iv hasil dan pembahasan 4.1 keadaan umum wilayah...
TRANSCRIPT
27
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian
4.1.1 Profil KUD Sinarjaya
Koperasi Unit Desa (KUD) Sinarjaya merupakan salah satu koperasi yang
berada di wilayah Jawa Barat yang menaungi peternak sapi perah rakyat di
wilayah Bandung Timur, Kecamatan Cilengkrang tepatnya di lereng Gunung
Manglayang. KUD Sinarjaya berdiri pada Tahun 1974. Berdirinya lembaga
koperasi desa yang diberi nama BUUD/KUD Sinarjaya oleh tokoh-tokoh
masyarakat di Desa Cilengkrang. KUD Sinarjaya resmi memperoleh legalitas
Badan Hukum Nomor : 6586/bh/dk-10/20 pada Tanggal 10 Maret 1977.
Perkembangan kegiatan usaha yang dilaksanakan oleh KUD Sinarjaya dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan dan perkembangan ini perlu ditunjang
oleh sarana dan prasarana yang mendukung. Salah satu upaya peningkatan
pelayanan kepada anggota, pada Tanggal 29 Oktober 1988 KUD Sinarjaya
membuka kantor yang dibangun diatas lahan seluas 714 m2 dengan lokasi yang
sangat strategis karena mudah dijangkau oleh berbagai pihak yang
berkepentingan. Pada Tanggal 8 April 1996 KUD Sinarjaya memperoleh Badan
Hukum yang baru yang telah disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian dengan Nomor :
6586/BH/PAD/KWK/10/IV/1996.
KUD Sinarjaya berkembang dengan pesat dan maju sejak awal berdirinya
hingga menjadikan koperasi yang sering mendapatkan penghargaan dari berbagi
instansi atau lembaga termasuk pemerintahan. Adanya masalah internal yang
28
kompleks menyebabkan KUD mengalami masa krisis sejak Tahun 2005 hingga
2010 dengan kehilangan hampir seluruh asetnya termasuk kantornya. Adanya
inisiatif dari anggota dan adanya rasa kepedulian terhadap kondisi KUD yang kian
terpuruk maka anggota memutuskan membentuk kepengurusan yang baru di
Tahun 2011 hingga kini dengan Bapak Iwan sebagai ketuanya. Diawal
kepengurusan banyak hal yang perlu diperbaiki dengan berbagai masalah dan
keterbatasan. Dimulai dari penyelesaian piutang KUD dan disitanya aset KUD
maka diawal Tahun 2017 dimulai pembangunan kantor yang baru. Perkembangan
terus terjadi hingga Tahun 2015 masa jabatan Bapak Iwan habis, namun karena
kinerja yang dianggap baik oleh anggota maka di Tahun 2016 beliau terpilih
kembali menjadi ketua koperasi hingga akhir periodenya di Tahun 2020. Kinerja
pengurus menunjukan pengaruh positif hingga satu per satu permasalahan dapat
diatasi dan keberlanjutan usaha tetap terjaga.
4.1.2 Keadaan Fisik KUD Sinarjaya
Kantor KUD Sinarjaya terletak di Jalan AH. Nasution No 260B Desa
Cipadung Kulon Kecamatan Ujungberung Kota Bandung. Wilayah kerja KUD
Sinarjaya secara administratif terletak pada Kecamatan Cilengkrang Kabupaten
Bandung Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Cilengkrang adalah kecamatan di
wilayah Kabupaten Bandung yang merupakan wilayah hasil pemekaran
perubahan batas wilayah berdasarkan PP No. 16 Tahun 1987, dibentuk pada
Tahun 1989 sebagai pemekaran dari Kecamatan Ujung Berung. Di sebelah Utara
berbatasan dengan Kecamatan Lembang, di sebelah Timur berbatasan dengan
Kecamatan Cileunyi, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Ujung
Berung, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cimenyan. Luas
wilayah kerja KUD Sinarjaya yaitu sekitar 1.035,411 Ha, yang terdiri dari 4 desa
29
yaitu: Desa Cilengkrang yang merupakan wilayah dari kecamatan Cilengkrang, di
Desa Cipulus, Desa Pasir Angin, dan Desa Palalangon.
Secara geografis Kecamatan Ujungberung memiliki karakteristik wilayah
pedataran 668 mdpl, dengan jumlah hari dalam curah hujan dalam setahun yaitu
10 hari, banyaknya curah hujan 24.000 mm/tahun, dan suhu udara sekitar 18-
24oC. (Monografi Kecamatan Ujungberung, 2015). Adapun untuk daerah
Kecamatan Cilengkrang secara geografis merupakan daerah berbukit yang terdiri
dari daratan dengan ketinggian 700 mdpl s/d 1.300 dpl. Suhu udara di daerah
penelitian berkisar antara 19-23oC. Suhu yang berkisar antara 19-23
oC tersebut
menunujukan daerah dengan kisaran suhu optimum untuk beternak sapi perah.
Ketinggian di daerah tropis merupakan hal yang penting untuk sapi perah yang
berasal dari iklim sedang atau sapi keturunan untuk dapat mempertahankan
produksi susunya, karena tempat yang tinggi (1.000 mdpl) dapat dicapai suhu
antara 15-21oC yang merupakan suhu udara yang ideal untuk pemeliharaan sapi
perah jenis Fries Holland yang umunya banyak dimiliki oleh peternak (Sudono,
1990).
4.2. Karakteristik Peternak
Responden pada penelitian ini adalah peternak sapi perah rakyat yang
tergabung ke dalam anggota KUD Sinarjaya. Karakteristik peternak didasarkan
pada umur, pendidikan terakhir, dan pengalaman beternak. Karakteristik umur
responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
30
Tabel 1. Karakteristik Umur Responden
No Kelompok Umur Jumlah Persentase
... Tahun ... ... Orang ... ... % ...
1 26 - 40 10 41,67
2 41 - 55 11 45,83
3 >55 3 12,50
Total 24 100,00
Adapun jumlah responden yang berusia 26 tahun sampai 40 tahun
sebanyak 10 orang (41,67%), usia 41-55 tahun sebanyak 11 orang (45,83%) dan
usia >55 tahun sebanyak 3 orang (12,5%), sebagian besar responden penelitian ini
berada dalam rentang usia 41 sampai dengan 55 tahun. Struktur umum dalam
analisis demografi, penduduk di kelompok pada umur produktif berada pada
kisaran antara usia 15-64 tahun dan usia tidak produktif diatas 64 tahun
(Tjiptoherijanto, 2001). Hal tersebut menunjukan bahwa sebagian besar responden
tersebut berada dalam kategori usia produktif sehingga peternak memiliki
kemampuan fisik untuk mengelola usahaternaknya secara optimal. Selain itu
peternak yang tergolong dalam usia produktif cukup potensial untuk melakukan
kegiatan usahaternak dan mempunyai kemampuan meningkatkan produktivitas
kerja karena masih memiliki cukup banyak tenaga untuk melakukan pekerjaan
pada usahaternaknya. Hal tersebut memberi keuntungan tersendiri bagi peternak
selaku pelaku usahaternak. Menurut Rusli (1988) partisipasi angkatan kerja
umumnya rendah atau agak rendah pada usia muda dan tua, hal ini disebabkan
mereka yang berusia muda masih bersekolah, sedangkan sebagian pada usia tua
telah tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan.
Karakteristik selanjutnya adalah tingkat pendidikan terakhir responden.
Karakteristik pendidikan terakhir responden dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 2.
31
Tabel 2. Karakteristik Pendidikan Terakhir Responden
No Pendidikan Jumlah Persentase
... Orang ... ... % ...
1 SD 19 79,17
2 SMP 3 12,50
3 SMA 2 8,33
Total 24 100,00
Tingkat pendidikan terakhir peternak mempengaruhi kemampuan dan
perilaku untuk berinovasi dalam suatu usaha sehingga usahaternak dapat
berkembang dan menunjang keberhasilan usahaternaknya. Hal ini erat kaitannya
dengan pernyataan Rusdiana dan Sejati (2009) yang menyatakan bahwa adanya
pengembangan usaha dalam bidang sapi perah, maka akan dapat meningkatkan
penerimaan sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga peternak.
Tingkat pendidikan terakhir peternak masih tergolong rendah dilihat dari sebagian
besar peternak adalah lulusan SD yaitu sebanyak 19 orang (79,17%) dari 24 orang
jumlah responden. Rendahnya tingkat pendidikan terakhir peternak ini
menyebabkan sulitnya bagi peternak menyerap inovasi baru terhadap
usahaternaknya dibandingkan peternak dengan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi. Hal ini dikarenakan peternak dengan tingkat pendidikan rendah cenderung
lebih tertutup dan kurang mampu mengadopsi inovasi-inovasi baru tersebut,
melainkan mendapatkan ilmu dari turun-temurun dan harus melihat contoh dari
golongan terdahulu. Tingkat pendidikan terakhir peternak yang rendah ini
disebabkan oleh rendahnya motivasi individu untuk mendapatkan pendidikan
yang lebih tinggi. Kondisi sosial, faktor ekonomi keluarga, motivasi dari orang
tua, dan kebiasaan orangtua yang tidak menyekolahkan anaknya di lingkungan
tersebut dijadikan alasan oleh peternak untuk tidak mendapatkan pendidikan yang
lebih tinggi. Peternak yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi mayoritas
32
memiliki kualitas sumberdaya manusia yang tinggi pula. Mereka akan lebih
mudah mengadopsi inovasi-inovasi mengenai peternakan yang lebih maju
sehingga akan lebih mudah mengolah usahaternaknya secara efektif dan efisien.
Misalnya dalam pemanfaatan limbah ternak yang merupakan inovasi dalam
meningkatkan keuntungan peternak pada usahaternaknya. Hal tersebut biasanya
merupakan salah satu materi penyuluhan yang disampaikan kepada peternak sapi
perah. Maka diperlukan tenaga ahli atau penyuluh peternakan yang dapat
memberikan penyuluhan kepada peternak guna meningkatkan pengetahuan,
kemampuan beternak, dan memberikan informasi serta inovasi untuk peningkatan
produktivitas usahaternak yang dijalankannya.
Selanjutnya adalah karakteristik responden mengenai pengalaman
beternak. Adapun karakteristik terkait pengalaman beternak responden dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Pengalaman Beternak Responden
No Pengalaman Beternak Jumlah Persentase
... Tahun ... ... Orang ... ... % ...
1 8 - 22 13 54,17
2 23 - 37 9 37,50
3 >37 2 8,33
Total 24 100,00
Pengalaman beternak para peternak diperoleh secara turun-temurun
sehingga sedikit sulit dalam beradaptasi dengan adanya perubahan. Ilmu beternak
yang diturunkan tersebut menjadikan kemampuan peternak dalam manajemen
pemeliharaan ternak tergolong baik meskipun masih bersifat tradisional. Pada
Tabel 3 dapat diketahui bahwa sebagian besar peternak memiliki pengalaman
beternak pada kisaran 8-22 tahun (54,17%). Pengalaman beternak yang sudah
33
cukup lama tersebut menandakan bahwa keterampilan dan pengetahuan peternak
dalam manajemen pemeliharaan dapat dikatakan baik.
4.3 Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi Perah
Jumlah kepemilikan ternak sapi perah merupakan indikator keberhasilan
suatu usaha peternakan sapi perah. Adapun jumlah kepemilikan ternak responden
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi Perah Responden
Kondisi Ternak Ekor ST %
Produktif Laktasi 73,00 73,00 61,34
Kering Kandang 8,00 8,00 6,72
Jumlah 81,00 81,00 68,06
Non produktif Dara Bunting 5,00 2,50 4,21
Dara 12,00 6,00 10,08
Pedet Betina 13,00 3,25 10,92
Pedet Jantan 2,00 0,50 1,68
Jantan 5,00 2,50 4,21
Pejantan 1,00 1,00 0,84
Jumlah 38,00 15,75 31,94
Total Produktif & Non produktif 119,00 96,75 100,00
Rata-rata Kepemilikan per Peternak 5,00 4,03
Berdasarkan Tabel 4 di atas, dapat dilihat kondisi ternak sapi perah yang
dimiliki peternak sapi perah rakyat anggota KUD Sinarjaya terbanyak yaitu pada
sapi laktasi dengan jumlah 73 ekor (61,34%) dari total sapi keseluruhan 119 ekor.
Rata-rata kepemilikan ternak adalah 5,00 ekor/peternak atau 4,03 ST/peternak.
Hal ini sesuai dengan pernyataan berdasarkan Menteri Pertanian Republik
Indonesia (1990) bahwa usaha peternakan rakyat adalah usaha yang digunakan
sebagai usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi
laktasi dewasa atau memiliki jumlah seluruh kurang dari 20 ekor sapi perah
34
campuran. Maka usahaternak di KUD Sinarjaya ini masi dalam skala rakyat.
Taslim (2011) menyatakan bahwa, skala kepemilikan sapi perah dibawah 7 ekor
per peternak hasilnya tidak optimal dengan produktivitas rendah. Adapun
pernyataan Santosa dkk. (2009) bahwa usaha sapi perah yang dijalankan dengan
skala pemeliharaan 1-4 ekor yang ditunjang dengan pemeliharaan yang bersifat
tradisonal dinilai belum ekonomis karena terbatasnya modal peternak dan
kesulitan dalam penyediaan pakan yang berkualitas dengan jumlah yang
mencukupi. Maka jumlah ternak yang dimiliki peternak sapi perah rakyat anggota
KUD Sinarjaya ini belum dapat dikatakan belum ekonomis dan belum optimal,
serta produktivitasnya rendah.
Komposisi ternak sapi perah produktif dan non produktif merupakan hal
yang penting untuk diperhatikan guna menjaga efisiensi usaha yang dijalankan.
Menurut Priyanti,dkk (2009), agar terjadinya kelangsungan usaha dan kestabilan
produksi terjaga, maka komposisi ternak pada usaha sapi perah adalah 85% ternak
laktasi dan 15% ternak kering kandang, sedangkan komposisi ideal untuk sapi
perah produktif dan non produktif adalah masing-masing 70% dan 30%. Keadaan
tersebut hampir sesuai pada usahaternak sapi perah rakyat milik peternak anggota
KUD Sinarjaya ini. Dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa persentase ternak laktasi
terdiri atas 68,06%, dan persentase ternak non produktif 31,94%. Maka dapat
dikatakan komposisi ternak pada usahaternak sapi perah tersebut sudah mendekati
optimal.
4.4 Penggunaan Tenaga Kerja
Penggunan tenaga kerja pada usahaternak sapi perah rakyat yang dimiliki
oleh peternak anggota KUD Sinarjaya ini dinyatakan dalam besarnya curahan
35
tenaga kerja. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa curahan tenaga kerja yang
dikeluarkan oleh peternak merupakan jumlah jam kerja yang dialokasikan untuk
menjalankan usahaternak. Curahan tenaga kerja dapat berasal dari anggota
keluarga yang dilibatkan dalam kegiatan usahaternak sebagai tenaga kerja
keluarga ataupun dapat juga berasal dari tenaga kerja luar keluarga. Satuan ukuran
HOK sama dengan HKP yakni jumlah kerja yang dicurahkan untuk seluruh proses
produksi yang diukur dengan ukuran kerja pria. Perhitungan HOK disesuaikan
dengan pernyataan Soekartawi (2003) bahwa hari kerja pria setara dengan 1 orang
dewasa pria atau 0,75 orang dewasa wanita atau 0,5 orang anak-anak. Berikut
hasil perhitungan rata-rata curahan tenaga kerja responden dalam HOK per bulan
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata Curahan Tenaga Kerja Responden dalam Satu Bulan
(HOK/Bulan)
Kegiatan TK. Keluarga TK. Luar Keluarga
Pria Wanita Anak Pria Wanita Anak
Mencari hijauan 15,80 6,45 1,80 2,03 0,00 0,00
Memandikan ternak 3,13 1,17 0,52 0,50 0,00 0,00
Membersihkan kandang 3,13 1,17 0,52 0,50 0,00 0,00
Memberi pakan ternak 1,44 0,59 0,28 0,27 0,00 0,00
Memerah ternak 1,56 0,59 0,26 0,25 0,00 0,00
Mengangkat susu 0,78 0,29 0,13 0,13 0,00 0,00
Jumlah 25,84 10,26 3,51 3,68 0,00 0,00
Keseluruhan 39,61 3,68
Total Keseluruhan 43,29
Tenaga kerja yang digunakan pada kegiatan usahaternak sapi perah rakyat
ini sebagian besar adalah tenaga kerja keluarga yang dapat dilihat pada Tabel 5
bahwa rata-rata HOK/bulan tenaga kerja keluarga sebesar 39,61 sedangkan rata-
rata HOK/bulan tenaga kerja luar keluarga hanya sebesar 3,68. Hal tersebut
36
tentunya sesuai dengan skala usaha yang dijalankan oleh masing-masing peternak.
Peternak yang memperkerjakan tenaga kerja luar keluarga biasanya yang memiliki
skala usaha lebih besar sehingga membutuhkan curahan tenaga kerja lebih.
Pria sebagai kepala keluarga mendominasi dalam penggunaan tenaga kerja
pada usahaternak sapi perah rakyat, dapat dilihat rata-rata nilai HOK/bulannya
pada tenaga kerja keluarga pria sebesar 25,84 dan tenaga kerja luar keluarga pria
sebesar 3,68 yang apabila dijumlahkan menjadi 29,52. Angka yang cukup tinggi
tersebut menunjukan bahwa tenaga kerja pria masih berperan penting dalam
usahaternak sapi perah. Pekerjaan-pekerjaan pada bidang peternakan memerlukan
tenaga yang besar, maka menjadi wajar apabila curahan tenaga kerja pria lebih
mendominasi bila dibandingkan dengan tenaga kerja wanita. Tenaga kerja wanita
dan anak pun juga memiliki peran dalam kegiatan usahaternak ini baik pekerjaan
kandang yang berupa kegiatan memandikan ternak, membersihkan kandang,
memberi pakan, penyetoran susu dan pemerahan, serta pekerjaan luar kandang
yang berupa kegiatan mencari hijauan.
Adapun curahan tenaga kerja yang dikeluarkan dalam usahaternak sapi
perah rakyat dapat dilihat dari penjumlahan nilai rata-rata HOK/bulan tenaga kerja
keluarga dengan tenaga kerja luar keluarga yang masing-masing senilai 39,61 dan
3,68 yang dijumlahkan menjadi senilai 43,29. Curahan tenaga kerja biasanya
terbagi atas pekerjaan dalam kandang dan pekerjaan luar kandang. Pekerjaan
dalam kandang terdiri atas memandikan ternak, membersihkan kandang, memberi
pakan ternak, memerah ternak, dan menyetor susu. Kegiatan diluar kandang yaitu
hanya mencari hijauan.
Dapat dilihat pada Tabel 5, tertera bahwa kegiatan di luar kandang yaitu
mencari rumput adalah kegiatan yang paling banyak membutuhkan waktu dan
37
memiliki angka curahan tenaga kerja yang tinggi. Hal ini dikarenakan sapi perah
merupakan ternak ruminansia yang pakan utamanya berupa rumput atau hijauan.
Ternak yang kebutuhan hijauannya terpenuhi akan lebih produktif dibandingkan
dengan ternak yang kekurangan hijauan dalam pakannya sehingga peternak harus
mencari hijauan sesuai dengan jumlah kebutuhannya. Kondisi tersebut
mengharuskan peternak mencurahkan jam kerja yang lebih banyak untuk
memenuhi kebutuhan hijauan guna mempertahankan produktivitas ternak. Waktu
mencari hijauan yang dilakukan peternak biasanya kisaran pukul 07.00 – 12.00
WIB, tergantung pada jumlah kebutuhan hijauan untuk ternaknya.
Kegiatan di dalam kandang setiap harinya dilakukan peternak pada pagi
dan sore hari. Biasanya kegiatan di dalam kandang untuk pagi hari dimulai dalam
rentang waktu pukul 04.00 – 07.00 WIB. Selanjutnya, kegiatan di dalam kandang
pada sore hari mulai dilakukan pada waktu setelah beristirahat mencari rumput di
siang hari sampai pukul 18.00 WIB. Pekerjaan dalam kandang terdiri atas
memandikan ternak, membersihkan kandang, memberi pakan ternak, memerah
ternak, dan menyetor susu. Kegiatan memandikan ternak dan membersihkan
kandang dilakukan secara bersamaan sehingga nilai curahan tenaga kerja untuk
kedua kegiatan tersebut sama, dapat dilihat pada Tabel 5. Kegiatan memandikan
ternak dan membersihkan kandang dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari
dan sore hari, tepatnya sebelum ternak diperah. Selanjutnya diikuti dengan
kegiatan memerah ternak hingga memberi pakan ternak. Pemerahan ternak
dilakukan pada pagi dan sore hari, hal tersebut selaras dengan pernyataan Djaja
dkk (2009) bahwa frekuensi pemerahan sapi perah di Indonesia dilakukan dua kali
dalam sehari. Pemberian pakan ternak yang berupa hijauan, konsentrat, dan ampas
tahu dilakukan 2-3 kali sehari. Rata-rata pakan hijauan diberikan pada ternak per
38
hari tiap ekor sebanyak 1 ikat atau 40 kg untuk sapi dewasa dan ½ ikat atau 20 kg
untuk pedet. Pakan konsentrat diberikan pada ternak per hari tiap ekor rata-rata
sebanyak 3-4 kg untuk sapi induk dan pejantan sedangkan pada sapi dara dan
jantan rata-rata peternak memberikan konsentrat sebanyak 1-3 kg per hari tiap
ekor dan tidak dilakukan pemberian konsentrat pada pedet. Adapun rata-rata
pemberian ampas tahu per hari tiap ekor pada ternak yaitu sebesar 25-30 kg pada
sapi dewasa sedangkan pada pedet umur 1 bulan diberikan sebanyak 1 kg dan
dilakukan penambahan sebanyak 1 kg setiap bulannya. Pemberian pakan jerami
pada ternak biasanya hanya dilakukan 2-3 hari sekali dikarenakan pakan jerami
hanya merupakan pakan tambahan. Pakan jerami hanya diberikan pada sapi
dewasa dan tidak diberikan pada pedet. Rata-rata pemberian pakan jerami dalam
sehari tiap ekor sebanyak 2 kg. Kegiatan menyetor susu termasuk ke dalam
pekerjaan dalam kandang dikarenakan peternak hanya mengumpulkan susu yang
telah diperah dari setiap sapi lalu menunggu susu tersebut untuk dijemput oleh
petugas pengepul susu baik dari KUD Sinarjaya maupun petugas pengepul susu
dari agen.
4.5 Analisis Usahaternak Sapi Perah Rakyat
4.5.1 Biaya Produksi Usahaternak
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh seorang peternak
dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk. Besarnya rata-rata
biaya produksi usahaternak sapi perah rakyat selama setahun, dapat dilihat pada
Tabel 6.
39
Tabel 6. Rata-rata Biaya Produksi Usahaternak
No Uraian Jumlah Persentase
1
Biaya Tetap
...Rp/Bulan... …%...
Sewa Lahan Hijauan 44.347 1,78
Penyusutan Alat 168.316 6,76
Penyusutan Kandang 51.869 2,08
Pembelian Ternak 128.472 5,16
Upah Tenaga Kerja 2.096.997 84,22
Jumlah 2.490.001 100,00
2 Biaya Variabel
Ampas Tahu 3.446.010 67,17
Jerami (ongkos) 30.849 0,60
Konsentrat 802.076 15,64
Rumput (upah tenaga kerja) 794.262 15,48
Vaseline 7.420 0,14
Listrik 49.375 0,97
Jumlah 5.129.992 100,00
Rata-rata Biaya Produksi 7.619.993
Total cost atau total biaya produksi usahaternak ini meliputi biaya tetap (fixed
cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap terdiri atas biaya sewa lahan
hijauan, penyusutan alat, penyusutan kandang, upah tenaga kerja, dan pembelian
ternak. Penyusutan dapat dihitung dengan membagi nilai total biaya pembuatan
atau pembelian dengan umur ekonomis. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Hermanto (1993) bahwa nilai penyusutan ini merupakan selisih antara nilai
pembelian barang dengan nilai akhir dibagi dengan waktu pemakaian. Umur
ekonomis atau waktu pemakaian pada peralatan perkandangan bervariasi. Adapun
setiap peternak rata-rata mengganti peralatan perkandangannya dengan yang baru
antara lain cangkul 1 kali tiap 3 tahun, sabit 3 kali tiap 1 tahun, sekop 1 kali tiap 2
tahun, selang 1 kali tiap 3 tahun, milk can 1 kali tiap 8 tahun, tempat air 1 kali tiap
1 tahun, karpet 1 kali tiap 3 tahun, penyaring susu 1 kali tiap 1 tahun, dan pipa air
40
1 kali tiap 5 tahun. Biaya tertinggi pada biaya tetap yang dikeluarkan peternak
yaitu biaya tenaga kerja pada usahaternak sapi perah rakyat yang didapat dari
hasil perhitungan curahan waktu tenaga kerja, baik tenaga kerja keluarga maupun
tenaga kerja luar keluarga. Biaya tenaga kerja tersebut sebesar Rp 2.096.997
(84,22%). Adapun biaya tenaga kerja keluarga yang dihitung merupakan biaya
yang sesungguhnya dikeluarkan peternak namun tidak dibayarkan dalam bentuk
uang. Sewa lahan memiliki nilai terendah pada biaya tetap yaitu sebesar Rp
44.347/UU/bulan (1,78%), hal ini disebabkan karena hanya beberapa peternak
saja yang menyewa lahan untuk hijauan, sedangkan sebagian besar peternak
memiliki lahan hijauan sendiri. Biaya pembelian ternak yang dikeluarkan peternak
sebesar Rp 128.472/UU/bulan (5,16%), biaya pembelian ternak dihitung dengan
mengkali jumlah ternak yang dibeli dengan harga ternak. Angka rata-rata
pembelian ternak tersebut kecil dikarenakan hanya 2 dari 24 orang peternak yang
melakukan pembelian ternak. Biaya penyusutan kandang yang dikeluarkan
peternak yaitu sebesar Rp 51.869/UU/bulan (2,08%). Biaya tetap lainnya yaitu
biaya penyusutan alat sebesar Rp 168.316/UU/bulan (6,76%).
Biaya variabel terdiri atas pakan ternak, vaseline, dan listrik. Pakan ternak
terdiri dari 4 jenis pakan diantaranya adalah ampas tahu, jerami, konsentrat, dan
rumput hijauan. Biaya pakan merupakan komponen yang paling besar
pengeluarannya pada biaya variabel. Ampas tahu merupakan salah satu jenis
pakan yang diberikan pada ternak sapi perah dan mengeluarkan biaya paling besar
dibandingkan dengan jenis pakan lainnya yaitu sebesar Rp 3.446.010/UU/bulan
(67,17%). Ampas tahu dipercaya dapat meningkatkan produksi susu dan sudah
umum digunakan oleh para peternak. Pakan lainnya yang diberikan pada ternak
yaitu jerami sebagai pakan tambahan yang diberikan hanya 3-4 hari sekali. Jerami
41
tersebut didapat oleh peternak secara gratis dan hanya membayar ongkos
pengiriman. Biaya ongkos pengiriman jerami rata-rata per unit usaha per bulan
adalah sebesar Rp 30.849 (0,60%) yang terbilang rendah, hal ini dikarenakan
tidak semua peternak menggunakan jerami sebagai pakan bagi ternaknya. Pakan
konsentrat yang digunakan oleh peternak untuk diberikan pada ternak dibeli
langsung di KUD Sinarjaya. Biaya pengeluaran pembelian konsentrat ini rata-rata
per unit usaha per bulannya sebesar Rp 802.076 (15,64%). Pakan rumput sebagai
pakan utama ternak sapi perah ini didapat oleh peternak dari hasil mengarit di
lahan hijauan milik pribadi maupun lahan hijauan sewaan. Biaya penyediaan
pakan rumput ini merupakan biaya yang tidak dikeluarkan peternak dalam bentuk
uang, melainkan peternak mengorbankan curahan waktu dengan banyaknya jam
kerja untuk mengarit rumput dikalikan dengan upah yang berlaku di daerah
Cilengkrang. Biaya penyediaan rumput hijauan adalah sebesar Rp
794.262/UU/bulan (15,48%).
Selain pakan, yang termasuk dalam biaya variabel pada usahaternak sapi
perah rakyat yaitu biaya penyediaan vaseline. Vaseline digunakan oleh peternak
untuk memudahkan dalam memerah dan menghindari agar puting susu tidak luka
ataupun lecet dengan mengolesi vaseline pada bagian puting susu sapi. Biaya
penyediaan vaseline ini adalah sebesar Rp 7.420/UU/bulan (0,14%). Selain itu
listrik juga termasuk ke dalam biaya variabel dengan dihitung berdasarkan
penggunaan listrik untuk penerangan kandang. Biaya listrik yang dikeluarkan
adalah sebesar Rp 49.375/UU/bulan (0,97%).
Rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak sebesar Rp
7.619.993 per unit usaha per bulan. Rata-rata biaya tetap pada usahaternak sapi
perah rakyat selama satu bulan analisis adalah sebesar Rp 2.490.001 per unit
42
usaha. Rata-rata biaya variabel pada usahaternak sapi perah rakyat adalah sebesar
Rp 5.129.992 per unit usaha per bulan.
4.5.2 Penerimaan Hasil Usahaternak
Hasil usaha atau penerimaan terbesar dari usahaternak sapi perah adalah
berasal dari penjualan susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulthoni (2008) yang
mengatakan bahwa sumber penerimaan terbesar dalam usahaternak sapi perah
adalah penjualan susu. Selain susu, adapun komponen penerimaan lainnya dari
usahaternak sapi perah rakyat ini dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata Penerimaan Usahaternak
No Uraian Jumlah Persentase
...Rp/bulan… ...%...
1 Perubahan Nilai Ternak -184.027 -3,16
2 Penjualan Susu 4.859.125 83,55
3 Penjualan Ternak 1.140.625 19,61
Total 5.815.723 100,00
Penerimaan usahaternak sapi perah rakyat meliputi perubahan nilai ternak,
penjualan susu, dan penjualan ternak. Berdasarkan Tabel 7, rata-rata penerimaan
susu yang diperoleh peternak tiap bulannya adalah sebesar Rp 4.859.125
(83,55%). Tinggi rendahnya penerimaan hasil penjualan susu dipengaruhi oleh
kuantitas susu dan tidak dipengaruhi oleh kualitas susu tersebut. Para peternak
anggota KUD Sinarjaya ini biasanya menjual susu kepada KUD Sinarjaya dengan
harga Rp 4.250/liter dan Agen lain dengan harga Rp 4.300/liter. Rata-rata
produksi susu yang dihasilkan sapi laktasi adalah sejumlah ±10 liter/ekor/hari. Hal
ini sesuai dengan pendapat Prihadi (1997) yang menyatakan bahwa rata-rata
produksi susu sapi FH murni yang ada di Indonesia hanya sekitar 10 liter per hari
43
atau kurang lebih sekitar 3.050 kg per laktasi. Sumber penerimaan usahaternak
disamping susu adalah penjualan ternak. Penjualan ternak yang dilakukan yaitu
menjual sapi-sapi yang tidak produktif lagi dan penjualan pedet yang tidak
digunakan sebagai replacement stock. Nilai penjualan ternak tergantung pada
jumlah ternak yang dijual serta kondisi ternak. Rata-rata penjualan ternak per
bulannya adalah sebesar Rp 1.140.625 (19,61%). Adapun komponen penerimaan
ternak lainnya yaitu dari perubahan nilai ternak. Perubahan nilai ternak ditentukan
oleh banyaknya ternak yang dipelihara dan harga jual masing-masing ternak,
dihitung berdasarkan selisih perubahan nilai akhir dan nilai awal ternak selama
setahun analisis. Rata-rata perubahan nilai ternak pada usahaternak ini bernilai
negatif yaitu sebesar Rp -184.027 (-3,16%). Perubahan nilai ternak yang bernilai
negatif ini disebabkan karena ada peternak yang ternaknya yang dijual dengan
alasan tertentu, ternaknya mati, ataupun ternaknya hilang sehingga nilai ternak
akhir lebih kecil daripada nilai ternak awal. Mutasi ternak yang dijual, mati,
hilang, lahir, dan beli dapat dilihat pada Lampiran 8. Adapun rata-rata penerimaan
yang diperoleh peternak per bulannya adalah sebesar Rp 5.815.723. Adapun
limbah ternak dibuang ke kebun dengan tidak memisahkan terlebih dahulu limbah
padat dan cairnya. Hal ini menjadi kurang efektif dan tidak ramah lingkungan.
Limbah ternak tersebut tidak dimanfaatkan oleh peternak yang seharusnya dapat
dijadikan sumber penerimaan usahaternak sampingan.
4.5.3 Efisiensi Usahaternak
Seperti yang telah diketahui, analisis kelayakan yang digunakan untuk
menilai kelayakan usaha adalah salah satunya dengan memperhitungakan nilai
efisiensi usahaternak (E) dengan menggunakan rumus nisbah TR/TC. Hal tersebut
44
sesuai dengan pernyataan Harmono dan Andoko (2005) bahwa nilai E dari
perhitungan TR/TC tersebut dapat diketahui apakah usaha tersebut
menguntungkan atau tidak. Adapun nilai efisiensi usahaternak yang telah dihitung
dari pembagian Total Revenue (TR) dan Total Cost (TC) dapat dilihat pada Tabel
8. TR dan TC yang digunakan dalam perhitungan adalah jumlah penerimaan
keseluruhan dan jumlah biaya produksi keseluruhan usahaternak per bulannya.
Tabel 8. Nilai Efisiensi Usahaternak Sapi Perah Rakyat
Uraian Jumlah
Total Revenue (TR) Rp 139.577.354
Total Cost (TC) Rp 182.879.887
Pendapatan Rp -43.302.553
Efisiensi (E) 0,76
Berdasarkan pada Tabel 8 dapat dilihat nilai efisiensi usahaternak sapi
perah rakyat ini hanya bernilai 0,76, dengan nilai E<1 ini menunjukan
usahaternak yang dijalankan tidak efisien atau secara sederhana kegiatan
usahaternak tersebut mengalami kerugian. Penerimaan yang diperoleh peternak
dalam usahaternaknya tertutupi oleh besarnya biaya produksi yang dikeluarkan.
Adapun dilakukan pula perhitungan efisiensi usahaternak dengan menambahkan
nilai upah tenaga kerja keluarga pada TR. Upah tenaga kerja keluarga merupakan
penerimaan yang tidak diterima peternak dalam bentuk uang, akan tetapi dalam
bentuk curahan waktu kerja. Upah tenaga kerja keluarga berupa nilai curahan
waktu tenaga kerja keluarga dengan banyaknya jam kerja dalam semua kegiatan
usahaternak dikalikan dengan upah minimum peternak yang berlaku di daerah
Cilengkrang. Upah tenaga kerja keluarga yang dihitung yaitu sebesar Rp
45
46.209.000 sehingga apabila dijumlahkan dengan nilai TR didapat hasilnya
sebesar Rp 185.786.354. Perhitungan efisiensi usahaternak dengan penambahan
upah tenaga kerja keluarga pada TR dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai Efisiensi Usahaternak Sapi Perah Rakyat dengan Penambahan Upah
Tenaga Kerja Keluarga
Uraian Jumlah
Total Revenue (TR) + Upah TK Keluarga Rp 185.786.354
Total Cost (TC) Rp 182.879.887
Pendapatan Rp 2.906.467
Efisiensi (E) 1,02
Berdasarkan pada Tabel 9 didapatkan hasil perhitungan efisiensi
usahaternak dengan penambahan nilai upah tenaga kerja keluarga pada TR
menghasilkan nilai efisiensi yang lebih besar yaitu senilai 1,02. Nilai E>1 tersebut
menunjukan adanya kelayakan pada usahaternak sapi perah rakyat yang
dijalankan peternak anggota KUD Sinarjaya tersebut. Metode perhitungan
tersebut biasa digunakan oleh peternak sehingga peternak selalu merasa bahwa
usahaternaknya menguntungkan namun sebenarnya tidak demikian karena
seharusnya keuntungan usahaternak hanya diperoleh setelah pengurangan upah
tenaga kerja keluarga.
4.6 Hubungan Jumlah Kepemilikan Ternak dan Penggunaan Tenaga
Kerja serta Pengaruhnya terhadap Efisiensi Usahaternak Sapi Perah
4.6.1 Pengujian Asumsi Klasik
4.6.1.1 Uji Multikolinieritas
Pengujian asumsi multikolinieritas ini berguna untuk mengukur tingkat
keeratan hubungan/pengaruh antar variabel bebas, dalam hal ini variabel jumlah
46
kepemilikan ternak dan variabel penggunaan tenaga kerja. Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas (Ghozali, 2001).
Pengujian multikolinearitas dalam model regresi pada penelitian ini adalah
dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance. Hasil
pengujian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Hasil Pengujian Multikolinieritas dari software SPSS 20
Pada Gambar 2 terlihat bahwa tidak ada variabel yang memiliki nilai VIF
lebih besar dari 10 dan tidak ada yang memiliki nilai tolerance yang lebih kecil
dari 0,10 sehingga menunjukan bahwa tidak terdapat korelasi antar variabel bebas.
Adapun dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas antar variabel
bebas dalam model regresi.
4.6.1.2 Uji Heteroskedastisitas
Pengujian asumsi heteroskedastisitas ini berguna untuk menilai ada atau
tidaknya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model
regresi linier. Uji statistik yang digunakan adalah dengan uji Glejser dengan
melihat nilai Signifikansinya. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 3.
47
Gambar 3. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas dari software SPSS 20
Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas dengan uji Glejser pada Gambar
3, dapat dlihat bahwa nilai sig. pada masing-masing variabel bernilai lebih dari
0,05, maka hal ini menunjukan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dalam
model regresi pada penelitian ini, serta variabel-variabel independen dapat
dinyatakan tidak mengalami heteroskedastisitas.
4.6.1.3 Uji Autokorelasi
Pengujian asumsi autokorelasi ini berguna untuk mengetahui ada atau
tidaknya korelasi variabel yang ada di dalam model prediksi dengan perubahan
waktu. Pengujian autokorelasi ini menggunakan uji Durbin-Watson. Hasil
pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Hasil Pengujian Autokorelasi dari software SPSS 20
48
Berdasarkan uji yang telah dilakukan maka didapat nilai uji Durbin-
Watson sebesar 2,424. Nilai DW lebih besar 2 sehingga dapat dikatakan
autokorelasi bernilai negatif pada model regresi dalam penelitian ini.
Berdasarkan pengujian asumsi klasik yang telah dilakukan, didapatkan
hasilnya yaitu tidak terdapat masalah-masalah asumsi klasik sehingga memenuhi
syarat untuk melanjutkan pengujian dengan analisis regresi linier berganda.
4.6.2 Analisis Regresi Linier Berganda
4.6.2.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Uji F dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara bersama-
sama pengaruh jumlah kepemilikan ternak dan penggunaan tenaga kerja terhadap
efisiensi usahaternak sapi perah. Nilai yang digunakan pada pengujian F ini
adalah nilai F dan nilai Sig yang terdapat pada Gambar 5.
Gambar 5. Hasil Pengujian Signifikansi Simultan (Uji F) dari software SPSS 20
Hipotesis nol (H0) yang digunakan dalam pengujian ini adalah adanya
pengaruh yang tidak signifikan antara variabel independen terhadap variabel
dependen secara bersama-sama. Hipotesis kerja (H1) yang digunakan adalah
adanya pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel
dependen secara bersama-sama.
49
Berdasarkan Gambar 5, nilai F hitung sebesar 4,349 dan nilai Sig. sebesar
0.026b. Nilai F hitung tersebut telah dibandingkan dengan F tabel yaitu sebesar
3,47, terlihat bahwa nilai F hitung lebih besar dari F tabel yang artinya H0 ditolak
dan H1 diterima. Cara kedua yang dilakukan yaitu dengan membandingkan nilai
sig. yaitu sebesar 0.026b, dapat dilihat bahwa nilai sig. pada hasil pengujian
dengan SPSS memiliki nilai yang lebih kecil dibanding nilai signifikan yang telah
ditetapkan yaitu 0,05, terlihat dari hasil sig tersebut menunjukan bahwa H0 ditolak
dan H1 diterima. Kedua cara tersebut dapat menunjukan kesimpulan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah kepemilikan ternak dan
penggunaan tenaga kerja terhadap efisiensi usahaternak secara bersama-sama atau
simultan.
4.6.2.2 Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Uji t ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh secara parsial (individu)
variabel-variabel independen yaitu jumlah kepemilikan ternak dan penggunaan
tenaga kerja terhadap variabel dependen yaitu efisiensi usahaternak. Nilai yang
digunakan pada pengujian t ini adalah nilai t dan nilai Sig yang terdapat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Hasil Pengujian Signifikansi Parsial (Uji t) dari software SPSS 20
50
Berdasarkan Gambar 6, didapatkan persamaan regresi adalah sebagai
berikut :
Y = 0,567 + 0,45 X1 – 0,11 X2
Persamaan regresi di atas dapat dimaknai bahwa nilai konstanta sebesar 0,567
menunjukan bahwa ketika jumlah kepemilikan ternak dan penggunaan tenaga
kerja konstan maka rata-rata efisiensi usahaternak adalah sebesar 0,567. Koefisien
regresi jumlah kepemilikan ternak (X1) sebesar 0,45 menunjukan bahwa setiap
kenaikan 1 konstanta pada variabel jumlah kepemilikan ternak maka akan
meningkatkan efisiensi usahaternak sebesar 0,45. Koefisien regresi penggunaan
tenaga kerja (X2) sebesar 0,11 menunjukan bahwa setiap kenaikan 1 konstanta
pada variabel penggunaan tenaga kerja maka akan menurunkan efisiensi
usahaternak sebesar 0,11.
Pada Gambar 6 dapat dilihat nilai t hitung pada variabel X1 dan X2 secara
berturut-turut sebesar 2,485 dan -0,975. Kemudian nilai Sig. pada variabel X1 dan
X2 secara berturut-turut sebesar 0,021 dan 0,341. Nilai t hitung tersebut telah
dibandingkan dengan t tabel yang didapat yaitu sebesar 2,08. Pada variabel X1
terlihat bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel yang artinya H0 ditolak dan H1
diterima. Pada variabel X2 terlihat bahwa nilai t hitung lebih kecil dari t tabel yang
artinya H0 diterima dan H1 ditolak. Adapun cara kedua yaitu dengan
membandingkan nilai sig. Pada variabel X1 nilai sig. pada hasil pengujian dengan
SPSS memiliki nilai yang lebih kecil dibanding nilai signifikan yang telah
ditetapkan yaitu 0,05, terlihat dari hasil sig tersebut menunjukan bahwa H0 ditolak
dan H1 diterima. Pada variabel X2 nilai sig. pada hasil pengujian dengan SPSS
memiliki nilai yang lebih besar dibanding 0,05, terlihat dari hasil sig tersebut
51
menunjukan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak. Kedua cara tersebut menunujukan
kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah kepemilikan
ternak terhadap efisiensi usahaternak secara parsial dan terdapat pengaruh yang
tidak signifikan antara penggunaan tenaga kerja terhadap efisiensi usahaternak
secara parsial. Tidak berarti penggunaan tenaga kerja tidak berpengaruh namun
pengaruhnya tidak signifikan.