laporan kasus pendahuluan-isi.doc

35
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Luka hampir selalu dialami manusia dalam perjalanan hidupnya, namun proses penyembuhannya terkadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu bentuk penyembuhan luka yang abnormal adalah keloid. Keloid merupakan variasi dari proses penyembuhan luka dimana terjadi hilangnya kontrol keseimbangan regenerasi jaringan sehingga terjadi proliferasi berlebihan yang melebihi batas luka asal. Keloid dapat terjadi dalam waktu berbulan-bulan setelah trauma awal. Penyebab dan perjalanan penyakit keloid belum diketahui secara pasti. 1,2 Keloid hanya ditemukan pada manusia dan terjadi pada 5-15% luka, cenderung familial dan lebih banyak pada wanita, onset pada umur 10-30 tahun, cenderung pada individu dengan pigmentasi lebih gelap dan ras tertentu, serta diturunkan secara genetik walaupun tidak secara konsisten. Daerah yang sering terbentuk keloid adalah daerah- daerah tubuh yang sering mengalami tegangan kulit tinggi seperti pada dada depan, bahu, permukaan fleksor ekstremitas, daerah deltoid, leher bagian anterior serta luka yang melewati garis tegangan kulit. 1

Upload: yesimardha

Post on 25-Nov-2015

187 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Luka hampir selalu dialami manusia dalam perjalanan hidupnya, namun proses penyembuhannya terkadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu bentuk penyembuhan luka yang abnormal adalah keloid.

Keloid merupakan variasi dari proses penyembuhan luka dimana terjadi hilangnya kontrol keseimbangan regenerasi jaringan sehingga terjadi proliferasi berlebihan yang melebihi batas luka asal. Keloid dapat terjadi dalam waktu berbulan-bulan setelah trauma awal. Penyebab dan perjalanan penyakit keloid belum diketahui secara pasti.1,2Keloid hanya ditemukan pada manusia dan terjadi pada 5-15% luka, cenderung familial dan lebih banyak pada wanita, onset pada umur 10-30 tahun, cenderung pada individu dengan pigmentasi lebih gelap dan ras tertentu, serta diturunkan secara genetik walaupun tidak secara konsisten.

Daerah yang sering terbentuk keloid adalah daerah-daerah tubuh yang sering mengalami tegangan kulit tinggi seperti pada dada depan, bahu, permukaan fleksor ekstremitas, daerah deltoid, leher bagian anterior serta luka yang melewati garis tegangan kulit. Faktor resiko untuk terjadinya jaringan parut abnormal seperti keloid adalah penyembuhan luka secara sekunder (karena adanya benda asing, infeksi, luka bakar), luka yang mengalami inflamasi berkepanjangan (terutama jika waktu penyembuhan lebih lama dari 3 minggu), serta daerah yang sering terkena trauma berulang seperti tempat pemasangan tindik di daun telinga. 3,4,5Masalah yang sering dikeluhkan pasien yang datang untuk mendapat terapi adalah tentang kosmetik, walaupun beberapa pasien datang dengan keluhan sensasi pruritik (gatal) atau sensasi terbakar disekitar jaringan parut. 5 Berbagai hal itulah yang mendasari penulis untuk menyusun laporan kasus berjudul Seorang Anak Perempuan 8 Tahun dengan Keloid Residif di daun telinga kiri.B. TUJUAN

Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah agar dokter muda mampu menegakkan diagnosis dan memahami penatalaksanaan keloid residif.C. MANFAATLaporan kasus ini semoga dapat menambah pemahaman penyusun dan pembaca mengenai keloid, khususnya keloid residif, terutama dalam penegakkan diagnosis dan penatalaksanaannya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENYEMBUHAN LUKA

Luka adalah hilang atau rusaknya jaringan tubuh yang semula normal (intak). Proses penyembuhan luka sangat mempengaruhi terjadinya jaringan parut, sehingga perlu diketahui fase-fase penyembuhan luka.1. Fase Inflamasi / fase substrat / fase eksudasi / lag phase

Berlangsung mulai hari pertama luka sampai hari kelima, fase ini bertujuan menghilangkan mikroorganisme yang masuk ke dalam luka, benda asing dan jaringan mati. Semakin hebat luka yang terjadi, semakin lama fase ini berlangsung karena terlebih dulu harus ada eksudasi yang diikuti penghancuran dan resorbsi sebelum fase proliferasi dimulai.

Fase ini melibatkan 3 komponen, yaitu :

a. Komponen vaskuler

Pembuluh darah yang terputus pada luka menyebabkan perdarahan sehingga tubulus berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi dan retraksi ujung pembuluh darah. Sel mast pada jaringan ikat menghasilkan serotonin, histamin meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, dan sebukan sel radang disertai vasodilatasi lokal yang menyebabkan edema.b. Komponen hemostatik

Hemostasis terjadi karena trombosit keluar dari pembuluh darah, saling melengket dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk ikut membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.c. Komponen seluler

Aktivitas seluler yang terjadi adalah diapedesis (pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah menuju luka karena daya kemotaksis) untuk mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut memakan dan menghancurkan kotoran luka dan bakteri.2. Fase proliferasi / fase fibroplasia / fase jaringan ikat

Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga, juga mempunyai 3 komponen, yaitu :a. Komponen epitelisasi

Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya lalu diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses ini berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka.b. Komponen kontraksi luka

Kontraksi luka disebut juga pertumbuhan intussuseptif, dengan tujuan utama menutup atau memperkecil permukaan luka. Proses terjadinya kontraksi luka ini berkaitan erat dengan proses fibroplastik. Fibroblast yang merupakan sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam amino glisin dan prolin yang merupakan bahan dasar serat kolagen yang akan mempertautkan luka. Serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka dan cenderung mengkerut. Sifat ini bersamaan dengan sifat kontraktil miofibroblast menyebabkan tarikan pada tepi luka.c. Reparasi jaringan ikat

Luka dipenuhi sel radang, fibroblast dan kolagen yang disertai dengan adanya peningkatan vaskularisasi karena proses angiogenesis membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi.3. Fase remodeling/fase resorbsi/fase maturasi/fase diferensiasi/penyudahan

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebihan. Fase ini dimulai akhir minggu ketiga sampai berbulan-bulan dan berakhir bila semua tanda radang sudah lenyap. Yang terjadi pada fase ini adalah edema dan sel radang diserap, sel baru menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap, kolagen yang berlebihan diserap dan sisanya mengkerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Pada akhir fase ini kulit bekas luka mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan. 1,2,8B. KELOID1. Definisi

Keloid adalah lesi fibrotik dermis yang merupakan variasi dari proses penyembuhan luka. Keloid termasuk dalam kelainan fibroproliferatif yang disebabkan oleh hilangnya kontrol terhadap pengaturan keseimbangan antara degradasi dan biosintesis jaringan, sehingga terjadi proliferasi berlebihan yang melebihi batas luka asal. Keloid biasanya terjadi pada penyembuhan luka kulit yang dalam. 2,52. Epidemiologi

Penyembuhan luka berlebihan baik pada jaringan parut hipertrofik maupun keloid hanya ditemukan pada manusia dan terjadi pada 5-15% luka. Kedua jenis jaringan parut ini cenderung familial (terutama pada keloid), lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria (mungkin sekunder karena mempengaruhi kosmetik). Usia rata-rata saat onset adalah 10-30 tahun.

Orang-orang yang lebih rentan terhadap pembentukan jaringan parut keloid antara lain individu dengan pigmentasi lebih gelap, orang-orang berkulit hitam, dan orang-orang dari ras Asia.

Predisposisi genetik berkaitan dengan kecenderungan untuk membentuk jaringan parut keloid. Ditemukan hubungan genetik untuk pembentukan jaringan parut abnormal pada HLA-B14, HLA-B21, HLA-BW16, HLA-BW35, HLA-DR5, HLA-DQW3, dan golongan darah A. Tidak ada pola konsisten sehubungan dengan cara penurunan genetik, bahkan dilaporkan bahwa kecenderungan tersebut dapat diturunkan dalam pola autosomal dominan maupun autosomal resesif. 3,4,5,73. Faktor RisikoFaktor risiko terpenting untuk terjadinya jaringan parut abnormal seperti keloid adalah penyembuhan luka secara sekunder, baik karena benda asing, infeksi, luka bakar, maupun penutupan luka inadekuat. Luka yang mengalami inflamasi berkepanjangan, terutama jika waktu penyembuhan lebih dari 3 minggu, berisiko terbentuk jaringan parut abnormal. Daerah-daerah inflamasi kronik yang sering terkena trauma berulang, seperti daerah tempat pemasangan tindik di daun telinga juga lebih besar kemungkinannya mengalami pembentukan keloid.4. PatofisiologiPenyebab keloid belum diketahui dengan pasti, demikian pula dengan perjalanan penyakitnya. Namun pada intinya trauma awal dan pembentukan gumpalan luka, keseimbangan antara degradasi dan biosintesis jaringan granulasi mempengaruhi penyembuhan luka. Jaringan parut hipertrofik adalah lesi fibrotik eritematosa meninggi yang biasanya tetap terbatas dalam batas luka asal. Seharusnya jaringan parut yang terjadi memiliki kecenderungan untuk tetap stabil atau berangsur-angsur mengalami regresi. Namun pada keloid proliferasi dalam proses penyembuhan jaringan berlebihan. Produksi protein matriks ektraseluler, kolagen, elastin, dan proteoglikan yang berlebih mungkin disebabkan oleh proses inflamatorik berkepanjangan dalam luka.

Pembentukan keloid dapat terjadi dalam waktu satu tahun setelah trauma, dan keloid meluas jauh melebihi batas jaringan parut asal. Daerah yang paling sering mengalami pembentukan keloid adalah daerah-daerah tubuh yang sering mengalami tegangan kulit tinggseperti pada dada depan, bahu, permukaan fleksor ekstremitas dan leher bagian anterior serta luka yang melewati garis tegangan kulit lebih rentan terhadap pembentukan jaringan parut abnormal.5. Histopatologi

Komposisi seluler keloid berbeda dengan jaringan parut matur. Pada keloid terjadi peningkatan densitas pembuluh darah, peninggian densitas sel mesenkim, penebalan lapisan epidermis, dan peningkatan substansi dasar musinosa. Aktin, otot polos alfa, miofibroblas yang penting untuk situasi-situasi kontraktil, hanya sedikit atau bahkan tidak ada. Fibril-fibril kolagen dalam keloid lebih irreguler, sangat tebal, dan memiliki serabut-serabut satu arah yang tersusun sangat padat. 6. Imunohistokimia Perbedaan biokimiawi antara kandungan kolagen normal dalam jaringan parut normal, jaringan parut hipertrofik, dan keloid terdapat pada aktivitas kolagenase (prolil hidroksilase) 14 kali lebih besar pada keloid dibandingkan pada jaringan parut hipertrofik maupun jaringan parut normal. Sintesis kolagen pada keloid 3 kali lebih besar daripada sintesis kolagen pada jaringan parut hipertrofik dan 20 kali lebih besar daripada sintesisnya pada jaringan parut normal. Kolagen tipe III, kondroitin 4-sulfat, dan kandungan glikosaminoglikan dalam keloid lebih tinggi dibandingkan dalam jaringan parut hipertrofik maupun jaringan parut normal. Cross-link kolagen pada jaringan parut normal lebih besar, sedangkan keloid menunjukkan cross-link imatur yang tidak dapat menimbulkan stabilitas jaringan parut normal.

Growth factor dan sitokin sangat terlibat dalam siklus penyembuhan luka. Studi-studi imunohistokimiawi mengenai keloid menunjukkan peningkatan produksi faktor nekrosis tumor (TNF) alfa, interferon (IFN) beta, dan interleukin 6. Produksi INF-alfa, INF-gama, dan TNF-beta menurun. INF-alfa, INF-beta, dan INF-gama menurunkan sintesis kolagen tipe I, III, dan mungkin tipe VI oleh fibroblas. Tampaknya terdapat hubungan antara imunoglobulin dan pembentukan keloid; walaupun kadar imunoglobulin G dan imunoglobulin M dalam serum pasien dengan keloid menunjukkan normal, konsentrasi imunoglobulin G dalam jaringan parut lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan parut hipertrofik dan jaringan parut normal.

Peningkatan jumlah fibroblas yang ditarik menuju daerah rusak menyebabkan jaringan mensintesis fibronektin berlebihan dan pada keloid terjadi pula peningkatan ekspresi reseptor. Populasi sel mast dalam jaringan parut keloid juga mengalami peningkatan sehingga meningkatkan produksi histamin. Hal inilah yang menyebabkan sensasi pruritik. 3,4,5,6C. DIAGNOSIS1. Anamnesis

Pada pasien dengan jaringan parut abnormal, penting untuk membedakan keloid dari jaringan parut hipertrofik. Kebanyakan pasien yang datang untuk mendapat terapi khawatir mengenai kosmetik, meskipun beberapa pasien datang dengan keluhan berupa sensasi pruritik (gatal) atau sensasi terbakar disekitar jaringan parut. Selain itu perlu pula ditanyakan pasien mengenai riwayat pembentukan jaringan parut abnormal atau riwayat keluarga dengan pembentukan jaringan parut keloid.2. Pemeriksaan Fisik

Keloid pada awalnya bermanifestasi sebagai lesi eritematosa yang tidak memiliki folikel rambut dan jaringan glanduler normal lainnya. Konsistensisnya bervariasi dari lunak dan lembek sampai kenyal dan keras. Kebanyakan keloid cenderung tumbuh lambat dalam waktu beberapa bulan sampai satu tahun, melebihi daerah awal trauma tetapi jarang sampai ke jaringan subkutan. Kebanyakan keloid pada akhirnya akan berhenti bertumbuh dan tetap stabil atau bahkan sedikit mengalami involusi.3. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis keloid biasanya dibuat berdasarkan riwayat yang konsisten dengan trauma atau iritasi pada daerah yang bersangkutan dan berdasarkan temuan klinis; namun karena pernah terjadi degenerasi maligna dari keloid, mungkin perlu untuk memperoleh biopsi jaringan untuk membuat diagnosis pasti. Ada perbedaan pendapat mengenai apakah jaringan parut hipertrofik dapat dibedakan dari keloid dengan menggunakan mikroskop cahaya. Blackburn dan Cosman menjelaskan bahwa pada keloid terdapat serabut-serabut kolagen hialin refraktil eosinofilik, terjadi penambahan substansi dasar musinosa, dan tidak dijumpai fibroblas. Pada pembentukan jaringan parut keloid temuan pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron jelas menunjukkan lapisan-lapisan kolagen yang acak tanpa adanya hubungan jelas dengan permukaan kulit. 5,6,9D. TERAPITidak ada satu modalitas terapeutik yang secara eksperimental dapat dikatakan paling efektif untuk menangani keloid. Hal terpenting untuk dipertimbangkan dalam penatalaksanaan jaringan parut keloid adalah pencegahan. Pada pasien dengan riwayat pembentukan jaringan parut keloid, semua operasi yang tidak benar-benar perlu harus dihindari, terutama pada daerah-daerah predileksi keloid. Pada keadaan dimana operasi tidak dapat dihindari, usahakan semaksimal mungkin untuk meminimalisasi tegangan pada kulit dan infeksi sekunder. 1. Pembalut oklusif

Lembaran gel silikon dan pembalut oklusif silikon telah menunjukkan berbagai derajat keberhasilan dalam penatalaksanaan keloid. Lembaran silikon dapat digunakan sampai 24 jam/hari sampai 1 tahun, namun perlu diperhatikan untuk menghindari dermatitis kontak dan kerusakan kulit. Silikon tak kasat mata dapat memasuki kulit sehingga efek anti keloid silikon tampaknya sekunder terhadap oklusi maupun hidrasi. Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa gel silikon meningkatkan suhu jaringan parut, sehingga mungkin meningkatkan aktivitas kolagenase. Cara kerjanya mungkin juga berupa peningkatan tekanan, hidrasi stratum korneum, dan penekanan langsung pada luka.

2. Kompresi

Telah lama diketahui bahwa pembalut kompresi mekanis merupakan terapi efektif untuk jaringan parut keloid, terutama pada daun telinga. Peralatan kompresi biasanya khusus dibuat untuk pasien dan paling efektif jika digunakan 24 jam/hari. Peralatan penekan meliputi bahan yang dibuat dari kain bobbinet, spandeks Dacron, pembalut suportif Tubigrip yang telah dibentuk, atau plester adhesif zinc oksida. Pasien harus memakai bahan penekan segera setelah reepitelisasi terjadi dan terus menggunakannya sampai jaringan parut jelas mengalami maturasi. Tingkat tekanan yang disarankan adalah 25 mm Hg, tetapi pernah didapatkan hasil yang baik walau dengan tekanan serendah 5-15 mm Hg.

Mekanisme kerjanya tidak diketahui, diduga dengan mengurangi tekanan udara dalam luka melalui oklusi pembuluh darah kecil, terjadi penurunan metabolisme jaringan, proliferasi jaringan, dan sintesis kolagen. Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa dengan peralatan kompresi seperti kancing pada daun telinga, tidak terjadi rekurensi selama 8 bulan sampai 4 tahun.

3. Kortikosteroid

Untuk waktu yang lama terapi farmakologis telah menjadi terapi utama keloid, baik sebagai terapi tunggal maupun dalam kombinasi dengan terapi lain. Injesi steroid intralesi bekerja dengan mengurangi sintesis kolagen, mengurangi substansi dasar musinosa, dan menghambat inhibitor kolagenase yang mencegah degradasi kolagen sehingga sangat mengurangi penebalan dermis. Hal ini tercapai dengan injeksi 40 mg/mL triamsinolon asetonid (Kenalog) kedalam daerah eksisi jaringan parut baru dengan jarum berukuran 25 sampai 27 dengan interval 4-6 minggu sampai jaringan parut mendatar dan rasa tidak nyaman teratasi.

Sejumlah studi yang mempelajari efek injeksi kortikosteroid saja menunjukkan angka respon 5 tahun sebesar 50-100% dan angka rekurensi 9-50%. Jika eksisi bedah dikombinasi dengan injeksi steroid, angka respon meningkat menjadi 85-100%. Program terapi tipikal berupa operasi yang dikombinasi dengan steroid meliputi injeksi Kenalog kedalam tepi luka setelah eksisi dan mengulang injeksi tersebut kedalam jaringan parut pada interval 6 minggu selama total 6 bulan.

Efek samping injeksi kortikosteroid mencakup atrofi kulit atau jaringan subkutan, hipopigmentasi, teleangiektasi, nekrosis ulserasi, deposit steroid yang terlihat jelas dalam bentuk bercak-bercak putih pada jaringan parut, dan efek sistemik yang mengakibatkan cushingoid habitus. Kebanyakan efek samping ini dapat dihindari dengan membatasi injeksi dengan dosis steroid terendah pada lapisan dermis.

4. Eksisi bedah

Eksisi bedah sederhana harus melibatkan sesedikit mungkin jaringan lunak untuk meminimalisasi trauma; selain itu, rencanakan juga penutupan dengan tegangan kulit minimal sepanjang garis tegangan kulit yang berada dalam keadaan relaksasi. Dalam usaha mengurangi tegangan luka, baik graft full-thickness maupun split-thickness pernah digunakan, tetapi hanya menunjukkan keberhasilan parsial. Usahakan untuk membuang semua sumber inflamasi pasca operasi, seperti folikel rambut yang terjebak, benda asing, hematom, atau daerah-daerah infeksius. Angka rekurensi dengan terapi bedah saja berkisar dari 45-100%. Terapi eksisi paling efektif saat dikombinasi dengan radiasi eksternal, injeksi steroid, dan/atau terapi tekanan.

5. Radiasi

Radiasi ionisasi pernah dianggap sebagai metode yang menjanjikan untuk terapi jaringan parut keloid, tetapi adanya kemungkinan transformasi maligna telah mengesampingkan modalitas ini. Jika digunakan sendiri, respon positif obyektif dari peserta studi berkisar antara 16-94%. Radiasi paling efektif jika digunakan pada waktu segera sesudah operasi.

6. Bedah beku

Krioterapi menggunakan nitrogen cair untuk menyebabkan kerusakan sel dan mempengaruhi mikrovaskularisasi, sehingga menimbulkan stasis, trombosis, dan transudasi cairan, yang berakhir sebagai anoksia sel. Studi-studi yang mempelajari mengenai krioterapi menggunakan protokol berupa 1-3 siklus pembekuan selama 10-30 detik, dan diulang tiap 20-30 hari. Efek samping yang paling umum terjadi dari terapi ini adalah nyeri dan depigmentasi. Angka tidak terjadinya rekurensi disertai semakin mendatarnya jaringan parut berkisar dari 51-74%. Krioterapi yang digunakan dalam kombinasi dengan steroid intralesi bahkan memiliki angka respon lebih tinggi, dilaporkan keberhasilan obyektif terjadi pada 84% pasien.

7. Terapi laser

Keuntungan terapi laser adalah bahwa laser merupakan eksisi hemostatik yang tepat sasaran dengan trauma jaringan minimal, sehingga mencegah terjadinya reaksi inflamatorik berlebihan. Jenis-jenis terapi laser yang ada yaitu flash lamp pulse-dyed laser, laser karbon dioksida, laser argon, dan laser Nd:YAG. Laser karbon dioksida dan laser argon bekerja dengan mekanisme yang serupa (yaitu dengan menginduksi penyusutan kolagen melalui pemanasan dari laser). Pulse-dyed laser menginduksi trombosis mikrovaskuler, sedangkan laser Nd:YAG tampaknya menghambat metabolisme dan produksi kolagen secara selektif. Laser karbon dioksida (panjang gelombang 10.600 nm) jika digunakan sebagai modalitas tunggal memiliki angka rekurensi 39-92%; jika dikombinasi dengan steroid intralesi, angka rekurensinya adalah 25-74%. Laser Nd:YAG (panjang gelombang 1064 nm) menunjukkan angka rekurensi 53-100%.

8. Terapi interferon

Modalitas terapeutik terbaru saat ini adalah injeksi INF-alfa, INF-beta, dan INF-gama intralesi. Sejumlah besar studi telah menunjukkan bahwa interferon-interferon tersebut menurunkan sintesis kolagen tipe I, III, dan mungkin VI oleh fibroblas; mengurangi produksi substansi dasar musinosa; dan meningkatkan aktivitas kolagenase. Mekanisme-mekanisme ini bekerja dengan mengurangi kadar mRNA yang berada dalam keadaan stabil. Studi-studi yang mempelajari efek injeksi INF-alfa 2b dan INF-gama intralesi menunjukkan bahwa kedua interferon tersebut efektif jika diinjeksikan segera setelah operasi ke dalam daerah eksisi. INF-alfa 2b tampaknya menormalisasi terjadinya peningkatan sintesis kolagen dan produksi glikosaminoglikan oleh fibroblas keloid, sehingga menyebabkan berkurangnya ukuran keloid sekitar 50%. Injeksi INF-gama tiap minggu mengurangi ukuran dan peninggian keloid, tetapi pengurangan terbesar yang dicapai dengan terapi ini adalah pengurangan 50% pada minggu 18. 5,6,7,9Karena tingginya angka rekurensi jaringan parut keloid, diperlukan masa follow-up setidaknya 1 tahun untuk memungkinkan terapi rekurensi dimulai secepat mungkin dan untuk menilai keberhasilan jangka panjang. Kehilangan pasien selama perawatan follow-up untuk nantinya kembali dengan rekurensi tidak jarang terjadi.

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. NabillaUmur

: 8 tahun

Alamat

: Guntur, DemakAgama

: Islam

Suku Bangsa: Jawa

Masuk RSD: 5 Februari 2008Bangsal

: KenangaII. DAFTAR MASALAH

NoMasalah AktifTanggalNoMasalah PasifTanggal

1.Keloid Residif5 Februari 2008

III. DATA DASAR

A. AnamnesisAuto dan alloanamnesis pada tanggal 6 Februari 2008 Pukul 7.00 WIB di bangsal Kenanga (Bedah) RSD Sunan Kalijaga Demak1. Keluhan Utama : Benjolan di telinga kiri.2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Saat umur + 2 tahun, kedua telinga penderita ditindik oleh keluarga untuk dipasang anting. Luka di telinga kanan sembuh dengan baik, namun luka pada telinga kiri penderita tumbuh benjolan yang lebih besar dari luas luka. Oleh ibu penderita diperiksakan di RSD Sunan Kalijaga Demak, pernah dioperasi sebanyak 4 kali (tahun 2002, 2004 dan 2006) dan disarankan untuk kontrol teratur, namun tidak pernah kontrol hingga benjolan membesar kembali. + 2 hari yang lalu penderita kembali berobat ke dokter Bedah karena benjolan membesar lagi, nyeri (-), gatal (+); oleh dokter disarankan untuk dioperasi lagi.3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat gangguan pembekuan darah disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu penderita juga sakit seperti ini di telinga kanan setelah ditindik saat umur 16 tahun. Pernah dioperasi dan tidak pernah kambuh lagi.5. Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah dan ibu telah bercerai. Penderita dirawat oleh nenek dari ibu. Ibu bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia, menanggung dua orang anak yang belum mandiri. Biaya pengobatan ditanggung sendiri. Kesan : Sosial ekonomi cukupB. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 6 Februari 2008 Pukul 7.00 WIB di bangsal Kenanga (Bedah) RSD Sunan Kalijaga DemakStatus Generalis

Keadaan Umum : baik, kesadaran compos mentis1. Tanda Vital

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Respiratory rate

: 20 x/mnt

Nadi

: 76 x/menit, isi dan tegangan cukup

Suhu

: 36,8 0 C

2. Kepala

Kepala : Mesosefal, turgor dahi cukup, jejas (-)

Mata

: conjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga

: discharge (-/-), tampak tumor di lobulus auris sinistra

Hidung

: discharge (-/-)

Mulut

: bibir kering (-),bibir sianosis (-),

Tenggorok

: T1-1, faring hiperemis (-)

Leher

: deviasi trakea (-), pembesaran nnll (-/-) 3. Thorax

Thorax: bentuk dada normal, jejas (-)

Jantung: I : Ictus cordis tidak tampak

Pa : Ictus cordis teraba di sela iga V di medial

Linea Midclavicula Sinistra

Pe : Konfigurasi jantung dalam batas normal

Au : Bunyi jantung I-II reguler, bising (-), gallop (-)

Paru: I : Simetris statis dinamis

Pa: Stem fremitus kanan = kiri

Pe: Sonor seluruh lapangan paru

Au: Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)

4. Abdomen I : Datar, venektasi (-), gambaran usus (-), jejas (-)

Au : Bising usus (+) N

Pe : Timpani, pekak sisi (+) N, pekak alih (-)

Pa : Supel, Nyeri Tekan (-), Defans Muskular (-)

5. Genitalia : tidak diperiksa6. Ekstremitas

Superior

Inferior

Akral Dingin

-/-

-/-

Edema

-/- -/-

Sianosis

-/-

-/-

Capillary Refill 2/2 2/2

Gerak

+/+

+/+

C. Status LokalisLobulus auris sinistraInspeksi :tampak benjolan bentuk berlobus-lobus, tidak beraturan, batas tegas, ukuran 3x4x4 cm3, warna kemerahan, pada tengah benjolan tampak luka mengering Palpasi : permukaan rata, kenyal, sensibilitas (-), nyeri tekan (-) D. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah rutin (5 Februari 2008)

Hb

: 10,3 gr/dl

Leukosit : 10 300/mm3Differential count : b/ e/st/ sg/ l/ m

0/ 0/ 0/52/45/ 3

LED: 1 jam : 25 mm

2 jam: 50 mm

Ht : 31 %

Trombosit : 286 000/mm3CT: 3 menit 20 detik

BT: 2 menit 10 detik

IV. RESUME

KU

: Sadar, baik,

Status generalis: Dalam batas normalStatus lokalis : Inspeksi :tampak benjolan bentuk berlobus-lobus, tidak beraturan, batas tegas, ukuran 3x4x4 cm3, warna kemerahan, pada tengah benjolan tampak luka mengering Palpasi : permukaan rata, kenyal, sensibilitas (-), nyeri tekan (-)

Pemeriksaan darah rutin, kesan : Anemia ringan, namun masih layak operasiV. DIAGNOSIS Keloid Residif Lobulus Auris SinistraVI. INITIAL PLANSKeloid Residif

Ip Dx.: Subyektif : -

Obyektif : Pemeriksaan histopatologi

Ip Rx : Eksisi keloid

Ip Mx: KU, Tanda vital

Ip Ex: - Menjelaskan kepada penderita dan keluarga bahwa penderita

mengalami keloid residif Menjelaskan kepada penderita dan keluarga bahwa pengobatan yang akan diberikan pada penderita berupa pembedahan untuk menghilangkan jaringan keloid namun selanjutnya harus kontrol untuk disuntik pada tepi lukanya agar tidak kembali membesar Menjelaskan kepada penderita dan keluarga bahwa penyakit ini dapat berulang sehingga perlu disiplin untuk kontrol teratur

BAB IV

PEMBAHASAN

I. DASAR DIAGNOSIS

Seorang anak perempuan umur 8 tahun datang dengan benjolan di telinga sejak umur + 2 tahun, timbul dari bekas luka akibat ditindik untuk dipasang anting. Luka di telinga kanan sembuh dengan baik, namun luka pada telinga kiri penderita tumbuh benjolan yang lebih besar dari luas luka. Sudah berobat di RSD Sunan Kalijaga Demak, dioperasi sebanyak 4 kali (tahun 2002, 2004 dan 2006) dan disarankan untuk kontrol teratur, namun tidak pernah kontrol hingga benjolan membesar kembali. Benjolan tidak nyeri, namun terasa gatal. Ibu penderita juga pernah sakit seperti ini di telinga kanan setelah ditindik, pernah dioperasi namun tidak pernah kambuh lagi. Pada kasus ini penderita memiliki profil yang sesuai pada predisposisi penderita keloid yaitu wanita, berkulit gelap (ras asia), memiliki ibu yang juga menderita keloid. Menderita luka yang mengalami inflamasi berkepanjangan, akibat trauma bekas pemasangan anting dan berulang akibat benda asing berupa anting tersebut.

Dari pemeriksaan fisik di lobulus telinga kiri didapatkan adanya benjolan berlobus-lobus, tidak beraturan, batas tegas, ukuran 3x4x4 cm3, warna kemerahan, pada tengah benjolan tampak luka mengering permukaan rata, kenyal, tidak nyeri tekan, sensibilitas menghilang. Hal ini sesuai dengan gambaran keloid berupa lesi yang kenyal, namun bersifat residif karena kebanyakan keloid cenderung tumbuh lambat, melebihi daerah awal trauma dan berhenti bertumbuh dan tetap stabil atau bahkan sedikit mengalami involusi.

Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan kesan anemia (Hb 10,3 gr/dl), namun masih layak operasi karena syarat Hb minimal untuk operasi 10 gr/dl.II. PENATALAKSANAAN

Terapi eksisi bedah dipilih agar dapat membuang semua sumber inflamasi pasca operasi sebelumnya , seperti folikel rambut yang terjebak, benda asing, atau daerah-daerah infeksius. Kortikosteroid (triamsinolon asetonid) intralesi diberikan 40 mg/mL kedalam daerah eksisi jaringan parut baru dengan interval 4-6 minggu sampai jaringan parut mendatar dan rasa tidak nyaman teratasi (selama + 6 bulan).

III. PROGNOSIS

Prognosis penderita ini secara ad vitam bonam karena tidak mengancam jiwa, quo ad fungsionam dubia ad malam karena telah residif sebanyak empat kali, dan secara ad cosmeticam dubia ad malam karena luka bekas operasi yang ditimbulkan akan makin luas. BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN Telah dilaporkan Seorang anak perempuan umur 8 tahun datang dengan benjolan di telinga sejak umur + 2 tahun, timbul dari bekas luka akibat ditindik untuk dipasang anting. Luka di telinga kanan sembuh dengan baik, namun luka pada telinga kiri penderita tumbuh benjolan yang lebih besar dari luas luka. Sudah berobat di RSD Sunan Kalijaga Demak, dioperasi sebanyak 4 kali (tahun 2002, 2004 dan 2006), tidak pernah kontrol teratur. Benjolan tidak nyeri, namun terasa gatal. Riwayat keloid pada keluarga yaitu ibu penderita.

Pada pemeriksaan fisik di lobulus telinga kiri didapatkan adanya benjolan berlobus-lobus, tidak beraturan, batas tegas, ukuran 3x4x4 cm3, warna kemerahan, pada tengah benjolan tampak luka mengering permukaan rata, kenyal, tidak nyeri tekan, sensibilitas menghilang. Terapi eksisi bedah agar dapat membuang semua sumber inflamasi pasca operasi sebelumnya.Prognosis penderita ini quo ad vitam bonam, quo ad fungsionam dubia ad malam dan quo ad cosmeticam dubia ad malam.B. SARAN1. Rumah Sakit dan Petugas MedisPerlu dilakukan penanganan medis yang bijak untuk mengelola penderita keloid agar penyembuhan yang terjadi baik dan rekurensi berkurang sehingga tidak terlalu mengeluarkan banyak biaya baik bagi Rumah Sakit, maupun bagi keluarga penderita. Oleh karena itu diperlukan edukasi singkat namun tepat sasaran sehingga keluarga bersedia menyetujui rencana pengelolaan yang akan dilakukan dan konsisten dalam melakukan kontrol.

2. Keluarga dan Masyarakat

Diharapkan dapat lebih mengerti bahwa keloid adalah kelainan kulit wajar dan tidak menular meskipun penyembuhan sempurna sulit diharapkan, sehingga dapat membesarkan hati penderita keloid agar dapat beraktivitas seperti orang lain dan mendukung penatalaksanaan yang akan dilakukan guna memperoleh penyembuhan yang baik.PERJALANAN PENYAKIT

TanggalSubyektifObyektifAssesmentTerapi

7-2-08(Pasca eksisi)-Keadaan Umum : tidurTanda Vital :

- Nadi : 74 x/ mnt reguler, isi dan tegangan cukup.

- Pernafasan : 16 x/ mnt

- Suhu : afebrisPF: perdarahan rembes dari kassa (-)Pasca eksisi keloid residif hari I- Inf RL 20tts/mnt

- Ampicilin tab 3x 500 mg- Asam Tranexamat tab 3 x 250 mg

Program :

Pengawasan keadaan umum dan tanda vital

8-2-08-Keadaan Umum : sadar, aktif

Tanda Vital :

- Nadi : 78 x/ mnt reguler, isi dan tegangan cukup.

- Pernafasan : 20 x/ mnt

- Suhu : afebris

PF: luka menutup, perdarahan (-)Pasca eksisi keloid residif hari I- Aff Inf RL

- Ampicilin tab 3x 500 mg

- Asam Tranexamat tab 3 x 250 mg

Boleh pulang

DAFTAR PUSTAKA

1. Morison MJ. Manajemen Luka. Jakarta : EGC, 2003; 1-272. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed revisi. Jakarta : EGC, 1997; 71-75, 424-426

3. Siregar, RS. Atlas Berwarna Saripati kulit. Jakarta : EGC, 2003; 270-271

4. Djuanda A, Djuanda S, Hamzah M, Aisah S, ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999; 2125. Sub Bagian Bedah Plastik. Keloid. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro 6. Dermnet New Zealand. Keloid and hypertrophic scar. http://www.dermnetnz.org/dermal-infiltrative/keloids.html7. Wikipedia. Keloid httx://en.wikipedia.org/wiki/keloid - Wikipedia, the free encyclopedia.htm8. Wikipedia. Scar httx://en.wikipedia.org/wiki/scar- Wikipedia, the free encyclopedia.htm9. MedicineNet. Keloid. http://www.medicinenet.com/ Keloid Causes, Diagnosis, Information, Prevention, Symptoms, and Treatment at MedicineNet_com.htm PAGE 3