iv. hasil a. sejarah desa, pemukiman, dan tata guna lahan...
TRANSCRIPT
-
32
IV. HASIL
A. Sejarah Desa, Pemukiman, dan Tata Guna Lahan Desa
1. Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima
a. Sejarah Desa
Menurut sejarahnya, masyarakat Desa Campa dahulu tinggal di
bukit-bukit sekitar desa yang kemudian turun dan menetap membentuk
perkampungan yang menjadi Desa Campa. Hingga saat ini mereka hidup
turun temurun sampai generasi kesebelas. Penghasilan yang mereka
andalkan dari pertanian/ladang dan pemanfaatan hasil hutan di sekitarnya.
Dengan luas wilayah 23,50 km2 dan jumlah penduduk Desa Campa
sebanyak 2.845 orang pada tahun 2013 (kepadatan penduduk
121,06 jml/km2).
Gambar 9. Kantor Kepala Desa Campa
b. Pemukiman
Pemukiman masyarakat Desa Campa berada diantara bukit-bukit,
yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani.
Lokasi dengan lahan yang datar menjadi pilihan masyarakat untuk
membangun rumah. Umumnya masyarakat hidup secara berkelompok di
satu perkampungan/desa.
-
33
Rumah-rumah penduduk didominasi dengan rumah yang berbahan
batu bata, dan sebagian kecil rumah panggung dari kayu. Bentuk rumah
yang berupa rumah panggung merupakan bentuk bangunan rumah lama.
Rumah-rumah dengan bangunan baru umumya terletak di dekat jalan raya
yang bentuknya sudah mengikuti perkembangan (semi permanen dari batu
bata dan semen).
Aksesibilitas Desa Campa sudah baik, dengan adanya jalan
diperkeras dan jalan aspal sebagai jalan utama. Hal ini memudahkan
masyarakat untuk pergi ke pusat kota kecamatan atau Kabupaten Bima.
Untuk jalan yang menghubungkan antara rumah satu dengan yang lainnya
berupa jalan tanah (jalan setapak).
Gambar 10. Pemukiman dan Aksesibilitas Masyarakat Desa Campa
Sumber penerangan masyarakat Desa Campa sebagian besar sudah
menggunakan listrik dari jaringan PLN (840 KK), dan untuk kebutuhan air
digunakan mata air yang dialirkan melalui pipa atau selang (sebanyak
838 KK), dan sebagian lagi dari air PAM (sebanyak 12 KK). Di Desa Campa
masyarakatnya sebagian masih menggunakan kayu bakar untuk keperluan
-
34
memasak sehari-hari (416 KK), dan sebagian besar menggunakan minyak
tanah untuk memasak (424 KK) (Kecamatan Madapangga Dalam Angka,
2014).
Gambar 11. Salah Satu Sumber Air dan Kayu Bakar Yang Digunakan Untuk Memasak Masyarakat Desa Campa
c. Tata Guna Lahan Desa
Berdasarkan data Kecamatan Madapangga Dalam Angka Tahun
2014, luas Desa Campa adalah 78,26 km² (32,94% dari luas wilayah
Kecamatan Madapangga). Penggunaan lahan terbanyak di Desa Campa
adalah untuk sawah, kemudian tegalan/kebun, hutan negara, dan
penggunaan lahan lainnya, sisanya berupa bangunan dan pekarangan.
Secara detail luas wilayah menurut jenis penggunaan lahan di Desa Campa
pada tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Lahan Pada Desa Campa Tahun 2013
No. Jenis Penggunaan Lahan Luas (Km2)
1 Tanah Sawah 6
2 Bangunan dan Pekarangan 2
3 Tegalan/Kebun 5,5
4 Hutan Negara 5
5 Lainnya 5
Jumlah 23,5
Sumber : Kecamatan Madapangga Dalam Angka Tahun 2014
-
35
Masyarakat Desa Campa sebagian besar bermata pencaharian
sebagai petani menetap, dan tidak melakukan perluasan areal kerja
(perambahan) untuk perkebunan/perladangan. Pada saat ini sebagian
besar dari ladang mereka ditanami tanaman hutan jenis kayu jati, sehingga
tanaman jenis padi/palawija di ladang sudah semakin berkurang, kecuali di
lahan sawah yang datar. Selain kayu jati ada juga tanaman perkebunan
lainnya yaitu jambu mete. Sebagian masyarakat Desa Campa juga
beternak.
Gambar 12. Tanaman Jati dan Palawija Yang Dikembangkan
Masyarakat Desa Campa
2. Desa Monggo Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima
a. Sejarah Desa
Masyarakat Desa Monggo merupakan generasi ke-11 dari nenek
moyang mereka yang dahulu dan tinggal turun menurun di Desa Monggo.
Sebagian besar masyarakatnya berpenghasilan dari pertanian/ladang. Etnis
yang mendominasi masyarakat Desa Monggo adalah etnis Mbojo. Dengan
luas wilayah 19,76 km2 dan jumlah penduduk 6.430 orang, Desa Monggo
tergolong padat penduduk, yakni 325,40 jml/km2.
-
36
Gambar 13. Kantor Kepala Desa Monggo
b. Pemukiman
Masyarakat Desa Monggo umumnya hidup berkelompok pada satu
wilayah dengan sebaran/kepadatan yang cukup tinggi. Sebagian besar
masyarakat Desa Monggo memiliki jenis bangunan rumah yang permanen
dari batu bata, dan sebagian masih memiliki rumah dengan jenis bangunan
kayu. Rumah dari kayu umumnya dimiliki masyarakat Desa Monggo sejak
lama dan masih bertahan/digunakan sampai saat ini. Ada juga bangunan
kayu lama yang sudah direnovasi namun tertap mempertahankan keaslian
bentuknya yang model lama.
Gambar 14. Rumah Kayu dan Semi Permanen Masyarakat Desa Monggo
Sumber air bersih masyarakat Desa Monggo berasal dari PAM
(617 KK), sumur pompa (515 KK), dan sumur perigi (110 KK). Oleh karena
-
37
itu, masyarakat Desa Monggo tidak khawatir akan kekurangan air karena
kualitas airnya yang baik. Sumber bahan bakar untuk memasak dengan
menggunakan kayu bakar (873 KK), minyak tanah (369 KK), dan gas/listrik
(4 KK). Sedangkan sumber penerangan listrik adalah dari PLN yaitu
sebanyak 1.242 KK (Kecamatan Madapangga Dalam Angka, 2014).
Aksesibilitas di Desa Monggo sudah baik yaitu dengan adanya jalan
diperkeras dan jalan aspal, sehingga untuk sampai ke ibukota kecamatan
dan ibukota kabupaten dapat ditempuh dengan mudah.
Gambar 15. Aksesibilitas Masyarakat Desa Monggo
c. Tata Guna Lahan Desa
Berdasarkan data Kecamatan Madapangga Dalam Angka Tahun
2014, luas Desa Monggo adalah seluas 7,02 km² atau 2,95% dari luas
wilayah Kecamatan Madapangga. Penggunaan lahan di Desa Monggo
didominasi oleh tanah sawah, diikuti penggunaan lahan lainnya, bangunan
dan pekarangan, serta sebagian kecil berupa tegalan/kebun. Data luas
wilayah menurut jenis penggunaan lahan pada Desa Monggo tahun 2013
dapat dilihat pada Tabel 21.
-
38
Tabel 21. Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Lahan Pada Desa Monggo Tahun 2013
No. Jenis Penggunaan Lahan Luas (Km2)
1 Tanah Sawah 9,3
2 Bangunan dan Pekarangan 3,7
3 Tegalan/Kebun 1,5
4 Hutan Negara -
5 Lainnya 5,2
Jumlah 19,7
Sumber : Kecamatan Madapangga Dalam Angka Tahun 2014
Masyarakat Desa Monggo sebagian besar bermata pencaharian
sebagai petani dan beternak. Sistem perladangan yang diterapkan
masyarakat sudah menetap, dengan luasan bervariasi antara 10 are sampai
dengan 4 hektar. Pada saat ini masyarakat sudah tidak melakukan
perluasan areal kerja lagi (perambahan) untuk perkebunan/perladangan,
karena masing-masing penduduk sudah memiliki lahan garapan sendiri.
Sebagaian masyarakat juga mengembangakan tanaman kehutanan,
umumnya jenis Jati dan Mahoni.
3. Desa Simpasai Kecamatan Monta Kabupaten Bima
a. Sejarah Desa
Masyarakat Desa Simpasai merupakan penduduk asli yang tinggal
dan menetap di desa secara turun-temurun, dan sampai sekarang sudah
mencapai generasi ke-10 dan ke-11. Mayoritas masyarakat Desa Simpasai
adalah etnis Mbojo. Sebagian kecil masyarakatnya juga ada yang berasal
dari etnis Jawa, Makassar, Sasak, dan Mentawai. Pada saat ini mata
pencaharian utama masyarakat Desa Simpasai adalah petani disamping
juga sebagian sambil beternak. Untuk kegiatan yang dilakukan masyarakat
desa yang berkaitan dengan pemanfaatan areal hutan adalah kegiatan
menanam jati, mengambil kayu, dan madu. Luas wilayah Desa Simpasai
adalah 42,24 km2 dengan jumlah penduduk 4.314 orang (kepadatan
penduduk 102,13 jml/km2).
-
39
Gambar 16. Kantor Kepala Desa Simpasai
b. Pemukiman
Pemukiman masyarakat Desa Simpasai berbentuk mengelompok
dengan sebaran yang cukup merata, memanjang sepanjang jalan yang
melintas di Desa Simpasai dan sekitarnya. Bentuk rumah masyarakat
sebagian besar sudah semi permanen, dan sebagian kecil masih terbuat
dari kayu dan bambu (rumah panggung). Mata pencaharian mayoritas
penduduk Desa Simpasai adalah sebagai petani disamping juga sebagian
beternak. Saat ini sudah banyak juga yang mengembangkan tanaman
kehutanan, khususnya jenis kayu Jati. Untuk tanaman pertanian yang
dikembangkan adalah padi, cabe, bawang merah, dan berbagai jenis
palawija lainnya. Pada musim panen padi, gabah dijemur di depan rumah
atau lapangan agar cepat kering.
Gambar 17. Pemukiman Masyarakat Desa Simpasai
-
40
Gambar 18. Aktifitas Penjemuran Padi Hasil Panen di Desa Simpasai
Sarana perhubungan di Desa Simpasai sudah baik, hal tersebut
dapat dilihat dari adanya jalan aspal dengan kualitas bagus dan jembatan
yang menghubungkan Kecamatan Monta dengan kecamatan-kecamatan
sekitarnya.
Gambar 19. Akses Desa Simpasai
Sumber air masyarakat Desa simpasai berasal dari PAM (4 KK),
sumur pompa (1.255 KK), sumur perigi (21 KK), dan mata air (20 KK),
sehingga mudah untuk memperoleh air bersih (Kecamatan Monta Dalam
Angka, 2014).
Di Desa Simpasai sudah terdapat listrik untuk penerangan di malam
hari. Sebanyak 900 KK yang menggunakan aliran listrik dari PLN, 380 KK
sumber penerangan utama listrik non PLN, dan 20 KK lainnya. Untuk
memasak, masyarakat Desa Simpasai masih mengandalkan kayu bakar
sebagai bahan bakar (700 KK), dan sebagian menggunakan minyak tanah
-
41
(590 KK), walaupun sebagian sudah mulai menggunakan gas/listrik (10 KK)
(Kecamatan Monta Dalam Angka, 2014).
c. Tata Guna Lahan Desa
Berdasarkan data Kecamatan Monta Dalam Angka Tahun 2014, luas
wilayah Desa Simpasai adalah 42,24 km² (18,57% dari luas wilayah
Kecamatan Monta). Penggunaan lahan di Desa Simpasai didominasi oleh
tegalan/kebun, kemudian hutan negara dan tanah sawah serta sedikit
bangunan dan pekarangan (data dapat dilihat pada Tabel 22).
Tabel 22. Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Lahan Pada Desa Simpasai Tahun 2013
No. Jenis Penggunaan Lahan Luas (Km2)
1 Tanah Sawah 2,72
2 Bangunan dan Pekarangan 0,3
3 Tegalan/Kebun 39,22
4 Hutan Negara 4,92
5 Lainnya -
Jumlah 47,16
Sumber : Kecamatan Monta Dalam Angka Tahun 2014
Lahan masyarakat Desa Simpasai yang masuk pada areal hutan
banyak dimanfaatkan dengan ditanami pohon jati, mahoni, sengon, dan
sonokeling, namun yang paling banyak adalah pohon Jati. Pada tahun 1995
sampai dengan tahun 1996, ada perusahaan negara (Perhutani) yang
mengelola areal hutan di daerah tersebut. Masyarakat setempat dilibatkan
dengan imbalan upah pekerjaan dari kegiatan pembibitan, penanaman, dan
pemeliharaan. Masing-masing kepala keluarga Desa Simpasai diberikan
lahan garapan seluas 1 (satu) hektar untuk dikelola.
Masyarakat Desa Simpasai umumnya sudah tidak lagi melakukan
perluasan areal kerja (perambahan) untuk lahan perkebunan/perladangan
di areal kawasan hutan, walaupun masih ada juga beberapa masyarakat
yang masih melakukannya. Lahan yang ada oleh masyarakat biasanya
mula-mula ditanami padi, cabe, bawang merah, dan jenis tanaman palawija
-
42
lainnya, tetapi disela-selanya ditanami pohon hutan seperti jati dan mahoni.
Setelah tanaman hutan tersebut besar, maka lahan itu akan tidak ditanami
tanaman padi/palawija lagi.
4. Desa Parado Wane Kecamatan Parado Kabupaten Bima
a. Sejarah Desa
Masyarakat yang tinggal di Desa Parado Wane sebagian besar
merupakan masyarakat asli desa setempat, dan sebagian lagi merupakan
masyarakat pendatang dari daerah Ngali dan Tolotangga. Masyarakat
tersebut sudah tinggal secara turun temurun di Desa Parado Wane sampai
saat ini sudah merupakan generasi ke-10. Masyarakatnya didominasi etnis
Mbojo. Ada juga 1 orang dari etnis Jawa dan 2 orang etnis Flores. Luas
wilayah Desa Parado Wane 86,95 km2 dengan jumlah penduduk
2.786 orang (kepadatan penduduk 32,04 jml/km2).
Gambar 20. Kantor Kepala Desa dan Balai Pertemuan di Parado Wane
b. Pemukiman
Pemukiman masyarakat Desa Parado Wane umumnya
berkelompok, dengan bentuk bangunan semi permanen (dari batu bata dan
semen) dan non permanen (dari kayu dan bambu). Bentuk rumah dari
bambu banyak terdapat di Desa Parado Wane dan menjadi pilihan
masyarakat karena selain murah juga bahannya mudah didapat dalam
hutan sekitar desa. Untuk rumah yang non permanen biasanya berbentuk
-
43
rumah panggung, hal tersebut dimaksudkan agar ternak yang dipelihara
tidak masuk ke rumah.
Di Desa Parado Wane sudah terdapat jalan aspal untuk
menghubungkan antar kecamatan, dan jalan tanah untuk jalan di sekitar
pemukiman masyarakat.
Gambar 21. Bentuk Rumah dan Akses Jalan Aspal Desa Parado Wane
Sumber air bersih di Desa Parado Wane berasal dari sumur pompa
(48 KK) dan sumur perigi (702 KK). Adapun kualitas air minumnya cukup
baik, sehingga masyarakat setempat tidak khawatir akan kebutuhan air
sehari-hari. Untuk keperluan memasak masyarakat masih menggunakan
kayu bakar (700 KK), walaupun ada juga yang sudah menggunakan
kompor/minyak tanah (50 KK) (Kecamatan Parado Dalam Angka, 2014).
-
44
Gambar 22. Sumber Air dan Hasil Mengumpulkan Kayu Bakar di Hutan
Masyarakat Desa Parado Wane
Aliran listrik sudah masuk di Desa Parado Wane, sehingga untuk
penerangan masyarakat di malam hari dan kebutuhan tenaga listrik untuk
peralatan rumah tangga lainnya sudah tersedia.
c. Tata Guna Lahan Desa
Berdasarkan data Kecamatan Parado Dalam Angka Tahun 2014,
luas wilayah Desa Parado Wane adalah 86,95 km² (33,28% dari luas
wilayah Kecamatan Parado Wane). Penggunaan lahan di Desa Parado Wane
didominasi oleh tegalan/kebun dan penggunaan lainnya, kemudian
bangunan dan pekarangan, serta sedikit tanah sawah (data dapat dilihat
pada Tabel 23).
Tabel 23. Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Lahan Pada Desa Parado Wane Tahun 2013
No. Jenis Penggunaan Lahan Luas (Km2)
1 Tanah Sawah 0,6
2 Bangunan dan Pekarangan 15,6
3 Tegalan/Kebun 35,3
4 Hutan Negara -
5 Lainnya 35,3
Jumlah 86,9
Sumber : Kecamatan Parado Dalam Angka Tahun 2014
Mata pencaharian masyarakat Desa Parado Wane sebagian besar
sebagai petani disamping juga beternak. Ternak yang banyak
-
45
dikembangkan masyarakat setempak adalah ternak sapi. Umumnya sapi
yang dipelihara dilepas liarkan oleh masyarakat setempat di sekitar
kampung, sehingga menurut sebagian masyarakat sapi-sapi tersebut
terkadang mengganggu aktifitas sehari-hari di desa.
Gambar 23. Ternak Sapi Masyarakat Desa Parado Wane
Masyarakat yang menggarap lahan dan masuk pada areal hutan
umumnya memanfaatkan lahan tersebut dengan ditanami padi/palawija,
sedangkan tanaman hutan yang ditanam adalah jenis jati dan mahoni.
Untuk ladang/kebun masyarakat mayoritas ditanami dengan kemiri. Selain
itu ada juga yang ditanami jeruk, kopi, pinang, kelapa, mangga, nangka,
salak, kunyit, jahe, dan lain-lain.
Hasil hutan yang banyak dijual oleh masyarakat adalah buah
kemiri, selain juga ada madu hutan. Pada saat ini sedang dikembangkan
komoditi sambal jeruk khas Desa Parado Wane yang sudah dikirim ke
beberapa daerah, termasuk ke Pulau Jawa.
Sampai saat ini masyarakat desa setempat masih ada yang
melakukan perluasan areal kerja (perambahan) untuk perkebunan/
perladangan di areal kawasan hutan, untuk ditanami padi dan palawija
serta tanaman perkebunan/kehutanan lainnya. Ada juga lahan yang masih
kosong yang rencananya akan ditanami tanaman jati.
-
46
Gambar 24. Tanaman Jati dan Kebun Kunyit Yang Dikembangkan Masyarakat Desa Parado Wane
B. Sistem dan Struktur Masyarakat
1. Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima
Secara umum struktur masyarakat Desa Campa adalah Homogen,
yakni etnis Mbojo. Mereka sudah tinggal di Desa Campa secara turun-
temurun semenjak nenek moyang mereka pindah dari perbukitan di
sekitarnya, dimana sampai saat ini sudah mencapai generasi ke-11. Bahasa
yang digunakan sehari-hari adalah Bahasa Bima selain Bahasa Indonesia
untuk hal-hal yang bersifat formal.
Dari 2.845 orang penduduk Desa Campa pada tahun 2013,
semuanya memeluk agama Islam. Komposisi penduduk menurut jenis
kelaminnya adalah 1.361 (47,8%) laki-laki dan 1.484 (52,2%) perempuan
(Kecamatan Madapangga Dalam Angka, 2014).
Sebagian besar masyarakat Desa Campa adalah petani sawah
sambil mengembangkan tanaman kehutanan di bekas-bekas ladang mereka
-
47
terdahulu. Tanaman kehutanan yang paling banyak dikembangkan adalah
jenis pohon Jati. Sebagian masyarakat juga beternak sambil bertani.
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Campa cukup baik.
Berdasarkan wawancara dengan tokoh masyarakat dan hasil rekapitulasi
kuisioner diketahui sudah cukup banyak masyarakat yang menamatkan
sekolah/menyekolahkan anaknya sampai Sekolah Menengah Atas, bahkan
beberapa sudah ada yang sampai ke Perguruan Tinggi.
2. Desa Monggo Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima
Struktur masyarakat Desa Monggo secera umum juga homogen
yakni Etnis Mbojo. Mereka juga telah menempati desa ini secara turun
temurun dari nenek moyang, dan hinggga kini sampai pada generasi 10-11.
Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah Bahasa Bima. Bahasa Indonesia
digunakan untuk acara yang bersifat formal.
Desa Monggo yang memiliki jumlah penduduk cukup padat,
sebagian besar memeluk agama Islam dan sebagian kecilnya memeluk
agama Kristen Katholik. Dari 6.340 orang penduduk pada tahun 2013,
sebanyak 6.133 orang (98,1%) beragama Islam, dan sebanyak 119 orang
(1,9%) beragama Kristen Katolik. Komposisi masyarakat menurut jenis
kelaminnya adalah 3.115 (48,4%) laki-laki dan 3.115 (51,6%) perempuan
(Kecamatan Madapangga Dalam Angka, 2014).
Sebagian besar mata pencaharian masyarakat Desa Monggo adalah
dari hasil ladang/pertanian dan ditambah juga dengan usaha peternakan.
Tanaman kehutanan yang dikembangkan sebagian masyarakat adalah jenis
Jati dan Mahoni.
Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Monggo terbilang cukup
tetapi paling rendah dibanding tiga desa lainnya. Berdasarkan wawancara
dengan tokoh masyarakat dan hasil rekapitulasi kuisioner diketahui tidak
banyak masyarakat yang menamatkan sekolah/menyekolahkan anak
sampai Sekolah Menengah Atas, meskipun beberapa sudah ada yang
-
48
sampai ke Perguruan Tinggi. Dari jumlah penduduk sebanyak 6.430 orang
penduduk Desa Monggo, sebanyak 99 orang (1,5%) yang tamat SMP dan
SMA, sebanyak 49 (0,8%) tamat D3 dan S1. Ada juga 2 orang yang sudah
menyelesaikan pendidikan sampai jenjang master/S2 dan 1 orang sampai
jenjang Doktoral/S3 (Profil Desa dan Kelurahan Desa Monggo, 2014).
3. Desa Simpasai Kecamatan Monta Kabupaten Bima
Strukur masyarakat Desa Simpasai secara umum homogen dengan
didominasi oleh etnis Mbojo yang sudah turun temurun menempati desa ini.
Selain etnis Mbojo, sebagian kecil masyarakat juga ada yang berasal dari
etnis Jawa, Makassar, Sasak, dan Mentawai. Bahasa yang digunakan
sehari-hari adalah Bahasa Bima, dan Bahasa Indonesia untuk kegiatan
formal.
Seluruh penduduk desa Simpasai beragama Islam. Komposisi
masyarakat menurut jenis kelaminnya adalah 2.202 (51%) laki-laki dan
2.112 (49%) perempuan (Kecamatan Monta Dalam Angka, 2014).
Saat ini mata pencaharian utama masyarakat setempat adalah
pertanian/ladang, dimana jumlah petani penggarap dan buruh tani lebih
banyak dari pada pemilik lahan. Sebagian masyarakat juga beternak
disamping bertani. Aktifitas yang berkaitan dengan pemanfaatan areal
hutan adalah menanam jati mengambil kayu dan madu. Selain Jati, juga
ada tanaman mahoni, sengon, dan sonokeling.
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Simpasai cukup baik.
Berdasarkan wawancara dengan tokoh masyarakat dan hasil rekapitulasi
kuisioner diketahui sudah cukup banyak masyarakat yang menamatkan
sekolah/menyekolahkan anak sampai Sekolah Menengah Atas, bahkan
beberapa sudah ada yang sampai ke Perguruan Tinggi. Berdasarkan data
Profil Desa Simpasai tahun 2010, sebanyak 718 orang sudah tamat SMP
dan SMA, serta sebanyak 48 orang lulus perguruan tinggi mulai jenjang
D2-S1 (Profil Desa dan Kelurahan Desa Simpasai, 2010).
-
49
4. Desa Parado Wane Kecamatan Parado Kabupaten Bima
Struktur masyarakat Desa Parado Wane juga umumnya homogen
dengan dominasi etnis Mbojo. Mereka adalah masyarakat asli desa
setempat, dan sebagian lagi merupakan masyarakat pendatang dari daerah
Ngali dan Tolotangga. Disamping estis Mbojo, ada juga 1 orang dari etnis
Jawa dan 2 orang etnis Flores sebagai penduduk pendatang di Desa Parado
Wane. Bahasa utama yang digunakan sehari-hari adalah Bahasa Bima.
Seluruh masyarakat Desa Parado Wane memeluk agama Islam.
Komposisi masyarakat menurut jenis kelaminnya adalah 1.384 (49,7%)
laki-laki dan 1.402 (50,3%) perempuan (Kecamatan Parado Dalam Angka,
2014).
Masyarakat Desa Parado Wane sebagian besar bermata-
pencaharian dari pertanian/ladang dan disamping juga beternak. Mereka
juga mengembangkan tanaman hutan jenis Jati dan Mahoni serta tanaman
perkebunan terutama Kemiri serta tanaman lainnya seperti Jeruk, Kopi,
Pinang, Kelapa, Mangga, Nangka, Salak, Kunyit, Jahe, dll.
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Parado Wane juga sudah
cukup baik. Berdasarkan wawancara dengan tokoh masyarakat dan hasil
rekapitulasi kuisioner diketahui juga sudah cukup banyak masyarakat yang
menamatkan sekolah/menyekolahkan anak sampai Sekolah Menengah Atas.
Ada juga yang sampai ke Perguruan Tinggi. Dari data Profil Desa Parado
Wane tahun 2014 diketahui sebanyak 518 orang sudah tamat SMP dan
SMA, serta sebanyak 92 orang lulus perguruan tinggi mulai jenjang D2-S1
(Profil Desa dan Kelurahan Desa Parado Wane, 2014).
-
50
C. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
1. Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan didukung data hasil
wawancara dengan masyarakat, secara umum kondisi perekonomian
masyarakat Desa Campa sedang/cukup baik. Dari rekap kuisioner diketahui
untuk penilaian perkembangan tingkat kesejahteraan rumah tangga
masyarakat dalam tiga tahun terakhir, sebagian besar merasa pendapatan
rumah tangganya baik. Dari sepuluh responden yang diwawancara, yang
merasa pendapatan rumah tanganya lebih baik sebanyak 1 orang dan sama
baik sebanyak 9 orang. Kualitas makanan pokok, kualitas/variasi lauk pauk
yang dikonsumsi setiap hari, kemampuan membeli pakaian, dan keadaan
perumahan masyarakat juga sebagian besar lebih baik/sama baik dari
sebelumnya. Data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran I-Rekap Kuisioner.
Mayoritas masyarakat desa Campa adalah petani. Mereka juga
mengembangkan tanaman kehutanan di bekas-bekas ladang mereka
terdahulu. Tanaman kehutanan yang paling banyak dikembangkan adalah
jenis Jati. Mata pencaharian lain selain di sektor tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan kehutanan adalah di sektor peternakan dan
perikanan. Di sektor non pertanian, masyarakat Desa Campa ada yang
bekerja di bidang konstruksi, perdagangan, transportasi, industri, dan
penggalian. Hanya sedikit masyarakat Desa Campa bekerja di sektor
pemerintahan, yaitu sebagai PNS, ABRI/TNI/POLRI, guru, pensiun, dan
bank/pegadaian (Kecamatan Madapangga Dalam Angka, 2014).
Untuk sarana perekonomian Desa Campa yang sudah ada adalah
berupa kios/warung kelontong sebanyak 25 buah, koperasi sebanyak
1 buah, bengkel sebanyak 2 buah, bensin eceran sebanyak 7 buah, dan
counter HP/penjual pulsa sebanyak 2 buah (Kecamatan Madapangga Dalam
Angka, 2014).
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Campa juga sudah cukup
baik. Walaupun sarana dan prasarana sekolah masih belum begitu lengkap,
-
51
yaitu hanya sampai SMP, tetapi ada kesadaran mayarakat untuk
melanjutkan sekolah anaknya ke desa, kecamatan, kabupaten lain bahkan
kota-kota besar lainnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat
juga diperoleh data bahwa kemudahan menyekolahkan anak ke tingkat SD,
SMP, SMU, bahkan tingkat perguruan tinggi masyarakat merasa lebih
baik/sama baik dalam tiga tahun terakhir ini (Lampiran I-Rekap Kuisioner).
Sarana kesehatan di Desa Campa sudah cukup baik yaitu dengan
adanya Puskesmas Pembantu, Poskesdes/Polindes, dan Posyandu. Hal ini
menyebabkan pelayanan kesehatan masyarakat sudah didapat dengan
baik. Hal tersebut berkolerasi positif dengan hasil wawancara dengan
masyarakat Desa Campa mengenai keadaan kesehatan anggota rumah
tangga, kemudahan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan KB, dan
kemampuan membeli obat-obatan generik, dimana mayoritas
masyarakat/responden merasa kondisi yang lebih baik dan sebagian
merasa sama baik dalam tiga tahun terakhir ini.
Sarana sosial kemasyarakatan lainnya berupa rumah ibadah untuk
masyarakat Desa Campa yang beragama Islam berupa masjid dan
musholla/langgar sera Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) juga sudah
banyak dijumpai di Desa Campa. Data BPS menyebutkan, sampai tahun
2013, terdapat 2 masjid dan 6 musholla/langgar di Desa Campa
(Kecamatan Madapangga Dalam Angka, 2014).
-
52
Gambar 25. Sarana Pendidikan dan Kesehatan, Masjid, dan TPA Desa Campa
2. Desa Monggo Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima
Berdasarkan data Profil Desa dan Kelurahan Desa Monggo Tahun
2014, sebagian besar masyarakat Desa Monggo bermatapencaharian
sebagai petani. Dari hasil pengamatan di lapangan, secara umum kondisi
perekonomian masyarakat Desa Monggo sedang/cukup baik. Hasil
wawancara dengan masyarakat di Desa Monggo menunjukkan untuk
penilaian perkembangan tingkat kesejahteraan rumah tangga masyarakat
-
53
dalam tiga tahun terakhir, meskipun responden yang merasa pendapatan
rumah tangganya lebih baik/sama baik jumlahnya berimbang dengan yang
merasa lebih buruk/sama buruk, namun pada kualitas makanan pokok,
kualitas/variasi lauk pauk yang dikonsumsi setiap hari, kemampuan
membeli pakaian, dan keadaan perumahan masyarakat mayoritas
responden merasa lebih baik/sama baik dari sebelumnya.
Selain bertani, masyarakat Desa Monggo juga mengembangkan
tanaman kehutanan dan beternak. Tanaman kehutanan yang
dikembangkan sebagian masyarakat adalah jenis Jati dan Mahoni,
disamping juga tanaman perkebunan jenis Sirsak. Berdasarkan tipologi
Desa Monggo, indikator unggulan yang dikembangkan masyarakat disajikan
pada Tabel 24 berikut :
Tabel 24. Indikator Unggulan Berdasarkan Tipologi Desa Monggo Tahun 2013
No. Tipologi Indikator Unggulan
1 Persawahan Padi, Kacang Kedelai, Kacang Hijau
2 Perladangan Kacang Tanah, Jagung
3 Perkebunan Mangga, Nangka, Srikaya, Pisang
4 Peternakan Sapi, Kerbau, Kuda, Kambing, Domba
5 Nelayan -
6 Pertambangan -
7 Kerajinan/Industri Kecil Penjahit, Bata
8 Industri Sedang dan Besar Galian C
9 Jasa dan Perdagangan -
10 Pariwisata -
Sumber : Profil Desa dan Kelurahan Desa Monggo Tahun 2014
Selain itu terdapat juga masyarakat yang memiliki usaha jasa
pengangkutan (pemilik angkutan desa/perkotaan) yaitu sebanyak 25 orang.
Usaha jasa dan perdagangan berupa toko/kios sebanyak 25 unit, dan usaha
jasa keterampilan berupa tukang kayu sebanyak 30 orang, tukang batu
sebanyak 20 orang, tukang jahit/bordir sebanyak 2 orang, tukang besi
sebanyak 1 orang, dan tukang gali sumur sebanyak 2 orang (Profil Desa
dan Kelurahan Desa Monggo, 2014).
-
54
Berdasarkan data Kecamatan Madapangga Dalam Angka Tahun
2014, sarana perekonomian di Desa Monggo adalah toko sebanyak 3 buah,
kios/warung kelontong sebanyak 15 buah, warung nasi/restoran sebanyak
11 buah, pedagang bakso sebanyak 5 orang, koperasi sebanyak 3 buah,
bengkel 5 buah, bensin eceran sebanyak 7 buah, counter HP/penjual pulsa
sebanyak 6 buah, dan pegadaian sebanyak 1 buah.
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Monggo tidak sebaik desa-
desa lainnya. Berdasarkan data profil Desa Monggo tahun 2014, belum
banyak masyarakat yang menamatkan sekolah sampai SMP/SMA, meskipun
beberapa sudah ada yang sampai ke Perguruan Tinggi, bahkan sampai di
jenjang S-3. Rasio jumah penduduk berpendidikan SMP keatas masih
kurang banyak bila dibandingkan dengan jumlah penduduk/tingkat
kepadatan penduduknya. Sarana pendidikan/sekolah yang tersedia di Desa
Monggo baru sampai tingkat SMP (Madrasah Ibtidaiyah). Namun demikian,
berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat diperoleh data bahwa
kemudahan menyekolahkan anak ke tingkat SD, SMP, dan SMU umumnya
lebih baik/sama baik dalam tiga tahun terakhir, walaupun terdapat sedikit
responden yang merasa lebih buruk/sama buruk, terutama pada tingkat
perguruan tinggi. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran I-Rekap
Kuisioner.
Sarana dan prasarana kesehatan masyarakat Desa Monggo sudah
cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari sudah adanya sarana kesehatan
yang sudah ada yaitu berupa Poskesdes dan Posyandu.
Kesadaran masyarakat untuk berperilaku bersih juga cukup baik.
Hasil wawancara dengan masyarakat Desa Monggo mengenai keadaan
kesehatan anggota rumah tangga, kemudahan dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan dan KB, dan kemampuan membeli obat-obatan
generic, mayoritas masyarakat/responden merasa lebih baik/sama baik
dalam tiga tahun terakhir ini. Umumnya masyarakat sudah memiliki WC
yang sehat, walaupun masih ada juga keluarga yang sudah terbiasa buang
air besar di sungai/parit/kebun/hutan tetapi sebagian keluarga sudah
-
55
menggunakan fasilitas MCK umum. Untuk sarana sosial kemasyarakatan
berupa rumah peribadatan juga sudah banyak tersedia di Desa Monggo.
Karena mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam, maka rumah
ibadah yang paling banyak adalah masjid dan musholla/langgar. Terdapat
3 buah masjid, dan 8 buah musholla/langar. Disamping itu juga sudah ada
2 buah gereja untuk rumah ibadah masyarakat yang beragama Kristen
Katolik (Kecamatan Madapangga Dalam Angka, 2014).
Gambar 26. Sarana Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat di Desa Monggo
3. Desa Simpasai Kecamatan Monta Kabupaten Bima
Masyarakat Desa Simpasai mayoritas barmatapencaharian sebagai
petani. Berdasarkan pengamatan di lapangan, secara umum kondisi
perekonomiannya sedang/cukup baik. Hasil wawancara dengan
masyarakat, untuk penilaian perkembangan tingkat kesejahteraan rumah
tangga masyarakat dalam tiga tahun terakhir, mayoritas
masyarakat/responden merasa pendapatan rumah tangganya baik. Dari 10
-
56
responden, 6 orang menjawab sama baik, dan 4 orang menjawab lebih
baik. Untuk kualitas makanan pokok, kualitas/variasi lauk pauk yang
dikonsumsi setiap hari, kemampuan membeli pakaian, dan keadaan
perumahan masyarakat, semua responden menjawab lebih baik dan sama
baik dari sebelumnya.
Selain mayoritas bertani/ladang, masyarakat Desa Simpasai juga
mengembangkan tanaman kehutanan dan beternak. Tanaman kehutanan
yang dikembangkan terutama pohon jati, disamping juga mahoni, sengon
dan sonokeling.
Berdasarkan tipologi Desa Simpasai, indikator unggulan yang
dikembangkan masyarakat disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25. Indikator Unggulan Berdasarkan Tipologi Desa Simpasai Tahun 2009
No. Tipologi Indikator Unggulan
1 Persawahan Padi
2 Perladangan Cabai, Kacang Kedelai
3 Perkebunan Jambu Mete, Kelapa
4 Peternakan Sapi, Kambing
5 Nelayan -
6 Pertambangan Batu Pasir
7 Kerajinan/Industri Kecil -
8 Industri Sedang dan Besar -
9 Jasa dan Perdagangan Bahan Makanan Pokok, Pupuk dan Obat-obatan Petani
10 Pariwisata -
Sumber : Profil Desa dan Kelurahan Desa Simpasai Tahun 2010
Lembaga ekonomi yang ada di Desa Simpasai adalah Koperasi Unit
Desa sebanyak 1 unit, Kelompok Simpan Pinjam 2 unit, dan Bumdes
sebanyak 1 unit. Industri kecil yang ada adalah industri makanan sebanyak
5 unit. Usaha jasa angkutan desa/perkotaan yang ada dimiliki oleh
10 orang. Usaha jasa dan perdagangan berupa pasar hasil
bumi/tradisional/harian sebanyak 1 unit, jumlah usaha toko/kios sebanyak
63 unit, dan pengolahan kayu sebanyak 4 orang. Untuk usaha jasa
keterampilan masyarakat Desa Simpasai adalah tukang kayu sebanyak
-
57
15 orang, tukang batu 30 orang, tukang jahit/border 10 orang, dan tukang
service elektronik sebanyak 2 orang (Profil Desa dan Kelurahan Desa
Simpasai, 2010).
Untuk sarana perekonomian Desa Simpasai yang sudah ada adalah
berupa pasar umum sebanyak 1 buah, toko sebanyak 8 buah, kios/warung
kelontong sebanyak 18 buah, warung nasi/restoran sebanyak 6 buah,
pedagang bakso sebanyak 1 orang, KUD sebanyak 1 buah, BUUD sebanyak
1 buah, koperasi sebanyak 1 buah, bengkel sebanyak 6 buah, bensin
eceran sebanyak 10 buah, counter HP/penjual pulsa sebanyak 9 buah
(Kecamatan Monta dalam Angka, 2014).
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Simpasai sudah cukup baik.
Hal ini dapat dilihat dengan sudah banyaknya masyarakat yang lulus
SMP/SMA, bahkan hingga jenjang S-1. Walaupun sarana dan prasarana
pendidikan masyarakat Desa Simpasai masih terbilang kurang, tetapi
kesadaran untuk menyekolahkan sangat tinggi. Berdasarkan hasil
wawancara dengan masyarakat juga diperoleh data bahwa untuk
kemudahan menyekolahkan anak ke tingkat SD, SMP, SMU, dan perguruan
tinggi umumnya merasa lebih baik dan sama baik dalam tiga tahun terakhir
ini. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran I–Rekap Kuisioner.
Dari segi pola hidup sehat masyarakat Desa Simpasai sudah
memiliki kebiasaan hidup sehat yaitu sudah banyaknya keluarga yang
memiliki WC yang sehat, walaupun ada juga sebagian keluarga yang masih
menggunakan MCK umum. Sarana dan prasarana kesehatan yang ada di
Desa Simpasai sudah cukup bagus, dilihat dari sudah adanya Puskesmas
Pembantu, Poskesdes/Polindes, dan Posyandu. Hasil wawancara dengan
masyarakat Desa Simpasai mengenai keadaan kesehatan anggota rumah
tangga, kemudahan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan KB, dan
kemampuan membeli obat-obatan generic masyarakat, semua responden
merasa lebih baik dan sama baik dalam tiga tahun terakhir ini.
Untuk sarana sosial kemasyarakatan berupa rumah ibadah juga
sudah tersedia. Berdasarkan data Kecamatan Monta Dalam Angka tahun
-
58
2014, terdapat 1 buah masjid dan 9 buah musholla di Desa Simpasai yang
seluruh masyarakatnya beragama Islam.
Gambar 27. TK dan SD di Desa Simpasai
4. Desa Parado Wane Kecamatan Parado Kabupaten Bima
Sebagian besar masyarakat Desa Parado Wane bekerja sebagai
petani. Dari pengamatan di lapangan secara umum kondisi perekonomian
masyarakatnya sedang/cukup baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan
masyarakat di Desa Parado Wane, untuk penilaian perkembangan tingkat
kesejahteraan rumah tangga masyarakat dalam tiga tahun terakhir,
mayoritas masyarakat/responden merasa pendapatan rumah tangganya
baik. Dari sepuluh responden, yang menjawab lebih baik sebanyak 2 orang,
dan yang menjawab sama baik sebanyak 8 orang. Untuk kualitas makanan
pokok, kualitas/variasi lauk pauk yang dikonsumsi setiap hari, kemampuan
membeli pakaian, dan keadaan perumahan masyarakat, semua responden
merasa sama baik/lebih baik dari sebelumnya.
Selain mayoritas bertani/ladang, sebagian masyarakat Desa Parado
Wane juga mengembangkan tanaman kehutanan/perkebunan dan
beternak. Tanaman hutan yang dikembangkan adalah jenis jati dan
mahoni. Untuk ladang/kebun masyarakat mayoritas ditanami dengan
kemiri. Selain itu ada juga yang ditanami jeruk, kopi, pinang, kelapa,
mangga, nangka, salak, kunyit, jahe, dan lain-lain
Lembaga ekonomi yang ada di Desa Parado Wane adalah Bumdes
sebanyak 1 unit, industri kecil dan menengah berupa rumah makan dan
-
59
restoran sebanyak 2 unit, pemilik usaha jasa ekspedisi/pengiriman barang
sebanyak 1 orang, pemilik usaha toko/toko adalah 17 orang, usaha jasa
hiburan adalah 1 unit dengan jumlah tenaga 5 orang, dan usaha jasa
berupa pangkalan minyak tanah 2 orang dan pengecer gas dan bahan
bakar minyak 7 orang. Usaha jasa dan keterampilan yang berkembang di
Desa Parado Wane adalah tukang kayu sebanyak 9 orang, tukang batu
sebanyak 15 orang, tukang jahit/bordir sebanyak 4 orang, tukang service
elektronik sebanyak 3 orang, tukang besi sebanyak 3 orang, dan tukang
gali sumur sebanyak 1 orang (Profil Desa dan Kelurahan Desa Parado
Wane, 2014).
Berdasarkan data Kecamatan Parado Dalam Angka Tahun 2014,
sarana perekonomian di Desa Parado Wane adalah kios/warung kelontong
sebanyak 76 buah, warung nasi/restoran sebanyak 1 buah, bengkel 4 buah,
bensin eceran sebanyak 22 buah, dan counter HP/penjual pulsa sebanyak
2 buah.
Di bidang pendidikan masyarakat Desa Parado Wane sudah
memiliki kesadaran untuk menyekolahkan anaknya dengan baik, bahkan
hingga ke jenjang perguruan tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari sudah
banyaknya yang lulus SMP/SMA, dan cukup banyak juga yang sudah tamat
hingga sarjana (S-1). Sarana pendidikan di Desa Parado Wane juga sudah
baik, dimana sudah ada sekolah hingg jenjang SMU. Untuk melanjutkan
hingga ke jenjang perguruan tinggi umumnya masyarakat ke kota lain.
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat juga diperoleh data
bahwa kemudahan menyekolahkan anak ke tingkat SD, SMP, SMU, dan
perguruan tinggi umumnya lebih baik dalam tiga tahun terakhir ini. Hanya
1 orang responden yang menjawab lebih buruk pada jenjang Perguruan
Tinggi. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran I-Rekap Kuisioner.
-
60
Gambar 28. Sarana Pendidikan di Desa Parado Wane
Untuk sarana kesehatan di Desa Parado Wane sudah baik, dengan
adanya Poskesdes/Polindes dan Posyandu. Hasil wawancara dengan
responden mengenai keadaan kesehatan anggota rumah tangga,
kemudahan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan KB, dan
kemampuan membeli obat-obatan generic masyarakat, mayoritas
responden merasa lebih baik dan sebagian sama baik dalam tiga tahun
terakhir ini.
Sarana sosial kemasyarakatan berupa rumah ibadah juga sudah
cukup tersedia di Desa Parado Wane. Berdasarkan data Kecamatan Parado
Dalam Angka Tahun 2014, terdapat buah 3 masjid dan 2 buah
musholla/langgar di Desa Parado Wane.
-
61
Gambar 29. Sarana Kesehatan (Poskesdes dan Posyandu) serta Sarana
Peribadatan (Masjid dan Musholla) di Desa Parado Wane
D. Kondisi Politik Lokal Yang Mempengaruhi Keberadaan Hutan dan
Mempengaruhi Masyarakat Desa
1. Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima
Desa Campa terletak diantara perbukitan yang merupakan kawasan
hutan di Kecamatan Madapangga. Kondisi ini menyebabkan aktifitas
masyarakat masih banyak memiliki keterkaitan yang erat dengan hutan
disekitar mereka. Meskipun masyarakat setempat sebagian besar berprofesi
sebagai petani, namun mereka masih memanfatkan beberapa hasil hutan
antara lain kayu, rotan dan madu.
Nenek moyang masyarakat Desa Campa yang dahulunya
menempati hutan di perbukitan turun berpindah tempat tinggal ke
kampung yang sekarang menjadi Desa Campa. Bekas-bekas ladang yang
ditinggalkan diperbukitan tersebut dan juga ladang-ladang yang pernah
diusahakan masyarakat, semenjak 10 tahun terakhir telah banyak ditanami
-
62
tanaman kehutanan jenis Kayu Jati, sehingga praktis mereka sudah tidak
beladang lagi (tanaman jenis padi/palawija di ladang sudah semakin
berkurang). Selain Kayu jati ada juga tanaman perkebunan lainnya yang
dikembangkan masyarakat seperti Jambu Mente.
Dari hasil wawancara dengan tokoh masyarakat dan hasil rekap
kuisioner yang dilakukan kepada sepuluh responden/masyarakat setempat,
umumnya masyarakat Desa Campa mengetahui tentang keberadaan
kawasan hutan yang berbatasan dengan tempat tinggal mereka. Hal ini
dibuktikan dengan pengetahuan mereka tentang keberadaan pal-pal batas
yang ada di hutan sekitar tempat tinggal mereka. (Lampiran I-Rekap
Kuisioner).
Tidak ada aturan adat khusus yang mengatur mereka tentang
pemanfaatan hutan disekitar mereka, sehinga masyarakat lainpun dapat
memanfaatkannya. Untuk kepemilikan lahan, sejauh ini tidak ada norma
adat khusus yang mengaturnya. Mereka hanya menggunakan aturan yang
diberikan oleh pemerintah. Tidak pernah ada konflik yang terjadi antara
masyarakat dengan pihak lain yang berkaitan dengan pemanfaatan
kawasan hutan. Warga masyarakat saat ini merasa aman tinggal di desa
mereka. Ini dibuktikan dari sepuluh responden yang ada, semuanya merasa
bahwa tingkat rasa aman mereka lebih baik dalam tiga tahun terakhir.
Saat ini masyarakat desa sudah tidak melakukan perluasan areal
kerja (perambahan) untuk perkebunan/ perladangan. Namun demikian,
menurut penuturan petugas kehutanan setempat, sampai saat ini masih
cukup banyak masyarakat yang melakukan penebangan hutan untuk
mencari kayu.
Harapan masyarakat terhadap pengelolaan hutan kedepannya
adalah sistem yang berbasis kemasyarakatan dengan dukungan dari
pemerintah. Dengan sistem ini nantinya masyarakat berharap hasil hutan
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.
-
63
2. Desa Monggo Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima
Desa Monggo terletak tidak terlalu jauh dari pusat kecamatan
Madapangga. Desa ini memiliki kepadatan penduduk yang relatif cukup
tinggi, yakni 325,40 jml/km2.
Lahan masyarakat yang masuk areal hutan sebagian besar
dimanfaatkan untuk kebun, pertanian, dan pemeliharaan ternak. Sebagian
besar mata pencaharian masyarakatnya adalah dari hasil ladang/pertanian.
Sebagian masyarakat juga mengembangkan tanaman hutan seperti Jati,
dan Mahoni, selain juga usaha peternakan.
Tidak ada aturan/hukum adat khusus yang mengatur/membatasi
tentang pemanfaatan hutan. Sejauh ini yang memanfaatkan hasil hutan
disekitar mereka adalah warga masyarakat desa setempat saja. Untuk
status kepemilikan lahan, mereka juga tidak memiliki aturan/norma adat
khusus selain mengikuti aturan pemerintah.
Berdasarkan wawancara dengan tokoh masyarakat dan hasil rekap
kuisioner dari sepuluh responden/masyarakat, umumnya masyarakat Desa
Monggo juga telah mengetahui keberadaan kawasan hutan di sekitar
tempat tinggal mereka yang sebagian besar ditandai dengan adanya Pal
Batas. Mereka juga menyadari tentang kondisi hutan yang mengalami
kerusakan dimana sebagian besar merupakan akibat dari aktifitas
manusia/dirambah masyarakat (Lampiran I-Rekap Kuisioner). Namun
demikian, saat ini mereka sudah tidak lagi melakukan perluasan areal kerja
(perambahan) untuk perkebunan/perladangan.
Menurut tokoh masyarakat setempat, pada era tahun 1990-an
pernah terjadi konflik hebat karena permasalahan batas wilayah yang
melibatkan masyarakat Desa Monggo dengan Desa Donggo hingga
menimbulkan korban jiwa. Konflik tersebut akhirnya dapat terselesaikan
dengan bantuan/fasilitasi dari pemerintah, dan adanya kesepakatan yang
jelas antara kedua desa. Namun demikian, saat ini warga Desa Monggo
merasa aman tinggal di desa mereka. Sebagian besar responden/warga
-
64
yang diwawancarai merasa bahwa tingkat rasa aman mereka lebih baik
dalam tiga tahun terakhir.
Masyarakat Desa Monggo berharap kedepannya sistem pengelolaan
hutan adalah yang berbasis kemasyarakatan dimana mayarakat dapat aktif
mengelola dengan bantuan pemerintah.
3. Desa Simpasai Kecamatan Monta Kabupaten Bima
Desa Simpasai terletak di Kecamatan Monta dan berjarak sekitar
48 km dari pusat ibukota Kabupaten Bima yang dapat ditempuh dengan
jalan darat dengan kondisi jalan yang sangat bagus. Saat ini mata
pencaharian utama masyarakat setempat adalah pertanian/ladang.
Sementara aktifitas masyarakat yang berkaitan dengan pemanfaatan areal
hutan adalah menanam tanaman hutan, mengambil kayu dan madu. Lahan
masyarakat yang masuk areal hutan banyak dimanfaatkan dengan titanami
pohon jati, mahoni, sengon dan sonokeling. Menanam pohon kehutanan
khususnya Jati seperti sudah menjadi kebiasaan warga Desa Simpasai,
dibuktikan dengan banyaknya areal yang sudah ditanami pohon Jati.
Bahkan Kepala Desa setempat mengklaim suatu saat Desa Simpasai bisa
menjadi penghasil Jati terbesar di Kabupaten Bima.
Tidak ada hukum adat tertentu yang mengatur tentang wewenang
untuk memanfaatkan kawasan hutan. Dalam hal penentuan status
kepemilikan lahan juga tidak ada norma adat tertentu yang digunakan
selain aturan dari pemerintah. Umumnya masyarakat sudah tidak lagi
melakukan perluasan areal kerja (perambahan) untuk perkebunan/
perladangan di areal kawasan hutan. Hanya sebagian kecil masyarakat
yang masih melakukannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat dan
rekapitulasi kuisioner dari sepuluh responden/masyarakat, umumnya
masyarakat Desa Simpasai juga telah mengetahui keberadaan kawasan
hutan di sekitar tempat tinggal mereka. Sebagian besar mengetahui batas
-
65
desa dengan kawasan hutan yang ditandai dengan adanya Pal Batas,
disamping juga ada yang mengetahui batas-batas yang berupa sungai dan
jalan (Lampiran I-Rekap Kuisioner).
Tidak pernah ada konflik yang terjadi antara masyarakat dengan
pihak lain yang berkaitan dengan pemanfaatan kawasan hutan. Sampai
saat ini warga Desa Simpasai merasa aman tinggal di desa mereka. Dari
sepuluh responden/warga yang diwawancarai, sebagian besar merasa
bahwa tingkat rasa aman mereka lebih baik dalam tiga tahun terakhir.
Masyarakat berharap adanya pelibatan mereka dalam sistem
pengelolaan hutan kedepannya. Mereka menginginkan sistem pengelolaan
yang pernah diterapkan oleh Perhutani ketika beroperasi di Desa Simpasai
pada 1995-1996, dimana dibentuk kelompok-kelompok tani yang diberikan
mengelola lahan masing-masing 1 Ha untuk satu Kepala Keluarga.
4. Desa Parado Wane Kecamatan Parado Kabupaten Bima
Desa Parado Wane berada pada daerah perbukitan dengan
ketinggian sekitar 247m diatas permukaan laut dengan luas 86,95 km².
Masyarakat Desa Parado Wane sebagian besar bermatapencaharian dari
pertanian/ladang disamping juga beternak. Lahan masyarakat yang masuk
areal hutan dimanfaatkan dengan ditanami padi/palawija, dan sebagian
tanaman hutan jenis Jati dan Mahoni. Selain itu ladang/kebun mereka juga
banyak ditanami Kemiri. Ada juga tanaman Jeruk, Kopi, Pinang, Kelapa,
Mangga, Nangka, Salak, Kunyit, Jahe, dll.
Sampai saat ini masyarakat desa setempat masih ada yang
melakukan perluasan areal kerja (perambahan) untuk perkebunan/
perladangan di areal kawasan hutan, untuk ditanami padi dan palawija dan
juga untuk dipersiapkan ditanami tanaman kehutanan. Namun demikian,
tidak ada aturan tertentu yang mendukung aktifitas masyarakat tersebut.
Desa Parado Wane juga tidak memiliki aturan tertentu dalam hal
pemberian wewenang untuk memanfaatkan hutan. Dalam hal penentuan
-
66
status kepemilikan lahan juga tidak ada aturan/norma adat tertentu yang
mengaturnya.
Dari hasil wawancara dengan tokoh masyarakat dan rekapitulasi
kuisioner dari sepuluh responden/masyarakat, secara umum masyarakat
Desa Parado Wane juga telah mengetahui keberadaan kawasan hutan di
sekitar tempat tinggal mereka. Sebagian besar mengetahui batas desa
dengan kawasan hutan yang ditandai dengan adanya Pal Batas, disamping
juga berdasarkan batas sungai (Lampiran I-Rekap Kuisioner).
Menurut tokoh masyarakat setempat, dulu di Desa Parado Wane
pernah terjadi konflik kecil antara masyarakat Desa Parado Wane dengan
Desa Tolotangga dalam pemanfaatan areal di kawasan hutan, namun
konflik tersebut telah dapat diselesaikan dengan musyawarah diantara
tokoh masyarakat. Hanya saja saat ini sebagian masyarakat merasa ada
penurunan tingkat rasa aman di desa mereka. Tujuh dari sepuluh
responden/warga yang diwawancarai merasa tingkat rasa aman mereka
menurun/lebih buruk dalam tiga tahun terakhir, sementara dua orang
merasa lebih baik, dan satu orang merasa sama baik. Hal ini mungkin
terkait dengan kemajuan dan kompleksitas kehidupan masyarakat desa
Paradowane yang makin meningkat sehingga kepentingan individu menjadi
menonjol, akibatnya tingkat kepedulian dan perilaku yang terkait dengan
keamanan menjadi berkurang.
Harapan masyarakat Desa Parado Wane tentang pengelolaan hutan
selanjutnya adalah pengelolaan yang berbasis kemasyarakatan, dimana
masyarakat diberi bagian masing-masing untuk mengelola lahan yang ada.
E. Analisa Usaha Kehutanan dan Tani Masyarakat
1. Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, kegiatan
masyarakat Desa Campa yang terkait dengan pemanfaatan hasil hutan
berupa mencari kayu (yaitu kayu jati, kayu tuhu, kayu safare, dan kayu
-
67
mengi), rotan, dan madu. Kecenderungan hasil hutan satu tahun terakhir
ini dirasakan oleh mayoritas responden sudah menurun karena
ketergantungan masyarakat yang sangat tinggi terhadap sumber daya
hutan yang tersedia.
Mereka juga mengembangkan tanaman kehutanan jenis Jati.
Awalnya areal hutan yang ada digunakan untuk berladang. Sejak 10 tahun
terakhir sebagian besar telah ditanami tanaman Kayu Jati, sehingga praktis
mereka sudah tidak beladang lagi (tanaman jenis padi/palawija di ladang
sudah semakin berkurang), kecuali di lahan sawah yang datar. Selain
mayoritas tanaman jati, juga dikembangkan tanaman jambu mete. Saat ini
masyarakat Desa Campa sudah tidak melakukan perluasan areal hutan
untuk perkebunan/perladangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan
tokoh masyarakat setempat jenis tanaman yang sesuai dikembangkan di
areal hutan Desa Campa adalah jenis durian, kopi, cengkeh, dan rambutan.
Sebagai desa yang mayoritas penduduknya petani, jenis komoditi
yang dikembangkan masyarakat Desa Campa di lahan/sawah mereka
sekarang adalah Padi/Palawija. Untuk sistem irigasi di Desa Campa
digunakan berbagai jenis irigasi. Adapun luas tanah sawah dengan jenis
irigasinya di Desa Campa disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26. Luas Tanah Sawah dengan Jenis Irigasi Tahun 2013
No. Jenis Irigasi Luas (Km2)
1 Irigasi Teknis 1,27
2 Irigasi ½ Teknis 0,76
3 Irigasi Sederhana 0,53
4 Tadah Hujan 13,46
Jumlah 16,02
Sumber : Kecamatan Madapangga Dalam Angka Tahun 2014
Dengan luas tanah sawah dan sistem irigasi teknis, non teknis, maupun
sederhana tersebut Desa Campa menjadi salah satu lumbung padi bagi
desa di Kecamatan Madapangga.
Selain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan kehutanan
masyarakat juga mengembangakan usaha peternakan dan perikanan.
-
68
Adapun jumlah ternak dan unggas masyarakat Desa Campa tahun 2013
dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Jumlah Ternak Desa Campa Tahun 2013
No. Jenis Ternak dan Unggas Jumlah (Ekor)
1 Kuda 16
2 Sapi 682
3 Kerbau 119
4 Kambing 253
5 Domba 14
6 Ayam Buras 1.490
7 Itik 120
8 Angsa -
9 Lainnya -
Sumber : Kecamatan Madapangga Dalam Angka Tahun 2014
Untuk budidaya perikanan di Desa Campa terdapat 1 (satu) tambak
dan 1 (satu) kolam ikan (Kecamatan Madapangga Dalam Angka, 2014).
2. Desa Monggo Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima
Berdasarkan data Profil Desa dan Kelurahan Desa Monggo Tahun
2014), di bidang kehutanan masyarakat Desa Monggo mengambil hasil
hutan berupa madu lebah sebanyak 20 liter/tahun, bambu sebanyak
100 m3/tahun, dan jati 50 m3/tahun. Adapun hasil hutan tersebut
pemasarannya adalah dengan dijual langsung ke konsumen, dijual ke
pasar, dan dijual melalui pengecer.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, diketahui bahwa
kegiatan masyarakat Desa Monggo yang terkait dengan pemanfaatan areal
hutan adalah berupa mencari kayu (jati, luhu, dan sala), madu, dan buah
sirsak. Buah sirsak biasanya diambil hanya satu kali dalam satu tahun.
Dalam memanfaatkan hasil hutan tersebut umumnya adalah secara
perorangan (tidak ada sistem pengelolaan khusus). Adapun kecenderungan
hasil hutan dalam satu tahun terakhir yang dirasakan oleh responden
mayoritas adalah menurun.
-
69
Masyarakat desa juga mengembangkan tanaman kehutanan jenis
jati dan mahoni, serta tanaman perkebunan jenis buah Sirsak. Namun
demikian menurut tokoh masyarakat Desa Monggo Jenis tanaman yang
sesuai dikembangkan di areal hutan adalah semua jenis tanaman.
Di sektor tanaman pangan, masyarakat Desa Monggo
mengembangkan tanaman jenis Padi, Jagung, Kacang-kacangan, Ubi, dll.
Data luas tanaman pangan menurut komoditas dan hasilnya di Desa
Monggo pada tahun 2013 yang dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Luas Tanaman Pangan Desa Monggo Menurut Komoditas dan Hasilnya Tahun 2013
No. Tanaman Pangan Luas (Ha) Hasil (Ton/Ha)
1 Jagung 20 5,4
2 Kacang Kedelai 1.422 1,5
3 Kacang Tanah 54 1,5
4 Kacang Panjang 0,2 Data Tidak Tersedia
5 Padi Sawah 1.221 5,5
6 Padi Ladang 55 3,5
7 Ubi Kayu 1 Data Tidak Tersedia
8 Ubi Jalar 2 Data Tidak Tersedia
9 Cabe 0,2 Data Tidak Tersedia
10 Kangkung 2 Data Tidak Tersedia
Sumber : Profil Desa dan Kelurahan Desa Monggo Tahun 2014
Komoditas buah-buahan yang dibudidayakan masyarakat Desa
Monggo sampai dengan tahun 2013 adalah mangga dengan luas 2 hektar
dan hasil 1 ton/ha, pepaya dengan luas 0,2 hektar, pisang dengan luas
3 hektar, nangka dengan luas 1 hektar, dan kedondong dengan luas
0,5 hektar. Hasil tanaman pangan dan buah-buahan tersebut
pemasarannya ada yang langsung dijual ke konsumen, ada juga yang dijual
ke pasar, ke tengkulak, dan ke pengecer.
Hasil perkebunan menurut jenis komoditasnya di Desa Monggo
sampai dengan tahun 2013 adalah kelapa dengan luas 1 hektar dan hasil
10 kwintal/ha, pinang luas 2 hektar, jambu mete luas 240 hektar, jarak
pagar luas 0,5 hektar, dan kapuk luas 2 hektar. Pemasaran hasil
-
70
perkebunan tersebut adalah melalui tengkulak dan pengecer (Profil Desa
dan Kelurahan Desa Monggo, 2014).
Di sektor peternakan, perkiraan populasi ternak pada tahun 2013
yaitu sapi 1.019 ekor, kerbau 407 ekor, ayam kampung 6.930 ekor, bebek
250 ekor, kuda 206 ekor, kambing 258 ekor, domba 20 ekor, burung puyuh
10 ekor, dan kelinci 1 ekor. Dari ternak-ternak tersebut diperoleh hasil susu
sebanyak 2.000 kg/tahun, telur 500 kg/tahun, dan daging 1.500 kg/tahun.
Ternak-ternak masyarakat Desa Monggo umumnya digembalakan pada
lahan kosong dengan luas 520 hektar dan luas tanaman pakan ternak
(rumput gajah, dll) adalah 2 hektar. Pemasaran hasil ternak adalah dengan
dijual langsung ke konsumen, dijual ke pasar hewan, melalui tengkulak,
dan melalui pengecer (Profil Desa dan Kelurahan Desa Monggo, 2014).
Sementara di sektor perikanan jenis dan sarana produksi budidaya
ikan air tawar adalah berupa empang/kolam seluas 2 hektar/m2 dan di
sungai juga seluas 2 hektar/m2. Jenis ikan yang dibudidayakan sampai pada
tahun 2013 adalah ikan nila dengan produksi 200 kg/tahun, ikan gurame
100 kg/tahun, dan belut 50 kg/tahun. Adapun pemasaran hasil perikanan
adalah dijual langsung ke konsumen dan dijual melalui pengecer (Profil
Desa dan Kelurahan Desa Monggo, 2014).
3. Desa Simpasai Kecamatan Monta Kabupaten Bima
Di bidang kehutanan, hasil hutan yang diambil masyarakat Desa
Simpasai adalah berupa kayu sebanyak 750 m3/tahun, madu lebah
sebanyak 250 liter/tahun, bambu sebanyak 2.500 m3/tahun, jati sebanyak
100 m3/tahun, dan mahoni 200 m3/tahun. Hasil hutan tersebut biasanya
dijual langsung ke konsumen, dijual melalui tengkulak, atau dijual melalui
pengecer (Profil Desa dan Kelurahan Desa Simpasai, 2014).
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dapat diketahui
bahwa masyarakat di hutan mengambil kayu jenis jati, ketining, luhu,
mahoni, gmelina, dan kayu rimba lainnya yang dipakai sendiri atau dijual.
Ada juga yang dibuat meubel kemudian dijual. Masyarakat banyak
-
71
memanfaatkan lahan yang masuk areal hutan dengan ditanami pohon
kehutanan terutama pohon jati, disamping juga mahoni, sengon dan
sonokeling. Menurut tokoh masyarakat setempat, jenis tanaman hutan
yang cocok dikembangkan di Desa Simpasai adalah jenis jati, mahoni,
kelanggo, sonokeling, dan sengon. Kecenderungan hasil hutan pada satu
tahun terakhir ini cenderung stabil, walaupun sebagian ada yang merasa
menurun dan meningkat, terutama untuk masyarakat di sekitar hutan yang
memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap sumber daya hutan.
Tanaman pertanian yang dikembangkan oleh masyarakat umumnya
adalah berupa tanaman padi, jagung, kacang kedelai, dan cabe.
Berdasarkan Profil Desa dan Kelurahan Desa Simpasai Tahun 2010,
tanaman pangan menurut komoditasnya di Desa Simpasai dapat dilihat
pada Tabel 29.
Tabel 29. Luas Tanaman Pangan Desa Simpasai Menurut Komoditas dan Hasilnya Tahun 2009
No. Tanaman Pangan Luas (Ha) Hasil (Ton/Ha)
1 Jagung 40.000 1,5
2 Kacang Kedelai 260.000 0,7
3 Padi Sawah 5.817.001 0,7
4 Padi Ladang 47.964 0,5
5 Cabe 20.000 0,95
Sumber : Profil Desa dan Kelurahan Desa Simpasai Tahun 2010
Jenis komoditas buah-buahan yang dibudidayakan masyarakat
Desa Simpasai tahun 2009 adalah mangga dengan luas 4 hektar dan hasil
0,5 ton/hektar, dan buah pisang dengan luas 2 hektar dan hasil
0,5 ton/hektar. Pemasaran tanaman pangan dan tanaman buah-buahan
umumnya oleh masyarakat adalah dijual langsung ke konsumen, dijual ke
pasar, dijual melalui tengkulak, dan dijual melalui pengecer.
Luas perkebunan menurut jenis komoditasnya pada masyarakat
Desa Simpasai adalah kelapa seluas 1,75 hektar, pinang seluas 0,25 hektar,
dan jambu mete seluas 22 hektar. Pemasaran hasil perkebunan tersebut
adalah dijual langsung ke konsumen dan dijual melalui pengecer (Profil
Desa dan Kelurahan Desa Simpasai, 2014).
-
72
Usaha peternakan yang dikembangkan masyarakat Desa Simpasai
adalah sapi sebanyak 565 ekor, kerbau sebanyak 96 ekor, ayam kampung
sebanyak 5.275 ekor, bebek 300 ekor, kuda 12 ekor, dan kambing
127 ekor. Luas tanaman untuk pakan ternak (rumput gajah, dll) adalah
1 hektar, produksi hijauan makanan ternak adalah 1 ton/hektar, dan luas
lahan gembalaan adalah 130 hektar. Pemasaran hasil ternak tersebut
adalah dijual langsung ke konsumen dan dijual melalui pengecer (Profil
Desa dan Kelurahan Desa Simpasai, 2010).
4. Desa Parado Wane Kecamatan Parado Kabupaten Bima
Berdasarkan data Profil Desa dan Kelurahan Desa Parado Wane,
hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat Desa Parado Wane tahun 2013
adalah berupa kayu 415 m3/tahun, madu lebah 1.250 liter/tahun, bambu
350 m3/tahun, jati 430 m3/tahun, dan mahoni 158 m3/tahun. Mekanisme
pemasaran hasil hutan adalah dengan dijual langsung ke konsumen dan
sebagian lagi dijual melalui pengecer.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di Desa Parado
Wane dapat diketahui bahwa hasil hutan kayu yang dimanfaatkan oleh
masyarakat adalah tanaman Jati, Sonokeling, Rondu, Ketimis, Mahoni,
Sambi dan lain-lain. Intensitas pengambilannya ada yang sering dan ada
pula yang jarang mengambil. Sebagian besar hasil hutan tersebut dipakai
sendiri, walaupun ada juga yang dijual. Sebagian masyarakat
mengembangkan tanaman kehutanan, khususnya jenis kayu Jati. Menurut
tokoh masyarakat setempat, tanaman yang sesuai untuk dikembangkan di
desa adalah tanaman jenis sengon dan buah-buahan seperti durian, jeruk,
kemiri, alpukat, sawo, dan rambutan. Ada juga yang berharap bisa
dikembangkan tanaman buah apel, mengingat lokasi desa yang berada
ditempat yang cukup tinggi. Untuk kecenderungan hasil hutan satu tahun
terakhir menurut responden cenderung menurun, terutama masyarakat
yang menetap di sekitar hutan yang memiliki ketergantungan yang sangat
tinggi terhadap sumber daya hutan yang tersedia.
-
73
Luas tanaman pangan menurut komoditasnya di Desa Parado Wane
sampai dengan tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Luas Tanaman Pangan Desa Parado Wane Menurut Komoditas dan Hasilnya Tahun 2013
No. Tanaman Pangan Luas (Ha) Hasil (Ton/Ha)
1 Jagung 76 10
2 Kacang Kedelai 18 1,5
3 Kacang Tanah 13 3
4 Kacang Panjang 2 6
5 Padi Sawah 255 6
6 Padi Ladang 40 4
7 Ubi Kayu 20 17
8 Ubi Jalar 5 15
9 Cabe 1 1
Sumber : Profil Desa dan Kelurahan Desa Parado Wane Tahun 2014
Jenis komoditas buah-buahan yang dibudidayakan masyarakat
Desa Parado Wane disajikan pada Tabel 31.
Tabel 31. Luas Tanaman Buah-buahan dan Hasilnya di Desa Parado Wane Tahun 2013
No. Tanaman Buah-buahan Luas (Ha) Hasil (Ton/Ha)
1 Mangga 5 10
2 Salak 2 Data Tidak Tersedia
3 Durian 1 5
4 Pisang 2 6
5 Nangka 1 5
6 Jambu Klutuk 2 1
Sumber : Profil Desa dan Kelurahan Desa Parado Wane Tahun 2014
Pemasaran hasil tanaman pangan dan tanaman buah-buahan oleh
masyarakat Desa Parado Wane adalah dengan dijual langsung ke
konsumen, dijual ke pasar, dan sebagian tidak dijual (untuk dikonsumsi
sendiri).
Luas dan hasil perkebunan menurut jenis komoditas tahun 2013 di
Desa Parado Wane dapat dilihat pada Tabel 32.
-
74
Tabel 32. Luas dan Hasil Perkebunan Menurut Jenis Komoditasnya di Desa Parado Wane Tahun 2013
No. Tanaman Perkebunan Luas (Ha) Hasil (Kw/Ha)
1 Kelapa 10 10
2 Pinang 5 7
3 Jambu Mete 3 27
4 Kemiri 27 100
Sumber : Profil Desa dan Kelurahan Desa Parado Wane Tahun 2014
Selain itu, ada komoditas yang dikembangkan masyarakat yang
sekaligus dianggap sebagai apotik hidup oleh masyarakat Desa Parado
Wane yaitu tanaman kunyit dengan luas 12 hektar dan hasil pada tahun
2013 sebanyak 6 ton/hektar.
Pemasaran hasil perkebunan tersebut adalah dengan dijual
langsung ke konsumen dan dijual melalui pengecer. Tanaman kemiri
menjadi produk andalan perkebunan di Desa Parado Wane karena hasil
yang lebih besar dibanding produk perkebunan yang lainnya.
Di sektor peternakan, jenis ternak yang dipelihara adalah sapi
sebanyak 150 ekor, kerbau 125 ekor, ayam kampung 2.500 ekor, bebek
400 ekor, dan kambing 300 ekor. Produksi peternakan tersebut adalah
daging sebanyak 400 kg/tahun dan madu 100 liter/tahun. Pemasaran hasil
ternak tersebut adalah dijual langsung ke konsumen dan dijual melalui
pengecer. Ternak-ternak masyarakat digembalakan di lahan milik
masyarakat umum seluas 1.000 hektar (Profil Desa dan Kelurahan Desa
Parado Wane, 2014).
Di bidang perikanan jenis dan sarana produksi budidaya ikan air
tawar tahun 2013 adalah berupa karamba sebanyak 14 unit dengan hasil
3 ton/tahun dan memanfaatkan dam/bendungan Pela Parado seluas
7 hektar/m2 dengan hasil 4 ton/tahun. Adapun jenis ikan yang
dibudidayakan adalah ikan bandeng, ikan mujair, ikan nila, dan ikan gose
laut. Pemasaran hasil perikanan tersebut adalah dijual langsung ke
konsumen, dijual melalui tengkulak, dan dijual melalui pengecer (Profil
Desa dan Kelurahan Desa Parado Wane, 2014).