iv hasil dan pembahasan 4.1. keadaan umum daerah...

28
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Kabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian selatan. Luas wilayah Kabupaten Garut sebesar 306.519 Ha yang meliputi 42 Kecamatan, 21 Kelurahan, dan 403 Desa. Batas-batas wilayah Kabupaten Garut yaitu, pada bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten tasikmalaya, bagian selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, dan bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur. Desa sindanggalih merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Desa Sindanggalih memiliki 14 Rukun Warga (RW) yang terdiri dari 45 Rukun Tetangga (RT). Desa Sindanggalih mempunyai luas wilayah 436,500 Ha (Data Monografi Desa, 2017). Luas lahan untuk areal pertanian di Desa Sindanggalih masih cukup besar, yaitu 120 Ha. Keadaan ini mendukung untuk budidaya ternak di daerah tersebut, karena peternak dapat memanfaatkan lahan tersebut untuk mendapatkan hijauan bagi pakan ternak. Secara administratif Desa Sindanggalih Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Utara : Desa Sindanglaya dan Desa Jatisari Selatan : Kabupaten Tasikmalaya Barat : Desa Godog Timur : Desa Sindangpalay

Upload: lethuan

Post on 12-Jul-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

37

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian

4.1.1. Keadaan Fisik Daerah Penelitian

Kabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

selatan. Luas wilayah Kabupaten Garut sebesar 306.519 Ha yang meliputi 42

Kecamatan, 21 Kelurahan, dan 403 Desa. Batas-batas wilayah Kabupaten Garut

yaitu, pada bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten

Sumedang, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten tasikmalaya, bagian

selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, dan bagian barat berbatasan

dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur.

Desa sindanggalih merupakan salah satu desa yang terdapat di

Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Desa

Sindanggalih memiliki 14 Rukun Warga (RW) yang terdiri dari 45 Rukun

Tetangga (RT). Desa Sindanggalih mempunyai luas wilayah 436,500 Ha (Data

Monografi Desa, 2017).

Luas lahan untuk areal pertanian di Desa Sindanggalih masih cukup

besar, yaitu 120 Ha. Keadaan ini mendukung untuk budidaya ternak di daerah

tersebut, karena peternak dapat memanfaatkan lahan tersebut untuk mendapatkan

hijauan bagi pakan ternak. Secara administratif Desa Sindanggalih Kecamatan

Karangpawitan Kabupaten Garut memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

Utara : Desa Sindanglaya dan Desa Jatisari

Selatan : Kabupaten Tasikmalaya

Barat : Desa Godog

Timur : Desa Sindangpalay

Page 2: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

38

Kondisi geografi Desa Sindanggalih termasuk dalam kategori dataran

tinggi dengan ketinggian ±700 meter diatas permukaan laut (mdpl), curah hujan

250 mm/tahun, suhu rata-rata harian 240C (Data Monografi Desa, 2017). Kondisi

tersebut cocok untuk daerah budidaya kambing, hal ini sesuai dengan pernyataan

Mankuwidjojo (1988) yang menyatakan bahwa suhu yang nyaman bagi ternak

kambing ± 8 - 300C.

4.1.2. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Sindanggalih berjumlah 7.831 jiwa dengan

rincian laki-laki 4.006 jiwa dan perempuan 3.825 jiwa (Data Monografi Desa,

2017). Penduduk Desa Sindanggalih memiliki beragam mata pencaharian seperti

yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk Desa Sindanggalih

No Mata Pencaharian Jumlah

Orang …%...

1 Petani 568 7,25

2 Buruh Tani 2234 28,53

3 Buruh/Swasta 255 6,62

4 Pegawi Negeri 150 1,92

5 Perajin 132 1,69

6 Pedagang 235 3,00

7 Peternak 137 1,75

8 Montir 55 0,70

9 Mantri 4 0,05

10 Bidan 4 0,05

11 Dukun Bayi 5 0,06

Jumlah 3779 51,62

Sumber: Monografi Desa Sindanggalih 2017

Keberagaman mata pencaharian penduduk Desa Sindanggalih selaras

dengan jumlah penduduknya. Peternak di Desa Sindanggalih hanya sekitar 1,75%

dari total keseluruhan. Penyebab sedikitnya jumlah peternak yang dimuat pada

Page 3: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

39

Tabel 2 disebabkan karena penduduk hanya didata berdasarkan pekerjaan utama.

Sedangkan para peternak Desa Sindanggalih, umumnya menjadikan usaha

peternakan sebagai usaha sampingan. Selain itu, sebagian besar masyarakat desa

bekerja sebagai buruh tani dengan presentase sebesar (28,58%), para penduduk

memilih bekerja sebagai buruh tani karena tidak memiliki sawah, sehingga

keahlian bertani yang dimiliki dimanfaatkan untuk menjadi buruh tani.

4.1.3. Tingkat Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan penduduk di Desa Sindanggalih berdasarkan profil

Desa tahun 2017 umumnya tergolong rendah. Hal ini terlihat dari data pada Tabel

3 yang menunjukan bahwa, sebagian besar masyarakat Desa Sindanggalih

mempunyai riwayat pendidikan tamat SD/Sederajat, dengan presentase (30,92%)

dari keseluruhan penduduk. Kurangnya minat untuk melanjutkan ke tingkat

pendidikan lebih tinggi disebabkan oleh faktor ekonomi serta kesadaran akan

pentingnya pendidikan yang masih rendah.

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Formal Penduduk Desa Sindanggalih

No Jenjang Pendidikan Jumlah

Orang …%...

1 Belum masuk TK 250 4,25

2 Sedang TK/Play Group 280 4,76

3 Sedang sekolah 825 14,02

4 Pernah SD tetapi tidak

tamat

150 2,55

5 Tamat SD/sederajat 1820 30,92

6 Tamat SMP/sederajat 1457 24,75

7 Tamat SMA/sederajat 950 16,14

8 Tamat D-2/sederajat 15 0,25

9 Tamat D-3/sederajat 29 0,49

10 Tamat S-1/sederajat 93 1,58

11 Tamat S-2/sederajat 17 0,29

Jumlah 5886 100

Sumber : Monografi Desa Sindanggalih 2017

Page 4: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

40

4.1.4. Keadaan Peternakan Daerah Penelitian

Ternak yang dipelihara oleh penduduk di Desa Sindanggalih terdiri dari

ternak besar, ternak kecil, dan unggas. Ternak besar terdiri dari sapi, kerbau, dan

kuda. Sedangkan ternak kecil terdiri dari kelinci, kambing, dan domba. Serta

ternak unggas yang dipelihara yaitu ayam kampung. Desa Sindanggalih dijadikan

sebagai basis peternakan kambing PE, oleh karena itu pengembangan kambing PE

harus terus di kembangkan guna meningkatkan populasi ternak. Berikut ini Tabel

yang menjelaskan mengenai subsektor peternakan yang ada di Desa Sindanggalih.

Tabel 4. Subsektor peternakan di Desa Sindanggalih

No Komoditi Jumlah (ekor)

1 Sapi 30

2 Kerbau 2

3 Ayam kampung 1650

4 Kuda 4

5 Kambing 900

6 Domba 250

sumber: Monografi Desa Sindanggalih

4.1.5. Profil Kelompok peternak Lebaksiuh Desa Sindanggalih

Kelompok Lebaksiuh pada awalnya bernama Tunas Lingga, yang

didirikan pada tahun 1975 oleh bapak Omat rohimat. Namun, sejak ada program

bantuan pemerintah berupa bibit kambing perah PE , nama Tunas Lingga berubah

menjadi Lebaksiuh pada tahun 2012. Kelompok peternak Lebaksiuh pernah

menjuarai kontes ternak yang diselenggarakan pada tahun 2013 dan 2015. Hingga

saat ini, kelompok Lebaksiuh tetap dipercaya oleh Dinas Peternakan untuk

mengikuti kontes ternak yang diadakan oleh berbagai instansi.

Lahan yang digunakan adalah lahan milik anggota kelompok ternak yang

didirikan pada satu hamparan seluas ±0,5 Ha dengan populasi ternak ± 400 ekor

Page 5: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

41

di tahun 2017. Lahan tersebut dipergunakan untuk mendirikan kandang dan

menanam hijauan makanan ternak (HMT).

Sistem perkandangan yang digunakan adalah sistem panggung.

Pemeliharaan ternak kambing dilakukan secara (intensif) dan pakan disajikan di

kandang. Hal ini memudahkan dalam pengelolaan ternak, penggunaan waktu dan

tenaga lebih efisien, serta memudahkan dalam pengaturan pemberian pakan.

Hijauan yang umumnya diberikan terdiri dari rumput lapang, rumput gajah dan

lamtoro yang berasal dari lahan hutan yang bekerjasama dengan Perum Perhutani.

Rata-rata 10 kg/ekor/hari yang disesauikan dengan kondisi, umur dan jenis

kelamin ternak dengan waktu pemberian dilakukan pada pagi dan sore hari.

Penanggulangan penyakit pada umumnya dilakukan oleh peternak sendiri

dengan menggunakan obat-obatan tradisional dan Dinas Peternakan yang

melakukan pengecekan kesehatan kambing secara rutin. Usaha ternak kambing

PE pada umumnya dilakukan dengan tenaga kerja keluarga. Peternak yang

tergabung didalam anggota koperasi dapat menggantikan atau membantu apabila

ada peternak atau anggota yang lain dalam kondisi sakit atau keadaan yang

menyebabkan tidak dapat melakukan pemeliharaan.

Peternakan di Koperasi Lebaksiuh belum memiliki fasilitas bak

penampungan limbah serta tempat pengolahan limbah seperti untuk diolah

menjadi biogas. Kotoran ternak dibiarkan begitu saja, peternak hanya

mengumpulkan kotoran apabila dibutuhkan sebagai pupuk untuk kebun.

Penjualan ternak dilakukan melalui ketua kelompok dan tengkulak.

Namun, peternak lebih banyak memilih menjual ternak melalui ketua kelompok

karena harga yang ditawarkan lebih tinggi. Tidak semua peternak memerah susu

Page 6: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

42

kambing, karena peternak merasa kesulitan dalam menjual susu kambing.

Sehingga, peternak hanya membudidayakan kambing perah untuk pembibitan.

4.2. Karakteristik Peternak

Peternak yang dijadikan responden pada penelitian ini sebanyak 33 orang

anggota kelompok peternak Lebaksiuh. Karakteristik peternak diungkap

berdasarkan enam indikator, yaitu umur, pendidikan formal, pendidikan non

formal, pengalaman beternak, kepemilikan ternak, dan kekosmopolitan. Penilaian

karakteristik peternak dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tinggi, sedang, rendah.

Karakteristik pribadi tersebut dapat mewakili karakter atau sifat individu

yang dimiliki. Setiap peternak memiliki sifat yang berbeda satu sama lain, tetapi

tidak menutup kemungkinan terdapat peternak yang memiliki sifat yang hampir

sama. Karakteristik peternak di kelompok peternak Lebaksiuh Desa Sindanggalih

Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut dapat diuraikan sebagai berikut :

4.2.1. Umur

Umur dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kinerja dan perilaku.

Pada umur produktif, seseorang dapat memaksimalkan tenaga yang dimiliki untuk

keberhasilan usahanya. Umur peternak yang menjadi responden pada penelitian

ini bervariasi antara 18-60 tahun. Hurlock (1996) membagi umur menjadi tiga

kelompok yaitu dewasa awal (15-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan

dewasa lanjut (lebih dari 61 tahun). Umur responden pada penelitian ini dapat

dilihat pada Tabel 5.

Page 7: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

43

Tabel 5. Tingkat Umur Responden

No Umur (Tahun) Jumlah

…Orang… …%...

1 15-40 19 57,58

2 41-60 14 42,42

3 >61 0 0

Jumlah 33 100

Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa responden terbagi menjadi dua

kelompok yaitu dewasa awal dan dewasa madya. Pada saat dewasa awal dan

dewasa madya, seseorang telah mulai bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Badan Pusat statistik mengelompokkan umur seseorang dalam bekerja menjadi 3

kelompok yaitu umur belum produktif (0-14 tahun), umur produktif (15-64

tahun), dan umur tidak produktif (>64 tahun).

Berdasarkan data pada Tabel 5, seluruh responden berada pada kategori

umur produktif. Tingginya proporsi responden yang berumur produktif

disebabkan karena secara psikologis, pada umur tersebut seseorang dapat mulai

bekerja. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Santrock (2002) yang menyebutkan

bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan menjalin hubungan

dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk hal lainnya.

Sedangkan pada saat memasuki dewasa maka seseorang akan mendapatkan

pekerjaan penuh yang kurang lebih tetap.

Keaktifan peternak berumur produktif berkaitan dengan produktivitas

seseorang dalam melakukan aktivitas. Peternak yang berada pada usia produktif,

akan lebih mampu melakukan pekerjaan dengan maksimal karena ketahanan fisik

yang masih kuat. Sesuai dengan pendapat Lestari, dkk (2009) umur peternak

yang produktif mempengaruhi kemampuan fisik dan pola pikir sehingga sangat

potensial dalam mengembangkan usaha ternaknya.

Page 8: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

44

4.2.2. Tingkat Pendidikan Formal

Pendidikan formal merupakan proses belajar yang dilakukan secara

teratur, sistematis, dan berjenjang melalui sekolah formal. Pendidikan formal

merupakan faktor yang penting untuk mengembangkan pola pikir dan daya cerna

seseorang ketika menyerap suatu informasi.

Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini bervariasi antara SD

sampai S1. Variasi pendidikan ini terjadi karena para peternak mulai menyadari

bahwa pendidikan tinggi sangat penting untuk memajukan kehidupan seseorang.

Tingkat pendidikan responden penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Tingkat Pendidikan Formal Responden

No Pendidikan Jumlah

…Orang… …%...

1 ≤ SD 11 33,33

2 SMP-SMA/SMK 18 54,55

3 ≥D3 4 12,12

Jumlah 33 100

Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden

(54,55%) berpendidikan SMP dan SMA/SMK, tingkat pendidikan yang sudah

cukup baik ini akan memudahkan peternak dalam mengadopsi inovasi

pengetahuan yang baru. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soekartawi (2005)

yang mengungkapkan bahwa mereka yang berpendidikan tinggi akan relatif lebih

cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya mereka yang

berpendidikan rendah akan sulit melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat.

4.2.3. Tingkat Pendidikan Non Formal

Menurut Joesoef (1997), pendidikan non formal bertujuan

mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan

Page 9: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

45

baginya menjadi peserta-peserta yang efesien dan efektif dalam lingkungan

keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya. Frekuensi

keaktifan peternak Lebaksiuh dalam mengikuti pendidikan non formal pada

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Tingkat Pendidikan Non Formal Responden

No Frekuensi (1 Tahun) Jumlah

…Orang… …%...

1 ≥ 7 6 18,18

2 4-6 12 36,36

3 ≤ 3 15 45,46

Jumlah 33 100

Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden

(45,46%) tidak aktif mengikuti pendidikan non formal. Ketidakaktifan tersebut

disebabkan karena ketidaktepatan penyuluh dalam memilih waktu dan tempat

penyuluhan. Para penyuluh sering melakukan penyuluhan di tempat diskusi yang

terletak di area kandang kelompok milik peternak pada pagi atau siang hari,

sedangkan pada waktu-waktu tersebut sebagian besar peternak berkumpul di area

hutan untuk mencari pakan dan mengurus kebun kopi.

Faktor lain yang menyebabkan kurangnya partisipasi peternak, yaitu

materi penyuluhan yang tidak sesuai dnegan keinginan peternak. Sehingga terjadi

penolakan secara tidak langsung dari peternak, karena ketidaktepatan penyuluh

dalam memilih waktu, tempat, dan materi penyuluhan. Di lain pihak, sesuai

pendapat Hawkins dan Van (1999) petani mempunyai kebebasan untuk menerima

atau menolak sasaran yang diberikan agen penyuluhan pertanian. menerima atau

menolak sasaran yang diberikan agen penyuluhan pertanian. Dengan demikian

Page 10: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

46

penyuluhan hanya dapat mencapai sasarannya jika perubahan yang diinginkan

sesuai dengan kepentingan petani

Sebagian besar pendidikan non formal yang didapatkan berasal dari

kegiatan penyuluhan mengenai pemeliharaan ternak yang diadakan oleh Dinas

Peternakan Kabupaten Garut dan Universitas Garut. Menurut para peternak

biasanya penyuluhan tersebut meliputi materi pakan, penyakit, dan pemerahan

susu. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa Barat No 36 Tahun

2009 tentang tugas pokok, fungsi, rincian tugas unit dan tata kerja dinas

peternakan Provinsi Jawa Barat, salah satunya mempunyai fungsi melaksanakan

penyusunan penyelenggaraan koordinasi perencanaan dan program dinas yang

meliputi prasarana dan sarana, produksi, kesehatan hewan dan kesmavet, serta

pengembangan usaha.

4.2.4. Pengalaman Beternak

Pengalaman beternak responden merupakan lamanya responden dalam

memelihara ternak. Pengalaman beternak merupakan salah satu faktor yang dapat

menunjang keberhasilan usaha, karena dari pengalaman tersebut seseorang akan

mampu berinovasi dan memberikan informasi. Pengalaman yang dimiliki oleh

seseorang peternak dapat bermanfaat bagi orang lain, karena umumnya para

peternak akan saling bertukar pengalaman, baik dalam diskusi formal maupun non

formal. Pengalaman beternak responden pada penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel 8.

Page 11: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

47

Tabel 8. Tingkat Pengalaman Beternak Responden

No Pengalaman (Tahun) Jumlah

…Orang… …%...

1 ≥ 9 9 27,27

2 5-8 13 39,39

3 ≤ 4 11 33,34

Jumlah 33 100

Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden

(39,39%) memilki pengalaman 5-8 tahun. Hal tersebut cukup wajar, mengingat

pembentukan kelompok peternak Lebaksiuh dan bantuan kambing perah PE

terjadi pada tahun 2012. Jadi, ketika pemerintah Dinas Peternakan Kabupaten

Garut memberikan bantuan bibit kambing perah PE, banyak masyarakat Desa

Lebaksiuh yang mendaftarkan diri untuk menjadi peternak anggota kelompok

peternak Lebaksiuh.

Peternak yang memiliki pengalaman beternak lebih lama pada umumnya

memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan peternak yang baru,

sehingga peternak lama dapat membantu memberikan informasi mengenai

pemeliharaan ternak kepada peternak baru sesuai dengan pengalamannya. Sesuai

dengan Pendapat Sulistytati, dkk (2014), semakin berpengalaman seseorang

peternak, maka semakin tinggi pula kemampuan peternak dalam memelihara

ternaknya.

4.2.5. Kepemilikan Ternak

Ternak yang dimiliki oleh responden merupakan ternak milik pribadi.

Devendra (2001) membagi skala kepemilikan kambing sebanyak 1-5 ekor dalam

skala kecil, 6-10 ekor dalam skala sedang dan >10 ekor dalam skala besar.

Jumlah kepemilikan ternak responden dapat dilihat pada Tabel 9.

Page 12: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

48

Tabel 9. Tingkat Kepemilikan Ternak Responden

No Jumlah Kepemilikan Jumlah

...Orang… …%...

1 >10 9 27,27

2 6-10 6 18,18

3 ≤ 5 18 54,55

Jumlah 33 100

Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar peternak (54,55%) berada

dalam skala usaha kecil atau memiliki 1-5 ekor/orang. Skala usaha kecil

merupakan salah satu dari ciri peternakan rakyat. Hal tersebut didukung oleh

pernyataan Yusdja (2006) yang menyebutkan bahwa peternakan rakyat

mempunyai ciri-ciri antara lain tingkat pendidikan peternak rendah, pendapatan

rendah, penerapan manajemen dan teknologi konvensional, lokasi ternak

menyebar luas, ukuran skala usaha relatif sangat kecil serta pengadaan input

utama yakni hijauan makanan ternak (HMT) yang masih tergantung pada musim,

ketersediaan tenaga kerja keluarga, penguasaan lahan HMT yang terbatas,

produksi butir-butiran terbatas dan sebagian tergantung pada impor.

Keterbatasan modal merupakan faktor utama yang menghambat para

peternak Lebaksiuh dalam mengembangkan skala usaha ternak kambing

perahnya, oleh sebab itu, peternakan kambing perah kelompok Lebaksiuh belum

menjadi peternakan yang modern. Sesuai dengan pendapat Manullang (2002), di

dalam skala usaha tani modern, kunci keberhasilan untuk menghasilkan

pendapatan finansial yang optimum dan untuk mempertahankan kelestarian skala

usaha adalah tersedianya kekayaan aset perskala usaha dengan jumlah yang cukup

dan dalam kombinasi yang tepat. Contohnya, tersedianya lahan, hewan, mesin-

mesin dan faktor modal lainnya, tenaga kerja dan keterampilan. Jumlah aset yang

Page 13: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

49

dikuasai seorang pengskala usaha, syarat dan kondisi yang ada pada waktu

kekayaan tadi diperoleh.

4.2.6. Kekosmopolitan

Kekosmopolitan merupakan keterbukaan responden, berupa pencarian

informasi mengenai peternakan khususnya kambing perah PE dengan melakukan

kunjungan ke kota atau desa lainnya. Tingkat kekosmopolitan dapat dilihat pada

Tabel 10.

Tabel 10. Tingkat Kekosmopolitan Responden

No Frekuensi Jumlah

…Orang… …%...

1 ≥ 3 kali/3 bulan 4 12,12

2 1-2 kali/3 bulan 6 18,18

3 0 kali/3 bulan 23 69,70

Jumlah 33 100

Tabel 10 menunjukkan bahwa kekosmopolitan responden di daerah

penelitian, secara umum tergolong pada kategori rendah (69,70%) dalam tiga

bulan terakhir. Rendahnya tingkat kekosmopiltan peternak disebabkan oleh

beberapa faktor seperti tingginya alokasi waktu untuk kegiatan pokok sehari-hari,

jarak tempat tinggal peternak yang jauh dengan sumber informasi, dan tingginya

ketergantungan peternak terhadap informasi yang diperoleh dari para tetangga,

pengurus, khususnya ketua kelompok.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Rogers dan Shoemakers (1995) bahwa

orang yang sifat kekosmopolitannya rendah cenderung mempunyai

ketergantungan yang tinggi pada tetangga atau teman-teman dalam lingkungan

yang sama, lalu mengandalkannya sebagai sumber informasi.

Page 14: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

50

4.3. Perilaku Komunikasi

Perilaku komunikasi merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh peternak untuk menyampaikan dan memperoleh informasi dari lingkungan.

Perilaku komunikasi sangat penting untuk dipelajari dalam suatu kelompok,

karena dengan mengetahui perilaku komunikasi anggota kelompok, maka

diharapkan penyampaian informasi yang diberikan akan searah dengan tujuan

komunikasi.

Perilaku komunikasi pada penelitian ini dapat diungkapkan berdasarkan

tiga hal yaitu, keterdedahan pada media massa, keterdedahan pada komunikasi

interpersonal, dan interaksi komunikasi dalam diskusi. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Rogers (1983) yang menyebutkan bahwa, ada tiga peubah pokok yang

dapat digunakan untuk mengetahui perilaku komunikasi, yaitu pencarian

informasi, kontak personal atau komunikasi interpersonal dengan sesama anggota

sistem sosial, dan keterdedahan pada media massa. Berikut kategori perilaku

komunikasi disajikan pada pada Tabel 11.

Tabel 11. Tingkat Perilaku Komunikasi Peternak

No Kategori Jumlah Peternak Persentase (%)

1 Tinggi 9 27,27

2 Sedang 17 51,52

3 Rendah 7 21,21

Jumlah 33 100,00

Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa secara umum perilaku

komunikasi peternak kambing perah di Desa Sindanggalih termasuk kategori

sedang (51,52%). Nilai tersebut diperoleh berdasarkan pada tiga faktor yaitu

keterdedahan pada media massa, keterdedahan pada komunikasi interpersonal,

dan interaksi komunikasi dalam diskusi yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

Page 15: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

51

4.3.1. Keterdedahan pada Media Massa

Keterdedahan pada media massa, merupakan tingkat kemampuan

responden dalam mendapatkan informasi melalui pemanfaatan media cetak dan

elektronik, khususnya yang menyangkut bidang peternakan. Menurut Effendy

(2001), fungsi media massa di dalam masyarakat adalah sebagai berikut : a) fungsi

menyiarkan informasi (to inform), b) fungsi mendidik (to educate), c) fungsi

menghibur (to entertain), dan d) fungsi mempengaruhi (to influence). Tingkat

keterdedahan responden terhadap media massa dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Tingkat Keterdedahan pada Media Massa

No Uraian

Kategori

Tinggi Sedang Rendah

…%....

1 Keterdedahan pada Media

Cetak

a. Sumber Informasi 33,33 21,21 45,46

b. Frekuensi 27,27 6,06 66,67

c. Durasi 0 9,09 90,91

2 Keterdedahan pada Media

Elektronik

a. Sumber Informasi 72,73 24,24 3,03

b. Frekuensi 93,94 0 06,06

c. Durasi 60,61 27,27 12,12

Menurut jenisnya media massa dapat digolongkan kedalam dua kategori

yaitu media cetak dan elektronik. Secara umum peternak lebih terdedah dengan

media elektronik karena hampir seluruh peternak memiliki media elektronik,

sedangkan pada media cetak hanya beberapa orang saja yang memilikinya

dikarenakan faktor biaya yang harus dikeluarkan setiap ingin mengakses media

cetak seperti koran. Selain itu, media elektronik menyajikan informasi dengan

memanfaatkan audio visual dengan menampilkan gambar yang bergerak ditambah

efek suara yang dapat menarik masyarakat untuk terus mengaksesnya.

Page 16: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

52

Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa rata-rata keterdedahan

terhadap sumber informasi yang berasal dari media cetak termasuk kategori

rendah (45,46%). Sumber informasi dari media cetak yang dapat diakses

responden yaitu koran, modul, majalah, dan leaflet. Rendahnya sumber informasi

media cetak yang diakses disebabkan oleh tidak adanya penjual koran eceran di

desa (harus berlangganan), peternak hanya memiliki sedikit jenis-jenis media

cetak (koran, modul, dan leaflet), serta terdapat media cetak yang hanya dapat

diakses jika anggota kelompok Lebaksiuh bertamu ke rumah ketua kelompok

(majalah).

Frekuensi pemanfaatan media cetak yang rendah (66,67%) disebabkan

oleh responden yang berlanggan koran perminggu dan hanya membaca majalah

peternakan atau laeaflet ketika berada di rumah ketua kelompok. Durasi

membaca responden yang rendah (90,91%) disebabkan oleh faktor usia yang

membuat kemampuan membaca menurun, kesibukan responden dalam

melaksanakan aktivitas sehari-hari, dan kurangnya minat untuk membaca. Hal

tersebut sesuai dengan survei yang dilakukan oleh International Education

Achievement (IEA) pada awal tahun 2000 menunjukkan bahwa Indonesia

menduduki urutan ke 29 dari 31 negara yang diteliti di Asia, Afrika, Amerika, dan

Eropa dalam hal minat membaca.

Tabel 12 menunjukkan bahwa keterdedahan responden terhadap media

elektronik tergolong kategori tinggi. Persentase sumber informasi yang berasal

dari media elektronik sebesar 72,73%. Sumber media elektronik yang dapat

diakses responden yaitu laptop, handphone, dan televisi. Tingginya sumber

informasi media elektronik yang diakses disebabkan karena sebagian besar

peternak memiliki televisi dan handphone, peternak membutuhkan informasi,

Page 17: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

53

informasi dapat diakses dengan cepat, menarik, dan berita lebih aktual. Sesuai

yang diungkapkan oleh situs berita Trend Ilmu (2015) media elektronik ini

memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah

dikenal masyarakat, jangkauan penyajian lebih besar.

Frekuensi penggunaan media elektronik termasuk kategori tinggi

(93,94%), hal tersebut terjadi karena para peternak mengakses media elektronik

setiap hari terutama televisi. Para peternak mengakses siaran televisi diantaranya

TV ONE, TVRI, RCTI, dan NET TV. Berita pertanian biasanya diakses melalui

stasiun televisi milik pemerintah (TVRI) pada saat akhir pekan. Sedangkan berita

diluar pertanian dan peternakan dapat diakses melalui stasiun televisi swasta (TV

ONE, RCTI, dan NET TV). Handphone dan laptop yang dimiliki peternak tidak

digunakan setiap hari dalam mencari informasi dengan alasan adanya biaya yang

harus dikeluarkan jika ingin memperoleh informasi menggunakan media

handphone dan laptop.

Durasi penggunaan media elektronik juga termasuk kategori tinggi

(60,61%), durasi yang tinggi berasal dari lamanya menonton televisi. Sebagian

besar peternak mengakses informasi melalui televisi rata-rata selama 2-3 jam pada

saat pagi hari dan malam hari, sedangkan laptop dan handphone umumnya

digunakan hanya saat penting dan tidak lebih dari 2 jam.

4.3.2. Keterdedahan pada Komunikasi Interpersonal

Keterdedahan pada komunikasi interpersonal, merupakan keterbukaan

peternak terhadap komunikasi yang dilakukan secara langsung (tatap muka)

maupun melalui perantara media dengan sumber informasi, yang bertujuan

mendapatkan tanggapan secara langsung. Perilaku komunikasi interpersonal

Page 18: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

54

dalam penelitian ini diukur berdasarkan frekuensi dan durasi responden bertemu

dengan penyuluh, pemerintah, dan sesama peternak dalam rangka mencari dan

menerima informasi mengenai peternakan kambing perah PE selama tiga bulan

terakhir.

Rogers dalam Hadiyanto (2001) mengungkapkan bahwa petani di desa

cenderung bersifat lokalit dan sumber informasi utama berasal dari kontak

interpersonal, sementara masyarakat urban di sisi lain sudah lebih kosmopolit

antara lain dicirikan lebih intensif memanfaatkan media massa sebagai sumber

informasi. Tingkat keterdedahan responden terhadap media massa dapat dilihat

pada Tabel 13.

Tabel 13. Tingkat Keterdedahan pada Komunikasi Interpersonal

No Uraian

Kategori

Tinggi Sedang Rendah

….%....

1 Sumber Informasi

Interpersonal

72,73 12,12 15,15

2 Interpersonal dengan

penyuluh

a. Frekuensi 9.09 36.36 54.55

b. Durasi 57.58 15.15 27.27

3 Interpersonal dengan

pemerintah

a. Frekuensi 15.15 30.30 54.55

b. Durasi 03.03 15.15 81.82

4 Interpersonal dengan sesama

peternak

a. Frekuensi 81.82 18.18 0

b. Durasi 51.52 15.15 33.33

Berdasarkan Tabel 13, sumber informasi interpersonal berada pada

kategori tinggi (72,73%). Sumber informasi peternak Lebaksiuh terdiri dari : a)

penyuluh yaitu dari Dinas Peternakan Kabupaten Garut dan pihak akademisi

Page 19: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

55

seperti Univeristas Garut, b) pemerintah yaitu pamong desa dan Dinas Peternakan

Kabupaten Garut, dan c) sesama peternak anggota kelompok peternak Lebaksiuh.

Tingginya sumber informasi interpersonal responden disebabkan karena

kelompok Lebaksiuh dijadikan sentra kambing perah PE di kabupaten Garut,

sehingga memiliki perhatian khusus dari Dinas Peternakan dan lembaga yang

berhubungan dengan peternakan, seperti dari pihak akademisi yang memiliki

jurusan peternakan. Selain karena kebutuhan informasi mengenai kambing perah,

alasan lain terjadinya komunikasi interpersonal yaitu untuk meningkatkan

keeratan hubungan diantara sumber informasi dengan penerima informasi, hal

tersebut sesuai dengan pendapat Cangara (2004) yang menyebutkan bahwa

fungsi komunikasi antar pribadi atau komunikasi interpersonal

adalah berusaha meningkatkan hubungan insani, menghindari dan

mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta

berbagai pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.

Berdasarkan Tabel 13, hasil yang didapatkan dalam penelitian

menunjukkan bahwa frekuensi komunikasi interpersonal peternak dengan

penyuluh tergolong kategori rendah (54,55%). Hal tersebut terjadi karena

kesalahan pemilihan waktu, tempat, dan materi dalam memberikan penyuluhan

membuat sebagian besar peternak tidak dapat mengikuti penyuluhan.

Durasi komunikasi tergolong kategori tinggi (57,58%), penyuluhan

biasanya dilakukan selama 2-3 jam. Para peternak sangat menyukai informasi

yang disampaikan oleh para penyuluh karena dinilai informasi yang disampaikan

lebih terpercaya. Sebagian besar peternak akan mengikuti penyuluhan hingga

akhir, bahkan akan berdiskusi dengan penyuluh setelah penyuluhan berakhir

untuk mendalami informasi yang diberikan penyuluh.

Page 20: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

56

Frekuensi komunikasi interpersonal peternak dengan pemerintah selama

tiga bulan terakhir pada Tabel 13 termasuk kategori rendah (54,55%), karena

anggota kelompok merasa tidak memiliki kepentingan untuk berkomunikasi

dengan pemerintah seperti pamong desa dan Dinas Peternakan yang bukan

penyuluh. Sebagian besar peternak Lebaksiuh sepenuhnya menyerahkan urusan

yang berhubungan dengan pemerintah kepada para pengurus kelompok,

khususnya ketua.

Durasi komunikasi interpersonal antara responden dengan pemerintah

pada Tabel 13 termasuk kategori rendah (81,82%). Hal tersebut terjadi karena

komunikasi yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh responden,

dilakukan dengan langsung menuju ke inti penyampaian pesan. Dinas peternakan

sering berkunjung ke kelompok peternak Lebaksiuh untuk memantau

perkembangan peternakan, adapun anggota yang berkomunikasi dengan Dinas

Peternakan, yaitu anggota yang sering menghadiri diskusi non formal dirumah

ketua kelompok.

Frekuensi peternak berkomunikasi dengan sesama peternak selama tiga

bulan terakhir termasuk kategori tinggi (81,82%). Hal ini terjadi karena setiap

hari para peternak akan berkomunikasi ketika mencari pakan, memberikan pakan,

dan berkumpul dirumah ketua kelompok pada malam hari. Faktor lain yang

mempengaruhi intensitas terjadinya komunikasi sesama peternak yaitu jarak

rumah antar peternak yang berdekatan.

Durasi komunikasi interpersonal antara responden dengan sesama

peternak pada Tabel 13 termasuk kategori tinggi (51,52%). Hal tersebut terjadi

karena para peternak akan melakukan perbincangan mengenai berbagai hal

sebelum membahas mengenai ternak kambing PE yang dipelihara, sehingga

Page 21: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

57

waktu yang dibutuhkan peternak untuk dapat mencapai informasi mengenai

kambing perah PE kira-kira 3-4 jam.

4.3.3. Interaksi Komunikasi Dalam Diskusi

Diskusi dalam kelompok komunikasi, merupakan proses komunikasi

yang melibatkan sekelompok orang, dilakukan dalam bentuk formal dan non

formal dengan tujuan bertukar pengalaman, pendapat, dan menghasilkan

keputusan. Diskusi merupakan suatu bagian dari komunikasi partisipatif.

Menurut Mefalopulos dalam Muchtar, dkk (2014), komunikasi partisipatif

merupakan pendekatan yang mampu memfasilitasi masyarakat untuk terlibat

dalam pengambilan keputusan, sebuah proses yang membantu menangani

kebutuhan dan meningkatkan keberdayaan.

Penelitian ini mengungkapkan mengenai perilaku komunikasi responden

ketika berada dalam diskusi, baik diskusi formal maupun non formal. Pengukuran

dilakukan berdasarkan frekuensi dan keaktifan responden dalam mengikuti

diskusi selama satu bulan terakhir. Tingkat keterdedahan responden terhadap

media massa dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Tingkat Interaksi Komunikasi dalam Diskusi

No Uraian

Kategori

Tinggi Sedang Rendah

%

1 Diskusi Formal

a. Frekuensi 24.24 30.30 45.46

b. Keaktifan 42,42 09.09 48.49

Page 22: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

58

2 Diskusi Non Formal

a. Frekuensi 51,52 27,27 21,21

b. Keaktifan 63.64 09.09 27.27

Berdasarkan hasil penelitian, Tabel 14 menunjukkan bahwa frekuensi

diskusi formal (rapat) responden berada pada kategori rendah (45,46%) selama

satu bulan terakhir. Hal tersebut terjadi karena selama satu bulan terakhir, rapat

rutin yang biasanya dilakukan minimal satu minggu sekali, hanya dilakukan dua

kali dalam sebulan. Faktor lainnya yaitu, para peternak disibukkan dengan

berbagai kegiatan seperti memanen kopi, gotong royong membangun rumah

warga yang kurang mampu, dan jumlah produksi bata merah yang sedang

meningkat (sebagian besar peternak menjadi buruh bata merah).

Keaktifan responden dalam diskusi formal pada Tabel 14 termasuk

kategori rendah (48,49%). Responden tidak berperan aktif dalam adanya diskusi

formal karena terdapat rasa malu dan takut untuk bertanya dan menjawab atau

memberikan saran mengenai masalah yang dibahas didalam rapat. Rapat yang

dilaksanakan oleh kelompok Lebaksiuh membahas mengenai keadaan kelompok

seperti keuangan kelompok, kegiatan kelompok, dan masalah yang dihadapi

anggota kelompok. Sesuai dengan pendapat Hadi (2001), didalam rapat akan

dibicarakan suatu masalah yang berhubungan dengan tujuan organisasi, dan harus

dipecahkan secara musyawarah. Rapat yang dilaksanakan oleh kelompok

Lebaksiuh membahas mengenai keadaan kelompok seperti keuangan kelompok,

kegiatan kelompok, dan masalah yang dihadapi anggota kelompok.

Berdasarkan hasil penelitian, Tabel 14 menunjukkan bahwa frekuensi

diskusi non formal (insidental) responden berada pada kategori tinggi (51,52%)

selama satu bulan terakhir. Hal tersebut terjadi karena selama satu bulan terakhir,

para petrnak selalu bertemu dalam berbagai kegiatan seperti memanen kopi,

Page 23: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

59

gotong royong membangun rumah warga yang kurang mampu, mencari pakan,

ronda, dan diskusi setiap malam hari di rumah ketua kelompok. Tujuan peternak

berdiskusi non formal yaitu bukan hanya membahas keadaan ternak masing-

masing, tetapi dijadikan sebagai ajang untuk mempererat hubungan dengan

anggota lain.

Keaktifan responden dalam diskusi formal pada Tabel 14 termasuk

kategori tinggi (63,64%). Responden lebih aktif dalam adanya diskusi non

formal, hal ini dilatarbelakangi karena peternak merasa lebih bebas dalam

bertanya dan mengemukakan pendapat, kepercayaan diri responden bertambah

ketika bertanya atau memberikan pendapat, dan para peternak dapat bertanya atau

memberikan pendapat tidak hanya mengenai ternak yang dipelihara.

4.5. Hubungan antara Karakteristik Peternak dengan Perilaku

Komunikasi

Berdasarkan hasil perhitungan koefisien korelasi Rank Spearman

menggunakan aplikasi SPSS, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa

karakteristik peternak kambing perah yang mempunyai hubungan nyata dengan

perilaku komunikasi adalah pendidikan formal, pendidikan non formal, dan

kepemilikan ternak dengan nilai koefisien korelasi Rank Spearman (rs) berturut-

turut 0,611, 0,369, dan 0,482.

Karakteristik Peternak

Perilaku

Komunikasi

Spearman's rho Umur

Correlation

Coefficient -0.055

Sig. (2-tailed) 0.761

N 33

Pendidikan Formal Correlation 0.611 (**)

Page 24: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

60

Coefficient

Sig. (2-tailed) 0

N 33

Pendidikan Non

Formal

Correlation

Coefficient 0.369 (*)

Sig. (2-tailed) 0.035

N 33

Pengalaman Beternak

Correlation

Coefficient 0.078

Sig. (2-tailed) 0.667

N 33

Kepemilikan Ternak

Correlation

Coefficient 0.482 (**)

Sig. (2-tailed) 0.004

N 33

Kekosmopolitan

Correlation

Coefficient 0.195

Sig. (2-tailed) 0.276

N 33

* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan pada uraian diatas, pendidikan formal, pendidikan non

formal, dan kepemilikan ternak mempunyai korelasi yang nyata dan searah

(positif) dengan perilaku komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

pendidikan formal seseorang maka semakin tinggi pula perilaku komunikasinya,

dan semakin sering seseorang mengikuti pendidikan non formal maka semakin

tinggi pula perilaku komunikasinya, serta semakin tinggi jumlah kepemilikan

ternak maka semakin tinggi pula perilaku komunikasinya. Mengacu pada aturan

Guilford, interpretasi nilai koefisian hubungan pendidikan formal dan kepemilikan

ternak terhadap perilaku komunikasi berada pada kisaran 0,40 ≤ rs < 0,70 yang

berarti termasuk dalam kategori cukup berarti.

Page 25: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

61

Karakteristik peternak merupakan karakter atau sifat individu yang yang

membedakan dirinya dengan orang lain, tetapi tidak menutup kemungkinan

terdapat peternak yang memiliki sifat yang hampir sama. Karakteristik peternak

akan muncul ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan interaksi manusia. Pada saat

seseorang berinteraksi maka akan terjadi komunikasi baik itu secara verbal

maupun non verbal. Setiap individu akan menampilkan teknik dan

keterampilannya dalam berkomunikasi, hal ini akan menjadi suatu perilaku dalam

berkomunikasi dan merupakan ciri khas individu tersebut yang dapat menentukan

sejauhmana tingkatan perilaku komunikasinya. Dalam penelitian ini, karakteristik

peternak yang paling nyata hubungannya dengan perilaku komunikasi yaitu

pendidikan formal, pnedidikan non formal,dan kepemilikan ternak.

Komunikasi merupakan hal yang vital dalam pendidikan, karena didalam

proses belajar mengajar akan terjadi proses komunikasi. Peternak akan

memunculkan perilaku komunikasinya ketika menyampaikan ataupun menerima

informasi sesuai dengan karakteristiknya. Pendidikan dapat merubah perilaku

komunikasi seseorang, karena adanya perubahan pengetahuan dan wawasan

setelah memperoleh pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Slamet

(2003) yang menegaskan bahwa perubahan perilaku yang disebabkan oleh

pendidikan berupa: 1) perubahan dalam pengetahuan atau hal yang diketahui, 2)

perubahan dalam ketrampilan atau kebiasaan dalam melakukan sesuatu,dan 3)

perubahan dalam sikap mental atau segala sesuatu yang dirasakan.

Pendidikan formal berhubungan dengan perilaku komunikasi karena

berperan dalam kemampuan peternak untuk bisa membaca dan menulis. Para

peternak kelompok Lebaksiuh sebagian besar merupakan tamatan Sekolah

Page 26: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

62

Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Akhir (SMA), dengan rata-rata

pendidikan yang sudah memasuki tahapan sekolah menengah maka para peternak

sudah mampu untuk membaca dan menulis. Jika para peternak dapat membaca

dan menulis maka para peternak tersebut akan lebih mudah dalam mengakses

informasi khususnya yang berasal dari media massa.

Selain itu, dalam pendidikan formal, setiap orang akan mendapatkan

wawasan yang lebih luas sehingga pola pikir orang yang berpendidikan tinggi

akan lebih berkembang dan menjadikannya lebih mudah dalam mengadopsi

pengetahuan dan melakukan inovasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat

Soekartawi (2005) yang mengungkapkan bahwa mereka yang berpendidikan

tinggi akan relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Begitu pula

sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah akan sulit melaksanakan adopsi

inovasi dengan cepat.

Pendidikan non formal berhubungan dengan perilaku komunikasi,

karena didalam pendidikan non formal terdapat aktivitas-aktivitas untuk

memenuhi kebutuhan informasi seperti diskusi, membaca media cetak (leaflet

atau modul), dan komunikasi interpersonal dengan penyuluh, pemerintah, maupun

sesama peternak. Aktivitas-aktivitas tersebut akan memunculkan perilaku

komunikasi dari masing-masing individu ketika mencari informasi. Semakin aktif

seseorang mengikuti pendidikan non formal, maka perilaku komunikasinya akan

berubah untuk terus berkembang ke arah yang lebih baik karena bertambahnya

wawasan dan pengetahuan orang tersebut. Hal tersebut sesuai dengan tujuan

jangka pendek penyuluhan yang diungkapkan Zakaria (2006) yang menyebutkan

tujuan jangka pendek penyuluhan adalah menumbuhkan perubahan-perubahan

yang lebih terarah pada usaha tani yang meliputi: perubahan pengetahuan,

Page 27: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

63

kecakapan, sikap dan tindakan petani keluarganya melalui peningkatan

pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dengan berubahnya perilaku petani dan

keluarganya, diharapkan dapat mengelola usahataninya dengan produktif, efektif

dan efisien.

Kepemilikan ternak berhubungan dengan perilaku komunikasi, karena

semakin tinggi jumlah ternak yang dimiliki maka responden tersebut akan lebih

aktif dalam hal pemenuhan kebutuhan informasi karena pada umumnya peternak

yang memiliki jumlah ternak dengan kategori tinggi (≥ 10 ekor) akan menjadikan

usaha ternaknya sebagai usaha pokok, sehingga untuk mencapai keberhasilan

usahanya maka peternak tersebut akan lebih banyak mengakses media massa,

melakukan komunikasi interpersonal, diskusi formal, dan diskusi non formal.

Lampiran 9 menunjukkan bahwa hubungan karakteristik peternak lainnya

seperti umur, pendidikan non formal, pengalaman beternak, dan kekosmopolitan

terhadap perilaku komunikasi mempunyai nilai koefisien korelasi rank spearman

dibawah 0,3. Jika mengacu pada atura Guilford maka nilai tersebut berada pada

kategori hubungan yang lemah dan sangat lemah.

Hubungan yang lemah dan rendah antara umur, pengalaman beternak,

dan kekosmopolitan terhadap perilaku komunikasi disebabkan karena para

responden yang berusia muda belum terfokus untuk mengurus ternak sehingga

kurang aktif dalam pemenuhan kebutuhan informasi, secara psikologis hal

tersebut didukung oleh pernyataan Santrock (2002) yang menyatakan masa

dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan

jenis. Pengalaman beternak kurang berhubungan dengan perilaku komunikasi

karena peternak yang memiliki pengalaman lebih lama cenderung mencari

informasi secara interpersonal dengan peternak yang memiliki pengalaman

Page 28: IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130267_4_7184.pdfKabupaten Garut termasuk kedalam wilayah provinsi Jawa Barat bagian

64

beternak lebih lama juga karena dianggap lebih sepemahaman. Kekosmopolitan

kurang berhubungan dengan perilaku komunikasi karena para peternak Lebaksiuh

sebagian besar tidak mencari informasi keluar desa karena sudah merasa cukup

dengan informasi yang tersedia di dalam desa Sindanggalih.

Hare (1962) mengemukakan bahwa perubahan perilaku seseorang

terhadap penerimaan ide-ide baru, akan dipengaruhi oleh karakteristik pribadi,

karakteristik ekonomi dan lingkungan. Perilaku komunikasi merupakan perilaku

yang muncul akibat aktivitas yang dilakukan secara-terus menerus ketika

seseorang berkomunikasi, dengan tujuan mendapatkan ide baru, mengubah sikap,

kepercayaan, dan opini. Kendala yang dihadapi beberapa peternak dalam

berkomunikasi ketika mencari informasi yaitu terbatasnya kecakapan dalam

berbicara, akibat tidak terlatih berbicara didepan umum yang disebabkan

pendidikan rendah.