iv hasil dan pembahasan 4.1 keadaan umum breeding...
TRANSCRIPT
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Breeding Center Puyuh
Penelitian telah dilakukan di Breeding Center Puyuh Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran. Breeding Center digunakan sebagai tempat pembibitan
dan budidaya puyuh Padjadjaran galur coklat, galur hitam dan galur persilangan.
Breeding Center terletak di Ciparanje, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang, Jawa Barat. Suhu lingkungan di Breeding Center Puyuh yaitu 20-29oC
dengan kelembaban 60-95% (BMKG, 2018). Hal ini sesuai dengan pendapat
Wuryadi (2013), bahwa puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) hidup ideal di
daerah yang bersuhu 24-30 ̊ C dengan kelembaban 85 %.
Breeding Center puyuh memiliki empat ruangan yang terdiri dari ruang
pakan, kandang pembibitan dan budidaya, mess, dan ruang penetasan. Kandang
puyuh terletak jauh dari pemukiman penduduk, serta sumber air di area kandang
cukup melimpah. Hal ini sesuai dengan pendapat Wheindrata (2014) yang
menyatakan bahwa beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
kandang puyuh diantaranya, lokasi kandang jauh dari pemukiman penduduk, jauh
dari sumber kebisingan, jauh dari peternakan ayam ras, memiliki sirkulasi udara
yang baik serta memiliki sumber air yang melimpah.
Kandang yang berada di Breeding Center yaitu kandang brooder untuk
DOQ, kandang postal untuk indukan puyuh, dan kandang cage lima tingkat untuk
puyuh fase grower dan layer. Pada kandang postal dan kandang cage, tempat
pakan dipasang memanjang di bagian depan kandang dan tempat minum dipasang
21
di satu sisi bagian luar dinding kandang, sedangkan tempat pakan dan minum di
kandang brooder diletakkan didalam kandang.
Ruang pakan merupakan ruang tempat penyimpanan pakan serta terdapat
timbangan digital yang digunakan untuk menimbang pakan agar pemberian pakan
sesuai dengan kebutuhan. Ruang penetasan di Breeding Center sebagai tempat
penyimpanan mesin tetas yang digunakan untuk menetaskan telur-telur puyuh.
Sistem pemeliharaan yang dilakukan pada saat penelitian di Breeding
Center merupakan sistem pemeliharaan secara intensif. Pemeliharaan
menggunakan kandang cage bertingkat 5 berkapasitas maksimal 30 ekor per
tingkat. Pemberian pakan dan air minum secara adlibitum dilakukan pada pagi
hari pukul 07.00-09.00 WIB. Pakan yang diberikan merupakan ransum komplit
butiran burung puyuh petelur fase produksi yakni SP-22 dengan kandungan
protein kasar 20-22 %. Hal ini sesuai dengan NRC (1994), Ransum yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan burung puyuh fase layer harus memiliki
kandungan protein kasar minimal 19%.
Kotoran dibersihkan seminggu tiga kali dengan membersihkan feses yang
tertampung di papan triplek yang berada di bagian bawah setiap cage.
Pembersihan kotoran dilakukan untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang dapat
mengganggu kesehatan puyuh serta mengkontaminasi telur yang dihasilkan.
Menurut Wuryadi (2013) untuk mencegah timbulnya penyakit, lingkungan di
sekitar kandang harus dijaga kebersihannya. Hal yang harus diperhatikan meliputi
kebersihan kandang, tempat pakan, tempat minum, serta peralatan dan
perlengkapan lainnya.
Mortalitas puyuh selama penelitian yaitu 5,79%. Hal ini menunjukkan
bahwa pemeliharaan puyuh tidak berhasil, sesuai dengan pendapat Bintang dan
22
Jarmani (2006) yang menyatakan bahwa pemeliharaan puyuh dinyatakan berhasil
jika angka kematian secara keseluruhan kurang dari 5%. Angka mortalitas
dipengaruhi oleh umur.
4.2 Performa Fase Awal Bertelur
Performa merupakan penilaian untuk mengumpulkan informasi tentang
kualitas yang diharapkan muncul dari seekor ternak. Puyuh Padjadjaran galur
coklat generasi keenam, merupakan keturunan dari generasi sebelumnya. Hasil
seleksi individu menghasilkan sifat utamanya yaitu berat telur. Performa yang
diharapkan muncul pada puyuh Padjadjaran galur coklat adalah performa yang
unggul dalam produksi telur, berat telur, konsumsi pakan, dan FCR.
Puyuh Padjadjaran galur coklat mulai bertelur pada umur 41 hari. Hal ini
kurang sesuai dengan Sugiharto (2005) bahwa puyuh mulai bertelur pada umur 42
hari dan akan berproduksi penuh pada umur 50 hari. Puyuh memiliki 2 fase
bertelur, yaitu fase awal hingga fase puncak, dan fase puncak hingga fase akhir.
Telur yang dihasilkan pada permulaan fase bertelur berjumlah sedikit dan akan
cepat meningkat seiring dengan pertambahan umur. Performa puyuh fase awal
bertelur dapat dilihat dari beberapa parameter, yaitu produksi telur, berat telur,
konsumsi pakan, dan FCR produksi telur.
4.2.1 Produksi Telur
Pengukuran produksi telur puyuh padjadjaran galur coklat dilakukan
dengan perhitungan Quail Day Production (QDP) yakni jumlah telur yang
dihasilkan (butir) dibagi dengan jumlah puyuh yang hidup pada saat itu (ekor)
dikali 100%. Perhitungan QDP dimulai saat puyuh pertama kali bertelur atau
mencapai dewasa kelamin yakni pada umur 41 hari. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Nugroho dan Mayun (1981) bahwa burung puyuh akan mulai
23
berproduksi pada saat bobot badan sekitar 90-100 gram di umur 6 minggu (35-42
hari) dan produktif sampai umur 16 bulan pada kondisi pemeliharaan yang baik.
Umur dewasa kelamin pada puyuh galur coklat sama dengan puyuh galur
persilangan dan lebih lambat dibandingkan puyuh galur hitam. Puyuh galur coklat
dan galur persilangan dewasa kelamin pada umur 41 hari, sedangkan galur hitam
pada umur 39 hari. Pencahayaan merupakan faktor penting yang mempengaruhi
umur dewasa kelamin pada puyuh. Hal ini sesuai dengan Medion (2011), bahwa
perbedaan umur dewasa kelamin dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya kondisi kandang pemeliharaan, masa pemeliharaan periode starter,
keseragaman bobot badan, pencahayaan, kualitas dan kuantitas ransum yang
diberikan.
Rataan Quail Day Production (QDP) puyuh Padjadjaran galur coklat dapat
dilihat pada Tabel 1. Kurva QDP dapat dilihat pada Ilustrasi 2.
Tabel 1. Rata-Rata QDP Puyuh Padjadjaran Galur Coklat Generasi Keenam
Umur Puyuh Kandang Rata-Rata
1 2 3
Minggu ……………………..………%........................................
6 24,24 20,82 26,19 23,75
7 64,29 65,48 68,71 66,16
8 80,52 70,83 89,80 80,38
9 81,17 72,62 89,80 81,20
10 89,92 79,17 95,92 88,34
11 89,12 75,00 98,64 87,59
12 78,91 77,98 90,48 82,46
13 64,63 82,95 93,88 80,49
14 80,95 78,26 95,92 85,04
15 68,71 60,87 89,12 72,90
16 56,46 55,28 82,31 64,68
17 43,54 62,11 61,90 55,85
18 57,82 65,84 66,67 63,44
19 70,75 73,91 87,07 77,24
20 70,07 62,73 90,48 74,43
Rata-Rata 72,26
24
Ilustrasi 2. Kurva QDP Puyuh Padjadjaran Galur Coklat Generasi Keenam
Hasil pada puyuh Padjadjaran galur coklat, pada minggu pertama bertelur
rataan quail day production (QDP) sebesar 23,75%. Puncak produksi terjadi saat
umur puyuh 10 minggu. QDP saat puncak produksi berkisar antara 79,17% -
95,92% dengan rataan 88,34%, setelah mencapai puncak produksi, QDP terus
menurun hingga mencapai rataan 55,85% pada umur 17 minggu. QDP kemudian
meningkat kembali hingga umur 19 minggu dengan rataan 77,24% kemudian
menurun kembali pada umur 20 minggu dengan rataan 74,43%. Hal ini sesuai
dengan pendapat Nugroho dan Mayun (1981) bahwa telur yang dihasilkan pada
permulaan fase bertelur berjumlah sedikit dan akan cepat meningkat seiring
dengan pertambahan umur.
Rata-rata QDP selama 15 minggu pengamatan yaitu 72,26% dengan
simpangan baku 16,47 dan koefisien variasi 22,80%. Berdasarkan nilai koefisien
variasi menunjukkan bahwa data produksi telur tidak seragam. Hal ini sejalan
Nilai Maksimal 88,34
Nilai Minimal 23,75
Rata-rata 72,26
Simpangan Baku 16,47
Koefisien Variasi (%) 22,80
25
dengan pendapat Nasution (1992) yang menyatakan bahwa data dikatakan
seragam apabila nilai koefisien variasi di bawah 15%.
Puncak produksi pada puyuh Padjadjaran galur coklat lebih tinggi dari
puncak produksi yang dilaporkan Aliarsi, dkk., (2016), dan umur puncak produksi
terjadi relatif lebih cepat. Produksi telur puyuh galur coklat mencapai 73 % saat
umur 12 minggu. Puncak produksi dan umur puncak produksi juga berbeda
dengan pendapat Wahju (1982), yang menyatakan bahwa produksi telur lebih dari
80% dapat dicapai pada minggu ke-13. Cepatnya puncak produksi pada puyuh galur
coklat dapat disebabkan oleh faktor pencahayaan selama pemeliharaan. Menurut
Triyanto (2007) lama pencahayaan merupakan faktor penting dalam manajemen
pemeliharaan puyuh. Hubungan antara lama pencahayaan (jam/hari) dengan
produksi telur (%) menghasilkan koefisien determinasi 95,57%. Hal ini
menunjukkan bahwa 95,57% keragaman produksi telur disebabkan oleh
keragaman lama pencahayaan.
4.2.2 Berat Telur
Berat telur puyuh Padjadjaran galur coklat terus mengalami perubahan
setiap minggunya. Rataan berat telur dapat dilihat pada Tabel 2. Minggu pertama
bertelur, rataan berat telur berkisar antara 8,24 gr/butir - 8,93 gr/butir dengan
rataan sebesar 8,62 gr/butir. Rataan berat telur pada minggu pertama puyuh
bertelur, merupakan rataan berat telur terendah dibandingkan minggu-minggu
selanjutnya. Berat telur mencapai puncaknya pada minggu ke-14 pengamatan
yaitu pada umur 19 minggu dengan rataan sebesar 11,24 gr/butir. Kurva berat
telur dapat dilihat pada Ilustrasi 3.
26
Tabel 2. Rata-Rata Berat Telur Puyuh Padjadjaran Galur Coklat Generasi Keenam
Umur Puyuh Kandang Rata-Rata
1 2 3
Minggu …….............….…..gr/butir........……………...…...
6 8,24 8,69 8,93 8,62
7 9,34 9,58 9,36 9,43
8 9,92 10,14 10,00 10,02
9 9,95 10,11 10,29 10,12
10 9,91 10,17 9,83 9,97
11 10,34 10,43 10,24 10,34
12 10,26 10,52 10,51 10,43
13 10,41 10,76 10,40 10,52
14 10,35 10,48 10,32 10,38
15 10,86 10,46 10,56 10,63
16 10,99 11,07 10,69 10,92
17 10,56 10,55 10,66 10,59
18 11,28 10,72 10,81 10,94
19 11,38 11,36 10,99 11,24
20 11,13 10,80 10,55 10,83
Rata-Rata 10,33
Nilai Maksimal 11,24
Nilai Minimal 8,62
Rata-rata 10,33
Simpangan Baku 0,66
Koefisien Variasi (%) 6,34
Ilustrasi 3. Kurva Berat Telur Puyuh Padjadjaran Galur Coklat Generasi Keenam
Hasil pada puyuh Padjadjaran galur coklat, pada minggu pertama rataan
berat telur sebesar 8,62 gr/butir. Berat telur terus meningkat hingga minggu ke-4
27
pengamatan yaitu pada umur 9 minggu dengan rataan sebesar 10,12 gr/butir. Pada
umur 10 minggu terjadi penurunan rataan berat telur menjadi 9,97 gr/butir,
kemudian rataan berat telur kembali meningkat hingga umur 13 minggu.
Selanjutnya pada umur 14 minggu terjadi penurunan rataan berat telur menjadi
10,38 gr/butir kemudian meningkat kembali hingga umur 16 minggu. Pada umur
17 minggu kembali terjadi penurunan rataan berat telur dan terjadi peningkatan
kembali hingga umur 19 minggu. Pada umur 19 minggu ini merupakan puncak
rataan berat telur dimana berat telur berkisar antara 10,99 gr/butir –11,38 gr/butir
dengan rata-rata sebesar 11,24 gr/butir. Minggu terakhir pengamatan yaitu pada
umur 20 minggu terjadi penurunan rataan berat telur menjadi 10,83 gr/butir.
Variasi bobot telur selama 15 minggu pengamatan berat telur dapat
disebabkan oleh manajemen pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahju
(1982), bahwa faktor yang menyebabkan variasi bobot telur antara lain pola alami
produksi telur, pakan, dan menajemen serta faktor lain yang berhubungan dengan
genetik. Bobot telur diturunkan secara genetik. Pengaruh lingkungan seperti
lingkungan kandang, besar tubuh induk, tahap kedewasaan, umur, obat-obatan,
jenis pakan, jumlah pakan, dan zat makanan dalam pakan seperti kecukupan
protein dan asam amino linoleat sangat mempengaruhi bobot telur yang
dihasilkan.
Rata-rata berat telur selama 15 minggu pengamatan yaitu 10,33 gr/butir
dengan simpangan baku 0,66 dan koefisien variasi 6,34%. Berdasarkan nilai
koefisien variasi menunjukkan bahwa data berat telur seragam. Hal ini sejalan
dengan pendapat Nasution (1992) yang menyatakan bahwa data dikatakan
seragam apabila nilai koefisien variasi di bawah 15%.
28
Berat telur pada saat minggu pertama produksi merupakan berat terendah
dibandingkan berat telur pada minggu-minggu selanjutnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Wahju (1982) bahwa waktu produksi telur dapat mempengaruhi bobot
telur. Produksi pertama dari siklus bertelur menghasilkan telur berbobot lebih
rendah dibanding telur berikutnya pada siklus yang sama, dan secara berangsur-
angsur meningkat seiring pertambahan umur, dan mencapai bobot maksimum
ketika mendekati akhir masa bertelur merupakan pola alami produksi telur.
Rataan berat telur puyuh Padjadjaran galur coklat pada minggu pertama
bertelur yaitu 8,62 gr/butir. Berat ini dibawah standar berat telur yang dilaporkan
(Sihombing, dkk., 2006) yaitu standar berat telur burung puyuh berkisar antara
9,30 - 9,78 g per butir. Namun pada minggu kedua pengamatan berat telur
memenuhi standar dan pada minggu selanjutnya hingga minggu terakhir
pengamatan berat telur melebihi standar. Berat telur puyuh Padjadjaran galur
coklat generasi keenam dapat melebihi standar karena puyuh Padjadjaran galur
coklat generasi keenam merupakan keturunan dari generasi sebelumnya. Hasil
seleksi individu menghasilkan sifat utamanya yaitu berat telur.
4.2.3 Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan merupakan kegiatan masuknya sejumlah nutrisi yang ada
didalam ransum yang telah tersusun dari bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi ternak. Rataan konsumsi pakan puyuh Padjadjaran galur coklat dapat
dilihat pada Tabel 3. Pada umur 6 minggu, rataan konsumsi pakan puyuh sebesar
18,98 gr/ekor dan puncaknya pada umur 20 minggu yaitu sebesar 27,30 gr/ekor.
Kurva konsumsi pakan dapat dilihat pada Ilustrasi 4.
29
Tabel 3. Rata-Rata Konsumsi Pakan Puyuh Padjadjaran Galur Coklat Generasi
Keenam
Umur Puyuh Kandang Rata-Rata
1 2 3
Minggu ….……………………..gr/ekor…………………………
6 21,40 19,23 16,31 18,98
7 19,66 16,56 19,48 18,57
8 21,10 19,31 23,21 21,21
9 22,95 18,89 24,60 22,15
10 22,18 20,87 25,20 22,75
11 20,71 21,88 26,39 22,99
12 19,44 20,69 23,21 21,11
13 25,20 22,32 26,87 24,80
14 24,68 23,15 25,75 24,53
15 20,91 23,19 29,64 24,58
16 17,21 22,64 26,37 22,07
17 20,44 23,48 22,66 22,19
18 22,99 24,16 25,24 24,13
19 25,71 24,51 29,10 26,44
20 25,17 26,02 30,71 27,30
Rata-Rata 22,92
Nilai Maksimal 27,30
Nilai Minimal 18,57
Rata-rata 22,92
Simpangan Baku 2,46
Koefisien Variasi (%) 10,72
Ilustrasi 4. Kurva Konsumsi Pakan Puyuh Padjadjaran Galur Coklat Generasi
Keenam
30
Hasil pada puyuh Padjadjaran galur coklat, pada minggu pertama
pengamatan konsumsi pakan berkisar antara 16,31 - 21,40 gr/ekor dengan rataan
sebesar 18,98 gr/ekor. Pada minggu kedua pengamatan, konsumsi pakan berkisar
antara 16,56 – 19,66 gr/ekor dengan rataan sebesar 18,57 gr/ekor. Selanjutnya
konsumsi pakan terus mengalami perubahan baik peningkatan maupun penurunan
jumlah pakan yang di konsumsi. Rataan konsumsi pakan tertinggi yaitu pada
minggu ke-15 pengamatan atau saat puyuh umur 20 minggu dengan kisaran 25,17
- 30,71 gr/ekor dengan rataan sebesar 27,30 gr/ekor. Umur 6-7 minggu merupakan
umur dengan konsumsi pakan lebih rendah dibanding umur-umur selanjutnya. Hal
ini dapat disebabkan oleh berat badan puyuh. Sesuai dengan North dan Bell
(1992) bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh berat badan, ukuran tubuh,
tahapan produksi, keadaan energi pakan, dan suhu lingkungan.
Rata-rata konsumsi pakan selama 15 minggu pengamatan yaitu 22,92
gr/ekor dengan simpangan baku 2,46 dan koefisien variasi 10,72%. Berdasarkan
nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa data konsumsi pakan seragam. Hal ini
sejalan dengan pendapat Nasution (1992) yang menyatakan bahwa data dikatakan
seragam apabila nilai koefisien variasi di bawah 15%.
Ransum yang diberikan kepada puyuh Padjadjaran galur coklat selama
penelitian yaitu ransum komplit butiran burung puyuh petelur fase produksi yakni
SP-22 Sinta, produksi PT. Sinta Prima Feedmill. SP-22 mengandung kadar air
maksimal 12%, protein kasar 20-22%, lemak kasar maksimal 7%, serat kasar
maksimal 7%, abu maksimal 14%, kalsium 3,2 - 4,0%, fosfor 0,6 – 1%. Ransum
yang diberikan sudah sesuai dengan NRC (1994) yang menyatakan bahwa ransum
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan burung puyuh fase layer harus
31
memiliki kandungan nutrien energi metabolis 3.000 kkal/kg, protein 19%, lemak
kasar dan serat kasar maksimal 7%.
Rata-rata konsumsi pakan puyuh Padjadjaran galur coklat selama 15
minggu pengamatan (umur 6-20 minggu) yaitu sebesar 22,92 gr/ekor/hari.
Berbeda dengan pendapat Suprijatna, dkk., (2008) yang menyatakan bahwa
tingkat konsumsi pakan pada puyuh yang diberi pakan dengan kandungan protein
kasar 20% adalah sebesar 17,27 g/ekor/hari. Perbedaan konsumsi pakan dapat
dipengaruhi oleh kualitas pakan, sesuai dengan pendapat Ferket dan Gernet (2006)
bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh kualitas pakan (komposisi nutrisi dalam
ransum, kualitas pelet, dan formulasi ransum) dan manajemen (manajemen
lingkungan, kepadatan kandang, ketersediaan pakan dan air minum, dan kontrol
terhadap penyakit).
Konsumsi pakan puyuh umur 6-20 minggu berkisar antara 18,57 - 27,30
gr/ekor/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi pakan puyuh sudah
memenuhi kebutuhan, sesuai dengan pendapat Abidin (2002) yang menyatakan
bahwa kebutuhan pakan puyuh petelur umur 41 hari hingga afkir yaitu 17-20
gr/ekor/hari.
4.2.4 FCR/ Konversi Ransum
Feed Convertion Ratio (FCR) atau disebut juga sebagai konversi ransum
merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi (g) dengan
produksi telur (butir) yang dihasilkan. Semakin rendah FCR maka semakin baik,
karena semakin sedikit ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan telur. Rataan
FCR puyuh Padjadjaran galur coklat dapat dilihat pada Tabel 4. Kurva FCR dapat
dilihat pada Ilustrasi 5.
32
Tabel 4. Rata-Rata FCR Puyuh Padjadjaran Galur Coklat Generasi Keenam
Umur Puyuh
( Minggu)
Kandang Rata-Rata
1 2 3
6 10,71 10,63 6,97 9,44
7 3,27 2,64 3,03 2,98
8 2,64 2,69 2,58 2,64
9 2,84 2,57 2,66 2,69
10 2,49 2,59 2,67 2,58
11 2,25 2,80 2,61 2,55
12 2,40 2,52 2,44 2,45
13 3,75 2,50 2,75 3,00
14 2,95 2,82 2,60 2,79
15 2,80 3,64 3,15 3,20
16 2,77 3,70 3,00 3,16
17 4,45 3,58 3,43 3,82
18 3,52 3,42 3,50 3,48
19 3,19 2,92 3,04 3,05
20 3,23 3,84 3,22 3,43
Rata-Rata 3,42
Nilai Maksimal 9,44
Nilai Minimal 2,45
Rata-rata 3,42
Simpangan Baku 1,71
Koefisien Variasi (%) 50,03
Ilustrasi 5. Kurva FCR Puyuh Padjadjaran Galur Coklat
Hasil pada puyuh Padjadjaran galur coklat, pada minggu pertama FCR
sangat tinggi berkisar antara 6,97-10,71 dengan rataan sebesar 9,44. Nilai FCR
33
minggu pertama sangat berbeda dengan nilai FCR minggu berikutnya, hal ini
dikarenakan pada minggu pertama puyuh baru memasuki fase bertelur dan pada
hari ke-3 tidak ada puyuh yang bertelur sehingga menyebabkan nilai FCR menjadi
tinggi. Minggu selanjutnya FCR terus mengalami perubahan. Rataan FCR
terendah yaitu pada minggu ke-7 pengamatan atau saat puyuh umur 12 minggu
dengan kisaran 2,40-2,52 dengan rataan sebesar 2,45.
Rata-rata FCR selama 15 minggu pengamatan yaitu 3,42 dengan
simpangan baku 1,71 dan koefisien variasi 50,03%. Berdasarkan nilai koefisien
variasi menunjukkan bahwa data FCR tidak seragam. Hal ini sejalan dengan
pendapat Nasution (1992) yang menyatakan bahwa data dikatakan seragam
apabila nilai koefisien variasi di bawah 15%.
Rataan total FCR puyuh Padjadjaran galur coklat selama 15 minggu
pengamatan lebih rendah/lebih baik dibandingkan pendapat Setiyantari (2003)
yang menyatakan bahwa nilai konversi pada puyuh petelur umumnya berkisar
antara 3,46 - 3,71 dan lebih rendah/lebih baik dibandingkan pendapat Suprijatna,
dkk., (2008) yang menyatakan bahwa puyuh yang diberi ransum dengan
kandungan protein kasar 20% menghasilkan konversi pakan sebesar 5,65.
Perbedaan FCR dapat disebabkan oleh faktor genetik dan kondisi
kesehatan ternak. Sesuai dengan pendapat Suprijatna, dkk., (2005) yang
menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi efisiensi penggunaan
ransum antara lain produksi telur, laju pertumbuhan, penyerapan energi
metabolisme ransum, kecukupan nutrien dalam ransum, temperatur lingkungan
dan kesehatan ternak. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Ensminger (1992) yang
menyatakan bahwa konversi pakan puyuh dipengaruhi oleh pakan yang diberikan,
penyakit, manajemen pemeliharaan, dan bangsa puyuh.