isi bab i
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki lahan potensial untuk pertanian seluas kurang lebih
162,4 juta ha, sebagian dari lahan potensial ini terdiri dari daerah rawa seluas 33,4
juta ha yang terbagi atas 20,1 juta ha rawa pasang surut dan 13,3 juta ha rawa
lebak yang tersebar di pulau Sumatera seluas 9,37 juta ha, Kalimantan seluas 11,7
juta ha, Sulawesi seluas 1,79 juta dan Papua seluas 10,5 juta ha. Daerah rawa yang
sudah di reklamasi oleh pemerintah sudah mencapai 1.8 juta ha oleh swasta dan
masyarakat sekitar 2,1 juta ha sehingga totalnya 3,9 juta ha, namun produktivitas
lahan yang dicapai masih rendah yaitu rata-rata 3 ton/ha.
Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan oleh Direktorat Rawa dan
Pantai Ditjen Sumber Daya Air tahun 2006, melalui studi-studi inventarisasi data
daerah rawa wilayah barat dan wilayah timur, diperoleh kesimpulan bahwa dari
total luasan daerah rawa yang telah direklamasi 1,8 juta ha tersebut terdapat 0,8
juta ha lahan rawa yang terlantar atau lahan tidur. Lahan terlantar tersebut
disebabkan oleh berbagai hal, antara lain jaringan tata air yang ada kurang
optimal, karena sistem aliran yang ada belum sesuai. Di samping itu, kondisi
saluran dan bangunan air juga sudah lama tidak direhabilitasi ditambah lagi belum
optimalnya pemeliharaan saluran.
Untuk itu diperlukan suatu jalan keluar agar semua persoalan dapat
memberikan hasil yang optimal. Disamping itu harus dimengerti pula bahwa
1
2
pembangunan sistem jaringan tata air/pengairan di daerah rawa pasang surut
hingga saat ini sebagian besar berada pada tahapan tingkat pertama, dimana baru
sampai pada penyelesaian pembangunan jaringan saja. Sementara pembangunan
sarana pendukung (bangunan air) masih belum banyak dilakukan.
Perlu dikatahui juga bahwa daerah rawa pasang surut umumnya
merupakan daerah yang mempunyai topografi yang relatif datar, terletak dekat
pantai di muara sungai dan terbentuk secara alamiah yang juga dipengaruhi oleh
pasang surut air laut secara periodik. Karakteristik daerah rawa pasang surut
sangat unik jika dibandingkan dengan daerah irigasi teknis karena daerah rawa
pasang surut ketersediaan airnya selalu disuplesi dari air pasang dan surut air laut.
Kondisi tanahnya mempunyai sifat yang khas yaitu bersifat keasaman,
mengandung pirit, bergambut dan dijumpai adanya intrusi air asin pada saat
musim kemarau.
Selain kondisi seperti di atas, terdapat beberapa hal yang menyebabkan
terhambatnya pembangunan pertanian di daerah rawa antara lain: modal petani
yang rendah, kelembagaan perdesaan kurang berkembang, jaringan infrastruktur
tata air yang terbatas, dan kurangnya perhatian pemerintah dalam pemeliharaan
dan rehabilitasi tata air makro (Suriadikarta, 2005; Imanudin, 2010).
Imanudin (2010), salah satu faktor pembatas utama dalam pengelolaan
lahan rawa pasang surut adalah keberadaan lapisan pirit dimana pada kondisi
alami, yaitu tanpa operasi pengelolaan air, hasil kajian lapangan menunjukkan
bahwa pada lahan katagori A, kedalaman lapisan pirit selalu berada di bawah
muka air tanah baik pada musim hujan maupun pada saat musim kemarau. Untuk
3
katagori lahan tipe luapan B, lapisan pirit pada musim hujan tetap berada di
bawah muka air tanah dan kadang kadang berada di atas muka air tanah pada
musim kemarau serta tergantung topografi lahan. Sementara untuk katagori lahan
tipe luapan C, lapisan pirit hanya pada musim hujan saja berada di bawah muka
air tanah dan selanjutnya pada musim kemarau muka air turun sampai d bawah
lapisan pirit. Pada kondisi dimana muka air tanah turun sampai di bawah lapisan
pirit maka akan terjadi proses oksidasi.
Pengendalian muka air dalam proses reklamasi rawa merupakan proses
kunci yang harus dilakukan dengan baik dan benar. Dalam kaitan ini, reklamasi
rawa hendaknya menggunakan konsep “shallow-intensive drainage” (Skaggs,
1982; Skaggs, 1991; Susanto, 1996) dan bukanlah “intensive-deep drainage”.
Kedua konsep ini seyogyanya dikombinasikan dengan pengendalian pembuangan
dan penahanan air (Susanto, 2002; Imanudin, 2010). Namun demikian menurut
Suryadi (1998), reklamasi rawa pasang surut bila dikaitkan dengan pengelolaan
air dan kriteria desain dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu minimum
reklamasi (minimum disturbance), dan total reklamasi (maximum disturbance).
Untuk kondisi di Indonesia, pendekatan minimum disturbance masih yang terbaik
(Imanudin dan Susanto, 2004).
Perubahan tinggi muka air di daerah rawa baik di petak tersier maupun di
saluran sangat dipengaruhi oleh beberapa kondisi, antara lain: jumlah curah hujan,
hidrotopografi lahan, potensi luapan air pasang, potensi drainase, kondisi jaringan
tata air, dan operasi bangunan tata air. Untuk itu seluruh komponen tersebut harus
di evaluasi dan di analisis untuk mendukung upaya pemenuhan kebutuhan air
4
tanaman. Di salurannya sendiri diperlukan data pengamatan secara langsung di
lapangan agar di dapat data pengamatan yang akurat. Namun cara seperti ini
memerlukan waktu, tenaga dan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu
penggunaan model komputer untuk menduga dan mengevaluasi kinerja jaringan
khususnya kondisi saluran merupakan suatu solusi yang tepat.
Saat ini, untuk evaluasi kondisi jaringan tata air dalam kapasitas sebagai
suplai dan pembuangan telah dikembangkan komputer model DUFLOW
(Suryadi, 1996). Hasil simulasi model DUFLOW mampu memberikan
rekomendasi praktis dalam hal upaya peningkatan jaringan dan sistem operasi
pengelolaan air (Suryadi and Schultz, 2001; Imanudin dan Susanto, 2003; Suryadi
et al., 2010). Namun demikian, di dalam penggunaan program simulasi dapat
digunakam program model numerik hidraulik satu dimensi SOBEK untuk
melakukan analisis dan simulasi, di mana keluaran dari program ini nantinya
adalah hitungan skematisasi hidraulik jaringan saluran yang merupakan nilai
rerata pada setiap potongan melintang saluran.
Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka perlu adanya suatu
penelitian selain untuk mengevaluasi kinerja sistem drainase yang ada dalam
pengendalian muka air di daerah rawa pasang surut juga perlu analisis kestabilan
saluran dalam upaya mendukung operasi dan pemeliharaan saluran. Penggunaan
model komputer perlu di uji dan dikembangkan karena dapat menghemat waktu,
tenaga dan biaya. Namun demikian, proses kalibrasi perlu dilakukan untuk
mendapatkan hasil yang baik dengan kata lain bahwa hasil dari permodelan
hampir menyamai dengan hasil pengukuran di lapangan (Suryadi,2010).
5
B. Rumusan Masalah
Operasi dan Pemeliharaan pada jaringan reklamasi rawa pasang surut
berbeda-beda dan tergantung dengan tipologi lahan A, B, C dan D serta perlu
dilakukan skenario dalam pengelolaannya. Hal ini dikarenakan pada
pengembangan jaringan tahap awal, saluran umumnya berupa sistem saluran
terbuka, belum dilengkapi dengan bangunan pintu pengatur air. Namun demikian,
banyak diantara jaringan reklamasi yang ada saat ini sudah berada pada tahap
pengembangan tahap ke dua (Imanudin, 2010).
Pada reklamasi jaringan yang sudah berada pada tahap pengembangan ke
dua ini, biasanya sudah dilengkapi dengan bangunan pintu pengatur air baik di
jaringan saluran sekunder maupun di saluran tersier, sehingga memungkinkan
dapat mengatur muka air sesuai dengan yang dikehendaki, termasuk pemasokan
air irigasi dan pembuangan air drainase.
Keterbatasan pelaksanaan pemeliharaan di saluran merupakan kendala dan
oleh karena itu digunakan komputer model DUFLOW yang sejauh ini hanya
digunakan untuk mengevaluasi kinerja jaringan.
Berdasarkan kendala tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan
program MIKE-21 Flow Model untuk permodelan stabilitas saluran. Model
program tersebut dapat dipergunakan untuk simulasi angkutan sedimen di saluran
sekunder dan melihat pengaruh zona mati (dead zone) saluran primer sehingga
mampu menghasilkan keluaran proses erosi dan sedimentasi di saluran.
Indikator penyebab ketidak stabilan saluran antara lain: faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal, antara lain adalah parameter hidraulika saluran
6
yaitu: debit dan kecepatan aliran serta ketinggian air pasang dan surut, bentuk dan
dimensi saluran (panjang, lebar, koefisien bahan dan diameter butiran). Faktor
eksternal, antara lain kegiatan operasi dan pemeliharaan, gelombang akibat
gerakan kapal dan partisipasi masyarakat pengguna air (P3A).
Faktor internal dan eksternal tersebut merupakan indikator pengaruh
dalam melihat kemampuan penampang saluran menahan gaya seret baik di dasar
maupun di tebing saluran untuk mendapatkan saluran stabil dalam mendukung
peningkatan produksi.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimanakah pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap perubahan
hidraulika saluran di daerah rawa pasang surut?
Seberapa besar pengaruh hubungan antara variabel jasa lingkungan dalam
pendistribusian air untuk peningkatan produksi pertanian?
Bagaimanakah strategi yang tepat dalam operasi dan pemeliharaan
berdasarkan fenomena hidraulika saluran?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun model operasi
dan pemeliharaan jaringan di daerah reklamasi rawa pasang surut untuk
mendapatkan saluran stabil. Untuk mencapai tujuan di atas, maka ada beberapa
tujuan khusus yang perlu dicapai melalui penelitian ini, yaitu:
7
Mengevaluasi erosi dan sedimentasi di saluran dengan pendekatan kondisi
lapang serta melakukan skenario berbagai alternatif pengelolaan air di
saluran dengan bantuan perangkat lunak program MIKE-21 Flow Model;
Melakukan kajian manfaat jasa lingkungan dengan menganalisis pengaruh
operasi dan pemeliharaan pada saluran stabil terhadap pendistribusian air;
Mengembangkan desain saluran stabil dengan menyusun pola Operasi dan
Pemeliharaan saluran berdasarkan berbagai skenario permodelan.
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat baik secara ilmiah maupun
untuk keperluan praktis.
Dari aspek ilmiah, manfaat penelitian ini adalah sebagai tambahan
wawasan pengetahuan tentang fenomena aliran di daerah lowland, khususnya
kajian tentang pengelolaan air serta Operasi dan Pemeliharaan saluran di daerah
rawa pasang surut yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara maksimal
dengan pengembangan desain model saluran stabil.
Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan teknis pembuat
kebijakan, dalam hal ini pemerintah provinsi, kabupaten/kota yang akan dipakai
sebagai pedoman oleh masyarakat penyedia jasa konstruksi untuk pelaksanaan
Operasi dan Pemeliharaan saluran serta masyarakat petani sebagai petani pemakai
air (P3A).
E. Kerangka Pikir Penelitian
Strategi pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah survei dan metode deskriptif, yaitu melalui studi perbandingan dengan
8
mencari untuk menyelesaikan melalui analisis hubungan kausal yang saling
berhubungan dengan situasi yang sedang diselidiki dan di teliti.
Agar hasil penelitian yang dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang
diinginkan, maka perlu dibuat kerangka penelitian seperti dalam diagram alir
berikut:
Simulasi model dengan berbagai dimensi Saluran
Data: kecepatan dan debit aliran melalui pendekatan dimensi dan koefisien kekasaran dari berbagai kondisi saluran
Rancangan skenario model Operasi dan Pemeliharaan Saluran
Simulasi – Kalibrasi MIKE-21 Flow Model
Penyusunan skenario dengan berbagai dimensi saluran stabil
Validasi model dan kajian lapang dengan kondisi OP pada skema yang
berbeda
Penyusunan strategi Operasi dan Pemeliharaan SaluranAnalisis Pendistribusian Air dengan variabel pengaruh: tinggi muka air maks/min, waktu, dan kualitas air
Model saluran stabil untuk mendukung Operasi dan Pemeliharaan di daerah rawa
Pengumpulan dan memformulasi data karakteristik fisik dan lingkungan lahan, antara lain: tanah, iklim, hidrologi, sistem
operasi dan pemeliharaan
9
Gambar 1. Bagan alir kerangka pikir penelitian