laporan kasus bab i pendahuluan
DESCRIPTION
laporan kasus disentri amuba koass penyakit dalam RSUD Ulin Banjarmasin yang dirawat selama 14 hari di bangsal perawatan.TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,
yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1,2
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung
kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari
14 hari. Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja
di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Diperkirakan pada orang
dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis akut sebanyak
99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan 8.000.000 pasien berobat
karena diare atau gastroenteritis. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.
Frekuensi kejadian diare pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia,
lebih banyak 2-3 kali dibandingkan negara maju.1,2
Kematian yang terjadi akibat kejadian gastroenteritis akut ini kebanyakan
disebabkan oleh dehidrasi sedang-berat. Dehidrasi terjadi akibat pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan saat terjadi diare. Kejadian mortalitas ini
berhubungan dengan kejadian diare pada anak-anak atau usia lanjut dimana
1
kesehatan pada usia pasien tersebut sangat rentan terhadap dehidrasi sedang-
berat.1,2
Berdasarkan etiologinya, diare akut dapat diklasifikasikan menjadi siare
infeksi dan non infeksi. Diare infeksi merupakan penyebab tersering terjadi
kejadian gastroenteritis akut yang dapat disebabkan karena infeksi virus, bakteri,
dan parasit. Diare oleh infeksi bakteri merupakan penyebab tersering dari diare.
Sedangkan diare non infeksi dapat disebabkan karena intoksikasi makanan, alergi
makanan tertentu seperti susu sapi, atau malabsorpsi/maldigesti karbohidrat.1,3
Disentri merupakan istilah yang digunakan pada pasien dengan diare atau
buang air besar cair yang disertai darah. Disentri berdasarkan etiologinya
disebabkan oleh disentri amoeba dan disentri basiller. Disentri amoeba disebabkan
oleh infeksi parasit Entamoeba hystolitica sedangkan disentri basiller disebabkan
oleh infeksi bakteri Shigella, Enteroinvasive E.Coli (EIEC), Salmonella, Yersinia,
dan Clostridium perfringens tipe C. Dalam perjalanan penyakitnya, disentri
amoeba dan basiller menunjukkan manifestasi klinis yang berbeda.1,2
Pada makalah ini akan dilaporkan sebuah kasus atas nama Ny.S yang
didiagnosa menderita gastroenteritis akut et causa disentri amoeba dan telah
menjalani perawatan di ruangg Tanjung RSUD Ulin Banjarmasin. Berikut akan
dibahas mengenai definisi, klasifikasi, etiologi, manisfestasi klinis, diagnosis,
penatalaksanaan, dan komplikasi dari disentri amoeba.1,2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Gastroenteritis akut
2.1 Definisi dan Klasifikasi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat) lebih dari 3 kali per hari dapat atau tanapa disertai
dengan lendir atau darah. Definisi lain mengatakan bahwa diare adalah dimana
kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya atau lebih dari 200 gram setiap
defekasi atau 200 ml/24 jam.1,2
Berdasarkan waktu terjadinya, diare diklasifikasika atas diare akut dan
diare kronik. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurng dari 15 hari.
Sedangkan menurut World Gastroenterology Organisation Global Guidelines
2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan
jumlah lebih banyak dari normal yang berlangsung kurang atau selama 14 hari. 1,2
Sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
atau 15 hari. Sebenarnya para pakar dunia telah mengajukan beberapa kriteria
mengenai batasan kronik pada kasus diare tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu, 1
bulan, dan 3 bulan. Tetapi Indonesia memilih waktu 15 hari dengan alasan agar
dokter tidak lengah dan dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diae dengan
lebih tepat. Diare persisten merupakan istilah ysng dipakai di luar negeri yang
menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari
3
diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimna lama diare kronik yang
dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari. 1,2
Sedangkan berdasarkan etiologinya, diare dibagi menjadi diare infekstif
dan diare non-infektif. Diare infektif adalah diare yang disebabkan karena proses
infeksi. Sedangkan diare non infektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai
penyebab pada kasus diare tersebut. 1,2
Berdasarkan patofisiologi atau patomekanismenya, diare dibagi menjadi
diare osmotik dan diare sekretorik. Istilah diare osmotik digunakan apabila terjadi
malabsorpsi dari solut yang menimbulkan meningkatnya tekanan osmotik
intralumen di bagian distal usus halsus dan kolon sehingga menyebabkan
bertambahnya cairan yang hilang. Sedangkan diare sekretorik adalah diare yang
disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus dan menurunnya
kemampuan absorpsi usus.4
2.2 Etiologi
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri,
parasit, dan virus), keracunan makanan, efek obat-obatan, dan lain-lain. Pada tabel
1.1 akan dijelaskan berbagai etiologi dari diare akut. Menurut 2005, etiologi
diare akut dibagi atas empat penyebab yaitu bakteri, parasit, virus, dan non
infeksi.1,2
Beberapa keadaan dan kelompok orang tertentu mempunyai resiko tinggi
yang dapat mungkin mengalami diare infeksi seperti :1
4
1. Baru saja bepergian/melancong ke negera berkembang, daerah tropis,
kelompok perdamaian dan pekerja sukarela atau orang yang sering
berkemah (dasar berair).
2. Makanan atau keadaan makanan yang tidak biasa seperti makanan laut dan
shell fish, terutama yang mentah, restoran dan rumah makan cepat saji (fast
food), dan makanan piknik.
3. Homoseksual, pekerja seks, penggunaan obat intravena, resiko infeksi HIV,
sindrom usus homoseks (Gay bowel syndrome), sindrom defisiensi
kekebalan didapat (Acquired immune deficiency syndrome/AIDS).
4. Baru saja menggunakan obat antimikrob pada institusi seperti institusi
kejiwaan/mental, rumah sakit, dan lain-lain.
Tabel 2.1. Etiologi Diare AkutInfeksi1. Enteral
Bakteri: Shigella sp, E.coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinia enterocolytica, Campylobacter jejuni, V.parahaemoliticus, Staphylococcus aureus, Streptococcus aureus, Sterptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus, dll.
Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, cytomegalovirus (CMV), Echovirus, HIV.
Parasit (protozoa) : Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum, Balantidium coli.
Cacing : Ascaris lumbricoides, caing tambang, Trichuris trichiura, S.stercolaris, Cestodiasis, dll.
Fungus : kandida/moniliasis.2. Parenteral : Otitis media akut (OMA), pneumonia, traveller’s diarrhea,
E.coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba hystolitica, dllMakanan : Intoksikasi makanan : makanan beracun atau mengandung logam
berat, makanan yang mengnadung bakteri/toksin seperti Clostridium perfringens, B.cereus, S.aureus, Streptococcus anhaemolyticus, dll.
Alergi: susu sapi, makanan tertentu. Malabsorpsi/maldigesti karbohidrat: monosakarida (glukosa, laktosa,
5
galaktosa), disakarida (sukrosa, laktosa), lemak: rantai panjang trigliserida, protein: asam amino tertentu, celiacspure gluten malabsorption, protein intolerance, susu sapi, vitamin dan mineral.
Immunodefisiensi Hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit granulomatose kronik, defisiensi IgA, imnudefisiensi IgA heavy combination.
Terapi obat seperti antiboitk, kemoterapi, antasida, dll.Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterotomi, dosis tinggi terapi radiasi.Lain-lain : sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik (neuropati diabetik)
Tabel 2.1 Etiologi Diare Akut1
2.3 Epidemiologi
Diare akut merupakan keluhan tersering yang ditemukan pada dewasa..
Diperkirakan pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau
gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat keluhan diare
menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter
Diperkirakan 8.000.000 pasien berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien
dirawat di rumah sakit setiap tahunnya (1.5% merupakan pasien dewasa) yang
disebabkan karena diare atau gastroenteritis. Sementara di beberapa rumah sakit di
Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi menempati peringkat
pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.3
6
Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989, jumlah kasus diare didapatkan
13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan
0,05 % pasien rawat jalan. Pen yebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella,
Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica.
Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat
juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli
( EIEC).3
2.4 Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme
antara lain :4
1. Osmolaritas intraluminal yang meningkat, yang disebut diare osmotik,
2. Sekresi cairan dan elektrolit yang meningkat, yang disebut diare sekretorik,
3. Malabsorpsi asam empedu, malabsorpsi lemak,
4. Defek suatu sistem pertukaran pertukaran anion/transport elektrolit aktif di
enterosit,
5. Motilitas dan waktu transit usus meningkat,
6. Gangguan permeabilitas usus,
7. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflmtorik,
8. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
Diare osmotik yaitu tipe diare yang disebabkan karena meningkatnya
tekanan intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang
hiperosmotik seperto MgSO4, Mg(OH)2, malabsorpsi uDmum, dan defek dalam
7
absorpsi mukosa usus misalnya pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi
glukosa/galaktosa.1
Diare sekretorik yaitu tipe diare yang disebabkan karena meningkatnya
sekresi air dan elektrolit dari usus dan menuurunkan absorpsi. Yanh khas pada
diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak
sekali. Diare ini akan tetap berlangsung walapun dilakukan puasa makan/minum.
Penyebab dari diare ini antara lain pada infeksi Vibrio cholerae atau Escherichia
coli, reseksi ileum, dan efek obat laksatif.1
Malabsorpsi asam empedu dan leman yaitu tipe diare yng didaptkan pada
gangguan pembentukan empedu dan penyakit-penyakit saluran biliar dan hati.
Sedangkan diare pada defek sistem pertukaran anion/transpor elektrolit aktif di
enterosit disebabkan adanya hambatan mekanisme transpor aktif Na+-K+ ATPase
di enterosit dan absorpsi natrium yang abnormal.1
Diare pada motilitas dan waktu transit usus abnormal disebabkan karena
hipermotilitasdan iregulitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang
abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain diabetes militus,
pasca vagotomi, dan hipertiroid. Pada gangguan permeabilitas usus, diare
disebabkan karena permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan
morfologi membran epitel spesifik pada usus halus.1
Diare infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi
diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri
dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang
disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti
8
mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala
dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan
lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.1
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang
mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah.
Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan
tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan
pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.1
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi
menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare
osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas
dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya
adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam
magnesium.1
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi
yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat
toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam
empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon
intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat
menyebabkan diare sekretorik. 1,2
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik
usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi
bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory
9
bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah akibat gangguan
motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini
terjadi pada keadaan tirotoksikosis, ssindroma usus iritabel atau diabetes melitus.
1,2
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri
paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan
penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang
invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. 1,2
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen
meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,
invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus. Berikut adalah berbagai macam cara terjadinya infeksi
pada usus : 1,2
1. Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur
polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada
permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga
sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada
enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC). Mekanisme adhesi yang
kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang melibatkan
gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi
10
kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran
mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi
EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang
ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman
enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.
2. Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel
usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke
sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan
reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat
dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat
vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang
menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala
sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri
lain bersifat invasif misalnya Salmonella.
3. Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh
Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan
sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang
dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik,
kuman EPEC serta V. Parahemolyticus.
4. Enterotoksin
11
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT)
yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus.
Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan
merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP
intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus
serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama
dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP
selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili,
membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.
5. Peranan Enteric Nervous System (ENS)
Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan
reseptor neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di
pleksus mienterikus, neuron nitrergik serta neuron sekretori VIPergik. Efek
sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan
refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik
aferen kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik
tipe 1 VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok
seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka
kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja pada ENS selain yang
bersifat antisekretorik pada enterosit.
3. Disentri Amoeba
12
3.1 Definisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani yaitu dys (gangguan) dan enteron
(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala
buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang
air besar dengan tinja bercampur berlendir (mucus) dan nyeri saat buang air besar
(tenesmus).2,3
Penyebab yang terpenting dan tersering adalah Entamoeba histolytica.
E.histolytica menyebabkan disentri pada anak yang lebih besar, tetapi jarang pada
balita.2
3.2 Epidemiologi
Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat
disentri basiler pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman
penyebab disentri basiler ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan
lingkungan yang masih kurang. Disentri amoeba tersebar hampir ke seluruh dunia
terutama di negara yang sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini
dikarenakan faktor kepadatan penduduk, higiene individu, sanitasi lingkungan dan
kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang. Penyakit ini biasanya
menyerang anak dengan usia lebih dari 5 tahun. Spesies Entamoeba menyerang
10% populasi didunia. Prevalensi yang tinggi mencapai 50 persen di Asia, Afrika
dan Amerika selatan.3
Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang
dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di
13
Bagian Penyakit Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat di
catatan medis, dari 748 kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus yang
disebabkan oleh disentri basiler. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di
beberapa rumah sakit di Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan Nopember 1999,
dari 3848 orang penderita diare berat, ditemukan 5% shigella. Prevalensi
amebiasis sangat bervariasi, diperkirakan 10 persen populasi terinfeksi. Prevalensi
tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan hostdan reservoir utama.
Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan
perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal, atau lewat hubungan seksual anal-
oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat dan kurangnya sanitasi
individual mempermudah penularannya.3,4,5
3.3 Etiologi
Etiologi dari disentri ada 2, yaitu disentri basiler yang disebabkan oleh
kuman Shigella dan disentri amoeba yang disebabkan oleh parasit Entamoeba
hystolitica. Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili
enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii
dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S.sonnei adalah satu-satunya
yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh yang didapat bersifat
serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang
berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan
menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit ini kadang-
kadang bersifat ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang
14
jelek akan menyebabkan mudahnya penularan penyakit. Secara klinis mempunyai
tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit
dan tenesmus. 4
E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai
mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi
mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di
dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus
hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan
bentuk kista.6
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10
mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat
dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien
mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Sementara trofozoit
patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun
luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri. Diameternya
lebih besar dari trofozoit komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung
beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering
menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung
jawab terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar
tubuh manusia.6,7
Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa.
Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung awab
terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh
15
manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam
sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus
besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.6,7
3.4 Patogenesis
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar
dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan
menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai
saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,
sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran.6,7
Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan
lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus.
Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi
di lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi
ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang
minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di
semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya
adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.6,7
3.5 Manifestasi Klinis
Carrier (Cyst Passer)
Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini
disebabkan karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak
mengadakan invasi ke dinding usus.5,7
16
Disentri amoeba ringan
Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya
mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat
timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja
bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid,
jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi
ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan
(subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.5,7
Disentri amoeba sedang
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan,
tetapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya
disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan
disertai hepatomegali yang nyeri ringan.5,7
Disentri amoeba berat
Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diare
disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (390C-400C)
disertai mual dan anemia.5,7
Disentri amoeba kronik
Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare
diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan
berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala
neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam
atau makanan yang sulit dicerna.7
17
3.6 Diagnosis Banding
3.6.1 Disentri Basiler
Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella sp. Shigella adalah basil non
motil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella, yaitu
S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari
shigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena
kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat
terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan
menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103
organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan dan kadang-kadang berat.
Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan mudahnya penularan
penyakit.6,7
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari
sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare
disertai demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja
masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun.6,7
Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai
yang berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti
pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang
berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya
18
timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air dengan
lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi,
renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul
rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka
menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat
(hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti
gejala kolera atau keracunan makanan.6,7
Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan
koma uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan
pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat
misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik
secara perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama.6,7
Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya
lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan
pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda
dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secara
menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan yang baik.6,7
3.7 Pemeriksaan Penunjang
3.7.1 Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat
penting. Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk
pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan
19
pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan
sebelum pasien mendapat pengobatan.8
Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari
bentuk kista karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan
langsung tampak kista berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya
terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul,
sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat digunakan larutan
lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak tampak.
Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode
konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng
sulfat kista akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin
kista akan mengendap.8,9
Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan
tinja yang masih segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang
mengandung darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang
masih bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang
seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di
dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin.
3.7.2 Pemeriksaan Roentgen Kolon
Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena seringkali
ulkus tidak tampak. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon
dengan barium enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak
filling defect yang mirip karsinoma.8,9
20
3.7.3 Sigmodioskopi dan Kolonoskopi
Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan
gejala disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba.
Akan tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini
akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat
kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal.8,9
3.7.4 Pemeriksaan Serologi
Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati
amebik dan epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan
(invasif). Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri
amoeba dan negatif pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita
amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.8,9
3.7.5 Ultrasonografi
Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses piogenik dan
neoplasma. Pemeriksaan ultrasonografi dapat membedakannya dengan
neoplasma, sedang ditemukannya echinococcus dapat membedakannya dengan
abses piogenik. Salah satu caranya yaitu dengan dilakukannya pungsi abses.8,9
3.8 Penatalaksanaan
21
Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat,
mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan
antibiotika.10,11
Cairan dan elektrolit
Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi
oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi dan berat
badan penderita turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan cairan melalui infus
untuk menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi jika penderita tidak muntah,
cairan dapat diberikan melalui minuman atau pemberian air kaldu atau oralit. Bila
penderita berangsur sembuh, susu tanpa gula mulai dapat diberikan. 11
Pengobatan Spesifik
Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga
kali perhari selama 20 hari. Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin
500 mg empat kali selama 5 hari.5,6
Amebiasis intestinal berat menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mg
tiga kali sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5 hari, dan
emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari. Amebiasis ektraintestinal,
menggunakan 3 obat : Metonidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari,
kloroquin fosfat 1 gram perhari selama 2 hari dilanjutkan 500 mg/hari selama 4
minggu, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.5,6
3.9 Komplikasi
22
Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik berat maupun
ringan. Berdasarkan lokasinya, komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi
komplikasi intestinal dan ekstraintestinal.6
Komplikasi intestinal 6
Perdarahan usus
Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan
merusak pembuluh darah.
Perforasi usus
Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muskular dinding usus
besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi.
Peritonitis juga dapat disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba.
Ameboma
Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi
terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum
dan rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau
penyempitan usus.
Intususepsi. Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang
memerlukan tindakan operasi segera.
Penyempitan usus (striktura). Dapat terjadi pada disentri kronik akibat
terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma.
Komplikasi ekstraintestinal 6
23
Amebiasis hati
Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering
terjadi. Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau tahun
sesudah infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat
embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat
pembuluh getah bening. Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang
merupakan stadium dini abses hati kemudian timbul nekrosis fokal kecil-
kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi satu, membentuk abses
tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah vena porta, maka abses hati
ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan. Abses berisi nanah kental
yang steril, tidak berbau, berwarna kecoklatan (chocolate paste) yang
terdiri atas jaringan sel hati yang rusak bercampur darah. Kadang-kadang
dapat berwarna kuning kehijauan karena bercampur dengan cairan
empedu.
Abses pleuropulmonal6
Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Kurang lebih
10-20% abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Abses paru
juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus
besar. Dapat pula terjadi hiliran (fistel) hepatobronkhial sehingga
penderita batuk- batuk dengan sputum berwarna kecoklatan yang rasanya
seperti hati.
24
Abses otak, limpa dan organ lain. Keadaan ini dapat terjadi akibat
embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar maupun dari abses hati
walaupun sangat jarang terjadi.6
Amebiasis kulit. Terjadi akibat invasi amoeba langsung dari dinding usus
besar dengan membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal
atau dinding perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi
ameba yang berasal dari anus.6
3.10 Prognosis
Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan
pengobatan dini yang tepat serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan.
Pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa
komplikasi. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak amoeba.6
25
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 DATA PRIBADI
Nama : Ny.M J
No.RMK : 907994
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Kawin/belum : Kawin
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl.Handal Pasian Sei Jangkit, Kuala Kapuas
MRS Tanggal : 1 November 2010
Ruangan : Tanjung
3.2 KELUHAN UTAMA : berak cair
26
3.2.1 ANAMNESA
3.2.1.1 Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh berak
cair, tidak menyemprot, volume ± 100 cc tiap kali BAB,
frekuensi >3x sehari, mengandung lendir dan darah. Os juga
mengeluh perutnya sakit sejak menderita berak cair. Nyeri
dirasakan diseluruh bagian perut dan bersifat hilang timbul. Os
tidak ada mengeluh demam, mual, dan muntah. BAK normal,
banyak, dan tidak ada nyeri saat kencing. Os masih dapat makan
dan minum.
3.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu
Tiga minggu yang lalu, os pernah juga menderita berak cair
mengandung lendir dan darah dan telah dirawat di rumah sakit
daerah setempat. Setelah dirawat 5 hari, keluhan berkurang.
3.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), DM (-), Asma (-)
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis
GCS : 4-5-6
Tanda Vital : TD = 140/90 mmHg
27
N = 76 x/menit, kuat angkat
RR = 18 x/menit
T = 36.6 0C
PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHER
Kepala : Bentuk mesosefali, simetris, rambut hitam distribusi
merata
Kulit : Turgor baik, kelembapan cukup, anemis (-).
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).
Telinga : Bentuk normal, simetris, tidak ada deformitas, sekret tidak
ada, serumen minimal
Hidung : Bentuk normal dan simetris, pernafasan cuping hidung
tidak ada
Mulut : Mukosa bibir kering, anemuis (-), sianosis (-)
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, JVP tidak meningkat, kaku
kuduk tidak ada
PEMERIKSAAN THORAKS
Paru
Inspeksi : Bentuk simetris, gerakan nafas simetris
Palpasi : Fremitus raba simetris normal
Perkusi : Sonor/Sonor
28
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Kanan : ICS II LPS kanan- ICS V LMK kanan
Kiri : ICS II LPS kiri- ICS V LMK kiri
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, bising jantung tidak ada
PEMERIKSAAN ABDOMEN
Inspeksi : cekung, distensi tidak ada
Palpasi : hepar, lien dan massa tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus positif normal
EKSTRIMITAS
Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), parese (-)
3.4 DIAGNOSA
3.4.1 DIAGNOSA BANDING
I. Gastoenteritis akut e.c disentri amoeba
II. Gastoenteritis akut e.c disentri basiller
III. Kolitis
3.4.1 DIAGNOSA SEMENTARA
29
Gastroenteritis akut e.c disentri
3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
3.5.1 Laboratorium Darah (1-11-2010)
Hb = 11.0 g/dl MCV = 62.0 fl
Leukosit = 6.200/ul MCH = 20.8 pg
Eritrosit = 5.290.000/ul MCHC = 33.5 %
Hematokrit = 33 vol%
Trombosit = 425.000/ul
RDW-CV = 29.2 %
Neutrofil = 66.8% (4.200/ul)
Limfosit = 23.3% (1.500/ul)
MID = 9.9% (600/ul)
GDS = 88 mg/dl
SGOT = 18 U/L
SGPT = 11 U/L
Ureum = 10 mg/dl
Creatinin = 1.0 mg/dl
Asam Urat = 3.0 mg/dl
3.5.2 Feses Rutin (3-12-2010)
30
Makroskopis
Konsistensi = cair
Warna = merah kecoklatan
Lendir = positif
Darah = positif
Miskroskopis
Leukosit = 2-3
Eritrosit = 2-4
Telur cacing = Negatif
Entamoebehyat = Histolytica +1
Kista = Positif
3.5.3 USG Abdomen
Hepar, lien, ginjal, dan vesica urinaria dalam batas normal.
3.6 Follow Up
Tabel 3.1 Data Follow Up tanggal 2 November s/d 5 November 2010
TanggalHari Perawatan
2-11-2010
3-11-2010
4-11-2010 5-11-2010
SUBJECTIVE
Berak cair Frekuensi (x) Ampas Lendir Darah
(+)5x(+)(+)(+)
(+)6x(+)(+)(+)
(+)2x(+)(+)(+)
(+)3-4x(+)(+)(+)
Nyeri perut (+) (+) (+) (+)Mual/muntah (-/-) (-/-) (-/-) (-/-)Makan/minum (</<) (</<) (+/+) (+/+)Demam (-) (-) (-) (-)Sulit tidur (-) (+) (+) (+)
31
OBJECTIVE
Tek. Darah (mmHg) 140/90 140/100 150/100 120/100Nadi (x/menit) 76 78 76 78RR (x/menit) 18 18 18 20T (0C) 36.5 36.8 36.5 36.6Abdomen : Datar Nyeri tekan
suprapubis Bising usus
(+)(+)
(+),
Cekung(+)
(+),
Cekung(+)
(+),
Cekung(+)(+)(+),
Assement
Gastroenteritis akut susp disentri
GEASusp
disentri
GEASusp
disentri
DisentriAmoeba
DisentriAmoeba
PLANNING
IVFD RL 20 tpm (+) (+) (+) (+)Buscopan 3x1 amp (+) (+) (+) (+)Ranitidin 3x1 amp (+) (+) (+) (+)Ceftriaxone 2x1 gr (-) (-) (-) (-)Metronidazole 3x500 (-) (-) (+) (+)Lodia 1x1 tab (+) (+) (+) (+), 2x2 tbKotrimoksazol 2x2 tb (+) (+) (+) (+)Clobazam 0-0-1/2 (-) (-) (-) (-)Sulcolon 3x1 (-) (-) (-) (-)Biodiar 3x2 tab (-) (-) (-) (-)Pankreoflat 3x1 tab (-) (-) (-) (-)Sulcolon 3x1 (-) (-) (-) (-)Ciprofloxacin 3x500 (-) (-) (-) (-)Feses Lengkap Pro FL Tunggu
FLEntamoeba
(+)Kista (+)
Entamoeba (+)
Kista (+)USG Abdomen (-) (-) (-) (-)
Tabel 3.2 Data Follow Up tanggal 6 November s/d 9 November 2010
TanggalHari Perawatan
6-11-2010 7-11-2010 8-11-2010
9-11-2010
SUBJECTIVE
Berak cair Frekuensi (x) Ampas Lendir Darah
(+)6x(+)(+)(+)
(+)5x(+)(+)(+)
(+)3x(+)(+)(+)
(<)3x(+)(+)(+)
Nyeri perut (+) (+) (+) (+)Mual/muntah (-/-) (-/-) (-/-) (+/-)Makan/minum (</<) (</<) (+/+) (</+)Demam (-) (-) (-) (-)Sulit tidur (-) (+) (+) (+)
OBJ
Tek. Darah (mmHg)
140/90 140/90 130/90 120/80
Nadi (x/menit) 76 80 84 84
32
ECTIVE
RR (x/menit) 20 18 24 28T (0C) 36.7 36.6 36.8 36.6Abdomen : Datar Nyeri tekan
suprapubis Bising usus
Cekung (+)
(+)
Cekung(+)
(+)
Cekung(<)
(+)
Datar(+)(+)(+)
Assement Gastroenteritis akut susp disentri
DisentriAmoeba
DisentriAmoeba
DisentriAmoeba
DisentriAmoeba
P
L
A
N
N
I
N
G
IVFD RL 20 tpm (+) (+) (+) (+)Buscopan 3x1 amp (+) (+) (+) (+)Ranitidin 3x1 amp (+) (+) (+) (+)Ceftriaxone 2x1 gr (-) (-) (-) (-)Metronidazole 3x500
(+) (+) (+) (+)
Lodia 2x2 tab (+) (+) (+) (+)Kotrimoksazol 2x2 tb
(-) (-) (-) (-)
Clobazam 0-0-1/2 (-) (-) (+) (+), 2x1Sulcolon 3x1 (-) (-) (-) (-)Biodiar 3x2 tab (-) (-) (-) (-)Pankreoflat 3x1 tab
(-) (-) (-) (-)
Sulcolon 3x1 (-) (-) (-) (-)Ciprofloxacin 3x500
(-) (-) (-) (-)
Feses Lengkap Entamoeba (+)
Kista (+)
Entamoeba (+)
Kista (+)
Entamoeba (+)
Kista (+)
Entamoeba (+)
Kista (+)USG Abdomen (-) (-) (-) (-)
Tabel 3.3 Data Follow Up tanggal 10 November s/d 13 November 2010
TanggalHari Perawatan10-11-2010 11-11-210 12-11-
201013-11-10
SUBJECTIVE
Berak cair Frekuensi (x) Ampas Lendir Darah
(<)3x(-)(+)(+)
(+)4x(<)(+)(+)
(+)3x(+)(+)(+)
(<)2x(+)(+)(+)
Nyeri perut (+) (+) (+) (+)Mual/muntah (-/-) (+/-) (-/-) (+/-)Makan/minum (</+) (</<) (+/+) (</+)Demam (-) (-) (-) (-)Sulit tidur (-) (+) (+) (+)
OB
Tek. Darah (mmHg)
120/80 110/80 110/80 110/80
33
JECTIVE
Nadi (x/menit) 92 100 78 72RR (x/menit) 22 20 28 24T (0C) 36.7 36.4 36.6 36.7Abdomen : Datar Nyeri tekan
suprapubis Bising usus
Cekung(+)
(+)
Cekung(<)
(+)
Cekung(<)
(+)
Datar(<)
(+)Assement Gastroenteritis
akut susp disentriDisentriAmoeba
DisentriAmoeba
DisentriAmoeba
DisentriAmoeba
P
L
A
N
N
I
N
G
IVFD RL 20 tpm (+) (+) (+) (+)Buscopan 3x1 amp (+) (+) (+) (+)Ranitidin 3x1 amp (+) (+) (+) (+)Ceftriaxone 2x1 gr (-) (-) (-) (-)Metronidazole 3x500
(+) (+) (+) (+)
Lodia 2x2 tab (+) (+) (+) (+)Kotrimoksazol 2x2 tb
(-) (-) (-) (-)
Clobazam tab 0-0-1
(+) (+) (+) (+)
Sulcolon tab 3x1 (+) (+) (-) (-)Biodiar 3x2 tab (+) (+) (+) (-)Pankreoflat 3x1 tab
(+) (+) (-) (-)
Sulcolon 3x1 (+) (+) (-) (-)Ciprofloxacin tab 2x500 mg
(+) (+) (-) (-)
Feses Lengkap Entamoeba (+)
Kista (+)
Entamoeba (+)
Kista (+)
Entamoeba (+)
Kista (+)
Entamoeba (+)
Kista (+)USG Abdomen (-) (-) Pro USG Normal
Tabel 3.3 Data Follow Up tanggal 14 November 2010
Tanggal 14-11-2010
SUBJECTIV
Berak cair Frekuensi (x) Ampas Lendir Darah
(<)3x(+)(+)(+)
Nyeri perut (+)Mual/muntah (-/-)Makan/minum (+/+)Demam (-)
34
E Sulit tidur (-)OBJECTIVE
Tek. Darah (mmHg) 130/90Nadi (x/menit) 88RR (x/menit) 24T (0C) 36.8Abdomen : Datar Nyeri tekan
suprapubis Bising usus
Cekung (+)
(+)Assement Gastroenteritis akut
susp disentriDisentriAmoeba
P
L
A
N
N
I
N
G
IVFD RL 20 tpm (+)Buscopan 3x1 amp (+)Ranitidin 3x1 amp (+)Ceftriaxone 2x1 gr (-)Metronidazole 3x500 (+)Lodia 2x2 tab (+)Kotrimoksazol 2x2 tb (-)
Clobazam 0-0-1 (+)Sulcolon 3x1 (+)Biodiar 3x2 tab (+)Pankreoflat 3x1 tab (+)Sulcolon 3x1 (+)Ciprofloxacin 3x500 (+)Feses Lengkap Entamoe
ba (+)Kista (+)
USG Abdomen Normal
35
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari bab sebelumnya telah didapat beberapa informasi sebagai berikut :
Dari anamnesis ditemukan bahwa pasien datang dengan keluhan berak
cair diserta lendir dan darah sejak 1 minggu yang lalu. Berak cair warna kuning,
berampas, volume sedikit-sedikit yaitu ± 100cc tiap BAB, frekuensi >5 kali tiap
hari. Berak cair disertai nyeri perut terutama di daerah sekitar lumbal sinistra.
Tidak ada demam serta keluhan gastrointestinal yang lain. Dari hasil anemnesis
tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gastroenteritis akut (diare
akut) et causa disentri.
Gastroenteritis akut (diare akut) adalah suatu keadaan dimana buang air
besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat)
lebih dari 3 kali per hari dapat atau tanpa disertai dengan lendir atau darah, yang
berlangsung kurang dari 14 hari. Sedangkan disentri adalah suatu istilah untuk
diare yang disertai dengan darah.5,9,11
36
Berdasarkan etiologinya, disentri dibagi menjadi dua yaitu disentri
basiler dan disentri amoeba. Disentri basiller disebabkan oleh infeksi kuman
Shigella sp, Salmonella sp, Escherichia coli enteroinvasif (ETEC), dan
Campylobacter jejuni. Sedangkan disentro amoeba terutama disebabkan oleh
parasit Entamoeba hystolitica.1,2
Gejala khas pada disentri basiller yaitu diare disertai darah, demam tinggi
(39.5-400C), mual-muntah, anoreksia, kram di perut, dan dapat disertai gejala
menyerupai esefalitis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk). Sedangkan
gejala khas pada disentri amoeba ditandai dengan diare disertai lendir dan darah,
frekuensi diare lebih sedikit dari disentri basiller (<10kali/hari), volume sedikit-
sedikit dengan gejala nyeri kolik. Dari hasil anemnesa dan pemeriksaan fisik pada
kasus ini, dapat dapat didiagnosis sementara sebagai disentri amoeba.1,2
Untuk menentukan diagnosis pasti dari etiologi diare maka harus
dilakukan pemeriksaan feses lengkap. Pada pemeriksaan mikroskopis feses
disentri basiler biasanya akan ditemukan adanya eritrosit dan sel PMN .
Pemeriksaan ini harus dilanjutkan dengan biakan feses untuk menentukan etiologi
kuman penyebab. Sedangkan pada disentri amoeba, dapat ditemukan bentuk kista
dan tropozoit dari parasit Entamoeba hystolitica.4,9
E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai
mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi
mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di
dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus
37
hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan
bentuk kista.4,7
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10
mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat
dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien
mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Sementara trofozoit
patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun
luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri. Diameternya
lebih besar dari trofozoit komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung
beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering
menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung
jawab terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar
tubuh manusia.4,7
Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa.
Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung awab
terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh
manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam
sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus
besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.4,7,6
Hasil pemeriksaan feses lengkap pada kasus ini ditemukan bahwa feses
mengandung kista Entamoeba disertai eritrosit (2-3), leukosit (3-4). Dari hasil
pemeriksaan ini maka pasien dapat didiagnosis sebagai disentri amoeba. Bentuk
38
kista Entamoeba adalah bentuk dorman dan bertanggung jawab terhadap proses
penularan. Kista Entamoeba hystolitica mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :4
1. Bentuk memadat mendekati bulat, ukurn 10-20µm,
2. Kista matang memiliki 4 kista entamoeba,
3. Tidak dijumpai lagi eritrosist dalam sitoplasma,
4. Kista yang belum matang memiliki glikogen (chromatoidal bodies) berbentuk
cerutu, namun biasanya menghilang setelah kista matang.
Gambar 4.1 Kista Entamoeba hystolitica4
Manifestasi klinis disentri amoeba dapat bermacam-macam antara lain
carrier (cyst passer), amoebiasis interstinal ringan (disentri amoeba ringan),
amobiasis intestinal sedang (disentri amoeba sedang), disentri amoeba berat, dan
disentri amoeba kronik. Berdasarkan klasifikasi di atas, pasien pada kasus ini
termasuk dalam amoebiasis intestinal ringan.6
Pada amoebiasis intestinal ringan, timbulnya penyakit (onset penyakit)
perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut
ringan yang bersifat kejang. Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan
39
tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat
sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan
tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik,
tanpa atau sedikit demam ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang
tidak atau sedikit nyeri tekan.6
Aspek paling penting dari penatalaksanaan gastroenteritis akut adalah
menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama fase akut akut,
pengobatan spesifik, dan simptomatis. Jumlah cairan yang hendak diberikan
sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan
dapat dihitung dengan memakai cara : 5,11
1. BJ plasma, dengan memakai rumus :
Kebutuhan cairan = BD Plasma – 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml 0,001
2. Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
3. Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor
(tabel 4.2) .
Skor Penilaian Dehidrasi (Metode Daldiono) KlinisRasa haus/muntah 1Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
40
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2Frekwensi Nadi> 120 x/menit 1Kesadaran apatis 1Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2Frekuensi nafas > 30 x/menit 1Facies cholerica 2Voxcholerica 2Turgor kulit menurun 1Washer’s woman’s hand 1Ekstremitas dingin 1Sianosis 2Umur 50-60 tahun 1Umur> 60 tahun 2
Pada kasus ini pasien dalam keadaan dehidrasi ringan dimana pasien
masih dapat mengkompensasi defisit cairan dengan pemberian oral. Pemberian
cairan dan elektrolt intravena sebebarnya tidak diperlukan. Pemberian cairan
intravena diberikan pada kasus disentri amoeba berat hingga kronik.
Pada pasien disentri amoeba ringan-sedang dapat ditemukan ulkus pada
mukosa usus besar yang dpat mencapai lapisan submukosa, dan dapat
mengakibatkan gangguan peristaltik usus. Pasien akan mengalami diare atu
disentri tetapi tidak berat sehingga tidak memerlukan infus cairan elektrolit atau
transfusi darah. Sebagai obat pilihan adalah metronidazol dengan dosis 3x750 mg
41
Kebutuhan cairan = Skor 10% X KgBB X 1 liter 15
sehari selama 5-10 hari. Keluhan biasanya akan berkurang setelah pemakain
metronidazol 5-7 hari.6
Pada pasien ini, diberikan infus metronidazaol 3x500 mg pada hari
perawatan ke III dan diberikan selama 10 hari. Berdasarkan tabel evaluasi pasien
selama perawatan, setelah pemakaian metronidazol intravena 3x500 mg selama 10
hari, keluhan BAB cair pasien berkurang tetapi diare tetap masih berlendir dan
berdarah. Os juga mengeluh perutnya bertambah sakit terutama di daerah lumbal
sinistra yang menjalar hingga ke pinggang. Nyeri kolik yang dirasakan pasien
diatasi dengan pemeberian injeksi Buscopan 3x1 amp.
Pada kasus ini perlu dipikirkan adanya kemungkinan terjadi kolitis
ulseratif. Kolitis ulseratif termasuk dalam salah satu penyakit inflamasi usus atau
yang lebih dikenal dengan Inflammatory Bowel Disease (IBD). IBD adalah
penyakit saluran cerna dengan penyebab pasti yang belum jelas hingga saat ini.
Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah disertai nyeri abdomen
seringkali dengan demam dan penurunan berat badan. Pada penyakit ringan, bisa
terdapat keluhan diare cair mengandung sedikit darah tanpa gejala sistemik.12
42
Derajat penyakit kolitis dapat dibagi atas ringan, sedang, dan berat
berdasarkan frekuensi diare, ada tidaknya demam, derajat anemia dan laju endap
darah (klasifikasi Truelove). Pasien pada kasus ini termasuk dalam kolitis ulserati
ringan.12
Mild Moderate Severe
Number of stools per day
(n)
<4 4-6 >6
Temperature (0C) Afebrile Intermediate >37.8
Heart Rate (bite/minute) Normal Intermediate 90
Haemoglobin (g/dl) >11 10-11.5 <10.5
ESR (mm/h) <20 20-30 >30
Tabel 4.1 Klasifikasi Truelove and Witt’s: Derajat Penyakit Kolitis Ulseratifa
Diagnosis pasti dari penyakit kolitis ulseratif adalah melalui pemeriksaan
roentgen kolon meliputi foto polos abdomen, barium enema, dan ultrasonografi
serta ditunjang dengan pemeriksaan kolonoskopi dan histopatologi.
Penatalaksaan kolitis ulseratif adalah dengan pemberian sulfasalazin.12
43
Penatalaksaan kolitis ulseratif ringan sampai sedang adalah dengan
pemeberian sulfasalazin. Sulfasalazin (salisilazosulfapiridin) merupakan
kombinasi sulfapirin dengan asam 5-aminosalisilat yang dihubungkan dengan
ikatan azo. Obat ini sukar diabsorbsi dari usus, dan rantai azo diputuskan oleh
flora bakteri dalam ileium bagian distal dan kolon untuk membebaskan 5-ASA. 5-
ASA ini mempunyai efek antiinflamasi (sumber utama dari efek obat ini).
Sulfasalazin pertama kali diperkenalkan pada tahun 1940-an untuk pengobatan
artritis reumatoid. Kemudian obat ini efektif untuk colitis ulseratif ringan-sedang
dan kolitis Crohn tetapi kurang efektif pada penyakit Crohn usus halus.12
Dosis terapi adalah 3-4 g/hari dalam dosis terbagi. Dosis kecil biasanya 2
g/hari. Efek samping yang berhubungan dengan dosis seperti malaise, mual dan
sakit kepala ditemukan 20% pada penderita yang mendapat sulfasalazin 4 g/hari.
Efek samping dapat dicegah dengan cara memberikan dosis awal yang rendah dan
ditingkatkan secara perlahan- lahan untuk medapat dosis yang dikehendaki.12
Kemungkinan terjadi kolitis ulseratif pada kasus ini tidak dapat
ditegakkan karena belum dilakukan pemeriksaan barium enema, kolonoskopi dan
histopatologi. Pasien pulang atas permintaan sendiri pada tanggal 14 November
2010.
BAB V
PENUTUP
44
Telah dilaporkan sebuah kasus gastroenteritis akut et causa disentri
amoeba. Pasien telah dilakukan perawatan selama 14 hari di ruang Tanjung
(Penyakit Dalam Wanita) RSUD Ulin Banjarmasin, dari tanggal 1 November
sampai 14 November 2010. Pasien telah mendapatkan penatalaksanaan berupa
Infus RL 20 tpm, Metronidazol 3x500 mg, Buscopan 3x1 amp, Ranitidin 2x1
amp, Lodia 2x2 tab, Ciprofloxacin 2x500mg, Sulcolon 3x1, Biodiar 3x2 tab,
Pankreoflat 3x1 tab. Setelah 14 hari perawatan, os pulang atas permintaan sendiri
45