isi.doc

39
Referat “Manajemen Hipertensi” BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, dan berkaitan dengan pola perilaku hidup masyarakat itu sendiri. Dimana tekanan darah yang tinggi bila ditinjau dari prevalensi yang cukup tinggi dan akibat yang ditimbulkan merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi sendiri tidak menunjukan gejala maka sering baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ misalnya gangguan fungsi jantung atau gangguan koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau dengan keluhan lain. Penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup kearah yang lebih sehat. 1 Tekanan darah yang tinggi menyebabkan kerusakan target organ hipertensi, seperti otak, jantung, ginjal, mata, dan pembuluh darah. Hasil studi jangka panjang dari Framingham selama dua puluh tahun, terlihat hubungan semakin tinggi tekanan darah, semakin besar resiko menderita penyakit jantung koroner, stroke, dan gagal jantung kongestif. Berdasarkan hal ini, tekanan darah yang tinggi mesti diturunkan ke nilai normal, untuk menghindari kerusakan organ target. Dengan Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kudus Periode 19 September – 26 November 2011 1

Upload: arif

Post on 16-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Referat

Manajemen Hipertensi

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, dan berkaitan dengan pola perilaku hidup masyarakat itu sendiri. Dimana tekanan darah yang tinggi bila ditinjau dari prevalensi yang cukup tinggi dan akibat yang ditimbulkan merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi sendiri tidak menunjukan gejala maka sering baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ misalnya gangguan fungsi jantung atau gangguan koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau dengan keluhan lain. Penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup kearah yang lebih sehat. 1

Tekanan darah yang tinggi menyebabkan kerusakan target organ hipertensi, seperti otak, jantung, ginjal, mata, dan pembuluh darah. Hasil studi jangka panjang dari Framingham selama dua puluh tahun, terlihat hubungan semakin tinggi tekanan darah, semakin besar resiko menderita penyakit jantung koroner, stroke, dan gagal jantung kongestif. Berdasarkan hal ini, tekanan darah yang tinggi mesti diturunkan ke nilai normal, untuk menghindari kerusakan organ target. Dengan penanggulangan yang tepat maka angka morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, serebrovaskular serta progresifitas penyakit ginjal akibat hipertensi dapat diturunkan.4

1.2 Epidemiologi

Walaupun peningkatan tekanan darah bukan merupakan bagian normal dari ketuaan, insiden hipertensi pada lanjut usia adalah tinggi. Setelah umur 69 tahun, prevalensi hipertensi meningkat sampai 50%. Pada tahun 1988-1991 National Health and Nutrition Examination Survey menemukan prevalensi hipertensi pada kelompok umur 65-74 tahun sebagai berikut: prevalensi keseluruhan 49,6% untuk hipertensi derajat 1 (140-159/90-99 mmHg), 18,2% untuk hipertensi derajat 2 (160-179/100-109 mmHg), dan 6.5% untuk hipertensi derajat 3 (>180/110 mmHg). Prevalensi HCT adalah sekitar berturut-turut 7%, 11%, 18% dan 25% pada kelompok umur 60-69, 70-79, 80-89, dan diatas 90 tahun. HST lebih sering ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki. Pada penelitian di Rotterdam, Belanda ditemukan: dari 7983 penduduk berusia diatas 55 tahun, prevalensi hipertensi (160/95 mmHg) meningkat sesuai dengan umur, lebih tinggi pada perempuan (39%) dari pada laki-laki (31%). Di Asia, penelitian di kota Tainan, Taiwan menunjukkan hasil sebagai berikut: penelitian pada usia diatas 65 tahun dengan kriteria hipertensi berdasarkan JNVC, ditemukan prevalensi hipertensi sebesar 60,4% (laki-laki 59,1% dan perempuan 61,9%), yang sebelumnya telah terdiagnosis hipertensi adalah 31,1% (laki-laki 29,4% dan perempuan 33,1%), hipertensi yang baru terdiagnosis adalah 29,3% (laki-laki 29,7% dan perempuan 28,8%). Pada kelompok ini, adanya riwayat keluarga dengan hipertensi dan tingginya indeks masa tubuh merupakan faktor risiko hipertensi. Ditengarai bahwa hipertensi sebagai faktor risiko pada lanjut usia. Pada studi individu dengan usia 50 tahun mempunyai tekanan darah sistolik terisolasi sangat rentan terhadap kejadian penyakit kardiovaskuler.2,31.3 Definisi Hipertensi

Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor utama yaitu :2

1. Volume cairan yang mengisi pembuluh darah besarnya ditentukan oleh curah jantung,

2. Tahanan pembuluh darah tepi (resistensi perifer) terhadap aliran darah yang mengalir.

Hasil pengukuran langsung atau tidak langsung tekanan darah sistolik den tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik merefleksikan nilai curah jantung, bila kompliens aorta normal. Meningkatnya curah jantung akan menaikan tekanan darah sistolik. Sedangkan curah jantung ditentukan oleh isi sekuncup dikalikan frekuensi denyut jantung. Karena itu, tekanan darah sistolik sangat mudah berubah atau bervariasi dalam periode waktu yang singkat, sesuai dengan aktifitas tubuh. Tekanan darah sistolik akan meningkat pada orang yang cemas, baru naik tangga, jalan cepat, selesai makan dan minum.1,4

Kontras, tekanan darah diastolik yang merefleksikan resistensi perifer hanya akan berubah pada aktifitas fisik yang berat dan perubahan yang terjadi hanya sedikit. Pada orang yang terlatih atau olahragawan, pada aktifitas fisik yang berat terdapat penurunan tekanan darah diastolik walaupun relatif kecil. Hal ini disebabkan pengaruh mekanisme lokal zat metabolit dan respon miogenik yang bersifat vasodilatasi, dikenal sebagai respon hiperemis. Sebaliknya pada orang yang tidak terlatih, aktifitas fisik yang berlebihan dapat menaikan tekanan darah diastolik.2

Jadi tekanan darah memberikan informasi tentang curah jantung dan resistensi perifer maka disebutkan tekanan darah adalah refleksi kardiovaskular. Sedangkan Hipertensi adalah kondisi abnormal (disorder) dari hemodinamik. Jadi hipertensi merefleksikan gangguan fungsi sistem kardiovaskular yang mengatur sirkulasi darah keseluruh tubuh, dengan konsekuensi meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Bila penyebab hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya disebut hipertensi esensial (primer), frekuensinya berkisar 95-98%. Sedangkan yang dapat diketahui penyebabnya disebut hipertensi sekunder, frekuensinya berkisar 2-5%.1,3BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Etiologi

Berdasarkan penyebeb hipertensi, dapat diklasifikasikan sebagai:

a) Hipetensi primerHipertensi primer didefinisikan sebagai hipertensi yang tidak disebabkan oleh adanya gangguan organ lain seperti ginjal dan jantung. Hipertensi ini dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti faktor keturunan, pola hidup yang tidak seimbang, keramaian, stress dan pekerjaan. Sikap yang dapat menyebabkan hipertensi seperti konsumsi tinggi lemak, garam, aktivitas yang rendah, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan kafein. Sebagian besar hipertensi primer disebabkan oleh faktor stress.6b) Hipertensi sekunderHipertensi yang disebabkan oleh gangguan ginjal, endokrin dan kekakuan dari aorta. Kondisi stress dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, karena saat seseorang dalam kondisi stress akan terjadi pengeluaran beberapa hormon yang akan menyebabkan penyempitan dari pembuluh darah dan pengeluaran cairan lambung yang berlebihan, akibatnya seseorang akan mengalami mual, muntah, mudah kenyang, nyeri lambung yang berulang, dan nyeri kepala. Kondisi stress yang terus dapat menyebabkan komplikasi hipertensi pula. Pola hidup yang tidak seimbang, merupakan sikap hidup yang tidak tepat komposisi antara asupan makanan, olah raga dan istirahat, sehingga menimbulkan gejala awal seperti obesitas yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan lain seperti kencing manis, dan gangguan jantung.6Konsumsi garam berlebihan, dapat menimbulkan darah tinggi diakibatkan oleh peningkatan kekentalan dari darah, sehingga jantung membutuhkan tenaga yang lebih untuk mendorong darah sampai ke jaringan paling kecil.6

Kebiasaan konsumsi alkohol, kafein, merokok dapat menyebabkan kekakuan dari pembuluh darah sehingga kemampuan elastisitas pada saat mengalami tekanan yang tinggi menjadi hilang.6

2.2 Patofisiologi Hipertensi

Baik TDS (Tekanan Darah Sistol) maupun TDD (Tekanan Darah Diastol) meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. TDS meningkat secara progresifsampai umur 70-80 tahun, sedangkan TTD meningkat sampai umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun, kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya kekakuan pembuluh darah dan penurunan kelenturan (compliance) arteri dan ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur. Seperti diakui tekanan nadi merupakan prediktor terbaik dari adanya perubahan struktural dalam arteri. Mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari ketuaan normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur. Perubahan ini menyebabkan penurunan compliance aorta dan pembuluh darah besar dan mengakibatkan peningkatan TDS. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer. Sensitivitas baroreseptor juga berubah seiring dengan umur. Perubahan mekanisme refleks baroreseptor mungkin dapat menerangkan adanya variabilitas tekanan darah yang terlihat pada pemantauan terus menerus. Penurunan sensitivitas baroreseptor juga menyebabkan kegagalan refleks postural, yang mengakibatkan hipertensi pada usia lanjut sering terjadi hipotensi ortostatik. Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik- dan vasokonstriksi adrenergik- akan menyebabkan kecenderungan vasokonstriksi dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah. Resistensi natrium akibat peningkatan asupan dan penurunan sekresi juga berperan dalam terjadinya hipertensi. Walaupun ditemukan penurunan renin plasma dan respon renin terhadap asupan garam, sistem renin-angiotensin tidak mempunyai peranan utama pada hipertensi pada lanjut usia. Perubahan-perubahan di atas bertanggung jawab terhadapa penurunan curah jantung (cardiac output), penurunan denyut jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikel kiri dan disfungsi diastolik. Ini menyebabkan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus.52.3 Klasifikasi Hipertensi

Pada tabel di bawah ini menyajikan klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa dari umur 18 atau lebih. Yang dimana klasifikasi dibuat berdasarkan rata-rata dua atau lebih pengukuran, dan pembacaan tekanan darah berdasarkan dua atau lebih kunjungan pasien.7

Prehipertensi tidak termasuk dalam suatu kategori penyakit. Sebaliknya, itu adalah sebutan yang dipilih untuk mengidentifikasi individu yang memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi hipertensi, sehingga baik pasien dan dokter yang dihadapkan pada resiko ini diharapkan untuk ikut campur tangan dalam mencegah dan menunda penyakit itu berkembang. Pada orang-orang yang masuk dalam klasifikasi prehipertensi tidak disarankan untuk mendapatkan terapi-terapi hipertensi berdasarkan tingkat tekanan darahanya, namun harus ditegaskan untuk berlatih gaya hidup dan memodifikasinya dalam rangka untuk mengurangi resikonya di masa depan untuk menjadi hipertensi. Selain itu individu dengan prehipertensi, yang dimana juga memiliki diabetes atau penyakit ginjal, harus dipertimbangkan untuk mendapatkan terapi obat yang tepat jika perubahan pola gaya hidup gagal untuk mengurangi tekanan darah mereka menjadi 130/80 mmHg atau kurang.7Menurut JNC 7 untuk individu dengan hipertensi dan tidak memiliki kondisi yang mendesak lainnya (hipertensi murni), target tekanan darah yang harus dicapai setelah pengobatan adalah < 140/90 mmHg. Sedangkan target untuk individu dengan prehipertensi dan tanpa indikasi yang mendesak untuk menurunkan tekanan darah ke level normal, dapat dengan memodifikasi lifestyle guna untuk mencegah kenaikan tekanan darah yang progresif.72.4 Penatalaksanaan Hipertensi

A. Metode Pengukuran Tekanan Darah

Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar WHO dengan alat standar manometer air raksa. Untuk menegakkan diagnosis hipertensi perlu dilakukan pengukuran tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah 50 tahun, akan mencapai target TDD yang diinginkan saat target TDS terpenuhi, sehingga yang menjadi fokus utama dalam pemberian terapi hipertensi adalah TDS. Menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi sampai ke tekanan darah sasaran (140/90 mmHg), berarti kita juga menurunkan resiko pasien tersebut untuk mendapatkan komplikasi-komplikasi CVD. Pada pasien hipertensi dengan diabetes dan penyakit ginjal target tekanan darahnya adalah 130/80 mmHg.D. Modifikasi gaya hidup

Adopsi gaya hidup sehat untuk semua orang adalah penting untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang sangat diperlukan dalam pengelolaan hipertensi. Penurunan berat badan sedikit (4,5 kg) dapat mengurangi tekanan darah dan/ atau mencegah hipertensi dalam proporsi yang besar terutama pada orang-orang memiliki kelebihan berat badan (overweight). Diet sodium harus dikurangi untuk tidak lebih dari 100 mmol perhari (2,4 gr natrium). Setiap orang yang mampu harus terlibat dalam akitfitas fisik aerobik secara teratur seperti jalan cepat (berjalan minimal 30 menit per hari).7Asupan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 1 ons (30 ml) etanol. Modifikasi pola hidup dapat mengurangi tekanan darah, mencegah atau menunda timbulnya hipertensi, meningkatkan efikasi obat antihipertensi, dan mengurangi resiko kardiovaskuler. Kombinasi dua atau lebih modifikasi gaya hidup dapat mencapai hasil yang lebih baik. Untuk mengurangi resiko kardiovaskuler secara keseluruhan, pasien harus sangat dianjurkan untuk berhenti merokok.7E. Terapi farmakologik

Sejumlah besar obat yang tersedia saat ini diperuntukan untuk mengurangi tekanan darah. Lebih dari dua pertiga dari individu dengan hipertensi yang tidak dapat dikontrol dengan satu macam obat dan akan membutuhkandua atau lebih antihipertensi agen yang dimana di pilih obat dari kelas yang berbeda.7Sejak tahun 1998, dilakukan banyak percobaan untuk menemukan agent baru CCB, ACEI, Alpha-1 reseptor bloker, ARB, diuretic, dan BB dimana banyak dari penelitian ini menemukan bahwa suatu kelas baru bekerja lebih baik dibandingkan yang lain tergantung pada kondisi pasien. Losartan (ARB) menurunkan resiko CVD sebanyak 13% dibandingkan Atenolol (BB). Untuk sekarang belum banyak hasil penelitian yang membandingkan kerja ARB dengan Diuretik. Dari keseluruhan percobaan obat-obat tersebut mempunyai efek yang hampir sama untuk perlindungan terhadap kardiovaskular dalam menurunkan tekanan darah walaupun sebenarnya hasil akhirnya mungkin berbeda untuk masing-masing kelas. Tidak ditemukan adanya perbedaan hasil antara dihidropyridine dengan nondihidropyridine dalam penelitian morbiditas hipertensi. Dalam data yang lain CCB kerja singkat tidak dianjurkan untuk penatalaksanaan hipertensi.7

F. Follow-up dan monitoring

Setiap pasien yang mendapatkan terapi obat antihipertensi tahap awal harus kembali dengan interval satu bulan untuk pemantauan hasil terapi apakah target penurunan tekanan darah telah tercapai atau tidak. Kunjungan lebih sering lagi apabila pasien termasuk dalam hipertensi grade II atau disertai faktor resiko atau komorbid. Kadar kalium dan creatinine juga dimonitor minimal satu sampai dua kali dalam satu tahun. Setelah tekanan darah terkontrol dengan stabil kunjungan dengan interval 3 sampai 6 bulan. actor komorbid seperti HF berhubungan dengan diabetes, dan membutuhkan pemeriksaan laboratorium setiap kunjungan. Adanya faktor resik penyakit KV lain harus juga dimonitor dan terapi sesuai jenisnya oleh karena sasarannya berbeda-beda. Rokok harus dihentikan. Aspirin dosis rendah boleh diberikan bila tekanan darah sudah terkontrol, oleh karena akan meningkatkan resiko stroke hemoragik bila tekanan darah belum terkontrol.72.5 Hambatan dalam manajemen hipertensiA. Akurasi dalam pengukuran tekanan darah

Masalah masalah yang mempengaruhi keakuratan pengukuran tekanan darah berhubungan dengan ketepatan alat, kesalahan pengamat, dan teknik pengukuran. Karena dampak terhadap lingkungannya, maka penggunaan sphygmomanometers merkuri dihindari tanpa ada pengganti yang sama akuratnya. Sphygmomanometers Elektronik dan aneroid membutuhkan validasi yang teratur, dan jika tidak akurat harus diperbaiki serta dikalibrasi. Alat ini hanya dapat divalidasikan dengan sphygmomanometers merkuri menggunakan konektor Y.8

Ketika berbicara saat pengukuran, dapat menaikan tekanan darah 10 hingga 15 mmHg ketika pengukuran sehingga mengakibatkan bacaan yang tidak tepat. Penggunaan ukuran manset yang salah dapat juga mempengaruhi akurasi pengukuran, manset yang terlalu kecil menyebabkan peningkatan palsu sedangkan terlalu besar dapat menurunkan bacaan tekanan darah.8Adanya the White Coat Effect and reverse coat effect, dapat juga mempengaruhi ketepatan pembacaan tekanan darah kliniknya. Untuk mendiagnosa dan menilainya, diperlukan pembacaan tekanan darah di luar pengaturan klinik. Ini dapat dilakukan dengan memonitor tekanan darah pasien dengan menggunakan monitor tekanan darah yang valid dan atau dengan rawat jalan dimana adanya batasan normal yang berbeda.8B. Hipertensi sekunder

Pasien yang tampaknya tidak bereaksi dengan terapi, mungkin memiliki penyebab sekunder yang mendasari mereka memiliki hipertensi. Tidak semua pasien dengan feokromositoma menampilkan gejala klasik berupa takikardia serta episode dari pucat dan berkeringat.

Demikian pula, kejadian hiperaldosteronisme (sindrom Conn) jauh lebih tinggi dari biasanya, 1% dari 10% pasien memiliki hipertensi. Lebih dari 95% pasien dengan hiperaldosteronisme yang normokalemic, meniadakan pengukuran konsentrasi plasma kalium sebagai tes skriningnya. Rasio ini dapat dipengaruhi oleh berbagai agen antihipertensi, yang dapat mengubah kadar renin atau aldosteron. Obat lain yang dapat mempengaruhi renin dan / atau tingkat aldosteron, antara lain angiotensin converting enzyme termasuk (ACE) inhibitor, angiotensin receptor blocker (ARB), diuretik dan pil kontrasepsi oral.8C. Penggunaan prohipertensi

Agen seperti NSAIDs, termasuk COX-2 inhibitor, menyebabkan resistensi terapi pada pasien hipertensi. Selain itu, efektivitas inhibitor ACE dan ARB dapat membaik atau seluruhnya hilang karena asupan diet tinggi garam. Sehingga Pengukuran ekskresi natrium urin 24 jam dapat memaparkan apakah ini penyebabnya.8D. Kepatuhan pasienKepatuhan pengobatan hipertensi merupakan bagian yang penting dan berkontribusi terhadap kegagalan pencapaian target tekanan darah. Efek samping dari pengobatan juga mengambil peran dalam meningkatkan maupun menurunkan tekanan darah, hal ini harus diinformasikan kepada dokter, terutama pada pasien usia tua yang kebanyakan mendapatkan pengobatan yang multiple, termasuk penyakit-penyakit seperti diabetes, hiperlipidemia sehingga dokter dapat memilih jenis obat yang dapat digunakan secara efektif dan efisien (sehingga obat yang diberikan tidak terlalu banyak dan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam berobat)82.6 Compelling IndicationIndicationDrug Class

Diabetes MellitusACEI/ ARB/ B Bloker/ Diuretik/ AA

Diabetes dengan ProteinuriACEI/ ARB/ Verapamil/ Diltiazem

CHFACEI/ ARB/ B Bloker/ Diuretik

Renal InsufisiensiACEI/ ARB

Cerebrovaskular DiseaseTiazid/ ACEI/ ARB/ Amlodipin

Post Miokard InfarkB Bloker/ ACEI/ AA

AnginaB Bloker/ CCB

Atrial FibrilasiB Bloker/ verapamil/ diltiazem

Essential Tremor/ hipertiroidismeB Bloker

Isolated Sistolik HipertensiACEI/ Nitrat, tiazid, Dihidropiridine

Disfungsi SistolikB Bloker/ verapamil/ diltiazem/ ACEI

MigrainB Bloker/ verapamil/ diltiazem

OsteoporosisTiazid

KehamilanMetil dopa, Hidralazon

BPHAlpha 1 bloker

Disfungsi ereksiARB, ACEI, CCB

Obstruktif sleep apnueCPAP (continous positive airway pressure), AA, tiazid, CCB

DislipidemiaAlpha 1 bloker, ACEI

2.7 Hipertensi dengan kondisi khususA. Hipertensi dengan penyakit ginjal

Pasien hipertensi banyak ditemukan di masyarakat dan sekalipun telah diterapi masih banyak yang tekanan darahnya tidak terkontrol. Hal ini disebabkan karena kombinasi obat yang tidak sesuai dan banyak obat-obatan yang mempunyai efek samping dan kontra indikasi. Sehingga diperlukan obat anti hipertensi yang dapat digunakan oleh pasien hipertensi yang dapat di toleransi dengan baik dan mempunyai efek samping yang minimal sehingga ketaatan pemakaiannya juga lebih baik. Penyakit ginjal dapat menyebabkan hipertensi dan sebaliknya hipertensi juga dapat menggangu fungsi ginjal.2Bila ada gangguan fungsi ginjal, maka haruslah dipastikan dahulu apakah hipertensi menimbulkan gangguan fungsi ginjal (hipertensi lama, hipertensi primer) ataupun gangguan/ penyakit ginjalnya yang menimbulkan hipertensi. Masalah ini lebih bersifat diagnostic, karena penanggulangan hipertensi pada umumnya sama, kecuali pada hipertensi sekunder (renovaskular, hiperaldosteron primer) dimana penanggulangan hipertensi banyak dipengaruhi etiologi penyakit.11) Hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal

Pada keadaan ini oenting diketahui derajat gangguan fungsi ginjal (CCT, Kreatinin) dan derajat proteinuri

Pada CCT 30 % pada pemberian ACEI maka obat tersebut harus dihentikan

Penyakit glomerolus kronik:Tekanan darah normal tinggi

Terjadi gangguan pada system RAA yang menyebabkan gangguan hormonal enzimatik yang bersifat multikompleks dan berperan dalam terjadnya peningkatan tekanan darah.

Pengobatan diperlakukan seperti pada hipertensi dengan penyakit glomerulus akut. Pada pasien ini dapat ditemukan pembesaran ventrikel kiri walaupun tekanan darah masih dalam rentang normal sehingga pemerian ACEI atau ARB dapat dipakai.

Pada gagal ginjal terjadi penumpukan garam yang membutuhkan penurunan asupan garam/ diuretic golongan furosemid/ dialysis. Penyakit ginjal renovaskuler baik stenosis arteri renalis maupun aterosklerosis renal dapat ditanggulangi secara intervensi (stenting/operasi) ataupn medical (pemakaian ACEI dan ARB) tidak dianjurkan bila diperlukan terapi obat.Aldosteronisme primer (baik karena adenoma maupun hyperplasia kelenjar adrenal) dapat ditanggulangi secara medical (dengan obat antialdosteron) ataupun intervensi. Disamping hipertensi, derajat proteinuri ikut menentukan progresi gangguan fungsi ginjal, sehingga proteinuri perlu ditanggulangi secara maksimal dengan pemberian ACEI/ ARB dan CCB golongan non dihidropiridin.

Pedoman pengobatan hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal

1. Tekanan darah diturunkan sampai < 130/80 mmHg (untuk mencegah progresi gangguan fungsi ginjal)2. Bila ada proteinuria dipakai ACEI / ARB (sepanjang tidak ada kontra indikasi)3. Bila proteinuria > 1 gr/24 jam tekana darah diusahakan lebih rendah ( 125/75 mmHg)4. Perlu perhatian untuk perubahan fungsi ginjal pada pemakaian ACEI/ ARB (Creatinin tidak bole naik > 20% dan kadar kalium (hiperkalemia)).B. Hipertensi dengan diabetes melitus

Pengobatan hipertensi telah terbukti efektif dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular dan serebrovaskuler. Hipertensi merupakan faktor resiko utama terjadinya kerusakan pembuluh darah dan organ-organ target. Pada hipertensi dengan penyakit penyerta memerlukan pengobatan yang lebih efisien mengingat kelompok ini merupakan kelompok beresiko tinggi.1

Pengobatan hipertensi dilakukan bila tekanan darah sistolik 130 mmHg dan/ atau tekanan diastolic 80 mmHg. Sasaran target penurunan tekanan darah adalah < 130/80 mmHg. Bila disertai proteinuria 1 gram/24 jam maka target tekanan darah menjadi < 125/75 mmHg. Harus diingat bahwa pencapaian target ini tidaklah mudah. Sering harus memakai kombinasi obat dengan berbagai efek samping dan harga obat yang kadang sulit dijangkau oleh pasien. Hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah tercapainya tekanan darah yang ditargetkan apapun jenis obat yang dipakai. Tetapi karena ACEI dan ARB dikenal mempunyai efek antiproteinutik maupun renoproteksi yang baik, maka obat-obatan ini sebagai awal pengobatan hipertensi pada pasien DM.2Pengelolaannya :

Non Farmakologis yaitu berupa perubahan gaya hidup, antara lain : menurunkan berat badan, meningkatkan aktifitas fisik, menghentikan merokok dan alcohol, serta mengurangi konsumsi garam.

Farmakologis. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti-hipertensi :

Pengaruh terhadap profil lipid

Pengaruh terhadap metabolisme glukosa

Pengaruh terhadap resistensi insulin

Pengaruh terhadap hipoglikemia terselubung

Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan :

ACEI

ARB

Beta Blocker

Diuretik dosis rendah

Alfa blocker

CCB golongan dihidropiridin

Pada penderita diabetes dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan darah diastolic antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis.

Penderita dengan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolic 90 mmHg, disamping perubahan gaya hidup dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung. Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan monoterapi.2Dalam sebuah penelitian yang membandingkan pengobatan hipertensi dengan menggunakan Diuretika dosis rendah yaitu Chloratadine (12,5 mg/ hari) dan Beta Blocker yaitu Atenolon (25 mg/hari) dengan placebo secara acak dan berganda samar pada penderita hipertensi. Dalam follow up selama 5 tahun di dapati penggurangan kejadian kardiovaskular pada seluruh penderita sebesar 34% dibandingkan dengan placebo. Kejadian kumulatif kardiovaskuler per 100 penderita selama 5 tahun sebesar 21,4 % pada terapi aktif dan 31,5 % pada placebo pada penderita-penderita dengan DM tipe II.

Pengobatan Ca antagonis (Felodipin) dikombinasikan dengan ACEI atau Beta bloker didapatkan pengurangan kejadian kumulatif kardiovaskular per 1000 penderita yang lebih besar dijumpai pada diabetic dibandingkan non diabetic sesuai dengan penurunan TD diastolic.

ACEI selain efek antihipertensinya juga bermanfaat menurunkan eksresi albumin urine pada hipertensi diabetic. Seperti diketahui mikroalbuminuria merupakan petanda terhadap kerusakan kardiovaskular dan organ target. Dalam sebuah penelitian yang meneliti efek Lisinopril (10-20 mg/hari) dan Nifedipin R (40-80 mg/hari) pada penderita DM dengan mikro albuminuria dijumpai bahwa kedua jenis obat dapat menurunkan tekanan darah sama baiknya akan tetapi penurunan eksresi albumin urine lebih bermakna pada kelompok yang menggunakan Lisinopril.

Jadi dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa pengobatan farmakologik tahap I pada hipertensif diabetic adalah ACEI atau Diuretik/ beta blocker. Bila TD belum terkontrol dapat ditambahkan Ca antagonis.3Berbagai penelitian klinik jangka panjang (5-7 tahun) dengan melibatkan ribuan pasien telah menunjukan bahwa pengendalian kadar gula darah secara intensif akan mencegah progresivitas dan mencegah timbulnya penyakit kardiovaskular, baik pada pasien DM Tipe I maupun DM Tipe II. Oleh karena itu perlu sekali diupayakan agar terapi ini dilaksanakan sesegera mungkin. Yang dimaksud dengan pengendalian secara intensif adalah pencapaian kadar HbA1c < 7 %, kadar gula darah preprandial 90 - 130 mg/dL, post prandial < 180 mg/dL.1C. Hipertensi pada usia lanjutHipertensi pada usia lanjut mempunyai prevalensi yang tinggi, pada usia diatas 65 tahun di dapatkan antara 60-80%. Selain itu prevalensi gagal jantung dan stroke juga tinggi, keduanya merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu, penanggulangan hipertensi amat penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada usia lanjut.

Sekitar 60 % hipertensi pada lanjut usia adalah hipertensi sistolik terisolasi dimana terdapat kenaikan tekanan darah sistolik disertai penurunan tekanan darah diastolic. Selisih dari tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolic yang disebut sebagai tekanan nadi (pulse pressure), terbukti sebagai predictor morbiditas dan mortalitas yang buruk. Peningkatan tekanan darah sistolik disebabkan terutama oleh kekakuan arteri atau berkurangnya elastisitas aorta.1Penanggulangan hipertensi pada lanjut usia amat bermanfaat dan telah terbukti dapat mengurangi kejadian komplikasi kardiovaskular. Pengobatan dimulai bila :

TD Sistolik 160 mmHg bila kondisi dan harapan hidup baik

TD Sistolik 140 bila disertai DM atau merokok atau disertai faktor resiko lainnya.

Oleh karena pasien usia lanjut mengalami penurunan fungsi organ, kekakuan arteri, penurunan fungsi baroreseptor dan respon simpatik, serta autoregulasi serebral, pengobatan harus secara bertahap dan hati-hati mulai dari dosis rendah dinaikan perlahan. Hindarkan pemakainan obat yang dapat menimbulkan hipotensi ortostatik.

Seperti halnya pada usia muda penanggulangan hipertensi pada usia lanjut dimulai dengan perubahan gaya hidup. Diet rendah garam termasuk menghindari makanan yang diawetkan dan penurunan berat badan pada obesitas, terbukti dapat mengendalikan tekanan darah. Pemberian obat dilakukan apabila penurunan tidak mencapai target. Kejadian komplikasi hipotensi ortostatik sering terjadi sehingga diperlukan anamnesis dan pemeriksaan mengenai kemungkinan adanya hal ini sebelum pemberian obat.

Obat yang dipakai pada usia lanjut sama seperti yang dipergunakan pada usia yang lebih muda. Untuk menghindari komplikasi pengobatan maka dosis awal dianjurkan separuhnya dari dosis biasa, kemudian dapat dinaikan secara bertahap sesuai dengan respon pengobatan dengan mempertimbangkan kemungkinan efek samping obat. Obat-obat yang biasa dipake meliputi diuretic (HCT) 12,5 mg, terbukti mencegah komplikasi terjadinya penyakit jantung kongestif. Keuntungan murah dan dapat mencegah kehilangan kalsium tulang. Obat ini seperti golongan ACEI, ARB kerja panjang dan obat-obat lainnya dapat digunakan. Kombinasi dua atau lebih obat dapat dianjurkan untuk memperoleh efek pengobatan optimal.

Target pengobatan harus mempertimbangkan efek samping terutama kejadian hipotensi ortostatik. Umumnya tekanan darah sistolik diturunkan sampai < 140 mmHg. Target untuk tekanan darah diastolik diturunkan sekitar 85-90 mmHg. Pada hipertensi sistolik penurunan sampai tekanan darah diastolic 65 mmHg atau kurang dapat mengakibatkan peningkatan kejadian stroke. Oleh karena itu sebaiknya penurunan tekanan darah tidak sampai 65 mmHg.2,1D. Krisis hipertensi

Terjadinya peningkatan tekanan darah yang mendadak dimana systole 180 mHg dan diastole 120 mmHg pada penderita hipertensi yang membutuhkan penanggulangan segera. Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan target organ yang pada akhirnya akan meningkatkan angka kematian akibat hipertensi. Untuk mencegah kerusakan target organ akibat hipertensi perlu dilakukan upaya pengenalan dini dan penatalaksanaan krisis hipertensi.

Hipertensi krisis dilasifikasikan jadi dua yaitu4 :

Hipertensi Emergensi

Kenaikan tekanan darah mendadak yang disertai kerusakan target organ yang progresif disebut hipertensi emergensi. Pada keadaan ini diperlukan tindakan penurunan tekanan darah yang segera dalam kurun waktu menit/ jam.

Hipertensi Urgensi

Kenaikan tekanan darah mendadak yang tidak disertai kerusakan organ target disebut hipertensi urgensi. Penurunan tekanan darah pada keadaan ini harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24- 48 jam.

Kedua jenis krisis hipertensi ini perlu dibedakan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik, karena baik faktor resiko dan penanggulangannya berbeda. Manifestasi klinis krisis hipertensi dapat berupa keluhan sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, deficit neurologis fokal, gangguan kesadaran (somnolens, spoor, coma), perdarahan retina, eksudat retina, edema papil yang dapat dilihat dengan funduskopi, nyeri dada, edema paru, azotemia, proteinuria, oliguria, dan sebagainya.

Faktor resiko terjadinya krisis hipertensi yaitu, penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau minum obat anti hipertensi tidak teratur, kehamilan, penggunaan NAPZA, penderita dengan rangsangan simpatis yang tinggi seperti luka bakar berat, phaeochromocytoma, penyakit kolagen, penyakit vascular, trauma kepala, penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.

Pendekatan awal pada krisis hipertensi harus dilakukan dengan cepat mulai dari anamnesa (riwayat hipertensi, gangguan organ), pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratoium (Hb, Ht, Ureum, creatinin, GDS, Elektrolit, urinalisa) dan penunjang (EKG, Ekokardiogram, Foto Thorax, USG, CT Scan kepala).Tatalaksana Hipertensi Emergensi1,2,4:

Penanggulangan hipertensi emergensi harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas pemantauan yang memadai.

Pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infuse sesegera mungkin.

Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam dengan langkah sebagai berikut:-5 menit sampai dengan 120 menit pertama tekanan darah rata rata (mean arterial blood pressure) diturunkan 20 - 25 %.-2 sampai dengan 6 jam kemudian tekanan darah diturunkan sampai160/100 mmHg

-6 sampai dengan 24 jam berikutnya diturunkan sampai < 140/90 mmHg bila tidak ada gejala iskemia organ

Obat-obatan yang digunakan pada hipertensi emergensi2,4 :

Clonidin (Catapres) IV 150 mcg/ ampul

Clonidin 900 mcg dimasukan kedalam cairan infuse glukosa 5 % 500 cc dan diberikan dengan mikrodrip 12 tetes/ menit, setiap 15 menit dapat dinaikan 4 tetes sampai tekanan darah yang diharapkan tercapai. Bila tekanan target darah tercapai pasien diobservasi selama 4 jam kemudian diganti dengan tablet klonidin oral sesuai kebutuhan. Klonidin tidak boleh dihentikan mendadak tetapi diturunkan perlahan-lahan oleh karena bahaya rebound phenomen dimana tekanan darah naik secara cepat bila obat dihentikan. Diltiazem (Herbesser) IV 10 mg dan 50 mg/ ampul

Diltiazem 10 mg IV diberikan dalam 1-3 menit kemudian diteruskan dengan infuse 50 mg/ jam selama 20 menit. Bila tekanan darah telah turun > 20 % dari awal, dosis diberikan 30 mg/ menit sampai target tercapai. Diteruskan dengan dosis maintenance 5-10 mg/ jam dengan observasi 4 jam kemudian diganti dengan tablet oral. Nicardipin (Perdipin) IV 2 mg dan 10 mg/ ampul

Nicardipin diberikan 10-30 mcg/kgBB bolus. Bila tekanan darah tetap stabil diteruskan dengan 0,5-6 mcg/kBB/menit sampai target tekanan darah tercapai. Labetalol (Normodyne) IV

Labetalol diberkan 20-80 mg IV bolus setiap 10 menit atau dapat diberikan dalam cairan infuse dengan dosis 2 mg/ menit. Nitroprusside (Nitropress, Nipride) IV

Nitroprusside diberikan dalam cairan infuse dengan dosis 0,25-10 mcg/ kgBB/ menit.

Tabel 3.1 Obat Hipertensi Parenteral yang dipakai di Indonesia2ObatDosisEfekLama KerjaPerhatian Khusus

Klonidin IV

150 mcg6 ampul/ 250 cc

Glukosa 5%30-60 menit24 jamEnsefalopati dengan gangguan koroner

Nitrogliserin IV10-50 mcg 100mcg/cc/500 cc2-5 menit5-10 menit

Nikardipin IV0,5-6 mcg/kg/menit1-5 menit15-30 menit

Diltiazem IV5-15 mcg/kg/menit

1-5 mcg/kg/menitSama

Nitroprusside IV0,25 mcg/kg/menitLangsung2-3 menitSelang infuse lapis perak

Tabel 3.2 Obat hipertensi oral yang dipakai di indonesia2ObatDosisEfekLama KerjaPerhatian Khusus

Nifedipin 5-10 mcgDiulang 15 menit5-15 menit4-6 jamGangguan koroner

Kaptopril 12,5-25 mgDiulang/ jam15-30 menit6-8 jamStenosis a. renalis

Klonidin 75-150 mcgDiulang/ jam30-60 menit8-16 jamMulut kering, ngantuk

Propanolol 10-40 mgDiulang/ jam15-30 menit3-6 jamBrokokonstriksi

Blok jantung

Tabel 3.3 Penilaian dan tindakan 2KelompokBiasaMendesakDarurat

Tekanan Darah> 180/ 110> 190/ 110> 220/ 140

GejalaTidak ada kadang-kadang sakit kepala gelisahSakit kepala hebat, sesak nafasSesak nafas, nyeri dada, kacau gangguan kesadaran

Pemeriksaan FisikOrgan targetGangguan organ targetEnsefalopati, edema paru, gangguan fungsi ginjal, cva, iskemia jantung

PengobatanAwasi 1-3 jam mulai/ teruskan obat oral, naikan dosisAwasi 3-6 jam, obat oral berjanka kerja pendekPasang jalur intravena, periksa laboratorium standar, terapi obat intravena

RencanaPeriksa ulang dalam 3 hariPeriksa ulang dalam 24 jamRawat ruangan/ ICU

BAB III

KESIMPULAN

Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, dan berkaitan dengan pola perilaku hidup masyarakat itu sendiri. Hipertensi sendiri tidak menunjukan gejala maka sering baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ misalnya gangguan fungsi jantung atau gangguan koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau stroke. Penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup kearah yang lebih sehat. Tujuan utama dari pemberian obat antihipertensi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas dari penyakit kardiovaskuler dan penyakit ginjal.Penyakit hipertensi pada seorang pasien sering kali disertai oleh penyakit lain. Jenis terapi yang dipilih disesuaikan dengan kondisi yang menyertai untuk mendapatkan hasil terapi yang terbaik bagi penatalaksanaan hipertensi maupun penyakit penyerta. Selain itu juga dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan.

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

RSUD Kudus

Periode 19 September 26 November 2011

1