laporan kasus bab i pendahuluan

68
BAB I PENDAHULUAN Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. 1,2 Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Diperkirakan pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan 8.000.000 pasien berobat karena diare atau gastroenteritis. Penyakit diare masih 1

Upload: hana-christiani-sembiring

Post on 27-Oct-2015

212 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

laporan kasus disentri amuba koass penyakit dalam RSUD Ulin Banjarmasin yang dirawat selama 14 hari di bangsal perawatan.

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

BAB I

PENDAHULUAN

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau

setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya

lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,

yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer

tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1,2

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung

kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari

14 hari. Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja

di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Diperkirakan pada orang

dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis akut sebanyak

99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan 8.000.000 pasien berobat

karena diare atau gastroenteritis. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB

(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.

Frekuensi kejadian diare pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia,

lebih banyak 2-3 kali dibandingkan negara maju.1,2

Kematian yang terjadi akibat kejadian gastroenteritis akut ini kebanyakan

disebabkan oleh dehidrasi sedang-berat. Dehidrasi terjadi akibat pengeluaran

cairan dan elektrolit yang berlebihan saat terjadi diare. Kejadian mortalitas ini

berhubungan dengan kejadian diare pada anak-anak atau usia lanjut dimana

1

Page 2: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

kesehatan pada usia pasien tersebut sangat rentan terhadap dehidrasi sedang-

berat.1,2

Berdasarkan etiologinya, diare akut dapat diklasifikasikan menjadi siare

infeksi dan non infeksi. Diare infeksi merupakan penyebab tersering terjadi

kejadian gastroenteritis akut yang dapat disebabkan karena infeksi virus, bakteri,

dan parasit. Diare oleh infeksi bakteri merupakan penyebab tersering dari diare.

Sedangkan diare non infeksi dapat disebabkan karena intoksikasi makanan, alergi

makanan tertentu seperti susu sapi, atau malabsorpsi/maldigesti karbohidrat.1,3

Disentri merupakan istilah yang digunakan pada pasien dengan diare atau

buang air besar cair yang disertai darah. Disentri berdasarkan etiologinya

disebabkan oleh disentri amoeba dan disentri basiller. Disentri amoeba disebabkan

oleh infeksi parasit Entamoeba hystolitica sedangkan disentri basiller disebabkan

oleh infeksi bakteri Shigella, Enteroinvasive E.Coli (EIEC), Salmonella, Yersinia,

dan Clostridium perfringens tipe C. Dalam perjalanan penyakitnya, disentri

amoeba dan basiller menunjukkan manifestasi klinis yang berbeda.1,2

Pada makalah ini akan dilaporkan sebuah kasus atas nama Ny.S yang

didiagnosa menderita gastroenteritis akut et causa disentri amoeba dan telah

menjalani perawatan di ruangg Tanjung RSUD Ulin Banjarmasin. Berikut akan

dibahas mengenai definisi, klasifikasi, etiologi, manisfestasi klinis, diagnosis,

penatalaksanaan, dan komplikasi dari disentri amoeba.1,2

2

Page 3: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. Gastroenteritis akut

2.1 Definisi dan Klasifikasi

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau

setengah cair (setengah padat) lebih dari 3 kali per hari dapat atau tanapa disertai

dengan lendir atau darah. Definisi lain mengatakan bahwa diare adalah dimana

kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya atau lebih dari 200 gram setiap

defekasi atau 200 ml/24 jam.1,2

Berdasarkan waktu terjadinya, diare diklasifikasika atas diare akut dan

diare kronik. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurng dari 15 hari.

Sedangkan menurut World Gastroenterology Organisation Global Guidelines

2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan

jumlah lebih banyak dari normal yang berlangsung kurang atau selama 14 hari. 1,2

Sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari

atau 15 hari. Sebenarnya para pakar dunia telah mengajukan beberapa kriteria

mengenai batasan kronik pada kasus diare tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu, 1

bulan, dan 3 bulan. Tetapi Indonesia memilih waktu 15 hari dengan alasan agar

dokter tidak lengah dan dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diae dengan

lebih tepat. Diare persisten merupakan istilah ysng dipakai di luar negeri yang

menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari

3

Page 4: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimna lama diare kronik yang

dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari. 1,2

Sedangkan berdasarkan etiologinya, diare dibagi menjadi diare infekstif

dan diare non-infektif. Diare infektif adalah diare yang disebabkan karena proses

infeksi. Sedangkan diare non infektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai

penyebab pada kasus diare tersebut. 1,2

Berdasarkan patofisiologi atau patomekanismenya, diare dibagi menjadi

diare osmotik dan diare sekretorik. Istilah diare osmotik digunakan apabila terjadi

malabsorpsi dari solut yang menimbulkan meningkatnya tekanan osmotik

intralumen di bagian distal usus halsus dan kolon sehingga menyebabkan

bertambahnya cairan yang hilang. Sedangkan diare sekretorik adalah diare yang

disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus dan menurunnya

kemampuan absorpsi usus.4

2.2 Etiologi

Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri,

parasit, dan virus), keracunan makanan, efek obat-obatan, dan lain-lain. Pada tabel

1.1 akan dijelaskan berbagai etiologi dari diare akut. Menurut 2005, etiologi

diare akut dibagi atas empat penyebab yaitu bakteri, parasit, virus, dan non

infeksi.1,2

Beberapa keadaan dan kelompok orang tertentu mempunyai resiko tinggi

yang dapat mungkin mengalami diare infeksi seperti :1

4

Page 5: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

1. Baru saja bepergian/melancong ke negera berkembang, daerah tropis,

kelompok perdamaian dan pekerja sukarela atau orang yang sering

berkemah (dasar berair).

2. Makanan atau keadaan makanan yang tidak biasa seperti makanan laut dan

shell fish, terutama yang mentah, restoran dan rumah makan cepat saji (fast

food), dan makanan piknik.

3. Homoseksual, pekerja seks, penggunaan obat intravena, resiko infeksi HIV,

sindrom usus homoseks (Gay bowel syndrome), sindrom defisiensi

kekebalan didapat (Acquired immune deficiency syndrome/AIDS).

4. Baru saja menggunakan obat antimikrob pada institusi seperti institusi

kejiwaan/mental, rumah sakit, dan lain-lain.

Tabel 2.1. Etiologi Diare AkutInfeksi1. Enteral

Bakteri: Shigella sp, E.coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinia enterocolytica, Campylobacter jejuni, V.parahaemoliticus, Staphylococcus aureus, Streptococcus aureus, Sterptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus, dll.

Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, cytomegalovirus (CMV), Echovirus, HIV.

Parasit (protozoa) : Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum, Balantidium coli.

Cacing : Ascaris lumbricoides, caing tambang, Trichuris trichiura, S.stercolaris, Cestodiasis, dll.

Fungus : kandida/moniliasis.2. Parenteral : Otitis media akut (OMA), pneumonia, traveller’s diarrhea,

E.coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba hystolitica, dllMakanan : Intoksikasi makanan : makanan beracun atau mengandung logam

berat, makanan yang mengnadung bakteri/toksin seperti Clostridium perfringens, B.cereus, S.aureus, Streptococcus anhaemolyticus, dll.

Alergi: susu sapi, makanan tertentu. Malabsorpsi/maldigesti karbohidrat: monosakarida (glukosa, laktosa,

5

Page 6: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

galaktosa), disakarida (sukrosa, laktosa), lemak: rantai panjang trigliserida, protein: asam amino tertentu, celiacspure gluten malabsorption, protein intolerance, susu sapi, vitamin dan mineral.

Immunodefisiensi Hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit granulomatose kronik, defisiensi IgA, imnudefisiensi IgA heavy combination.

Terapi obat seperti antiboitk, kemoterapi, antasida, dll.Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterotomi, dosis tinggi terapi radiasi.Lain-lain : sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik (neuropati diabetik)

Tabel 2.1 Etiologi Diare Akut1

2.3 Epidemiologi

Diare akut merupakan keluhan tersering yang ditemukan pada dewasa..

Diperkirakan pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau

gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat keluhan diare

menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter

Diperkirakan 8.000.000 pasien berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien

dirawat di rumah sakit setiap tahunnya (1.5% merupakan pasien dewasa) yang

disebabkan karena diare atau gastroenteritis. Sementara di beberapa rumah sakit di

Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi menempati peringkat

pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.3

6

Page 7: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989, jumlah kasus diare didapatkan

13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan

0,05 % pasien rawat jalan. Pen yebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella,

Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica.

Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat

juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli

( EIEC).3

2.4 Patofisiologi

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme

antara lain :4

1. Osmolaritas intraluminal yang meningkat, yang disebut diare osmotik,

2. Sekresi cairan dan elektrolit yang meningkat, yang disebut diare sekretorik,

3. Malabsorpsi asam empedu, malabsorpsi lemak,

4. Defek suatu sistem pertukaran pertukaran anion/transport elektrolit aktif di

enterosit,

5. Motilitas dan waktu transit usus meningkat,

6. Gangguan permeabilitas usus,

7. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflmtorik,

8. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.

Diare osmotik yaitu tipe diare yang disebabkan karena meningkatnya

tekanan intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang

hiperosmotik seperto MgSO4, Mg(OH)2, malabsorpsi uDmum, dan defek dalam

7

Page 8: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

absorpsi mukosa usus misalnya pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi

glukosa/galaktosa.1

Diare sekretorik yaitu tipe diare yang disebabkan karena meningkatnya

sekresi air dan elektrolit dari usus dan menuurunkan absorpsi. Yanh khas pada

diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak

sekali. Diare ini akan tetap berlangsung walapun dilakukan puasa makan/minum.

Penyebab dari diare ini antara lain pada infeksi Vibrio cholerae atau Escherichia

coli, reseksi ileum, dan efek obat laksatif.1

Malabsorpsi asam empedu dan leman yaitu tipe diare yng didaptkan pada

gangguan pembentukan empedu dan penyakit-penyakit saluran biliar dan hati.

Sedangkan diare pada defek sistem pertukaran anion/transpor elektrolit aktif di

enterosit disebabkan adanya hambatan mekanisme transpor aktif Na+-K+ ATPase

di enterosit dan absorpsi natrium yang abnormal.1

Diare pada motilitas dan waktu transit usus abnormal disebabkan karena

hipermotilitasdan iregulitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang

abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain diabetes militus,

pasca vagotomi, dan hipertiroid. Pada gangguan permeabilitas usus, diare

disebabkan karena permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan

morfologi membran epitel spesifik pada usus halus.1

Diare infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi

diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri

dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang

disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti

8

Page 9: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala

dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan

lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.1

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang

mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah.

Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan

tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan

pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.1

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi

menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare

osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas

dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya

adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam

magnesium.1

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi

yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat

toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam

empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon

intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat

menyebabkan diare sekretorik. 1,2

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik

usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi

bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory

9

Page 10: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah akibat gangguan

motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini

terjadi pada keadaan tirotoksikosis, ssindroma usus iritabel atau diabetes melitus.

1,2

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri

paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan

penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan

mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang

invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. 1,2

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen

meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,

invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat

menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi

pertahanan mukosa usus. Berikut adalah berbagai macam cara terjadinya infeksi

pada usus : 1,2

1. Adhesi

Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur

polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada

permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga

sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada

enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC). Mekanisme adhesi yang

kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang melibatkan

gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi

10

Page 11: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran

mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi

EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang

ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman

enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.

2. Invasi

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel

usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke

sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan

reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat

dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat

vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang

menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala

sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri

lain bersifat invasif misalnya Salmonella.

3. Sitotoksin

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh

Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan

sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang

dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik,

kuman EPEC serta V. Parahemolyticus.

4. Enterotoksin

11

Page 12: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT)

yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus.

Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan

merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP

intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus

serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.

ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama

dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP

selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili,

membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.

5. Peranan Enteric Nervous System (ENS)

Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan

reseptor neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di

pleksus mienterikus, neuron nitrergik serta neuron sekretori VIPergik. Efek

sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan

refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik

aferen kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik

tipe 1 VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok

seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka

kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja pada ENS selain yang

bersifat antisekretorik pada enterosit.

3. Disentri Amoeba

12

Page 13: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

3.1 Definisi

Disentri berasal dari bahasa Yunani yaitu dys (gangguan) dan enteron

(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala

buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang

air besar dengan tinja bercampur berlendir (mucus) dan nyeri saat buang air besar

(tenesmus).2,3

Penyebab yang terpenting dan tersering adalah Entamoeba histolytica.

E.histolytica menyebabkan disentri pada anak yang lebih besar, tetapi jarang pada

balita.2

3.2 Epidemiologi

Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat

disentri basiler pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman

penyebab disentri basiler ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan

lingkungan yang masih kurang. Disentri amoeba tersebar hampir ke seluruh dunia

terutama di negara yang sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini

dikarenakan faktor kepadatan penduduk, higiene individu, sanitasi lingkungan dan

kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang. Penyakit ini biasanya

menyerang anak dengan usia lebih dari 5 tahun. Spesies Entamoeba menyerang

10% populasi didunia. Prevalensi yang tinggi mencapai 50 persen di Asia, Afrika

dan Amerika selatan.3

Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang

dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di

13

Page 14: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

Bagian Penyakit Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat di

catatan medis, dari 748 kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus yang

disebabkan oleh disentri basiler. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di

beberapa rumah sakit di Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan Nopember 1999,

dari 3848 orang penderita diare berat, ditemukan 5% shigella. Prevalensi

amebiasis sangat bervariasi, diperkirakan 10 persen populasi terinfeksi. Prevalensi

tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan hostdan reservoir utama.

Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan

perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal, atau lewat hubungan seksual anal-

oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat dan kurangnya sanitasi

individual mempermudah penularannya.3,4,5

3.3 Etiologi

Etiologi dari disentri ada 2, yaitu disentri basiler yang disebabkan oleh

kuman Shigella dan disentri amoeba yang disebabkan oleh parasit Entamoeba

hystolitica. Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili

enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii

dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S.sonnei adalah satu-satunya

yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh yang didapat bersifat

serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang

berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan

menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit ini kadang-

kadang bersifat ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang

14

Page 15: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

jelek akan menyebabkan mudahnya penularan penyakit. Secara klinis mempunyai

tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit

dan tenesmus. 4

E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai

mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi

mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di

dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus

hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan

bentuk kista.6

Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10

mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat

dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien

mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Sementara trofozoit

patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun

luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri. Diameternya

lebih besar dari trofozoit komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung

beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering

menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung

jawab terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar

tubuh manusia.6,7

Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa.

Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung awab

terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh

15

Page 16: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam

sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus

besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.6,7

3.4 Patogenesis

Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar

dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan

menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai

saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,

sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran.6,7

Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan

lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus.

Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi

di lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi

ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang

minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di

semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya

adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.6,7

3.5 Manifestasi Klinis

Carrier (Cyst Passer)

Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini

disebabkan karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak

mengadakan invasi ke dinding usus.5,7

16

Page 17: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

Disentri amoeba ringan

Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya

mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat

timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja

bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid,

jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi

ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan

(subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.5,7

Disentri amoeba sedang

Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan,

tetapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya

disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan

disertai hepatomegali yang nyeri ringan.5,7

Disentri amoeba berat

Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diare

disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (390C-400C)

disertai mual dan anemia.5,7

Disentri amoeba kronik

Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare

diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan

berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala

neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam

atau makanan yang sulit dicerna.7

17

Page 18: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

3.6 Diagnosis Banding

3.6.1 Disentri Basiler

Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella sp. Shigella adalah basil non

motil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella, yaitu

S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari

shigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena

kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat

terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan

menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103

organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan dan kadang-kadang berat.

Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan mudahnya penularan

penyakit.6,7

Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari

sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare

disertai demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja

masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun.6,7

Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai

yang berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti

pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang

berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya

18

Page 19: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air dengan

lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi,

renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul

rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka

menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat

(hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti

gejala kolera atau keracunan makanan.6,7

Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan

koma uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan

pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat

misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik

secara perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama.6,7

Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya

lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan

pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda

dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secara

menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan yang baik.6,7

3.7 Pemeriksaan Penunjang

3.7.1 Pemeriksaan Feses

Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat

penting. Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk

pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan

19

Page 20: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan

sebelum pasien mendapat pengobatan.8

Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari

bentuk kista karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan

langsung tampak kista berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya

terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul,

sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat digunakan larutan

lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak tampak.

Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode

konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng

sulfat kista akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin

kista akan mengendap.8,9

Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan

tinja yang masih segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang

mengandung darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang

masih bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang

seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di

dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin.

3.7.2 Pemeriksaan Roentgen Kolon

Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena seringkali

ulkus tidak tampak. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon

dengan barium enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak

filling defect yang mirip karsinoma.8,9

20

Page 21: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

3.7.3 Sigmodioskopi dan Kolonoskopi

Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan

gejala disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba.

Akan tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini

akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat

kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal.8,9

3.7.4 Pemeriksaan Serologi

Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati

amebik dan epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan

(invasif). Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri

amoeba dan negatif pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita

amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.8,9

3.7.5 Ultrasonografi

Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses piogenik dan

neoplasma. Pemeriksaan ultrasonografi dapat membedakannya dengan

neoplasma, sedang ditemukannya echinococcus dapat membedakannya dengan

abses piogenik. Salah satu caranya yaitu dengan dilakukannya pungsi abses.8,9

3.8 Penatalaksanaan

21

Page 22: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat,

mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan

antibiotika.10,11

Cairan dan elektrolit

Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi

oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi dan berat

badan penderita turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan cairan melalui infus

untuk menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi jika penderita tidak muntah,

cairan dapat diberikan melalui minuman atau pemberian air kaldu atau oralit. Bila

penderita berangsur sembuh, susu tanpa gula mulai dapat diberikan. 11

Pengobatan Spesifik

Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga

kali perhari selama 20 hari. Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin

500 mg empat kali selama 5 hari.5,6

Amebiasis intestinal berat menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mg

tiga kali sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5 hari, dan

emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari. Amebiasis ektraintestinal,

menggunakan 3 obat : Metonidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari,

kloroquin fosfat 1 gram perhari selama 2 hari dilanjutkan 500 mg/hari selama 4

minggu, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.5,6

3.9 Komplikasi

22

Page 23: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik berat maupun

ringan. Berdasarkan lokasinya, komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi

komplikasi intestinal dan ekstraintestinal.6

Komplikasi intestinal 6

Perdarahan usus

Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan

merusak pembuluh darah.

Perforasi usus

Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muskular dinding usus

besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi.

Peritonitis juga dapat disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba.

Ameboma

Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi

terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum

dan rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau

penyempitan usus.

Intususepsi. Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang

memerlukan tindakan operasi segera.

Penyempitan usus (striktura). Dapat terjadi pada disentri kronik akibat

terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma.

Komplikasi ekstraintestinal 6

23

Page 24: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

Amebiasis hati

Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering

terjadi. Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau tahun

sesudah infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat

embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat

pembuluh getah bening. Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang

merupakan stadium dini abses hati kemudian timbul nekrosis fokal kecil-

kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi satu, membentuk abses

tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah vena porta, maka abses hati

ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan. Abses berisi nanah kental

yang steril, tidak berbau, berwarna kecoklatan (chocolate paste) yang

terdiri atas jaringan sel hati yang rusak bercampur darah. Kadang-kadang

dapat berwarna kuning kehijauan karena bercampur dengan cairan

empedu.

Abses pleuropulmonal6

Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Kurang lebih

10-20% abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Abses paru

juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus

besar. Dapat pula terjadi hiliran (fistel) hepatobronkhial sehingga

penderita batuk- batuk dengan sputum berwarna kecoklatan yang rasanya

seperti hati.

24

Page 25: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

Abses otak, limpa dan organ lain. Keadaan ini dapat terjadi akibat

embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar maupun dari abses hati

walaupun sangat jarang terjadi.6

Amebiasis kulit. Terjadi akibat invasi amoeba langsung dari dinding usus

besar dengan membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal

atau dinding perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi

ameba yang berasal dari anus.6

3.10 Prognosis

Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan

pengobatan dini yang tepat serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan.

Pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa

komplikasi. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak amoeba.6

25

Page 26: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 DATA PRIBADI

Nama : Ny.M J

No.RMK : 907994

Umur : 38 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Kawin/belum : Kawin

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Jl.Handal Pasian Sei Jangkit, Kuala Kapuas

MRS Tanggal : 1 November 2010

Ruangan : Tanjung

3.2 KELUHAN UTAMA : berak cair

26

Page 27: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

3.2.1 ANAMNESA

3.2.1.1 Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh berak

cair, tidak menyemprot, volume ± 100 cc tiap kali BAB,

frekuensi >3x sehari, mengandung lendir dan darah. Os juga

mengeluh perutnya sakit sejak menderita berak cair. Nyeri

dirasakan diseluruh bagian perut dan bersifat hilang timbul. Os

tidak ada mengeluh demam, mual, dan muntah. BAK normal,

banyak, dan tidak ada nyeri saat kencing. Os masih dapat makan

dan minum.

3.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu

Tiga minggu yang lalu, os pernah juga menderita berak cair

mengandung lendir dan darah dan telah dirawat di rumah sakit

daerah setempat. Setelah dirawat 5 hari, keluhan berkurang.

3.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi (-), DM (-), Asma (-)

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : komposmentis

GCS : 4-5-6

Tanda Vital : TD = 140/90 mmHg

27

Page 28: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

N = 76 x/menit, kuat angkat

RR = 18 x/menit

T = 36.6 0C

PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHER

Kepala : Bentuk mesosefali, simetris, rambut hitam distribusi

merata

Kulit : Turgor baik, kelembapan cukup, anemis (-).

Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).

Telinga : Bentuk normal, simetris, tidak ada deformitas, sekret tidak

ada, serumen minimal

Hidung : Bentuk normal dan simetris, pernafasan cuping hidung

tidak ada

Mulut : Mukosa bibir kering, anemuis (-), sianosis (-)

Leher : Tidak ada pembesaran KGB, JVP tidak meningkat, kaku

kuduk tidak ada

PEMERIKSAAN THORAKS

Paru

Inspeksi : Bentuk simetris, gerakan nafas simetris

Palpasi : Fremitus raba simetris normal

Perkusi : Sonor/Sonor

28

Page 29: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis tidak teraba

Perkusi : Kanan : ICS II LPS kanan- ICS V LMK kanan

Kiri : ICS II LPS kiri- ICS V LMK kiri

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, bising jantung tidak ada

PEMERIKSAAN ABDOMEN

Inspeksi : cekung, distensi tidak ada

Palpasi : hepar, lien dan massa tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus positif normal

EKSTRIMITAS

Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), parese (-)

3.4 DIAGNOSA

3.4.1 DIAGNOSA BANDING

I. Gastoenteritis akut e.c disentri amoeba

II. Gastoenteritis akut e.c disentri basiller

III. Kolitis

3.4.1 DIAGNOSA SEMENTARA

29

Page 30: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

Gastroenteritis akut e.c disentri

3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

3.5.1 Laboratorium Darah (1-11-2010)

Hb = 11.0 g/dl MCV = 62.0 fl

Leukosit = 6.200/ul MCH = 20.8 pg

Eritrosit = 5.290.000/ul MCHC = 33.5 %

Hematokrit = 33 vol%

Trombosit = 425.000/ul

RDW-CV = 29.2 %

Neutrofil = 66.8% (4.200/ul)

Limfosit = 23.3% (1.500/ul)

MID = 9.9% (600/ul)

GDS = 88 mg/dl

SGOT = 18 U/L

SGPT = 11 U/L

Ureum = 10 mg/dl

Creatinin = 1.0 mg/dl

Asam Urat = 3.0 mg/dl

3.5.2 Feses Rutin (3-12-2010)

30

Page 31: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

Makroskopis

Konsistensi = cair

Warna = merah kecoklatan

Lendir = positif

Darah = positif

Miskroskopis

Leukosit = 2-3

Eritrosit = 2-4

Telur cacing = Negatif

Entamoebehyat = Histolytica +1

Kista = Positif

3.5.3 USG Abdomen

Hepar, lien, ginjal, dan vesica urinaria dalam batas normal.

3.6 Follow Up

Tabel 3.1 Data Follow Up tanggal 2 November s/d 5 November 2010

TanggalHari Perawatan

2-11-2010

3-11-2010

4-11-2010 5-11-2010

SUBJECTIVE

Berak cair Frekuensi (x) Ampas Lendir Darah

(+)5x(+)(+)(+)

(+)6x(+)(+)(+)

(+)2x(+)(+)(+)

(+)3-4x(+)(+)(+)

Nyeri perut (+) (+) (+) (+)Mual/muntah (-/-) (-/-) (-/-) (-/-)Makan/minum (</<) (</<) (+/+) (+/+)Demam (-) (-) (-) (-)Sulit tidur (-) (+) (+) (+)

31

Page 32: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

OBJECTIVE

Tek. Darah (mmHg) 140/90 140/100 150/100 120/100Nadi (x/menit) 76 78 76 78RR (x/menit) 18 18 18 20T (0C) 36.5 36.8 36.5 36.6Abdomen : Datar Nyeri tekan

suprapubis Bising usus

(+)(+)

(+),

Cekung(+)

(+),

Cekung(+)

(+),

Cekung(+)(+)(+),

Assement

Gastroenteritis akut susp disentri

GEASusp

disentri

GEASusp

disentri

DisentriAmoeba

DisentriAmoeba

PLANNING

IVFD RL 20 tpm (+) (+) (+) (+)Buscopan 3x1 amp (+) (+) (+) (+)Ranitidin 3x1 amp (+) (+) (+) (+)Ceftriaxone 2x1 gr (-) (-) (-) (-)Metronidazole 3x500 (-) (-) (+) (+)Lodia 1x1 tab (+) (+) (+) (+), 2x2 tbKotrimoksazol 2x2 tb (+) (+) (+) (+)Clobazam 0-0-1/2 (-) (-) (-) (-)Sulcolon 3x1 (-) (-) (-) (-)Biodiar 3x2 tab (-) (-) (-) (-)Pankreoflat 3x1 tab (-) (-) (-) (-)Sulcolon 3x1 (-) (-) (-) (-)Ciprofloxacin 3x500 (-) (-) (-) (-)Feses Lengkap Pro FL Tunggu

FLEntamoeba

(+)Kista (+)

Entamoeba (+)

Kista (+)USG Abdomen (-) (-) (-) (-)

Tabel 3.2 Data Follow Up tanggal 6 November s/d 9 November 2010

TanggalHari Perawatan

6-11-2010 7-11-2010 8-11-2010

9-11-2010

SUBJECTIVE

Berak cair Frekuensi (x) Ampas Lendir Darah

(+)6x(+)(+)(+)

(+)5x(+)(+)(+)

(+)3x(+)(+)(+)

(<)3x(+)(+)(+)

Nyeri perut (+) (+) (+) (+)Mual/muntah (-/-) (-/-) (-/-) (+/-)Makan/minum (</<) (</<) (+/+) (</+)Demam (-) (-) (-) (-)Sulit tidur (-) (+) (+) (+)

OBJ

Tek. Darah (mmHg)

140/90 140/90 130/90 120/80

Nadi (x/menit) 76 80 84 84

32

Page 33: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

ECTIVE

RR (x/menit) 20 18 24 28T (0C) 36.7 36.6 36.8 36.6Abdomen : Datar Nyeri tekan

suprapubis Bising usus

Cekung (+)

(+)

Cekung(+)

(+)

Cekung(<)

(+)

Datar(+)(+)(+)

Assement Gastroenteritis akut susp disentri

DisentriAmoeba

DisentriAmoeba

DisentriAmoeba

DisentriAmoeba

P

L

A

N

N

I

N

G

IVFD RL 20 tpm (+) (+) (+) (+)Buscopan 3x1 amp (+) (+) (+) (+)Ranitidin 3x1 amp (+) (+) (+) (+)Ceftriaxone 2x1 gr (-) (-) (-) (-)Metronidazole 3x500

(+) (+) (+) (+)

Lodia 2x2 tab (+) (+) (+) (+)Kotrimoksazol 2x2 tb

(-) (-) (-) (-)

Clobazam 0-0-1/2 (-) (-) (+) (+), 2x1Sulcolon 3x1 (-) (-) (-) (-)Biodiar 3x2 tab (-) (-) (-) (-)Pankreoflat 3x1 tab

(-) (-) (-) (-)

Sulcolon 3x1 (-) (-) (-) (-)Ciprofloxacin 3x500

(-) (-) (-) (-)

Feses Lengkap Entamoeba (+)

Kista (+)

Entamoeba (+)

Kista (+)

Entamoeba (+)

Kista (+)

Entamoeba (+)

Kista (+)USG Abdomen (-) (-) (-) (-)

Tabel 3.3 Data Follow Up tanggal 10 November s/d 13 November 2010

TanggalHari Perawatan10-11-2010 11-11-210 12-11-

201013-11-10

SUBJECTIVE

Berak cair Frekuensi (x) Ampas Lendir Darah

(<)3x(-)(+)(+)

(+)4x(<)(+)(+)

(+)3x(+)(+)(+)

(<)2x(+)(+)(+)

Nyeri perut (+) (+) (+) (+)Mual/muntah (-/-) (+/-) (-/-) (+/-)Makan/minum (</+) (</<) (+/+) (</+)Demam (-) (-) (-) (-)Sulit tidur (-) (+) (+) (+)

OB

Tek. Darah (mmHg)

120/80 110/80 110/80 110/80

33

Page 34: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

JECTIVE

Nadi (x/menit) 92 100 78 72RR (x/menit) 22 20 28 24T (0C) 36.7 36.4 36.6 36.7Abdomen : Datar Nyeri tekan

suprapubis Bising usus

Cekung(+)

(+)

Cekung(<)

(+)

Cekung(<)

(+)

Datar(<)

(+)Assement Gastroenteritis

akut susp disentriDisentriAmoeba

DisentriAmoeba

DisentriAmoeba

DisentriAmoeba

P

L

A

N

N

I

N

G

IVFD RL 20 tpm (+) (+) (+) (+)Buscopan 3x1 amp (+) (+) (+) (+)Ranitidin 3x1 amp (+) (+) (+) (+)Ceftriaxone 2x1 gr (-) (-) (-) (-)Metronidazole 3x500

(+) (+) (+) (+)

Lodia 2x2 tab (+) (+) (+) (+)Kotrimoksazol 2x2 tb

(-) (-) (-) (-)

Clobazam tab 0-0-1

(+) (+) (+) (+)

Sulcolon tab 3x1 (+) (+) (-) (-)Biodiar 3x2 tab (+) (+) (+) (-)Pankreoflat 3x1 tab

(+) (+) (-) (-)

Sulcolon 3x1 (+) (+) (-) (-)Ciprofloxacin tab 2x500 mg

(+) (+) (-) (-)

Feses Lengkap Entamoeba (+)

Kista (+)

Entamoeba (+)

Kista (+)

Entamoeba (+)

Kista (+)

Entamoeba (+)

Kista (+)USG Abdomen (-) (-) Pro USG Normal

Tabel 3.3 Data Follow Up tanggal 14 November 2010

Tanggal 14-11-2010

SUBJECTIV

Berak cair Frekuensi (x) Ampas Lendir Darah

(<)3x(+)(+)(+)

Nyeri perut (+)Mual/muntah (-/-)Makan/minum (+/+)Demam (-)

34

Page 35: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

E Sulit tidur (-)OBJECTIVE

Tek. Darah (mmHg) 130/90Nadi (x/menit) 88RR (x/menit) 24T (0C) 36.8Abdomen : Datar Nyeri tekan

suprapubis Bising usus

Cekung (+)

(+)Assement Gastroenteritis akut

susp disentriDisentriAmoeba

P

L

A

N

N

I

N

G

IVFD RL 20 tpm (+)Buscopan 3x1 amp (+)Ranitidin 3x1 amp (+)Ceftriaxone 2x1 gr (-)Metronidazole 3x500 (+)Lodia 2x2 tab (+)Kotrimoksazol 2x2 tb (-)

Clobazam 0-0-1 (+)Sulcolon 3x1 (+)Biodiar 3x2 tab (+)Pankreoflat 3x1 tab (+)Sulcolon 3x1 (+)Ciprofloxacin 3x500 (+)Feses Lengkap Entamoe

ba (+)Kista (+)

USG Abdomen Normal

35

Page 36: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari bab sebelumnya telah didapat beberapa informasi sebagai berikut :

Dari anamnesis ditemukan bahwa pasien datang dengan keluhan berak

cair diserta lendir dan darah sejak 1 minggu yang lalu. Berak cair warna kuning,

berampas, volume sedikit-sedikit yaitu ± 100cc tiap BAB, frekuensi >5 kali tiap

hari. Berak cair disertai nyeri perut terutama di daerah sekitar lumbal sinistra.

Tidak ada demam serta keluhan gastrointestinal yang lain. Dari hasil anemnesis

tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gastroenteritis akut (diare

akut) et causa disentri.

Gastroenteritis akut (diare akut) adalah suatu keadaan dimana buang air

besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat)

lebih dari 3 kali per hari dapat atau tanpa disertai dengan lendir atau darah, yang

berlangsung kurang dari 14 hari. Sedangkan disentri adalah suatu istilah untuk

diare yang disertai dengan darah.5,9,11

36

Page 37: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

Berdasarkan etiologinya, disentri dibagi menjadi dua yaitu disentri

basiler dan disentri amoeba. Disentri basiller disebabkan oleh infeksi kuman

Shigella sp, Salmonella sp, Escherichia coli enteroinvasif (ETEC), dan

Campylobacter jejuni. Sedangkan disentro amoeba terutama disebabkan oleh

parasit Entamoeba hystolitica.1,2

Gejala khas pada disentri basiller yaitu diare disertai darah, demam tinggi

(39.5-400C), mual-muntah, anoreksia, kram di perut, dan dapat disertai gejala

menyerupai esefalitis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk). Sedangkan

gejala khas pada disentri amoeba ditandai dengan diare disertai lendir dan darah,

frekuensi diare lebih sedikit dari disentri basiller (<10kali/hari), volume sedikit-

sedikit dengan gejala nyeri kolik. Dari hasil anemnesa dan pemeriksaan fisik pada

kasus ini, dapat dapat didiagnosis sementara sebagai disentri amoeba.1,2

Untuk menentukan diagnosis pasti dari etiologi diare maka harus

dilakukan pemeriksaan feses lengkap. Pada pemeriksaan mikroskopis feses

disentri basiler biasanya akan ditemukan adanya eritrosit dan sel PMN .

Pemeriksaan ini harus dilanjutkan dengan biakan feses untuk menentukan etiologi

kuman penyebab. Sedangkan pada disentri amoeba, dapat ditemukan bentuk kista

dan tropozoit dari parasit Entamoeba hystolitica.4,9

E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai

mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi

mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di

dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus

37

Page 38: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan

bentuk kista.4,7

Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10

mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat

dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien

mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Sementara trofozoit

patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun

luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri. Diameternya

lebih besar dari trofozoit komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung

beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering

menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung

jawab terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar

tubuh manusia.4,7

Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa.

Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung awab

terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh

manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam

sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus

besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.4,7,6

Hasil pemeriksaan feses lengkap pada kasus ini ditemukan bahwa feses

mengandung kista Entamoeba disertai eritrosit (2-3), leukosit (3-4). Dari hasil

pemeriksaan ini maka pasien dapat didiagnosis sebagai disentri amoeba. Bentuk

38

Page 39: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

kista Entamoeba adalah bentuk dorman dan bertanggung jawab terhadap proses

penularan. Kista Entamoeba hystolitica mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :4

1. Bentuk memadat mendekati bulat, ukurn 10-20µm,

2. Kista matang memiliki 4 kista entamoeba,

3. Tidak dijumpai lagi eritrosist dalam sitoplasma,

4. Kista yang belum matang memiliki glikogen (chromatoidal bodies) berbentuk

cerutu, namun biasanya menghilang setelah kista matang.

Gambar 4.1 Kista Entamoeba hystolitica4

Manifestasi klinis disentri amoeba dapat bermacam-macam antara lain

carrier (cyst passer), amoebiasis interstinal ringan (disentri amoeba ringan),

amobiasis intestinal sedang (disentri amoeba sedang), disentri amoeba berat, dan

disentri amoeba kronik. Berdasarkan klasifikasi di atas, pasien pada kasus ini

termasuk dalam amoebiasis intestinal ringan.6

Pada amoebiasis intestinal ringan, timbulnya penyakit (onset penyakit)

perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut

ringan yang bersifat kejang. Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan

39

Page 40: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat

sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan

tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik,

tanpa atau sedikit demam ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang

tidak atau sedikit nyeri tekan.6

Aspek paling penting dari penatalaksanaan gastroenteritis akut adalah

menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama fase akut akut,

pengobatan spesifik, dan simptomatis. Jumlah cairan yang hendak diberikan

sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan

dapat dihitung dengan memakai cara : 5,11

1. BJ plasma, dengan memakai rumus :

Kebutuhan cairan = BD Plasma – 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml 0,001

2. Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :

Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB

Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB

Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB

3. Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor

(tabel 4.2) .

Skor Penilaian Dehidrasi (Metode Daldiono) KlinisRasa haus/muntah 1Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1

40

Page 41: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2Frekwensi Nadi> 120 x/menit 1Kesadaran apatis 1Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2Frekuensi nafas > 30 x/menit 1Facies cholerica 2Voxcholerica 2Turgor kulit menurun 1Washer’s woman’s hand 1Ekstremitas dingin 1Sianosis 2Umur 50-60 tahun 1Umur> 60 tahun 2

Pada kasus ini pasien dalam keadaan dehidrasi ringan dimana pasien

masih dapat mengkompensasi defisit cairan dengan pemberian oral. Pemberian

cairan dan elektrolt intravena sebebarnya tidak diperlukan. Pemberian cairan

intravena diberikan pada kasus disentri amoeba berat hingga kronik.

Pada pasien disentri amoeba ringan-sedang dapat ditemukan ulkus pada

mukosa usus besar yang dpat mencapai lapisan submukosa, dan dapat

mengakibatkan gangguan peristaltik usus. Pasien akan mengalami diare atu

disentri tetapi tidak berat sehingga tidak memerlukan infus cairan elektrolit atau

transfusi darah. Sebagai obat pilihan adalah metronidazol dengan dosis 3x750 mg

41

Kebutuhan cairan = Skor 10% X KgBB X 1 liter 15

Page 42: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

sehari selama 5-10 hari. Keluhan biasanya akan berkurang setelah pemakain

metronidazol 5-7 hari.6

Pada pasien ini, diberikan infus metronidazaol 3x500 mg pada hari

perawatan ke III dan diberikan selama 10 hari. Berdasarkan tabel evaluasi pasien

selama perawatan, setelah pemakaian metronidazol intravena 3x500 mg selama 10

hari, keluhan BAB cair pasien berkurang tetapi diare tetap masih berlendir dan

berdarah. Os juga mengeluh perutnya bertambah sakit terutama di daerah lumbal

sinistra yang menjalar hingga ke pinggang. Nyeri kolik yang dirasakan pasien

diatasi dengan pemeberian injeksi Buscopan 3x1 amp.

Pada kasus ini perlu dipikirkan adanya kemungkinan terjadi kolitis

ulseratif. Kolitis ulseratif termasuk dalam salah satu penyakit inflamasi usus atau

yang lebih dikenal dengan Inflammatory Bowel Disease (IBD). IBD adalah

penyakit saluran cerna dengan penyebab pasti yang belum jelas hingga saat ini.

Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah disertai nyeri abdomen

seringkali dengan demam dan penurunan berat badan. Pada penyakit ringan, bisa

terdapat keluhan diare cair mengandung sedikit darah tanpa gejala sistemik.12

42

Page 43: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

Derajat penyakit kolitis dapat dibagi atas ringan, sedang, dan berat

berdasarkan frekuensi diare, ada tidaknya demam, derajat anemia dan laju endap

darah (klasifikasi Truelove). Pasien pada kasus ini termasuk dalam kolitis ulserati

ringan.12

Mild Moderate Severe

Number of stools per day

(n)

<4 4-6 >6

Temperature (0C) Afebrile Intermediate >37.8

Heart Rate (bite/minute) Normal Intermediate 90

Haemoglobin (g/dl) >11 10-11.5 <10.5

ESR (mm/h) <20 20-30 >30

Tabel 4.1 Klasifikasi Truelove and Witt’s: Derajat Penyakit Kolitis Ulseratifa

Diagnosis pasti dari penyakit kolitis ulseratif adalah melalui pemeriksaan

roentgen kolon meliputi foto polos abdomen, barium enema, dan ultrasonografi

serta ditunjang dengan pemeriksaan kolonoskopi dan histopatologi.

Penatalaksaan kolitis ulseratif adalah dengan pemberian sulfasalazin.12

43

Page 44: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

Penatalaksaan kolitis ulseratif ringan sampai sedang adalah dengan

pemeberian sulfasalazin. Sulfasalazin (salisilazosulfapiridin) merupakan

kombinasi sulfapirin dengan asam 5-aminosalisilat yang dihubungkan dengan

ikatan azo. Obat ini sukar diabsorbsi dari usus, dan rantai azo diputuskan oleh

flora bakteri dalam ileium bagian distal dan kolon untuk membebaskan 5-ASA. 5-

ASA ini mempunyai efek antiinflamasi (sumber utama dari efek obat ini).

Sulfasalazin pertama kali diperkenalkan pada tahun 1940-an untuk pengobatan

artritis reumatoid. Kemudian obat ini efektif untuk colitis ulseratif ringan-sedang

dan kolitis Crohn tetapi kurang efektif pada penyakit Crohn usus halus.12

Dosis terapi adalah 3-4 g/hari dalam dosis terbagi. Dosis kecil biasanya 2

g/hari. Efek samping yang berhubungan dengan dosis seperti malaise, mual dan

sakit kepala ditemukan 20% pada penderita yang mendapat sulfasalazin 4 g/hari.

Efek samping dapat dicegah dengan cara memberikan dosis awal yang rendah dan

ditingkatkan secara perlahan- lahan untuk medapat dosis yang dikehendaki.12

Kemungkinan terjadi kolitis ulseratif pada kasus ini tidak dapat

ditegakkan karena belum dilakukan pemeriksaan barium enema, kolonoskopi dan

histopatologi. Pasien pulang atas permintaan sendiri pada tanggal 14 November

2010.

BAB V

PENUTUP

44

Page 45: Laporan Kasus BAB I Pendahuluan

Telah dilaporkan sebuah kasus gastroenteritis akut et causa disentri

amoeba. Pasien telah dilakukan perawatan selama 14 hari di ruang Tanjung

(Penyakit Dalam Wanita) RSUD Ulin Banjarmasin, dari tanggal 1 November

sampai 14 November 2010. Pasien telah mendapatkan penatalaksanaan berupa

Infus RL 20 tpm, Metronidazol 3x500 mg, Buscopan 3x1 amp, Ranitidin 2x1

amp, Lodia 2x2 tab, Ciprofloxacin 2x500mg, Sulcolon 3x1, Biodiar 3x2 tab,

Pankreoflat 3x1 tab. Setelah 14 hari perawatan, os pulang atas permintaan sendiri

45