jenis-jenis anestesia.docx

68
Pendahuluan Anestesia adalah hilangnya sensasi sakit. Pada anestesia umum hilangnya rasa nyeri terjadi pada seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesia dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu anestesia umum dan analgesia lokal. Pada analgesia lokal hilangnya rasa nyeri hanya pada sebagian tubuh dan tidak disertai hilangnya kesadaran. Anestesia umum dapat diberikan secara inhalasi, intravena, intramuskular, subkutan, per-oral, per-rektal. Analgesia lokal dapat diberikan secara topikal, infiltrasi, field block, blok saraf tepi, intravena (Bier’s technique), cadual, epidural dan spinal analgesia. Obat anestetik inhalasi dapat berbentuk gas misalnya N 2 O, siklopropan dan etilen. Yang berbentuk cair melalui alat penguap akan diubah menjadi gas. Obat anestetik inhalasi yang berbentuk cair dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan halogen hidrokarbon misalnya halotan dan halogen eter yang contohnya adalah eter, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofluran. Teknik anestesia umum inhalasi bisa dilakukan dengan nafas spontan dengan sungkup muka, nafas spontan diintubasi, nafas spontan dengan LM, nafas spontan dengan COPA (Kafed Orofaringeal Jalan nafas) atau nafas kendali diintubasi. Obat anestetik intravena antara lain : tiopental, propofol, ketamin, etomidat, midazolam, diazepam, dan sebagainya. Obat anestetik yang dapat diberikan secara intramuskular adalah ketamin, diazepam, midazolam. Yang dapat diberikan per-rektal adalah eter oil, ketamin, tiopental. Anestesia umum didefinisikan sebagai hilangnya rasa nyeri diseluruh tubuh yang disertai hilangnya kesadaran yang reversibel akibat pemberian obat anestetik. Pada anestesia umum ada penekanan Susunan Saraf Pusat (SSP) yang menurun secara ireguler. Anestesia umum dapat didefinisikan lebih jauh sebagai suatu keadaan yang mana sistem fisiologi tertentu dari tubuh di bawah kendali pengaturan luar oleh obat-obat

Upload: karina-sandra-amilia

Post on 09-Aug-2015

191 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jenis-jenis anestesia.docx

Pendahuluan

Anestesia adalah hilangnya sensasi sakit. Pada anestesia umum hilangnya rasa nyeri terjadi pada seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesia dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu anestesia umum dan analgesia lokal. Pada analgesia lokal hilangnya rasa nyeri hanya pada sebagian tubuh dan tidak disertai hilangnya kesadaran.

Anestesia umum dapat diberikan secara inhalasi, intravena, intramuskular, subkutan, per-oral, per-rektal. Analgesia lokal dapat diberikan secara topikal, infiltrasi, field block, blok saraf tepi, intravena (Bier’s technique), cadual, epidural dan spinal analgesia.

Obat anestetik inhalasi dapat berbentuk gas misalnya N2O, siklopropan dan etilen. Yang berbentuk cair melalui alat penguap akan diubah menjadi gas. Obat anestetik inhalasi yang berbentuk cair dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan halogen hidrokarbon misalnya halotan dan halogen eter yang contohnya adalah eter, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofluran. Teknik anestesia umum inhalasi bisa dilakukan dengan nafas spontan dengan sungkup muka, nafas spontan diintubasi, nafas spontan dengan LM, nafas spontan dengan COPA (Kafed Orofaringeal Jalan nafas) atau nafas kendali diintubasi.

Obat anestetik intravena antara lain : tiopental, propofol, ketamin, etomidat, midazolam, diazepam, dan sebagainya. Obat anestetik yang dapat diberikan secara intramuskular adalah ketamin, diazepam, midazolam. Yang dapat diberikan per-rektal adalah eter oil, ketamin, tiopental.

Anestesia umum didefinisikan sebagai hilangnya rasa nyeri diseluruh tubuh yang disertai hilangnya kesadaran yang reversibel akibat pemberian obat anestetik. Pada anestesia umum ada penekanan Susunan Saraf Pusat (SSP) yang menurun secara ireguler. Anestesia umum dapat didefinisikan lebih jauh sebagai suatu keadaan yang mana sistem fisiologi tertentu dari tubuh di bawah kendali pengaturan luar oleh obat-obat anestetik. Urut-urutan SSP yang terdepresi selama anestesia umum adalah corteks dan pusat psikis, basal ganglia dan serebelum, medula spinalis dan terakhir medula oblongata

Anestesia umum dapat diberikan secara inhalasi, intravena, intra muskular, per oral dan per-rektal. Yang paling sering dipakai adalah pemberian secara inhalasi dan intravena. Agak jarang yang diberikan secara intramuskular dan lebih jarang lagi yang diberikan secara per-rektal atau per-oral.

Obat anestetik yang diberikan secara inhalasi adalah eter, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran dan desfluran. Yang dapat diberikan secara intravena adalah tiopental, ketamin, propofol, etomidat, diazepam, midazolam. Yang diberikan secara intramuskular adalah ketamin. Contoh yang dapat diberikan per rektal adalah diazepam, eter oil. Yang dapat diberikan secara oral adalah ketamin dan midazolam.

Dengan ditemukannya obat-obat anestetik yang baru maka definisi anestesia umum tidak sesederhana sebagai suatu “depresi SSP yang menurun”. Kemampuan untuk memberikan keadaan tidur terpisah dari keadaan analgesia dan relaksasai otot menyebabkan

Page 2: Jenis-jenis anestesia.docx

dikenalnya keadaan yang disebut anestesia seimbang (balans anesthesia) yaitu masing-masing obat untuk setiap komponen anestesia umum.

Komponen Anestesia Umum

Pada anestesia umum terdapat trias anestesia yaitu hipnotik (hilang kesadaran), analgetik dan relaksasi. Hipnotik dapat dilakukan dengan hambatan mental, analgetik dapat dilakukan dengan hambatan sensori dan relaksasi dengan hambatan refleks dan hambatan motorik.

Analgesia :

Terjadi hambatan sensori, di sini rangsangan nyeri dihambat secara sentral sehingga tidak dapat diartikan di korteks serebri. Analgesia bisa terjadi dalam berbagai tingkatan dimulai dengan light analgesia (stadium I) sampai true analgesia di mana semua sensasi hilang.

Relaksasi:

Bisa terjadi karena adanya hambatan motorik dan hambatan refleks. Pada hambatan motorik terjadi depresi area motorik di otak dan hambatan impuls efferent, sehingga terjadi relaksasi otot skelet. Efek depresi motorik ini bergantung pada ke dalaman anestesia, di mana otot pernafasan / diafragma yang paling akhir ditekan.

Pada hambatan refleks, terjadi penekanan refleks misalnya ada sistem respirasi untuk mencegah brokospasme, laringospasme, pembentukan mukus. Pada sirkulasi untuk mencegah terjadinya aritmia dan pada gastrointestinal untuk mencegah mual, muntah.

Hipnotik:

Terjadi hambatan mental. Ada beberapa tingkatan dimulai dari tenang, sedasi, light sleep atau hipnosis, deep sleep atau narkosis, complete anaesthesia, dan terakhir terjadi depresi medula oblongata.

Indikasi anestesia umum adalah :

1. Bayi dan anak-anak.2. Operasi yang luas.3. Pasien dengan kelainan mental.4. Bila pasien menolak analgesia lokal.5. Operasi yang lama.6. Operasi di mana dengan analgesia lokal tidak praktis dan tidak menguntungkan.7. Pasien dalam terapi antikoagulan.8. Pasien yang alergi terhadap obat analgetik lokal.

Page 3: Jenis-jenis anestesia.docx

Pada anestesia umum terjadi trias anestesia, yaitu : - hipnotik (tidur)

- analgetik (hilangnya rasa nyeri)

- relaksasi

Pada anestesia umum inhalasi atau intravena, trias anestesia dapat diperoleh dengan dosis besar satu macam obat anestetik inhalasi atau intravena, tetapi akan disertai adanya efek samping. Misalnya dengan pentothal saja atau dengan halotan saja.

Untuk mencegah adanya efek samping tersebut, maka anestesia umum dilakukan dengan konsep anestesia seimbang di mana pasien diberikan obat untuk setiap komponen anestesia, yaitu hipnotik, analgetik dan relaksasi.

Contoh obat anestetik seimbang

Anestesia inhalasi Anestesia intravena

Hipnotik N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran.

Tiopental, Propofol, Diazepam, Midazolam, Ketamin.

Analgetik Narkotik analgetik (Petidin, Morfin, Fentanil, Sufentanil, Alfentanil).

Narkotik analgetik.

Relaksasi Semua obat pelumpuh otot (Suksinilkolin, Rokuronium, Vekuronium, Atrakurium)

Semua obat pelumpuh otot.

Untuk terjadinya trias ini, maka pada anestesia umum inhalasi terjadi blok sensori, blok motorik, blok refleks dan blok mental.

Blok sensori:

Rangsangan pada organ akhir diblok secara sentral dan rangsangan tidak masuk ke dalam korteks

tingkatan bervariasi, dari stadium I sampai dengan stadium III di mana semua sensasi hilang

yang ditekan adalah korteks, hipotalamus, subkortikal talamik nuklei, semua sel sensori kranial.

Blok motorik

Yang ditekan adalah premotor dan motor korteks subkortical dan ekstrapiramidall. Yang terakhir dipengaruhi adalah otot pernafasan. Mula-mula pada otot interkostal bawah, lalu otot interkostal atas, dan kemudian otot diafragma.

Blok refleks:

Page 4: Jenis-jenis anestesia.docx

Refleks yang tidak menyenangkan harus diblok, misalnya pada sistem respirasi adalah pembentukan mukus, spasme laring, spasme bronkus. Pada sistem kardiovaskular adanya aritmia, dan pada sistem gastrointestinal adanya salivasi dan muntah.

Blok mental :

Untuk mencapai tidur ada beberapa tahapan :

1. Tenang.2. Sedasi (ngantuk).3. Hipnosis (light sleep).4. Narkosis (deep sleep).5. Anestesia penuh (complete anesthesia).6. Paralisis pada medula (medulary paralysis).

Pada pemberian anestesia umum inhalasi, urutan bagian SSP yang terdepresi adalah :

1. Cortex cerebri dan pusat psikis.2. Basal ganglia dan serebelum.3. Medula spinalis.4. Medula oblongata.

MATERI ACUAN

I. Pendahuluan

Anestesia adalah hilangnya sensasi sakit. Pada anestesia umum hilangnya rasa nyeri terjadi pada seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesia dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu anestesia umum dan analgesia lokal. Pada analgesia lokal hilangnya rasa nyeri hanya pada sebagian tubuh dan tidak disertai hilangnya kesadaran.

Anestesia umum dapat diberikan secara inhalasi, intravena, intramuskular, subkutan, per-oral, per-rektal. Analgesia lokal dapat diberikan secara topikal, infiltrasi, field block, blok saraf tepi, intravena (Bier’s technique), cadual, epidural dan spinal analgesia.

Obat anestetik inhalasi dapat berbentuk gas misalnya N2O, siklopropan dan etilen. Yang berbentuk cair melalui alat penguap akan diubah menjadi gas. Obat anestetik inhalasi yang berbentuk cair dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan halogen hidrokarbon misalnya halotan dan halogen eter yang contohnya adalah eter, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofluran. Teknik anestesia umum inhalasi bisa dilakukan dengan nafas spontan dengan sungkup muka, nafas spontan diintubasi, nafas spontan dengan LM, nafas spontan dengan COPA (Kafed Orofaringeal Jalan nafas) atau nafas kendali diintubasi.

Obat anestetik intravena antara lain : tiopental, propofol, ketamin, etomidat, midazolam, diazepam, dan sebagainya. Obat anestetik yang dapat diberikan secara intramuskular adalah ketamin, diazepam, midazolam. Yang dapat diberikan per-rektal

Page 5: Jenis-jenis anestesia.docx

adalah eter oil, ketamin, tiopental.

Anestesia umum didefinisikan sebagai hilangnya rasa nyeri diseluruh tubuh yang disertai hilangnya kesadaran yang reversibel akibat pemberian obat anestetik. Pada anestesia umum ada penekanan Susunan Saraf Pusat (SSP) yang menurun secara ireguler. Anestesia umum dapat didefinisikan lebih jauh sebagai suatu keadaan yang mana sistem fisiologi tertentu dari tubuh di bawah kendali pengaturan luar oleh obat-obat anestetik. Urut-urutan SSP yang terdepresi selama anestesia umum adalah corteks dan pusat psikis, basal ganglia dan serebelum, medula spinalis dan terakhir medula oblongata

Anestesia umum dapat diberikan secara inhalasi, intravena, intra muskular, per oral dan per-rektal. Yang paling sering dipakai adalah pemberian secara inhalasi dan intravena. Agak jarang yang diberikan secara intramuskular dan lebih jarang lagi yang diberikan secara per-rektal atau per-oral.

Obat anestetik yang diberikan secara inhalasi adalah eter, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran dan desfluran. Yang dapat diberikan secara intravena adalah tiopental, ketamin, propofol, etomidat, diazepam, midazolam. Yang diberikan secara intramuskular adalah ketamin. Contoh yang dapat diberikan per rektal adalah diazepam, eter oil. Yang dapat diberikan secara oral adalah ketamin dan midazolam.

Dengan ditemukannya obat-obat anestetik yang baru maka definisi anestesia umum tidak sesederhana sebagai suatu “depresi SSP yang menurun”. Kemampuan untuk memberikan keadaan tidur terpisah dari keadaan analgesia dan relaksasai otot menyebabkan dikenalnya keadaan yang disebut anestesia seimbang (balans anesthesia) yaitu masing-masing obat untuk setiap komponen anestesia umum.

Komponen Anestesia Umum

Pada anestesia umum terdapat trias anestesia yaitu hipnotik (hilang kesadaran), analgetik dan relaksasi. Hipnotik dapat dilakukan dengan hambatan mental, analgetik dapat dilakukan dengan hambatan sensori dan relaksasi dengan hambatan refleks dan hambatan motorik.

Analgesia :

Terjadi hambatan sensori, di sini rangsangan nyeri dihambat secara sentral sehingga tidak dapat diartikan di korteks serebri. Analgesia bisa terjadi dalam berbagai tingkatan dimulai dengan light analgesia (stadium I) sampai true analgesia di mana semua sensasi hilang.

Relaksasi:

Bisa terjadi karena adanya hambatan motorik dan hambatan refleks. Pada hambatan motorik terjadi depresi area motorik di otak dan hambatan impuls efferent,

Page 6: Jenis-jenis anestesia.docx

sehingga terjadi relaksasi otot skelet. Efek depresi motorik ini bergantung pada ke dalaman anestesia, di mana otot pernafasan / diafragma yang paling akhir ditekan.

Pada hambatan refleks, terjadi penekanan refleks misalnya ada sistem respirasi untuk mencegah brokospasme, laringospasme, pembentukan mukus. Pada sirkulasi untuk mencegah terjadinya aritmia dan pada gastrointestinal untuk mencegah mual, muntah.

Hipnotik:

Terjadi hambatan mental. Ada beberapa tingkatan dimulai dari tenang, sedasi, light sleep atau hipnosis, deep sleep atau narkosis, complete anaesthesia, dan terakhir terjadi depresi medula oblongata.

Indikasi anestesia umum adalah :

9. Bayi dan anak-anak.10. Operasi yang luas.11. Pasien dengan kelainan mental.12. Bila pasien menolak analgesia lokal.13. Operasi yang lama.14. Operasi di mana dengan analgesia lokal tidak praktis dan tidak menguntungkan.15. Pasien dalam terapi antikoagulan.16. Pasien yang alergi terhadap obat analgetik lokal.

Pada anestesia umum terjadi trias anestesia, yaitu : - hipnotik (tidur)

- analgetik (hilangnya rasa nyeri)

- relaksasi

Pada anestesia umum inhalasi atau intravena, trias anestesia dapat diperoleh dengan dosis besar satu macam obat anestetik inhalasi atau intravena, tetapi akan disertai adanya efek samping. Misalnya dengan pentothal saja atau dengan halotan saja.

Untuk mencegah adanya efek samping tersebut, maka anestesia umum dilakukan dengan konsep anestesia seimbang di mana pasien diberikan obat untuk setiap komponen anestesia, yaitu hipnotik, analgetik dan relaksasi.

Contoh obat anestetik seimbang

Anestesia inhalasi Anestesia intravena

Hipnotik N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran.

Tiopental, Propofol, Diazepam, Midazolam,

Page 7: Jenis-jenis anestesia.docx

Ketamin.

Analgetik Narkotik analgetik (Petidin, Morfin, Fentanil, Sufentanil, Alfentanil).

Narkotik analgetik.

Relaksasi Semua obat pelumpuh otot (Suksinilkolin, Rokuronium, Vekuronium, Atrakurium)

Semua obat pelumpuh otot.

Untuk terjadinya trias ini, maka pada anestesia umum inhalasi terjadi blok sensori, blok motorik, blok refleks dan blok mental.

Blok sensori:

Rangsangan pada organ akhir diblok secara sentral dan rangsangan tidak masuk ke dalam korteks

tingkatan bervariasi, dari stadium I sampai dengan stadium III di mana semua sensasi hilang

yang ditekan adalah korteks, hipotalamus, subkortikal talamik nuklei, semua sel sensori kranial.

Blok motorik

Yang ditekan adalah premotor dan motor korteks subkortical dan ekstrapiramidall. Yang terakhir dipengaruhi adalah otot pernafasan. Mula-mula pada otot interkostal bawah, lalu otot interkostal atas, dan kemudian otot diafragma.

Blok refleks:

Refleks yang tidak menyenangkan harus diblok, misalnya pada sistem respirasi adalah pembentukan mukus, spasme laring, spasme bronkus. Pada sistem kardiovaskular adanya aritmia, dan pada sistem gastrointestinal adanya salivasi dan muntah.

Blok mental :

Untuk mencapai tidur ada beberapa tahapan :

7. Tenang.8. Sedasi (ngantuk).9. Hipnosis (light sleep).10. Narkosis (deep sleep).11. Anestesia penuh (complete anesthesia).12. Paralisis pada medula (medulary paralysis).

Pada pemberian anestesia umum inhalasi, urutan bagian SSP yang terdepresi adalah :

5. Cortex cerebri dan pusat psikis.6. Basal ganglia dan serebelum.7. Medula spinalis.8. Medula oblongata.

Teori terjadinya anestesia umum belum jelas benar sehingga terdapat bermacam-macam

Page 8: Jenis-jenis anestesia.docx

teori anestesia antara lain :

1. Colloid Theory (1875).2. Lipid Solubility Theory (1899).3. Surface Tension atau Adsorpsion Theory (1904).4. Cell Permeability Theory (1907).5. Biochemical Theories (1952).6. Neurophysiologic Theories (1952).7. Physical Theories (1961).8. Multiple Mechanistic Theories (1967).

II. Ambilan dan Distribusi

Untuk pengambilan gas anestesia dari paru penyebarannya ke dalam jaringan ada 4 faktor utama, yaitu : a. Faktor Respirasi

b. Faktor Sirkulasi

c. Faktor Gas Anestesia

d. Faktor Jaringan

a. Faktor Respirasi

Faktor Pulmoner :

Ada dua faktor yang menentukan kecepatan zat anestesia sehingga kadar zat anestesia dalam alveolus meningkat, yaitu konsentrasi inspirasi dan ventilasi alveolus.

Kedua faktor ini disebut concentrasion effect.

Konsentrasi Inspirasi :

Semakin tinggi konsentrasi gas inspirasi, akan menyebabkan peninggian yang lebih cepat dari konsentrasi alveolar.

Second Gas Effect :

Jika gas kedua diberikan bersama, misalnya pada N2O/O2 diberikan halotan, maka peninggian halotan di alveolus akan lebih cepat. Hal ini terjadi karena cepatnya N2O masuk ke dalam tubuh melalui paru, maka unsur lainnya yang ada dalam udara inspirasi termasuk gas dan uap anestesia lainnya akan ikut masuk dengan cepat.

Efek Ventilasi :

Jika ventilasi lebih besar, maka konsentrasi gas alveolar akan lebih cepat meningkat.

Page 9: Jenis-jenis anestesia.docx

b. Faktor Sirkulasi

Fase Sirkulasi :

Bergantung pada koefisien partisi (kelarutan), curah jantung dan perbedaan tekanan gas pada alveolus dan vena.

Kelarutan :

Kelarutan suatu gas selalu konstan. Istilah kelarutan adalah partition coefficient (p.c.), misalnya blood/gas p.c., tissue/gas p.c., oil/gas p.c. Contoh : blood/gas p.c. = 2, artinya volume gas pada tekanan parsial gas yang sama di kedua fase perbandingannya adalah 2:1.

Pada tekanan parsial yang sama, volume gas anestesia dalam alveolus adalah 1 vol%. Sedangkan pada darah adalah 2 vol%. Partition coefficient blood/gas adalah 2/1 =2.

Table : Partition coefficients of uap anesthetics at 37oC

Agent Blood/Gas Brain/Blood Muscle/Blood Fat/Blood

N2O

Halotan

Metoksifluran

Enflurae

Isofluran

Desfluran

Sevofluran

0.47

2.40

12.00

1.90

1.40

0.42

0.59

1.1

2.9

2.0

1.5

2.6

1.3

1.7

1.2

3.5

1.3

1.7

4.0

2.0

3.1

2.3

60

49

36

45

27

48

Curah jantung :

Darah membawa gas dari paru, maka bila curah jantung meningkat, ambilan juga meningkat. Pada keadaan curah jantung yang menurun terjadi penurunan gradien tekanan gas dalam alveolus dengan tekanan gas dalam vena dan makin rendahnya kelarutan gas anestesia, maka pengeluaran zat anestesia akan menurun.

Perbedaan tekanan parsial gas dalam alveolus dan vena :

-.Obat anestetik inhalasi menimbulkan kedalaman anestesia bergantung pada tekanan parsial gas di otak.

-.Bila tekanan parsial gas lebih tinggi di darah daripada di otak, gas akan pindah dari darah ke otak. Demikian pula sebaliknya.

-.Tekanan parsial gas di otak selalu mencoba ekuilibrium dengan tekanan gas di dalam darah.

c. Faktor Gas Anestesia

Page 10: Jenis-jenis anestesia.docx

Minimal Alveolar Concentrasion (MAC) :

Dosis obat pada umumnya ditentukan oleh berat badan. Misalnya : mg/kgBB atau mcg/kgBB, tetapi dosis obat anestetik inhalasi ditentukan oleh MAC.

Ada beberapa istilah yang harus difahami :

MAC50, atau lebih sering disebut MAC saja, adalah konsentrasi minimal gas anestesia di dalam alveolus pada tekanan 1 atmosfir di mana 50% penderita tidak bergerak bila diberikan noxious rangsangan. Ada istilah lain, yaitu MAC95, MACEI50, MACEI95, MACBAR50, MACBAR95, dan MACAWAKE.

95 artinya 95% penderita. EI adalah singkatan dari Endotrakeal Intubation, dan BAR adalah singkatan dari blockade adreno receptor.

MAC95 adalah konsentrasi minimal gas anestesia di dalam alveolus pada tekanan 1 atmosfir di mana 95% penderita tidak bergerak bila diberikan noxious rangsangan.

MACEI50 adalah konsentrasi minimal gas anestesia di dalam alveolus pada tekanan 1 atmosfir di mana 50% penderita tidak bergerak bila dilakukan laringoskopi dan intubasi endotrakeal.

MACEI95 adalah konsentrasi minimal gas anestesia di dalam alveolus pada tekanan 1 atmosfir di mana 95% penderita tidak bergerak bila dilakukan laringoskopi dan intubasi endotrakeal.

MACBAR50 adalah konsentrasi minimal gas anestesia di dalam alveolus pada tekanan 1 atmosfir di mana 50% penderita tidak memberikan respons adrenergik bila diberikan noxious rangsangan.

MACBAR95 adalah konsentrasi minimal gas anestesia di dalam alveolus pada tekanan 1 atmosfir di mana 95% penderita tidak memberikan respons adrenergik bila diberikan noxious rangsangan.

MAC SADAR(MACAWAKE50) adalah konsentrasi minimal gas anestesia di dalam alveolus pada tekanan 1 atmosfir di mana 50% penderita membuka mata bila dipanggil.

Di bawah ini dapat kita lihat perbedaan MAC obat anestetik inhalasi.

MAC Compared with Anesthetic Concentrasion

Agent MAC Induction Concentrasion (Vol%)

Rumatan Concentrasion (Vol%)

Methoxyflurane 0.16 Up to 3 0.2-1.0

Page 11: Jenis-jenis anestesia.docx

Halotan

Isofluran

Enflurane

Eter

Cyclopropane

Nitrous oxide

0.76

1.12

1.68

1.92

9.2

105.0

2-4

2-4

2-5

10-30

20-50

Up to 80

0.5-2.0

1.0-3.0

1.5-3.0

4-15

10-20

Up to 80

Concentrasion of halotan and enflurane required to prevent responsses to certain stimuly (comparison of MAC, MACEI and MACBAR).

Halotan Enflurane

MAC50 1.0 MAC (0.74 0.03%) 1.0 MAC (1.68 0.04%)

MACEI50 1.3 MAC 1.4 MAC

MACBAR50 1.5 MAC 1.6 MAC

MAC95 1.2 MAC 1.1 MAC

MACEI95 1.7 MAC 1.9 MAC

MACBAR95 2.1 MAC 2.6 MAC

These values have been age-adjusted.

MACEI = Concentrtation of uap agent permiting laringoscopy and intubation without untoward movement.

MACBAR = Concentrasion of uap agent required to block adrenergic responsse to skin incision.

50 and 95 = Percentages of individuals in whom above responsses are blocked at concentrasions stated.

Nilai MAC tidak selalu konstan, tetapi berubah-ubah bergantung pada beberapa keadaan seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.

Page 12: Jenis-jenis anestesia.docx

Factors Influencing or Not Influencing Anesthetic Requirements (MAC)

MAC Decreased MAC Unchanged MAC Increased

Increasing Age

CNS depressants

Alcohol (acute intake)

Barbiturates

Benzodiazepines

Bromide ion

Lidokain (sistematically)

Narcotic analgetics

Nitrous oxide and other anesthetics

Phenothiazines (with sedative actions)

-9-tetrahydrocannabinol

Drugs decreasing CNS catecholamines (e.g., reserpine, -methyldopa)

pankuronium

Kolinesterase inhibitors

Pregnancy

Hypercalcemia

Hypotension

Durasion of anesthesia

Circardian rhythm

Gender

Species

Hypertension

Propanolol

Hyperkalemia

Hypocarbia

Metabolic acidosis or alkalosis

Alcoholism (chronic abuse)

Drugs increasing CNS catecholamines

Cocaine

Dextroamphetamine

Ephedrine

Hypernatremia and other factors increasing brain sodium

Hyperthermia >42oC

Hypercarbia (PaCO2 > 95 torr, CSF pH < 7.1)

Hipoksia (PaO2 < 38 torr)

Anemia (Arterial O2 content < 4.3 ml/dl)

Page 13: Jenis-jenis anestesia.docx

Hypothermia

d. Faktor Jaringan

Jaringan dibagi atas 4 kelompok :

a. Kelompok jaringan kaya pembuluh darah :

otak, jantung, hepar, ginjal dan kelenjar endokrin.

Organ-organ ini beratnya < 7%BB, tetapi menerima 75% curah jantung. Jaringan ini menerima zat anestesia dalam jumlah banyak sejak awal induksi.

b. Kelompok intermediat (menengah) :

otot, skelet, dan kulit. Perfusi jaringan rendah ( < 3ml darah/100mg jaringan/menit).

c. Lemak merupakan depo yang efektif untuk penimbunan zat anestesia. Walaupun perfusinya lebih rendah dari kelompok otot, tetapi mempunyai kemampuan besar dalam pengambilan zat anestesia. Hal ini dapat melambatkan induksi maupun pemulihan pada pasien yang gemuk.

d. Kelompok jaringan sedikit pembuluh darah :

ligamen dan tendo. Jaringan ini hampir tidak mengambil zat anestesia.

Pada pasien yang gemuk (obesitas) bisa terjadi reanestesia karena banyaknya obat anestetik pada jaringan lemak (terutama yang larut dalam lemak).

III. Induksi Anestesia

Induksi adalah untuk menghantarkan penderita ke stadium operasi. Untuk melakukan induksi dapat dilakukan dengan obat anestetik intravena, intramuskular, atau langsung dengan obat anestetik inhalasi. Bila dilakukan dengan anestesia inhalasi bergantung pada jenis obat anestetik inhalasi yang diberikan, maka teknik induksinya akan berbeda.

Bila penderita tidak sadar, maka problema utama adalah jalan nafas, karena dapat terjadi sumbatan jalan nafas yang bisa parsial atau total. Tanda-tanda sumbatan parsial adalah adanya dengkuran (snoring), keadaan tercekik (crowing), bunyi kumur-kumur (gargling), atau wheezing, adanya retraksi dada dan sianosis. Bunyi itu bergantung pada lokasi sumbatannya, misalnya snoring adalah akibat pangkal lidah jatuh ke belakang, crowing adalah sumbatan pada daerah laring, dan whezing adalah sumbatan pada bronkus. Pada sumbatan total tidak terdengar atau terasa aliran udara dari mulut / hidung, adanya retraksi supraklavikular, retraksi interkostal, dada tidak mengembang bila dilakukan ventilasi / inflasi paru, dan juga sianosis.

Page 14: Jenis-jenis anestesia.docx

Problema lain selama induksi anestesia adalah sungkup muka (face mask) yang tidak rapat (misalnya karena hidung terlalu mancung, pasien ompong, atau jenggotnya sangat lebat), depresi nafas, batuk, spasme laring, adanya mukus dan saliva, atau juga muntah. Semuanya harus segera ditanggulangi. Cara penanggulangannya adalah dengan membebaskan jalan nafas, misalnya dengan Manuver tripel Safar (ekstensi kepala, tarik angulus mandibula, buka mulut), pengisapan lendir / saliva / muntahan, pasang pipa orofaring (mayo), intubasi endotrakeal, bahkan kalau tetap tidak bisa membebaskan jalan nafas, bisa dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi

IV. Stadium Anestesia

Untuk menentukan kapan penderita bisa dioperasi, kita harus mengetahui stadium anestesia.

Apabila menggunakan anestesia seimbang dengan N2O/O2 disertai halotan, enfluran, isofluran, atau sevofluran serta narkotik sebagai analgetik, maka stadium anestesia hanyalah berdasarkan skoring klinis yang disebut PRST SCORING.

PRST adalah singkatan P = Pressure (systolic arterial pressure) R = Rate (HR) S = Sweat, T = Tears atau Lacrimation.

PRST Scoring Indexes

Index Condition Skor

Systolic Arterial Pressure (mmHg) Less than control + 15

Less than control + 30

More than control + 30

0

1

2

HR (beats/minute) Less than control + 15

Less than control + 30

More than control + 30

0

1

2

Sweat Nil

Skin moist to touch

Visible beads of sweat

0

1

2

Tears or Lacrimation No excess tears when eyelids open

Excess tears visible when eyelids open

0

1

2

Page 15: Jenis-jenis anestesia.docx

Tear overflow from closed eyelids

Skor 2-4 : Adekuate Anesthetic.

V. Teknik Anestesia Umum Inhalasi

1. Open drop2. Insuflasi3. Ayre T Sistem4. Sistem dengan valve non-rebreathing5. Teknik semi closed6. Closed sistem

VI. Obat anestetik Inhalasi

Suatu anestetik inhalasi disebut ideal bila memenuhi persyaratan sebagai berikut: baunya menyenangkan dan tidak mengiritasi jalan nafas, kelarutan rendah, tidak toksik pada organ, efek samping kardiovaskular dan respirasi minimal, efek pada SSP reversibel tanpa efek stimulan, efektif pada oksigen konsentrasi tinggi, dapat digunakan dengan vaporizer standard.

Nitrous Oxide = N2O :

Pertama kali dibuat oleh Priestley pada tahun 1776; berbentuk gas, tidak berwarna, dan tidak merangsang. Senyawa ini 1,5 kali lebih berat dari udara; merupakan obat anestetik lemah. Pemakaiannya harus selalu dicampur dengan oksigen 100% untuk mencegah hipoksia; induksi-dan-pemulihan cepat, serta tidak menyebabkan iritasi; analgesia kuat tetapi bisa menyebabkan mual-muntah; tidak ada relaksasi otot. Bisa menyebabkan terjadinya agranulositosis, displasia sumsum tulang, maupun teratogenik bila dipakai dalam jangka waktu lama. Maka dari itu hati-hati bila operasi lebih dari 7 jam.

Halotan:

Halotan dibuat pertama kali oleh C.W. Suckling di tahun 1951; merupakan zat anestesia yang sangat poten dan tidak berwarna; dapat meningkatkan tekanan intra kranial serta dapat menyebabkan relaksasi uterus. Halotan dapat menimbulkan terjadinya halotan hepatitis, terutama bila obat ini diberikan dalam jangka waktu pendek (pemberian berkali-kali dalam jangka waktu pendek). Induksi dan pemulihan cepat; tidak menyebabkan iritasi; tidak mengakibatkan mual, dan berefek bronodilator. Menekan jantung; menyebabkan vasodilatasi, aritmia, mengiritasi miokard bila ada epineprin. Obat ini dimetabolisme di hepar sebanyak 20-45%. Hasil metabolismenya berupa Br-, F-, Cl-, asam trifluorasetat, gas klorodifluoroetilen serta klorotrifluoroetilen.

Enfluran / Etran :

Page 16: Jenis-jenis anestesia.docx

Dibuat pertama kali oleh Terrel pada tahun 1963; merupakan obat anestetik poten. Dapat menimbulkan eksitasi SSP terutama bila ada hipokapnia. Induksi dan pemulihan cepat. Tidak menimbulkan hipersekresi; bersifat bronkodilator, non-emetik, compatible dengan epineprin; menyebabkan penurunan tekanan darah akibat depresi miokard dan vasodilatasi perifer; dimetabolisme sebanyak 2,4%, dan 80% dikeluarkan dalam bentuk utuh melalui paru.

Isofluran :

Isofluran suatu obat anestetik uap yang induksinya cepat dan pemulihannya cepat, tidak iritasi dan tidak menimbulkan sekresi. Seperti halnya halotan dan enfluran, Isofluran berefek bronkodilator, tidak menimbulkan mual-muntah, dan bersifat kompatibel dengan epineprin. Efek penurunan tekanan darah sama besarnya dengan halotan, hanya berbeda dalam mekanisme kerjanya. Halotan menurunkan tekanan darah, terutama dengan menekan miokardium dan sedikit vasodilatasi. Etrane menurunkan tekanan darah dengan menekan miokardium dan vasodilatasi perifer. Isofluran menurunkan tekanan darah terutama dengan vasodilatasi perifer dan hampir tidak menekan miokardium.

Sevofluran

Sevofluran adalah suatu obat anestetik umum inhalasi derivat eter dengan kelarutan dalam darah yang lebih rendah dari halotan, enfluran dan isofluran. Rendahnya kelarutan serta tidak adanya bau yang menyengat menyebabkan induksi inhalasi berjalan dengan cepat dan mulus, juga kelarutan dalam darah yang rendah menyebabkan pemulihan berjalan dengan cepat. Dibandingkan dengan Desfluran, Sevofluran mempunyai MAC yang lebih rendah (2,05). Desfluran mempunyai kelarutan yang lebih rendah, akan tetapi, iritasi jalan nafas lebih besar dengan Desfluran, maka obat anestetik inhalasi yang paling cocok untuk teknik VIMA adalah Sevofluran.

Tidak ada iritasi saluran nafas, sehingga induksi berjalan lancar. Kejadian iritasi saluran nafas serta kelarutan lebih rendah daripada halotan, sehingga induksi inhalasi (baik untuk pediatri atau dewasa) akan lebih cepat dengan sevofluran daripada dengan halotan. Pada induksi inhalasi kejadian batuk, menahan nafas, spasme laring, eksitasi lebih rendah daripada halotan, sehingga VIMA dengan Sevofluran akan lebih menyenangkan daripada dengan halotan.

Bangun dari anestesia, pemulihan fungsi psikomotor, kognitif, orientasi lebih cepat dengan sevofluran daripada dengan halotan.

Sevofluran menekan SSP, kardiovaskular dan respirasi paralel dengan isofluran. Sevofluran didegradasi oleh soda lime membentuk suatu haloalken yang bersifat toksik pada ginjal tikus, tetapi efek tersebut tidak terlihat pada manusia.

Aman digunakan untuk operasi bedah saraf, pasien dengan kelainan serebral, bedah Caesar, CABG, pasien dengan risiko miokardial iskemia, penyakit hepar, penyakit ginjal.

Page 17: Jenis-jenis anestesia.docx

VII. Obat anestetik Intravena

Obat anestetik intravena yang tersedia adalah Tiopental, Propofol, Etomidat, Midazolam, Diazepam

Obat anestetik intravena disebut ideal bila memenuhi persyaratan larut dalam air, tidak iritasi pada vena, tidak mempunyai efek anti analgesik, induksi cepat dan lancar, stabil kardiovaskular pada dosis klinis, dan lama kerja pendek sehingga pemulihan cepat.

Thiopentone

Tiopental mempunyai efek menurunkan tekanan darah, denyut jantung dapat menurun atau meningkat bergantung pada fungsi jantung, dilatasi perifer, menekan kontraksi jantung, spasme laring, spasme bronkus, depresi nafas sampai terjadi henti nafas,. Dosis tiopental adalah 4-6 mg/kg BB.

Indikasi-kontra relatif tiopental adalah asma bronkial, penyakit jantung berat, penyakit ginjal berat, anemia berat, hipotensi dan syok.

Ketamin

Ketamin merupakan suatu dissociative anesthetic yang menimbulkan terjadinya delirium dan halusinasi. Meningkatkan tekanan darah sistlik 23% dar nilai awal, meningkattkan denyut jantung, dapat terjadi aritmia, hipersekresi.

Dosisnya 1-3 mg/kg I.v atau 9-11 mg/kg I.m

Indikasi penggunaan ketamin adalah untuk operasi yang berlangsung singkat, akan tetapi dengan dosis rendah dapat dipakai sebagai analgetik intraoperatif dan pascabedah. Karena efek pada sistem kardivaskular maka indikasi-kontra penggunaan ketamin adalah bila tekanan sistolik > 160 mmHg, aritmia, gagal jantung. Karena refleks jalan nafas masih dipertahankan dan juga menimbulkan hipersekresi maka operasi faring dan laring tanpa dilakukan intubasi merupakan indikasi-kontra.

Propofol

Merupakan suatu obat anestetik intravena baru, dengan mula kerja yang berat, lama kerja singkat, akumulasi minimal, pemulihan cepat, metabolisme ceapat. Tidak ada komplikasi pada tempat suntikan. Dosisnya 2-2.5 mg/kg BW.

VIII. Pelumpuh Otot

Page 18: Jenis-jenis anestesia.docx

Sangat berguna dalam anestesia umum misalnya laringoskopi dan intubasi jadi lebih mudah serta menghindari cedera, digunakan selama operasi dengan ventilasi kendali.

Disebut Pelumpuh otot yang ideal bila termasuk golongan non depolarisasi, mula kerjacepat, mula kerja singkat, pemulihan cepat, potensi tinggi, tidak kumulatif, metabolitnya tidak aktif, tidak ada efek kardiovaskular, tidak ada pelepasan histamin, dapat dilawam dengan antikolinesterase.

Terminologi dalam pelumpuh otot adalah :

ED 50 : dosis yang dapat melumpuhkan 50% kekuatan otot.

ED 90 : dosis yang dapat melumpuhkan 90% kekuatan otot.

Mula kerja: interval antara mulai penyuntikan sampai efek maksimal.

Obat pelumpuh otot Nondepolarisasi tidak menyenimbulkan fasikulasi, efeknya menurun dengan obat antikolinesterase, obat pelumpuh otot golongan depolarisasi, penurunan suhu tubuh, epinefrin, asetilkolin. Efeknya meningkat dengan obat pelumpuh otot non-depolarisasi, anestetik uap.

Obat pelumpuh otot golongan depolarisasi menyebabkan faskiculasi otot. Efeknya meningkat dengan antikolinesterase. , asetilkolin, hipotermia. Efeknya menurun dengan pelumpuh otot non-depolarizing relax, anestetik inhalasi. Dosis suksinilkolin : 1 mg/kg BB

IX. Narkotik Analgetik

Narcotic analgesiac disebut ideal bila mempunyai Wide margin of safety yang lebar, onsetnya cepat, lama kerja singkat, pengendalian analgesia mudah, analgesia kuat, tidak ada pelepasan histamin, tidak mempunyai metabolit aktif.

Opiat dalam anestesia digunakan untuk premedikasi, induksi, anestesia berbasiskan narkotik, bagian dalam komponen anestesia seimbang, adjuvan dalam analgesia regional, neurolep anestesia, penanganan nyeri pascabedah.

Efek dari narkotik dapat menimbulkan

v Bradikardia akibat efek vagotonik sentral dan depresi nodus SA & AV .v Depresi nafas : frekuensi, irama, respons CO2, volume semenit, volume tidal

Page 19: Jenis-jenis anestesia.docx

v Kekakuan ototv Mual muntah yang disebabkan rangsangan CTZ, mobilitas saluran cerna,

penurunan mobilitas lambung, peningkatan volume lambung.

Laringoskopi dan intubasi endotrakeal.

1. Laringoskopi :

Dalam praktek anestesia, laringoskop digunakan untuk melihat laring dan struktur disekitarnya dengan tujuan utama untuk memasukkan pipa endotrakeal melalui glotis ke dalam trakea.

Laringoskop berbentuk huruf L, peganggannya disebut "gagang" yang berisi batu batere dan yang melengkungnya disebut "daun". Daun ada yang lurus, ada juga yang melengkung. Puncak dari daun, pada saat melakukan laringoskopi, akan menyentuh epiglotis atau vallecula (sudut yang dibentuk oleh lidah dan epiglotis) yang secara langsung atau tidak langsung akan menaikkan epiglotis, sehingga pita suara akan terlihat.

Teknik melakukan laringoskopi adalah :

-.pengaturan posisi kepala.

-.insersi daun laringoskop.

-.visualisasi epiglotis.

-.mengangkat epiglotis.

-.melihat laring dan struktur sekitarnya.

Posisi kepala :

Kepala diganjal dengan bantal setebal 5sm.

Insersi daun :

Gagang dipegang tangan kiri, jari-jari tangan kanan membuka mulut, masukkan daun laringoskop, lidah didorong ke kiri sehingga kita melihat melalui sisi kanan mulut.

Visualisasi epiglotis :

Daun didorong ke dalam sampai epiglotis terlihat.

Mengangkat epiglotis :

Ada 2 teknik :

a) Cara pertama. Untuk daun yang lurus, dimasukkan di bawah epiglotis, yang bila ujungnya diangkat pita suara akan terlihat.

Page 20: Jenis-jenis anestesia.docx

b) Cara kedua. Untuk daun yang lengkung ujung daun diletakkan pada valekula. Dengan mengangkat dasar lidah, epiglotis juga akan terangkat dan glotis akan terlihat.

Bagian superior epiglotis dipersarafi oleh N IX (glosofaringeal) dan bagian inferior (posterior) oleh N. laringeal. Jadi, disebabkan karena bagian inferior epiglotis tidak disentuh dan tidak dirangsangan, daun yang lengkung dapat dipergunakan pada "light anestesia" tanpa menimbulkan spasme laring.

Selama laringoskopi, laringoskop harus diangkat naik-turun, jangan digunakan sebagai pengungkit dengan gigi atas sebagai titik tumpu, karena bisa menimbulkan patahnya gigi.

Komplikasi selama laringoskopi :

1) dapat terjadi aberasi, robekan / luka dari mulut, bibir faring, laring dan esofagus, kerusakan gigi, gusi, ataupun gigi palsu.

2) perubahan tekanan darah dan irama jantung. Oksigensi sebelumnya, laringoskopi yang cepat dan tidak traumatik akan mengurangi kemungkinan perubahan-perubahan itu.

2. intubasi endotrakeal :

Ada istilah yang disebut anestesia endotrakeal, artinya adalah memasukkan gas anestesia ke dalam trakea melalui pipa yang dimasukkan melalui laring (atau trakeostoma) ke dalam trakea.

Memasukkan pipa tersebut dapat melalui mulut (orotrakeal), hidung (nasotrakeal) atau trakeal stoma.

Indikasi intubasi endotrakeal adalah :

-.operasi kepala dan leher, misalnya kraniotomi, struma.

-.operasi intratorakal.

-.laparotomi.

-.operasi dengan posisi lateral (miring) atau telungkup (tengkurap).

-.bila diperkirakan akan sulit membebaskan jalan nafas dengan metoda

Page 21: Jenis-jenis anestesia.docx

sederhana (ekstensi kepala, orofaringeal jalan nafas).

-.pasien yang tidak dipuasakan (lambung penuh).

-.prosedur operasi di mana anestetis harus jauh dari pasien.

-.operasi dengan kemungkinan perdarahan yang banyak.

-.pasien dengan keadaan umum yang buruk.

-.teknik anestesia yang khusus : anestesia hipotensi, anestesia hipotermia.

-.pasien pediatrik.

-.bila perlu IPPB (Intermitent Positive Pressure Breathing).

-.non-operatif (resusitasi).

Keuntungan intubasi endotrakeal.

-.Jalan nafas dijamin lancar.

-.dead space anatomi (normal 75ml) berkurang menjadi 25 ml.

-.ventilasi dapat dikendalikan tanpa masuknya gas ke dalam lambung dan usus.

-.risiko aspirasi sekret, darah, muntahan dapat dikurangi secara drastis.

-.ventilasi dapat dikendalikan pada pasien dengan posisi telungkup, miring atau posisi lain yang tidak umum (bukan posisi terlentang).

-.respirasi dapat dikendalikan, bila kita memakai obat pelumpuh otot.

-.mudah melakukan pengisapan sekret dari paru.

Kerugian intubasi endotrakeal.

-.dapat meningkatkan resistensi respirasi. Supaya peningkatan resistensi minimal, pakailah pipa sebesar mungkin yang bisa masuk ke dalam trakea.

-.trauma pada bibir, gigi, tenggorokan, maupun laring yang menimbulkan suara serak, nyeri, atau juga sakit saat menelan. Bila terjadi aberasi mukosa, dapat timbul emfisema. Bila terjadi perforasi membran dapat terjadi mediastinitis.

Alat-alat yang dipakai :

a). pipa endotrakeal (ETT ) :

-.Bahan dapat dibuat dari karet sintetis, polietilen, atau PVC (polyvinil chloride).

-.Tipe ETT bisa yang non-kingking (spiral) yang dibuat dari spiral koil nilon atau kawat yang ditanam di dalam lateks. Yang king-king tentu tanpa spiral.

Page 22: Jenis-jenis anestesia.docx

-.Bentuknya bisa single lumen atau double lumen.

-.ETT, untuk pasien pediatrik umumnya tanpa balon (kaf). Kaf ini harus diperiksa dahulu sebelum digunakan, apakah bocor atau tidak. Setelah intubasi, kaf diisi udara kira-kira 5-10ml, tapi hanya sampai tidak terdengar suara kebocoran bila diventilasi.

-.Yang paling umum dan sering digunakan adalah dari bahan PVC karena :

==.Pipanya lunak, dengan suhu tubuh akan menyesuaikan diri dengan anatomi saluran nafas, sehingga kurang mengiritasi trakea.

==.Kecenderungan untuk terjadi kingking lebih rendah daripada pipa karet.

-.Nomor ETT adalah ukuran diameter interna dalam mm. Misalnya ETT no.8, artinya diameter internalnya 8mm.

b). Stilet.

Stilet harus dilubrikasi sebelum dimasukkan ke dalam ETT. Ujung stilet tidak boleh keluar melewati ujung ETT, sebab ada risiko cedera pada fosa piriformis, membran krikotiroid, membran krikofaringeal dengan akibat terjadinya eemfisema subkutis, mediastinitis, pneumotoraks.

c). Jalan nafas orofaringeal :

Pemasangan saat induksi anestesia adalah untuk mencegah obstruksi jalan nafas akibat jatuhnya pangkal lidah disebabkan karena rileksnya lidah dan jaringan lunak faring. Setelah dilakukan intubasi berguna untuk mencegah tergigitnya pipa endotrakeal pada saat bangun dari anestesia dan memudahkan pengisapan lendir.

Pemasangan jalan nafas orofaringeal tidak bebas dari komplikasi :

-.pemasangan yang tidak betul akan mendorong lidah pada hipofaring sehingga terjadi obstruksi jalan nafas .

-.lepasnya gigi karena pasien menggigit jalan nafas orofaringeal.

-.bila terlalu panjang, ujungnya akan menyentuh epiglotis atau pita suara, sehingga bisa terjadi batuk-batuk atau spasme laring.

-. bila terlalu panjang, pada operasi yang lama bisa menimbulkan edema faring, sakit menelan.

d). Tampon faringeal

Tampon faringeal dipakai bila tidak menggunakan ETT dengan kaf; dipasang pada kedua sisi ETT sampai cukup menyumbat faring untuk mencegah terjadinya aspirasi. Ujungnya harus keluar dari mulut agar kita tidak lupa mengeluarkannya sebelum melakukan ekstubasi.

Page 23: Jenis-jenis anestesia.docx

e). Lubrikans.

Lubrikans dipakai untuk melicinkan ETT bila akan melakukan intubasi nasotrakeal, untuk melicinkan stilet yang akan dimasukkan ke dalam ETT atau untuk melicinkan pipa nasogastrik atau maag slang (NGT )

f).Analgesia lokal semprot.

Analgesia lokal semprot digunakan untuk analgesia lokal faring dan laring.

g). Kateter isap.

Kateter isap harus disediakan dalam berbagai ukuran untuk mengisap lendir di faring, laring, trakea dan bronkus.

3. Teknik intubasi endotrakeal.

Trakea bisa diintubasi melalui mulut, hidung, atau stoma trakeal.

Intubasi bisa dilakukan dalam anestesia ringan dengan obat pelumpuh otot atau dalam keadaan sadar.

Setelah melalui pita suara, kaf diisi dengan udara secukupnya sampai tidak terdengar kebocoran udara saat diventilasi (tekanan dalam kaf < 25 mmHg). Kaf tersebut harus ada di sebelah distal pita suara. Bila ETT tidak mempunyai kaf, harus dimasukkan sampai 3-4 sm distal pita suara (pada dewasa), atau 1-2 sm distal pita suara (pada anak-anak).

Intubasi nasotrakeal dilakukan bila ada indikasi sebagai berikut :

Operasi di daerah rongga mulut. Operasi maksilofasial Keadaan-keadaan di mana tidak mungkin dilakukan intubasi orotrakeal.

Intubasi nasotrakeal dapat dilakukan dengan bantuan anestesia umum atau analgesia lokal (awake).

4. Ekstubasi

Ekstubasi dilakukan bila operasi telah selesai, nafas adekuat. Pemakaian pipa dilakukan saat pasien inspirasi maksimal. Tidak boleh ada kateter isap dalam pipa saat penarikan pipa karena akan menurunkan PO2 dalam paru-paru. Bila ekstubasi dilakukan pada light anaesthesia bisa terjadi komplikasi batuk-batuk, spasme laring dan spasme bronkus.

5. Komplikasi intubasi endotrakeal

Terdapat bermacam-macam komplikasi intubasi endotrakeal, yaitu :

a. Trauma selama Intubasi

Page 24: Jenis-jenis anestesia.docx

pada intubasi nasotrakeal terjadi pendarahan dari hidung. ETT atau stilet dapat menimbulkan injuri mukosa mulut, faring atau

laring.b. intubasi endotrakeal

Bila pipa dimasukkan terlalu dalam bisa masuk ke bronkus primer kanan sehingga bisa terjadi obstruksi, atelektasis, kolaps dari paru kiri dan lobus atas paru kanan. Maka setiap kali telah melakukan intubasi harus diperiksa supaya ventilasi pada kedua paru sama, dengan cara :

melihat pergerakan dada, harus sama kanan dan kiri. dengan auskultasi. dengan melihat monitor saturasi O2, karena intubasi endotrakeal akan

menurunkan saturasi O2.c. Intubasi esofageal

d. Laringitis, suara serak, nyeri tenggorokan (sore throat)

e. Trakeal stenosis.

f. Granuloma laring.

Table : Comporative Pharmacology of Intravenous Induction Agents

Agent Induction

Cardio

Vascular

Respirratory

Analgesia

Amnesia

Emergence

Pentothal

(Thiopental)

Smooth / rapid

Dpression Transient

depresion

None Minimal

Smooth / rapid

Ketamine

Excitatpry / rapid

Stimulation

Minimal Yes Minimal

Stormy / intermediat

etomidat Smooth / rapid

None Transient

depresion

None Minimal

Smooth / rapid

Propofol Smooth Depresion Depresio None Minim Smooth /

Page 25: Jenis-jenis anestesia.docx

/ rapid / pain

n al rapid

Diazepam

Smooth / slow / pain

Mininal Depresion

None Yes Smooth / prolonged

Midazolam

Smooth / intermediat

Vasodilatation

Depresion

None Yes Smooth / rapid

Alfentanil

Smooth / rapid / kakuity

Depresion Depresion

Yes Minimal

Smooth / rapid

Sufentanil

Smooth / rapid / kakuity

Minimal Depresion

Yes Minimal

Smooth / intermediat

Adapted from White PF : Clinical Use of Newer Intravenous Induction Drugs, Cleveland, IARS, Review Course Lectures, 1988 : 102-112.

Table : Benzodiazepines

Drug Induction Pre-op

Medicine

Intra-operative Sedation

Amnesia Night Hypnotic

Midazolam

Diazepam

Lorazepam

Triazolam

Chlordiazepoxide

Flurazepam

Oxazepam

Page 26: Jenis-jenis anestesia.docx

Prazepam

Temazepam

Alprazolam

Modified from Reves JG : Benzodiazepines. In Prysoberts C, Hue ML, eds. Pharmacokinetics of Anesthesia, Oxford, Blacwell, 1984

Table : Clinical use of the Benzodiazepines

Drug Dose Comments

Midazolam

0.5 0.1 mg/kg M premed.

0.5 2.5 mg/kg to 0.1 mg/kg i.v. sedation.

0.2 0.4 mg/kg i.v. induction.

4 6 mg/h i.v. infusiion.

Shortest durasion*.

20 minutes of hypnosis after induction.

Dizepam

0.1 0.2 mg/kg p.o. premed.

0.3 0.6 mg/kg i.v. induction.

Postoperatives sedation may last for several hours.

Triazolam

0.25 0.5 mg p.o. premed. Shorter durasion than diazepam with less postoperative sedation and greater amnesia.

Lorazepam

2 4 mg i.m. Prolonged postoperative sedation.

Amnesia at higher doses for 68 hours.

* Durasion of Benzodiiazepines variabel – sedation lasts much longer than hyponis

Page 27: Jenis-jenis anestesia.docx

Table : Physicochemical Properties of Most Widely Used Uap Anesthetics

Physicochemical Properties

Halotan Enflurane

Isofluran Desflurane

Sevoflurane

Odor Pleasant Unpleasant

Unpleasant

Unpleasant

Pleasant

Irritating to Respiratory Sistem

No Yes Yes Yes No

Molecular Weight 197.5 184.5 184.5 168.04 200.05

Boiling Point oC

(at 760 mmHg) 49.51 56.5 48.5 22.8 58.6

Specific Grafity

(25oC / 4oC)

1.86 1.52 1.50 1.50 1.53

Vapour Pressure

(mmHg @ 24/25oC)

(mmHg @ 20oC)

288

243

218

175

295

238

798

669

197

157

Conventional Vaporizer

Yes Yes Yes No* Yes

Blood/Gas Partition Coefficient 2.35 1.91 1.4 0.42 0.63

Oil/Gas Partition Coefficient

224 96 91 18.7 47

Brain/Blood Partition Coefficient

1.9 1.3 1.6 1.3 1.7

Minimum Alveolar Concentrasion (MAC.%)

(40 years of age) 0.76 1.68 1.15 6.0 2.05

Reacts with metals Yes No No No No

UV Light Stability No Stable Stable NA Stable

Page 28: Jenis-jenis anestesia.docx

Soda Lime ® Stability

No No No No No

Antioxidant Needed Thymol No No No No

Minimum Flamable Concentrasion in 100% O2 in presence of a source of energy

4.8 % 5.8 % 7.0 % NA 7.5 %

Flamable No No No No No

Explosive No No No --- No

Additives Required Thymol No No No No

Metabolism (%) 17-20 2.4 < 0.2 0.02 < 5

Metabolites F-, Cl-, Br-, TFA, BCDFE, CDE, CTE, DBE

F-, CDA F-, TFA F-, TFA F-,

HFIP

NA = Not Available; * = Requires a vaporizer especially designed for the drug rather than a re-calibrasion of a general use vaporizer; TFA = trifluoroacetic acid; BCDFE = 2-bromo-2-chloro-1.1.-difluoroethylene; HFIP = hexafluoroisopropanol; CDA = Chlorodifluoroacetate; CDE = 1.1.-difluoro-2-chloroethylene; CTE = 1.1.1.-trifluoro-2-choroetrane; DBE = 1.1.-difluoro-2-bromo-2-chloroethylene.

Table : Clinical pharmacology of inhalational Anesthetics.

N2OHalo-tha

Methoxy-fluran

En-flura

Iso-flurane

Des-flurane

Sevo-flurane

Page 29: Jenis-jenis anestesia.docx

ne e ne

Cardiovascular

Blood Pressure

HR

Sistemic vascular resistance

Curah jantung*

N/C

N/C

N/C

N/C

N/C

N/C

N/C

N/C or

N/C or

N/C

Respiratory

Tidal volume

Respiratory rate

PaCO2

Resting

Challenge

N/C

Serebral

Blood flow

Intrakranial pressure

Serebral metabolic rate**

Seizures

Neuromuscular

Nondepolarizing blockade***

Renal

Renal blood flow

Glomerular filtrasion rate

Urinary output

?

?

?

?

Hepatic blood flow

Page 30: Jenis-jenis anestesia.docx

Metabolism(%)*****

0.004

15-20

50 2-5 0.2 < 0.1 2-3

* = Controlled ventilation; ** = SMRO2 would increase with enflurane-induced seizure; *** = Depolarizing blockade is probably also prolonged by these agents, but this is usually not clinically signifikan; ***** = Percentage of absorbed anesthetic undergoing methabolism; N/C = No Change; ? = Uncertain.

TIVA dengan Tiopental

Pada saat ini obat-obat anestetik yang tersedia di Rumah Sakit Kabupaten, umumnya adalah eter dengan alat EMO, ketamin, tiopental untuk induksi anestesia dan alat serta obat untuk regional analgesia. Tanpa mengurangi arti dan efektivitas eter yang diketahui sebagai obat anestetik dengan margin of safety yang luas, murah serta mudah diperoleh, kita ketahui juga bahwa pemakaian eter adalah terbatas dan tidak semua penderita dapat dilakukan anestesia dengan eter terlebih-lebih pasien dengan kenaikan ICP, tidak boleh dianestesia dengan eter. Juga frekuensi mual-muntah pascabedah tinggi serta penderita lama untuk sadar. Faktor lain yang merugikan eter adalah sifatnya yang menimbulkan polusi.

Demikian pula penggunaan ketamin tidak dapat dilakukan untuk semua penderita. Ketamin diketahui mempunyai efek halusinasi, mual-muntah pascabedah, menaikan tekanan darah dan ICP, serta mimpi buruk yang bisa terjadi sampai 24 jam pascabedah.

Karena itu perlu diketahui suatu teknik anestesia yang dapat dilakukan dengan peralatan yang sangat sederhana, obatnya murah serta mudah didapat, penggunaannya mudah serta cukup menyenangkan untuk penderitanya. Untuk itu dipikirkan teknik TIVA (Total Intra Venous Anaesthesia) dengan memakai Tiopental.

TIVA adalah suatu teknik anestesia yang menguntungkan, bukan saja untuk pasien tetapi juga untuk dokter dan perawat yang mengelola pasien tersebut di kamar operasi dan ruang pemulihan. Tetapi sayangnya hanya dilakukan oleh sebagian kecil anestetis. Mengapa ? Ada beberapa alasan, salah satunya adalah anestetis takut tidak mendapatkan anestesia yang adekuat, pasien bergerak-gerak, awareness dan operator tidak puas.

TIVA adalah teknik anestesia seimbang di mana terdapat trias anestesia, yaitu hipnotik, analgetik dan relaksasi. Hipnotik dapat diperoleh dengan obat anestetik intravena tiopental, propofol, ketamin, midazolam. Analgetik dengan petidin, morfin, fentanil, alfentanil atau sufentanil. Relaksasi dengan pankuronium, vekuronium atau

Page 31: Jenis-jenis anestesia.docx

atrakurium.

Syarat obat yang ideal untuk TIVA adalah :

- larut dalam air

- larutan yang stabil, tidak berubah bila kena cahaya

- tidak diserap oleh selang plastik dari infusi set

- tidak merusak vena (sakit waktu suntikan, plebitis atau trombosis) atau kerusakan jaringan bila ada ekstravasasi atau suntikan intraarteri

- tidur dalam satu waktu lengan-otak

- lama kerjanya pendek

- metabolitnya in-aktif, non-toksik dan larut dalam air

- efek pada kardiovaskular dan respirasi minimal

Indikasi anestesia intravena :

- sebagai alternatif lain dari anestesia inhalasi

- sedasi pada analgesia regional

- untuk one-day-surgery diperlukan pemulihan yang cepat dan lengkap

- situasi di mana sulit memberikan anestesia inhalasi karena tidak adanya N2O

- dalam keadaan tertentu di mana pemberian N2O tidak menguntungkan

- mencegah awareness selama cardio pulmonary by pass, untuk proteksi otak pada periode iskemia otak

Pemilihan obat bergantung pada sifat farmakologi obat tersebut.

Ada hal-hal yang tidak menguntungkan dalam pemakaian TIVA, misalnya :

- kesulitan keadekuatan anestesia terutama pada pasien yang paralisis, sehingga kemungkinan terjadi awareness

- adanya depresi nafas pada periode pascabedah akibat efek narkotik

- memerlukan venous line yang berbeda

- memerlukan infusion pump

- pengontrolan kedalaman anestesia tidak mudah seperti anestesia inhalasi

Komplikasi dan efek samping seperti mual-muntah, rasa nyeri hebat, lama

Page 32: Jenis-jenis anestesia.docx

bangun, maupun pusing akan memperlambat pasien tinggal di ruang pemulihan, maka pemilihan obat anestetik menjadi faktor penting untuk menghilangkan komplikasi ini.

TIVA dapat diberikan secara bolus, intermiten atau kontinyu. Teknik pemberian kontinyu mempunyai efek samping yang lebih kecil dan pemulihan yang lebih cepat daripada pemberian secara intermiten (White, 1983; White dkk 1986). Tetapi manakah yang lebih baik antara TIVA dengan anestesia inhalasi untuk pasien bedah rawat jalan sampai sekarang masih kontroversial.

Anestesia intravena paling sering digunakan untuk induksi karena cara pemberiannya mudah, onsetnya cepat dan keberhasilannya tinggi. Pemeliharaan anestesianya dengan N2O/O2 + uap anestetik.

Obat anestetik intravena yang ideal adalah :

- harus non-iritant pada jaringan,

- mula kerja cepat, lama kerja pendek,

- tanpa efek eksitatori,

- tidak menekan kardiovaskular,

- punya efek amnesia dan analgesia,

- menghasilkan kondisi operasi yang baik,

- pemulihan yang cepat dan penuh,

- tanpa efek samping,

- tidak menyebabkan mual-muntah

Walaupun obat anestetik yang ideal belum ada, tetapi beberapa obat tetap masih bisa digunakan, bergantung pada tujuannya. Misalnya :

Untuk operasi pasien yang ICP-nya tinggi dapat dipakai TIVA dengan Tiopental + Norkuron + Fentanil.

Untuk bedah rawat jalan dengan :

Tiopental 5mg/kg + Ketamin 1 mg/kg Propofol 2,5 mg/kg + fentanil 3 ug/kg Propofol 2,5 mg/kg + Ketamin 1 mg/kg.

Untuk sedasi pada regional anestesia dapat dengan Midazolam, Propofol atau Ketamin.

Tiopental seperti halnya golongan barbiturat lainnya yaitu metoheksiton dan pentobarbiton merupakan suatu obat hipnotik yang pada dosis tertentu dapat bekerja sebagai obat anestesia. Tetapi kebanyakan obat ini mempunyai mula kerja yang

Page 33: Jenis-jenis anestesia.docx

lambat dan lama kerja yang lama, karena itu mempunyai nilai yang kecil untuk praktek anestesia. Untuk tujuan praktek anestesia, hanya tiopental dan metoheksiton dapat dipertimbangkan.

Brooks dkk (1948), menunjukkan bahwa fase pertama adalah adanya redistribusi yang sangat cepat kepada jaringan bukan neuron. Kembalinya kesadaran setelah tiopental anestesia terutama disebabkan karena adanya redistribusi ke jaringan lain di luar jaringan otak, bukan disebabkan karena obat tersebut dimetabolisme.

Tiopental, walaupun tidak seideal yang dipersyaratkan, mempunyai beberapa keuntungan tertentu yaitu onsetnya yang cepat, selalu bekerja, induksi mulus, larut dalam air, kejadian alergi sangat rendah, dan pada pemberian yang hati-hati depresi nafas tidak merupakan problema terutama bila penderita tidak dipremedikasi.

Kerugiannya adalah larutannya tidak stabil, pH-nya tinggi dan iritan bila terjadi ekstravasasi, hiperalgesi pada dosis rendah, tidak mempunyai efek analgesik pada dosis klinis, tidak menimbulkan relaksasi otot pada dosis yang aman dan bersifat forfirogenik, serta kumulatif efek.

TIVA adalah merupakan anestesia seimbang di mana sebagai analgesik kita berikan narkotik atau regional analgesia dan untuk relaksasi otot kita berikan obat pelumpuh otot. Untuk mencapai kadar anestetik dalam darah maka dapat dilakukan dengan memberikan tiopental secara bolus, intermiten atau kontinyu.

Tiopental kontinyu dapat dilakukan dengan :

- melarutkan tiopental pada cairan infusi dalam botol infusi dan diberikan secara tetes dengan kecepatan tertentu.

- atau dilarutkan di dalam semprit kemudian diberikan ke pasien dengan kecepatan tertentu melalui pompa semprit.

- melalui komputer, dengan cara ini diperoleh hasil pemberian dosis yang betul-betul sesuai dengan kebutuhan.

Karena adanya efek kumulatif, tiopental tidak disukai untuk dipakai pada TIVA karena menimbulkan efek eksesif somnolen. Tetapi keadaan ini dapat dikurangi dengan cara mengatur dosis dan tiopental dihentikan 30 menit sebelum operasi selesai.

Seperti halnya etomidat, yang menimbulkan mual-muntah sampai 30 - 40% kasus, maka tiopental dan etomidat jarang digunakan untuk TIVA. Tetapi bila karena keadaan, di mana kita tidak mempunyai obat lain kecuali tiopental, ketamin dan eter, maka pemilihan TIVA dengan tiopental akan lebih menyenangkan pasien daripada dengan menggunakan eter dan ketamin. Sekarang ini, TIVA dengan tiopental hanya digunakan untuk anestesia bedah saraf. Bila tidak mempunyai pompa semprit atau pompa infusi, kita bisa mengatur tetesan secara biasa, dengan mencocokkan jumlah tetesan per menit.

Keuntungan TIVA dengan tiopental adalah :

Page 34: Jenis-jenis anestesia.docx

- obatnya murah serta mudah didapat.

- alat yang dipakai tidak banyak, hanya perlu infusi set dan bellow atau ambu bag dan oksigen.

- polusi kamar bedah dapat dikurangi.

- dibanding eter dan ketamin, anestesia dengan tiopental lebih menyenangkan bagi penderita.

PLASMA KONSENTRASI SETELAH PEMBERIAN BOLUS

Setelah suatu dosis tunggal intravena, plasma konsentrasi obat ini akan meningkat dengan cepat, mencapai puncak dalam waktu 1 menit. Kemudian plasma konsentrasi menurun, mula-mula sangat cepat kemudian melambat.

Setelah suatu suntikan tiopental, dengan dosis 400 mg, penderita akan bangun dalam waktu 15 menit. Keadaan ini bukan karena obat tersebut dimetabolisme, tetapi terjadi redistribusi ke organ-organ lain seperti jaringan otot dan lemak.

PEMANTAUAN

Alat monitor yang dipasang adalah standard monitor di OK. Yang disebut standard monitor untuk anestesia adalah tekanan darah noninvasif, oksimeter pulsa (untuk mengukur O2 saturasi dan denyut nadi), EKG, stimulator saraf (untuk mengukur TOF = Train of Four), kaponograf. Karena kita tidak punya alat-alat monitor tersebut, maka kita gunakan tensimeter yang biasa saja.

TOTAL INTRAVENOUS ANAESTHESIA (TIVA)

Teknik pemberian TIVA dengan tiopental dapat dilakukan secara bolus, intermiten dan kontinyu.

1. TIVA secara Intermiten :

Persiapan pasien adalah seperti biasa, dipasang venous line 1 buah sesuai dengan kebutuhan. Kanul vena yang dipakai adalah kanul vena yang mempunyai lubang untuk memasukkan obat, misal dengan teflon, atau memasang konektor 3 cabang.

Selalu dipersiapkan larutan tiopental 2,5%. Induksi dilakukan dengan fentanil 1-2ug/kgBB atau petidin 1 mg/kgBB. Setelah mula kerja narkotik-analgetik tercapai

Page 35: Jenis-jenis anestesia.docx

lalu berikan tiopental 4-5 mg/kgBB, fasilitas intubasi dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi seperti pankuronium (Pavulon) atau vekuronium (norkuron) dengan dosis 0,1 mg/kgBB. Karena efek maksimal pankuronium tercapai sekitar 2,5 menit dan vekuronium 1,5 menit setelah penyuntikan, maka sebelum dilakukan laringoskopi dan intubasi diberikan lagi tiopental 2-2,5 mg/kgBB, untuk mengurangi atau menghilangkan pengaruh laringoskopi dan intubasi terhadap hemodinamik, serta mengurangi kejadian awareness.

Pemberian tiopental yang berikutnya adalah pada 30 menit pertama setiap 10 menit dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB. Setelah itu interval pemberian adalah setiap 30 menit. Ventilasi diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien, untuk pasien yang diinginkan PaCO2nya turun tentu harus dilakukan hiperventilasi, tetapi bila ingin PaCO2 dalam batas normal dilakukan normoventilasi. Kebutuhan analgetik dan pelumpuh otot disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Selesai operasi, bergantung pada apakah sisa obat pelumpuh otot masih ada atau tidak, diberikan antagonis prostigmin yang sebelummnya diberikan sulfas atropin dulu.

Karena tiopental mempunyai efek depresi miokard, maka harus selalu dilakukan pengukuran tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum kita memberikan dosis ulangan tiopental.

Tiopental mempunyai sifat segera didistribusikan ke dalam jaringan di luar jaringan otak, maka tiopental akan ada di dalam otot dan jaringan lemak dan bekerja sebagai depot. Untuk mencegah eksesif somnolen pascabedah, maka sebagai patokan pemberian tiopental dihentikan sekitar 30 menit sebelum operasi selesai. Pada operasi otak yang lama pemberian tiopental intermiten atau kontinyu dihentikan 30-60 menit sebelum operasi selesai, bila diperlukan evaluasi status neurologis segera setelah operasi selesai.

2. TIVA secara kontinyu :

Persiapan pasien seperti biasa, dipasang kanul vena dengan konektor 3 cabang. Kalau pada teknik intermiten, cabang yang ketiga dihubungkan dengan semprit yang berisi tiopental 2,5% sekarang cabang yang ketiga ini dihubungkan dengan botol infusi yang berisi larutan tiopental atau dengan larutan tiopental dalam semprit pada pompa semprit.

Teknik anestesianya sebagai berikut :

a). Induksi dengan fentanil 1-2 mcg/kgBB atau petidin 1 mg/kgBB lalu berikan tiopental bolus 4-5 mg/kgBB dan pankuronium 0,1 mg/kgBB. Sesaat sebelum laringoskopi dan intubasi berikan lagi dosis ulangan tiopental 2-2,5 mg/kgBB. Rumatan anestesia diperoleh dengan memberikan tiopental 1-3 mg/kgBB/jam. Kalau berat badan penderita sekitar 60 kg, maka dosisnya adalah 150 mg/jam atau 2,5 mg/menit. Jadi untuk rumatan anestesia diberikan tiopental tetes sebanyak 2,5

Page 36: Jenis-jenis anestesia.docx

mg/menit. Tadi disebutkan bahwa cabang yang ketiga dihubungkan dengan larutan dekstrosa 5% yang berisi tiopental. Supaya kita tidak memberikan tetesan / cairan yang terlalu banyak terutama pada penderita-penderita tertentu, maka kita buat larutan tiopental 1%, berarti 10 mg/ml. Tetesan pada infusi set dewasa diperkirakan 1 ml adalah 20 tetes. Untuk mencapai dosis 2,5 mg/menit maka kita berikan 5 tetes per menit larutan tiopental 1%. Untuk pengaturan kecepatan, kita bisa menggunakan pompa infusi.

b).Cara lain adalah berikan fentanil 1-2g/kgBB, lalu teteskan larutan tiopental 0,1-0,2% sebanyak 80-180 tetes/menit, sampai penderita tidur. Untuk rumatan anestesia diberikan 60-80 tetes/menit.

Atau : buat larutan 1000 mg tiopental dalam 500ml dekstrosa 5%. Beri tiopental 4-5mg/kgBB secara bolus, setelah pasien tidur, beri suksinilkolin 1mg/kgBB, ventilasi, intubasi, beri tiopental 60 tetes/menit dan untuk rumatan beri tiopental 20-30 tetes/menit (2-3mg/menit). Analgetik dengan petidin 1 mg/kgBB, pelumpuh otot dengan pankuronium 0,08 mg/kgBB.

c).Tiopental kontinyu yang lebih akurat lagi adalah dengan memberikan tiopental melalui pompa semprit. Teknik induksinya seperti tadi. Untuk rumatan anestesia, tiopental diberikan kepada pasien dengan dosis 1-3 mg/kgbb/jam. Kita buat larutan tiopental 2,5% di dalam semprit dan diberikan kepada pasien dengan dosis 1-3mg/kgBB/jam. Misalnya berat badan pasien 60 kg, maka dosis tiopental adalah 150 mg/jam. Larutan tiopental yang kita buat adalah 2,5% berarti 25 mg/ml, jadi berikan dengan kecepatan 6 ml/jam. Kita tinggal memutar angka pada pompa semprit ke angka 6, yang berarti kecepatannya adalah 6 ml/jam.

d).Pengaturan dosis dengan komputer :

Seperti halnya vaporizer yang memberikan plasma level tertentu untuk obat anestetik inhalasi maka komputer dapat membantu infusi memberikan level plasma tertentu untuk obat anestetik intravena. Selanjutnya, mendapatkan level obat dalam plasma untuk mencegah pergerakan terhadap rangsangan bedah, kenaikan tekanan darah atau takikardia, jadi analog dengan MAC pada obat anestetik inhalasi. Obat yang berbeda memerlukan program komputer yang berbeda, misalnya pemberian 3 macam obat (tiopental, pankuronium dan petidin) yang dilakukan melalui program komputer akan memerlukan 3 buah komputer. Komputer akan membantu mencegah tercapainya konsentrasi puncak dari obat seperti halnya pada pemberian bolus atau intermiten.

Berdasarkan perhitungan komputer tadi, kita bisa mengadaptasikannya kepada kecepatan dan dosis dengan menggunakan pompa semprit.

Konsentrasi tiopental 10 mcg/ml dalam darah arteri cukup adekuat untuk anestesia. Dosis induksi dewasa, coba dengan 50 mg, lalu sisanya adalah 2,5 mg/kg LBM, kemudian kecepatan pemberian ikuti tabel di bawah ini.

Page 37: Jenis-jenis anestesia.docx

Dosis lebih berdasarkan pada LBM (Lean Body Mass) daripada berat badan total. LBM diperkirakan dengan metoda yang dilaporkan oleh James dengan menggunakan Berat Badan (kg) dan Tinggi Badan (sm), yakni sebagai berikut :

LBM (laki-laki) = [1,10 x (BB total)] - [128 x (BB total/TB)2]

LBM (perempuan) = [1,07 x (BB total)] - [148 x (BB total/TB)2]

Table : Infusion rateus (ml/h) for Tiopental to reach a desired arterial concentrasion of 10ug/ml with a syringe concentrasion of 25mg/ml.

LBM (kg)

35 40 45 50 55 60 65 70 75

Bolus (ml)

2.8 3.2 3.6 4.0 4.4 4.8 5.2 5.6 6.0

(min) 0-5

26.5

30.2

34.0

37.8

41.6

45.3 49.1 52.9 56.7

5-10 18.5

21.1

23.7

26.4

29.0

31.6 34.3 36.9 39.5

10-20 13.3

15.2

17.1

19.0

20.9

22.8 24.7 26.6 28.5

20-30 10.8

12.4

13.9

15.5

17.0

18.6 20.1 21.7 23.2

30-60 9.6 10.9

12.3

13.7

15.0

16.4 17.8 19.1 20.5

60-90 8.7 10.0

11.2

12.5

13.7

15.0 16.2 17.5 18.7

90-120 8.3 9.4 10.6

11.8

13.0

14.2 15.3 16.5 17.7

120-150 7.9 9.1 10.2

11.4

12.5

13.6 14.8 15.9 17.0

150-180 7.7 8.9 10.0

11.1

12.2

13.3 14.4 15.5 16.6

Page 38: Jenis-jenis anestesia.docx

Referensi :

1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. Clinical Anaesthesiology, 4th ed, New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2006

2. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins ; 2006

. Mekanisme Kerja

Seperti telah diketahui bahwa sel-sel saraf dalam keadaan rehat (rehat). Begitu ada rangsangan terhadap perubahan permeabilitas dari membran sel, sehingga dinding sel relatif lebih permeabel terhadap ion Na daripada ion K, maka terjadi influx Na ke dalam sel, kemudian diikuti dengan keluarnya ion K. Jadi pada waktu Na masuk ke dalam sel, maka di dalam sel relatif lebih positif, sedangkan di luar lebih negatif, maka terjadi depolarisasi.

Pada waktu pemulihan, terjadi pergerakan ion-ion yang sebaliknya, dan kembali kepada keadaan rehat, selanjutnya siap untuk menerima rangsang kembali dalam beberapa mili-detik. Pemberian obat analgetik lokal mencegah terjadinya migrasi ion-ion ini (membran sel stabil dalam keadaan rehat) dengan akibat terjadinya hambatan impuls saraf.

Ada beberapa teori analgesia lokal terhadap membran saraf :

1. Molekul-molekul lokal anestesia berikatan dengan membran sel sehingga dapat memblokir pori-pori tempat migrasi ion-ion.

2. Pelepasan ikatan kalsium pada membran sel saraf pada waktu transmisi impuls dicegah oleh obat analgetik lokal, sehingga kalsium lebih banyak terikat pada membran sel saraf.

3. Kompetisi obat analgetik lokal dan asetilkolin yang selalu diproduksi oleh sel-sel saraf yang terkena rangsang terhadap reseptor site.

II. Farmakologi

Komponen kimia yang menunjukkan aktivitas lokal anestesia umumnya mempunyai ujung aromatik, ujung amine, dan rantai intermediet. Obat analgetik lokal dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu amino-ester dan amino-amid.

Obat analgetik lokal dengan suatu rantai ester di antara bagian aromatik dan rantai intermediet disebut amino-ester, misalnya prokain, kloroprokain, dan tetrakain. Obat analgetik lokal dengan rantai amid antara ujung aromatik dan rantai intermediet disebut amino-amid, misalnya lidokain, mepivakain, prilokain, bupivakain dan etidokain. Perbedaan dasar antara golongan ester dan amid adalah dalam cara metabolisme obat dan potensial alerginya. Golongan ester dihidrolisa di plasma oleh enzim di hati. Metabolit hasil hidrolisa golongan ester adalah asam paraaminobenzoik yang dapat menimbulkan reaksi alergi. Metabolisme golongan amid tidak menghasilkan asam paraaminobenzoik dan laporan adanya reaksi dengan obat golongan ini sangat jarang.

Page 39: Jenis-jenis anestesia.docx

Gambaran anestesia dari suatu komponen kimia bergantung pada :

1) Lipid solubility

2) Protein binding

3) pKa

4) Non-nervous tissue diffusibility

5) Intrinsic vasodilator activity

Gambaran tersebut terlihat pada tabel berikut ini.

1) Lipid solubility :

Kelarutan dalam lemak menggambarkan potensi intrinsik obat analgetik lokal tersebut. Makin tinggi kelarutannya dalam lemak, semakin poten obat tersebut. Lipid solubility prokain kurang dari satu, dan obat ini paling kecil potensinya. Sebaliknya koefisien partisi/kelarutan bupivakain, tetrakain dan etidokain bervariasi dari 30-140, menunjukkan lipid solubility yang tinggi. Obat ini menunjukkan blokade konduksi pada konsentrasi yang sangat rendah karena potensi intrinsik anestesianya 30 kali lebih besar dari prokain. Hubungan antara lipid solubility dan potensi intrinsik anestesia selalu konsisten dengan komposisi lipoprotein dari membran saraf (ada 3 lapisan membran saraf terdiri dari protein-lipid-protein). Kira-kira 90% aksolemma terdiri dari lemak. Karena itu obat analgetik lokal yang kelarutan lemaknya tinggi dapat menembus membran saraf dengan lebih mudah, yang direfleksikan sebagai peningkatan potensi.

2) Protein binding :

Kekhasan protein binding adalah mempengaruhi lama kerja obat analgetik lokal tersebut. Prokain, pengikatan oleh proteinnya buruk, maka lama kerjanya pendek. Sebaliknya, tetrakain, bupivakain, etidokain protein binding nya tinggi, maka lama kerjanya panjang. Hubungan antara protein binding obat analgetik lokal dan lama kerjanya adalah konsisten dengan struktur dasar membran saraf. Protein membran saraf 10%. Karena itu obat yang menembus aksolemma dan diikat pada protein membran bertendensi untuk memperpanjang lama aktivitas obat.

3) pKa :

pKa komponen kimia didefinisikan sebagai pH di mana bentuk ion dan non-ion ada dalam keseimbangan. Obat analgetik lokal yang tidak berubah bentuk, bertanggungjawab untuk difusi menembus selubung saraf. Mula kerja secara langsung berhubungan dengan kecepatan menembus epineurium, yang kolerasi dengan jumlah obat dalam bentuk dasar. Persentase dari obat analgetik lokal dalam bentuk dasar bila disuntikkan ke dalam jaringan yang mempunyai pH 7,4 adalah sebaliknya proporsional pada pKa obat tersebut. Sebagai contoh, lidokain yang mempunyai pKa 7,74 adalah 65% dalam bentuk ion dan 35% dalam bentuk non-ion pada pH jaringan 7,4. Dari penelitian

Page 40: Jenis-jenis anestesia.docx

invivo dan invitro telah dikonfirmasikan bahwa obat analgetik lokal yang mempunyai pKa hampir mendekati pH jaringan mempunyai mula kerja yang lebih cepat daripada obat analgetik lokal dengan pKa yang tinggi.

4) Non-nervous tissue diffusion :

Mula kerja berhubungan dengan kecepatan difusi melalui perineurium. Lapisan pembungkus serabut saraf dari dalam keluar adalah endoneurium, perineurium, dan epineurium. Lapisan ini terdiri dari jaringan pengikat kolagen dan elastis. Pada invivo, obat analgetik lokal harus menembus jaringan pengikat yang bukan jaringan saraf. Ada perbedaan kecepatan menembus jaringan yang bukan saraf. Sebagai contoh, prokain dan kloroprokain mempunyai pKa yang sama dan mula kerjayang sama pada saraf yang diisolasi (invitro), tetapi invivo, mula kerja kloroprokain lebih pendek daripada prokain, ini menunjukkan bahwa kloroprokain lebih cepat menembus jaringan yang bukan jaringan saraf.

5) Intrinsic vasodilator activity :

Faktor ini akan mempengaruhi potensi dan lama kerja obat analgetik lokal. Tingkatan dan lamanya blokade saraf dihubungkan dengan jumlah obat analgetik lokal yang menembus ke reseptor pada membran saraf. Setelah suntikan obat analgetik lokal sebagian obat akan diambil jaringan saraf dan beberapa bagian akan diabsorbsi ke dalam sistem sirkulasi. Derajat absorbsi vaskular berhubungan dengan aliran darah ke daerah di mana disuntikkan obat analgetik lokal. Semua obat analgetik lokal, kecuali kokain, bersifat vasodilator, tetapi derajat vasodilatasi yang ditimbulkan oleh setiap obat berbeda-beda. Pada penelitian invitro telah ditunjukkan bahwa potensi intrinsik obat anestetik lidokain lebih besar daripada mepivakain, tetapi invivo, mepivakain mempunyai potensi yang sama dan lama kerja yang lebih panjang dari pada lidokain. Perbedaan antara invivo dengan invitro adalah akibat lebih besarnya vasodilator activity dari lidokain sehingga absorbsi lidokain lebih besar dan obat yang tersisa untuk memblokade saraf tinggal sedikit.

III. Toksisitas Obat analgetik lokal

Obat analgetik lokal relatif bebas dari efek samping bila diberikan dalam dosis yang tepat dan lokasi anatomis yang tepat. Reaksi toksis yang cepat umumnya bila terjadi suntikan intravaskular atau dosis besar subarahnoid. Pemberian dosis yang besar tetapi lokasi anatomisnya tepat dapat membawa ke arah toksisitas sistemik setelah absorbsi vaskular obat analgetik lokal tersebut.

Pengaruh toksisitas bergantung pada kadar obat analgetik lokal dalam plasma. Bila kadarnya 6g/ml gejalanya adalah gangguan penglihatan, disorientasi dan ngantuk. Bila kadarnya 10g/ml gejalanya adalah tidak sadar, twitching otot, tremor (muka, ujung ekstrimitas). Bila kadarnya 12g/ml timbul kejang-kejang, dan bila kadarnya 20g/ml terjadi henti nafas.

Tabel : Toksisitas Obat analgetik lokal

(1) Susunan Saraf Pusat

Eksitasi

Page 41: Jenis-jenis anestesia.docx

Depresi

(2) Sistem Kardiovaskular

Hipertensi

Hipotensi

Iritasi Lokal(1) Kerusakan serabut saraf(2) Kerusakan otot skelet

Lain-lain

(1) Alergi(2) Metemoglobinemia (prilokain)(3) Kecanduan (Kokain)

Toksisitas Sistemik :

Toksisitas sistemik obat analgetik lokal secara primer umumnya mengenai SSP dan sistem kardiovaskular. Pada umumnya SSP lebih dahulu terkena daripada sistem kardiovaskular. Penelitian pada anjing dan biri-biri menunjukkan bahwa diperlukan dosis dan kadar obat analgetik lokal yang lebih kecil untuk menimbulkan toksisitas SSP daripada toksisitas kardiovaskular.

Tabel : Signs and symptoms of local anesthetic related CNS toxicity

CNS excitation

Tinnitus

Lightheadedness

Confusion

Circumoral numbness

Tonic-clonic konvulsions

Drowsiness

Unconciousness

Respiratory arrest

Page 42: Jenis-jenis anestesia.docx

Toksisitas Susunan Saraf Pusat :

Toksisitas SSP berhubungan dengan :

1. Potensi obat: bupivakain 8 kali lebih poten daripada prilokain; toksisitasnya juga jauh lebih berat.

2. Kadar CO2: bila kadar CO2 darah meningkat, ambang konvulsi menurun.

3. pH darah: bila pH darah menurun, ambang konvulsi menurun

Pada sukarelawan yang diinfusi obat analgetik lokal merasakan adanya perasaan melayang, pening, diikuti gangguan penglihatan dan pendengaran (seperti kesulitan memfokuskan pandangan dan tinnitus) serta adanya disorientasi dan mual. Tanda-tanda lain adalah adanya eksitasi, menggigil, twitching otot dan tremor pada otot-otot muka dan bagian distal ekstrimitas dan terjadi kejang-kejang yang menyeluruh. Bila dosis besar diberikan secara sistemik, gejala pertama SSP eksitasi segera diikuti oleh SSP depresi, depresi nafas dan henti nafas. Perbandingan relatif toksisitas SSP dari bupivakain, etidokain dan lidokain adalah 4:2:1.

Toksisitas Kardiovaskular :

Obat analgetik lokal dapat menyebabkan pengaruh yang besar terhadap sistem kardiovaskular. Pemberian secara sistemis dapat mempengaruhi otot jantung dan otot polos dinding pembuluh darah.

Obat-obat analgetik lokal.

Lidokain :

Lidokain biasanya digunakan untuk terapi aritmia (ventricular extrasystole). Efek primer dari lidokain adalah menurunkan kecepatan maksimal dari depolarisasi. Bupivakain dapat mempresipitasi timbulnya aritmia jantung, yaitu adanya blok unilateral dan suatu aritmia jantung tipe reentrant. Bergantung pada dosisnya, obat analgetik lokal bisa bersifat inotropik negatif. Makin poten obat analgetik lokal tersebut, semakin kuat menekan jantung.

Lidokain :

Onsetnya lebih cepat dan lama kerja lebih lama dari prokain. Efek topikalnya baik. Sering dipakai sebagai anti aritmia. Dipakai untuk menumpulkan rangsangan akibat laringoskopi-intubasi yang

menimbulkan kenaikkan tekanan darah dan frekuensi nadi dengan dosis 1-1,5 mg/kg BB intravena.

Obat analgetik lokal yang paling banyak dipakai dan sebagai pembanding obat analgetik lokal lainnya.

Konsentrasi untuk pemberian infiltrasi 0,5-1%, epidural 1-2%, blok saraf 1-1,5%, topikal 4%, spinal 5%.

Onsetnya cepat, durasi 60-120 menit. Dosis maksimalnya 300mg tanpa epinefrin, 500mg bila dicampur dengan epinefrin. Dosis rata-ratanya 7-8mg/kgBB.

Page 43: Jenis-jenis anestesia.docx

Bupivakain :

Potensinya lebih kuat. Durasinya lebih lama. Toksisitasnya hampir sama dengan tetrakain, 4-5 kali lebih besar dari lidokain. Motor blockade lebih lemah daripada lidokain. Onset-nya lebih lama daripada lidokain. Banyak dipakai pada nyeri pascabedah dan analgesia pada persalinan. Konsentrasi infiltrasinya 0,25-0,5%, blok saraf 0,25-0,5%, epidural 0,5-0,75%, spinal 0,5. Onset-nya lambat, durasi 180-300 menit. Single dose maksimumnya 175mg. Dosis rata-ratanya 3-4mg/kgBB.

IV. Persiapan Anestesia

Bergantung pada jenis teknik analgesia lokal apa yang akan digunakan. Secara umum pasien harus diberitahu bahwa untuk yang bersangkutan anestesia terbaik adalah analgesia lokal. Bila perlu bisa juga sedikit dijelaskan tentang cara melakukan tindakan analgesia lokal tersebut. Pasien tetap dianjurkan puasa untuk mencegah muntah bila diperlukan kombinasi dengan anestesia umum. Diperiksa tempat yang akan disuntik, apakah memungkinkan dilakukan tindakan analgesia lokal. Diberikan premedikasi sedatif dan analgetik kalau perlu. Contoh premedikasi misalnya dengan diazepam atau lorazepam. Pada keadaan-keadaan tertentu lebih baik tidak dilakukan analgesia lokal, misalnya pasien tidak kooperatif, ditemukan penyakit saraf, anemia berat, ataupun infeksi kulit.

VII. Spinal Anestesia

Disebut juga spinal analgesia atau subarahnoid nerve block, terjadi karena deposit obat analgetik lokal di dalam ruangan subarahnoid. Terjadi blok saraf yang reversibel pada radiks anterior dan posterior, radiks ganglion posterior dan sebagian medula spinalis yang akan menyebabkan hilangnya aktivitas sensori, motorik dan autonom.

Berbagai fungsi yang dibawa saraf-saraf medula spinalis misalnya temperatur, sakit, aktivitas autonom, rabaan, tekanan, lokalisasi rabaan, fungsi motorik dan proprioseptif. Secara umum fungsi-fungsi tersebut dibawa oleh serabut saraf yang berbeda dalam ketahanannya terhadap obat analgetik lokal. Oleh sebab itu ada obat analgetik lokal yang lebih mempengaruhi sensori daripada motorik. Blokade dari medula spinalis dimulai kaudal dan kemudian naik ke arah sefalad.

Serabut saraf yang bermielin tebal (fungsi motorik dan propioseptif) paling resisten dan kembalinya fungsi normal paling cepat, sehingga diperlukan konsentrasi tinggi obat analgetik lokal untuk memblokade saraf tersebut.

Level blokade autonom 2 atau lebih dermatom ke arah sefalik daripada level analgesia kulit, sedangkan blokade motorik 2 sampai 3 segmen ke arah kaudal dari level analgesia.

Indikasi Analgesia spinal:

Page 44: Jenis-jenis anestesia.docx

1. Operasi ekstremitas bawah, baik operasi jaringan lunak, tulang atau pembuluh darah.

2. Operasi di daerah perineal : anal, rektum bagian bawah, vagina, dan urologi.

3. Abdomen bagian bawah : hernia, usus halus bagian distal, apendiks, rektosigmoid, kandung kencing, ureter distal, dan ginekologis

4. Abdomen bagian atas : kolesistektomi, gaster, kolostomi transversum. Tetapi analgesia spinaluntuk abdomen bagian atas tidak dapat dilakukan pada semua pasien sebab dapat menimbulkan perubahan fisiologis yang hebat.

5. Seksio sesarea (Caesarean Seksion).

6. Prosedur diagnostik yang sakit, misalnya anoskopi, dan sistoskopi.

Indikasi-kontra Absolut :

1. Gangguan pembekuan darah, karena bila ujung jarum spinal menusuk pembuluh darah, terjadi perdarahan hebat dan darah akan menekan medula spinalis.

2. Sepsis, karena bisa terjadi meningitis.

3. Tekanan intrakranial yang meningkat, karena bisa terjadi pergeseran otak bila terjadi kehilangan cairan serebrospinal.

4. Bila pasien menolak.

5. Adanya dermatitis kronis atau infeksi kulit di daerah yang akan ditusuk jarum spinal.

6. Penyakit sistemis dengan sequele neurologis misalnya anemia pernikiosa, neurosifilis, dan porfiria.

7. Hipotensi.

Indikasi-kontra Relatif :

1. Pasien dengan perdarahan.

2. Problem di tulang belakang.

3. Anak-anak.

4. Pasien tidak kooperatif, psikosis.

Anatomi :

Terdapat 33 ruas tulang vertebra, yaitu 7 servikal, 12 toraksal, 5 lumbal, 5 sakral dan 4 koksigeal. Medula spinalis berakhir di vertebra L2, karena ditakutkan menusuk medula spinalis saat

Page 45: Jenis-jenis anestesia.docx

penyuntikan, maka analgesia spinalumumnya dilakukan setinggi L4-L5, L3-L4, L2-L3. Ruangan epidural berakhir di vertebra S2.

Ligamen-ligamen yang memegang kolumna vertebralis dan melindungi medula spinalis, dari luar ke dalam adalah sebagai berikut :

1. Ligamentum supraspinosum.2. Ligamentum interspinosum.3. Ligamentum flavum.4. Ligamentum longitudinal posterior.5. Ligamentum longitudinal anterior.

Teknik Analgesia spinal:

1. Inspeksi dan palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk (dilakukan ketika kita visite pre-operatif), sebab bila ada infeksi atau terdapat tanda kemungkinan adanya kesulitan dalam penusukan, maka pasien tidak perlu dipersiapkan untuk spinal anestesia.

2. Posisi pasien :

a) Posisi Lateral.

Pada umumnya kepala diberi bantal setebal 7,5-10sm, lutut dan paha fleksi mendekati perut, kepala ke arah dada.

b) Posisi duduk.

Dengan posisi ini lebih mudah melihat kolumna vertebralis, tetapi pada pasien-pasien yang telah mendapat premedikasi mungkin akan pusing dan diperlukan seorang asisten untuk memegang pasien supaya tidak jatuh. Posisi ini digunakan terutama bila diinginkan sadle block.

c) Posisi Prone.

Jarang dilakukan, hanya digunakan bila dokter bedah menginginkan posisi Jack Knife atau prone.

3. Kulit dipersiapkan dengan larutan antiseptik seperti betadin, alkohol, kemudian kulit ditutupi dengan “doek” bolong steril.

4. Cara penusukan.

Pakailah jarum yang kecil (no. 25, 27 atau 29). Makin besar nomor jarum, semakin kecil diameter jarum tersebut, sehingga untuk mengurangi komplikasi sakit kepala (PSH=post spinal headache), dianjurkan dipakai jarum kecil. Penarikan stilet dari jarum spinal akan menyebabkan keluarnya likuor bila ujung jarum ada di ruangan subarahnoid. Bila likuor keruh, likuor harus diperiksa dan spinal analgesia dibatalkan. Bila keluar darah, tarik jarum beberapa mili meter sampai yang keluar adalah likuor yang jernih. Bila masih merah, masukkan lagi stilet-nya, lalu ditunggu 1 menit, bila jernih, masukkan obat analgetik lokal, tetapi bila masih merah, pindahkan tempat tusukan. Darah yang mewarnai likuor harus dikeluarkan sebelum menyuntik obat analgetik lokal karena dapat menimbulkan reaksi benda asing (Meningismus).

Page 46: Jenis-jenis anestesia.docx

Obat-obat yang dipakai :

Obat analgetik lokal yang biasa dipakai untuk analgesia spinaladalah lidokain, bupivakain, levobupivakain, prokain, dan tetrakain. Lidokain adalah suatu obat analgetik lokal yang poten, yang dapat memblokade autonom, sensori dan motorik. Lidokain berupa larutan 5% dalam 7,5% dekstrosa, merupakan larutan yang hiperbarik. Mula kerjanya 2 menit dan lama kerjanya 1,5 jam. Dosis rata-rata 40-50mg untuk persalinan, 75-100mg untuk operasi ekstrimitas bawah dan abdomen bagian bawah, 100-150mg untuk spinal analgesia tinggi.

Lama analgesia prokain < 1 jam, lidokain 1-1,5 jam, tetrakain 2 jam lebih.

Pengaturan Level Analgesia:

Level anestesia yang terlihat dengan analgesia spinaladalah sebagai berikut : level segmental untuk paralisis motorik adalah 2-3 segmen di bawah level analgesia kulit, sedangkan blokade autonom adalah 2-6 segmen sefalik dari zone sensori. Untuk keperluan klinis, level anestesia dibagi atas :

--. Sadle block anesthesia : zona sensori anestesia kulit pada segmen lumbal bawah dan sakral.

--. Low spinal anesthesia : level anestesia kulit sekitar umbilikus (T10) dan termasuk segmen toraksal bawah, lumbal dan sakral.

--. Mid spinal anesthesia : blok sensori setinggi T6 dan zona anestesia termasuk segmen toraksal, lumbal, dan sacral.

--. High spinal anesthesia : blok sensori setinggi T4 dan zona anestesia termasuk segmen toraksal 4-12, lumbal, dan sacral.

Makin tinggi spinal anestesia, semakin tinggi blokade vasomotor, motorik dan hipotensi, serta respirasi yang tidak adekuat semakin mungkin terjadi.

Level anestesia bergantung pada volume obat, konsentrasi obat, barbotase, kecepatan suntikan, valsava, tempat suntikan, peningkatan tekanan intra-abdomen, tinggi pasien, dan gravitas larutan. Makin besar volume obat, akan semakin besar penyebarannya, dan level anestesia juga akan semakin tinggi. Barbotase adalah pengulangan aspirasi dari suntikan obat analgetik lokal. Bila kita mengaspirasi 0,1ml likuor sebelum menyuntikkan obat; dan mengaspirasi 0,1ml setelah semua obat analgetik lokal disuntikkan, akan menjamin bahwa ujung jarum masih ada di ruangan subarahnoid. Penyuntikan yang lambat akan mengurangi penyebaran obat sehingga akan menghasilkan low spinal anesthesia, sedangkan suntikan yang terlalu cepat akan menyebabkan turbulensi dalam likuor dan menghasilkan level anestesia yang lebih tinggi. Kecepatan yang dianjurkan adalah 1ml per 3 detik.

Berdasarkan berat jenis obat analgetik lokal yang dibandingkan dengan berat jenis likuor, maka dibedakan 3 jenis obat analgetik lokal, yaitu hiperbarik, isobarik dan hipobarik. Berat jenis likuor serebrospinal adalah 1,003-1,006. Larutan hiperbarik : 1,023-1,035, sedangkan hipobarik 1,001-1,002.

Page 47: Jenis-jenis anestesia.docx

Perawatan Selama pembedahan.

1. Posisi yang enak untuk pasien.

2. Kalau perlu berikan obat penenang.

3. Operator harus tenang, manipulasi tidak kasar.

4. Ukur tekanan darah, frekuensi nadi dan respirasi.

5. Perhatikan kesulitan penderita dalam pernafasan, adanya mual dan pusing.

6. Berikan oksigen per nasal.

Perawatan Pascabedah.

1. Posisi terlentang, jangan bangun / duduk sampai 24 jam pascabedah.

2. Minum banyak, 3 lt/hari.

3. Cegah trauma pada daerah analgesia.

4. Periksa kembalinya aktifitas motorik.

5. Yakinkan bahwa perasaan yang hilang dan kaki yang berat akan pulih.

6. Cegah sakit kepala, mual-muntah.

7. Perhatikan tekanan darah dan frekuensi nadi karena ada kemungkinan penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi.

Komplikasi / Problema Analgesia spinal :

1. Sistem Kardiovaskular :

a) Penurunan resistensi perifer :

--. Vasodilatasi arteriol dan arteri terjadi pada daerah yang diblokade akibat penurunan tonus vasokonstriksi simpatis.

--. Venodilatasi akan menyebabkan peningkatan kapasitas vena dan venous return.

--. Proksimal dari daerah yang diblokade akan terjadi mekanisme kompensasi, yakni terjadinya vasokonstriksi.

b) Penurunan Tekanan Sistolik dan Tekanan Arteri Rata-rata

Penurunan tekanan darah bergantung pada tingginya blokade simpatis. Bila tekanan darah turun rendah sekali, terjadi risiko penurunan aliran darah otak. Bila terjadi iskemia medula oblongata terlihat adanya gejala mual-muntah. Tekanan darah jarang turun > 15 mmHg dari tekanan darah asal. Tekanan darah dapat dipertahankan dengan pemberian cairan dan atau obat

Page 48: Jenis-jenis anestesia.docx

vasokonstriktor. Duapuluh menit sebelum dilakukan analgesia spinaldiberikan cairan RL atau NaCl 10-15 ml/kgBB. Vasokonstriktor yang biasa digunakan adalah efedrin. Dosis efedrin 25-50 mg i.m. atau 15-20 mg i.v. Mula kerja-nya 2-4 menit pada pemberian intravena, dan 10-20menit pada pemberian intramuskular. Lama kerja-nya 1 jam.

c) Penurunan denyut jantung.

Bradikardia umumnya terjadi karena penurunan pengisian jantung yang akan mempengaruhi myocardial chronotropic stretch receptor, blokade anestesia pada serabut saraf cardiac amlelerator simpatis (T1-4). Pemberian sulfas atropin dapat meningkatkan denyut jantung dan mungkin juga tekanan darah.

2. Sistem Respirasi

Bisa terjadi apnea yang biasanya disebabkan karena hipotensi yang berat sehingga terjadi iskemia medula oblongata. Terapinya : berikan ventilasi, cairan dan vasopresor. Jarang disebabkan karena terjadi blokade motorik yang tinggi (pada radiks n.frenikus C3-5). Kadang-kadang bisa terjadi batuk-batuk kering, maupun kesulitan bicara.

3. Sistem Gastrointestinal :

Diperlihatkan dengan adanya mual muntah yang disebabkan karena hipotensi, hipoksia, pasien sangat cemas, pemberian narkotik, over-aktivitas parasimpatis dan traction reflex (misalnya dokter bedah manipulasi traktus gastrointestinal).

4. Headache (PSH=Post Spinal Headache)

Sakit kepala pascaanalgesia spinalmungkin disebabkan karena adanya kebocoran likuor serebrospinal. Makin besar jarum spinal yang dipakai, semakin besar kebocoran yang terjadi, dan semakin tinggi kemungkinan terjadinya sakit kepala pascaspinal anestesia. Bila duramater terbuka bisa terjadi kebocoran cairan serebrospinal sampai 1-2pekan. Kehilangan CSF sebanyak 20ml dapat menimbulkan terjadinya sakit kepala. PSH ini pada 90% pasien terlihat dalam 3 hari postspinal, dan pada 80% kasus akan menghilang dalam 4 hari. Supaya tidak terjadi PSH dapat dilakukan pencegahan dengan :

--. Memakai jarum spinal sekecil mungkin (misalnya no. 25,27,29).

--. Menusukkan jarum paralel pada serabut longitudinal duramater sehingga jarum tidak merobek dura tetapi menyisihkan duramater.

--. Hidrasi adekuat, dapat diperoleh dengan minum 3lt/hari selama 3 hari, hal ini akan menambah produksi CSF sebagai pengganti yang hilang.

Bila sudah terjadi sakit kepala dapat diterapi dengan :

--. Memakai abdominal binder.

Page 49: Jenis-jenis anestesia.docx

--. Epidural blood patch : suntikkan 10ml darah pasien itu sendiri di ruang epidural tempat kebocoran.

--. Berikan hidrasi dengan minum sampai 4lt/hari.

Kejadian PSH 10-20% pada umur 20-40 tahun; > 10% bila dipakai jarum besar (no. 20 ke bawah); 9% bila dipakai jarum no.22 ke atas. Wanita lebih banyak yang mengalami sakit kepala daripada laki-laki.

5. Backache

Sakit punggung merupakan problema setelah suntikan di daerah lumbal untuk spinal anestesia.

6. Retensi urin

Penyebab retensi urin mungkin karena hal-hal sebagai berikut : operasi di daerah perineum pada struktur genitourinaria, pemberian narkotik di ruang subarahnoid, setelah anestesia fungsi kandung kemih merupakan yang terakhir pulih.

7. Komplikasi Neurologis Permanen

Jarang sekali terjadi komplikasi neurologis permanen. Hal-hal yang menurunkan kejadiannya adalah karena : dilakukan sterilisasi panas pada ampul gelas, memakai semprit dan jarum yang disposibel, analgesia spinaldihindari pada pasien dengan penyakit sistemik, serta penerapan teknik antiseptik.

8. Chronic Adhesive Arahnoiditis

Suatu reaksi proliferasi arahnoid yang akan menyebabkan fibrosis, distorsi serta obliterasi dari ruangan subarahnoid. Biasanya terjadi bila ada benda asing yang masuk ke ruang subarahnoid.