jcs 1 teknik anestesi

12
BLOK HARD TISSUE SURGERY SELF LEARNING REPORT JIGSAW CASE STUDY-1 TEKNIK ANESTESI LOKAL Tutor: Disusun Oleh: Agung P. Dhartono G1G 012 023 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: rifqialridjal

Post on 15-Nov-2015

33 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

KG

TRANSCRIPT

BLOK HARD TISSUE SURGERY

SELF LEARNING REPORTJIGSAW CASE STUDY-1TEKNIK ANESTESI LOKAL

Tutor:

Disusun Oleh:Agung P. DhartonoG1G 012 023

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERANJURUSAN KEDOKTERAN GIGIPURWOKERTO

2015

TEKNIK ANESTERSI LOKALA. Anestesi Lokal Anestesi berasal dari kata an dan aesthetos yang berarti tidak atau tanpa dan persepsi atau kemampuan merasa (Tjiptono, dkk., 1989). Secara sederhana, anestesi merupakan hilangnya semua bentuk sensasi termasuk rasa sakit atau nyeri, sentuhan, persepi temperatur, tekanan, dan dapat disertai dengan terganggunya fungsi motorik. Anestesi terbagi menjadi dua, yaitu anestesi umum dan anestesi lokal (Howe dan Whitehead, 2013).Anestesi lokal merupakan suatu keadaan hilangnya sementara sensasi atau sakit pada satu bagian tubuh sebagai hasil dari aplikasi topikal atau injeksi agen tanpa penekanan tingkat kesadaran. Berbeda dengan anestesi umum yang memberikan efek bukan hanya pada satu bagian melainkan seluruh tubuh (Tjiptono, dkk., 1989). Indikasi penggunaan anestesi lokal dan umum juga berbeda, biasanya anestesi umum digunakan untuk operasi besar, sedangkan anestesi lokal biasanya digunakan untuk perawatan konservasi gigi geligi dan pencabutan gigi geligi. Anestesi lokal sekarang lebih banyak digunakan pada bidang kedokteran gigi, dikarenakan kenyamananan, efisiensi, dan sedikitnya kontraindikasi dari anestesi ini. Selain itu, teknik-teknik dari anestesi lokal juga dapat dipelajari dengan mudah. Teknik atau macam-macam anestesi lokal berupa anestesi topikal, infiltrasi, regional atau blok, dan intraligamental (Howe dan Whitehead, 2013).

B. Macam-Macam Anestesi LokalAnestesi lokal terbagi menjadi 4 menurut Howe dan Whitehead (2013), yaitu anestesi topikal, infiltrasi, regional atau blok, dan intraligamental. 1. Anestesi Topikal Anestesi topikal merupakan anestesi yang dilakukan dengan mengaplikasikan agen anestesi pada daerah kulit atau membran mukosa yang dapat dilakukan penetrasi untuk membaalkan ujung-ujung saraf superfisial. Anestesi ini paling sering digunakan membaalkan mukosa sebelum penyuntikan. Sediaan dari anestesi topikal terdiri dari berbagai macam, yaitu semprotan, salep, dan emulsi. Anestesi topikal semprot biasanya mengandung anestetikum lidokain hidroklorida 10%. cara yang digunakan berupa mensemprotkan pada gulungan kapas sebelum ditempelkan pada daerah sulkus penyuntikan dan dibiarkan selama 1 menit untuk mendapatkan efek. Kemudian jenis anestesi topikal lainnya berupa salep. Salep mengandung bahan lidokain hidroklorida 5% yang mengaplikasiannya pada cotton bud yang kemudian dioleskan pada daerah yang akan dianestesi. Namun, jangka waktu yang diperlukan untuk mendapatkan efek lebih lama sekitar 3-5 menit. Selain itu terdapat emulsi yang mengandung lidokain hidroklorida 2%. Biasanya digunakan untuk mencetak seluruh rongga mulut pasien yang sangat mudah mual. Pengaplikasian dari emulsi dengan dikumur disekitar rongga mulut dan orofaring lalu biarkan selama 1-2 menit. Anestesi topikal lainnya berupa etil klorida. Etil klorida digunakan untuk mendapatkan anestesi dingin, namun hanya menganestesi jaringan luar yang tertutup uap es. Indikasi dari penggunaan anestesi topikal lebih banyak diperuntukan pada pasien anak-anak, dikarenakan prosedur yang tidak terlalu sakit dan efek yang cepat untuk melakukan tindakan. Selain itu, anestesi topical salep dan semprot dapat dilengkapi dengan berbagai rasa yang disukai oleh anak-anak (Howe dan Whitehead, 2013).

2. Anestesi Infiltrasi Anestesi infiltrasi merupakan anestesi yang diapikasikan dengan cara mendeponirkan larutan anestesi di dekat serabut terminal saraf dan akan terinfiltrasi di sepanjang jaringan untuk mencapai serabut saraf dan dapat menimbulkan efek anestesi pada daerah terlokalisir yang disuplai oleh saraf tersebut (Howe dan Whitehead, 2013). Indikasi dari anestesi infiltrasi ini sangat banyak, biasanya digunakan pada pencabutan gigi rahang atas, dikarenakan untuk rahaang bawah lebih efektif untuk menggunakan anestesi blok. Anestesi ini juga dapat digunakan pada setiap bagian dari gigi. Teknik suntikan infiltrasi terbagi menjadi beberapa terknik, sebagai berikut.a. Suntikan submukosa Larutan anestesi dideponirkan dibalik membran mukosa. Namun sering tidak menimbulkan anestesi pada pulpa gigi. Anestesi ini sering digunakan untuk menganestesi saraf bukal panjang sebelum ekstraksi gigi molar bawah dan operasi pada jaringan lunak. b. Suntikan supraperiosteal Teknik ini dilakukan dengan cara dideponirkan anastetikum diluar periosteum. Dengan cara ini anestesi pulpa dapat diperoleh. Teknik ini sangat sering digunakan sehingga sering disebut teknik infiltrasi.c. Suntikan subperiostealTeknik ini hanya memiliki perbedaan dengan supraperiosteal berupa penempatan deponirnya. Teknik ini mendeponirkan diantara periosteum dan bidang kortikal. d. Suntikan intraoseous Teknik ini dilakukan dengan cara mendeponirkan larutan pada tulang medularis. Biasanya prosedur ini sangat efektif dilakukan bersama dengan bur tulang. e. Suntikan intraseptalTeknik ini merupakan modifikasi dari teknik intraoseous yang digunakan apabila anestesi menyeluruh sulit dilakukan. Teknik ini hanya digunakan setelah proses anestesi superficial (Howe dan Whitehead, 2013).

3. Anestesi Regional atau BlokAnestesi regional atau lebih dikenal dengan blok merupakan anestesi yang dilakukan dengan mendeponirkan cairan anestesi pada bagian dekat batang saraf yang diharapkan dapat memblokir semua impuls dari daerah yang disuplai. Teknik ini sangat berguna untuk anestesi mandibula, dikarenakan kurang efektifnya dari teknik infiltrasi pada mandibula. Teknik ini dilakukan dengan mendeponirkan larutan di ruang pterigomandibular di dekat foramen mandibular, dan diharapkan larutan tersebut dapat menganestesi reginonal pada seluruh distribusi saraf gigi inferior pada sisi tersebut. Anestesi regional atau blok ini lebih efektif dilakukan pada mandibula, khususnya pada pencabutan gigi molar pada rahang bawah terutama molar kedua (Howe dan Whitehead, 2013).

4. Anestesi Intraligamental Anestesi intraligamental merupakan suatu teknik dimana larutan anestesi dideponirkan pada ligament periodontal. Injeksi dari teknik ini ditempatkan pada sulkus gingiva dengan bevel mengarah menjauhi gigi. Teknik ini diindikasikan untuk menganestesi gigi-gigi berakar jamak, pada anak-anak untuk pencabutan multikuadran, prosedur perawatan gigi tunggal, terapi endodontik, dan terapi periodontal. Injeksi intraligamen juga memeiliki keuntungan berupa injeksi tidak terlalu sakit sehingga pasien merasa nyaman dan setelahnya dapat makan dan minum dengan normal (Howe dan Whitehead, 2013).

C. Analisa KasusSKENARIO 1-BSeorang pasien anak laki-laki berusia 7 tahun datang bersama ibunya ke poli gigi sebuah puskesmas karena merasa risih dengan gigi depannya yang telah goyah dan bisa digerak-gerakkan dengan lidah. Pasien belum pernah ke dokter gigi sebelumnya bahkan terlihat sedikit pendiam. Setelah dilakukan pendekatan, dokter gigi berhasil menginstruksikan pasien untuk dapat membuka mulut dan terlihat gigi 61 yang telah goyah derajat 2 padahal gigi 21 telah erupsi sebagian ke arah palatal. Dokter gigi memutuskan untuk mencabut gigi 61 tersebut.Indentitas pasienNama : tidak ada keterangan Jenis Kelamin : Laki-lakiUsia: 7 tahun

Pemeriksaan SubjektifAnamnesa1. Chief Complaint (CC) : Pasien merasa risih dengan gigi depannya yang telah goyah dan bisa digerak-gerakkan dengan lidah 2. Present illness (PI): tidak ada keterangan 3. Past Medical History (PMH) : tidak ada keterangan 4. Past Dental History (PDH) : Pasien belum pernah ke dokter gigi sebelumnya 5. Family History (FH): tidak ada keterangan 6. Social History (SH): pasien sedikit pendiam.Pemeriksaan Objektif Pemeriksaan UmumKeadaan pasien : Pasien terlihat dalam keadaan yang baik Kesadaran pasien : Pasien berada dalam tingkat kesadaran Compos Mentis (CM) Gizi : tidak ada keteranganNadi: tidak ada keterangan Tekanan darah: tidak ada keteranganPernapasan : tidak ada keteranganSuhu : tidak ada keteranganPemeriksaan EkstraoralMuka : tidak ada keteranganEkspresi : tidak ada keteranganMata dan pupil : tidak ada keteranganSklera : tidak ada keteranganKonjungtiva : tidak ada keteranganBibir : tidak ada keteranganKelenjar Limfe : tidak ada keteranganTMJ : tidak ada keteranganPemeriksaan IntraoralOral hygiene : tidak ada keteranganMukosa bukal : tidak ada keteranganLidah : tidak ada keteranganSublingual : tidak ada keteranganPalatum : tidak ada keteranganGusi : tidak ada keteranganTonsil : tidak ada keteranganGigi geligi : pada gigi 61 terdapat kegoyangan gigi derajat 2, serta gigi 21 yang telah erupsi kearah palatalTes Vitalitas gigi: tidak ada keterangan Oklusi : tidak ada keteranganDiagnosis :Persistensi pada gigi 61 dengan goyah derajat 2Rencana Perawatan :1. Ekstraksi gigi 61 2. Peresepan antibiotik dan analgetikTeknik Anestesi yang digunakanPasien yang datang berupa anak-anak dengan keadaan sedikit pendiam. Hal ini dapat dikarenakan pertama kali datang ke dokter gigi atau karena risih dengan keadaan gigi yang dirasakan. Pasien datang dengan keluhan risih pada gigi 61 yang goyah dengan derajat 2 dan gigi 21 yang merupakan gigi pengganti telah erupsi kearah palatal. Diagnosis yang ditegakan pada pasien berupa persistensi gigi 61 dengan kegoyahan derajat 2. Kegoyahan derajat 2 merupakan keadaan gigi dengan kegoyangan gigi sebesar 1 mm (Fedi, dkk., 2000). Setelah menegakkan diagnosis, rencana perawatan berupa ekstraksi dapat dilakukan. Namun prosedur anestesi terlebih dahulu dilakukan. Pemilihan jenis atau teknik anestesi untuk pasien tersebut berupa anestesi topikal dengan bahan etil klorida. Pemilihan jenis ini dikarenakan ketika penggunaan anestesi infiltrasi dapat memberikan rasa sakit yang lebih dan jangka waktu yang lama, sedangkan pencabutan ini cukup sederhana dikarenakan waktu atau usia yang sesuai dengan tumbuh kembang anak mendapatkan gigi permanen terutama insisivus central atas yang tumbuh pada usia 6 atau 7 tahun. Penggunaan anestesi topikal dengan etil klorida juga memberikan sensasi dingin yang membuat anak merasa nyaman dengan sensasi dingin yang dirasakan. Jika dibandingkan dengan teknik lain berupa anestesi blok sangat membuthkan waktu yang lama, dan dapat menmbulkan trauman psikologis pada anak. Jika dengan anestesi topikal jenis lain juga dapat digunakan, seperti semprotan, salep, ataupun emulsi. Namun, melihat pasien yang pendiam, harus adanya komunikasi terlebih dahulu antara pasien dengan dokter gigi sebelum melakukan pencabutan. Keadaan tersebut juga tidak dapat dibangun dengan cepat, kita harus tetap memperhatikan kondisi psikologi pasien. Jika ingin melakukan tindakan pencabutan pada pertemuan pertama, sebaiknya anak mengenali terlebih dahulu sensasi dari prosedur pencabutan salah satunya anestesi. Sehingga penggunaan anestesi topikal tepat digunakan mengingat adanya sensasi dingin ketika penggunaan etil klorida, adanya rasa-rasa yang dapat dirasakan anak tersebut pada penggunaan semprot dan salep. Alat, bahan dan prosedur anestesi Alat dan bahan yang digunakan berupa kapas, kasa, betadine, etil klorida, diagnostik set khususnya pinset. Prosedur anestesiProsedur anestesi menggunakan anestesi topikal sebagai berikut.1. Mengkomunikasi dengan pasien apa yang akan dilakukan serta kepada orang tua 2. Mengeringkan daerah yang akan dianestesi dengan kasa3. Pemberian prosedur asepsis berupa betadine pada daerah yang akan dianestesi dengan kapas4. Menyemprotkan etil klorida pada kapas dan menekan pada daerah yang akan dianestesi (Howe dan Whitehead, 2013). 5. Tunggu sekitar beberapa detik lalu dpat dilakukan pencabutan.

DAFTAR PUSTAKA

Fedi, P. F., Vernini, A., Gray, J. L., 2000, The Periodontics Syllabus, Williams and Wilkins, Lippincott. Howe, G. L., Whitehead, F., 2013, Anestesi Lokal Edisi 3, EGC, Jakarta. Tjiptono, K., Harahap, S., Arnus, S., Osmanu, S., 1989, Ilmu Bedah Mulut Edisi ke-6, Percetakan Cahaya Sukma, Medan.