jbptitbpp gdl noviantrin 30556 5 2007ta 4
DESCRIPTION
archTRANSCRIPT
-
50
BAB IV ANALISIS
IV.1 Analisis Bangunan IV.1.1 Organisasi Ruang Berdasarkan hasil studi banding, wawancara, dan studi persyaratan
ruang dan karakteristik kegiatan di dalamnya, hubungan fasilitas dapat
dilihat dalam skema sebagai berikut :
Diagram 6 : skema hubungan fasilitas
Adapun skema hubungan ruang dalam masing-masing fungsi adalah
sebagai berikut :
1. Fasilitas Pamer Secara umum fasilitas pamer memungkinkan terbagi menjadi dua,
yaitu ruang pamer dalam dan ruang pamer luar. Ruang pamer dalam
merupakan ruang pamer yang menampilkan artefak-artefak atau koleksi-
koleksi yang rentan terhadap sinar matahari langsung, sentuhan atau
goncangan, dan membutuhkan pemeliharaan khusus. Sedangkan ruang
-
51
pamer luar adalah ruang pamer yang menampilkan koleksi tanaman
tekstil. Kedua jenis ruang pamer ini dapat dibuat berhubungan secara
langsung maupun tidak.
Ruang pamer dalam membutuhkan hubungan secara langsung
dengan fasilitas kuratorial dan membutuhkan pengawasan dari fasilitas
keamanan. Sedangkan ruang pamer luar memiliki potensi membentuk
suasana kontemplatif dan natural yang mungkin dibutuhkan fasilitas lain
seperti pendidikan. Berikut skema hubungan ruang dalam fasilitas pamer :
Diagram 7 : skema hubungan ruang dalam fasilitas pamer
2. Fungsi Kuratorial
Ruang-ruang dalam fungsi kuratorial memiliki kesinambungan yang
telah disesuaikan dengan urutan kegiatannya. Untuk meningkatkan
keamanan koleksi dari goncangan, sentuhan, dan sinar matahari langsung
dibutuhkan hubingan yang dekat dengan ruang pamer. Sedangkan untuk
keamanan koleksi dari pencurian dibutuhkan pula kedekatan dengan
fasilitas keamanan. Berikut skema hubungan ruang dalam fasilitas
kuratorial :
-
52
Diagram 8 : skema hubungan ruang dalam fasilitas kuratorial
3. Fasilitas Pendidikan Secara umum ruang-ruang dalam fasilitas pendidikan memiliki dua
jenis karakter yang dibedakan oleh potensi sasaran penggunanya. Yaitu
ruang-ruang yang berpotensi memiliki sasaran pengguna yang spesifik
dari komunitas tekstil sehingga dapat mewadahi kegiatan yang
berhubungan secara khusus dengan pengembangan pendidikan atau
kegiatan tekstil seperti ruang serba guna, ruang pelatihan, dan
amphiteater, dan ruang-ruang yang berpotensi memiliki sasaran
pengguna yang lebih luas sehingga dapat mewadahi pengembangan
pendidikan secara umum, dan dapat menjadi fasilitas-fasilitas yang
menunjang kepentingan konteks-konteks di sekitar lahan tanpa terkait
secara khusus dengan konteks kasus, seperti perpustakaan dan pusat
internet.
Kegiatan dalam masing-masing karakter tersebut juga berpotensi
memiliki waktu pelaksanaan kegiatan dan kebutuhan seuasana ruang
yang berbeda. Berikut skema hubungan ruang dalam fasilitas pendidikan :
-
53
Diagram 9 : skema hubungan ruang dalam fasilitas pendidikan
4. Fasilitas Operasional Fasilitas operasional merupakan fasilitas yang diperuntukkan
mewadahi kegiatan pengelolaan seluruh aktifitas maupun fasilitas
museum. Oleh karenanya, penciptaan ruang dalam fasilitas ini merupakan
respon dari kebutuhan keseluruhan museum yang mengacu pada visi
perancangan. Sedangkan penataan ruang di dalamnya terutama
didasarkan untuk menunjang efektifitas kinerja penggunanya dan
mengakomodasi perubahan sistem organisasi pengelola museum.
Karenanya, pada fasilitas ini berpotensi untuk diciptakan ruang-ruang
dengan sistem open layoutt dengan usulan susunan ruang yang tetap
mempertimbangkan keterkaitan bidang divisi-divisinya. Berikut skema
hubungan ruang dalam fasilitas operasional :
-
54
Diagram 10 : skema hubungan ruang dalam fasilitas operasional
5. Fasilitas Penunjang
Fasilitas penunjang secara umum merupakan fasilitas yang dapat
menunjang keberlangsungan museum. Dalam kasus ini, fasilitas
penunjang diciptakan sebagai fasilitas yang dapat menjadi buffer atau
fasilitas yang mewadahi kegiatan yang menjadi peralihan dari kegiatan-
kegiatan dalam konteks di sekitarnya ke kegiatan utama dalam museum.
dan. Dengan kata lain, fasilitas ini akan menyokong aktifitas-aktifitas publik
yang tidak terkait secara khusus dengan konteks kasus dimana
penciptaan ruangnya merupakan respon dari kebutuhan konteks-konteks
di sekitarnya. Berikut skema hubungan ruang dalam fasilitas penunjang :
-
55
Diagram 11 : skema hubungan ruang dalam fasilitas penunjang
6. Fasilitas Servis dan Keamanan
Fasilitas servis dan keamanan merupakan fasilitas yang menunjang
kenyamanan dan keamanan pengunjung maupun koleksi. Fasilitas ini
memungkinkan berada dalam setiap fasilitas lain untuk menunjang
keberlangsungan kegiatan di dalamnya. Berikut skema hubungan ruang
dalam fasilitas servis dan keamanan :
Diagram 12 : skema hubungan ruang dalam fasilitas servis dan keamanan
-
56
IV.1.2 Pemintakatan Fungsi Berdasarkan studi literatur, secara umum zona dalam museum
dapat dibedakan menjadi empat, yaitu zona publik koleksi, zona publik
non koleksi, zona non publik koleksi, dan zona non publik non koleksi.
Berdasarkan karakter kegiatan dan potensi-potensi di dalamnya,
pembagian ruang-ruang dalam museum ini sesuai dengan zona tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Zona publik koleksi
Merupakan zona yang menyimpan koleksi untuk dinikmati publik,
yaitu fasilitas pamer, meliputi galeri komeesil, galeri temporer, galeri
permanen, dan taman tekstil.
2. Zona publik non koleksi
Merupakan zona yang mengakomodasi kebutuhan dan
kepentingan publik tanpa terkait secara khusus dengan konteks kasus,
yaitu fasilitas penerima, fasilitas penunjang, dan fasilitas pendidikan.
3. Zona non publik koleksi
Merupakan zona yang menyimpan koleksi namun bukan untuk
konsumsi publik, yaitu fasilitas kuratorial.
4. Zona non publik non koleksi
Merupakan zona yang tidak mewadahi aktifitas umum dan tidak
pula menyimpan koleksi. Kegiatan di dalamnya dapat merupakan
kegiatan-kegiatan yang menunjang keberlangsungan museum tanpa
terkait langsung dengan kegiatan-kegiatan museum itu sendiri. Dalam
kasus ini, fasilitas yang termasuk dalam zona non publik non koleksi
adalah fasilitas operasional.
Berdasarkan pemintakatan fungsi tersebut, berikut skema
hubungan fasilitas dalam masing-masing zona :
-
57
Diagram 13 : skema zoning dan hubungan fasilitas
-
65
IV.1.4 Persyaratan Ruang Persyaratan ruang pada kasus ini dititik beratkan pada ruang pamer
sebagai fungsi utama dari museum. Beberapa persyaratan teksnis ruang
pamer adalah sebagai berikut : 1) Pencahayaan dan penghawaan
Untuk tipologi fungsi museum, pencahayaan dan penghawaan
merupakan aspek teknis utama yang perlu diperhatikan untuk membantu
memperlambat proses pelapukan dari koleksi. Untuk museum dengan
koleksi utama museum kelembaban yang disarankan adalah 50% (RH)
dengan suhu 240C 260C. Intensitas cahaya yang disarankan sebesar 50
lux dengan meminimalisir radiasi ultra violet. Beberapa ketentuan dan
contoh penggunaan cahaya alami pada museum adalah sebagai berikut :
Gbr.23 : Ruang peragaan dan pencahayaan yang baik berdasarkan percobaan di Boston Sumber : Data Arsitek
Gbr.24 : Ruang yang memiliki pencahayaan ideal dengan pencahayaan dari dua sisi, dikembangkan oleh S. Hurst Seager. Sumber : Data Arsitek
-
66
2) Ergonomi dan Tata Letak Untuk memudahkan pengunjung dalam melihat, menikmati, dan
mengapresiasi koleksi, maka perletakan peraga atau koleksi menjadi
sangat penting. Berikut standar- standar peletakan koleksi di ruang pamer
museum :
Gbr.25, 26, 27 : Standar peletakan koleksi Sumber : Data Arsitek
-
67
Gbr.28, 29 : Standar peletakan koleksi Sumber : Data Arsitek
Untuk pameran dengan pencahayaan dari samping, tinggi tempat
gantungan yang baik antara 30o dan 60o, dengan tinggi ruang 6,7 meter
dan tinggi ambang 2130 untuk lukisan atau 3400 3650 untuk meletakkan
patung. Sedangkan ketentuan luasan yang dibutuhkan untuk beberapa
macam koleksi antara lain, lukisan 3-5 m2 luas dinding, patung 6-10 m2
luas dinding, dan 1 m2 ruang lemari cabinet untuk koleksi berupa kepingan
per 400 keping.
3) Jalur Sirkulasi di Dalam Ruang Pamer Jalur sirkulasi di dalam ruang pamer terutama harus mendukung
penyampaian informasi, membantu pengunjung memahami dan
berapresiasi terhadap esensi pameran. Penentuan jalur sirkulasi nantinya
akan bergantung pada runutan cerita yang ingin disampaikan dalam
pameran dan pencapaian yang ingin disampaikan ntuk dirasakan
pengunjung. Berikut beberapa contoh jalur sirkulasi yang digunakan untuk
membantu pembentukan sequence dan alur informasi yang ingin
disampaikan :
-
68
Gbr.30, 31 : Standar peletakan koleksi Sumber : Data Arsitek
4) Tata Cara Pemajangan atau Perletakan Koleksi Benda koleksi untuk studi diletakkan dengan kantong-kantongnya
dan disimpan di dalam lemari (dilengkapi laci-laci) berukuran dalam 0,8
meter dan tinggi 1,6 meter. Koleksi tekstil seperti tapestri, selimut, dan
karpet dapat dipajang dengan digantung. Koleksi tekstil yang berukuran
lebih besar seperti batik kemungkinan tidak akan cukup kuat untuk
dipajang dengan digantung. Karenanya, batik dapat dipajangkan pada
alas pajang kayu berbentuk persegi panjang (strainer), kemudian dijahit
dengan tekanan dan posisi jahitan tertentu. Bingkai pajang tersebut dapat
ditambah dengan lapisan pendukung solid dibelakang tekstil yang telah
disematkan pada alas pajang. Alas pajang dapat pula didukung dengan
bingkai dan pelapis kaca. Untuk koleksi tekstil yang berukuran kecil, dan
diinginkan disimpan dengan disematkan dan dibingkai digunakan
matboard karena dapat menyerap air yang muncul dari kelembaban udara
dengan mudah.
Koleksi perlu disimpan dalam pelapis kaca apabila lokasi
penyimpanan akan terkena cahaya alami, debu, dan asap. Jenis kaca
yang disarankan adalah Plexiglass dengan standar ukuran 4 x 8 kaki
(sekitar 1,2 x 2,4 m). Apabila aspek 3 dimensi dari tekstil sangat penting,
maka disarankan untuk memajang tekstil dengan digantung.
-
68
IV. 2 Analisis Tapak IV.2.1 Analisis Kondisi Tapak Tapak terletak di Jalan Jakarta, kelurahan Kebon Waru, kecamatan
Batu Nunggal, wilayah Karees, Bandung. Tapak merupakan lahan kosong
dengan batas-batas fisik sebagai berikut :
batas utara : permukiman penduduk
batas selatan : Jalan Jakarta
batas barat : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Tekstil, Balai Besar
Tekstil, dan Balai Besar Keramik (kawasan Departemen Perindustrian RI)
batas timur : Jalan Jatinegara dan permukiman penduduk
Beberapa gambaran mengenai kondisi tapak dapat dilihat dalam gambar -
gambar berikut :
Gbr 32 - 45 : gambaran kondisi sekitar lahan Sumber : dokumentasi pribadi (2007)
-
69
Sehubungan dengan batas-batas fisik dan kondisi di sekitar lahan
tersebut, keterkaitan lahan dengan lingkungan dan konteks di sekitarnya
dapat dilihat pada pemintakatan kawasan kasus dan sekitarnya sebagai
berikut :
Gbr 46 : pemintakatan kawasan untuk melihat konteks di sekitar lahan
-
70
Berdasarkan pemintakatan kawasan tersebut dapat diilhat bahwa
lahan terletak di antara berbagai macam konteks. Fungsi museum sebagai
ruang publik mengharuskan setiap elemen masyarakat merasa terundang,
nyaman untuk datang dan mengalami kegiatan di dalamnya. Karenanya,
lahan yang terletak di antara berbagai konteks tersebut berpotensi
menjadi titik pertemuan dan komunikasi dari berbagai konteks tersebut.
Potensi ini kemudian menjadi masalah utama perancangan kasus ini, yaitu
bagaimana museum ini dapat berbaur dengan lingkungannya sekaligus
membaurkan antar-konteks di sekitarnya.
IV.2.2 Analisis Zona dalam Tapak Sehubungan dengan keberagaman konteks di sekitar lahan, dan
fungsi museum sebagai ruang publik, dibutuhkan zona yang dapat
menampung kegiatan yang bersifat netral, yaitu kegiatan yang dibutuhkan
dan mungkin dilakukan oleh siapapun dari semua konteks di sekitar lahan.
Secara umum seluruh area lahan dengan ketinggian yang sama dengan
fungsi-fungsi yang sama di sekitar lahan (ketinggian 0.00) berpotensi
menjadi zona yang menampung kegiatan tersebut.
Gbr 47 : skema potongan tapak memperlhatkan potensi pemintakatan vertikal
Dari kondisi ruang terbuka dan pencapaian dari konteks-konteks di
sekitar lahan didapatkan zona yang menjadi titik pertemuan berbagai
konteks tadi sebagai zona yang berpotensi untuk menampung kegiatan-
kegiatan netral tersebut. Zona tersebut merupakan zona tempat
berkumpulnya sebagian besar akses yang mencapai lahan atau
merupakan titik penetrasi yang berpotensi menghaluskan perpindahan
atau pergantian konteks dari berbagai fungsi di sekitar lahan menuju
-
71
fungsi museum. Berikut gambar yang menunjukkan potensi zona secara
tersebut :
Gbr 48 : potensi pemintakatan lahan berdasarkan ruang terbuka dan sirkulasi dalam figure ground
IV.4.3 Analisis Pencapaian Sebagai fasilitas publik museum biasanya mengakomodasi
pencapaian dari pusat kegiatan kota. Dalam kasus ini, lahan diapit oleh
Jalan Ahmad Yani yang merupakan jalan arteri sekunder dengan arus
lalulintas dari pusat kota, dan Jalan Jakarta yang merupakan jalan
kolektor primer dengan arus lalulintas berlawanan arah dengan arus
-
72
lalulintas Jalan Ahmad Yani. Arus lalulintas Jalan Ahmad Yani merupakan
arus searah dengan debit kendaraan yang cukup tinggi. Sedangkan arus
utama lalulintas Jalan Jakarta merupakan arus searah namun memiliki
jalur khusus angkutan kota (angkot) yang berlawanan arah dengan arus
utamanya dengan debit kendaraan yang cukup tinggi pula. Melihat pada
kondisi lahan berdasarkan figure ground dan potensi fungsi museum
sebagai ruang publik, disimpulkan pula bahwa pada kawasan ini
berpotensi untuk membuat jalan tembus dari Jalan Ahmad Yani ke Jalan
Jakarta. Berdasarkan hirarki jalan, arah datang arus lalulintasnya, dan
kemudahan pencapaian ke dalam kawasan dilihat dari arus lalulintasnya,
Jalan Ahmad Yani memiliki potensi yang lebih besar sebagai pencapaian
utama ke kawasan museum. Berikut gambar yang memperlihatkan
analisis tersebut :
Gambar 49 : aksesibilitas
2007 TA PP NOVIANTRI 1-COVER.pdfcover.pdfabstrak prakata.pdf
bab 1.pdfbab 2.pdfbab 3.pdfBAB 4.pdfbab 4.1.pdfbab 4.1.1 & 4.1.pdfbab 4.1.4 & 4.pdf
BAB 5.pdfbab 6.pdf2007 TA PP NOVIANTRI 1-PUSTAKA.pdfpustaka.pdffoto maket.pdf