page 10: JIWA

2. Nutrisi

Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya

protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi

memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin.

Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah

jaringan adipose tidak adekuat.

3. Infeksi

Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.

4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak

subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang

gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah

infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada

orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus.

Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan

kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan

menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

5. Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh

tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan

waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.

6. Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses

sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan

lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah

(“Pus”).

7. Iskemia

Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh

akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu

ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu

sendiri

10 | P a g e

Page 11: JIWA

8. Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak

dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh

9. Keadaan Luka

Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa

luka dapat gagal untuk menyatu.

10. Obat

Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi

penyembuhan luka. Penggunaan antibiotic yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap

infeksi luka.

a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera

b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi

yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat

koagulasi intravaskular.

Faktor Lokal

1. Suplai darah

2. Infeksi

Infeksi sistemik atau local dapat menghambat penyembuhan luka

3. Nekrosis

4. Adanya benda asing

PERAWATAN LUKA

A. Pengertian

Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain

yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit.

B. Tujuan

1. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran mukosa

11 | P a g e

Page 12: JIWA

2. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan

3. Mempercepat penyembuhan

4. Membersihkan luka dari benda asing atau debris

5. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat

6. Mencegah perdarahan

7. Mencegah excoriasi kulit sekitar drain.

8. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka.

9. Absorbsi drainase.

10. Menekan dan imobilisasi luka.

11. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis.

12. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri.

13. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing.

14. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien.

C.Penatalaksanaan/Perawatan Luka

Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu

evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka,

pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.

a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).

b. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan

pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti:

1) Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).

2) Halogen dan senyawanya

a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam

konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam

b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks

yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci

karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.

c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik

borok.

12 | P a g e

Page 13: JIWA

d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid dengan

sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak

merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.

3) Oksidansia

a) Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah berdasarkan

sifat oksidator.

b) Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari

dalam luka dan membunuh kuman anaerob.

4) Logam berat dan garamnya

a) Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan

jamur.

b) Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah,

mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts)

5) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).

6) Derivat fenol

a) Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan genitalia

eksterna sebelum operasi dan luka bakar.

b) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.

7) Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan

aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya

sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer,

2000:390).

Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah

pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci

yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama

waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian

luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan antiseptik yang

telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan

yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini

merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam

setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308

13 | P a g e

Page 14: JIWA

mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004:16 ;

ISO Indonesia,2000:18).

c. Pembersihan Luka

Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki

dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang

jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16).

Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :

i. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang

jaringan mati dan benda asing.

ii. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.

iii. Berikan antiseptik

iv. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian

anastesi lokal

v. Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)

d. Penjahitan luka

Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8

jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak

berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.

e. Penutupan Luka

Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga

proses penyembuhan berlangsung optimal.

f. Pembalutan

Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada

penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan,

infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan,

sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang

menyebabkan hematom.

g. Pemberian Antibiotik

14 | P a g e

Page 15: JIWA

Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka

terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.

h. Pengangkatan Jahitan

Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu

pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan

luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton,

1990:44)..

Tabel 1. Waktu Pengangkatan Jahitan

No Lokasi Waktu

1 Kelopak mata 3 hari

2 Pipi 3-5 hari

3 Hidung, dahi, leher 5 hari

4 Telinga,kulit kepala 5-7 hari

5 Lengan, tungkai, tangan,kaki 7-10+ hari

6 Dada, punggung, abdomen 7-10+ hari

Sumber. Walton, 1990:44

PERAWATAN LUKA BASAH KE KERING

A. Peralatan1. Sarung tangan steril2. Sarung tangan sekali pakai3. Set balutan ( gunting, pinset, forsep), nierbekken4. Duk steril, kasa besar, kasa kecil, bantalan kasa5. Balutan kasa ekstra dan surgipad atau bantalan ABD6. Kom untuk larutan antiseptik atau larutan pembersih7. Normal satin atau H2O steril8. Larutan pembersih yang diresepkan dokter9. Pester

15 | P a g e

Page 16: JIWA

10. Kantung plastik untuk sampah11. Selimut mandi, bantalan tahan air12. Aseton (jika diperlukan)

B. Prosedur1. Jelaskan prosedur kepada klien2. Siapkan peralatan yang diperlukan di meja (jangan membuka peralatan)3. Ambil kantung plastik dan buat lipatan diatasnya. Letakkan kantung plastikagar mudah terjangkau oleh anda4. Tutup ruangan dengan tirai, tutup semua jendela yang terbuka5. Bantu klien pada posisi nyaman. Selimut mandi hanya untuk memajankan area luka. Instruksikan klien agar tidak menyentuh area luka atau peralatan steril.6. Cuci tangan secara menyeluruh7. Letakkan bantalan tahan air dibawah klien8. Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester9. Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan (bila masih terdapat plester pada kulit, dapat dibersihkan dengan aseton)10. Angkat balutan secara perlahan dengan menggunakan forsep atau pinset11. Jika balutan lengket pada luka, jangan dibasahi, pertahan lepaskan balutan dari eksudat yang mengering. Beritahukan klien tentang penarikan dan ketidak nyamanan12. Observasi karakteristik dan jumlah drainase pada balutan13. Buang balutan kotor pada nierbekken atau kantung plastik, hindari kontaminasi permukaan luar kantung. Lepaskan sarung tangan dengan menarik bagian dalam keluar. Buang pada nierbekken14. Buka nampan balutan steril. Balutan, gunting,pinset dan forsep harus tetap pada nampan steril. Buka botol larutan antiseptik lalu tuang ke dalam kom steril atau kasa steril15. Pakai sarung tangan steril16. Inspeksi luka. Perhatikan kondisinya, letak drain, integritas jahitan dan karakteristik drainase. (palpasi bila perlu, dengan bagian tangan non dominan yang tidak akan menyentuh bahan steril)17. Bersihkan luka dengan larutan antiseptik atau lanrtan normal satin. Pegang kasa yang dibasahi dalam larutan dengan forsep. Gunakan kasa terpisah untuk setiap usapanmembersihkan. Bersihkan dari daerah yang kurang terkontaminasi ke area terkontaminasi18. Pasang kasa yang basah tepat pada permukaan luka. Bila luka dalam dengan perlahan bust kasaseperti kemasan dengan menekuk tepi kasa dengan forsep. Secara pedahan masukkan kasa ke dalam luka sehingga semua permukaan luka kontak dengan kasa basah19. Pasang kasa steril keying diatas kasa basah20. Tutup dengan kasa, surgipad, atau balutan ABD21. Pasang plester diatas balutan22. Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempat yang telah disediakan23. Sisihkan semua alat dan bantu klien kembali pada posisi nyaman24. Cuci tangan25. Catat pada catatan perawat

PERAWATAN LUKA GANGREN

16 | P a g e

Page 17: JIWA

A. Peralatan1. Sarung tangan steril2. Sarung tangan sekali pakai3. Set balutan ( gunting, pinset, forsep, l klem arteri, gunting nekrotomi),nierbekken4. Duk steril, Kasa besar, Kasa kecil, bantalan kasa5. Balutan kasa ekstra dan surgipad atau bantalan ABD6. Kom untuk larutan antiseptik atau larutan pernbersih7. Nalrium Klorida atau H2O steril8. Salep yang diresepkan dokter9. Larutan pembersih yang diresepkan dokter10. Plester11. Kantung plastik untuk sarnpah, ember12. Selimut mandi, Bantalan tahan air,terpal plastic13. Larutan peroksida (jika diperlukan)B. Prosedur1. Jelaskan prosedur kepada klien2. Siapkan peralatan yang diperlukan di meja (jangan membuka peralatan)3. Ambil kantung plastik dan buat lipatan diatasnya. Letakkan kantung plastic agar mudah terjangkau oleh anda4. Tutup ruangan dengan tirai, tutup semua jendela yang terbuka5. Bantu klien pada posisi nyaman. Selimut mandi hanya untuk memajankan area luka. instruksikan klien agar tidak menyentuh area luka atau peralatan steril.6. Cuci tangan secara menyeluruh7. Letakkan bantalan tahan air dibawah klien8. Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester9. Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan (bila masih terdapat plester pada kulit, dapat dibersihkan dengan aseton)10. Angkat balutan secara perlahan dengan menggunakan forsep atau pinset11. Jika balutan lengket pada luka, dibasahi dengan memakai larutan NaCl, perlahan lepaskan balutan dan eksudat yang mengering. Beritahukan klien tentang penarikan dan ketidaknyamanan12. Observasi karakteristik dan jumlah drainase pada balutan13. Buang balutan kotor pada nierbekken atau kantung plastik, hindari kontaminasi permukaan luar kantung. Lepaskan sarung tangan dengan menarik bagian dalam keluar. Buang pada nierbekken14. Buka nampan balutan steril. Balutan, gunting,pinset dan forsep harus tetap pada nampan steril. Buka botol larutan antiseptik lalu tuang ke dalam kom steril atau kasa steril15. Pakai sarung tangan steril16. Inspeksi luka. Perhatikan kondisinya, letak drain, dan karakteristik drainase. (palpasi bila perlu, dengan bagian tangan non dominan yang tidak akan menyentuh bahan steril)17. Bersihkan luka dengan larutan peroksida, kemudian lakukan nekrotomi,angkat jaringan yang sudah mall dengan menggunakan gunting, lakukansecara terus menerus, setelah jaringan yang mati habis, lalu bersihkan dengan larutan antiseptik atau larutan NaCl. Pegang kasa yang dibasahi dalam larutan dengan forsep. Gunakan kasa terpisah untuk setiap usapanmembersihkan. Bersihkan dari daerah yang kurang terkontaminasi ke area terkontaminasi

17 | P a g e

Page 18: JIWA

18. Pasang kasa yang basah tepat pada permukaan luka. Bila luka dalam dengan perlahan buat kasa seperti kemasan dengan menekuk tepi kasa dengan forsep. Secara perlahan masukkan kasa ke dalam luka sehingga semua permukaan luka kontak dengan kasa basah19. Pasang kasa steril kering di atas kasa basah20. Tutup dengan kasa, surgipad, atau balutan ABD21. Pasang plester diatas balutan22. Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempat yang telah disediakan23. Sisihkan semua alat dan bantu klien kembali pada posisi nyaman24. Cuci tangan25. Catat pada catatan perawat

IRlGASI LUKAA. Peralatan1. Sarung tangan steril2. Kom steril3. Larutan irigasi (200 - 500 ml sesuai pesanan) dihangatkan pada suhutubuh4. Spuit irigasi steril (kateter karet merah steril sebagai penghubung untukluka dengan lubang kecil)5. Kom / nierbekken bersih untuk menampung larutan6. Tray balutan steril dan Set balutan ( gunting, pinset, forsep), nierbekken7. Bantalan tahan air8. Jeli pelumas dan spatel lidah (tidak menjadi keharusan)9. Sarung tangan sekali pakai10. Set balutan ( gunting, pinset, forsep), Nierbekken11. Kasa besar, kasa kecil, bantalan kasa12. Balutan kasa ekstra13. Plester14. Kantung plastik untuk sampah15. Selimut mandi, bantalan tahan air16. AsetonB. Prosedur1. Jelaskan prosedur kepada klien2. siapkan peralatan yang diperlukan di meja (jangan membuka peralatan)3. Posisikan klien sehingga larutan irigasi akan mengalir dari bagian atas4. tepi luka ke dalam kom yang diletakkan di bawah luka5. Letakkan bantalan tahan air dibawah klien6. Cuci tangan secara menyeluruh7. Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester8. Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan(bila masih terdapat plester pada kulit, dapat dibersihkan dengan aseton)9. Angkat balutan secara perlahan dengan menggunakan forsep atau pinset10. Jika balutan lengket pada luka, lepaskan dengan meneteskan normal salinsteril atau air steril11. Observasi karakteristik dan jumlah drainase pada balutan

18 | P a g e

Page 19: JIWA

12. Buang balutan kotor pada nierbekken atau kantung plastik, hindari kontaminasi permukaan luar kantung. Lepaskan sarung tangan dengan menarik bagian dalam keluar. Buang pada nierbekken13. Buka nampan balutan steril. Balutan, gunting pinset dan forsep harus tetap pada nampan steril. Buka kom dan tuangkan larutan (volume bervariasi tergantung ukuran luka dan banyaknya drainase). Buka spuit siapkan tray balutan.14. Pakai sarung tangan steril15. Letakkan kom bersih menempel pada kulit klien di bawah insisi atau letak luka16. Hisap larutan kedalam spuit Saat memegang ujung spuit tepat diatas Iuka, irigasi dengan peralatan tapi secara kontinu dengan tekanan yang cukup untuk mendorong drainase dan debris. Hindari menyemburkan atau menyemprotkan larutan. Irigasi tepat diatas luka.17. Lanjutkan irigasi sampai larutan yang mengalir ke dalam kom jernih18. Dengan kasa steril, keringkan tepi luka. Bersihkan dari yang kurang terkontaminasi sampai ke Area yang terkontaminasi. Bergerak secara progresif menekan dari garis insisi atau tepi luka Tutup dengan kasa steril19. Pasang plester diatas balutan20. Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempat yang telah disediakan21. Sisihkan semua afat dan Bantu klien kembali pada posisi nyaman22. Cuci tangan23. Catat pada catatan perawat

PENCEGAHAN INFEKSIPenggunaan antibiotika di rekomendasikan bila di temukan beberapa faktor risikoantara lain:• Tertunda presentasi (> 12hrs)• Luar badan• Luka berat kotor• Luka tusukan (terutama pada kaki)• Fraktur terbuka / terkena tendons

DEBRIDEMENT• Membuang jaringan mati• Membuang material asing• Membersihkan jaringan yang terkontaminasi• Mempertahankan struktur penting semaksimal mungkin

TEKNIK DEBRIDEMENT• Bedah debridemen• MEKANIK debridemen• AUTOLYTIC debridement• ENZIMATIS debridement

Penjahitan Luka

19 | P a g e

Page 20: JIWA

  Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatastegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam

Menentukan  pemilihan jenis benang jahit, yaitu jenis bahannya, kemampuan tubuh untuk menyerapnya dan susunan filamentnya. Benang yang dapat diserap melalui reaksi enzimatik pada cairan tubuh kini banyak dipakai. Penyerapan benang oleh jaringan dapat berlangsung antara tiga hari sampai tiga bulan tergantung jenis benang dan kondisi jaringan yang dijahit.Menurut bahan asalnya, benang dibagi dalam benang yang terbuat dari usus domba meskipun namanya catgut dan dibedakan dalam catgut murni yang tanpa campuran dan catgat kromik yang bahannya bercampur larutan asam kromat. Catgut murni diserap cepat, kira kira dalam waktu satu minggu sedangkan catgut kromik diserap lebih lama kira kira 2-3 minggu.Disamping itu ada benang yang terbuat dari bahan sintetik, baik dari asam poliglikolik maupun dari poliglaktin-910 yang inert dan memiliki daya tegang yang besar. Benang ini dalam dipakai pada semua jaringan termasuk kulit. Benang yang dapat diserap menimbulkan reaksi jaringan setempat yang dapat menyebabkan fistel benang atau infiltrate jaringan yang mungkin ditandai adanya indurasi.

Benang yang tidak dapat diserap oleh tubuh terbuat umumnya dari bahan yang tidak menimbulkan reasksi jaringan karena bukan merupakan bahan biologik. Benang ini dapat berasal dari sutera yang sangat kuat dan liat, dari kapas yang kurang kuat dan mudah terurai, dan dari polyester yang merupkan bahan sintetik yang kuat dan biasanya dilapisi Teflon. Selain itu terdapat juga benang nailon yang berdaya tegang besar, yang terbuat dari polipropilen yang terdiri atas bahan yang sangat inert dan baja yang terbuat dari baja tahan karat.

Karena tidak dapat diserap maka benang akan tetap berada di jaringan tubuh. Benang jenis ini biasanya di gunakan pada jaringan yang sukar sembuh. Bila terjadi infeksi akan terbentuk fistel yang baru dapat sembuh setelah benang yang bersifat benda asing dikeluarkan.Benang alami terbuat dari sutera atau kapas. Kedua bahan alami ini dapat bereaksi dengan jaringan tubuh meskipun minimal karena mengandung juga bahan kimia alami. Daya tegangnya cukup dan dapat diperkuat bila dibasahi terlebih dahulu dengan larutan garam sebelum digunakan.

Bahan sintetik terbuat dari polyester, nailon atau polipropilen yang umumnya dilapisi oleh bahan pelapis Teflon atau Dacron. Dengan lapisan ini, permukaannya lebih mulus sehingga tidak mudah bergulung atau terurai. Benang mempunyai daya tegang yang besar dan dipakai untuk jaringan yang memerlukan kekuatan penyatuan yang besar.Menurut bentuk untaian seratnya, benang dapat berupa monofilament bila hanya terdiri dari satu serat saja, dan polifilamen bila terdiri atas banyak serat yang diuntai menjadi satu. Cara menguntainya dapat sejajar dibantu bahan pelapis atau di untai bersilang sehingga penampangnya lebih bulat, lebih lentur dan tidak mudah bergulung.Benang baja dapat berbentuk monofilament atau polifilamen, sering dipakai pada sternum setelah torakotomi, jika terkontaminasi mudah terjadi infeksi.

Seide (silk/sutera)Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi dengan perekat, tidak diserap tubuh. Pada penggunaan disebelah luar maka benang harus dibuka kembali.Warna : hitam dan putih

20 | P a g e

Page 21: JIWA

Ukuran : 5,0-3Kegunaan : menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (arteri besar) dan sebagai teugel (kendali)

Plain catgutDiserap tubuh dalam waktu 7-10 hariWarna : putih dan kekuninganUkuran : 5,0-3Kegunaan : untuk mengikat sumber perdarahan kecil, menjahit subkutis dan dapat pula dipergunakan untuk menjahit kulit terutama daerah longgar (perut, wajah) yang tak banyak bergerak dan luas lukanya kecil.Plain catgut harus disimpul paling sedikit 3 kali, karena dalam tubuh akan mengembang.

Chromic catgut Berbeda dengan plain catgut, sebelum dipintal ditambahkan krom, sehinggan menjadi lebih keras dan diserap lebih lama 20-40 hari.Warna : coklat dan kebiruanUkuran : 3,0-3Kegunaan : penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10 hari, untuk menjahit tendo untuk penderita yang tidak kooperatif dan bila mobilisasi harus segera dilakukan.

EthilonBenang sintetis dalam kemasan atraumatis (benang langsung bersatu dengan jarum jahit) dan terbuat dari nilon lebih kuat dari seide atau catgut. Tidak diserap tubuh, tidak menimbulkan iritasi pada kulit dan jaringan tubuh lainWarna : biru dan hitamUkuran : 10,0-1,0Penggunaan : bedah plastic, ukuran yang lebih besar sering digunakan pada kulit, nomor yang kecil digunakan pada bedah mata.

EthibondBenang sintetis(polytetra methylene adipate). Kemasan atraumatis. Bersifat lembut, kuat, reaksi terhadap tubuh minimum, tidak terserap.Warna : hiaju dan putihUkuran : 7,0-2Penggunaan : kardiovaskular dan urologi

Vitalene Benang sintetis (polimer profilen), sangat kuat lembut, tidak diserap. Kemasan atraumatisWarna : biruUkuran : 10,0-1Kegunaan : bedah mikro terutama untuk pembuluh darah dan jantung, bedah mata, plastic, menjahit kulit

Vicryl

21 | P a g e

Page 22: JIWA

Benang sintetis kemasan atraumatis. Diserap tubuh tidak menimbulkan reaksi jaringan. Dalam subkuitis bertahan 3 minggu, dalam otot bertahan 3 bulanWarna : unguUkuran : 10,0-1Penggunaan : bedah mata, ortopedi, urologi dan bedah plastic

SupramidBenang sintetis dalam kemasan atraumatis. Tidak diserapWarna : hitam dan putihKegunaan : penjahitan kutis dan subkutis

LinenDari serat kapas alam, cukup kuat, mudah disimpul, tidak diserap, reaksi tubuh minimumWarna : putihUkuran : 4,0-0Penggunaan : menjahit usus halus dan kulit, terutama kulit wajah

Steel wireMerupakan benang logam terbuat dari polifilamen baja tahan karat. Sangat kuat tidak korosif, dan reaksi terhadap tubuh minimum. Mudah disimpul Warna : putih metalikKemasan atraumatikUkuran : 6,0-2 Kegunaan : menjahit tendo

Ukuran benang dinyatakan dalam satuan baku eropa atau dalam satuan metric. Ukuran terkecil standar eropa adalah 11,0 dan terbesar adalah ukuran 7. Ukuran benang merupakan salah satu factor yang menentukan kekuatan jahitan. Oleh karena itu pemilihan ukuran benang untuk menjahit luka bedah bergantung pada jaringan apa yang dijahit dan dengan pertimbangan factor kosmetik. Sedangkan kekuatan jahitan ditentukan oleh jumlah jahitan, jarak jahitan, dan jenis benangnya. Pada wajah digunakan ukuran yang kecil (5,0 atau 6,0)

Lokasi penjahitan Jenis benang Ukuran

Fasia Semua 2,0-1Otot Semua 3,0-0Kulit Tak diserap 2,0-6,0Lemak Terserap 2,0-3,0Hepar Kromik catgut 2,0-0Ginjal Semua catgut 4,0Pancreas Sutera atau kapas 3,0Usus halus Catgut, sutera, kapas 2,0-3,0Usus besar Kromik catgut 4,0-0Tendon Tak terserap 5,0-3,0Kapsul sendi Tak terserap 3,0-2,0Peritoneum Kromik catgut 3,0-2,0

22 | P a g e

Page 23: JIWA

Bedah mikro Tak terserap 7,0-11,0

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah

mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi

sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau

kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak

dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau

banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada

trakeostomi.

Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang tidak

dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar

menimbulkan kecurigaan adanya jejas ‘tersembunyi’. Oleh karena itu, setelah mempertahankan

ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul

atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma

terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan

obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.

Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan radiologik

pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya

kemungkinan trauma tumpul.

Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari

luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah

mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang

mengkonstriksi.

Tatalaksana resusitasi luka bakar

a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:

1. Intubasi

Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi.

23 | P a g e

Page 24: JIWA

Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan

nafas.

2. Krikotiroidotomi

Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan menimbulkan

morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space,

memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien

dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.

3. Pemberian oksigen 100%

Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas yang

menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat

menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat

vasodilator dan modulator sepsis.

4. Perawatan jalan nafas

5. Penghisapan sekret (secara berkala)

6. Pemberian terapi inhalasi

Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas dan

mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya

menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila

perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat

(menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan

steroid (masih kontroversial)

7. Bilasan bronkoalveolar

8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi

9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru

b. Tatalaksana resusitasi cairan

Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang

di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada

setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi

cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular

24 | P a g e

Page 25: JIWA

untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi

dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam

cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan

adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat

mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal

mungkin.

Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara

untuk menghitung kebutuhan cairan ini:

Cara Evans

1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam

2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam

3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam

Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16

jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari

ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

Cara Baxter

Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16

jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari

ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

c. Resusitasi nutrisi

Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini

dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat

melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15%

protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat

meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan

demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya

SIRS dan MODS.

25 | P a g e

Page 26: JIWA

Perawatan luka bakar

Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin dalam dosis

kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan ‘maintenance’ 5-20 mg/70 kg

setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang

menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi

penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih

merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan

benzodiazepine sebagai tambahan.

Terapi pembedahan pada luka bakar

1. Eksisi dini

Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement) yang

dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar

dari tindakan ini adalah:

a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya

jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama

dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya

terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat

mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses

penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin

lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.

b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi – komplikasi

luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan

“burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya mediator-mediator

inflamasi.

c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis yang

terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar

saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko

kolonisasi mikro – organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga

eskar yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.

26 | P a g e

Page 27: JIWA

Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui

infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat

III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split

thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien

luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor,

yaitu:

- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari 3

minggu.

- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.

- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.

- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.

Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior. Eksisi

dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.

Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi

lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat

yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan

pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun

mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar

yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari

seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan hemostasis,

yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan epinephrine

1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin

graft”. Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan

keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang

banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan.

Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia.

Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full thickness) yang

sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah

27 | P a g e

Page 28: JIWA

pisau scalpel, mesin pemotong “electrocautery”. Adapun keuntungan dan kerugian dari

teknik ini adalah:

- Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint yang

lebih mudah ditentukan

- Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-saraf

superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi

2. Skin grafting

Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini adalah:

a. Menghentikan evaporate heat loss

b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu

c. Melindungi jaringan yang terbuka

Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar pasien.

Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari

tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari

pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah

paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan

secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik

tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan

penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang

– lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1

sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor

tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan

telah dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat

dilakukan dengan mesin ‘dermatome’ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau

Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan

epinefrin) dan juga anestesi.

Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari eksisi luka

bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga

pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat

28 | P a g e

Page 29: JIWA

diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor

dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:

- Kulit donor setipis mungkin

- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan grafting), hal

ini dapat dilakukan dengan cara :

o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)

o Drainase yang baik

o Gunakan kasa adsorben

29 | P a g e

Page 30: JIWA

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar

ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5.

2. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.

3. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL,

Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill

Companies; 2007.

4. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F, Hirshon JM,

Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari: http://www.emedicine health .com . 28 Agusuts

2009.

5. Split&Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari

http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html . 30 Agustus 2009

6. Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA) & Tim Perawatan Luka dan

Stoma Rumah Sakit Dharmais. 2004,Perawatan Luka, Makalah Mandiri, Jakarta

7. Mansjoer.Arif, dkk. Eds.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media

Aesculapius FKUI.

8. Walton,Robert L. 1990. Perawatan Luka dan Penderita Perlukaan Ganda, Alih bahasa.

Sonny Samsudin, Cetakan I. Jakarta : EGC.

9. Adzick NS. Wound healing: Biological and Clinical features. In: Sabiston DC, Lyerly HK,

editors. Textbook of Surgery: The biological basis of modern surgical practice. 15th edition.

Philadelphia:W.B Saunders Company, 1997.p. 207-15

30 | P a g e