jbptitbpp gdl armainihar 21835 3 2010ta 2
DESCRIPTION
LerengTRANSCRIPT
5
BAB II TINJAUAN UMUM
2.1 Profil PT Timah Tbk
Daerah cadangan timah di Indonesia merupakan suatu bentangan wilayah sejauh lebih dari 800
km, disebut sebagai “The Indonesian Tin Belt” , yang merupakan bagian dari “The South East
Asian Tin Belt” yang membujur sejauh kurang lebih 3000 km dari daratan Asia kearah
Thailand, Semenanjung Malaysia dan Indonesia mencakup wilayah Pulau-pulau Karimun,
Kundur, Singkep dan sebagian di daratan Sumatera (Bangkinang) di utara terus ke selatan yaitu
Pulau-pulau Bangka, Belitung dan Karimata hingga ke daerah sebelah barat Kalimantan.
Penambangan timah di Indonesia sudah berlangsung lebih dari 200 tahun, yaitu di Bangka
mulai tahun 1711, di singkep tahun 1812 dan di Belitung sejak tahun 1852. Dengan kekayaan
cadangan yang melimpah, Indonesia merupakan salah satu negara produsen timah terbesar di
dunia.
Bijih timah di Indonesia pertama kali di gali pada tahun 1709 di sungai Olim, Toboali, Pulau
Bangka. Pengerjaannya dilakukan secara primitif oleh penduduk dengan cara pendulangan dan
mencangkul dengan sistem penggalian sumur Palembang atau kolong/parit. Bijih timah yang
dihasilkan pada waktu itu dijual kepada pedagang-pedagang yang datang dari Portugis,
Spanyol dan juga dari Belanda. Keadaan ini berubah ketika Belanda datang ke Indonesia, pada
saat mana penggalian timah mulai digiatkan. Sejak tahun 1720 penggalian timah dilakukan
secara besar-besaran dibiayai oleh para pengusaha Belanda yang tergabung dalam VOC yang
kemudian memonopoli dan menguasai seluruh tambang di Pulau Bangka.
Pada tahun 1816 Pemerintah Belanda mengambil alih tambang-tambang di pulau Bangka dan
dikelola oleh badan yang diberi nama “Bangka Tin Winning Bedrijf”(BTW). Sedangkan di
Pulau Belitung dan di Pulau Singkep diserahkan kepada pengusaha swasta Belanda, masing-
masing kepada Gemeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij Biliton (Biliton Mij) atau lebih
dikenal dengan nama GMB di Pulau Belitung,dan NV singkep Tin Exploitatie Maatschappij
atau dikenal dengan nama NV SITEM di Pulau Singkep.
Secara historis pengusahaan pertambangan timah di Indonesia dibedakan dalam dua masa
pengelolaan. Yang pertama sebelum tahun 1960 dikenal dengan nama masa pengelolaan
6
Belanda, dimana Bangka, Belitung dan Singkep merupakan badan usaha yang terpisah dan
berdiri sendiri. Bangka dikelola oleh badan usaha Pemerintah Belanda sedangkan Belitung dan
Singkep oleh perusahaan swasta Belanda. Status kepemilikan usaha ini memberikan ciri
manajemen dan organisasi yang berbeda satu dengan yang lain. Ciri perbedaan itu diwujudkan
dalam perilaku organisasi dalam arti luas, baik struktur ataupun budaya kerjanya.
Masa yang kedua adalah masa Pengelolaan Negara Republik Indonesia. Status berdiri sendiri
dari ketiga wilayah tersebut masih terus berlangsung tetapi dalam bentuk Perusahaan
Negara(PN) berdasarkan Undang-Undang No.19 PRP tahun 1960, yaitu PN Tambang Timah
Belitung dan PN Tambang Timah Singkep.
Selanjutnya berdasarkan PP No.87 tahun 1961 ketiga Perusahaan Negara Tersebut
dikoordinasikan oleh Pemerintah dalam bentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Tambang-
tambang Timah Negara (BPU Tambang Timah) dengan pembagian tugas dan wewenang
seperti bentuk “Holding Company”.
Perubahan selanjutnya terjadi pada tahun 1968 dimana ketiga PN dan BPU ditambah Proyek
Pabrik Peleburan Timah Mentok dilebur menjadi satu dalam bentuk PN Tambang Timah, yang
terdiri dari unit Penambangan Timah(UPT) Bangka, Belitung,dan singkep serta Unit Peleburan
Timah Mentok(Unit Peltim).
Dengan pertimbangan member keleluasaan bergerak di sektor ekonomi umumnya,terutama
dalam menghadapi persaingan, status PN Tambang Timah ini pada tahun pada tahun 1976
diubah lagi menjadi bentuk perseroan yaitu PT Tambang Timah (Persero) dengan Bangka,
Belitung, Singkep dan Peleburan Timah Mentok tetap sebagai unit kegiatan operasi yang
dipimpin masing-masing oleh Kepala Unit sedangkan Kantor Pusat berada di Jakarta sehingga
secara manajemen perubahan dimaksud belum terintegrasi dalam arti sebenarnya.
Bahwa ciri geografis masih tetap melekat dengan pembagian wewenang dan tanggung jawab
secara sektoral merupakan warisan sejarah, dan ini menjadi salah satu penyebab terjadinya
kesenjangan-kesenjangan dalam pengambilan keputusan yang melatarbelakangi perlunya
perubahan mendasar.
7
2.2 Letak dan Kesampaian Daerah Penyelidikan
Posisi geografis Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah 1050'-3010'LS dan 1050-1080BT.
Secara administratif daerah penelitian yaitu Tambang Besar Nudur dan Tambang Besar Mawas
termasuk kedalam wilayah Kabupaten Bangka Selatan tepatnya di Desa Bencah Kecamatan
Toboali. Wilayah ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan dalam waktu sekitar 3
(tiga) jam dari ibukota provinsi, Pangkal Pinang dengan jalan darat ke arah tenggara. Keadaan
Pulau Bangka beserta posisi daerah penelitian dilihat dari citra satelit dapat ditunjukkan pada
gambar 2.1
Gambar 2. 1 Peta Kepulauan Bangka Belitung (Sumber : www.Google Earth.com)
Tambang Besar Nudur dan Mawas berada di Desa Bencah, Kecamatan Toboali Kabupaten
Bangka Selatan. Kabupaten Bangka Selatan dengan ibukota Toboali merupakan kabupaten
hasil pemekaran Kabupaten Bangka pada tahun 2003. Daerahnya meliputi bagian selatan Pulau
Bangka, termasuk pulau-pulau kecil seperti Pulau Lepar, Pulau Pongok dan Pulau Nanas.
Kabupaten Bangka Selatan merupakan pusat penghasil beras Kepulauan Bangka Belitung. Juga
merupakan daerah tujuan transmigran dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
8
2.3 Geologi Regional
Wilayah Asia Tenggara sepanjang Thailand, Malaysia dan Indonesia (Sumatera) merupakan
daerah mineralisasi endapan timah placer. Kemenerusan daerah mineralisasi ini membentuk
Sabuk Timah Asia Tenggara yang terbagi menjadi dua zona yaitu West Belt dan East Belt
Timah. West Belt merupakan endapan placer ekonomis yang sangat penting, sabuk ini
memiliki tubuh endapan granit mesozonal, banyak muncul mineralisasi greisen dan sistem urat
yang berasosiasi dengannya. Selain itu juga didapatkan endapan timah pada skarn.Endapan
timah placer pada East Belt akan lebih sedikit dibandingkan West Belt, sabuk ini memiliki
tubuh granit yang epizonal dimana kehadiran greisen hanya secara lokal yang terdapat pada
East Belt. Sedangkan Pulau Kundur dan Pulau Bangka dilalui oleh West Belt, sehingga
berpotensi mengandung endapan timah placer lebih banyak (Hosking,1997).
Pada masa Paleozoikum, Pulau Bangka dan laut sekitarnya merupakan daratan, sedangkan pada
Zaman Karbon sampai Perm, Pulau Bangka dan Kepulauan Riau merupakan laut dangkal.
Pada Mesozoikum terjadilah pembentukan pegunungan (Orogenesa), maka Pulau Bangka dan
Kepulauan Riau muncul kembali. Pulau Bangka merupakan suatu pulau yang terdiri dari
perbukitan dan pantai dimana di Pulau Bangka tersebut banyak dijumpai batuan granit yang
merupakan source utama dari logam timah.
Pembentukan timah placer ditentukan oleh kerangka waktu tentatif dalam sejarah
pembentukannya sebagai berikut :
1.Selama iklim kering di zaman Miosen akhir sampai Pliosen Awal terbentuk regolith di
Paparan Sunda.Regolith tersebut terdiri dari laterit dan endapan placer mineral-mineral berat
dari eluvial dan kolovial yang selanjutnya merupakan batuan dari batuan dasar.
2.Secara tidak selaras pada Pliosen Awal sampai Plistosen Awal, diatas batuan dasar
diendapkan Older Sedimentary Cover yang merupakan lapisan boulder yang mengandung
endapan timah ekonomis.
3.Pada akhir Plistosen Awal terjadi peningkatan curah hujan (presipitasi) sehingga arus air
mengkonsentrasikan endapan timah sebagai residual elutriation, kaksa, dan mincan (braided
stream).
9
4.Proses laterasi selanjutnya terjadi pada Plistosen Tengah menghasilkan braided sistem
kedua yang mengubah endapan lama dan mengendapkan kembali sebagai mincan yang lebih
muda.
Gambar 2. 2 Peta Geologi Pulau Bangka (Sumber: PT. Timah Tbk, Divisi Eksplomin, 2009)
Pada gambar 2.2 diatas, batuan yang tertua di Bangka adalah batuan metamorf Kompleks
Pemali (CPp) berumur Paleo-Perm yang terdiri dari batuan filit, sekis dengan sisipan kuarsit
serta lensa-lensa batu gamping. Diabas Penyabung merupakan batuan yang berumur lebih
muda (Permo Trias, PTrd) dari Kompleks Pemali yang terdiri dari batuan diabas dan
menerobos Kompleks Pemali, dimana diabas ini kemudian diterobos oleh batuan granit klabat
(TrJkg). Pada awal Trias, bersamaan dengan pembentukan Diabas Penyabung terbentuk
formasi Tanjung Genting (Trt) terdiri dari perselingan batupasir malihan, batupasir, batupasir
lempung dan batu lempung dengan lensa-lensa batugamping, tersebar sangat luas meliputi
hampir seluruh bagian Pulau Bangka. Pada akhir Trias-PertengahanJura, aktivitas magma
membentuk Granit Klabat (TrJkg) yang menerobos semua satuan batuan terdahulu. Pada
10
Pliosen diendapkan Formasi Ranggam (TQr) yang terdiri dari perselingan batu pasir dan batu
lempung,sementara pada zaman Kuarter (kala Holosen) terbentuk endapan alluvial.
Terdapat 3 (tiga) kategori endapan placer timah di wilayah ini yaitu: konsentrasi residual pada
lereng-lereng sungai dan lembah (kulit), placer para-allochton (kaksa) yang langsung menutupi
batuan induk termineralisasi dan alluvial alochton (mincan) yang membentuk lapisan dalam
sedimen pengisi lembah-lembah.Endapan pertama dan kedua berhubungan langsung dengan
mineralisasi primer yang berasosiasi dengan terobosan granit, sementara kategori ketiga
merupakan hasil rombakan dari batuan induk dan mineralisasi primer.
Batuan yang merupakan sumber bahan galian timah adalah batuan dasar granit berumur Trias
hingga batuan sedimen karbonan berumur Perm, dan juga batuan sedimen berumur Tersier.
Bahkan sekuen batuan sedimen dibagian tenggara Pulau Bangka di dominasi oleh Kelompok
Ranggam dengan kandungan timah alluvial yang berasal dari hasil erosi granit tipe S berumur
Jura berasal dari endapan placer yang tersebar di darat dalam wilayah pertambangan, dengan
mineral utama kasiterit dan mineral-mineral ikutan terdiri dari : monazite, xenotim, ilmenit,
turmalin, zircon dan kuarsa.
2.4 Kondisi Morfologi dan Iklim
2.4.1 Morfologi
Keadaan alam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagian besar merupakan dataran rendah,
lembah dan sebagian kecil pegunungan dan perbukitan. Ketinggian dataran rendah rata-rata
sekitar 50 m diatas permukaan laut dan ketinggian daerah pegunungan antara lain untuk
Gunung Maras mencapai 699 m di kecamatan Belinyu (Pulau Bangka), Gunung Tajam Kaki
ketinggiannya kurang lebih 500 m diatas permukaan laut di Pulau Belitung. Sedangkan untuk
daerah perbukitan seperti Bukit Menumbing ketinggiannya mencapai kurang lebih 455 m di
Kecamatan Mentok dan Bukit Mangkol dengan ketinggian sekitar 395 m diatas permukaan laut
di Kecamatan Pangkalan Baru.
Sementara keadaan tanah Kepulauan Bangka Belitung secara umum mempunyai pH atau reaksi
tanah yang asam rata-rata dibawah 5 (lima), akan tetapi memiliki kandungan aluminium yang
sangat tinggi. Di dalamnya mengandung banyak mineral bijih timah dan bahan galian berupa
pasir, pasir kuarsa, batu granit, kaolin, tanah liat, dll.
11
Keadaan tanah terdiri dari :
Podsolik dan Litosol: Warnanya coklat kekuning-kuningan berasal dari batu plutonik
masam yang terdapat di daerah perbukitan dan pegunungan.
Asosiasi Podsolik: Warnanya coklat kekuning-kuningan dengan bahan induk kompleks
batu pasir kwarsit dan batuan plutonik masam.
Asosiasi Aluvial, hedromotif dan clay humus serta regosol: berwarna kelabu muda,
berasal dari endapan pasir dan tanah liat.
2.4.2 Iklim
Kepulauan Bangka Belitung memiliki iklim tropis yang dipengaruhi angin musim yang
mengalami bulan basah selama tujuh bulan sepanjang tahun dan bulan kering selama lima
bulan terus menerus. Tahun 2007 bulan kering terjadi pada bulan Agustus sampai dengan
Oktober dengan hari hujan 11-15 hari perbulan. Untuk bulan basah hari hujan 16-27 hari
perbulan, terjadi pada bulan Januari sampai dengan bulan Juli dan bulan November sampai
bulan Desember.
Tahun 2007 kelembaman udara di Provinsi Kepulaun Bangka Belitung berkisar antara 77,4 %
sampai dengan 87,3 % dengan rata-rata perbulan mencapai 83,1 %, dengan curah hujan antara
58,3 mm sampai dengan 476,3 mm dan tekanan udara selama tahun 2007 sekitar 1010,1
milibar. Rata-rata suhu udara selama tahun 2007 di provinsi ini mencapai 26,70 C dengan rata-
rata suhu udara maksimum 29,90 C dan rata-rata suhu udara minimum 24,90 C. Suhu udara
maksimum tertinggi terjadi pada bulan Oktober dengan suhu udara 31,70 C, sedangkan untuk
suhu udara minimum terendah terjadi pada bulan Februari dan maret dengan suhu udara
sebesar 23,20 C.
2.4.3 Flora dan Fauna
Di Kepulauan Bangka Belitung tumbuh bermacam-macam jenis kayu berkualitas yang
diperdagangkan ke luar daerah seperti: kayu meranti, ramin, mambalong, mandaru, bulin, dan
kerengas. Tanaman hutan lainnya adalah: kapuk, jelutung, pulai, gelam, meranti rawa,
mentagor, mahang, bakau dan lain-lain. Hasil hutan lainnya merupakan hasil ikutan terutama
madu alam dan rotan.Madu Kepulauan Bangka Belitung terkenal dengan sebutan madu pahit.
Sedangkan tumbuhan hutan yang lain yang terdapat di kepulauan Bangka Belitung bermacam-
12
macam kayu seperti: kayu ramin, meranti, jelutung, pulai, gelam, bitanggor, meranti rawa,
cempedak air, mahang, bakau dan lain-lain sebagainya.
Fauna di Kepulauan Bangka Belitung lebih memiliki kesamaan dengan fauna di Kepulauan
Riau dan semenanjung Malaysia daripada dengan daerah Sumatera. Beberapa jenis hewan yang
dapat ditemui di Kepulauan Bangka Belitung antara lain: rusa, beruk, monyet, lutung, babi
hutan, tringgiling, kancil, musang, elang, ayam hutan, pelanduk, berjenis-jenis ular dan biawak.
2.5 Kegiatan Penambangan
Pada umumnya saat ini penambangan timah dilakukan di darat dengan menggunakan tambang
semprot (gravel pumps) dan di laut dengan kapal keruk (dredging). Penambangan di darat tidak
memerlukan teknologi yang rumit, sehingga dapat dijalankan dalam skala kecil sekalipun.
Proses penambangan di darat dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah. Sementara itu
penambangan di laut memerlukan investasi yang besar terkait penggunaan teknologi yang lebih
kompleks. Namun saat ini masyarakat melakukan penambangan bijih timah di laut dalam skala
kecil dengan peralatan yang lebih sederhana. Penambangan di perairan dilakukan dengan
menggunakan kapal isap dan kapal keruk. Kapal isap umumnya digunakan untuk pembuatan
kanal yang akan dilalui oleh kapal keruk. Sedangkan kapal keruk digunakan untuk pemberaian,
pengangkutan, dan konsentrasi yang berlangsung secara berurutan dalam satu rangkaian kapal
keruk. Armada kapal keruk mempunyai kapasitas mangkok (bucket) mulai dari ukuran 7 cuft
sampai dengan 24 cuft. Masing-masing kapal keruk mempunyai jangkauan kedalaman
pengerukan yang berbeda-beda yaitu 16, 30, dan 50 m yang operasionalnya disesuaikan dengan
kedalaman dasar laut dan batuan dasarnya.
Penambangan di darat dilakukan dengan sistem tambang semprot. Kegiatan pertama adalah
melakukan pengupasan tanah penutup atau overburden. Pengupasan tanah penutup tersebut
dapat dilakukan dengan dua metode yaitu dengan pompa semprot atau monitor dan pompa isap
atau pompa tanah untuk membuang lapisan penutup ke lapisan overburden disposal, selain itu
juga dapat dilakukan dengan menggunakan backhoe dan truk untuk memindahkannya ke
overburden disposal. Tahap berikutnya setelah pengupasan tanah penutup adalah
penambangan bijih timah dengan menggunakan giant monitor, pompa semprot dan isap.
13
Gambar 2.3 Kegiatan Penambangan Darat Sistem Tambang Semprot (Sumber: Foto-foto lokasi kunjungan ke Tambang Besar Mapur Sungai Liat, 2009)
Penambangan di perairan dengan kapal keruk umumnya lebih kompleks dibandingkan
penambangan darat. Proses penambangan di laut dapat dilihat pada gambar 2.4 di bawah.
Perencanaan operasi penambangan diperairan hanya didasarkan pada informasi geologi yang
diperoleh dari hasil pengeboran. Sedangkan penambangan darat selain didasarkan pada
informasi geologi juga didukung oleh pengamatan visual langsung dilapangan. Selain itu
penambangan dengan kapal keruk tidak bisa dilakukan untuk selective mining dengan dimensi
yang relatif lebih kecil karena medan kerja minimal kapal keruk yang cukup luas dan tidak bisa
berpindah-pindah lokasi. Hal ini berbeda dengan sistem penambangan darat yang lebih
fleksibel untuk melakukan selective mining. Batasan teknis kapal keruk lain yang harus
dipertimbangkan adalah arah kemajuan penambangan yang harus disesuaikan dengan arah arus
laut.
14
Gambar 2. 4 Kegiatan Penambangan Lepas Pantai (Offshore) Sistem Kapal Keruk (Sumber:Foto-foto lokasi kunjungan ke penambangan kapal keruk Duyung wilayah operasi Belinyu, 2009)
Operasi darat PT Timah Tbk dilaksanakan oleh Divisi Proda (Produksi Darat) yang
membawahi 5 (lima) wilayah produksi, yaitu WP 1 Sungai Liat, WP 2 Belinyu, WP 3 Toboali,
WP 4 Jebus/Muntok, dan WP 5 Belitung. Selain itu Perusahaan memiliki sebuah unit produksi
di Kundur , Kepulauan Riau untuk produksi wilayah Karimun. Selain itu , PT Timah Tbk
mengoperasikan 15 unit kapal keruk dan menyewa 2 unit Kapal Isap, dengan kapasitas
produksi total 8.372.000 ton Sn/thn, yang beroperasi di 6 wilayah laut sekitar Pulau Bangka
dan Belitung. Peta wilayah kuasa pertambangan PT Timah Tbk dapat dilihat pada gambar 2.5
dibawah ini:
15
Gambar 2.5 Peta wilayah kuasa pertambangan PT Timah Tbk (Sumber: PT. Timah Tbk, Divisi Eksplomin, 2009)
Sampai dengan tahun 2008, PT Timah Tbk memiliki wilayah eksplorasi di 125 KP dengan luas
521.066,43 Ha meliputi Sungai Liat, Belinyu, Toboali, Jebus/Mentok dan Belitung, serta Pulau
Kundur–Kepri.
Tambang Besar (TB) Nudur dan Tambang Besar (TB ) Mawas merupakan kawasan tambang
darat yang dilakukan oleh PT Tambang Timah untuk Wilayah Produksi Toboali , tepatnya di
Desa Bencah Kecamatan Toboali Kabupaten Bangka Selatan. TB Nudur sendiri dibagi menjadi
4 (empat) kolong yaitu Nudur I,Nudur II, Nudur III, dan Nudur IV. Sedangkan TB Mawas
dibagi menjadi 2 (dua) kolong yaitu Mawas I dan Mawas II. Karakteristik utama
pengklasifikasian TB dan 3 (tiga) jenis skala tambang lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
16
Tabel 2.1 Klasifikasi Tambang Darat
Berdasarkan kegiatan penambangan yang sudah dilakukan terdapat perbedaan perolehan
tambang (produksi) yang signifikan antara tambang darat dan kapal keruk. KH adalah koefisien
hasil yang menunjukkan prosentase penambangan yang sebenarnya terhadap rencana
penambangan. Umumnya KH untuk kapal keruk sekitar 95 % sedangkan KH untuk tambang
darat umumnya lebih besar dari 100 % dengan rata-rata 130%. Perbedaan ini disebabkan
operasional kapal keruk yang mempunyai batasan-batasan teknis yang lebih kompleks.
2.6 Kegiatan Pengolahan
2.6.1 Pengolahan Bijih Timah
Proses penambangan menghasilkan bijih timah yang umumnya mengandung kadar ± 20% Sn.
Untuk meningkatkan kadar bijih timah atau konsentrat yang berkadar rendah, bijih timah
tersebut diproses di Washing Plant. Melalui Proses tersebut bijih timah dapat ditingkatkan
kadar (grade) Sn-nya dari 20-30% Sn menjadi 72% Sn (berupa tinshed) untuk memenuhi
persyaratan peleburan. Selain itu untuk memisahkan konsentrat dari mineral ikutan lainnya,
Kategori Unit Tambang Skala Kecil
Tambang Non-Konvensional
Tambang Semprot Tambang Besar
Jumlah Unit 3812 3 5 7
Kapasitas m3/hr < 5 20-30 50-100 > 100
Kedalaman m 0-12 0-6 6−10 > 10
Volume m3/hr 5.000-200.000 200.000-500.000 500.000-1000.000 > 1.000.000
Peralatan Berat Unit 1 1 2 3
Media Pencucian
Palong Palong Palong Jig (primary &
secondary)
Pompa semprot Unit
Jet-pump (small monitor) (1) 1 1 ≥ 2
17
seperti Monazite ,Ilmenite, Xenotime, Zircon dan Tourmalin. Kelima mineral tersebut
mengandung unsur-unsur radioaktif Uranium, Thorium dan Radium. Limbah dalam proses ini
berupa Terak/Slag I yang memiliki kadar 20-30% Sn.
Gambar 2.6 Proses Pengolahan Bijih Timah (Sumber: PT. Timah Tbk, Divisi Pusmet, 2009)
2.6.2 Kegiatan Peleburan
Proses peningkatan kadar bijih timah yang berasal dari penambangan di laut maupun di darat
diperlukan untuk mendapatkan produk akhir berupa logam timah berkualitas dengan kadar Sn
yang tinggi dengan kandungan pengotor (impurities) yang rendah. Untuk mendapatkan logam
timah dengan kualitas yang lebih tinggi, maka harus dilakukan proses pemurnian terlebih
dahulu dengan menggunakan suatu alat pemurnian yang disebut crystallizer. Dalam tahap ini
limbah dikenal dengan nama Terak/Slag 2 yang memilki kadar 1-2% Sn.
18
Gambar 2.7 Proses Peleburan Bijih Timah (Sumber: PT. Timah Tbk, Divisi Pusmet, 2009)
Pusat Metalurgi (Pusmet) Mentok dan Kundur bertanggung jawab atas pencucian dan
pengolahan bijih timah serta penyimpanan persediaan logam timah sebelum dijual. Pencucian
bijih dipusatkan di Pusat Pencucian Bijih Timah (PPBT) Mentok, Pemali dan Kundur.
2.7 Kegiatan Pemasaran
Kegiatan pemasaran mencakup kegiatan penjualan dan pendistribusian logam timah.
Pendistribusian logam timah hampir 95% dilaksanakan untuk memenuhi pasar di luar negeri
atau ekspor dan sebesar 5% untuk memenuhi pasar domestik. Negara tujuan ekspor logam
timah antara lain adalah wilayah Asia Pasifik yang meliputi Jepang, Korea, Taiwan, Cina dan
Singapura, wilayah Eropa meliputi Inggris, Belanda, Perancis, Spanyol dan Italia serta Amerika
dan Kanada. Pendistribusian dilaksanakan melalui pelabuhan di Singapura untuk ekspor
sedangkan untuk domestik dilaksanakan secara langsung dan melalui gudang di Jakarta. Tipe
pembeli logam timah dapat dikelompokkan atas pengguna langsung (end user) serta pabrik
atau industri solder serta industri pelat timah serta pedagang besar (trader).
Produk akhir PT Timah Tbk pada umumnya berupa timah batangan (ingot) yang memiliki
kadar 99,85% Sn yang terdaptar di London Metal Exchange (LME). Selain itu perusahaan
19
menghasilkan produk lain seperti Bangka Tin (kadar Sn 99,9x%), Mentok Tin (kadar Sn
99,85%), Banka Low Lead (LL100 ppm, Banka LL50ppm, Banka LL40ppm, Banka LL80ppm,
Banka LL200ppm), Banka Four Nine (kadar Sn 99,99%), semuanya dengan berbagai ukuran
dan bentuk sesuai dengan permintaan konsumen. Saat ini tengah dikembangkan kemungkinan
produksi timah dalam bentuk cair untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Berbagai contoh produk pemasaran PT Timah Tbk (sumber : www.pt timah.co.id)
Banka Tin (kadar Sn 99,9%) Banka Small Ingot, Tin Shot, Pyramid, dan Anoda
Mentok Tin (kadar Sn 99,85%)