isi(1)
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glandula saliva atau kelenjar saliva merupakan organ yang terbentuk
dari sel-sel khusus yang mensekresi saliva. Saliva adalah cairan oral yang
kompleks dan tidak berwarna yang terdiri dari campuran sekresi dari kelenjar
saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Fungsi dari saliva antara lain :
a. Melicinkan dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses
mengunyah dan menelan makanan.
b. Membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair
ataupun cair sehingga mudah ditelan dan dirasakan.
c. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan.
d. Sebagai antibacterial dan sistem buffer.
e. Membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin
dan lipase ludah.
f. Berpartisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena
terdapat factor pembekuan darah dan epidermal growth factor pada
saliva.
g. Membantu dalam berbicara.
KLASIFIKASI GLANDULA SALIVA
Klasifikasi glandula saliva berdasarkan ukuran :
a. Glandula saliva mayor, terdiri dari :
Glandula parotis
Glandula submandibularis
Glandula sublingualis
b. Glandula saliva minor
Glandula labial superior inferior
Glandula bucalis minor
Glandula palatine
Glandula lingualis anterior
Glandula lingualis posterior
Glandula glossopalatinus
KELAINAN KELENJAR SALIVA
Kelainan kelenjar saliva adalah suatu keadaan abnormal dalam
kelenjar saliva yang dapat menunjuk pada kondisi yang menyebabkan
pembengkakan atau nyeri. Terdapat beberapa kelainan pada kelenjar saliva
antara lain mucocele, ranula, sialadenitis, sjorgen syndrome dan sialorrhea.
1.2 Skenario
SKENARIO II
Bedah Mulut
Penderita wanita usia 20 tahun dating dengan keluhan sakit saat menelan
dan terganggu saat berbicara. Oleh karena lidah terasa membesar dan terdorong ke
atas. Pemeriksaan EO tidak terdapat kelainan sedangkan IO terlihat 2 benjolan
terpisah di bawah lidah pada bagian kanan dan kiri. Permukaan licin, warna
kebiruan, fluktuasi (+). Apa diagnosis yang tepat pada kasus ini dan rencana
perawatannya?
1.3 Mapping
1.4 Learning Objective
1. Mampu memahami dan menjelaskan tahapan penegakan diagnosa pada
skenario.
2. Mampu memahami dan menjelaskan diagnosa pada skenario.
3. Mampu memahami dan menjelaskan etiologi dari diagnosa pada skenario.
4. Mampu memahami dan menjelaskan pathogenesis dari diagnosa pada
skenario.
5. Mampu memahami dan menjelaskan rencana perawatan pada skenario.
6. Mampu memahami dan menjelaskan prognosis dari rencana perawatan.
Ranula
Pemeriksaan Subjektif
Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosa
Rencana Perawatan
Patogenesis Etiologi
Diagnosa
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Glandula saliva terbagi dua, yaitu glandula saliva mayor dan glandula
saliva minor. Glandula saliva mayor terdiri dari :
1. Glandula parotis
Merupakan glandula terbesar yang letaknya pada permukaan otot
masseter yang berada di belakang ramus mandibula, di anterior dan
inferior telinga. Glandula parotis menghasilkan hanya 25% dari volume
total saliva yang sebagian besar merupakan cairan serus.
2. Glandula submandibula
Merupakan glandula terbesar kedua setelah glandula parotis.
Letaknya di bagian medial sudut bawah mandibula. Glandula
submandibula menghasilkan 60- 65% dari volume total saliva di rongga
mulut, yang merupakan campuran cairan serus dan mukus.
3. Glandula sublingual
Glandula yang letaknya pada fossa sublingual, yaitu dasar mulut
bagian anterior. Merupakan glandula saliva mayor yang terkecil yang
menghasilkan 10% dari volume total saliva di rongga mulut dimana
sekresinya didominasi oleh cairan mucus.
Sedangkan glandula saliva minor terdiri dari 1000 kelenjar yang tersebar
pada lapisan mukosa rongga mulut, terutama di mukosa pipi, palatum, baik
palatum durum maupun palatum molle, mukosa lingual, mukosa bibir, dan juga
terdapat di uvula, dasar mulut, bagian posterior lidah, dasar atau ventral lidah,
daerah sekitar retromolar, daerah peritonsillar, dan sistem lakrimal. Glandula
saliva minor terutama menghasilkan cairan mukus, kecuali pada glandula Von
Ebner’s (glandula yang berada pada papilla circumvalata lidah) yang
menghasilkan cairan serus.
Kasus mukokel umumnya melibatkan glandula saliva minor. Tidak
tertutup kemungkinan mukokel dapat melibatkan glandula saliva mayor
tergantung pada letaknya. Sedangkan ranula merupakan istilah yang digunakan
untuk menyebut mukokel yang berada di dasar mulut, dan diketahui daerah dasar
mulut dekat dengan glandula sublingual dan glandula saliva minor. Dengan kata
lain ranula umumnya melibatkan glandula saliva minor ataupun glandula
sublingual. Sama halnya dengan mukokel, ranula juga dapat melibatkan glandula
saliva mayor, misalnya glandula saliva submandibula apabila ranula telah meluas
ke otot milohioideus dan memasuki ruang submandibula.
Gambar Glandula Saliva
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Tahapan Penegakan Diagnosa pada Skenario
1. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF (ANAMNESIS)
Anamnesis merupakan percakapan profesional antara dokter dengan
pasien untuk mendapatkan data/riwayat penyakit yang dikeluhkan pasien.
Informasi tentang riwayat pasien dibagi menjadi 3 bagian : riwayat sosial,
dental dan medis. Riwayat ini memberikan informasi yang berguna
merupakan dasar dari rencana perawatan.
a. Identifikasi penderita
Identifikasi penderita pada pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui
identitas pasien, yang meliputi nama, alamat, telp, pekerjaan/sekolah,
umur, serta jenis kelamin. Identifikasi ini dapat pula digunakan untuk
mengetahui lingkungan tempat tinggal pasien, apakah sehat atau kurang
sehat lingkungan tsb.
b. Riwayat dan Catatan Medis
Guna menghindari informasi yang tidak relevan dan untuk mencegah
kesalahan kelalaian dalam uji klinis, klinisi harus melakukan pemeriksaan
rutin. Rangkaian pemeriksaan harus dicatat pada kartu pasien dan harus
dijadikan sebagai petunjuk untuk melakukan kebiasaan diagnostik yang
tepat.
Pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut keluhan utama pasien, riwayat
medis yang lalu, dan riwayat kesehatan gigi yang lalu diperiksa. Bila
diperlukan lebih banyak informasi, pertanyaan-pertanyaan selanjutnya
harus ditujukan kepada pasien dan harus dicatat secara hati-hati.
c. Gejala-gejala Subjektif
Daftar isian medis yang lengkap yang berisi riwayat medis dan kesehatan
gigi pasien terdiri dari gejala-gejala subjektif. Termasuk di dalam kategori
ini adalah alasan pasien menjumpai dokter gigi, atau keluhan utama.
Umumnya, suatu keluhan utama berhubungan dengan rasa sakit,
pembengkakan, tidak berfungsi/estetik. Mungkin juga hanya karena “ada
sesuatu pada rontgen”, yang dikeluhkan pasien. Apapun alasannya,
keluhan utama pasien merupakan permulaan yang terbaik untuk
mendapatkan suatu diagnosis yang tepat. Keluhan utama yang paling
sering melibatkan perawatan adalah rasa sakit. Pengajuan pertanyaan-
pertanyaan yang bijaksana mengenai rasa sakitnya dapat menolong
seorang ahli diagnostik menghasilkan suatu diagnosis sementara dengan
cepat. Pasien harus ditanya tentang macam rasa sakit, lokasinya, lamanya,
apa yang menyebabkannya, apa yang meringankannya, dan pernah atau
tidak melibatkan tempat lain.
II. PEMERIKSAAN OBJEKTIF (PEMERIKSAAN KLINIS)
a. Tanda-tanda vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital hendaknya dilakukan saat hendak
menegakkan diagnose pada pasien yang datang, pemeriksaan ini penting
dilakukan untuk mengetahui keadaan dalam tubuh pasien saat pasien
datang sehingga dokter gigi dapat mengetahui apakah pasien tsb dalam
keadaan sehat atau tidak, serta untuk mempertimbangkan tindakan rencana
perawatan yang hendak dilakukan dokter gigi untuk pasien yang dalam
keadaan tidak sehat. Pemeriksaan ini meliputi:
1. Tekanan darah
Adalah tekanan pada dinding arteri pada dinding arteri pada waktu
denyutan sistolik dan diastolic. Diukur dengan mendengarkan suara-suara
korotkow (korotkow sound). Pada pemeriksaan ini dicatat tekanan sistolik
(tapping) dan tekanan diastolik (muffled) sehingga operator dapat
mengetahui apakah pasien tsb mengalami hipotensi atau hipertensi.
2. Denyut nadi
Diperiksa dengan cara palpasi pada arteri radialis yang terletak disisi
medial dari prossesus sttiloideus os radii pada permukaan ventral
pergelangan tangan. Letakkan ujung jari telunjuk jari tengah kanan diatas
arteri radialis. Pengukuran nadi diukur selama semenit penuh. Dan akan
didapatkan hasil:
Normal : 70-80/menit
Bradikardia : kurang dari 60/menit
Takhikardia : lebih dari 100/menit
Pulsus alternans : berganti-ganti kuat dan lemah
Pulsus parvus et tardus : lemah dan lambat
3. Respirasi (pernafasan)
Dilihat pada waktu inspirasi dan ekspirasi.
Pernafasan yang cepat dan dalam (kusamaul).
Pernafasan yang lambat (bradipne).
Pernafasan yang cepat (takhipne)
Pernafasan yang cepat yang mendadak menjadi apne secara bergantian
4. Temperatur
Dapat diraba dengan punggung tangan. Secara kwantitatif dapat diukur
dengan thermometer melalui oral, aksiler atau rectal. Penderita dinyatakan
demam bila suhu badan diatas 37,8 oC.
5. Body weight (berat badan)
Dengan cara menentukan RBW (Relative Body Weight) dapat ditentukan
variasi berat badan. Rumus:
RBW = BB x 100%
TB - 100
RBW 90-110% Normal
RBW kurang dari 90% Underweight
RBW lebih dari 110% Overweight
b. Pemeriksaan Fisik Regional
Pemeriksaan yang dimaksud disini hanyalah pemeriksaan ekstra oral
didaerah kepala dan leher (region kapitis dan region koli): keadaan
glandula tiroid, arteri karotis, vena jugularis, wajah juga kelenjar lymphe
(submandibular, submentalis dan cervicales).
Sedang pemeriksaan intra oral diperiksa secara global meliputi bibir,
mukosa bukal, lidah, dasar mulut, palatum durum, palatum mole, tonsil,
oro pharynx, calculus dan gingival baik di maksila maupun di mandibula.
c. Pemeriksaan gigi
Pemeriksaan ini meliputi semua gigi pada rongga mulut, diperiksa gigi-
gigi yang mengalami karies, lokasi dan kedalaman karies. Pemeriksaannya
secara inspeksi dengan mata. Untuk mengetahui kondisi jaringan
pulpoperiapikal pada gigi yang mengalami kariesn tsb dapat dengan
melelui beberapa tes, yakni:
1. Test sonde : dengan menggunakan sonde, dapat diketahui adanya
perforasi atap pulpa. Bila ada rasa sakit beri tanda +
Bila tidak sakit beri tanda –2. Test dingin : dengan menggunakan
cloraethyl yang disemprotkan pada kapas yang disemprotkan pada kapas
yang dipegang dengan dental pinset. Bila timbul respon nyeri berarti gigi
masih vital, beri tanda +. Bila tidak ada respon berarti non vital, beri tanda
–
3. Test panas : dengan menggunakan batangan gutta percha yang
dipanaskan diatas nyala api Bunsen. Respon yang mungkin didapat adalah:
Nyeri -----> beri tanda +
Tidak nyeri -----> beri tanda –
4. Electropotential test
5. Perkusi (ketuk) : dengan mengetuk-ketukkan gagang sonde pada gigi.
Respon yang mungkin didapat adalah:
Nyeri -----> beri tanda +
Tidak nyeri -----> beri tanda –6. Druk : dengan menaruh gagang
instrument sejajar pada bagian oklusal gigi yang diperiksa kemudian
penderita disuruh menggigitnya. Respon yang mungkin didapat adalah:
Nyeri -----> beri tanda +
Tidak nyeri -----> beri tanda –
d. Pemeriksaan Kondisi Periodontium
Pemeriksaan ini meliputi:
1. Pemeriksaan permukaan gigi apakah terdapat sordes atau tidak, adakah
kalkulus atau tidak, bila ada beri tanda +, bila tidak beri tanda -.
2. Selanjutnya, yang diperiksa adalah pemeriksaan gingival, diperiksa
adanya:
oedema atau tidak,
kemerahan atau tidak,
mudah berdarah atau tidak, dan
mengalami resesi gingival atau tidak.
3. Kemudian berikutnya adalah pemeriksaan periodontal membrane,
diperiksa adakah:
Mobilitas gigiTulis derajat kegoyangannya. Misalnya o2, o3, o4.
Gingival pocket
Infrabony pocket yang ada dilihat lokasinya (lingual, bukal, palatinal dst)
dan dilihat pula kedalamannya (1/3 servikal, 1/3 medial atau 1/3 apikal).
e. Pemeriksaan Jaringan Lunak/Rahang
Pemeriksaan ini digunakan pada penderita yang diduga terdapat
neoplasma/karsinoma. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara palpasi pada
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG (BILA PERLU)
1. Radiografi
Kadang-kadang pemeriksaan klinis dapat memberikan semua keterangan
yang diperlukan mengenai pasien, disini mungkin tidak diperlukan
radiografi. Bagaimanapun juga, radiografi biasanya diperlukan satu atau
alasan-alasan berikut :
1. Untuk mendiagnosis karies gigi pada permukaan gigi yang tidak bisa
dilihat pada pemeriksaan klinis.
2. Untuk menemukan gangguan khusus, misalnya kondisi jaringan
periapikal yang berhubungan dengan gigi-gigi nonvital atau yang
mengalami trauma.
3. Untuk membantu diagnose adanya gigi yang impaksi serta mengetahui
klasifikasi dari gigi yang impaksi tsb.
4. Untuk mengetahui adanya neoplasma/karsinoma pada jaringan rongga
mulut.
Namun. radiografi gigi adalah salah satu perawatan yang lebih baik
dihindarkan dalam pengelolaan pasien hamil. Hal ini dikarenakan pada
trimester pertama, janin yang sedang berkembang rentan terhadap
kerusakan radiasi. Oleh karena itu, dokter gigi harus menyadari bagaimana
cara untuk melanjutkan perawatan dengan aman dalam situasi ini.
Radiografi harus digunakan secara selektif, dan digunakan hanya bila
diperlukan serta untuk membantu dalam diagnosis dan pengobatan. Ketika
radiografi digunakan, dan ketika celemek timah hitam juga diterapkan,
perawatan gigi yang tepat dapat diberikan secara aman selama kehamilan
di sebagian intrances hanya menggunakan bitewing, panorama, atau dipilih
film periapikal.
2. Histopatologi
Peranan pemeriksaan histopatologi sangat penting khususnya pada lesi
yang tidak dapat didiagnosa hanya melalui pemeriksaan klinis saja.
Diagnosa penyakit perlu ditegakkan untuk dapat memberikan terapi yang
sesuai dan tepat. Bisa saja suatu penyakit ditemukan penyebabnya setelah
dilakukan pemeriksaan histopatologi atau setelah ditegakkannya diagnosa.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara biopsi yang kemudian akan
diperiksa secara mikroskopis.
3.2 Diagnosa dari Skenario
Diagnosa penyakit pada skenario adalah Ranula superficial.
3.3 Etiologi dari Diagnosa pada Skenario
Pada tahun 1973 Roediger dan rekannya dapat membuktikan bahwa
terjadinya ranula oleh adanya penyumbatan ductus glandula saliva sehingga
terjadi penekanan sepanjang dinding saluran. Bila ada daerah yang lemah akan
pecah dan terjadi lagunar (bulatan-bulatan kecil), yang merupakan retensi
saliva yang lambat laun menjadi kista ekstravasasi (kebocoran) pada ductus
glandula sublingualis atau submandibularis, yang kadang-kadang dapat
ramifikasi (percabangan) secara difus ke leher (Mervyn shear).
Menurut Robert P. Langlais & Craig S. Miller, Ranula terbentuk
sebagai akibat terhalangnya ductus saliva yang normal melalui ductus
ekskretorius mayor yang membesar atau terputus dari glandula sublingualis
(ductus Bartholin) atau glandula submandibularis(ductus Wharton), sehingga
melalui rupture ini saliva keluar menempati jarigan disekitar ductus
tersebut.Post traumatic ranulaterjadi akibat trauma padaglandula sublingual
atau submandibula yang menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga
terbentuk pseudokista. Ranula juga dikatakan berkaitan dengan aneurisma
duktus glandula saliva, penyakit kelenjar saliva dan anomali kongenital
dimana duktus saliva tidak terbuka.
Walau terjadinya ranula yang ditulis dalam literature hingga saat ini
masih simpang siur, namun diperkirakan karena :
1. Adanya penyumbatan sebagian atau total sehingga terjadi retensi saliva
sublingualis atau submandibularis
2. Karena suatu trauma
3. Adanya peradangan atau myxomatous degenerasi ductus glandula
sublingualis
3.4 Pathogenesis dari Diagnosa pada Skenario
Ranula merupakan kista retensi mukus akibat obstruksi glandula saliva
baik mayor dan minor yang berlokasi di dasar mulut, namun lebih sering
disebabkan oleh glandula saliva mayor. Terdapat banyak teori yang
menjelaskan patogenesis dari ranula. Walaupun patogenesis ranula yang
ditulis dalam literature sampai saat ini masih simpang siur, namun
diperkirakan terjadi akibat adanya penyumbatan sebagian atau total sehingga
terjadi retensi saliva sublingualis atau submandibularis, maupun karena suatu
trauma. Penyumbatan dapat disebabkan karena adanya sialolit atau massa
terkalsifikasi pada duktus kelenjar saliva baik sebagian atau seluruh dari
duktus sehingga menyebabkan aliran saliva menjadi terhambat, dan akhirnya
terjadi retensi pada duktus. Trauma yang dapat terjadi misalnya ketika
menyikat gigi yang terlalu keras atau terlalu menekan saat membersihkan gigi
dan ginggiva daerah sisi lingual, maka dapat menyebabkan duktus kelenjar
saliva menjadi rupture dan terjadi ektravasasi ke area sekitar duktus maupun
meluas ke regio submental dan lateral leher.
Selain itu, dapat pula dikarenakan trauma dari tindakan bedah yang
dilakukan untuk mengeksisi ranula, namun bekas pembedahan menimbulkan
jaringan parut atau disebut juga jaringan fibrosa pada permukaan superior
ranula.
Terdapat sedikit perbedaan patomekanisme antara ranula simple dan
ranula plungin. Ranula simpel disebut juga oral ranula merupakan ranula yang
terbentuk karena obstruksi duktus glandula saliva tanpa diikuti dengan
rupturnya duktus tersebut. Sedangkan ranula plunging atau sering disebut
ranula diving merupakan massa yang terbentuk akibat rupturnya glandula
saliva tanpa diikuti rupturnya ruang submandibula yang kemudian
menimbulkan plug pseudokista yang meluas hingga ke ruang submandibula
atau dengan kata lain berpenetrasi ke otot milohioideus
Secara garis besar mekanisme keduanya adalah mirip, diawali
pembentukan kista akibat obstruksi duktus saliva. Obstruksi duktus saliva
dapat disebabkan oleh sialolith, malformasi kongenital, stenosis, pembentukan
parut pada periduktus akibat trauma, agenesis duktus atau tumor. Ketika sudah
terjadi obstruksi duktus, maka duktus akan secara fisiologis mengalami
dilatasi. Awalnya retensi mukus ini akan tampak hanya sebagai benjolan kecil
di dasar mulut. Namun aliran saliva yang terus-menerus bertambah
menyebabkan dinding duktus tidak mampu lagi menahan tekanan dari dalam
duktus, dan akhirnya dapat ruptur. Saat duktus ruptur, maka akan terjadi
ekstravasasi mukus.
Ekstravasasi mukus pada glandula sublingual menjadi penyebab ranula
servikal. Kista ini berpenetrasi ke otot milohioideus. Sekresi mukus mengalir
ke arah leher melalui otot milohioideus dan menetap di dalam jaringan fasial
sehingga terjadi pembengkakan yang difus pada bagian lateral atau submental
leher.Jika kondisi ini dibiarkan dalam waktu cukup lama maka sekresi pada
glandula sublingual akan menyebabkan akumulasi mukus sehingga
menyebabkan pembesaran massa servikal secara konstan.
3.5 Rencana Perawatan pada Skenario
Pada kasus ranula, perawatan yang dilakukan adalah marsupialisasi atau
eksisi. Marsupialisasi merupakan metode pembedahan yang menghasilkan
surgical window pada dinding kista, mengevakuasi isi kista dan memelihara
kontinuitas antara kista dan rongga mulut, sinus maksilary atau rongga nasal.
Proses ini mengurangi tekanan intrakista dan meningkatkan pengerutan pada
kista. Marsupialisasi dapat digunakan sebaga terapi tunggal atau sebagai tahap
preeliminary dalam perawatan dengan enukleasi.
Indikasi dilakukan marsupialisasi :
• Jumlah jaringan yang terluka
Dekatnya kista dengan struktur vital berarti keterlibatan jaringan tidak
baik jika dilakukan enukleasi. Contoh : jika enukleasi pada kista menyebabkan
luka pada struktur neurovaskular mayor atau devitalisasi gigi sehat, sebaiknya
diindikasikan metode marsupialisasi.
• Akses pembedahan
Jika akses untuk pengangkatan kista sulit, sebaiknya dilakukan
marsupialisasi untuk mencegah lesi rekuren.
• Bantuan erupsi gigi
Jika gigi tidak erupsi (dentigerous cyst), marsupialisasi dapat memberikan
jalur erupsi ke rongga mulut.
• Luas pembedahan
Untuk pasien dengan kondisi medik yang kurang baik, marsupialisasi
merupakan alternatif yang tepat dibandingkan enukleasi, karena prosedurnya
yang sederhana dan sedikit tekanan untuk pasien.
• Ukuran kista
Pada kista yang sangat besar, adanya resiko fraktur rahang selama
enukleasi. Ini lebih baik dilakukan marsupialisasi, setelah remodelling tulang
dapat dilakukan enukleasi.
Keuntungan dari marsupialisasi :
• Prosedur yang dilakukan sederhana
• Memisahkan struktur vital dari kerusakan akibat pembedahan
Kerugian dari marsupialisasi :
• Jaringan patologi kemungkinan masih tertinggal di dalam kavitas
• Tidak dapat dilakukan pemeriksaan histologi secara teliti
• Terselip debris makanan akibat adanya kavitas
• Pasien harus irigasi kavitas beberapa kali setiap hari
Berikut ini merupakan tahap-tahap prosedur marsupialisasi: Menjelang operasi
Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan
tandatangan persetujuan dan permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi. (Informed consent).
Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi. Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi. Antibiotika profilaksis, Cefazolin atau Clindamycin kombinasi dengan
Garamycin, dosis menyesuaikan untuk profilaksis.
Tahapan operasiDilakukan dalam kamar operasi, penderita dalam narkose umum
dengan intubasi nasotrakheal kontralateral dari lesi, atau kalau kesulitan bisa orotrakeal yang diletakkan pada sudut mulut serta fiksasinya kesisi kontralateral, sehingga lapangan operasi bisa bebas.
Posisi penderita telentang sedikit “head-up” (20-250) dan kepala menoleh kearah kontralateral, ekstensi (perubahan posisi kepala setelah didesinfeksi). Desinfensi intraoral dengan Hibicet setelah dipasang tampon steril di orofaring. Desinfeksi lapangan operasi luar dengan Hibitane-alkohol 70% 1:1000. Mulut dibuka dengan menggunakan spreader mulut, untuk memudahkan mengeluarkan lidah/ dijulurkan maka bisa dipasang teugel pada lidah dengan benang sutera 0/1.
Lakukan eksisi bentuk elips pada mukosa dasar mulut yang membesar akibat kista tersebut dan pilih yang paling sedikit vaskularisasinya, kemudian rawat perdarahan yang terjadi, lakukan sondase atau palpasi, sebab kadang ada sedimentasi/sialolithiasis, atau sebab lain sehingga menimbulkan sumbatan pada saluran kelenjar liur sublingual. Tepi eksisi dijahit marsupialisasi dengan Dexon 0/3 agar tidak menutup lagi.
Apabila masih teraba kista maka bisa dilakukan memecahkan septa yang ada sehingga isinya bisa terdrainase. Pada kista yang cukup besar setelah dievaluasi tidak ada kista lagi maka bisa dipasang tampon pita sampai keujungnya dipertahankan sampai 5 hari sebagai tuntunan epitelialisasi pada permukaan kista tadi dan tidak obliterasi lagi.
Apabila didapat sebagian ranula dibawah musculus mylohioid, maka memerlukan pendekatan yang lebih bagus dari ekstra oral. Dan yang
perlu diperhatikan adalah preservasi nervus hipoglossus, nervus lingualis. Pasang redon drain apabila melakukan pendekatan ekstra oral.
Setelah itu lakukan evaluasi ulang untuk perdarahan yang terjadi. Lapangan operasi dicuci dengan kasa yang telah diberi PZ steril, luka operasi yang diluar ditutup dengan kasa steril dan di hipafiks. Tampon orofaring diambil, sebelum ekstubasi.
3.6 Prognosis dari Rencana Perawatan pada Skenario
Prognosis adalah prediksi dari kemungkinan perawatan, durasi dan hasil
akhir suatu penyakit berdasarkan pengetahuan umum dari pathogenesis
dan kehadiran factor risiko penyakit. Prognosis muncul setelah diagnosis
dibuat dan sebelum rencana perawatan dilakukan. Faktor-faktor prognosis
adalah karakteristik yang memprediksi hasil akhir suatu penyakit begitu
penyakit itu muncul sedangkan faktor-faktor risiko adalah karakteristik
individu yang membuatnya berisiko tinggi menderita suatu penyakit.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan saat menentukan prognosis :
a. Faktor klinis keseluruhan
Umur pasien
Pasien dengan usia muda akan lebih cepat pulih dari suatu penyakit karena
system imunya yang masih baik.
Kontrol plak
Plak merupakan salah satu factor etiologi dari penyakit di rongga
mulut.Karena di dalam plak mengandung banyak bakteri, Jadi untuk
meningkatkan kesembuhan dari penyakit di rongga mulut plak perlu
dibersihkan agar bakteri tidak merusak dan memperparah suatu penyakit.
Kooperasi pasien
Prognosis pasien bergantung dari sikap pasien, keinginannya untuk
sembuh, kemauan untuk menuruti perintah dari dokter gigi untuk
menunjang kesembuhannya dan kemampuan untuk merawat kondisinya
misalnya menjaga Oral hygienenya agar lebih baik.
b. Faktor sistemik atau Lingkungan
Merokok
Memperlambat penyembuhan dari ranula karena rokok memiliki bahan-
bahan kimia yang berbahaya untuk tubuh. Oarng yang memiliki kebiasaan
tidak merokok mempunyai prognosis yang lebih baik daripada orang yang
mempunyai kebiasaan merokok.
Penyakit atau kondisi sistemik
Penyakit atau kondisi sistemik dapat mempengaruhi proses
pemulihan. Penyakit atau kondisi sistemik ini perlu diperhatikan dan
dikontrol dalam proses pemulihan penyakit.
Faktor genetik
Stress
Jenis-jenis prognosis
Sangat baik (Excellent prognosis)
Kondisi OH baik, Kooperasi pasien baik dan tidak ada penyakit sistemik
atau factor lingkungan tertentu.
Baik (good prognosis)
Kemungkinan untuk mengontrol factor etiologi dan merawat kondisinya
cukup baik, pasien cukup kooperatif, tidak ada factor sistemik dan
lingkungan.
Sedang (fair prognosis)
Pasien cukup kooperatif namun terdapat beebrapa factor sistemik atau
lingkungan.
Buruk (poor prognosis)
Kooperasi pasien diragukan, ada factor sistemik atau lingkungan.
BAB 4
KESIMPULAN
Prosedur menegakkan diagnosis : 1. Pemeriksaan subjektif (anamnesis)
2. Pemeriksaan objektif (pemeriksaan klinis)
3. Pemeriksaan penunjang, bila perlu.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, dapat ditegakkan diagnosis untuk menentukan
rencana perawatan yang tepat.
Diagnosa penyakit pada skenario adalah Ranula superficial.
Walau terjadinya ranula yang ditulis dalam literature hingga saat ini masih
simpang siur, namun diperkirakan karena :
1. Adanya penyumbatan sebagian atau total sehingga terjadi retensi saliva
sublingualis atau submandibularis
2. Karena suatu trauma
3. Adanya peradangan atau myxomatous degenerasi ductus glandula sublingualis
Pada kasus ranula, perawatan yang dilakukan adalah marsupialisasi atau eksisi.
Marsupialisasi merupakan metode pembedahan yang menghasilkan surgical
window pada dinding kista, mengevakuasi isi kista dan memelihara kontinuitas
antara kista dan rongga mulut, sinus maksilary atau rongga nasal. Proses ini
mengurangi tekanan intrakista dan meningkatkan pengerutan pada kista.
Marsupialisasi dapat digunakan sebaga terapi tunggal atau sebagai tahap
preeliminary dalam perawatan dengan enukleasi.
DAFTAR PUSTAKA