jbptitbpp gdl nikemelind 27762 2 2007ta 2

Upload: takum-abdul-rohim

Post on 13-Jul-2015

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IIII.1 II.1.1

GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

Karakteristik Lingkungan Fisik Kondisi Geografis dan Administratif

Kota Cimahi termasuk dalam wilayah Propinsi Jawa Barat dan terletak diantara 107o 30 30 107o 34 30 BT dan 65o 0 0 66o 56 00 LS. Batas-batas Kota Cimahi: Utara : Kecamatan Parongpong Kecamatan Cisarua Kecamatan Ngamprah Timur : Kecamatan Sukasari Kecamatan Sukajadi Kecamatan Cicendo Kecamatan Andir Selatan : Kecamatan Marga Asih Kecamatan Batujajar Kecamatan Bandung Kulon Barat : Kecamatan Padalarang Kecamatan Batujajar Kecamatan Ngamprah

Kota Cimahi memiliki luas 4025.73 Ha dan terdiri dari 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Cimahi Utara, Kecamatan Cimahi Tengah, dan Kecamatan Cimahi Selatan. Peta Kota Cimahi dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan luas wilayah tiap kelurahan dan kecamatan ditampilkan pada Tabel 2.1.

II-1

Tabel 2.1 Luas Wilayah Kecamatan dan Kelurahan No. 1. Keterangan Cimahi Utara Kelurahan Pasirkaliki Kelurahan Cibabat Kelurahan Citeureup Kelurahan Cipageran Jumlah 2. Cimahi Tengah Kelurahan Cimahi Kelurahan Karang Mekar Kelurahan Setiamanah Kelurahan Baros Kelurahan Cigugur Tengah Kelurahan Padasuka Jumlah 3. Cimahi Selatan Kelurahan Utama Kelurahan Leuwigajah Kelurahan Cibeber Kelurahan Cibeureum Kelurahan Melong Jumlah Sumber: BPS Kota Cimahi. 2002 Luas Wilayah (km2) 3.23 2.87 1.27 5.94 13.31 2.25 1.31 1.98 2.25 1.37 0.84 10 3.13 2.75 3.33 3.93 3.80 16.94

II.1.2

Kondisi Topografi

Kota Cimahi merupakan lembah cekungan yang melandai ke daerah selatan, dengan ketinggian di bagian utara 1040 m dpl (Lereng Gunung Burangrang dan Gunung Tangkuban Perahu) dan ketinggian di bagian selatan 685 m dpl (Kelurahan Melong, Kecamatan Cimahi Selatan) yang seterusnya melandai mengarah ke Sungai Citarum. Di bagian barat daya terdapat kompleks perbukitan minor, yaitu Gunung Bohong, Gunung Padakasih, Gunung Aseupan, Gunung Gajahlangu, dan Gunung Puncak Salam.

II-2

Secara umum kondisi topografi dan kemiringan lahan Kota Cimahi diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: 1. Tingkat kemiringan 0 8%, terdapat di seluruh kawasan Kota Cimahi yang berada pada ketinggian antara 700 850 m dpl. 2. Tingkat kemiringan 8 - 15%, terdapat di kawasan utara Kota Cimahi, yaitu di Kelurahan Cipageran dengaan ketinggian antara 850 1075 m dpl. 3. Tingkat kemiringan 15 40%, terdapat di kawasan selatan Kota Cimahi, tepatnya di Perbukitan Gunung Bohong, Kelurahan Cibeber, dan Kelurahan Leuwigajah yang berada pada ketinggian antara 725 800 m dpl.

II.1.3

Formasi Geologi

Secara regional, batuan yang menyusun daerah Cimahi dan sekitarnya berupa hasil produk gunung api (Sunda Volcano) zaman kuarter, yang dapat diuraikan sebagai berikut : Hasil gunung api tidak teruraikan (QpmV): merupakan hasil gunung api yang terdiri dari perselingan antara breksi gunung api, lahar, dan lava. Penyebaran di daerah Bandung Utara dikenal sebagai Formasi Cikapundung. Berumur plistosen, ketebalannya berkisar antara 0 - 350 m, kelulusan umumnya kecil sampai sedang, air tanah dijumpai pada zona lahan dan rekahan. Aliran lava dominan (QpuL): merupakan hasil gunung api muda dari Gunung Tangkuban Perahu berwarna abu-abu kehitaman. Struktur vesikular dijumpai pada bagian permukaan dan bagian tengah serta bawahnya, berstruktur blocky dan kekar lembar. Penyebaran lava basalt ini menempati bagian lembah sungai Cibeureum (Cimahi Timur) dan daerah Dago Tenggara. Endapan kipas aluvial dan batuan gunung api klasik (Qpuf): merupakan hasil gunung api muda, Gunung Tangkuban Perahu, yang penyebarannya sangat luas menempati bagian lembah dan dataran tinggi Kota Bandung, membentuk morfologi kipas aluvial yang dikenal dengan Formasi Cibeureum. Batuan penyusunnya terdiri dari perulangan breksi gunung api dan tufa berbatu apung.

II-3

Formasi ini mempunyai ketebalan 0 180 m dan berumur plistosen atas hingga holosen. Tufa pasiran didominasi abu vulkanik (Qput): merupakan hasil gunung api muda, Gunung Tangkuban Perahu, yang penyebarannya luas di bagian utara Kota Cimahi dan Kota Bandung yang dikenal sebagai Formasi Cikidang. Batuan penyusunnya terdiri dari lelehan lava basalt, konglomerat, gunung api, tufa kasar, dan breksi gunung api.

Kota Cimahi secara geologi termasuk ke dalam Formasi Cikidang. Batuan yang menyusunnya adalah tufa pasir berwarna coklat, berbutir halus hingga kasar dan mengandung komponen batu apung berukuran kerikil dengan bentuk menyudut. Tufa batu apung sedang tersebar di sebagian besar wilayah Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan. Batuan tufa dan basalt tinggi tersebar di wilayah Kecamatan Cimahi Utara dan sebagian kecil Kelurahan Cibeber. Batuan tufa pasir berada di sebagian kecil Kelurahan Cipageran. Adapula batuan breksi tufaan dengan komponen andesit dan basalt yang tersebar di Kecamatan Cimahi Selatan, khususnya Kelurahan Cibeber dan Kelurahan Leuwi Gajah.

Data pemboran tangan bahwa ketebalan lapisan tufa yang dapat ditembus oleh mata bor berkisar dari 6 meter hingga 8 meter di bawah muka tanah setempat. Adapun hasil infiltrasi dan perkolasi di permukaan tanah serta di bawah permukaan tanah hingga 1 meter yang masing-masing sebanyak 10 lokasi menunjukkan nilai permeabilitas (K) sebagai berikut (Kolopaking, M. Laporan Hidrogeologi Daerah Bandung Utara, Aplikasi Data Koefisien Permeabilitas bagi Penentuan Peruntukan Lahan dan Metode Peresapan Buatan. 1982): Nilai permeabilitas (K) di permukaan = 1.67 x 10-3 1.67 x 10-2 cm/dt. Nilai permeabilitas (K) di bawah permukaan (-1 m) = 5 x 10-4 6.67 x 10-3 cm/dt. II.1.4 Litologi

Wilayah tengah Kota Cimahi memiliki jenis tanah latosol merah. Jenis endapan

II-4

vulkanik terdapat di wilayah utara Kota Cimahi dan tanah podsolik merah terdapat di wilayah selatan Kota Cimahi. Keseluruhan Kota Cimahi memiliki tekstur tanah sedang dan tidak terdapat bahaya bencana alam. Kota Cimahi memiliki tekstur tanah yang sedang dan tidak terdapat bahaya bencana alam. Khususnya wilayah Cimahi Selatan memiliki kedalaman efektif tanah mencapai > 90 cm dan sebagian < 30 cm.

II.1.5

Air Tanah

Permukaan air tanah mempunyai kedalaman yang bervariasi, yaitu (-3 m) (-8 m) di bawah muka tanah untuk sumur penduduk dan -55,48 di bawah muka tanah untuk sumur industri. Ada kenyataan bahwa terjadi penurunan muka air tanah di Kota Cimahi yang merupakan kerucut depresi (depression cone) air tanah, yang terbesar di zona industri Cimahi Selatan. Penurunan muka air tanah mencapai 40 m.

II.1.6

Hidrologi

Kota Cimahi yang terletak di hulu Sungai Citarum merupakan bagian dari daerah cekungan Bandung dan salah satu lembah Sungai Citarum. Berdasarkan nama sungai atau anak sungai yang bermuara ke Sungai Citarum, maka pola aliran sungai atau anak sungai yang melintasi wilayah Kota Cimahi dapat diklasifikasi dalam 4 sistem aliran hidrologi, yaitu: 1. Sistem Sungai Cimahi, di bagian tengah wilayah Cimahi dengan anaknya Sungai Cisangkan. Sistem ini mengalir melintasi bagian pusat kota dan kawasan militer terus ke arah selatan bermuara di suangai Citarum di Desa Lagadar, Kecamatan Marga Asih. 2. Sistem Sungai Cimancong, di bagian tengah hingga ke timur wilayah Cimahi dengan anaknya Sungai Cilember. Sistem ini mengalir melintasi Kelurahan Cibabat dan kawasan industri terus ke arah selatan bermuara di Sungai Citarum di perbatasan Desa Lagadar dengan Desa Nanjung, Kecamatan Marga Asih. 3. Sistem Sungai Cibeureum atau Cibiuk, di bagian timur wilayah Cimahi yang menjadi batas dengan wilayah kota Bandung. Sistem ini mengalir di

II-5

perbatasan Kelurahan Pasir Kaliki dengan Kota Bandung (Kecamatan Cicendo dan Kecamatan Andir), kemudian di perbatasan Kelurahan Cibeureum dan Kelurahan Melong dengan Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung, terus ke arah selatan bermuara di Sungai Citarum di perbatasan Desa Nanjung dengan Desa Cigondewah Hilir dan Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih. 4. Sistem Sungai Cihaur, di bagian barat laut wilayah Cimahi dengan anaknya Sungai Cireungas. Sistem ini mengalir melintasi Kelurahan Cipageran dan perbatasannya dengan Kelurahan Citeureup dan Kelurahan Padasuka terus ke arah barat daya dan bermuara di Sungai Citarum atau Waduk Saguling (di tepi kompleks Kota Baru Parahyangan). Di bagian barat daya, yaitu di Kelurahan Cibeber dan Kelurahan Leuwigajah, juga merupakan bagian hulu dari sistem Sungai Cihaur dengan anak sungainya Citunjung yang melintasi Kecamatan Batujajar.

II.1.7

Cuaca dan Iklim

Kota Cimahi memiliki iklim sejuk. Menurut Koppen, Kota Cimahi termasuk dalam tipe iklim Af, yaitu tipe iklim tropika basah. Tipe iklim Af memiliki suhu rata-rata 18o C dan mengalami curah hujan yang cukup tinggi ( 2000 mm/tahun). Curah hujan rata-rata Kota Cimahi sebesar 2101 mm dengan jumlah hari hujan per tahun sebanyak 200 hari. Curah hujan maksimum terjadi pada bulan November, yaitu 333.8 mm dan hari hujan maksimum terjadi pada bulan Januari, yaitu 25 hari. Sedangkan curah hujan minimum terjadi pada bulan September, yaitu 66 mm dan hari hujan minimum terjadi pada bulan Agustus, yaitu 5 hari. Suhu udara Kota Cimahi berkisar antara 18o C 29o C. Suhu maksimum tercatat 30.1o C terjadi pda bulan September dan suhu minimum terjadi pada bulan Agustus tercatat 17o C. Kelembaban rata-rata terendah, yaitu 64% yang terjadi pada bulan September, pada saat suhu udara yang tinggi. Sementara itu kelembaban tertinggi terjadi pada bulan November, yaitu 83% pada saat suhu udara bukan yang terendah.

II-6

II.2

Kependudukan

Jumlah penduduk Kota Cimahi pada tahun 2005 adalah 509,189 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 2.6%. Tingkat kepadatan penduduk Kota Cimahi tahun 2005 adalah 12,666 jiwa/km2. Kecamatan Cimahi Tengah memiliki kepadatan penduduk tertinggi dibandingkan dua kecamatan lainnya, yaitu 16,308 jiwa/km2. Hal ini disebabkan mobolitas penduduk yang cukup tinggi dan terkonsentrasi di pusat Kota Cimahi dengan keanekaragamannya.

Tabel 2.2 Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kota Cimahi tahun 2005 Luas Wilayah (km2) 1. Cimahi Utara 13.31 2 Cimahi Tengah 10.00 3. Cimahi Selatan 16.92 Sumber: BPS Kota Cimahi. 2005 No. Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) 127,538 163,084 218,567 Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 9,589 16,308 12,933

Tabel 2.3 Jumlah Kelurahan, RW, dan RT di Kota Cimahi tahun 2005 No. Kecamatan Jumlah Kelurahan Jumlah RW Jumlah RT 1. Cimahi Utara 4 86 456 2 Cimahi Tengah 6 110 563 3. Cimahi Selatan 5 111 654 Jumlah 15 307 1,673 Sumber: BPS Kota Cimahi. 2005

II.3

Struktur Pemanfaatan Ruang Kota

Dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Propinsi Jawa Barat tahun 2001 disebutkan bahwa posisi Kota Cimahi, yaitu: 1. 2. Kota Cimahi merupakan bagian dari kawasan andalan cekungan Bandung. Kota Cimahi tercakup dan terkait dalam Pusat Kegiatan Nasional Metropolitan Bandung. 3. Sebagian Kota Cimahi merupakan Kawasan Cadangan Hutan Lindung, yaitu Kelurahan Leuwigajah, Kelurahan Cipageran, dan Kelurahan Cibeber.

II-7

Total area belum terbangun mencapai 32.76% dari luas Kota Cimahi, tersebar di Kecamatan Cimahi Utara dan Kecamatan Cimahi Selatan. Area ini terdiri dari sawah, kebun, tegalan, semak, dan tanah kosong. Alokasi penggunaan lahan Kota Cimahi tahun 2005 sebagian besar untuk pemukiman sebesar 48.22%. Lahan militer mendapat alokasi cukup tinggi, yaitu 7.15% sehingga identik dengna ciri Kota Militer. Tabel 2.4 Pembagian Wilayah Kota CimahiNo. Bagian Wilayah Kota (BWK) BWK Pusat Kota BWK A / Utara 1 BWk B / Utara 2 Cakupan Wilayah Kel. Cimahi (sebagian besar) Kel. Setiamanah (sebagian) Kel. Karang Mekar (sebagian) Kel. Cipageran Kel. Citeureup Kel. Cimahi (sebagian kecil) Kel. Padasuka (sebagian kecil) Kel. Cibabat Kel. Pasir Kaliki Kel. Padasuka (sebagian besar) Kel. Setiamanah (sebagian) Kel. Baros (sebagian besar) Kel. Utama (sebagian kecil) Kel. Leuwigajah (sebagian kecil) Kel. Cibeber (sebagian kecil) Kel. Cigugur Tengah (sebagian) Kel. Cibeureum Kel. Melong Kel. Utama (sebagian) Kel. Cigugur Tengah (sebagian) Kel. Baros (sebagian kecil) Kel. Leuwigajah (sebagian kecil) Kel. Cibeber (sebagian besar) Kel. Leuwigajah (sebagian besar) Kel. Utama (sebagian) Kawasan Fungsional Terkait

1.

Kawasan Pusat Kota Central Business Dictrict Kawasan Perumahan Koridor Perdagangan dan Jasa Kawasan Perumahan Koridor Perdagangan dan Jasa Kawasan Militer Kawasan Perumahan Koridor Perdagangan dan Jasa Kawasan Hutan Konservasi

2.

3.

4.

BWK C / Tengah

5.

BWK D / Selatan 1

Kawasan Industri dan Perdagangan 1 Kawasan Perumahan Kawasan Perdagangan dan Jasa Kawasan Industri dan Pergudangan 1 Kawasan Industri dan Pergudangan 2 Kawasan Perumahan Kawasan Hutan Konservasi Kawasan Rekreasi Air

6

BWK E / Selatan 2

Sumber: RTRW Kota Cimahi 2002

II-8

Tabel 2.5 Penggunaan Lahan di Kota Cimahi tahun 1986 dan 2005 No. Jenis Penggunaan Tahun Perkembangan % 2.23 0.19 2.21 2.24 1.76 -0.71 -5.69 0.00 -1.36 -0.87 1986 2005 Luas Luas % % (Ha) (Ha) 1 Pemukimam 1929.65 45.99 2023.2 48.22 2 Pemerintahan 9.27 0.22 17.22 0.41 3 Kompleks Militer 207.14 4.94 300.02 7.15 4 Perdagangan dan Jasa 32.46 0.77 126.46 3.01 5 Industri 211.08 5.03 285.04 6.79 6 Sawah 1059.58 25.25 1029.71 24.54 7 Lahan Kering 560.41 13.36 321.68 7.67 8 Sungai 24.58 0.59 24.48 0.58 9 Jalur Hijau 80.31 1.91 23.14 0.55 10 Lain-lain 81.69 1.95 45.22 1.08 Sumber: RTRW Kota Cimahi 2002 dan BPS Kota Cimahi 2005

Ditinjau dari perkembangannya, perkembangan terbesar terjadi pada lahan perdagangan dan jasa (2.24%) dan pemukiman (2.23%), sedangkan lahan untuk jalur hijau dan sawah mengalami penurunan.

II.4 II.4.1

Prasarana Kota Penyediaan Air Bersih

Penduduk Kota Cimahi mendapat pelayanan air bersih melalui sistem non-perpipaan (berupa sumur pompa tangan, sumur pompa listrik, dan artesis) dan hanya sebagian kecil saja, yaitu sekitar 17,61% dari penduduk kota yang telah mendapatkan pelayanan air bersih melalui sistem perpipaan dari PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung. Persentase penyediaan air bersih dari PDAM maupun dari sumur dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut.

II-9

Tabel 2.6 Persentase Penggunaan Air Bersih Pemakaian Air Bersih (PDAM, SPT, Sbor, Artesis) 1 Cimahi Tengah 71.60% 2 Cimahi Utara 86.70 % 3 Cimahi Selatan 55.10 % Rata-Rata 71.10 % Sumber: Dinas Kesehatan Kota Cimahi, 2004 No Kecamatan

Sehubungan dengan semakin kritisnya kondisi air tanah tersebut, maka untuk pemenuhan kebutuhan domestik dan non domestik lainnya perlu diupayakan pengembangan dan perluasan sistem perpipaan. Sementara untuk sektor industri perlu dibatasi pemanfaatan air tanah dalam tersebut. Oleh karena itu, pengembangan industri di masa datang diarahkan pada industri yang tidak lapar air.

Khusus untuk melayani wilayah Kecamatan Cimahi Selatan, PDAM Tirta Raharja telah merencanakan pengembangan pelayanan air bersih secara terpadu antara Kecamatan Cimahi Selatan, Padalarang, Batujajar, dan Ngamprah. Untuk pelayanan ini, sumber air baku direncanakan dari Waduk Saguling dengan kapasitas desain bagi pengolahan adalah 400 l/detik dan IPAB berlokasi di Desa Pangambaan. Dengan demikian maka wilayah Kota Cimahi direncanakan akan dilayani oleh 2 sistem tersebut di atas, masing-masing Kecamatan Cimahi Utara dan Cimahi Tengah dilayani dari IPAB Cipageran dengan ekspansi dan intensifikasi pelayanan, sementara Kecamatan Cimahi Selatan oleh IPAB Pangambaan (Saguling) dengan

pengembangan baru.

II.4.2

Pengelolaan Air Limbah

Sampai saat ini, Kota Cimahi belum memiliki sarana IPAL. Hal ini didukung dengan belum adanya sistem penyaluran air buangan yang memadai. Sehingga penduduk Kota Cimahi membuang air buangannya ke berbagai macam saluran pembuangan, sebagian membuang langsung ke selokan dan sebagian lagi membuang ke saluran drainase, sedangkan sebagian membuang ke sarana yang telah tersedia, yaitu berupa

II-10

tangki septik atau cubluk maupun yang langsung dibuang ke badan air atau sungai yang ada.

Berdasarkan hasil survei dan pengumpulan data yang didapat dari 3 kecamatan yang ada di Kota Cimahi, kondisi sarana pembuangan air limbah rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Kondisi Sarana Pengelolaan Air Limbah Domestik Eksisting Kota Cimahi Jumlah Sarana Pengelolaan Air Limbah Kecamatan Penduduk Domestik Eksisiting (jiwa) Tangki Septik Cubluk Cemplung Cimahi Utara 103,283 10,500 2,968 1,695 Cimahi Tengah 125,366 18,479 1,837 610 Cimahi Selatan 211,460 19,696 6,282 1,827 Sumber: Dinas Kesehatan Kota Cimahi, 2004 MCK 27 18 -

II.4.3

Sistem Drainase

Induk dari seluruh saluran drainase Kota Cimahi adalah Sungai Citarum karena Sungai Citarum merupakan muara dari sungai-sungai yang ada di Kota Cimahi. Saluran lainnya yang berupa anak-anak sungai dapat diklasifikasikan sebagai saluran primer, sekunder, dan tersier. Arah aliran sungai yang ada umumnya dari utara ke selatan. Di Kota Cimahi mengalir 4 sungai yang merupakan saluran drainase utama, yaitu: 1. 2. 3. 4. Sistem Cihaur Sistem Cimahi Cisangkan Sistem Cilember Cimancong Sistem Cibeureum

Kondisi drainase jalan raya eksisting di Kota Cimahi saat ini belum memadai. Permasalahan yang dialami secara umum pada sistem drainase jalan raya di Kota Cimahi adalah sebagai berikut:

II-11

1.

Saluran drainase tidak dapat berfungsi secara optimal karena adanya endapan lumpur dan sampah.

2.

Dimensi saluran drainase dan gorong-gorong tidak sesuai dengan debit air hujan sehingga meluap saat musim hujan.

3.

Saluran drainase juga digunakan sebagai saluran air buangan domestik dan buangan kota.

Tabel 2.8 Dimensi Drainase Jalan Raya Kota Cimahi No. Keterangan Panjang (m) Lebar (m) 1 Saluran Primer 0.6 7000 - Jln. Raya Cimindi 0.6 5000 - Alun-alun dan pasar atas 2 Saluran Sekunder - Jln. Kol. Masturi 3600 1.0 1.5 - Jln. Cihanjuang 2400 0.8 1.0 - Jln. Gatot Subroto 2600 0.6 0.8 - Jln. Cimindi Leuwigajah 6400 0.6 0.8 - Jln. Najung - Baros 1800 0.6 0.8 3 Saluran Sekunder 1.5 2000 - Kel. Melong 1.5 8 - Kel. Padasuka 1.5 8 - Kel. Cibabat 1.2 10 - Kel. Cipageran Sumber: RTRW Kota Cimahi 2002

Pada tahun 2012 diperkirakan hampir seluruh kelurahan akan mengalami banjir pada musim hujan. Kondisi ini disebabkan areal terbangun terus meningkat sehingga limpasan hujan semakin besar dan tidak diimbangi dengan sistem drainase yang baik. Perkiraan limpasan dan resapan dapat dilihat pada Tabel 2.9.

II-12

Tabel 2.9 Perkiraan Limpasan dan Resapan Air Hujan pada Tahun 2012 No. Perkiraan Limpasan dan Resapan Tahun 2012 Luas Limpasan Resapan Produk Sisa (Ha) (m3) (m3) (m3) 1 Kec. Cimahi Utara 1348.32 9,402,474 415,215 8,987,259 Kel. Cipageran 571.25 3,983,597 175,916 3,807,681 Kel. Citeureup 325.62 2,270,702 100,275 2,170,427 Kel. Cibabat 309.68 2,159,545 95,366 2,064,179 Kel. Pasir Kaliki 141.77 988,629 43,658 944,971 2 Kec. Cimahi Tengah 1096.88 7,649,064 337,784 7,311,28 Kel. Padasuka 243.67 1,699,226 75,038 1,624,188 Kel. Setiamanah 111.67 778,728 34,389 744,339 Kel. Cimahi 76.6 534,168 23,589 510,579 Kel. Karang Mekar 120.73 841,907 37,179 804,728 Kel. Cigugur Tengah 273.34 1,906,129 84,175 1,821,954 Kel. Baros 270.87 1,888,905 83,414 1,805,491 3 Kec. Cimahi Tengah 1616.31 11,271,295 497,742 10,773,553 Kel. Cibeber 337.15 2,351,107 103,825 2,247,282 Kel. Leuwi Gajah 352.83 2,460,451 108,654 2,351,797 Kel. Utama 362.33 2,526,699 111,579 2,415,12 Kel. Cibeureum 243.53 1,698,250 74,995 1,623,255 Kel. Melong 320.47 2,234,789 98,689 2,136,100 Total 4,0691.51 28,322,833 1,250,740 27,072,092 Sumber: RTRW Kota Cimahi 2002 Keterangan

II.5

Masalah Lingkungan

Seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan pembangunan, maka tingkat kebutuhan air bersih juga semakin meningkat. Saat ini pemenuhan kebutuhan air bersih sudah mengarah kepada penggunaan air tanah dengan cara membaat sumur bor dalam, terutama di kawasan industri yang dilakukan untuk pemenuhan proses produksi. Eksploitasi air tanah yang tak terkendali diperkirakan sebesar 34,250 m3/hari yang dilakukan industri. Penggunaan kebutuhan air bersih oleh rumah tangga juga meningkat hingga 42,525.79 m3/hari. (Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi. 2003).

II-13

Adapun faktor-faktor penyebab penurunan muka air tanah, yaitu: 1. Meningkatnya jumlah penduduk yang memanfaatkan lahan resapan sebagai pemukiman sehingga limpasan air hujan meningkat. 2. Pengambilan air bawah tanah bebas maupun air bawah tanah dangkal yang telah melebihi cadangan air bawah tanah itu sendiri. 3. Penyadapan air bawah tanah yang dilakukan dari akifer dangkal dan tengah oleh industri secara ilegal.

Dalam jangka waktu 5 10 tahun yang akan datang, kondisi air bawah tanah di Kota Cimahi diperkirakan semakin berkurang 20 m setiap tahunnya. Oleh karena itu, diperlukan upaya pelestarian air bawah tanah dengan cara antara lain: 1. Penghijauan kembali daerah resapan serta menghindari alih fungsi lahan dari kawasan resapan menjadi kawasan pemukiman. 2. 3. Pembuatan sumur resapan di daerah industri dan daerah pemukiman. Pemanfaatan air permukaan di daerah Ciseupan dan Cibeber bila memungkinkan. 4. Pembuatan embung-embung di Cimahi Utara dan di daerah Paneungteung dan Sukawarna yang berdaya tampung tiga juta m3. 5. 6. Daur ulang limbah cair dari industri. Pengawasan dan tindakan tegas terhadap industri yang mengambil air bawah tanah secara ilegal.

II-14