isi(1)

30
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glandula saliva atau kelenjar saliva merupakan organ yang terbentuk dari sel-sel khusus yang mensekresi saliva. Saliva adalah cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri dari campuran sekresi dari kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Fungsi dari saliva antara lain : a. Melicinkan dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan makanan. b. Membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair sehingga mudah ditelan dan dirasakan. c. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan. d. Sebagai antibacterial dan sistem buffer. e. Membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin dan lipase ludah. f. Berpartisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat factor pembekuan darah dan epidermal growth factor pada saliva. g. Membantu dalam berbicara.

Upload: rahajengintanpawestri

Post on 20-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISI(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glandula saliva atau kelenjar saliva merupakan organ yang terbentuk

dari sel-sel khusus yang mensekresi saliva. Saliva adalah cairan oral yang

kompleks dan tidak berwarna yang terdiri dari campuran sekresi dari kelenjar

saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Fungsi dari saliva antara lain :

a. Melicinkan dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses

mengunyah dan menelan makanan.

b. Membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair

ataupun cair sehingga mudah ditelan dan dirasakan.

c. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan.

d. Sebagai antibacterial dan sistem buffer.

e. Membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin

dan lipase ludah.

f. Berpartisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena

terdapat factor pembekuan darah dan epidermal growth factor pada

saliva.

g. Membantu dalam berbicara.

KLASIFIKASI GLANDULA SALIVA

Klasifikasi glandula saliva berdasarkan ukuran :

a. Glandula saliva mayor, terdiri dari :

Glandula parotis

Glandula submandibularis

Glandula sublingualis

b. Glandula saliva minor

Glandula labial superior inferior

Glandula bucalis minor

Glandula palatine

Page 2: ISI(1)

Glandula lingualis anterior

Glandula lingualis posterior

Glandula glossopalatinus

KELAINAN KELENJAR SALIVA

Kelainan kelenjar saliva adalah suatu keadaan abnormal dalam

kelenjar saliva yang dapat menunjuk pada kondisi yang menyebabkan

pembengkakan atau nyeri. Terdapat beberapa kelainan pada kelenjar saliva

antara lain mucocele, ranula, sialadenitis, sjorgen syndrome dan sialorrhea.

1.2 Skenario

SKENARIO II

Bedah Mulut

Penderita wanita usia 20 tahun dating dengan keluhan sakit saat menelan

dan terganggu saat berbicara. Oleh karena lidah terasa membesar dan terdorong ke

atas. Pemeriksaan EO tidak terdapat kelainan sedangkan IO terlihat 2 benjolan

terpisah di bawah lidah pada bagian kanan dan kiri. Permukaan licin, warna

kebiruan, fluktuasi (+). Apa diagnosis yang tepat pada kasus ini dan rencana

perawatannya?

Page 3: ISI(1)

1.3 Mapping

1.4 Learning Objective

1. Mampu memahami dan menjelaskan tahapan penegakan diagnosa pada

skenario.

2. Mampu memahami dan menjelaskan diagnosa pada skenario.

3. Mampu memahami dan menjelaskan etiologi dari diagnosa pada skenario.

4. Mampu memahami dan menjelaskan pathogenesis dari diagnosa pada

skenario.

5. Mampu memahami dan menjelaskan rencana perawatan pada skenario.

6. Mampu memahami dan menjelaskan prognosis dari rencana perawatan.

Ranula

Pemeriksaan Subjektif

Pemeriksaan Objektif

Pemeriksaan Penunjang

Penegakan diagnosa

Rencana Perawatan

Patogenesis Etiologi

Diagnosa

Page 4: ISI(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Glandula saliva terbagi dua, yaitu glandula saliva mayor dan glandula

saliva minor. Glandula saliva mayor terdiri dari :

1. Glandula parotis

Merupakan glandula terbesar yang letaknya pada permukaan otot

masseter yang berada di belakang ramus mandibula, di anterior dan

inferior telinga. Glandula parotis menghasilkan hanya 25% dari volume

total saliva yang sebagian besar merupakan cairan serus.

2. Glandula submandibula

Merupakan glandula terbesar kedua setelah glandula parotis.

Letaknya di bagian medial sudut bawah mandibula. Glandula

submandibula menghasilkan 60- 65% dari volume total saliva di rongga

mulut, yang merupakan campuran cairan serus dan mukus.

3. Glandula sublingual

Glandula yang letaknya pada fossa sublingual, yaitu dasar mulut

bagian anterior. Merupakan glandula saliva mayor yang terkecil yang

menghasilkan 10% dari volume total saliva di rongga mulut dimana

sekresinya didominasi oleh cairan mucus.

Sedangkan glandula saliva minor terdiri dari 1000 kelenjar yang tersebar

pada lapisan mukosa rongga mulut, terutama di mukosa pipi, palatum, baik

palatum durum maupun palatum molle, mukosa lingual, mukosa bibir, dan juga

terdapat di uvula, dasar mulut, bagian posterior lidah, dasar atau ventral lidah,

daerah sekitar retromolar, daerah peritonsillar, dan sistem lakrimal. Glandula

saliva minor terutama menghasilkan cairan mukus, kecuali pada glandula Von

Ebner’s (glandula yang berada pada papilla circumvalata lidah) yang

menghasilkan cairan serus.

Kasus mukokel umumnya melibatkan glandula saliva minor. Tidak

tertutup kemungkinan mukokel dapat melibatkan glandula saliva mayor

Page 5: ISI(1)

tergantung pada letaknya. Sedangkan ranula merupakan istilah yang digunakan

untuk menyebut mukokel yang berada di dasar mulut, dan diketahui daerah dasar

mulut dekat dengan glandula sublingual dan glandula saliva minor. Dengan kata

lain ranula umumnya melibatkan glandula saliva minor ataupun glandula

sublingual. Sama halnya dengan mukokel, ranula juga dapat melibatkan glandula

saliva mayor, misalnya glandula saliva submandibula apabila ranula telah meluas

ke otot milohioideus dan memasuki ruang submandibula.

Gambar Glandula Saliva

Page 6: ISI(1)

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Tahapan Penegakan Diagnosa pada Skenario

1. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF (ANAMNESIS)

Anamnesis merupakan percakapan profesional antara dokter dengan

pasien untuk mendapatkan data/riwayat penyakit yang dikeluhkan pasien.

Informasi tentang riwayat pasien dibagi menjadi 3 bagian : riwayat sosial,

dental dan medis. Riwayat ini memberikan informasi yang berguna

merupakan dasar dari rencana perawatan.

a. Identifikasi penderita

Identifikasi penderita pada pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui

identitas pasien, yang meliputi nama, alamat, telp, pekerjaan/sekolah,

umur, serta jenis kelamin. Identifikasi ini dapat pula digunakan untuk

mengetahui lingkungan tempat tinggal pasien, apakah sehat atau kurang

sehat lingkungan tsb.

b. Riwayat dan Catatan Medis

Guna menghindari informasi yang tidak relevan dan untuk mencegah

kesalahan kelalaian dalam uji klinis, klinisi harus melakukan pemeriksaan

rutin. Rangkaian pemeriksaan harus dicatat pada kartu pasien dan harus

dijadikan sebagai petunjuk untuk melakukan kebiasaan diagnostik yang

tepat.

Pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut keluhan utama pasien, riwayat

medis yang lalu, dan riwayat kesehatan gigi yang lalu diperiksa. Bila

diperlukan lebih banyak informasi, pertanyaan-pertanyaan selanjutnya

harus ditujukan kepada pasien dan harus dicatat secara hati-hati.

c. Gejala-gejala Subjektif

Daftar isian medis yang lengkap yang berisi riwayat medis dan kesehatan

gigi pasien terdiri dari gejala-gejala subjektif. Termasuk di dalam kategori

ini adalah alasan pasien menjumpai dokter gigi, atau keluhan utama.

Umumnya, suatu keluhan utama berhubungan dengan rasa sakit,

Page 7: ISI(1)

pembengkakan, tidak berfungsi/estetik. Mungkin juga hanya karena “ada

sesuatu pada rontgen”, yang dikeluhkan pasien. Apapun alasannya,

keluhan utama pasien merupakan permulaan yang terbaik untuk

mendapatkan suatu diagnosis yang tepat. Keluhan utama yang paling

sering melibatkan perawatan adalah rasa sakit. Pengajuan pertanyaan-

pertanyaan yang bijaksana mengenai rasa sakitnya dapat menolong

seorang ahli diagnostik menghasilkan suatu diagnosis sementara dengan

cepat. Pasien harus ditanya tentang macam rasa sakit, lokasinya, lamanya,

apa yang menyebabkannya, apa yang meringankannya, dan pernah atau

tidak melibatkan tempat lain.

II. PEMERIKSAAN OBJEKTIF (PEMERIKSAAN KLINIS)

a. Tanda-tanda vital

Pemeriksaan tanda-tanda vital hendaknya dilakukan saat hendak

menegakkan diagnose pada pasien yang datang, pemeriksaan ini penting

dilakukan untuk mengetahui keadaan dalam tubuh pasien saat pasien

datang sehingga dokter gigi dapat mengetahui apakah pasien tsb dalam

keadaan sehat atau tidak, serta untuk mempertimbangkan tindakan rencana

perawatan yang hendak dilakukan dokter gigi untuk pasien yang dalam

keadaan tidak sehat. Pemeriksaan ini meliputi:

1. Tekanan darah

Adalah tekanan pada dinding arteri pada dinding arteri pada waktu

denyutan sistolik dan diastolic. Diukur dengan mendengarkan suara-suara

korotkow (korotkow sound). Pada pemeriksaan ini dicatat tekanan sistolik

(tapping) dan tekanan diastolik (muffled) sehingga operator dapat

mengetahui apakah pasien tsb mengalami hipotensi atau hipertensi.

2. Denyut nadi

Page 8: ISI(1)

Diperiksa dengan cara palpasi pada arteri radialis yang terletak disisi

medial dari prossesus sttiloideus os radii pada permukaan ventral

pergelangan tangan. Letakkan ujung jari telunjuk jari tengah kanan diatas

arteri radialis. Pengukuran nadi diukur selama semenit penuh. Dan akan

didapatkan hasil:

Normal : 70-80/menit

Bradikardia : kurang dari 60/menit

Takhikardia : lebih dari 100/menit

Pulsus alternans : berganti-ganti kuat dan lemah

Pulsus parvus et tardus : lemah dan lambat

3. Respirasi (pernafasan)

Dilihat pada waktu inspirasi dan ekspirasi.

Pernafasan yang cepat dan dalam (kusamaul).

Pernafasan yang lambat (bradipne).

Pernafasan yang cepat (takhipne)

Pernafasan yang cepat yang mendadak menjadi apne secara bergantian

4. Temperatur

Dapat diraba dengan punggung tangan. Secara kwantitatif dapat diukur

dengan thermometer melalui oral, aksiler atau rectal. Penderita dinyatakan

demam bila suhu badan diatas 37,8 oC.

5. Body weight (berat badan)

Dengan cara menentukan RBW (Relative Body Weight) dapat ditentukan

variasi berat badan. Rumus:

RBW = BB x 100%

TB - 100

RBW 90-110% Normal

RBW kurang dari 90% Underweight

RBW lebih dari 110% Overweight

b. Pemeriksaan Fisik Regional

Pemeriksaan yang dimaksud disini hanyalah pemeriksaan ekstra oral

didaerah kepala dan leher (region kapitis dan region koli): keadaan

Page 9: ISI(1)

glandula tiroid, arteri karotis, vena jugularis, wajah juga kelenjar lymphe

(submandibular, submentalis dan cervicales).

Sedang pemeriksaan intra oral diperiksa secara global meliputi bibir,

mukosa bukal, lidah, dasar mulut, palatum durum, palatum mole, tonsil,

oro pharynx, calculus dan gingival baik di maksila maupun di mandibula.

c. Pemeriksaan gigi

Pemeriksaan ini meliputi semua gigi pada rongga mulut, diperiksa gigi-

gigi yang mengalami karies, lokasi dan kedalaman karies. Pemeriksaannya

secara inspeksi dengan mata. Untuk mengetahui kondisi jaringan

pulpoperiapikal pada gigi yang mengalami kariesn tsb dapat dengan

melelui beberapa tes, yakni:

1. Test sonde : dengan menggunakan sonde, dapat diketahui adanya

perforasi atap pulpa. Bila ada rasa sakit beri tanda +

Bila tidak sakit beri tanda –2. Test dingin : dengan menggunakan

cloraethyl yang disemprotkan pada kapas yang disemprotkan pada kapas

yang dipegang dengan dental pinset. Bila timbul respon nyeri berarti gigi

masih vital, beri tanda +. Bila tidak ada respon berarti non vital, beri tanda

3. Test panas : dengan menggunakan batangan gutta percha yang

dipanaskan diatas nyala api Bunsen. Respon yang mungkin didapat adalah:

Nyeri -----> beri tanda +

Tidak nyeri -----> beri tanda –

4. Electropotential test

5. Perkusi (ketuk) : dengan mengetuk-ketukkan gagang sonde pada gigi.

Respon yang mungkin didapat adalah:

Nyeri -----> beri tanda +

Tidak nyeri -----> beri tanda –6. Druk : dengan menaruh gagang

instrument sejajar pada bagian oklusal gigi yang diperiksa kemudian

penderita disuruh menggigitnya. Respon yang mungkin didapat adalah:

Nyeri -----> beri tanda +

Tidak nyeri -----> beri tanda –

Page 10: ISI(1)

d. Pemeriksaan Kondisi Periodontium

Pemeriksaan ini meliputi:

1. Pemeriksaan permukaan gigi apakah terdapat sordes atau tidak, adakah

kalkulus atau tidak, bila ada beri tanda +, bila tidak beri tanda -.

2. Selanjutnya, yang diperiksa adalah pemeriksaan gingival, diperiksa

adanya:

oedema atau tidak,

kemerahan atau tidak,

mudah berdarah atau tidak, dan

mengalami resesi gingival atau tidak.

3. Kemudian berikutnya adalah pemeriksaan periodontal membrane,

diperiksa adakah:

Mobilitas gigiTulis derajat kegoyangannya. Misalnya o2, o3, o4.

Gingival pocket

Infrabony pocket yang ada dilihat lokasinya (lingual, bukal, palatinal dst)

dan dilihat pula kedalamannya (1/3 servikal, 1/3 medial atau 1/3 apikal).

e. Pemeriksaan Jaringan Lunak/Rahang

Pemeriksaan ini digunakan pada penderita yang diduga terdapat

neoplasma/karsinoma. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara palpasi pada

Page 11: ISI(1)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG (BILA PERLU)

1. Radiografi

Kadang-kadang pemeriksaan klinis dapat memberikan semua keterangan

yang diperlukan mengenai pasien, disini mungkin tidak diperlukan

radiografi. Bagaimanapun juga, radiografi biasanya diperlukan satu atau

alasan-alasan berikut :

1. Untuk mendiagnosis karies gigi pada permukaan gigi yang tidak bisa

dilihat pada pemeriksaan klinis.

2. Untuk menemukan gangguan khusus, misalnya kondisi jaringan

periapikal yang berhubungan dengan gigi-gigi nonvital atau yang

mengalami trauma.

3. Untuk membantu diagnose adanya gigi yang impaksi serta mengetahui

klasifikasi dari gigi yang impaksi tsb.

4. Untuk mengetahui adanya neoplasma/karsinoma pada jaringan rongga

mulut.

Namun. radiografi gigi adalah salah satu perawatan yang lebih baik

dihindarkan dalam pengelolaan pasien hamil. Hal ini dikarenakan pada

trimester pertama, janin yang sedang berkembang rentan terhadap

kerusakan radiasi. Oleh karena itu, dokter gigi harus menyadari bagaimana

cara untuk melanjutkan perawatan dengan aman dalam situasi ini.

Radiografi harus digunakan secara selektif, dan digunakan hanya bila

diperlukan serta untuk membantu dalam diagnosis dan pengobatan. Ketika

radiografi digunakan, dan ketika celemek timah hitam juga diterapkan,

perawatan gigi yang tepat dapat diberikan secara aman selama kehamilan

di sebagian intrances hanya menggunakan bitewing, panorama, atau dipilih

film periapikal.

2. Histopatologi

Peranan pemeriksaan histopatologi sangat penting khususnya pada lesi

yang tidak dapat didiagnosa hanya melalui pemeriksaan klinis saja.

Page 12: ISI(1)

Diagnosa penyakit perlu ditegakkan untuk dapat memberikan terapi yang

sesuai dan tepat. Bisa saja suatu penyakit ditemukan penyebabnya setelah

dilakukan pemeriksaan histopatologi atau setelah ditegakkannya diagnosa.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara biopsi yang kemudian akan

diperiksa secara mikroskopis.

3.2 Diagnosa dari Skenario

Diagnosa penyakit pada skenario adalah Ranula superficial.

3.3 Etiologi dari Diagnosa pada Skenario

Pada tahun 1973 Roediger dan rekannya dapat membuktikan bahwa

terjadinya ranula oleh adanya penyumbatan ductus glandula saliva sehingga

terjadi penekanan sepanjang dinding saluran. Bila ada daerah yang lemah akan

pecah dan terjadi lagunar (bulatan-bulatan kecil), yang merupakan retensi

saliva yang lambat laun menjadi kista ekstravasasi (kebocoran) pada ductus

glandula sublingualis atau submandibularis, yang kadang-kadang dapat

ramifikasi (percabangan) secara difus ke leher (Mervyn shear).

Menurut Robert P. Langlais & Craig S. Miller, Ranula  terbentuk

sebagai akibat terhalangnya ductus saliva yang normal melalui ductus

ekskretorius mayor yang membesar atau terputus dari glandula sublingualis

(ductus Bartholin) atau glandula submandibularis(ductus Wharton), sehingga

melalui rupture ini saliva keluar menempati jarigan disekitar ductus

tersebut.Post traumatic ranulaterjadi akibat trauma padaglandula sublingual

atau submandibula yang menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga

terbentuk pseudokista. Ranula juga dikatakan berkaitan dengan aneurisma

duktus glandula saliva, penyakit kelenjar saliva dan anomali kongenital

dimana duktus saliva tidak terbuka.

Walau terjadinya ranula yang ditulis dalam literature hingga saat ini

masih simpang siur, namun diperkirakan karena :

1.  Adanya penyumbatan sebagian atau total sehingga terjadi retensi saliva

sublingualis atau submandibularis

2.  Karena suatu trauma

Page 13: ISI(1)

3. Adanya peradangan atau myxomatous degenerasi ductus glandula

sublingualis

3.4 Pathogenesis dari Diagnosa pada Skenario

Ranula merupakan kista retensi mukus akibat obstruksi glandula saliva

baik mayor dan minor yang berlokasi di dasar mulut, namun lebih sering

disebabkan oleh glandula saliva mayor. Terdapat banyak teori yang

menjelaskan patogenesis dari ranula. Walaupun patogenesis ranula yang

ditulis dalam literature sampai saat ini masih simpang siur, namun

diperkirakan terjadi akibat adanya penyumbatan sebagian atau total sehingga

terjadi retensi saliva sublingualis atau  submandibularis, maupun karena suatu

trauma. Penyumbatan dapat disebabkan karena adanya sialolit atau massa

terkalsifikasi pada duktus kelenjar saliva baik sebagian atau seluruh dari

duktus sehingga menyebabkan aliran saliva menjadi terhambat, dan akhirnya

terjadi retensi pada duktus. Trauma yang dapat terjadi misalnya ketika

menyikat gigi yang terlalu keras atau terlalu menekan saat membersihkan gigi

dan ginggiva daerah sisi lingual, maka dapat menyebabkan duktus kelenjar

saliva menjadi rupture dan terjadi ektravasasi ke area sekitar duktus maupun

meluas ke regio submental dan lateral leher.

Selain itu, dapat pula dikarenakan trauma dari tindakan bedah yang

dilakukan untuk mengeksisi ranula, namun bekas pembedahan menimbulkan

jaringan parut atau disebut juga jaringan fibrosa pada permukaan superior

ranula.

Terdapat sedikit perbedaan patomekanisme antara ranula simple dan

ranula plungin. Ranula simpel disebut juga oral ranula merupakan ranula yang

terbentuk karena obstruksi duktus glandula saliva tanpa diikuti dengan

rupturnya duktus tersebut. Sedangkan ranula plunging atau sering disebut

ranula diving merupakan massa yang terbentuk akibat rupturnya glandula

saliva tanpa diikuti rupturnya ruang submandibula yang kemudian

menimbulkan plug pseudokista yang meluas hingga ke ruang submandibula

atau dengan kata lain berpenetrasi ke otot milohioideus

Page 14: ISI(1)

Secara garis besar mekanisme keduanya adalah mirip, diawali

pembentukan kista akibat obstruksi duktus saliva. Obstruksi duktus saliva

dapat disebabkan oleh sialolith, malformasi kongenital, stenosis, pembentukan

parut pada periduktus akibat trauma, agenesis duktus atau tumor. Ketika sudah

terjadi obstruksi duktus, maka duktus akan secara fisiologis mengalami

dilatasi. Awalnya retensi mukus ini akan tampak hanya sebagai benjolan kecil

di dasar mulut. Namun aliran saliva yang terus-menerus bertambah

menyebabkan dinding duktus tidak mampu lagi menahan tekanan dari dalam

duktus, dan akhirnya dapat ruptur. Saat duktus ruptur, maka akan terjadi

ekstravasasi mukus.

Ekstravasasi mukus pada glandula sublingual menjadi penyebab ranula

servikal. Kista ini berpenetrasi ke otot milohioideus. Sekresi mukus mengalir

ke arah leher melalui otot milohioideus dan menetap di dalam jaringan fasial

sehingga terjadi pembengkakan yang difus pada bagian lateral atau submental

leher.Jika kondisi ini dibiarkan dalam waktu cukup lama maka sekresi pada

glandula sublingual akan menyebabkan akumulasi mukus sehingga

menyebabkan pembesaran massa servikal secara konstan.

3.5 Rencana Perawatan pada Skenario

Pada kasus ranula, perawatan yang dilakukan adalah marsupialisasi atau

eksisi. Marsupialisasi merupakan metode pembedahan yang menghasilkan

surgical window pada dinding kista, mengevakuasi isi kista dan memelihara

kontinuitas antara kista dan rongga mulut, sinus maksilary atau rongga nasal.

Proses ini mengurangi tekanan intrakista dan meningkatkan pengerutan pada

kista. Marsupialisasi dapat digunakan sebaga terapi tunggal atau sebagai tahap

preeliminary dalam perawatan dengan enukleasi.

Indikasi dilakukan marsupialisasi :

• Jumlah jaringan yang terluka

Dekatnya kista dengan struktur vital berarti keterlibatan jaringan tidak

baik jika dilakukan enukleasi. Contoh : jika enukleasi pada kista menyebabkan

Page 15: ISI(1)

luka pada struktur neurovaskular mayor atau devitalisasi gigi sehat, sebaiknya

diindikasikan metode marsupialisasi.

• Akses pembedahan

Jika akses untuk pengangkatan kista sulit, sebaiknya dilakukan

marsupialisasi untuk mencegah lesi rekuren.

• Bantuan erupsi gigi

Jika gigi tidak erupsi (dentigerous cyst), marsupialisasi dapat memberikan

jalur erupsi ke rongga mulut.

• Luas pembedahan

Untuk pasien dengan kondisi medik yang kurang baik, marsupialisasi

merupakan alternatif yang tepat dibandingkan enukleasi, karena prosedurnya

yang sederhana dan sedikit tekanan untuk pasien.

• Ukuran kista

Pada kista yang sangat besar, adanya resiko fraktur rahang selama

enukleasi. Ini lebih baik dilakukan marsupialisasi, setelah remodelling tulang

dapat dilakukan enukleasi.

Keuntungan dari marsupialisasi :

• Prosedur yang dilakukan sederhana

• Memisahkan struktur vital dari kerusakan akibat pembedahan

Kerugian dari marsupialisasi :

• Jaringan patologi kemungkinan masih tertinggal di dalam kavitas

• Tidak dapat dilakukan pemeriksaan histologi secara teliti

• Terselip debris makanan akibat adanya kavitas

• Pasien harus irigasi kavitas beberapa kali setiap hari

Berikut ini merupakan tahap-tahap prosedur marsupialisasi: Menjelang operasi

Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan

Page 16: ISI(1)

tandatangan persetujuan dan permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi. (Informed consent).

Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi. Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi. Antibiotika profilaksis, Cefazolin atau Clindamycin kombinasi dengan

Garamycin, dosis menyesuaikan untuk profilaksis.

Tahapan operasiDilakukan dalam kamar operasi, penderita dalam narkose umum

dengan intubasi nasotrakheal kontralateral dari lesi, atau kalau kesulitan bisa orotrakeal yang diletakkan pada sudut mulut serta fiksasinya kesisi kontralateral, sehingga lapangan operasi bisa bebas.

Posisi penderita telentang sedikit “head-up” (20-250) dan kepala menoleh kearah kontralateral, ekstensi (perubahan posisi kepala setelah didesinfeksi). Desinfensi intraoral dengan Hibicet setelah dipasang tampon steril di orofaring. Desinfeksi lapangan operasi luar dengan Hibitane-alkohol 70% 1:1000. Mulut dibuka dengan menggunakan spreader mulut, untuk memudahkan mengeluarkan lidah/ dijulurkan maka bisa dipasang teugel pada lidah dengan benang sutera 0/1.

Lakukan eksisi bentuk elips pada mukosa dasar mulut yang membesar akibat kista tersebut dan pilih yang paling sedikit vaskularisasinya, kemudian rawat perdarahan yang terjadi, lakukan sondase atau palpasi, sebab kadang ada sedimentasi/sialolithiasis, atau sebab lain sehingga menimbulkan sumbatan pada saluran kelenjar liur sublingual. Tepi eksisi dijahit marsupialisasi dengan Dexon 0/3 agar tidak menutup lagi.

Apabila masih teraba kista maka bisa dilakukan memecahkan septa yang ada sehingga isinya bisa terdrainase. Pada kista yang cukup besar setelah dievaluasi tidak ada kista lagi maka bisa dipasang tampon pita sampai keujungnya dipertahankan sampai 5 hari sebagai tuntunan epitelialisasi pada permukaan kista tadi dan tidak obliterasi lagi.

Apabila didapat sebagian ranula dibawah musculus mylohioid, maka memerlukan pendekatan yang lebih bagus dari ekstra oral. Dan yang

Page 17: ISI(1)

perlu diperhatikan adalah preservasi nervus hipoglossus, nervus lingualis. Pasang redon drain apabila melakukan pendekatan ekstra oral.

Setelah itu lakukan evaluasi ulang untuk perdarahan yang terjadi. Lapangan operasi dicuci dengan kasa yang telah diberi PZ steril, luka operasi yang diluar ditutup dengan kasa steril dan di hipafiks. Tampon orofaring diambil, sebelum ekstubasi.

3.6 Prognosis dari Rencana Perawatan pada Skenario

Prognosis adalah prediksi dari kemungkinan perawatan, durasi dan hasil

akhir suatu penyakit berdasarkan pengetahuan umum dari pathogenesis

dan kehadiran factor risiko penyakit. Prognosis muncul setelah diagnosis

dibuat dan sebelum rencana perawatan dilakukan. Faktor-faktor prognosis

adalah karakteristik yang memprediksi hasil akhir suatu penyakit begitu

penyakit itu muncul sedangkan faktor-faktor risiko adalah karakteristik

individu yang membuatnya berisiko tinggi menderita suatu penyakit.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan saat menentukan prognosis :

a. Faktor klinis keseluruhan

Umur pasien

Pasien dengan usia muda akan lebih cepat pulih dari suatu penyakit karena

system imunya yang masih baik.

Kontrol plak

Plak merupakan salah satu factor etiologi dari penyakit di rongga

mulut.Karena di dalam plak mengandung banyak bakteri, Jadi untuk

meningkatkan kesembuhan dari penyakit di rongga mulut plak perlu

dibersihkan agar bakteri tidak merusak dan memperparah suatu penyakit.

Kooperasi pasien

Prognosis pasien bergantung dari sikap pasien, keinginannya untuk

sembuh, kemauan untuk menuruti perintah dari dokter gigi untuk

menunjang kesembuhannya dan kemampuan untuk merawat kondisinya

misalnya menjaga Oral hygienenya agar lebih baik.

Page 18: ISI(1)

b. Faktor sistemik atau Lingkungan

Merokok

Memperlambat penyembuhan dari ranula karena rokok memiliki bahan-

bahan kimia yang berbahaya untuk tubuh. Oarng yang memiliki kebiasaan

tidak merokok mempunyai prognosis yang lebih baik daripada orang yang

mempunyai kebiasaan merokok.

Penyakit atau kondisi sistemik

Penyakit atau kondisi sistemik dapat mempengaruhi proses

pemulihan. Penyakit atau kondisi sistemik ini perlu diperhatikan dan

dikontrol dalam proses pemulihan penyakit.

Faktor genetik

Stress

Jenis-jenis prognosis

Sangat baik (Excellent prognosis)

Kondisi OH baik, Kooperasi pasien baik dan tidak ada penyakit sistemik

atau factor lingkungan tertentu.

Baik (good prognosis)

Kemungkinan untuk mengontrol factor etiologi dan merawat kondisinya

cukup baik, pasien cukup kooperatif, tidak ada factor sistemik dan

lingkungan.

Sedang (fair prognosis)

Pasien cukup kooperatif namun terdapat beebrapa factor sistemik atau

lingkungan.

Buruk (poor prognosis)

Kooperasi pasien diragukan, ada factor sistemik atau lingkungan.

Page 19: ISI(1)

BAB 4

KESIMPULAN

Prosedur menegakkan diagnosis : 1. Pemeriksaan subjektif (anamnesis)

2. Pemeriksaan objektif (pemeriksaan klinis)

3. Pemeriksaan penunjang, bila perlu.

Dari hasil pemeriksaan tersebut, dapat ditegakkan diagnosis untuk menentukan

rencana perawatan yang tepat.

Diagnosa penyakit pada skenario adalah Ranula superficial.

Walau terjadinya ranula yang ditulis dalam literature hingga saat ini masih

simpang siur, namun diperkirakan karena :

1.  Adanya penyumbatan sebagian atau total sehingga terjadi retensi saliva

sublingualis atau submandibularis

2.  Karena suatu trauma

3. Adanya peradangan atau myxomatous degenerasi ductus glandula sublingualis

Pada kasus ranula, perawatan yang dilakukan adalah marsupialisasi atau eksisi.

Marsupialisasi merupakan metode pembedahan yang menghasilkan surgical

window pada dinding kista, mengevakuasi isi kista dan memelihara kontinuitas

antara kista dan rongga mulut, sinus maksilary atau rongga nasal. Proses ini

mengurangi tekanan intrakista dan meningkatkan pengerutan pada kista.

Marsupialisasi dapat digunakan sebaga terapi tunggal atau sebagai tahap

preeliminary dalam perawatan dengan enukleasi.

Page 20: ISI(1)

DAFTAR PUSTAKA