iv hasil dan pembahasan 4.1 keadaan umum wilayah...

25
27 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Profil KUD Sinarjaya Koperasi Unit Desa (KUD) Sinarjaya merupakan salah satu koperasi yang berada di wilayah Jawa Barat yang menaungi peternak sapi perah rakyat di wilayah Bandung Timur, Kecamatan Cilengkrang tepatnya di lereng Gunung Manglayang. KUD Sinarjaya berdiri pada Tahun 1974. Berdirinya lembaga koperasi desa yang diberi nama BUUD/KUD Sinarjaya oleh tokoh-tokoh masyarakat di Desa Cilengkrang. KUD Sinarjaya resmi memperoleh legalitas Badan Hukum Nomor : 6586/bh/dk-10/20 pada Tanggal 10 Maret 1977. Perkembangan kegiatan usaha yang dilaksanakan oleh KUD Sinarjaya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan perkembangan ini perlu ditunjang oleh sarana dan prasarana yang mendukung. Salah satu upaya peningkatan pelayanan kepada anggota, pada Tanggal 29 Oktober 1988 KUD Sinarjaya membuka kantor yang dibangun diatas lahan seluas 714 m 2 dengan lokasi yang sangat strategis karena mudah dijangkau oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Pada Tanggal 8 April 1996 KUD Sinarjaya memperoleh Badan Hukum yang baru yang telah disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dengan Nomor : 6586/BH/PAD/KWK/10/IV/1996. KUD Sinarjaya berkembang dengan pesat dan maju sejak awal berdirinya hingga menjadikan koperasi yang sering mendapatkan penghargaan dari berbagi instansi atau lembaga termasuk pemerintahan. Adanya masalah internal yang

Upload: dinhtram

Post on 03-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

27

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian

4.1.1 Profil KUD Sinarjaya

Koperasi Unit Desa (KUD) Sinarjaya merupakan salah satu koperasi yang

berada di wilayah Jawa Barat yang menaungi peternak sapi perah rakyat di

wilayah Bandung Timur, Kecamatan Cilengkrang tepatnya di lereng Gunung

Manglayang. KUD Sinarjaya berdiri pada Tahun 1974. Berdirinya lembaga

koperasi desa yang diberi nama BUUD/KUD Sinarjaya oleh tokoh-tokoh

masyarakat di Desa Cilengkrang. KUD Sinarjaya resmi memperoleh legalitas

Badan Hukum Nomor : 6586/bh/dk-10/20 pada Tanggal 10 Maret 1977.

Perkembangan kegiatan usaha yang dilaksanakan oleh KUD Sinarjaya dari

tahun ke tahun mengalami peningkatan dan perkembangan ini perlu ditunjang

oleh sarana dan prasarana yang mendukung. Salah satu upaya peningkatan

pelayanan kepada anggota, pada Tanggal 29 Oktober 1988 KUD Sinarjaya

membuka kantor yang dibangun diatas lahan seluas 714 m2 dengan lokasi yang

sangat strategis karena mudah dijangkau oleh berbagai pihak yang

berkepentingan. Pada Tanggal 8 April 1996 KUD Sinarjaya memperoleh Badan

Hukum yang baru yang telah disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 25

Tahun 1992 tentang Perkoperasian dengan Nomor :

6586/BH/PAD/KWK/10/IV/1996.

KUD Sinarjaya berkembang dengan pesat dan maju sejak awal berdirinya

hingga menjadikan koperasi yang sering mendapatkan penghargaan dari berbagi

instansi atau lembaga termasuk pemerintahan. Adanya masalah internal yang

28

kompleks menyebabkan KUD mengalami masa krisis sejak Tahun 2005 hingga

2010 dengan kehilangan hampir seluruh asetnya termasuk kantornya. Adanya

inisiatif dari anggota dan adanya rasa kepedulian terhadap kondisi KUD yang kian

terpuruk maka anggota memutuskan membentuk kepengurusan yang baru di

Tahun 2011 hingga kini dengan Bapak Iwan sebagai ketuanya. Diawal

kepengurusan banyak hal yang perlu diperbaiki dengan berbagai masalah dan

keterbatasan. Dimulai dari penyelesaian piutang KUD dan disitanya aset KUD

maka diawal Tahun 2017 dimulai pembangunan kantor yang baru. Perkembangan

terus terjadi hingga Tahun 2015 masa jabatan Bapak Iwan habis, namun karena

kinerja yang dianggap baik oleh anggota maka di Tahun 2016 beliau terpilih

kembali menjadi ketua koperasi hingga akhir periodenya di Tahun 2020. Kinerja

pengurus menunjukan pengaruh positif hingga satu per satu permasalahan dapat

diatasi dan keberlanjutan usaha tetap terjaga.

4.1.2 Keadaan Fisik KUD Sinarjaya

Kantor KUD Sinarjaya terletak di Jalan AH. Nasution No 260B Desa

Cipadung Kulon Kecamatan Ujungberung Kota Bandung. Wilayah kerja KUD

Sinarjaya secara administratif terletak pada Kecamatan Cilengkrang Kabupaten

Bandung Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Cilengkrang adalah kecamatan di

wilayah Kabupaten Bandung yang merupakan wilayah hasil pemekaran

perubahan batas wilayah berdasarkan PP No. 16 Tahun 1987, dibentuk pada

Tahun 1989 sebagai pemekaran dari Kecamatan Ujung Berung. Di sebelah Utara

berbatasan dengan Kecamatan Lembang, di sebelah Timur berbatasan dengan

Kecamatan Cileunyi, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Ujung

Berung, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cimenyan. Luas

wilayah kerja KUD Sinarjaya yaitu sekitar 1.035,411 Ha, yang terdiri dari 4 desa

29

yaitu: Desa Cilengkrang yang merupakan wilayah dari kecamatan Cilengkrang, di

Desa Cipulus, Desa Pasir Angin, dan Desa Palalangon.

Secara geografis Kecamatan Ujungberung memiliki karakteristik wilayah

pedataran 668 mdpl, dengan jumlah hari dalam curah hujan dalam setahun yaitu

10 hari, banyaknya curah hujan 24.000 mm/tahun, dan suhu udara sekitar 18-

24oC. (Monografi Kecamatan Ujungberung, 2015). Adapun untuk daerah

Kecamatan Cilengkrang secara geografis merupakan daerah berbukit yang terdiri

dari daratan dengan ketinggian 700 mdpl s/d 1.300 dpl. Suhu udara di daerah

penelitian berkisar antara 19-23oC. Suhu yang berkisar antara 19-23

oC tersebut

menunujukan daerah dengan kisaran suhu optimum untuk beternak sapi perah.

Ketinggian di daerah tropis merupakan hal yang penting untuk sapi perah yang

berasal dari iklim sedang atau sapi keturunan untuk dapat mempertahankan

produksi susunya, karena tempat yang tinggi (1.000 mdpl) dapat dicapai suhu

antara 15-21oC yang merupakan suhu udara yang ideal untuk pemeliharaan sapi

perah jenis Fries Holland yang umunya banyak dimiliki oleh peternak (Sudono,

1990).

4.2. Karakteristik Peternak

Responden pada penelitian ini adalah peternak sapi perah rakyat yang

tergabung ke dalam anggota KUD Sinarjaya. Karakteristik peternak didasarkan

pada umur, pendidikan terakhir, dan pengalaman beternak. Karakteristik umur

responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

30

Tabel 1. Karakteristik Umur Responden

No Kelompok Umur Jumlah Persentase

... Tahun ... ... Orang ... ... % ...

1 26 - 40 10 41,67

2 41 - 55 11 45,83

3 >55 3 12,50

Total 24 100,00

Adapun jumlah responden yang berusia 26 tahun sampai 40 tahun

sebanyak 10 orang (41,67%), usia 41-55 tahun sebanyak 11 orang (45,83%) dan

usia >55 tahun sebanyak 3 orang (12,5%), sebagian besar responden penelitian ini

berada dalam rentang usia 41 sampai dengan 55 tahun. Struktur umum dalam

analisis demografi, penduduk di kelompok pada umur produktif berada pada

kisaran antara usia 15-64 tahun dan usia tidak produktif diatas 64 tahun

(Tjiptoherijanto, 2001). Hal tersebut menunjukan bahwa sebagian besar responden

tersebut berada dalam kategori usia produktif sehingga peternak memiliki

kemampuan fisik untuk mengelola usahaternaknya secara optimal. Selain itu

peternak yang tergolong dalam usia produktif cukup potensial untuk melakukan

kegiatan usahaternak dan mempunyai kemampuan meningkatkan produktivitas

kerja karena masih memiliki cukup banyak tenaga untuk melakukan pekerjaan

pada usahaternaknya. Hal tersebut memberi keuntungan tersendiri bagi peternak

selaku pelaku usahaternak. Menurut Rusli (1988) partisipasi angkatan kerja

umumnya rendah atau agak rendah pada usia muda dan tua, hal ini disebabkan

mereka yang berusia muda masih bersekolah, sedangkan sebagian pada usia tua

telah tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan.

Karakteristik selanjutnya adalah tingkat pendidikan terakhir responden.

Karakteristik pendidikan terakhir responden dalam penelitian ini dapat dilihat

pada Tabel 2.

31

Tabel 2. Karakteristik Pendidikan Terakhir Responden

No Pendidikan Jumlah Persentase

... Orang ... ... % ...

1 SD 19 79,17

2 SMP 3 12,50

3 SMA 2 8,33

Total 24 100,00

Tingkat pendidikan terakhir peternak mempengaruhi kemampuan dan

perilaku untuk berinovasi dalam suatu usaha sehingga usahaternak dapat

berkembang dan menunjang keberhasilan usahaternaknya. Hal ini erat kaitannya

dengan pernyataan Rusdiana dan Sejati (2009) yang menyatakan bahwa adanya

pengembangan usaha dalam bidang sapi perah, maka akan dapat meningkatkan

penerimaan sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga peternak.

Tingkat pendidikan terakhir peternak masih tergolong rendah dilihat dari sebagian

besar peternak adalah lulusan SD yaitu sebanyak 19 orang (79,17%) dari 24 orang

jumlah responden. Rendahnya tingkat pendidikan terakhir peternak ini

menyebabkan sulitnya bagi peternak menyerap inovasi baru terhadap

usahaternaknya dibandingkan peternak dengan tingkat pendidikan yang lebih

tinggi. Hal ini dikarenakan peternak dengan tingkat pendidikan rendah cenderung

lebih tertutup dan kurang mampu mengadopsi inovasi-inovasi baru tersebut,

melainkan mendapatkan ilmu dari turun-temurun dan harus melihat contoh dari

golongan terdahulu. Tingkat pendidikan terakhir peternak yang rendah ini

disebabkan oleh rendahnya motivasi individu untuk mendapatkan pendidikan

yang lebih tinggi. Kondisi sosial, faktor ekonomi keluarga, motivasi dari orang

tua, dan kebiasaan orangtua yang tidak menyekolahkan anaknya di lingkungan

tersebut dijadikan alasan oleh peternak untuk tidak mendapatkan pendidikan yang

lebih tinggi. Peternak yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi mayoritas

32

memiliki kualitas sumberdaya manusia yang tinggi pula. Mereka akan lebih

mudah mengadopsi inovasi-inovasi mengenai peternakan yang lebih maju

sehingga akan lebih mudah mengolah usahaternaknya secara efektif dan efisien.

Misalnya dalam pemanfaatan limbah ternak yang merupakan inovasi dalam

meningkatkan keuntungan peternak pada usahaternaknya. Hal tersebut biasanya

merupakan salah satu materi penyuluhan yang disampaikan kepada peternak sapi

perah. Maka diperlukan tenaga ahli atau penyuluh peternakan yang dapat

memberikan penyuluhan kepada peternak guna meningkatkan pengetahuan,

kemampuan beternak, dan memberikan informasi serta inovasi untuk peningkatan

produktivitas usahaternak yang dijalankannya.

Selanjutnya adalah karakteristik responden mengenai pengalaman

beternak. Adapun karakteristik terkait pengalaman beternak responden dalam

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Pengalaman Beternak Responden

No Pengalaman Beternak Jumlah Persentase

... Tahun ... ... Orang ... ... % ...

1 8 - 22 13 54,17

2 23 - 37 9 37,50

3 >37 2 8,33

Total 24 100,00

Pengalaman beternak para peternak diperoleh secara turun-temurun

sehingga sedikit sulit dalam beradaptasi dengan adanya perubahan. Ilmu beternak

yang diturunkan tersebut menjadikan kemampuan peternak dalam manajemen

pemeliharaan ternak tergolong baik meskipun masih bersifat tradisional. Pada

Tabel 3 dapat diketahui bahwa sebagian besar peternak memiliki pengalaman

beternak pada kisaran 8-22 tahun (54,17%). Pengalaman beternak yang sudah

33

cukup lama tersebut menandakan bahwa keterampilan dan pengetahuan peternak

dalam manajemen pemeliharaan dapat dikatakan baik.

4.3 Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi Perah

Jumlah kepemilikan ternak sapi perah merupakan indikator keberhasilan

suatu usaha peternakan sapi perah. Adapun jumlah kepemilikan ternak responden

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi Perah Responden

Kondisi Ternak Ekor ST %

Produktif Laktasi 73,00 73,00 61,34

Kering Kandang 8,00 8,00 6,72

Jumlah 81,00 81,00 68,06

Non produktif Dara Bunting 5,00 2,50 4,21

Dara 12,00 6,00 10,08

Pedet Betina 13,00 3,25 10,92

Pedet Jantan 2,00 0,50 1,68

Jantan 5,00 2,50 4,21

Pejantan 1,00 1,00 0,84

Jumlah 38,00 15,75 31,94

Total Produktif & Non produktif 119,00 96,75 100,00

Rata-rata Kepemilikan per Peternak 5,00 4,03

Berdasarkan Tabel 4 di atas, dapat dilihat kondisi ternak sapi perah yang

dimiliki peternak sapi perah rakyat anggota KUD Sinarjaya terbanyak yaitu pada

sapi laktasi dengan jumlah 73 ekor (61,34%) dari total sapi keseluruhan 119 ekor.

Rata-rata kepemilikan ternak adalah 5,00 ekor/peternak atau 4,03 ST/peternak.

Hal ini sesuai dengan pernyataan berdasarkan Menteri Pertanian Republik

Indonesia (1990) bahwa usaha peternakan rakyat adalah usaha yang digunakan

sebagai usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi

laktasi dewasa atau memiliki jumlah seluruh kurang dari 20 ekor sapi perah

34

campuran. Maka usahaternak di KUD Sinarjaya ini masi dalam skala rakyat.

Taslim (2011) menyatakan bahwa, skala kepemilikan sapi perah dibawah 7 ekor

per peternak hasilnya tidak optimal dengan produktivitas rendah. Adapun

pernyataan Santosa dkk. (2009) bahwa usaha sapi perah yang dijalankan dengan

skala pemeliharaan 1-4 ekor yang ditunjang dengan pemeliharaan yang bersifat

tradisonal dinilai belum ekonomis karena terbatasnya modal peternak dan

kesulitan dalam penyediaan pakan yang berkualitas dengan jumlah yang

mencukupi. Maka jumlah ternak yang dimiliki peternak sapi perah rakyat anggota

KUD Sinarjaya ini belum dapat dikatakan belum ekonomis dan belum optimal,

serta produktivitasnya rendah.

Komposisi ternak sapi perah produktif dan non produktif merupakan hal

yang penting untuk diperhatikan guna menjaga efisiensi usaha yang dijalankan.

Menurut Priyanti,dkk (2009), agar terjadinya kelangsungan usaha dan kestabilan

produksi terjaga, maka komposisi ternak pada usaha sapi perah adalah 85% ternak

laktasi dan 15% ternak kering kandang, sedangkan komposisi ideal untuk sapi

perah produktif dan non produktif adalah masing-masing 70% dan 30%. Keadaan

tersebut hampir sesuai pada usahaternak sapi perah rakyat milik peternak anggota

KUD Sinarjaya ini. Dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa persentase ternak laktasi

terdiri atas 68,06%, dan persentase ternak non produktif 31,94%. Maka dapat

dikatakan komposisi ternak pada usahaternak sapi perah tersebut sudah mendekati

optimal.

4.4 Penggunaan Tenaga Kerja

Penggunan tenaga kerja pada usahaternak sapi perah rakyat yang dimiliki

oleh peternak anggota KUD Sinarjaya ini dinyatakan dalam besarnya curahan

35

tenaga kerja. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa curahan tenaga kerja yang

dikeluarkan oleh peternak merupakan jumlah jam kerja yang dialokasikan untuk

menjalankan usahaternak. Curahan tenaga kerja dapat berasal dari anggota

keluarga yang dilibatkan dalam kegiatan usahaternak sebagai tenaga kerja

keluarga ataupun dapat juga berasal dari tenaga kerja luar keluarga. Satuan ukuran

HOK sama dengan HKP yakni jumlah kerja yang dicurahkan untuk seluruh proses

produksi yang diukur dengan ukuran kerja pria. Perhitungan HOK disesuaikan

dengan pernyataan Soekartawi (2003) bahwa hari kerja pria setara dengan 1 orang

dewasa pria atau 0,75 orang dewasa wanita atau 0,5 orang anak-anak. Berikut

hasil perhitungan rata-rata curahan tenaga kerja responden dalam HOK per bulan

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Curahan Tenaga Kerja Responden dalam Satu Bulan

(HOK/Bulan)

Kegiatan TK. Keluarga TK. Luar Keluarga

Pria Wanita Anak Pria Wanita Anak

Mencari hijauan 15,80 6,45 1,80 2,03 0,00 0,00

Memandikan ternak 3,13 1,17 0,52 0,50 0,00 0,00

Membersihkan kandang 3,13 1,17 0,52 0,50 0,00 0,00

Memberi pakan ternak 1,44 0,59 0,28 0,27 0,00 0,00

Memerah ternak 1,56 0,59 0,26 0,25 0,00 0,00

Mengangkat susu 0,78 0,29 0,13 0,13 0,00 0,00

Jumlah 25,84 10,26 3,51 3,68 0,00 0,00

Keseluruhan 39,61 3,68

Total Keseluruhan 43,29

Tenaga kerja yang digunakan pada kegiatan usahaternak sapi perah rakyat

ini sebagian besar adalah tenaga kerja keluarga yang dapat dilihat pada Tabel 5

bahwa rata-rata HOK/bulan tenaga kerja keluarga sebesar 39,61 sedangkan rata-

rata HOK/bulan tenaga kerja luar keluarga hanya sebesar 3,68. Hal tersebut

36

tentunya sesuai dengan skala usaha yang dijalankan oleh masing-masing peternak.

Peternak yang memperkerjakan tenaga kerja luar keluarga biasanya yang memiliki

skala usaha lebih besar sehingga membutuhkan curahan tenaga kerja lebih.

Pria sebagai kepala keluarga mendominasi dalam penggunaan tenaga kerja

pada usahaternak sapi perah rakyat, dapat dilihat rata-rata nilai HOK/bulannya

pada tenaga kerja keluarga pria sebesar 25,84 dan tenaga kerja luar keluarga pria

sebesar 3,68 yang apabila dijumlahkan menjadi 29,52. Angka yang cukup tinggi

tersebut menunjukan bahwa tenaga kerja pria masih berperan penting dalam

usahaternak sapi perah. Pekerjaan-pekerjaan pada bidang peternakan memerlukan

tenaga yang besar, maka menjadi wajar apabila curahan tenaga kerja pria lebih

mendominasi bila dibandingkan dengan tenaga kerja wanita. Tenaga kerja wanita

dan anak pun juga memiliki peran dalam kegiatan usahaternak ini baik pekerjaan

kandang yang berupa kegiatan memandikan ternak, membersihkan kandang,

memberi pakan, penyetoran susu dan pemerahan, serta pekerjaan luar kandang

yang berupa kegiatan mencari hijauan.

Adapun curahan tenaga kerja yang dikeluarkan dalam usahaternak sapi

perah rakyat dapat dilihat dari penjumlahan nilai rata-rata HOK/bulan tenaga kerja

keluarga dengan tenaga kerja luar keluarga yang masing-masing senilai 39,61 dan

3,68 yang dijumlahkan menjadi senilai 43,29. Curahan tenaga kerja biasanya

terbagi atas pekerjaan dalam kandang dan pekerjaan luar kandang. Pekerjaan

dalam kandang terdiri atas memandikan ternak, membersihkan kandang, memberi

pakan ternak, memerah ternak, dan menyetor susu. Kegiatan diluar kandang yaitu

hanya mencari hijauan.

Dapat dilihat pada Tabel 5, tertera bahwa kegiatan di luar kandang yaitu

mencari rumput adalah kegiatan yang paling banyak membutuhkan waktu dan

37

memiliki angka curahan tenaga kerja yang tinggi. Hal ini dikarenakan sapi perah

merupakan ternak ruminansia yang pakan utamanya berupa rumput atau hijauan.

Ternak yang kebutuhan hijauannya terpenuhi akan lebih produktif dibandingkan

dengan ternak yang kekurangan hijauan dalam pakannya sehingga peternak harus

mencari hijauan sesuai dengan jumlah kebutuhannya. Kondisi tersebut

mengharuskan peternak mencurahkan jam kerja yang lebih banyak untuk

memenuhi kebutuhan hijauan guna mempertahankan produktivitas ternak. Waktu

mencari hijauan yang dilakukan peternak biasanya kisaran pukul 07.00 – 12.00

WIB, tergantung pada jumlah kebutuhan hijauan untuk ternaknya.

Kegiatan di dalam kandang setiap harinya dilakukan peternak pada pagi

dan sore hari. Biasanya kegiatan di dalam kandang untuk pagi hari dimulai dalam

rentang waktu pukul 04.00 – 07.00 WIB. Selanjutnya, kegiatan di dalam kandang

pada sore hari mulai dilakukan pada waktu setelah beristirahat mencari rumput di

siang hari sampai pukul 18.00 WIB. Pekerjaan dalam kandang terdiri atas

memandikan ternak, membersihkan kandang, memberi pakan ternak, memerah

ternak, dan menyetor susu. Kegiatan memandikan ternak dan membersihkan

kandang dilakukan secara bersamaan sehingga nilai curahan tenaga kerja untuk

kedua kegiatan tersebut sama, dapat dilihat pada Tabel 5. Kegiatan memandikan

ternak dan membersihkan kandang dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari

dan sore hari, tepatnya sebelum ternak diperah. Selanjutnya diikuti dengan

kegiatan memerah ternak hingga memberi pakan ternak. Pemerahan ternak

dilakukan pada pagi dan sore hari, hal tersebut selaras dengan pernyataan Djaja

dkk (2009) bahwa frekuensi pemerahan sapi perah di Indonesia dilakukan dua kali

dalam sehari. Pemberian pakan ternak yang berupa hijauan, konsentrat, dan ampas

tahu dilakukan 2-3 kali sehari. Rata-rata pakan hijauan diberikan pada ternak per

38

hari tiap ekor sebanyak 1 ikat atau 40 kg untuk sapi dewasa dan ½ ikat atau 20 kg

untuk pedet. Pakan konsentrat diberikan pada ternak per hari tiap ekor rata-rata

sebanyak 3-4 kg untuk sapi induk dan pejantan sedangkan pada sapi dara dan

jantan rata-rata peternak memberikan konsentrat sebanyak 1-3 kg per hari tiap

ekor dan tidak dilakukan pemberian konsentrat pada pedet. Adapun rata-rata

pemberian ampas tahu per hari tiap ekor pada ternak yaitu sebesar 25-30 kg pada

sapi dewasa sedangkan pada pedet umur 1 bulan diberikan sebanyak 1 kg dan

dilakukan penambahan sebanyak 1 kg setiap bulannya. Pemberian pakan jerami

pada ternak biasanya hanya dilakukan 2-3 hari sekali dikarenakan pakan jerami

hanya merupakan pakan tambahan. Pakan jerami hanya diberikan pada sapi

dewasa dan tidak diberikan pada pedet. Rata-rata pemberian pakan jerami dalam

sehari tiap ekor sebanyak 2 kg. Kegiatan menyetor susu termasuk ke dalam

pekerjaan dalam kandang dikarenakan peternak hanya mengumpulkan susu yang

telah diperah dari setiap sapi lalu menunggu susu tersebut untuk dijemput oleh

petugas pengepul susu baik dari KUD Sinarjaya maupun petugas pengepul susu

dari agen.

4.5 Analisis Usahaternak Sapi Perah Rakyat

4.5.1 Biaya Produksi Usahaternak

Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh seorang peternak

dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk. Besarnya rata-rata

biaya produksi usahaternak sapi perah rakyat selama setahun, dapat dilihat pada

Tabel 6.

39

Tabel 6. Rata-rata Biaya Produksi Usahaternak

No Uraian Jumlah Persentase

1

Biaya Tetap

...Rp/Bulan... …%...

Sewa Lahan Hijauan 44.347 1,78

Penyusutan Alat 168.316 6,76

Penyusutan Kandang 51.869 2,08

Pembelian Ternak 128.472 5,16

Upah Tenaga Kerja 2.096.997 84,22

Jumlah 2.490.001 100,00

2 Biaya Variabel

Ampas Tahu 3.446.010 67,17

Jerami (ongkos) 30.849 0,60

Konsentrat 802.076 15,64

Rumput (upah tenaga kerja) 794.262 15,48

Vaseline 7.420 0,14

Listrik 49.375 0,97

Jumlah 5.129.992 100,00

Rata-rata Biaya Produksi 7.619.993

Total cost atau total biaya produksi usahaternak ini meliputi biaya tetap (fixed

cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap terdiri atas biaya sewa lahan

hijauan, penyusutan alat, penyusutan kandang, upah tenaga kerja, dan pembelian

ternak. Penyusutan dapat dihitung dengan membagi nilai total biaya pembuatan

atau pembelian dengan umur ekonomis. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Hermanto (1993) bahwa nilai penyusutan ini merupakan selisih antara nilai

pembelian barang dengan nilai akhir dibagi dengan waktu pemakaian. Umur

ekonomis atau waktu pemakaian pada peralatan perkandangan bervariasi. Adapun

setiap peternak rata-rata mengganti peralatan perkandangannya dengan yang baru

antara lain cangkul 1 kali tiap 3 tahun, sabit 3 kali tiap 1 tahun, sekop 1 kali tiap 2

tahun, selang 1 kali tiap 3 tahun, milk can 1 kali tiap 8 tahun, tempat air 1 kali tiap

1 tahun, karpet 1 kali tiap 3 tahun, penyaring susu 1 kali tiap 1 tahun, dan pipa air

40

1 kali tiap 5 tahun. Biaya tertinggi pada biaya tetap yang dikeluarkan peternak

yaitu biaya tenaga kerja pada usahaternak sapi perah rakyat yang didapat dari

hasil perhitungan curahan waktu tenaga kerja, baik tenaga kerja keluarga maupun

tenaga kerja luar keluarga. Biaya tenaga kerja tersebut sebesar Rp 2.096.997

(84,22%). Adapun biaya tenaga kerja keluarga yang dihitung merupakan biaya

yang sesungguhnya dikeluarkan peternak namun tidak dibayarkan dalam bentuk

uang. Sewa lahan memiliki nilai terendah pada biaya tetap yaitu sebesar Rp

44.347/UU/bulan (1,78%), hal ini disebabkan karena hanya beberapa peternak

saja yang menyewa lahan untuk hijauan, sedangkan sebagian besar peternak

memiliki lahan hijauan sendiri. Biaya pembelian ternak yang dikeluarkan peternak

sebesar Rp 128.472/UU/bulan (5,16%), biaya pembelian ternak dihitung dengan

mengkali jumlah ternak yang dibeli dengan harga ternak. Angka rata-rata

pembelian ternak tersebut kecil dikarenakan hanya 2 dari 24 orang peternak yang

melakukan pembelian ternak. Biaya penyusutan kandang yang dikeluarkan

peternak yaitu sebesar Rp 51.869/UU/bulan (2,08%). Biaya tetap lainnya yaitu

biaya penyusutan alat sebesar Rp 168.316/UU/bulan (6,76%).

Biaya variabel terdiri atas pakan ternak, vaseline, dan listrik. Pakan ternak

terdiri dari 4 jenis pakan diantaranya adalah ampas tahu, jerami, konsentrat, dan

rumput hijauan. Biaya pakan merupakan komponen yang paling besar

pengeluarannya pada biaya variabel. Ampas tahu merupakan salah satu jenis

pakan yang diberikan pada ternak sapi perah dan mengeluarkan biaya paling besar

dibandingkan dengan jenis pakan lainnya yaitu sebesar Rp 3.446.010/UU/bulan

(67,17%). Ampas tahu dipercaya dapat meningkatkan produksi susu dan sudah

umum digunakan oleh para peternak. Pakan lainnya yang diberikan pada ternak

yaitu jerami sebagai pakan tambahan yang diberikan hanya 3-4 hari sekali. Jerami

41

tersebut didapat oleh peternak secara gratis dan hanya membayar ongkos

pengiriman. Biaya ongkos pengiriman jerami rata-rata per unit usaha per bulan

adalah sebesar Rp 30.849 (0,60%) yang terbilang rendah, hal ini dikarenakan

tidak semua peternak menggunakan jerami sebagai pakan bagi ternaknya. Pakan

konsentrat yang digunakan oleh peternak untuk diberikan pada ternak dibeli

langsung di KUD Sinarjaya. Biaya pengeluaran pembelian konsentrat ini rata-rata

per unit usaha per bulannya sebesar Rp 802.076 (15,64%). Pakan rumput sebagai

pakan utama ternak sapi perah ini didapat oleh peternak dari hasil mengarit di

lahan hijauan milik pribadi maupun lahan hijauan sewaan. Biaya penyediaan

pakan rumput ini merupakan biaya yang tidak dikeluarkan peternak dalam bentuk

uang, melainkan peternak mengorbankan curahan waktu dengan banyaknya jam

kerja untuk mengarit rumput dikalikan dengan upah yang berlaku di daerah

Cilengkrang. Biaya penyediaan rumput hijauan adalah sebesar Rp

794.262/UU/bulan (15,48%).

Selain pakan, yang termasuk dalam biaya variabel pada usahaternak sapi

perah rakyat yaitu biaya penyediaan vaseline. Vaseline digunakan oleh peternak

untuk memudahkan dalam memerah dan menghindari agar puting susu tidak luka

ataupun lecet dengan mengolesi vaseline pada bagian puting susu sapi. Biaya

penyediaan vaseline ini adalah sebesar Rp 7.420/UU/bulan (0,14%). Selain itu

listrik juga termasuk ke dalam biaya variabel dengan dihitung berdasarkan

penggunaan listrik untuk penerangan kandang. Biaya listrik yang dikeluarkan

adalah sebesar Rp 49.375/UU/bulan (0,97%).

Rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak sebesar Rp

7.619.993 per unit usaha per bulan. Rata-rata biaya tetap pada usahaternak sapi

perah rakyat selama satu bulan analisis adalah sebesar Rp 2.490.001 per unit

42

usaha. Rata-rata biaya variabel pada usahaternak sapi perah rakyat adalah sebesar

Rp 5.129.992 per unit usaha per bulan.

4.5.2 Penerimaan Hasil Usahaternak

Hasil usaha atau penerimaan terbesar dari usahaternak sapi perah adalah

berasal dari penjualan susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulthoni (2008) yang

mengatakan bahwa sumber penerimaan terbesar dalam usahaternak sapi perah

adalah penjualan susu. Selain susu, adapun komponen penerimaan lainnya dari

usahaternak sapi perah rakyat ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-rata Penerimaan Usahaternak

No Uraian Jumlah Persentase

...Rp/bulan… ...%...

1 Perubahan Nilai Ternak -184.027 -3,16

2 Penjualan Susu 4.859.125 83,55

3 Penjualan Ternak 1.140.625 19,61

Total 5.815.723 100,00

Penerimaan usahaternak sapi perah rakyat meliputi perubahan nilai ternak,

penjualan susu, dan penjualan ternak. Berdasarkan Tabel 7, rata-rata penerimaan

susu yang diperoleh peternak tiap bulannya adalah sebesar Rp 4.859.125

(83,55%). Tinggi rendahnya penerimaan hasil penjualan susu dipengaruhi oleh

kuantitas susu dan tidak dipengaruhi oleh kualitas susu tersebut. Para peternak

anggota KUD Sinarjaya ini biasanya menjual susu kepada KUD Sinarjaya dengan

harga Rp 4.250/liter dan Agen lain dengan harga Rp 4.300/liter. Rata-rata

produksi susu yang dihasilkan sapi laktasi adalah sejumlah ±10 liter/ekor/hari. Hal

ini sesuai dengan pendapat Prihadi (1997) yang menyatakan bahwa rata-rata

produksi susu sapi FH murni yang ada di Indonesia hanya sekitar 10 liter per hari

43

atau kurang lebih sekitar 3.050 kg per laktasi. Sumber penerimaan usahaternak

disamping susu adalah penjualan ternak. Penjualan ternak yang dilakukan yaitu

menjual sapi-sapi yang tidak produktif lagi dan penjualan pedet yang tidak

digunakan sebagai replacement stock. Nilai penjualan ternak tergantung pada

jumlah ternak yang dijual serta kondisi ternak. Rata-rata penjualan ternak per

bulannya adalah sebesar Rp 1.140.625 (19,61%). Adapun komponen penerimaan

ternak lainnya yaitu dari perubahan nilai ternak. Perubahan nilai ternak ditentukan

oleh banyaknya ternak yang dipelihara dan harga jual masing-masing ternak,

dihitung berdasarkan selisih perubahan nilai akhir dan nilai awal ternak selama

setahun analisis. Rata-rata perubahan nilai ternak pada usahaternak ini bernilai

negatif yaitu sebesar Rp -184.027 (-3,16%). Perubahan nilai ternak yang bernilai

negatif ini disebabkan karena ada peternak yang ternaknya yang dijual dengan

alasan tertentu, ternaknya mati, ataupun ternaknya hilang sehingga nilai ternak

akhir lebih kecil daripada nilai ternak awal. Mutasi ternak yang dijual, mati,

hilang, lahir, dan beli dapat dilihat pada Lampiran 8. Adapun rata-rata penerimaan

yang diperoleh peternak per bulannya adalah sebesar Rp 5.815.723. Adapun

limbah ternak dibuang ke kebun dengan tidak memisahkan terlebih dahulu limbah

padat dan cairnya. Hal ini menjadi kurang efektif dan tidak ramah lingkungan.

Limbah ternak tersebut tidak dimanfaatkan oleh peternak yang seharusnya dapat

dijadikan sumber penerimaan usahaternak sampingan.

4.5.3 Efisiensi Usahaternak

Seperti yang telah diketahui, analisis kelayakan yang digunakan untuk

menilai kelayakan usaha adalah salah satunya dengan memperhitungakan nilai

efisiensi usahaternak (E) dengan menggunakan rumus nisbah TR/TC. Hal tersebut

44

sesuai dengan pernyataan Harmono dan Andoko (2005) bahwa nilai E dari

perhitungan TR/TC tersebut dapat diketahui apakah usaha tersebut

menguntungkan atau tidak. Adapun nilai efisiensi usahaternak yang telah dihitung

dari pembagian Total Revenue (TR) dan Total Cost (TC) dapat dilihat pada Tabel

8. TR dan TC yang digunakan dalam perhitungan adalah jumlah penerimaan

keseluruhan dan jumlah biaya produksi keseluruhan usahaternak per bulannya.

Tabel 8. Nilai Efisiensi Usahaternak Sapi Perah Rakyat

Uraian Jumlah

Total Revenue (TR) Rp 139.577.354

Total Cost (TC) Rp 182.879.887

Pendapatan Rp -43.302.553

Efisiensi (E) 0,76

Berdasarkan pada Tabel 8 dapat dilihat nilai efisiensi usahaternak sapi

perah rakyat ini hanya bernilai 0,76, dengan nilai E<1 ini menunjukan

usahaternak yang dijalankan tidak efisien atau secara sederhana kegiatan

usahaternak tersebut mengalami kerugian. Penerimaan yang diperoleh peternak

dalam usahaternaknya tertutupi oleh besarnya biaya produksi yang dikeluarkan.

Adapun dilakukan pula perhitungan efisiensi usahaternak dengan menambahkan

nilai upah tenaga kerja keluarga pada TR. Upah tenaga kerja keluarga merupakan

penerimaan yang tidak diterima peternak dalam bentuk uang, akan tetapi dalam

bentuk curahan waktu kerja. Upah tenaga kerja keluarga berupa nilai curahan

waktu tenaga kerja keluarga dengan banyaknya jam kerja dalam semua kegiatan

usahaternak dikalikan dengan upah minimum peternak yang berlaku di daerah

Cilengkrang. Upah tenaga kerja keluarga yang dihitung yaitu sebesar Rp

45

46.209.000 sehingga apabila dijumlahkan dengan nilai TR didapat hasilnya

sebesar Rp 185.786.354. Perhitungan efisiensi usahaternak dengan penambahan

upah tenaga kerja keluarga pada TR dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Efisiensi Usahaternak Sapi Perah Rakyat dengan Penambahan Upah

Tenaga Kerja Keluarga

Uraian Jumlah

Total Revenue (TR) + Upah TK Keluarga Rp 185.786.354

Total Cost (TC) Rp 182.879.887

Pendapatan Rp 2.906.467

Efisiensi (E) 1,02

Berdasarkan pada Tabel 9 didapatkan hasil perhitungan efisiensi

usahaternak dengan penambahan nilai upah tenaga kerja keluarga pada TR

menghasilkan nilai efisiensi yang lebih besar yaitu senilai 1,02. Nilai E>1 tersebut

menunjukan adanya kelayakan pada usahaternak sapi perah rakyat yang

dijalankan peternak anggota KUD Sinarjaya tersebut. Metode perhitungan

tersebut biasa digunakan oleh peternak sehingga peternak selalu merasa bahwa

usahaternaknya menguntungkan namun sebenarnya tidak demikian karena

seharusnya keuntungan usahaternak hanya diperoleh setelah pengurangan upah

tenaga kerja keluarga.

4.6 Hubungan Jumlah Kepemilikan Ternak dan Penggunaan Tenaga

Kerja serta Pengaruhnya terhadap Efisiensi Usahaternak Sapi Perah

4.6.1 Pengujian Asumsi Klasik

4.6.1.1 Uji Multikolinieritas

Pengujian asumsi multikolinieritas ini berguna untuk mengukur tingkat

keeratan hubungan/pengaruh antar variabel bebas, dalam hal ini variabel jumlah

46

kepemilikan ternak dan variabel penggunaan tenaga kerja. Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas (Ghozali, 2001).

Pengujian multikolinearitas dalam model regresi pada penelitian ini adalah

dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance. Hasil

pengujian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hasil Pengujian Multikolinieritas dari software SPSS 20

Pada Gambar 2 terlihat bahwa tidak ada variabel yang memiliki nilai VIF

lebih besar dari 10 dan tidak ada yang memiliki nilai tolerance yang lebih kecil

dari 0,10 sehingga menunjukan bahwa tidak terdapat korelasi antar variabel bebas.

Adapun dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas antar variabel

bebas dalam model regresi.

4.6.1.2 Uji Heteroskedastisitas

Pengujian asumsi heteroskedastisitas ini berguna untuk menilai ada atau

tidaknya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model

regresi linier. Uji statistik yang digunakan adalah dengan uji Glejser dengan

melihat nilai Signifikansinya. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 3.

47

Gambar 3. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas dari software SPSS 20

Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas dengan uji Glejser pada Gambar

3, dapat dlihat bahwa nilai sig. pada masing-masing variabel bernilai lebih dari

0,05, maka hal ini menunjukan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dalam

model regresi pada penelitian ini, serta variabel-variabel independen dapat

dinyatakan tidak mengalami heteroskedastisitas.

4.6.1.3 Uji Autokorelasi

Pengujian asumsi autokorelasi ini berguna untuk mengetahui ada atau

tidaknya korelasi variabel yang ada di dalam model prediksi dengan perubahan

waktu. Pengujian autokorelasi ini menggunakan uji Durbin-Watson. Hasil

pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hasil Pengujian Autokorelasi dari software SPSS 20

48

Berdasarkan uji yang telah dilakukan maka didapat nilai uji Durbin-

Watson sebesar 2,424. Nilai DW lebih besar 2 sehingga dapat dikatakan

autokorelasi bernilai negatif pada model regresi dalam penelitian ini.

Berdasarkan pengujian asumsi klasik yang telah dilakukan, didapatkan

hasilnya yaitu tidak terdapat masalah-masalah asumsi klasik sehingga memenuhi

syarat untuk melanjutkan pengujian dengan analisis regresi linier berganda.

4.6.2 Analisis Regresi Linier Berganda

4.6.2.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji F dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara bersama-

sama pengaruh jumlah kepemilikan ternak dan penggunaan tenaga kerja terhadap

efisiensi usahaternak sapi perah. Nilai yang digunakan pada pengujian F ini

adalah nilai F dan nilai Sig yang terdapat pada Gambar 5.

Gambar 5. Hasil Pengujian Signifikansi Simultan (Uji F) dari software SPSS 20

Hipotesis nol (H0) yang digunakan dalam pengujian ini adalah adanya

pengaruh yang tidak signifikan antara variabel independen terhadap variabel

dependen secara bersama-sama. Hipotesis kerja (H1) yang digunakan adalah

adanya pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel

dependen secara bersama-sama.

49

Berdasarkan Gambar 5, nilai F hitung sebesar 4,349 dan nilai Sig. sebesar

0.026b. Nilai F hitung tersebut telah dibandingkan dengan F tabel yaitu sebesar

3,47, terlihat bahwa nilai F hitung lebih besar dari F tabel yang artinya H0 ditolak

dan H1 diterima. Cara kedua yang dilakukan yaitu dengan membandingkan nilai

sig. yaitu sebesar 0.026b, dapat dilihat bahwa nilai sig. pada hasil pengujian

dengan SPSS memiliki nilai yang lebih kecil dibanding nilai signifikan yang telah

ditetapkan yaitu 0,05, terlihat dari hasil sig tersebut menunjukan bahwa H0 ditolak

dan H1 diterima. Kedua cara tersebut dapat menunjukan kesimpulan bahwa

terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah kepemilikan ternak dan

penggunaan tenaga kerja terhadap efisiensi usahaternak secara bersama-sama atau

simultan.

4.6.2.2 Uji Signifikansi Parsial (Uji t)

Uji t ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh secara parsial (individu)

variabel-variabel independen yaitu jumlah kepemilikan ternak dan penggunaan

tenaga kerja terhadap variabel dependen yaitu efisiensi usahaternak. Nilai yang

digunakan pada pengujian t ini adalah nilai t dan nilai Sig yang terdapat pada

Gambar 6.

Gambar 6. Hasil Pengujian Signifikansi Parsial (Uji t) dari software SPSS 20

50

Berdasarkan Gambar 6, didapatkan persamaan regresi adalah sebagai

berikut :

Y = 0,567 + 0,45 X1 – 0,11 X2

Persamaan regresi di atas dapat dimaknai bahwa nilai konstanta sebesar 0,567

menunjukan bahwa ketika jumlah kepemilikan ternak dan penggunaan tenaga

kerja konstan maka rata-rata efisiensi usahaternak adalah sebesar 0,567. Koefisien

regresi jumlah kepemilikan ternak (X1) sebesar 0,45 menunjukan bahwa setiap

kenaikan 1 konstanta pada variabel jumlah kepemilikan ternak maka akan

meningkatkan efisiensi usahaternak sebesar 0,45. Koefisien regresi penggunaan

tenaga kerja (X2) sebesar 0,11 menunjukan bahwa setiap kenaikan 1 konstanta

pada variabel penggunaan tenaga kerja maka akan menurunkan efisiensi

usahaternak sebesar 0,11.

Pada Gambar 6 dapat dilihat nilai t hitung pada variabel X1 dan X2 secara

berturut-turut sebesar 2,485 dan -0,975. Kemudian nilai Sig. pada variabel X1 dan

X2 secara berturut-turut sebesar 0,021 dan 0,341. Nilai t hitung tersebut telah

dibandingkan dengan t tabel yang didapat yaitu sebesar 2,08. Pada variabel X1

terlihat bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel yang artinya H0 ditolak dan H1

diterima. Pada variabel X2 terlihat bahwa nilai t hitung lebih kecil dari t tabel yang

artinya H0 diterima dan H1 ditolak. Adapun cara kedua yaitu dengan

membandingkan nilai sig. Pada variabel X1 nilai sig. pada hasil pengujian dengan

SPSS memiliki nilai yang lebih kecil dibanding nilai signifikan yang telah

ditetapkan yaitu 0,05, terlihat dari hasil sig tersebut menunjukan bahwa H0 ditolak

dan H1 diterima. Pada variabel X2 nilai sig. pada hasil pengujian dengan SPSS

memiliki nilai yang lebih besar dibanding 0,05, terlihat dari hasil sig tersebut

51

menunjukan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak. Kedua cara tersebut menunujukan

kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah kepemilikan

ternak terhadap efisiensi usahaternak secara parsial dan terdapat pengaruh yang

tidak signifikan antara penggunaan tenaga kerja terhadap efisiensi usahaternak

secara parsial. Tidak berarti penggunaan tenaga kerja tidak berpengaruh namun

pengaruhnya tidak signifikan.