pembuatan tata guna lahan

Upload: sirkanafisa

Post on 27-Mar-2016

93 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Laporan Geologi Teknik

TRANSCRIPT

  • LAPORAN PEMBUATAN PETA TATA GUNA LAHAN

    GEOLOGI LINGKUNGAN (GL-4121)

    Oleh:

    Sirka Nafisa 12011025

    BIoter Ryanto Silalahi 12011026

    Abdullah Husna 12011027

    Indra Andra Dinata 12011028

    Sukiato Kurniawan 12011029

    Widhiyaksa Saveedra 12011030

    Agung Donurizki 12011031

    Faisal Siddiq 12011032

    PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

    FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI GEOLOGI

    INSTTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

    2014

  • 1

    BAB I

    Pendahuluan

    1.1 Latar Belakang

    Faktor geologi sangat berpengaruh nilai guna lahan untuk dijadikan pemukiman, hal

    ini didasarkan akan faktor keamanan dan kebutuhan masyarakat yang akan menghuni lahan

    tersebut. Hal-hal yang mempengaruhi keamanan suatu lahan untuk dijadikan pemukiman

    sangat bervariasi, mulai dari yang sangat berpengaruh secara langsung maupun yang kurang

    begitu berpengaruh. Maka dari itu dibutuhkan suatu analisa faktor geologi apa saja yang

    berpengaruh terhadapa lahan tersebut dan ditentukan seberapa penting faktor itu.

    1.2 Maksud dan Tujuan

    Maksud penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Geologi

    Lingkungan Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

    Teknologi Bandung.

    Tujuan penelitian secara umum adalah untuk menentukan lahan yang ideal untuk

    dijadikan pemukiman berdasarkan kondisi geologi di daerah sekitarnya

    Penelitian tersebut dilakukan berdasarkan analisis faktor geologi dan potensinya

    untuk mempengaruhi lingkungan sekitarnya

    1.3 Pembatasan Masalah

    Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada tinjauan pengaruh faktor geologi terhadap

    lingkungan sekitarnya, dibatasi pada dua hal utama, yaitu:

    Keamanan yang meliputi. Potensi longsor lereng, potensi daerah banjir, potensi tanah

    swelling, potensi adanya subsidence, potensi bahaya gempa bumi dan likuifaksi

    Kebutuhan yang meliputi. Kebutuhan air untuk keperluan sehari hari, mudahnya

    hubungan dengan daerah lain

    1.4 Metode Penelitian

    Pengumpulan data serta analisis dilakukan dengan cara pembobotan pada suatu fitur

    geologi berdasarkan potensinya terhadap keamanan dan kebutuhan hidup masyarakat,

    yang datanya didapatkan dari peta geologi regional. Pengolahan dilakukan dengan software

    ArcGIS.

  • 2

    1.5 Sistematika Pembahasan

    Sistematika pembahasan pada makalah ini akan dibagi menjadi beberapa bagian

    yang diterangkan sebagai berikut :

    BAB I PENDAHULUAN

    Terdiri dari latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi penelitian, Kondisi umum

    daerah penelitian, Pembatasan masalah, metode penelitian dan sistematika

    pembahasan.

    BAB II GEOLOGI REGIONAL

    Berisi pembahasan mengenai fisiografi dan tatanan tektonik serta struktur geologi

    regional daerah penelitian.

    BAB III LANGKAH PEKERJAAN

    BAB IV ANALISIS

  • 3

    BAB II

    Geologi Regional

    2.1 Fisiografi

    Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949), daerah

    penelitian termasuk ke dalam Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat (Gambar 2.1). Zona ini

    merupakan dataran tinggi yang berbentuk segitiga dengan puncaknya di sekitar Bandung

    dan memanjang dari barat ke timur, mulai dari Pangandaran bagian barat sampai ke Nusa

    Kambangan di bagian timur. Secara keseluruhan zona ini merupakan suatu geantiklin yang

    agak landai, dengan bentang alam yang dipengaruhi oleh proses pembentukan peremajaan

    (peneplain), pengangkatan dan adanya limpahan material rombakan hasil erosi. Erosi yang

    terjadi merupakan erosi usia lanjut yang membentuk lembah-lembah yang sangat lebar dan

    hampir rata. Adanya pengangkatan yang terus menerus mengakibatkan terjadinya kembali

    lembah-lembah yang dalam dan sempit. Pembentukan morfologinya dipengaruhi oleh

    proses geologi selama proses pembentukan, perbedaan sifat kekerasan dan jenis batuan

    serta struktur geologinya.

    Gambar 2.1 Pembagian jalur fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949)

    Berdasarkan Peta Geologi Lembar Sindangbarang dan Bandarwaru (Koesmono dkk,

    1996), daerah penelitian tersusun oleh batuan yang berumur Tersier hingga Kuarter. Batuan

    kemudian dikelompokkan menjadi beberapa formasi berdasarkan kesamaan genetiknya.

    Formasi batuan yang berumur Tersier terdiri dari Formasi Cimandiri (Tmc) berumur Miosen

  • 4

    Tengah, Formasi Bentang (Tmb) berumur Miosen Akhir, Anggota Kadupandak Formasi

    Bentang (Tmbk) berumur Miosen Akhir, Formasi Koleberes (Tmk) berumur Miosen Akhir

    sampai Pliosen, Formasi Beser (Tmbe) berumur Miosen Akhir, Anggota Cikondang Formasi

    Beser (Tmbec) berumur Miosen Akhir, dan Andesit Horenblenda (ha) berumur Pliosen.

    Litologi penyusun formasi tersebut bervariasi, pada umumnya merupakan batuan sedimen

    klastik dan batuan vulkanik yang terdiri dari batupasir, batulanau, batulempung,

    konglomerat, breksi, lava, tuf, batupasir tufan, dan tuf lapili, serta terdapat juga batuan

    terobosan berjenis andesit. Formasi batuan yang berumur Kuarter terdiri dari Endapan-

    endapan Piroklastika yang Tak Terpisahkan (Qtv) berumur Plistosen, Lahar dan Lava Gunung

    Kendeng (Ql(k,w)) berumur Plistosen serta Lava dan Lahar Gunung Patuha (Qv(p,l)) berumur

    Holosen. Litologi penyusun utama formasi tersebut berupa endapan vulkanik hasil letusan

    gunung api yang terdiri dari breksi, tuf, lahar dan lava.

    Gustiantini (2002) menjelaskan dalam hasil pemetaannya, geomorfologi yang

    terbentuk adalah pedataran fluvial, perbukitan denudasional, perbukitan struktural,

    perbukitan rempah gunungapi, dan kerucut intrusi. Stratigrafi dibagi menjadi enam satuan

    batuan, terurut dari tua ke muda, yaitu Satuan Breksi dari Formasi Jampang, Satuan

    Batupasir dari Formasi Bentang, Satuan Batupasir Tufan dari Formasi Koleberes, Intrusi

    Andesit dari Formasi Andesit Horenblenda, Lava Basalt dari Formasi Andesit Horenblenda,

    dan Satuan Aluvial. Struktur geologi yang berkembang adalah lipatan berarah barat laut

    tenggara dan sesar berarah barat lauttenggara dan barattimur .

    Ijabat (2011) menjelaskan dalam hasil pemetaannya, geomorfologi yang terbentuk

    adalah perbukitan sedimen agak curam dan perbukitan vulkanik curam. Stratigrafi dibagi

    menjadi tiga satuan batuan, terurut dari tua ke muda, yaitu Satuan Batupasir dari Formasi

    Koleberes, Satuan Breksi Vulkanik dan Satuan Tuf yang merupakan bagian dari endapan

    piroklastik yang tak terpisahkan. Struktur geologi yang berkembang adalah sesar naik yang

    berarah barat dayatimur laut akibat gaya kompresi berarah relatif barat lauttenggara

    pada periode tektonik PliosenPlistosen.

  • 5

    2.2 Tatanan Tektonik dan Struktur Geologi Regional

    Secara regional, struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian dan

    sekitarnya berupa sesar, lipatan, kelurusan, dan kekar yang dijumpai pada batuan berumur

    OligoMiosen sampai Kuarter. Sesar terdiri dari sesar geser yang umumnya berarah utara

    barat lautselatan tenggara serta utara selatan dan sesar normal berarah utara

    selatan/tenggara. Pola lipatan yang dijumpai berupa antiklin dan sinklin yang berarah

    baratdayatimurlaut dan barattimur. Kelurusan yang dijumpai diduga merupakan sesar

    berarah baratlauttenggara dan baratdaya timurlaut, melibatkan batuan berumur Kuarter.

    Kekar umumnya dijumpai dan berkembang baik pada batuan andesit yang berumur Oligo

    MiosenKuarter. Tektonika yang terjadi menghasilkan dua pola struktur yang berbeda,

    melibatkan batuan berumur Miosen Akhir menghasilkan suatu pengangkatan dan kemudian

    diikuti oleh terobosan batuan andesit berumur Pliosen terhadap Formasi Bentang. Formasi

    Cimandiri terlipatkan dan membentuk suatu antiklin dan sinklin berarah, sedangkan Formasi

    Beser, Bentang dan Formasi Koleberes tersesarkan yang membentuk sesar normal dan sesar

    geser.

    Gambar 2.2 Peta Geologi Lembar

    Sindangbarang dan Bandarwaru

  • 6

    Bab III

    Langkah Pengerjaan

    Dalam pembuatan peta tata guna lahan dapat digunakan beberapa factor geologi. Faktor

    geologi tersebut terdiri dari beberapa pembahasan seperti struktur geologi, stratigrafi, pola

    aliran sungai, kondisi hidrogeologi, lereng, dan elevasi dari daerah tersebut berikut ini

    adalah langkah-langkah pengerjaan dalam pembuatan peta tata guna lahan dengan

    menggunakan perangkat lunah ArcGIS dengan prinsip pembobotan dari beberapa factor

    geologi.

    1. Data dasar adalah data berupa peta geologi regional, peta hidrologi, dan peta kontur

    daerah penelitian. Untuk mengolah data dasar tersebut di perangkat lunak ArcGIS maka

    beberapa file tersebut harus menjadi file format tiff. Pengolahan ini dapat menggunakan

    secara langsung dengan ArcGIS. Di bawah ini merupakan beberapa langkah dalam

    membuat file dasar.

    2. Setelah data dasar tersebut, maka langkah selanjutnya adalah dengan membuat digitasi

    area sesuai dengan data dasar, yaitu digitasi geologi regional berupa litologi, struktur

    geologi, dan sungai. Digitasi hidrogeologi mencangkup area dengan beberapa

    karakteristik akuifer, digitasi data digital elevation model (DEM) berupa lereng dan

    ALUR PENGERJAAN

    Pengolahan Data Dasar

    Digitasi Area

    Konversi Peta Dasar menjadi Peta Raster

    Pembobotan Setiap Peta

    Kompilasi Semua Peta untuk Membentuk Peta Tata Guna Lahan

    Layout Hasil Peta

  • 7

    elevasi. Dibawah ini beberapa langkah dalam membuat beberapa digitasi dan hasil

    digitasi file peta dasar.

    Gambar 3.1 Pembuatan digitasi litologi. Gambar kiri sebelum digitasi dan gambar kanan setelah

    digitasi.

    Gambar 3.2 Pembuatan struktur geologi. Gambar kiri merupakan basemap dengan struktur geologi

    dan gambar kanan merupakan peta hasil digitasi dengan struktur geologi.

    Gambar 3.3 Pembuatan peta persebaran sungai. Gambar kiri merupakan basemap dengan alur

    persebaran sungai dan gambar kanan merupakan peta hasil digitasi dengan alur persebaran sungai.

  • 8

    Gambar 3.4 Pembuatan peta kemiringan lereng. Gambar kiri merupakan basemap dengan pembagian

    wilayah dengan kemiringan yang berbeda dan gambar kanan merupakan peta hasil digitasi yang

    merupakan pembagian wilayah berdasarkan kemiringan lereng.

    Gambar 3.5 Pembuatan peta daerah tingkatan kerawanan bahaya. Gambar kiri merupakan basemap

    tingkatan bahaya daerah kerja dan gambar kanan merupakan peta hasil digitasi yang menggambarkan

    tingkatan bahaya daerah kerja.

    3. Langkah setelah pembuatan digitasi atau area yang ditentukan, maka data tersebut

    dikonversi menjadi data raster yang akan digunakan dalam pembobotan untuk

    pembuatan peta tata guna lahan.

  • 9

    4. Setelah semua file dasar yang menjadi beberapa parameter geologi dalam membuat

    peta tata guna lahan maka langkah selanjutnya adalah dengan memberikan

    pembobotan. Nilai pembobotan sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan sekitar.

    Dibawah ini merupakan langkah pembobotan di perangkat lunak ArcGIS.

  • 10

    5. Setelah melakukan pembobotan, langkah selanjutnya adalah dengan mengkompilasi

    semua peta dasar berbentuk raster dengan nilai bobot untuk mengetahui kompilasi

    parameter geologi dan lingkungan untuk mendapatkan peta tata guna lahan. Dibawah

    ini merupakan beberapa langkah dalam membuat kompilasi parameter geologi dan

    lingkungan dengan perangkat lunak ArcGIS

  • 11

    6. Setelah proses kompilasi selesai, langkah selanjutnya adalah dengan menlayout peta

    hasil kompilasi untuk disajikan dalam laporan pembuatan peta tata guna lahan.

  • 12

    BAB IV

    Analisis

    Berdasarkan besarnya aspek-aspek berikut terhadap nilai guna lahan maka, kami

    melakukan pembobotan sebagai berikut:

    1. Kedekatan dengan pemukiman

    a. Dekat: poin6 : karena suatu lahan yang dekat dengan pemukiman akan

    memberiikan kemudahan akses dan fasilitas

    b. Jauh: poin3 : karena suatu lahan yag jauh dari pemukiman akan kesulitan akses

    dan fasilitas namun ada sedikit keuntungan yaitu lebih bebas dalam melakukan

    aktifitas

    2. Litologi, kami melakukan pembebanan pada litologi berdasarkan umurnya karena kami

    menyimpulkan. Makin tua umur suatu batuan makin dalam dia terkubur maka makin

    kompaklah dia dan makin aman untuk didirikan suatu bangunan. Maka dari itu

    pembobotannya sebagai berikut:

    a. Tmc: 5

    b. Tmcs: 4

    c. Tm: 3

    d. Q1: 2

    e. Q2: 1

    3. Struktur, keberadaan struktur sangat merugikan, selain dapat menimbulkan gempa

    keberadaan struktur pun dapat menjadi bidang lemah yang menyebabkan keruntuhan

    bangunan maka dari itu daerah dengaran radius 500m dari keberadaan struktur diberi

    poin 1

    4. Sungai, keberadaan sungai dapat memberi dampak positif maupun negative, positifi nya

    adalah dapat memberikan supply air, negatifnya adalah dapat menyebabkan banjir

    maka dari itu diberi poin tengah 5

  • 13

    5. Akuifer, keberadaan akuifer sangat penting bagi nilai guna lahan, tentu saja akifer yang

    lebih produktif akan memberikan manfaat yang lebih bagi suatu lahan maka dari itu

    pembobotan akuifer dilakukan seperti berikut:

    a. Produktif: 10

    b. Sedang : 5

    c. Rendah : 2,5

    d. Kering : 0

    6. Elevasi, elevasi tinggi cenderung dengan daerah pegunungan yang memiliki lereng

    curam dan akses yang jauh. Sedangkan elevasi rendah cenderung berasosiasi dengan

    daerah pemukiman dan kota yang lerengnya landau dan mudah diakses maka dari itu

    kami melakukan pembebanan sebagai berikut

    a. Tingggi : 3

    b. Rendah : 5

    7. Slope, berhubungan dengan factor keamanan dari segi geologi teknik, slope yang tinggi

    akan cenderung dengan tingginya potensi bencana seperti longsor dan memang tidak

    bisa juga membangun pada slope yang tinggi. Sementara yang itu slope yang rendah

    cenderung aman dan lahan bisa digunakan untuk berbagai bangunan. Maka kami

    melakukan pembobotan sebagia berikut:

    a. Tinggi : 0

    b. Rendah: 10

    Berdasarkan pembobotan tersebut maka peta tata guna lahan kami menjadi seperti

    berikut:

  • 14

    Zona awas: karena dekat dengan bahaya letusan gunung api, pada zona struktur, berada di

    daerah slope yang memiliki sudut tinggi dimana memiliki jenis litologi relatif muda yang

    kurang resisten sehingga rentan untuk longsor

    Zona bahaya: merupakan zona yang lebih baik dari zona awas. Area ini memiliki potens

    bencana geologi akibat aktivitas tektonik dan dekat dengan zona struktur.

    Zona banjir: karena berada di ujung slope gunung dan berada di batas perubahan litologi

    yang memiliki slope relative lebih landau dan juga merupakan ujung dari aliran sungai,

    sehingga berpotensi untuk menjadi suatu dataran banjir.

    Zona menengah: berada relatif jauh dari sungai sehingga kurang direkomendasikan untuk

    pemukiman penduduk namun jauh dari bencana.

    Zona rekomendasi pemukiman: berada di dekat sumber sungai, slopenya rendah, batuan

    kompak, sehingga direkomendasikan untuk pemukiman penduduk.

  • 15

    DAFTAR PUSTAKA

    Darman, H. dan Sidi, H. (eds.), 2000, An Outline of the Geology of Indonesia, Indonesian

    Geologists Association publication, Jakarta

    Hamilton, W., 1979, Tectonics of the Indonesian Regions, U.S.Goverment Printing Office:

    Washington.

    Martodjojo, S., 1984, Evolusi Cekungan Bogor Jawa Barat, Disertasi Doktor, ITB, Bandung.

    (tidak diterbitkan)

    M. Djuri, H. Samodra, T.C.Amin dan S. Gafoer. 1996. Peta Geologi Lembar Purwokerto dan

    Tegal, Jawa. Direktorat Geologi, Departemen Pertambangan dan Energi, Republik

    Indonesia

    S. Asikin, A. Handoyo, H. Busono dan S. Gafoer. 1992. Peta Geologi Lembar Kebumen, Jawa.

    Direktorat Geologi, Departemen Pertambangan dan Energi, Republik Indonesia

    http://geoenviron.blogspot.com/2011/12/tatanan-tektonik-pulau-jawa.html [diunduh pada

    Kamis, 10 Juli 2014 pukul 21.00 WIB]

    http://suarageologi.blogspot.com/2011/06/geologi-regional-karang-sambung-

    kebumen.html [diunduh pada Kamis, 10 Juli 2014 pukul 21.00 WIB]

    http://suarageologi.blogspot.com/2011/06/geologi-regional-karang-sambung-

    kebumen.html [diunduh pada Kamis, 10 Juli 2014 pukul 21.00 WIB]