jbptitbpp gdl herdianaku 31583 5 2008ts 4
DESCRIPTION
aaTRANSCRIPT
-
Bab IV Hasil Dan Pembahasan
IV.1 Gambaran Umum Daerah Aliran Sungai Kaligarang IV.1.1 Lokasi Sungai Kaligarang Secara administrasi Sungai Kaligarang terletak di wilayah Kota Semarang
Provinsi Jawa Tengah. Sungai Kaligarang mengalir dari bagian hulu di Kabupaten
Semarang ke bagian hilir di Kota Semarang. Induk Kaligarang yang bersumber
dari hutan di pegunungan Ungaran mengalir ke arah utara, bergabung dengan
beberapa anak sungai menuju ke muara yaitu di laut Jawa yang masih termasuk
Kota Semarang. Anak sungainya cukup banyak, berbentuk seperti ranting pohon
yang disebut pola air dendritik. Anak sungai tersebut antara lain adalah Sungai
Blimbing, Sungai Kreo, Sungai Kripik dan Sungai Kranji. Sungai Kaligarang
memiliki panjang total 34 km dengan luas daerah pengaliran (catchment area)
204 km2. Debit air Sungai Kaligarang bervariasi. Pada saat musim kemarau
debitnya sangat kecil yaitu 2,75 m3/ detik, sedangkan pada musim hujan debit
maksimumnya 34,5 m3/ detik (Bapedal Jawa Tengah, 2007).
Sungai Kaligarang memiliki aliran yang cukup deras, derasnya aliran merupakan
akibat dari kemiringan dasarnya yang relatif besar. Pada pertemuan dengan anak
Sungai Kreo dan Kripik di Desa Pegandan (daerah Tugu Suharto), terbentuk
lembah sungai yang mulai melebar dan melandai. Sehingga hal ini akan membuat
daerah sekitarnya menjadi daerah luapan banjir.
Sungai Kaligarang berfungsi sebagai salah satu sumber air baku bagi Perusahaan
Air Minum (PDAM) Kota Semarang. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali
banjir dan penggelontoran kota melalui Kali Semarang yang intakenya berada
tepat di sisi kanan Bendung Simongan yang melintang di tengah Sungai
Kaligarang.
45
-
IV.1.2 Aktivitas di Sekitar Sungai Kaligarang Aktivitas di sekitar induk Sungai Kaligarang di bagian hulu adalah pertanian.
Airnya cukup jernih, beberapa penduduk memanfaatkan untuk mandi dan cuci.
Industri yang membuang air limbahnya di sekitar daerah ini adalah industri
keramik PT. Ratu Keramik dan pelapisan logam PT. Raja Besi.
Di dekat bagian hulu Sungai Kreo terdapat Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Jatibarang yang merupakan tempat pembuangan sampah Kota Semarang.
Tepatnya TPA Jatibarang ini berada di Desa Jatibarang. Ada kemungkinan pada
musim hujan, leachate dan timbunan sampah akan masuk ke Sungai Kaligarang.
Setelah bergabung dengan Sungai Kreo, Sungai Kripik, Sungai Kranji dan Sungai
Blimbing di Desa Pajangan (Tugu Suharto) debit Sungai Kaligarang menjadi
besar. Aktifitas yang ada di lokasi tersebut adalah penambangan pasir,
pemukiman, pertanian dan kegiatan industri. Industri tersebut antara lain: PT.
Semarang Makmur, PT. ISTW, PT. Kimia Farma, PT. Phapros, PT. Aldas, PT.
Semarang Panca Jaya, PT. Damaitex dll. Di lokasi tersebut air Sungai Kaligarang
digunakan sebagai sumber air baku oleh PDAM Kota Semarang untuk memenuhi
kebutuhan air penduduk Kota Semarang. Di bagian hilir terdapat aktifitas
perikanan dan lalu lintas perahu nelayan pencari ikan.
Tabel IV.1 Industri-Industri yang Ada di Sekitar Sungai Kaligarang
No Nama Industri Jenis Industri
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
PT. Alam Daya Sakti PT. Damaitex PT. ISTW PT. Kimia Farma PT. Phapros PT. Raja Besi PT. Semarang Makmur PT. Sinar Panca Jaya
Ubin Tekstil Galvanisasi Minyak goreng Farmasi Galvanisasi Galvanisasi Tekstil
Sumber: Bapedal Provinsi Jawa Tengah (2007)
46
-
IV.1.3 Peruntukan Sungai Kaligarang Sungai Kaligarang sudah ditentukan peruntukannya melalui SK. Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Jawa Tengah No. 660.1/28/10/1990 tanggal 1 Juni 1990.
Menurut SK tersebut peruntukan Sungai Kaligarang adalah sebagai berikut:
Air Sungai Kaligarang dari hulu sampai Bendung Simongan (Plered) ditetapkan sebagai air golongan B.
Air Sungai Kaligarang dari Bendung Simongan (Plered) sampai muara ditetapkan sebagai air golongan C.
Akan tetapi sejak dikeluarkannya PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, peruntukan Sungai Kaligarang
belum ditetapkan kembali. Maka sebagai tolok ukur digunakan baku mutu air
Kelas II. Khusus untuk lokasi yang digunakan sebagai sumber air baku PDAM
Kota Semarang digunakan baku mutu Kelas I.
IV.1.4 Kualitas Air Sungai Kaligarang Sungai Kaligarang Semarang merupakan salah satu sungai di Jawa Tengah yang
masuk ke dalam Program Kali Bersih (Prokasih) yang dilaksanakan oleh Bapedal
Provinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu tiap tahun selalu dilakukan pemantauan
terhadap kualitas air Sungai Kaligarang. Lokasi pemantauan di DAS Kaligarang
ada 5 (lima) titik yaitu: KG 1 (jembatan Jl. Pramuka), KG 2 (Desa Tinjomoyo),
KG 3 (Tugu Suharto), KG 4 (Bendung Simongan) dan KG 5 (di bawah rel ka Jl.
Madukoro).
Selama tahun 2006 pemantauan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada bulan Mei
dan Agustus. Hasil pemantauan kualitas air Sungai Kaligarang di titik KG 4
(Bendung Simongan) yang dilakukan oleh Bapedal Provinsi Jawa Tengah selama
tahun 2006 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
47
-
Tabel. IV.2 Kualitas Air Sungai Kaligarang
Hasil Analisa Baku Mutu PP No. 82/2001 No Parameter Satuan Mei
Agustus Kelas II
1. pH - 6,73 8,20 6-9 2. BOD mg/l 2,765 5,376 3 3. COD mg/l 18,30 25,74 25 4. DO mg/l 7,10 4,15 4 5. Total Fosfat sebagai P mg/l 0,079 0,475 0,2 6. Kadmium mg/l < 0,005 0,011 0,01 7. Tembaga mg/l 0,038
-
IV.2 Reliabilitas Instrumen Penelitian Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat
dipercaya atau dapat diandalkan. Konsep reliabilitas adalah seberapa besar tingkat
konsistensi alat ukur untuk memberikan hasil yang sama dalam mengukur hal dan
subyek yang sama. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi yaitu pengukuran
yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya (reliabel). Reliabilitas
merupakan salah satu ciri atau karakter utama instrumen pengukuran yang baik.
Teknik perhitungan koefisien reliabilitas yang digunakan pada penelitian ini
adalah dengan menggunakan Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach. Nilai Alpha
Cronbach dapat diinterpretasikan sebagai suatu koefisien korelasi dengan nilai
alpha berkisar dari 0 sampai dengan 1. Nilai koefisien yang mendekati 1
menunjukkan konsistensi yang tinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan, keseluruhan item pada kuesioner yang digunakan
dalam penelitian ini memiliki nilai koefisien reliabilitas Alpha Cronbach yang
memenuhi syarat. Nilai reliabilitas masing-masing item pertanyaan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel IV.3 Nilai Reliabilitas Berdasarkan Koefisien Alpha Cronbach
Variabel Penelitian Materi Pertanyaan Nilai Alpha
Cronbach Stewardship Value
Bequest Value
Existence Value
Sikap masyarakat terhadap
pelestarian Sungai
Kaligarang
Indirect Value
0,642
Kondisi air Sungai Kaligarang kotor
Sungai Kaligarang menimbulkan bau
Banyak sampah di sekitar Sungai Kaligarang
Persepsi masyarakat
terhadap kualitas air Sungai
Kaligarang
Ketergangguan masyarakat dengan kondisi
Sungai Kaligarang
0,614
49
-
IV.3 Profil Responden Total reponden sebanyak 100 kepala keluarga dari rumah tangga yang ada di
Kelurahan Barusari. Data umum responden meliputi nama dan alamat responden.
Tujuan pencantuman nama dan alamat responden ini adalah agar tidak terjadi
pengulangan responden. Berikut ini adalah profil dari responden pada penelitian
ini.
1. Usia dan Jenis Kelamin
Komposisi responden wanita sebanyak 48% dan responden laki-laki
sebanyak 52%. Sebanyak 30% responden berada pada rentang usia di atas
50 tahun, 29% berada pada rentang usia 40-50 tahun, 29% berada pada
rentang usia 30-40 tahun dan 12% berada pada rentang usia 20-30 tahun.
Komposisi Jenis Kelamin Responden
52 % 48 %
0
2040
60
80
100
Laki-laki Perempuan jenis kelamin
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.1 Komposisi Jenis Kelamin Responden
Komposisi Usia Responden
0
30 %29 %29 %12 %
0
20
40
60
80
100
< 20 tahun 20-30 tahun 30-40 tahun 40-50 tahun > 50 tahun
Usia
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.2 Komposisi Usia Responden
2. Tingkat Pendidikan
Di dalam penelitian ini sebanyak 39% responden memiliki latar belakang
pendidikan SMU/ sederajat. Sedangkan 38% responden memiliki tingkat
pendidikan di bawah SMU (17% SLTP, 18% SD dan 3% tidak sekolah).
50
-
Sedangkan untuk perguruan tinggi/ akademi sebanyak 23% responden.
Sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden di dalam
penelitian ini memiliki latar belakang pendidikan yang cukup baik karena
mendapatkan pendidikan tingkat lanjut yaitu SMU/ sederajat dan
perguruan tinggi/ akademi sebanyak 62%.
Komposisi Tingkat Pendidikan Responden
23 %39 %
17 %18 %3 %
020406080
100
Tidak Sekolah SD SLTP SMU/sederajat
PerguruanTinggi
Pendidikan
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.3 Komposisi Tingkat Pendidikan Responden
3. Pekerjaan
Sebanyak 36% responden memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta/
perdagangan. Sedangkan 33% responden memiliki pekerjaan lain-lain.
Pekerjaan lain-lain ini meliputi antara lain: pensiunan (11%), ibu rumah
tangga (17%) dan serabutan (5%).
Komposisi Pekerjaan Responden
8 %36 %
7 %16 %
33 %
020406080
100
PNS/ TNI/POLRI
Wirasw asta/Perdagangan
Buruh pabrik/industri
Karyaw answ asta
lainnya
Pekerjaan
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.4 Komposisi Pekerjaan Responden
4. Tingkat Penghasilan
Komposisi tingkat penghasilan responden paling banyak adalah pada
tingkat penghasilan sebesar Rp.1.000.000-Rp.1.500.000 yaitu sebanyak
51
-
31%. Sedangkan untuk penghasilan yang lebih tinggi yaitu Rp.1.500.000-
Rp.2000.000 sebanyak 19%, tingkat penghasilan Rp.2000.000-
Rp.2.500.000 sebanyak 9%, tingkat penghasilan Rp. 2.500.000-
Rp.3000.000 sebanyak 3% dan tingkat penghasilan di atas Rp. 3000.000
sebanyak 4%.
Komposisi Penghasilan Responden
12 %22 % 31 %
19 %9 % 3 % 4 %
0
20
40
60
80
100
< 500.000 Rp. 500.000 -Rp. 1.000.000
Rp. 1.000.000 Rp. 1.500.000
Rp. 1.500.000 Rp. 2.000.000
Rp. 2.000.000 Rp. 2.500.000
Rp. 2.500.000 Rp. 3.000.000
> Rp. 3.000.000
Penghasilan
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.5 Komposisi Tingkat Penghasilan Responden
5. Jumlah Anggota Keluarga
Sebanyak 56% responden di dalam penelitian ini memiliki jumlah anggota
keluarga sebanyak 4-7 orang. Untuk jumlah anggota keluarga 1-3 orang
sebanyak 42% dan untuk jumlah anggota keluarga 8-11 orang sebanyak
2%.
Komposisi Jumlah Anggota Keluarga
42%
56%
2%0
20
40
60
80
100
1-3 orang 4-7 orang 8-11 orang
Keluarga
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.6 Komposisi Jumlah Anggota Keluarga Responden
6. Pengeluaran
Tingkat pengeluaran responden yang paling banyak berada pada kisaran
Rp. 1000.000-Rp.1.500.000 yaitu sebanyak 32% responden. Sedangkan
untuk tingkat pengeluaran sebesar Rp.500.000-Rp.1000.000 sebanyak
52
-
26% responden. Untuk responden dengan tingkat pengeluaran di atas
Rp.1.500.000 sebanyak 20%. Pada umumnya besar tingkat pengeluaran
responden akan sebanding dengan tingkat penghasilan yang dimiliki oleh
responden.
Komposisi Pengeluaran Responden
1%21%
26%32%
20%
0
20
40
60
80
100
< Rp. 100.000 Rp. 100.000 Rp. 500.000
Rp. 500.000 Rp. 1.000.000
Rp. 1.000.000 Rp. 1.500.000
> Rp. 1.500.000
Pengeluaran
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.7 Komposisi Tingkat Pengeluaran Responden
7. Lama Tinggal dan Status Kepemilikan Rumah
Sebanyak 62% responden memiliki lama tinggal di Kelurahan Barusari ini
lebih dari 20 tahun. Lama tinggal 10-20 tahun sebanyak 16%. Sedangkan
banyaknya responden yang tinggal di Kelurahan Barusari selama kurang
dari 10 tahun adalah sebanyak 22%.
Untuk status kepemilikan rumah sebanyak 89% responden dalam
penelitian ini memiliki status kepemilikan rumah milik sendiri. Sedang
untuk responden yang menyewa/ kontrak hanya 11%.
Komposisi Lama Tinggal Responden
16 %1 %
11 % 10 %
62 %
0
20
40
60
80
100
< 1 tahun 1 5 tahun 5 10 tahun 10 20 tahun > 20 tahun
Lama Tinggal
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.8 Komposisi Lama Tinggal Responden
53
-
Komposisi Status Tempat Tinggal Responden
011 %
89 %
0
20
40
60
80
100
Milik sendiri Sew a/ kontrak Dinas
Status tempat tinggal
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.9 Komposisi Status Kepemilikan Rumah Responden
IV.4 Sikap dan Perilaku Masyarakat terhadap Sungai Kaligarang Sikap dan perilaku masyarakat terhadap Sungai Kaligarang perlu untuk diketahui
agar dapat dieksplorasi pemikiran tiap-tiap individu terhadap kondisi air Sungai
Kaligarang. Pertanyaan-pertanyaan mengenai sikap masyarakat terhadap Sungai
Kaligarang yang ada di dalam kuesioner didesain sedemikian rupa agar dapat
mengungkapkan sebanyak mungkin motif-motif yang mendasari perlunya
pelaksanaan usaha konservasi sungai. Dari beberapa pertanyaan dalam kuesioner
akan dapat diketahui penggunaan Sungai Kaligarang oleh responden, termasuk
juga persepsi dan pengetahuan responden terhadap pencemaran air Sungai
Kaligarang.
IV.4.1 Sikap Masyarakat terhadap Konservasi Sungai Kaligarang Untuk mengetahui motif-motif yang dimiliki oleh responden terhadap usaha
konservasi Sungai Kaligarang, diberikan empat buah pertanyaan kepada
responden. Responden diminta untuk memberikan pendapatnya terhadap beberapa
pernyataan yang mewakili masing-masing motif perlunya usaha konservasi
Sungai Kaligarang. Pernyataan-pernyataan tersebut antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Pencemaran yang terjadi di Sungai Kaligarang adalah masalah yang penting
meskipun sungai tersebut tidak pernah digunakan sama sekali oeh anda
maupun oleh orang lain (Stewardship value) (Q12).
2. Kita memiliki tanggung jawab menjaga Sungai Kaligarang untuk
kepentingan generasi yang akan datang (Bequest value) (Q13).
54
-
3. Jumlah ikan yang ada di Sungai Kaligarang tiap tahun senantiasa berkurang,
menurut anda apakah ini merupakan suatu masalah yang cukup serius?
(Existence value) (Q14).
4. Sungai Kaligarang yang bersih dan nyaman akan menarik pengunjung untuk
wisata/ rekreasi air sehingga hal ini akan membuka adanya peluang ekonomi/
bisnis (Indirect value) (Q15).
IV.4.1.1. Stewardship Value Pernyataan (Q12) dalam kuesioner merefleksikan stewardship value yang timbul
dari adanya kepercayaan/ keyakinan bahwa manusia harus menjaga kelestarian
lingkungannya meskipun sungai tidak dimanfaatkan sama sekali oleh dirinya
maupun orang lain. Hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak 71% responden
memiliki motif stewardship value sebagai alasan perlunya dilakukan konservasi
Sungai Kaligarang. Karena mereka menganggap bahwa sungai yang tercemar
merupakan masalah yang penting meskipun tidak dimanfaatkan sama sekali.
Sedangkan sebanyak 21% responden tidak memiliki motif ini. Responden tersebut
beranggapan bahwa pelestarian/ konservasi Sungai Kaligarang tidak perlu
dilakukan bila sungai tersebut tidak dimanfaatkan sama sekali.
a. "Pencemaran Sungai Kaligarang masalah yang Penting Meskipun Tidak Pernah Digunakan Sama Sekali
oleh Anda atau Orang Lain (Stewardship Value )"
Ya71%
Tidak Tahu8%
Tidak21%
Gambar IV.10 Distribusi Stewardship Value Responden
55
-
Hubungan antara Usia Responden dan Stewardship Value
6072.4175.8683.33
0102030405060708090
100
20-30 tahun n=12
30-40 tahunn=29
40-50 tahunn=29
>50 tahun n=30
Usia Responden
Pers
enta
se (%
)
Hubungan antara Pendidikan Responden dan Stewardship Value
95.6584.62
70.59
22.220
102030405060708090
100
Sekolah Dasarn=18
SLTP/ Sederajat n=17
SLTA/ Sederajatn=39
Perguruan Tinggin= 23
Pendidikan Responden
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.11 Hubungan antara Stewardship Value dan Latar Belakang Responden
Pada grafik hubungan antara motif stewardship value dengan usia responden
menunjukkan bahwa kelompok usia responden yang paling banyak memiliki
motif ini sebagai alasan dalam mendukung upaya pelestarian Sungai Kaligarang
adalah pada kelompok usia 20-30 tahun yaitu sebanyak 83,33%. Semakin tua
umur responden motif stewardship value ini akan semakin berkurang. Bila dilihat
pada grafik hubungan antara motif stewardship value dengan pendidikan
responden menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden
maka kesadaran responden untuk melestarikan Sungai Kaligarang berdasarkan
motif stewardship value ini semakin besar. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi
kesadaran responden untuk melestarikan sungai juga tinggi karena responden
beranggapan bahwa melestarikan sungai merupakan kewajiban meskipun sungai
tersebut tidak pernah dimanfaatkan sama sekali oleh responden maupun oleh
orang lain.
IV.4.1.2. Bequest Value Pernyataan (Q13) dalam kuesioner mewakili bequest value sebagai salah satu
motif/ alasan perlunya dilakukan konservasi sungai. Bequest value beranggapan
bahwa konservasi sungai perlu dilakukan untuk kepentingan generasi yang akan
datang. Survei yang dilakukan menunjukkan bahwa sebanyak 95% responden
memiliki motif bequest value ini sebagai alasan perlunya dilakukan konservasi
Sungai Kaligarang. Hal ini menunjukkan bahwa motif ini cenderung kuat sebagai
alasan bagi responden dalam mendukung upaya konservasi Sungai Kaligarang.
Hanya 1% saja yang tidak memiliki motif ini. Sedangkan sisanya 4% responden
56
-
merasa ragu-ragu dengan motif ini sebagai alasan perlunya dilakukan konservasi
Sungai Kaligarang.
b. "Kita Wajib Menjaga Sungai Kaligarang untuk Kepentingan Generasi yang Akan Datang (Bequest Value)"
Tidak Tahu4%
Tidak 1%
Ya95%
Gambar IV.12 Distribusi Bequest Value Responden
Hubungan antara Usia Responden dan Bequest Value
9096.5596.55100
0102030405060708090
100
20-30 tahun n=12
30-40 tahunn=29
40-50 tahunn=29
>50 tahun n=30
Usia Responden
Pers
enta
se (%
)
Hubungan antara Pendidikan Responden dan Bequest Value
100100100
77.7866.67
0102030405060708090
100
Tidak Sekolah n=3
Sekolah Dasarn=18
SLTP/ Sederajat n=17
SLTA/ Sederajatn=39
PerguruanTinggi n= 23
Pendidikan Responden
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.13 Hubungan antara Bequest Value dan Latar Belakang Responden
Responden dengan kelompok usia 20-30 tahun pada penelitian ini semuanya
memiliki motif bequest value dalam mendukung upaya pelestarian Sungai
Kaligarang. Kelompok responden yang paling sedikit memiliki motif ini ada pada
kelompok usia di atas 50 tahun yaitu sebanyak 90%. Apabila dilihat dari tingkat
pendidikan responden, ternyata semakin tinggi pendidikan responden
menunjukkan hasil yang sangat signifikan terhadap adanya motif bequest value
ini. Responden pada kelompok pendidikan SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi
semua menyatakan setuju dengan motif bequest value ini. Hal ini disebabkan
karena dengan pendidikan yang cukup tinggi, kesadaran responden bahwa Sungai
Kaligarang harus dijaga kelestariannya untuk kepentingan masa depan generasi
yang akan datang juga akan sangat tinggi.
57
-
IV.4.1.3. Existence Value Pernyataan (Q14) berhubungan dengan existence value, yaitu suatu nilai yang
menyatakan bahwa usaha konservasi sungai perlu dilakukan untuk melindungi
ekosistem yang ada di sungai seperti ikan dan tanaman air. Dimana sungai
diperlukan sebagai habitat bagi ikan dan tanaman air serta untuk mendukung
kelangsungan hidup ekosistem sungai tersebut. Hasil dari survei yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa 82% responden memiliki motif ini sebagai alasan
untuk melestarikan Sungai Kaligarang. Sedangkan 9% responden menyatakan
tidak setuju dengan pernyataan tersebut, sehingga dapat dikatakan responden
tersebut tidak memiliki motif existence value dalam melestarikan Sungai
Kaligarang.
c. "Penurunan Jumlah Ikan Merupakan Masalah yang Serius (Existence Value )"
Tidak Tahu9%
Tidak9% Ya
82%
Gambar IV.14 Distribusi Existence Value Responden
Hubungan antara Usia Responden dan Existence Value
66898983
0102030405060708090
100
20-30 tahun n=12
30-40 tahunn=29
40-50 tahunn=29
>50 tahun n=30
Usia Responden
Pers
enta
se (%
)
Hubungan antara Pendidikan Responden dan Existence Value
82.6189.7482.3572.22
33.33
0102030405060708090
100
Tidak Sekolah n=3
Sekolah Dasarn=18
SLTP/ Sederajat n=17
SLTA/ Sederajatn=39
Perguruan Tinggin= 23
Pendidikan Responden
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.15 Hubungan antara Existence Value dan Latar Belakang Responden
Pada penelitian ini responden yang paling banyak memiliki motif existence value
sebagai alasan perlunya dilakukan konservasi Sungai Kaligarang adalah pada
kelompok usia 30-40 tahun dan 40-50 tahun yaitu sebesar 89%. Sedangkan
kelompok usia di atas 50 tahun hanya 66% yang memiliki motif ini. Bila dilihat
58
-
dari tingkat pendidikan, responden dengan tingkat pendidikan SLTA paling
banyak memiliki motif ini yaitu sebesar 89,74%. Alasan yang diberikan oleh
responden yang tidak menyetujui motif ini adalah bahwa responden bukan pencari
ikan, sehingga tidak merasa berkepentingan untuk menjaga kelestarian Sungai
Kaligarang berdasarkan motif existence value ini.
IV.4.1.4. Indirect Value Pernyataan (Q15) merefleksikan indirect value sebagai motif dalam melakukan
pelestarian Sungai Kaligarang. Indirect value ini berhubungan dengan adanya
keuntungan secara tidak langsung dari sektor ekonomi. Sungai Kaligarang yang
bersih dan nyaman dapat dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi, sehingga akan
membuka peluang ekonomi bagi daerah di sekitarnya. Hasil survei menunjukkan
bahwa hampir semua responden menyetujui motif ini sebagai alasan perlunya
dilakukan usaha pelestarian Sungai Kaligarang. Sebanyak 99% responden
menyatakan setuju dan hanya 1% yang menjawab tidak tahu.
d. "Sungai Kaligarang yang Bersih dan Nyaman Akan Membuka Peluang Ekonomi/ Bisnis (Indirect Value)"
Tidak Tahu1%
Ya99%
Gambar IV.16 Distribusi Indirect Value Responden
Hubungan antara Usia Responden dan Indirect Value
10096100100
0102030405060708090
100
20-30 tahun n=12
30-40 tahunn=29
40-50 tahunn=29
>50 tahun n=30
Usia Responden
Pers
enta
se (%
)
Hubungan antara Pendidikan Responden dan Indirect Value
10010010094.44
100
0102030405060708090
100
Tidak Sekolah n=3
Sekolah Dasarn=18
SLTP/Sederajat
n=17
SLTA/Sederajat
n=39
PerguruanTinggi n= 23
Pendidikan Responden
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.17 Hubungan antara Indirect Value dan Latar Belakang Responden
59
-
Pada penelitian ini hampir semua responden menyatakan setuju dengan motif ini
sebagai alasan untuk melestarikan Sungai Kaligarang. Dilihat dari segi usia dan
tingkat pendidikan tidak terlihat adanya perbedaan yang signifikan. Karena
responden dari tiap-tiap kelompok usia dan tingkat pendidikan hampir semuanya
sependapat dengan motif ini. Hal ini terjadi karena motif ini berhubungan dengan
adanya peluang ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan dari responden
bila Sungai Kaligarang dibuka sebagai tempat rekreasi.
IV.4.1.5 Hubungan antara Masing-Masing Motif Konservasi Sungai
Kaligarang
Untuk mengetahui hubungan dari masing-masing motif responden dalam
mendukung upaya pelestarian Sungai Kaligarang perlu dilakukan analisa korelasi
tiap-tiap motif. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah motif-motif
responden dalam melestarikan Sungai Kaligarang merupakan motif tunggal atau
saling melengkapi satu sama lain.
Tabel IV.4. Nilai Korelasi antara Motif-Motif untuk Mendukung Konservasi Sungai Kaligarang
Motif Konservasi Sungai Kaligarang
Stewardship Value
Bequest Value
Existence Value
Indirect Value
Stewardship Value 1 Bequest Value 0.353 1 Existence Value 0.420 0.211 1 Indirect Value 0.195 0.492 0.320 1
Nilai korelasi : < 0,20 = Sangat kecil; 0,20 - < 0,40 = Kecil (tidak erat); 0,40 - < 0,70 = Cukup erat; 0,70 - < 0,90 = Erat; 0,90 - < 1,00 = Sangat erat; 1,00 = Sempurna
Dari hasil uji korelasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara responden yang memiliki motif non use values
(stewardship, bequest dan existence values). Hal ini dapat kita lihat pada besarnya
koefisien korelasi pada motif stewardship dan existence value sebesar 0,420 dan
koefisien korelasi pada motif stewardship dan bequest value sebesar 0,353.
Hubungan antara motif stewardship value dengan existence value dapat dikatakan
60
-
cukup erat dan hubungannya searah. Hal ini terjadi karena responden pada
penelitian ini ada yang bermata pencaharian sebagai pencari ikan, sehingga
berkurangnya jumlah ikan dapat menjadi masalah yang serius. Sedangkan
hubungan antara stewardship value dan bequest value dapat dikatakan kecil/ tidak
erat.
Hubungan antara motif non use values dan indirect values cukup erat dan positif,
yang ditunjukkan dengan besar koefisien korelasi sebesar 0,492. Di antara motif-
motif lain, hubungan antara bequest value dan indirect value ini dapat dikatakan
paling cukup erat. Hal ini disebabkan karena pada penelitian ini banyak responden
yang memiliki motif indirect value dan bequest value secara bersamaan dalam
mendukung upaya pelestarian Sungai Kaligarang. Adanya hubungan yang cukup
erat dan positif dari masing-masing motif menunjukkan bahwa alasan responden
dalam mendukung upaya pelestarian Sungai Kaligarang tidak hanya terdiri dari
satu motif saja tetapi terdiri dari beberapa motif yang saling melengkapi.
IV.4.2 Aktivitas Masyarakat di Sungai Kaligarang Saat pelaksanaan survei diajukan pertanyaan kepada responden mengenai
frekuensi dan aktivitas yang sering dilakukan oleh responden saat mengunjungi
Sungai Kaligarang. Frekuensi serta aktivitas masyarakat di Kelurahan Barusari
terhadap Sungai Kaligarang dapat dilihat pada Tabel IV.5.
Frekuensi responden mengunjungi Sungai Kaligarang sangat beragam mulai dari
tiap hari, tiap minggu, tiap 2 minggu sekali, tiap bulan dan tidak tentu. Dari hasil
analisis diketahui bahwa frekuensi responden mengunjungi Sungai Kaligarang
paling banyak dilakukan tiap hari yaitu sebanyak 47%. Banyaknya responden
yang memiliki frekuensi mengunjungi Sungai Kaligarang tidak tentu juga cukup
besar yaitu sebanyak 30%.
61
-
Tabel IV.5 Frekuensi Responden Mengunjungi Sungai Kaligarang Frekuensi Mengunjungi Sungai
Kaligarang Persentase (%)
Tiap hari
Tiap minggu
Tiap 2 minggu sekali
Tiap bulan
Tidak tentu
47
13
4
6
30
Jumlah 100
Tabel IV.6 Hubungan antara Frekuensi dan Aktivitas Masyarakat di Sungai Kaligarang
Aktivitas di Sungai Kaligarang Frekuensi Mengunjungi
Sungai Kaligarang Sekedar
lewat Bersantai menikmati
pemandangan Memancing mencari ikan
Mencuci baju, mandi Lain-lain
Tiap hari 17 12 7 25 0
Tiap minggu 1 6 4 5 0
Tiap 2 minggu 0 2 1 1 0
Tiap bulan 0 3 1 0 2
Tidak tentu 24 5 7 0 0
Jumlah 42 28 20 31 2
Frekuensi & Aktivitas Responden di Sungai Kaligarang
02468
10121416182022
Tiap hari Tiap minggu Tiap 2 minggu Tiap bulan Tidak tentuFrekuensi
Per
sent
ase
(%)
Sekedar lewat Bersantai menikmati pemandanganMemancing mencari ikan Mencuci baju, mandiLain-lain
Gambar IV.18 Frekuensi dan Aktivitas Responden di Sungai Kaligarang
Hasil analisis hubungan antara frekuensi dan aktivitas responden menunjukkan
bahwa responden yang mengunjungi Sungai Kaligarang tiap hari paling banyak
melakukan aktivitas mencuci baju dan mandi yaitu sebanyak 20,33%, sekedar
62
-
lewat (13,82%), bersantai menikmati pemandangan (9,76%) dan memancing
(5,69%). Responden yang mengunjungi Sungai Kaligarang tiap minggu paling
banyak melakukan aktivitas bersantai menikmati pemandangan yaitu sebanyak
4,88% dan memancing sebanyak 3,25%. Sedangkan responden yang mengunjungi
Sungai Kaligarang tiap 2 minggu sekali dan tiap bulan paling banyak melakukan
aktivitas bersantai menikmati pemandangan yaitu masing-masing sebesar 1,63%
dan 2,44%. Ada juga responden yang melakukan aktivitas lain-lain tiap bulan
yaitu melakukan kerja bakti membersihkan sampah di sekitar Sungai Kaligarang
(1,63%). Responden dengan frekuensi tidak tentu dalam mengunjungi Sungai
Kaligarang paling banyak melakukan aktivitas hanya sekedar lewat Sungai
Kaligarang 19,51%. Hal ini disebabkan karena responden tinggal di sekitar Sungai
Kaligarang sehingga jika responden bepergian maka akan selalu melewati Sungai
Kaligarang.
IV.4.3 Persepsi Masyarakat terhadap Kualitas Air Sungai Kaligarang Pada saat pelaksanaan survei diajukan pertanyaan kepada responden mengenai
sumber pencemaran di Sungai Kaligarang dan persepsi responden terhadap
kondisi Sungai Kaligarang saat ini. Pertanyaan mengenai sumber pencemaran
Sungai Kaligarang dan persepsi responden terhadap kondisi Sungai Kaligarang
saat ini diajukan kepada responden untuk mengetahui tingkat pengetahuan
masyarakat terhadap pencemaran yang terjadi di Sungai Kaligarang.
Tabel IV.7 Sumber-Sumber Pencemaran di Sungai Kaligarang Sumber Pencemar Sungai Kaligarang Persentase (%)
Buangan limbah industri
Buangan limbah domestik
Buangan dari aktivitas pertanian
Pembuangan sampah di sekitar sungai
57
31
1
11
Hasil dari pelaksanaan survei menunjukkan bahwa sebagian besar responden
(57%) beranggapan bahwa sumber pencemaran di Sungai Kaligarang disebabkan
oleh pembuangan limbah cair oleh industri. Sebanyak 31% responden
beranggapan bahwa buangan limbah rumah tangga/ domestik merupakan salah
63
-
satu penyebab pencemaran Sungai Kaligarang. Hanya 11% responden yang
beranggapan bahwa pencemaran di Sungai Kaligarang disebabkan oleh aktivitas
pembuangan sampah di sekitar sungai. Survei yang telah dilaksanakan
menunjukkan bahwa kebanyakan dari responden beranggapan bila sumber
pencemaran di Sungai Kaligarang tidak hanya dari satu aktivitas saja, karena pada
umumnya responden memilih aktivitas buangan limbah industri dan buangan
limbah domestik/ rumah tangga secara bersamaan sebagai sumber pencemaran
Sungai Kaligarang.
Pengetahuan responden terhadap sumber pencemaran di Sungai Kaligarang dapat
dikatakan baik. Karena pendapat/ opini yang diberikan oleh responden mendekati
keadaan yang sebenarnya. Dimana di sekitar Sungai Kaligarang terdapat 8
industri yang membuang efluen limbahnya ke Sungai Kaligarang. Selain itu juga
buangan limbah domestik dari pemukiman yang ada di sekitar sungai juga
dialirkan ke Sungai Kaligarang.
Untuk mengetahui persepsi responden terhadap kondisi Sungai Kaligarang saat
ini, diajukan 3 buah pertanyaan kepada responden yang berhubungan dengan
kondisi fisik Sungai Kaligarang. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain
tentang: kebersihan air Sungai Kaligarang (Q19), air Sungai Kaligarang
menimbulkan bau (Q20) dan banyak sampah di sekitar Sungai Kaligarang (Q21).
93 %
3 %
4 %
0 20 40 60 80 100
Persentase (%)
Ya
Tidak tahu
Tidak
Air s
unga
i Kot
or
Kebersihan Air Sungai Kaligarang
Gambar IV.19 Persepsi Responden terhadap Kebersihan Air Sungai Kaligarang
64
-
64 %3 %
33 %
0 10 20 30 40 50 60 70
Persentase (%)
Ya
Tidak tahu
Tidak
Air s
unga
i bau
Bau pada Sungai Kaligarang
Gambar IV.20 Persepsi Responden terhadap Bau pada Sungai Kaligarang
93 %3 %
4 %
0 20 40 60 80 100
Persentase (%)
Ya
Tidak tahu
Tidak
Bany
ak s
ampa
h di
sung
ai
Sampah pada Sungai Kaligarang
Gambar IV.21 Persepsi Responden terhadap Sampah di Sekitar Sungai Kaligarang
Secara keseluruhan responden memiliki persepsi bahwa Sungai Kaligarang sudah
tercemar. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya persentase responden yang
menyatakan bahwa air Sungai Kaligarang kotor/ tidak jernih (93%), air Sungai
Kaligarang menimbulkan bau (64%) dan banyak sampah di Sungai Kaligarang
(93%). Responden yang tidak beranggapan bahwa air Sungai Kaligarang kotor/
tidak jernih hanya 4% saja. Sedangkan responden yang beranggapan bahwa air
Sungai Kaligarang tidak menimbulkan bau sebanyak 33%.
65
-
64 %
19 %
17 %
0 10 20 30 40 50 60 70
Persentase (%)
Ya
Ragu-ragu
Tidak
Mer
asa
terg
angg
ude
ngan
kon
disi
Sun
gai
Kalig
aran
g
Tingkat ketergangguan masyarakat terhadap Sungai Kaligarang
Gambar IV.22 Tingkat Ketergangguan Responden terhadap Sungai Kaligarang
Bila dilihat dari tingkat ketergangguan masyarakat terhadap kualitas air Sungai
Kaligarang saat ini sebanyak 64% responden menyatakan merasa terganggu, 17%
merasa tidak terganggu dan sebanyak 19% responden merasa ragu-ragu.
Karakteristik Responden yang Terganggu dengan Kondisi Sungai KaligarangBerdasarkan Frekuensi Kunjungan & Aktivitas Responden di Sungai
13.89
45.455066.67
50
33.33
25
9.0944.44
2025
10
9.09
5.56
10
25
18.18
18.18
n= 11n= 4n= 3n= 10n= 36
0102030405060708090
100
Tiap Hari TiapMinggu
Tiap 2Minggu
Tiap Bulan Tidak tentu
Frekuensi Kunjungan Responden ke Sungai Kaligarang
Pers
enta
se (%
)
memancing & mencuci baju/ mandi
santai menikmati pemandangan,memancing & mencuci bajusantai menikmati pemandangan &memancingsekedar lewat & memancing/ mencariikansekedar lewat & bersantai menikmatipemandanganlain-lain (kerja bakti)
mencuci baju/ mandi
memancing/ mencari ikan
bersantai menikmati pemandangan
sekedar lewat
Gambar IV.23 Karakteristik Responden yang Terganggu dengan Kondisi Sungai
Kaligarang Berdasarkan Frekuensi Kunjungan dan Aktivitas Responden
Gambar IV.23 menunjukkan bahwa responden yang paling banyak merasa
terganggu dalam penelitian ini ada pada kelompok responden yang mengunjungi
Sungai Kaligarang tiap hari dan melakukan aktivitas mencuci baju/ mandi, yaitu
sebanyak 44,44%. Sedangkan pada kelompok responden yang mengunjungi
Sungai Kaligarang tiap minggu, tiap 2 minggu dan tiap bulan yang merasa
terganggu dengan kondisi sungai saat ini, didominasi oleh responden yang
melakukan aktivitas bersantai sambil menikmati pemandangan. Pada kelompok
66
-
responden yang tidak tentu mengunjungi sungai didominasi oleh responden yang
melakukan aktivitas hanya sekedar lewat Sungai Kaligarang saja.
Menurut responden kondisi Sungai Kaligarang saat ini tidak nyaman bila
dibandingkan dengan keadaan pada 10-20 tahun yang lalu. Menurut masyarakat
karena banyak sampah yang dibuang di pinggir kali maka sungai sering bau dan
selain itu juga mengganggu keindahan pemandangan di sekitar Sungai
Kaligarang. Adanya pendangkalan sungai serta pulau-pulau di pinggir sungai
selain menimbulkan potensi banjir juga mengganggu keindahan sungai karena
menimbulkan kesan kumuh.
IV.5 Tanggapan Responden terhadap Kesediaan untuk Membayar Saat pelaksanaan survei responden diberikan pertanyaan mengenai tanggapan
responden terhadap adanya usaha peningkatan kualitas air Sungai Kaligarang
(Q24). Hasil survei menunjukkan bahwa semua responden mendukung adanya
program atau usaha untuk meningkatkan kualitas air Sungai Kaligarang. Sebanyak
100% responden menyatakan setuju bila dilakukan usaha atau program untuk
meningkatkan kualitas air Sungai Kaligarang. Tetapi ketika ditanyakan kepada
responden mengenai kesediaan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program
peningkatan kualitas air Sungai Kaligarang dengan membayar sejumlah uang
tertentu (Q25), tidak semua responden menyatakan bersedia untuk membayar.
Analisis Frekuensi Tanggapan Responden terhadap Usaha Peningkatan Kualitas Air Sungai Kaligarang
0 0
100%
0
204060
80100
Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju
Tanggapan thd usaha peningkatan kualitas air SungaiKaligarang
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.24 Tanggapan Responden terhadap Usaha Peningkatan Kualitas
Air Sungai Kaligarang
67
-
Kesediaan Responden untuk Membayar
0
95 %
5 %
0
20
40
60
80
100
Bersedia Tidak Tahu Tidak Bersedia
Tanggapan thd kesediaan untuk membayar
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.25 Kesediaan Responden untuk Membayar
Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak semua responden
bersedia untuk membayar. Sebanyak 95% responden menyatakan bersedia untuk
membayar sedangkan responden yang tidak bersedia untuk membayar sebanyak
5%. Responden yang menyatakan tidak bersedia untuk membayar diminta untuk
menyebutkan alasannya. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh responden antara
lain adalah:
- Biaya hidup sudah tinggi. - Banyak pengeluaran dan penghasilannya pas-pasan. - Sudah banyak retribusi/ iuran/ sumbangan lainnya. - Hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah sepenuhnya. - Tidak menggunakan sungai dan lokasi rumah jauh dari sungai.
Alasan-alasan yang disebutkan oleh responden yang tidak bersedia membayar
pada dasarnya karena alasan ekonomi. Dari 5 orang responden yang tidak
menyatakan WTP-nya, sebanyak 3 orang responden menyatakan pertimbangan
ekonomi sebagai alasan utama. Sedangkan 2 orang responden menyatakan tidak
bersedia membayar karena menganggap bahwa konservasi Sungai Kaligarang
adalah tanggung jawab pemerintah sepenuhnya dan karena lokasi rumah
responden yang jauh dari sungai serta tidak menggunakan Sungai Kaligarang.
Adanya responden yang menganggap bahwa konservasi Sungai Kaligarang
merupakan tanggung jawab pemerintah menunjukkan indikasi adanya anggapan
bahwa Sungai Kaligarang merupakan barang publik yang tidak memiliki
68
-
kepemilikan. Sehingga responden menganggap bahwa pengelolaan Sungai
Kaligarang merupakan tanggung jawab dari pemerintah.
Tabel IV.8 Atribut Responden yang memiliki nilai WTP = 0 WTP = 0 Atribut Responden Frekuensi Persentase (%)
Jenis Kelamin Perempuan Laki-Laki
Usia 20-30 tahun 30-40 tahun 40-50 tahun >50 tahun
Pendidikan SD SLTP SMU/ Sederajat
Penghasilan < Rp.500.000 Rp.1.000.000-Rp.1.500.000 Rp.1.500.000-Rp.2.000.000
Pekerjaan Wiraswasta Buruh Pabrik Lain-Lain
Jumlah Anggota Keluarga 1-3 orang 4-7 orang
Status Kepemilikan Rumah Milik Sendiri Sewa/ Kontrak
Lama Tinggal 1-5 tahun 10-20 tahun > 20 tahun
Lokasi Rumah Dekat Sungai Jauh dari Sungai
4 1
2 1 1 1
1 2 2
2 2 1
1 2 2
2 3
4 1
1 1 3
1 4
80 20
40 20 20 20
20 40 40
40 40 20
20 40 40
40 60
80 20
20 20 60
20 80
Responden yang tidak bersedia menyatakan WTP nya, atau memiliki WTP = 0
sebagian besar adalah responden dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak
80% dan sisanya laki-laki sebanyak 20%. Hal ini terjadi karena pada umumnya
responden perempuan mengatur keuangan keluarga. Sehingga alasan ekonomi
menjadi pertimbangan utama dalam kesediaannya menyatakan WTP-nya. Bila
69
-
dilihat dari tingkat penghasilan, responden yang memiliki WTP = 0 paling banyak
pada kelompok responden dengan penghasilan
-
tinggal dan status kepemilikan rumah. Faktor utama yang mempengaruhi
responden tidak bersedia menyatakan WTP-nya dalam penelitian ini adalah faktor
ekonomi yang ditunjukkan dengan tingkat penghasilan responden dan faktor
lokasi rumah responden dengan sungai. Bila dilihat dari lokasi rumah ternyata
hampir semua responden yang tidak bersedia menyatakan WTP-nya, memiliki
lokasi rumah yang jauh dari sungai (80%). Hal ini menunjukkan bahwa alasan
yang dikemukakan oleh responden yaitu penghasilan pas-pasan, banyak
pengeluaran dan lokasi rumah yang jauh dari sungai memang merupakan alasan
utama mengapa responden tidak bersedia menyatakan WTP-nya.
IV.6 Kesanggupan Membayar (Willingness to Pay) Masyarakat IV.6.1 Tingkat Kesanggupan Membayar Masyarakat Tingkat kesanggupan membayar masyarakat (WTP) di Kelurahan Barusari
terhadap peningkatan kualitas air Sungai Kaligarang bervariasi antara Rp. 500
sampai dengan Rp. 5000. Distribusi WTP masyarakat di Kelurahan Barusari dapat
dilihat pada Gambar IV.27 di bawah ini.
Willingness to Pay Responden
5.26% 8.42%
28.42% 23.16%
7.37%
27.37%
0
25
50
75
100
Rp. 500 n = 5
Rp. 1000 n = 8
Rp. 2000 n = 27
Rp. 3000 n = 22
Rp. 4000 n = 7
Rp. 5000 n = 26
WTP Responden
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.27 Distribusi Willingness To Pay Responden
Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa WTP responden paling
banyak ada pada nilai Rp. 2000 yaitu sebesar 28,42%. Akan tetapi banyaknya
responden yang memilih Rp. 5000 menunjukkan persentase yang tidak berbeda
jauh dengan banyaknya responden pada WTP Rp.2000 yaitu sebesar 27,37%.
71
-
Langkah-langkah dalam melakukan valuasi dengan metode Contingent Valuation
Method (CVM) salah satunya adalah dengan menghitung nilai rataan WTP. Oleh
karena itu dilakukan analisa data hasil survei dengan statistik deskriptif. Dengan
statistik deskriptif akan diketahui mean, median dan juga modus WTP responden.
Hal ini akan memudahkan untuk mengetahui gambaran secara jelas data WTP
yang diperoleh dari pelaksanaan survei. Hasil dari analisa data dengan statistik
deskriptif dapat dilihat pada tabel IV.9.
Tabel IV.9 Statistik Deskriptif WTP Responden
N Valid 95 Missing 0Mean 3036.842Std. Error of Mean 150.073Median 3000Mode 2000Std. Deviation 1462.732Skewness 0.082Std. Error of Skewness 0.247Minimum 500Maximum 5000
Harga WTP maksimum yang sanggup dibayarkan oleh responden diambil dari
nilai rata-rata WTP. Dari tabel statistik deskriptif WTP responden di atas
diperoleh nilai rata-rata sebesar Rp. 3036,84 atau dapat dibulatkan menjadi Rp.
3000. Sehingga dapat dikatakan bahwa harga WTP maksimum masyarakat
Kelurahan Barusari adalah sebesar Rp.3000.
Tabel IV.10 Distribusi Frekuensi WTPmaks Responden
WTP Frekuensi (Responden) Persentase (%)
Kurang dari WTPmaksWTPmaks (Rp. 3000)
Lebih dari WTPmaks
40
22
33
42%
23%
35%
Jumlah responden yang memiliki WTP kurang dari WTPmaks paling banyak yaitu
sebesar 42%, dibandingkan dengan banyaknya responden yang memiliki WTPmaks
dan WTP di atas WTPmaks. Hal ini mungkin terjadi karena berhubungan dengan
tingkat ekonomi responden. Profil tingkat penghasilan responden pada penelitian
72
-
ini sebagian besar dapat dikatakan rendah, yaitu memiliki penghasilan Rp.
1.500.000. Oleh karena itu mungkin ada hubungan antara tingkat penghasilan
responden dengan besarnya WTP responden yang perlu dianalisis lebih lanjut.
IV.6.2 Nilai Manfaat terhadap Peningkatan Kualitas Air Sungai Kaligarang Dalam melakukan evaluasi besaran secara ekonomi nilai manfaat peningkatan
kualitas air Sungai Kaligarang Semarang diperlukan data jumlah rumah tangga di
Kelurahan Barusari. Hal ini disebabkan karena nilai manfaat atau WTP sosial
merupakan agregasi dari WTP individu/ WTP tiap-tiap rumah tangga. WTP
individu/ WTP tiap-tiap rumah tangga diwakili oleh WTPmaks. Maka WTP sosial
adalah perkalian WTPmaks dengan jumlah rumah tangga.
Dengan menganggap bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi maka
nilai manfaat yang dapat diperolah dari peningkatan kualitas air Sungai
Kaligarang Semarang di Kelurahan Barusari yang memiliki 1724 rumah tangga
adalah:
Nilai Manfaat = 1724 Rumah Tangga x Rp. 3000 = Rp. 5.172.000,- / bulan.
Nilai manfaat yang merupakan konversi data WTP rataan sampel ke data WTP
rataan populasi secara keseluruhan di Kelurahan Barusari sebesar Rp. 5.172.000,-/
bulan.
IV.6.3 Hubungan antara Atribut Responden dengan WTP Untuk mengetahui hubungan dan pengaruh antara atribut responden dengan WTP
maka dilakukan uji korelasi dan uji Kruskal-Wallis. Uji korelasi dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara masing-masing atribut responden dengan WTP.
Sedangkan uji Kruskall-Wallis dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan
yang signifikan terhadap WTP pada masing-masing atribut responden. Sehingga
diharapkan dapat diketahui faktor-faktor apa saja dari atribut responden yang
mempengaruhi WTP.
73
-
1. Usia dengan WTP
Usia responden dengan WTP memiliki hubungan yang positif. Semakin tua usia
responden maka akan semakin tinggi WTP. Namun hubungan antara usia
responden dengan WTP ini tidak signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan besar
koefisien korelasi sebesar 0,395 pada tingkat signifikansi 0,286. Hasil uji Kruskal-
Wallis juga menunjukkan bahwa WTP pada masing-masing kelompok usia
responden tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
12.5 11.11 9.09 14.29 11.54
60 29.63 40.91 14.29 26.9237.5
25.9331.82 71.43
23.08
40 5033.33
18.1838.46
0102030405060708090
100
Rp. 500 n = 5
Rp. 1000n = 8
Rp. 2000n = 27
Rp. 3000n = 22
Rp. 4000n = 7
Rp. 5000n = 26
WTP Responden
Pers
enta
se (%
)
20-30 tahun 30-40 tahun 40-50 tahun >50 tahun
Gambar IV.28 Hubungan antara Usia Responden dengan WTP
2. Pendidikan dengan WTP
Pendidikan responden mempunyai korelasi positif dengan WTP. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka akan
semakin tingggi kesadaran responden untuk ikut melestarikan Sungai Kaligarang
yang ditunjukkan dengan besarnya WTP responden. Hubungan antara pendidikan
responden dengan WTP dalam penelitian ini dapat dikatakan kuat dengan melihat
nilai koefisien korelasi sebesar 0,699 pada tingkat signifikansi 0,000.
Hasil uji Kruskal-Wallis antara pendidikan responden dan WTP memberikan
angka probabilitas sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa WTP dalam
masing-masing kelompok pendidikan memiliki perbedaan yang signifikan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini pendidikan responden
mempengaruhi WTP.
74
-
33.33 23.530.00 0.00
33.3335.29
6.67 0.00
33.33 41.18
53.33
27.034.35
20.00
43.24
13.04
13.338.11
8.70
21.62
73.91
6.67
0102030405060708090
100
Tidak Sekolah n = 3
Sekolah Dasarn = 17
SLTP/ Sederajatn = 15
SMU/ Sederajat n = 37
Akademi/Perguruan
tinggi n = 23Pendidikan
Per
sent
ase
(%)
Rp. 500 Rp. 1000 Rp. 2000 Rp. 3000 Rp. 4000 Rp. 5000
Gambar IV.29 Hubungan antara Pendidikan Responden dengan WTP
Berdasarkan tabulasi silang diketahui bahwa responden yang tidak sekolah dan
memiliki pendidikan SD memiliki WTP yang cenderung rendah yaitu berkisar
antara Rp. 500 hingga Rp. 2000. Pada responden dengan latar belakang
pendidikan SLTP dan SMU sudah mulai memiliki WTP yang cukup tinggi yaitu
berkisar dari Rp. 1000 hingga Rp. 5000. Pada tingkat pendidikan SLTP
didominasi dengan responden yang memiliki WTP Rp. 2000. Sedangkan pada
kelompok responden dengan tingkat pendidikan SMU didominasi oleh responden
yang memiliki WTP Rp. 3000. Pada kelompok responden dengan pendidikan
akademi/ perguruan tinggi paling banyak memiliki WTP Rp. 5000.
Semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka cenderung semakin besar pula
WTP responden. Hal ini disebabkan karena responden dengan tingkat pendidikan
yang cukup tinggi akan memiliki penghasilan yang tinggi juga. Nilai koefisien
korelasi antara pendidikan dan penghasilan responden dalam penelitian ini sebesar
0,626 dengan tingkat signifikansi 0,01. Besarnya koefisien korelasi ini
menunjukkan bahwa hubungan antara pendidikan dan penghasilan responden
cukup kuat, signifikan dan merupakan hubungan yang searah/ positif.
3. Pekerjaan Responden dengan WTP
Hubungan antara pekerjaan responden dengan WTP cukup signifikan yang
ditunjukkan dengan besarnya koefisien korelasi sebesar 0,565 pada tingkat
signifikansi 0,042. Hasil uji Kruskal-Wallis sebesar 0,062 juga menunjukkan
75
-
bahwa WTP pada masing-masing kelompok pekerjaan responden tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan.
22.5812.50
28.5731.25
25.8143.75
16.1314.296.4562.50
28.57 22.58
6.458.5720
60
25
20
20 25
0102030405060708090
100
PNS/ TNI/POLRI n = 8
Wiraswasta/Perdagangan
n = 35
Buruh Pabrik/Industri n = 5
KaryawanSwasta n = 16
Lain-lain n = 31
Pekerjaan Responden
Pers
enta
se (%
)
Rp. 500 Rp. 1000 Rp. 2000 Rp. 3000 Rp. 4000 Rp. 5000
Gambar IV.30 Hubungan antara Pekerjaan Responden dengan WTP
Kesanggupan membayar responden yang memiliki status pekerjaan sebagai
PNS/TNI/POLRI dalam penelitian ini paling banyak pada harga Rp. 5000 yaitu
sebesar 62,5%. Sedangkan responden yang bekerja sebagai karyawan swasta
memiliki WTP paling banyak pada harga Rp. 3000. Responden dengan mata
pencaharian sebagai wiraswasta/ perdagangan kebanyakan memiliki WTP
Rp.2000 (28,57%) dan Rp. 5000 (28,57%). Buruh pabrik/ industri memiliki WTP
yang paling banyak pada Rp. 2000 begitu juga dengan responden yang memiliki
pekerjaan lain-lain memiliki WTP paling banyak pada Rp. 2000. Responden yang
memiliki pekerjaan lain-lain ini terdiri dari: pensiunan, ibu rumah tangga dan
pekerja serabutan.
4. Penghasilan dan Pengeluaran dengan WTP
Hasil uji korelasi antara penghasilan responden dan WTP memberikan nilai
koefisien korelasi sebesar 0,698 dengan tingkat signifikansi 0,000. Hubungan
yang terjadi cukup kuat dan searah. Semakin tinggi penghasilan responden maka
WTP responden juga akan semakin tinggi. Hasil uji Kruskal-Wallis antara
penghasilan responden dan WTP menunjukkan angka probabilitas sebesar 0,000.
Hal ini berarti bahwa WTP pada masing-masing kelompok penghasilan memiliki
perbedaan yang signifikan.
76
-
30
9.090.00
50
9.09
3.45
20
59.09
27.5922.22
13.64
41.38
27.78
22.22
4.55
10.34
5.56
11.11
33.33
4.5517.24
44.44
66.67 66.67
100
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
< Rp. 500.000n = 10
Rp.500.000 -Rp.1000.000
n = 22
Rp.1000.000 -Rp.1500.000
n = 29
Rp.1500.000 -Rp.2000.000
n = 18
Rp.2000.000 -Rp.2500.000
n = 9
Rp.2500.000 -Rp.3000.000
n = 3
> Rp.3000.000
n = 4
Penghasilan Responden
Pers
enta
se (%
)
Rp. 500 Rp. 1000 Rp. 2000 Rp. 3000 Rp. 4000 Rp. 5000
Gambar IV.31 Hubungan antara Penghasilan Responden dengan WTP
Hasil tabulasi silang antara penghasilan responden dengan WTP menunjukkan
bahwa semakin tinggi tingkat penghasilan responden maka akan semakin besar
pula WTP responden. Responden yang memiliki penghasilan < Rp. 500.000
cenderung memberikan WTP yang rendah yaitu berkisar antara Rp. 500, Rp. 1000
dan Rp. 2000. Pada kelompok responden yang memiliki penghasilan
Rp.2.000.000 - Rp. 2.500.000 sudah mulai cenderung memberikan WTP yang
cukup tinggi yang berkisar dari Rp. 3000, Rp. 4000 dan Rp. 5000. Semua
responden yang memiliki penghasilan di atas Rp. 3.000.000 memberikan WTP
Rp. 5000.
Proporsi WTP terhadap Penghasilan Responden
0.000.050.100.150.200.250.300.350.400.450.500.55
0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 3500000 4000000
Penghasilan Responden (Rupiah)
WTP
/Pen
ghas
ilan
(%)
Gambar IV.32 Proporsi WTP terhadap Penghasilan Responden
77
-
Analisa proporsi WTP terhadap penghasilan responden dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana pengorbanan responden untuk ikut berpartisipasi dalam
upaya peningkatan kualitas air Sungai Kaligarang. Hasil analisa menunjukkan
bahwa proporsi WTP terhadap penghasilan responden dalam penelitian ini
berkisar antara paling rendah 0,05% hingga paling tinggi 0,50%. Nilai rata-rata
proporsi WTP terhadap penghasilan responden dalam penelitian ini adalah
0,1974% atau bila dibulatkan menjadi 0,20%. Proporsi paling besar dimiliki oleh
responden yang memiliki penghasilan Rp. 1.000.000 dan WTP sebesar Rp. 5000.
Responden tersebut bersedia untuk berkorban lebih besar dalam upaya untuk
meningkatkan kualitas air Sungai Kaligarang karena lokasi rumah responden
dekat dengan Sungai Kaigarang, mengunjungi sungai tiap hari dan juga karena
merasa terganggu dengan kondisi Sungai Kaligarang saat ini.
Hasil uji korelasi antara pengeluaran responden dan WTP memberikan nilai
koefisien korelasi sebesar 0,670 dengan tingkat signifikansi 0,000. Hubungan
yang terjadi cukup kuat dan berlangsung searah. Semakin tinggi pengeluaran
responden maka WTP responden juga akan semakin tinggi. Hasil uji Kruskal-
Wallis antara pengeluaran responden dan WTP menunjukkan angka probabilitas
sebesar 0,000. Hal ini berarti bahwa WTP pada masing-masing kelompok
pengeluaran memiliki perbedaan yang signifikan.
10.53 7.69 0.00
36.84
3.33
36.84
50.00
16.6710.53
19.23
43.33
15.79
11.54
6.67
10.53
11.5430.00
63.16
100
5.2610.53
0102030405060708090
100
< Rp. 100.000 n = 1
Rp.100.000 -Rp.500.000
n = 19
Rp.500.000 -Rp.1.000.000
n = 26
Rp.1.000.000-Rp.1.500.000
n = 30
>Rp.1.500.000 n = 19
Pengeluaran Responden
Pers
enta
se (%
)
Rp. 500 Rp. 1000 Rp. 2000 Rp. 3000 Rp. 4000 Rp. 5000 Gambar IV.33 Hubungan antara Pengeluaran Responden dengan WTP
78
-
Hasil tabulasi silang antara pengeluaran responden dengan WTP menunjukkan
bahwa semakin tinggi pengeluaran responden maka akan semakin besar pula
WTP responden. Hal ini dapat terjadi karena di dalam penelitian ini penghasilan
dan pengeluaran responden memiliki hubungan yang searah dan cukup kuat yang
ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,794 pada tingkat signifikansi
0,000.
5. Lama Tinggal, Lokasi Rumah dan Status Kepemilikan Rumah dengan
WTP
Lama tinggal mempunyai hubungan yang searah dengan WTP. Responden yang
semakin lama tinggal di Kelurahan Barusari akan memberikan WTP yang
semakin besar. Akan tetapi hubungan ini tidak terlalu signifikan, yang
ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,432 pada tingkat signifikansi
0,380. Hasil uji Kruskal-Wallis antara lama tinggal responden terhadap WTP
menunjukkan angka probabilitas sebesar 0,183. Hal ini menunjukkan bahwa WTP
pada masing-masing kelompok lama tinggal responden tidak memiliki perbedaan
yang signifikan. Hasil tabulasi silang antara lama tinggal responden dengan WTP
dapat dilihat pada Gambar IV.34 di bawah ini.
30.5126.67
18.6413.33
6.78
27.12
6.781010.1710
100
4020
20
4030
10 402020
0
20
40
60
80
100
< 1 tahun n = 1
1-5 tahun n = 10
5-10 tahun n = 10
10-20 tahun n = 15
> 20 tahun n = 59
Lama Tinggal Responden
Per
sent
ase
(%)
Rp. 500 Rp. 1000 Rp. 2000 Rp. 3000 Rp. 4000 Rp. 5000
Gambar IV.34 Hubungan antara Lama Tinggal Responden dengan WTP
Semua responden (100%) yang memiliki masa tinggal di Kelurahan Barusari < 1
tahun memiliki WTP Rp. 1000. Semakin lama tinggal di Kelurahan Barusari,
maka WTP yang diberikan oleh responden juga akan semakin meningkat. Tetapi
pada kelompok responden dengan lama tinggal di atas 20 tahun memiliki WTP
79
-
yang paling banyak pada harga Rp. 2000. Hal ini dapat terjadi karena adanya
pengaruh faktor lain seperti usia dan penghasilan responden. Kelompok responden
yang memiliki lama tinggal > 20 tahun didominasi oleh responden yang berusia >
50 tahun yang kebanyakan sudah pensiun, sehingga penghasilan yang dimiliki
tidak terlalu besar.
Lokasi rumah responden dengan WTP memiliki hubungan yang searah. Semakin
dekat rumah responden dengan Sungai Kaligarang maka semakin besar WTP
responden. Nilai koefisien korelasi antara lokasi rumah responden dengan WTP
adalah 0,205 pada tingkat signifikansi 0,528. Hubungan yang terjadi tidak
signifikan atau dapat dikatakan kecil. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan
probabilitas 0,369 sehingga dapat dikatakan bahwa WTP pada masing-masing
lokasi rumah responden tidak berbeda secara signifikan.
27.2729.03
27.27 20.973.03 9.68
24.19
4.846.063.03
11.29
33.33
0102030405060708090
100
Dekat Sungai n = 33
Jauh Sungai n = 62
Lokasi Rumah Responden
Per
sent
ase
(%)
Rp. 500 Rp. 1000 Rp. 2000 Rp. 3000 Rp. 4000 Rp. 5000 Gambar IV.35 Hubungan antara Lokasi Rumah Responden dengan WTP
Hasil tabulasi silang lokasi rumah responden dengan WTP pada Gambar IV.35 di
atas menunjukkan bahwa responden yang lokasi rumahnya dekat dengan Sungai
Kaligarang memiliki WTP yang paling banyak pada harga Rp. 5000 (33,33%).
Sedangkan pada kelompok responden yang lokasi rumahnya jauh dari sungai
paling banyak memiliki WTP pada harga Rp. 2000 (29,03%).
Hasil uji korelasi antara status kepemilikan rumah responden dengan WTP
menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,158 pada tingkat signifikansi
0,788. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi berlangsung searah dan
80
-
sangat kecil. Hasil uji Kruskal-Wallis juga menunjukkan bahwa WTP pada
masing-masing status kepemilikan rumah responden tidak berbeda secara
signifikan yang ditunjukkan dengan angka probabilitas sebesar 0,177.
27.06
23.53
7.06
29.41
104.71
108.24
40
2010
10
0102030405060708090
100
Milik sendiri n = 85
Sewa/ Kontrak n = 10
Status Kepemilikan Rumah Responden
Per
sent
ase
(%)
Rp. 500 Rp. 1000 Rp. 2000 Rp. 3000 Rp. 4000 Rp. 5000
Gambar IV.36 Hubungan antara Status Kepemilikan Rumah Responden dengan
WTP
Hasil tabulasi silang pada Gambar IV.36 di atas menunjukkan bahwa pada
kelompok responden yang memiliki rumah sendiri, paling banyak memiliki WTP
pada harga Rp. 5000 (29,41%). Sedangkan pada kelompok responden yang status
kepemilikan rumahnya adalah sewa/ kontrak, memiliki WTP paling banyak pada
harga Rp. 2000 (40%).
6. Frekuensi Mengunjungi Sungai dan Ketergangguan dengan WTP
Hubungan antara frekuensi responden mengunjungi Sungai Kaligarang dengan
WTP tidak signifikan. Hasil uji korelasi memberikan koefisien korelasi sebesar
0,391 pada tingkat signifikansi 0,642. Hubungan yang terjadi berlangsung searah
dan tidak kuat. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan angka probabilitas sebesar
0,384. Sehingga dapat dikatakan bahwa WTP responden dalam masing-masing
kelompok frekuensi mengunjungi Sungai Kaligarang tidak berbeda secara
signifikan.
81
-
9.30 7.6911.63 25
6.90
25.5830.77
2537.93
20.9323.08
25
50
20.69
4.65 7.69
25
10.3430.77
5024.1427.91
0102030405060708090
100
Tiap hari n = 43
tiap minggu n = 13
tiap 2 minggun = 4
tiap bulan n = 6
tidak tentu n = 29
Frekuensi Mengunjungi SungaiPe
rsen
tase
(%)
Rp. 500 Rp. 1000 Rp. 2000 Rp. 3000 Rp. 4000 Rp. 5000 Gambar IV.37 Hubungan antara Frekuensi Mengunjungi Sungai dengan WTP
Hasil dari tabulasi silang menunjukkan bahwa pada kelompok responden yang
mengunjungi Sungai Kaligarang tiap hari, didominasi dengan responden yang
memiliki WTP Rp. 5000 (27,91%). Sedangkan pada kelompok responden yang
tidak tentu dalam mengunjungi Sungai Kaligarang, didominasi oleh responden
yang memiliki WTP Rp. 2000 (37,93%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin
sering responden mengunjungi Sungai Kaligarang, maka akan semakin besar
WTP yang diberikan. Walaupun hubungan yang terjadi tidak signifikan, namun
ada kecenderungan untuk berlangsung searah.
Hasil uji korelasi antara ketergangguan responden terhadap kondisi Sungai
Kaligarang dengan WTP, menghasilkan koefisien korelasi sebesar 0,388 pada
tingkat signifikansi 0,078. Hubungan yang terjadi berlangsung searah walaupun
tidak terlalu signifikan. Responden yang merasa terganggu dengan kondisi Sungai
Kaligarang saat ini akan cenderung untuk memberikan WTP yang lebih besar.
Hasil uji Kruskal-Wallis memberikan angka probabilitas sebesar 0,002 yang
menunjukkan bahwa WTP antara kelompok responden yang merasa terganggu,
ragu-ragu dan tidak terganggu dengan kondisi Sungai Kaligarang saat ini adalah
berbeda secara signifikan.
82
-
13.3311.1113.3320.97
44.4424.19
27.78 13.33
6.45
5.56 13.3338.71
3.23 5.566.45
40
6.675.56
0102030405060708090
100
Terganggu n = 63
Ragu-Ragu n = 18
Tidak n = 15
Ketergangguan Responden terhadap Sungai KaligarangPe
rsen
tase
(%)
Rp. 500 Rp. 1000 Rp. 2000 Rp. 3000 Rp. 4000 Rp. 5000
Gambar IV.38 Hubungan antara Ketergangguan Responden dengan WTP
7. Banyaknya Motif Responden dan WTP
Banyaknya motif responden dalam mendukung upaya pelestarian Sungai
Kaligarang terhadap WTP memiliki hubungan yang positif dan cukup erat. Hal ini
ditunjukkan dengan besar koefisien korelasi 0,604 pada tingkat signifikansi 0,000.
Semakin banyak motif yang dimiliki oleh responden maka akan semakin besar
WTP yang diberikan oleh responden.
Hasil uji Kruskal-Wallis juga menunjukkan adanya perbedaan WTP pada tiap-tiap
kelompok banyaknya motif yang dimiliki responden. Hal ini ditunjukkan dengan
angka probabilitas sebesar 0,002. Angka ini menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan sehingga dapat dikatakan bahwa WTP pada masing-masing kelompok
banyaknya motif yang dimiliki responden adalah berbeda secara signifikan.
1.59 023.08
100
3.17 17.65
15.38
100
23.81
41.18
38.4631.75
5.88
7.69
6.3511.76
7.6933.33 23.537.69
0102030405060708090
100
semua motif n = 63
3 motif n = 17
2 motif n = 13
1 motif n = 1
tidak memilikimotif n = 1
Banyaknya Motif Responden
Pers
enta
se (%
)
Rp. 500 Rp. 1000 Rp. 2000 Rp. 3000 Rp. 4000 Rp. 5000
Gambar IV.39 Hubungan antara Banyaknya Motif Responden dengan WTP
83
-
Hasil dari tabulasi silang pada Gambar IV.39 menunjukkan bahwa di dalam
penelitian ini didominasi oleh responden yang memiliki semua motif
(stewardship, bequest, existence dan indirect value) dalam mendukung upaya
konservasi Sungai Kaligarang yaitu sebesar 66,32%. Kelompok responden yang
memiliki semua motif dalam mendukung upaya konservasi Sungai Kaligarang,
paling banyak memiliki WTP pada harga Rp. 5000 (33,33%). Pada kelompok
responden yang memiliki 3 motif dan 2 motif saja dalam mendukung upaya
konservasi Sungai Kaligarang paling banyak memiliki WTP pada harga Rp. 2000.
Sedangkan pada kelompok responden yang hanya memiliki 1 motif memiliki
WTP Rp. 500 dan pada kelompok responden yang tidak memiliki motif sama
sekali, memiliki WTP pada harga Rp. 1000. Semakin banyak motif yang dimiliki
oleh responden maka akan semakin besar WTP yang diberikan oleh responden.
IV.6.4 Model Kesanggupan Membayar (Willingness To Pay) Responden Menyusun model WTP merupakan bagian dari analisis ekonometrik pada teknik
valuasi dengan metode CVM. Penyusunan model WTP dilakukan untuk
mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi WTP responden. Dengan
menggunakan program SPSS 13 dilakukan analisis diskriminan berganda
(multiple discriminant analysis) untuk mengkaji pengaruh variabel-variabel bebas
seperti: usia (Q4), pendidikan (Q5), pekerjaan (Q6), penghasilan (Q7), jumlah
anggota keluarga (Q8), pengeluaran (Q9), status kepemilikan rumah (Q10), lama
tinggal responden (Q11) dan ketergangguan responden terhadap Sungai Kaligarang
(Q23), terhadap WTP sebagai variabel terikat. Hubungan tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
WTP = a+ b1x1 + b2x2 + b3x3 + ...... + bnxndengan :
a, b1, b2, b3, bn = konstanta
x1, x2, x3, xn = variabel-variabel bebas
Analisis diskriminan pada WTP dalam penelitian ini akan membagi responden
menjadi 3 kategori yaitu responden dengan WTP rendah, WTP sedang dan WTP
84
-
tinggi. Pembagian responden berdasarkan WTP ini dilakukan sesuai dengan
pengelompokkan yang telah dilakukan sebelumnya pada Tabel IV.10.
- Responden dengan WTP < WTPmaks masuk dalam kategori rendah - Responden dengan WTP = WTPmaks masuk dalam kategori sedang - Responden dengan WTP > WTPmaks masuk dalam kategori tinggi.
Dari 9 variabel bebas atribut responden, variabel yang berbeda secara signifikan
pada WTP adalah: penghasilan responden, pengeluaran responden dan pendidikan
responden. Sehingga dapat dikatakan bahwa penghasilan responden, pengeluaran
responden dan pendidikan responden mempengaruhi WTP untuk kategori WTP
rendah, WTP sedang dan WTP tinggi. Hasil analisis ini dapat dilihat pada output
analisis diskriminan bagian Variabel In Analysis maupun Variabel Not In
Analysis.
Dalam hasil output analisis diskriminan pada analisis Wilks Lambda diperoleh
nilai signifikansi sebesar 0,001 atau lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa ada perbedaan yang benar-benar signifikan atau berbeda secara nyata
antara 3 kelompok WTP. Variabel bebas yang membuat WTP ini berbeda adalah:
penghasilan responden, pengeluaran responden dan pendidikan responden.
Fungsi diskriminan mempunyai fungsi yang hampir sama dengan persamaan
regresi berganda. Fungsi diskriminan ini dapat digunakan untuk menganalisis
suatu responden yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok WTP tertentu
berdasarkan atribut yang dimilikinya. Dari hasil output analisis diskriminan
diperoleh fungsi diskriminan dengan persamaan sebagai berikut:
WTP = -3,263 + 0,439X1 + 0,756X2 - 0,109X3 dimana:
X1 = Pendidikan Responden
X2 = Penghasilan Responden
X3 = Pengeluaran Responden
85
-
Model fungsi diskriminan yang telah dihasilkan memiliki ketepatan
mengklasifikasi kasus sebesar 65,3%. Karena di atas 50% ketepatan model
dianggap tinggi dan model fungsi diskriminan tersebut bisa digunakan untuk
mengklasifikasi kasus pada kelompok WTP tertentu. Penghasilan responden,
pengeluaran responden dan pendidikan responden mempengaruhi WTP untuk
kategori WTP rendah, WTP sedang dan WTP tinggi.
IV.6.5 Hubungan antara WTP dan Ability to Pay (ATP) Adanya nilai WTP pembuka (starting point) yang ditawarkan kepada responden
dapat memberikan pengaruh terhadap nilai WTP responden yang sesungguhnya.
Oleh karena itu pada pelaksanaan valuasi diajukan pertanyaan terbuka kepada
responden mengenai jumlah terbesar yang mampu dibayarkan untuk berpartisipasi
dalam program peningkatan kualitas air Sungai Kaligarang Semarang (Q33).
Pertanyaan ini diajukan untuk mengetahui kemampuan responden membayar
(Ability to Pay). Sehingga dapat diketahui apakah kesanggupan responden
membayar (WTP) akan sama atau berbeda dengan kemampuan maksimum
responden membayar (ATP).
1.05%2.11%
13.68%
29.47%
2.11%
24.21%22.11%
4.21%1.05%
05
101520253035404550
Rp. 500 n = 1
Rp. 1000 n = 4
Rp. 2000 n = 21
Rp. 3000 n = 23
Rp. 4000 n = 2
Rp. 5000 n = 28
Rp. 10.000 n = 13
Rp. 15.000 n = 2
Rp. 20.000 n = 1
ATP Responden
Pers
enta
se (%
)
Gambar IV.40 Distribusi Ability To Pay (ATP) Responden
Kemampuan maksimum responden membayar (ATP) berkisar antara paling
rendah Rp. 500 hingga paling tinggi sebesar Rp. 20.000. Pada Gambar IV.40
menunjukkan bahwa ATP responden yang paling banyak adalah pada harga Rp.
5000 sebanyak 29,47% kemudian Rp. 3000 sebanyak 24,21% dan Rp. 2000
sebanyak 22,11%. Dengan mengajukan pertanyaan terbuka kepada responden
86
-
mengenai kemampuan maksimal untuk membayar (ATP) sebagai bentuk
partisipasi terhadap program peningkatan kualitas air Sungai Kaligarang
Semarang, ada beberapa responden yang memiliki harga ATP yang cukup besar
yaitu Rp.10.000 (13.68%), Rp.15.000 (2,11%) dan Rp. 20.000 (1,05%).
SDSLTPSMU/ sederajatPerguruan TinggiTidak Sekolah
Pendidikan Responden
Bars show percents
500 1000 2000 3000 4000 5000 10000 15000 20000
(ATP)
0%
10%
20%
30%
Perc
ent
1% 4% 2%
3%
6%
11%
1%3%
14%
4%
2%
2% 4%
21%
4%
12%
1%1%
2% 1%
Distribusi ATP Berdasarkan Pendidikan Responden
Gambar IV. 41 Distribusi ATP Berdasarkan Pendidikan Responden
Pada Gambar IV.41 di atas nampak bahwa untuk ATP yang tinggi yaitu mulai
dari Rp. 4000 hingga Rp. 20.000 didominasi oleh responden dengan latar
belakang pendidikan yang cukup tinggi seperti SMU/Sederajat dan Perguruan
Tinggi. Namun ada juga responden yang berpendidikan SLTP walau
persentasenya kecil, yang memiliki ATP RP. 5000 (4%) dan Rp. 10.000 (1%).
Sedangkan untuk ATP Rp. 500, Rp. 1000 dan Rp. 2000 banyak didominasi oleh
responden yang memiliki latar belakang pendidikan SD. Responden dengan ATP
Rp. 3000 paling banyak didominasi oleh responden dengan latar belakang
pendidikan SMU/Sederajat. Dengan melihat distribusi ATP berdasarkan
pendidikan responden dapat dilihat bahwa semakin tinggi latar belakang
pendidikan responden maka semakin tinggi pula ATP yang dimilikinya. Hal ini
ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,628 yang menunjukkan bahwa
pendidikan dan ATP memiliki korelasi searah/ positif dan hubungan yang cukup
erat.
87
-
< Rp.500.000Rp. 500.000-Rp.1000.000Rp. 1000.000-Rp.1500.000Rp.1500.000-Rp.2000.000Rp.2000.000-Rp.2500.000Rp.2500.000-Rp.3000.000> Rp. 3000.000
Penghasilan Responden
Bars show percents
500 1000 2000 3000 4000 5000 100001500020000
(ATP)
0%
10%
20%
30%
Perc
ent
1% 4% 5%
11%
6%
1%
7%
11%
5%
1%1%
1%2%
5%
15%
6%
4%
4%
5%
1%1%
1%
Distribusi ATP Berdasarkan Penghasilan Responden
Gambar IV.42 Distribusi ATP Berdasarkan Penghasilan Responden
Pada ATP rendah yaitu Rp. 500 dan Rp. 1000 didominasi oleh responden yang
memiliki penghasilan rendah yaitu di bawah Rp. 1.000.000. Responden yang
memiliki tingkat penghasilan Rp. 1000.000-Rp. 1.500.000 memiliki ATP mulai
pada harga Rp. 2000. Kemampuan responden membayar yang cukup tinggi yaitu
mulai dari Rp. 3000 hingga Rp. 20.000 didominasi oleh responden yang memiliki
tingkat penghasilan di atas Rp. 1.500.000. Walaupun ada beberapa responden
dengan penghasilan di bawah Rp. 1.500.000 yang memiliki ATP pada harga Rp.
3000 dan Rp. 5000. Hubungan antara penghasilan responden dengan ATP
ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar Rp. 0,701. Hal ini menunjukkan
adanya hubungan yang cukup erat antara penghasilan dan ATP. Semakin tinggi
penghasilan responden maka akan semakin besar pula kemampuan responden
untuk membayar (ATP).
88
-
Tabel IV.11 Tabulasi Silang WTP dan ATP Responden
(ATP) Total (WTP)
500 1000 2000 3000 4000 5000 10000 15000 20000 500 1 2 2 0 0 0 0 0 0 5 1000 0 2 6 0 0 0 0 0 0 8 2000 0 0 13 8 0 6 0 0 0 27 3000 0 0 0 15 0 6 1 0 0 22 4000 0 0 0 0 2 5 0 0 0 7 5000 0 0 0 0 0 11 12 2 1 26 Total 1 4 21 23 2 28 13 2 1 95
Hubungan antara WTP dan ATP Responden
0100020003000400050006000700080009000
100001100012000130001400015000160001700018000190002000021000
0 1000 2000 3000 4000 5000
WTP Responden (Rp)
ATP
Res
pond
en (R
p)
Gambar IV.43 Hubungan antara WTP dan ATP Responden
Hasil dari tabulasi silang antara WTP dan ATP menunjukkan bahwa ada beberapa
responden yang memiliki ATP sama dengan WTP. Jumlah responden yang
memiliki ATP=WTP adalah sebesar 46,23% atau sebanyak 44 responden.
Sedangkan jumlah responden yang memiliki ATP lebih besar dari WTP adalah
55,77% atau sebanyak 51 responden. Dari hasil uji korelasi diperoleh koefisien
korelasi sebesar 0,726. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara
WTP dan ATP. Semakin tinggi kemampuan responden membayar (ATP) maka
semakin tinggi pula kesanggupan responden membayar (WTP).
Pada analisa mengenai kesanggupan membayar responden (WTP) diperoleh harga
WTPmaks di Kelurahan Barusari adalah sebesar Rp. 3000. Untuk melihat apakah
89
-
WTPmaks ini layak untuk diterapkan maka dapat dilakukan suatu perbandingan
antara WTPmaks dengan ATP responden.
Tabel IV.12 Distribusi ATP Responden Berdasarkan WTPmaksATP Frekuensi (Responden) Persentase (%)
Kurang dari WTPmaksWTPmaks (Rp. 3000)
Lebih dari WTPmaks
26
23
46
27,36%
24,21%
48,43%
Hasil analisa distribusi ATP responden berdasarkan WTPmaks menunjukkan bahwa
responden yang memiliki ATPWTPmaks lebih banyak (72,64%) dibandingkan
dengan responden yang memiliki ATP