isi bab i-v

80
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan paradigma pembangunan, telah ditetapkan arah kebijakan pembangunan kesehatan antara lain berupa Posyandu, dana sehat, Poliklinik Desa, Pos Obat Desa, pengembangan masyarakat atau Community Development, perbaikan sanitasi lingkungan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010- 2014 Bidang Kesehatan. Kondisi pembangunan kesehatan diharapkan telah mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator pembangunan Sumber Daya Manusia, serta pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam bidang kesehatan. Salah satu bentuk upaya pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah menumbuhkembangkan Posyandu (Kemenkes RI, 2011). Terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1997, berpengaruh terhadap kinerja Posyandu yang turun secara bermakna. Dampaknya terlihat pada menurunnya 1

Upload: komp-aan

Post on 21-Jan-2016

103 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISI BAB I-V

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan paradigma pembangunan, telah ditetapkan

arah kebijakan pembangunan kesehatan antara lain berupa Posyandu, dana sehat,

Poliklinik Desa, Pos Obat Desa, pengembangan masyarakat atau Community

Development, perbaikan sanitasi lingkungan yang tertuang dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 Bidang Kesehatan. Kondisi

pembangunan kesehatan diharapkan telah mampu mewujudkan kesejahteraan

masyarakat yang ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator pembangunan

Sumber Daya Manusia, serta pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam bidang

kesehatan. Salah satu bentuk upaya pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan

adalah menumbuhkembangkan Posyandu (Kemenkes RI, 2011).

Terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1997,

berpengaruh terhadap kinerja Posyandu yang turun secara bermakna. Dampaknya

terlihat pada menurunnya status gizi dan kesehatan masyarakat, terutama pada bayi

dan balita. Tahun 2007 lebih kurang 250.000 Posyandu di Indonesia hanya 40% yang

masih aktif dan diperkirakan hanya 43% anak balita yang terpantau status

kesehatannya (Kemenkes RI, 2011,Sudarsana 2003).

Status gizi balita dipengaruhi oleh beberapa faktor disamping faktor utama

yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi, faktor lainnya seperti pelayanan

kesehatan dapat mempengaruhi status gizi secara tidak langsung. Posyandu sebagai

wadah pembinaan dan pelayanan kesehatan masyarakat berperan sangat besar dalam

meningkatkan perilaku kesehatan dan gizi masyarakat. Ibu yang aktif berkunjung ke

1

Page 2: ISI BAB I-V

Posyandu sampai anak berusia 5 tahun, diharapkan bisa mendapatkan bimbingan dan

pengawasan tumbuh kembang anak secara berkelanjutan, sehingga status gizi anak

bisa dipertahankan dalam kondisi baik (Sudarsana, 2003)

Peranan petugas Posyandu dalam menjalankan program pokok dan program

tambahan posyandu sangat penting dalam rangka penanggulangan masalah yang

menjadi prioritas pada tiap-tiap posyandu. Bila petugas Posyandu tidak aktif maka

pelaksanaan Posyandu akan menjadi tidak berjalan dan akibatnya status gizi balita

tidak dapat dideteksi secara dini dengan jelas. Hal ini secara langsung akan

mempengaruhi tingkat keberhasilan program Posyandu khususnya dalam

pemantauan tumbuh kembang balita dan penanggulangan masalah gizi (Kemenkes

RI, 2011).

Berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat pada tahun

2009, jumlah Posyandu tahun 2006 sebanyak 6.652 buah yang terdiri dari 28,05%

Posyandu Purnama, dan 5,59% Posyandu Mandiri. Pada tahun 2007 Posyandu di

Sumatera Barat berjumlah 6.894 buah yang terdiri 33,17% Posyandu Purnama dan

6,44% Posyandu Mandiri, sedangkan pada tahun 2008 jumlah Posyandu 6.995 buah

dengan Posyandu Purnama sebanyak 37,78% dan Posyandu Mandiri sebanyak 7,82%

(Dinkes Sumbar, 2011).

Data pemantauan status gizi 2010, prevalensi anak kurus di Sumbar 11.8%,

terdiri dari 3.6% sangat kurus dan 8.2% kurus. Berdasarkan hasil Riskesdas 2010,

Kabupaten Solok termasuk salah satu kabupaten yang paling tinggi prevalensi

masalah gizi dengan persentase gizi buruk 3%, gizi kurang 13%, balita sangat

pendek 19%, pendek 22% (Dinkes Sumbar, 2011).

Laporan Tahunan Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih

Kabupaten Solok tahun 2012 menyebutkan Puskesmas Paninggahan memiliki 8

2

Page 3: ISI BAB I-V

jorong dengan jumlah Posyandu 33 Posyandu. Dengan prevalensi balita yang ikut

menimbang (D/S) sebanyak 77% sedangkan target D/S yang akan dicapai adalah

80%. Sekitar 7 dari 33 balita pernah mengalami penyakit infeksi dengan masalah air

bersih yang kurang memadai.

Hasil observasi awal peneliti, Posyandu Sakura 1 di Wilayah kerja Puskesmas

Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok memiliki kinerja petugas

Posyandu yang baik dan dikepalai oleh bidan desa yang menjalankan program

Posyandu dengan aktif, mampu menggerakkan kader dan masyarakat dalam

meningkatkan partisipasi ke Posyandu. Penimbangan dilakukan setiap bulan dengan

pencatatan pembukuan yang lengkap, baik mengenai balita yang sudah tidak

menimbang, balita yang dirujuk ke Puskesmas dengan masalah infeksi maupun

masalah lainnya, PMT yang diberikan rutin setiap bulan dari dana swadaya

masyarakat setempat dan kegiatan tambahan Posyandu seperti PKK yang aktif.

Observasi berikutnya dilakukan di Posyandu Gando Indah 6 di Wilayah kerja

Puskesmas Paninggahan. Posyandu ini melakukan penimbangan setiap bulan, namun

PMT tidak di berikan rutin karena dana swadaya masyarakat setempat yang tidak

rutin.Penyuluhan dilakukan pada saat jadwal penyuluhan masal wilayah kerja

Puskesmas dan jarang dilakukan penyuluhan tersendiri di Posyandu dan kegiatan

tambahan Posyandu yang tidak berjalan. Posyandu kurang didukung dengan peran

bidan desa yang tidak seaktif bidan desa pada Posyandu aktif dalam menggerakkan

kader. Observasi juga menemukan tingginya angka balita yang pernah menderita

penyakit infeksi seperti diare dalam beberapa bulan terakhir.

Berdasarkan perbedaan keaktifan kedua Posyandu tersebut peneliti ingin

melihat apakah status gizi, penyakit infeksi dan pola konsumsi protein balita juga

berbeda atau tidak. Jika dilakukan penelitian dan ternyata masalah status gizi,

3

Page 4: ISI BAB I-V

penyakit infeksi dan pola konsumsi balita disebabkan keaktifan Posyandu maka baik

untuk perubahan Posyandu dalam hal pelayanan kesehatan terutama penanggulangan

masalah gizi. Namun jika tidak diteliti, maka tidak dapat dibuktikan bahwa masalah

gizi yang tidak terdeteksi secara dini disebabkan oleh Posyandu yang kurang aktif

seperti yang dijelaskan pada buku pedoman umum pengelolaan Posyandu Kemenkes

RI (2011) dan tidak dapat dilihat pengaruh keberadaan Posyandu terhadap masalah

yang terjadi pada masyarakat khususnya balita.

Dari permasalahan itulah peneliti tertarik meneliti tentang “Perbedaan

Status Gizi, Prevalensi Penyakit Infeksi dan Pola Konsumsi Protein Balita di

Posyandu Aktif dan Kurang Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Paninggahan

Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013”.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan status gizi balita, prevalensi penyakit infeksi dan pola

konsumsi protein di Posyandu aktif dan kurang aktif di wilayah kerja Puskesmas

Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan status gizi, prevalensi penyakit infeksi dan pola

konsumsi protein balita di Posyandu aktif dan kurang aktif di wilayah kerja

Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Diketahuinya status gizi balita di Posyandu aktif dan kurang aktif di wilayah

kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok

Tahun 2013

4

Page 5: ISI BAB I-V

1.3.2.2 Diketahuinya pola konsumsi protein balita di Posyandu aktif dan kurang aktif

diwilayah kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten

Solok Tahun 2013

1.3.2.3 Diketahuinya prevalensi penyakit infeksi pada balita di Posyandu aktif dan

kurang aktif di wilayah kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung

Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013

1.3.2.4 Diketahuinya perbedaan status gizi balita di Posyandu aktif dan kurang aktif

di wilayah kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih

Kabupaten Solok Tahun 2013

1.3.2.5 Diketahuinya perbedaan pola konsumsi protein balita di Posyandu aktif dan

kurang aktif di wilayah kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung

Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013

1.3.2.6 Diketahuinya perbedaan prevalensi penyakit infeksi pada balita di Posyandu

aktif dan kurang aktif di wilayah kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan

Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Masyarakat

Sebagai masukan bagi masyarakat Nagari Paninggahan terutama pada

Posyandu terpilih untuk ikut berpartisipasi dalam program yang sedang

dijalankan Posyandu dalam rangka menekan angka masalah gizi dan faktor-

faktor yang mempengaruhinya dan angka kematian bayi dengan lebih aktif

melakukan penimbangan tiap bulan dan aktif bertanya tentang status gizi

balitanya.

5

Page 6: ISI BAB I-V

1.4.2 Bagi Puskesmas

1. Sebagai masukan agar lebih meningkatkan pencapaian angka status gizi

normal pada program Posyandu kedepannya.

2. Sebagai acuan bagi Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih untuk

menjadikan Posyandu yang telah dikategorikan Posyandu aktif untuk menjadi

contoh bagi Posyandu yang masih tergolong kurang aktif dengan lebih

meningkatkan kinerja petugas Posyandu dilihat dari hal-hal yang

melatarbelakangi aktif dan kurang aktifnya sebuah Posyandu.

1.4.3 Bagi Petugas

Menjadi masukan bagi para petugas Posyandu dalam meningkatkan kinerja

yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap keaktifan Posyandu dan

kritis dalam penanggulangan masalah gizi dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya

1.4.4 Bagi penulis

Memperluas pengetahuan penulis tentang perbedaan status gizi balita,

perbedaan prevalensi penyakit infeksi dan perbedaan pola konsumsi protein

balita di Posyandu aktif dan Posyandu kurang aktif

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Secara umum banyak faktor yang berhubungan dengan status gizi balita,

namun karena keterbatasan penulis dalam penelitian, penulis hanya membahas

tentang penggolongan Posyandu aktif dan kurang aktif, status gizi balita di Posyandu

aktif dan kurang aktif, prevalensi penyakit infeksi pada balita di Posyandu aktif dan

kurang aktif, pola konsumsi protein balita di Posyandu aktif dan kurang aktif di

wilayah kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok

Tahun 2013.

6

Page 7: ISI BAB I-V

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Status Gizi

1. Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan

dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi menjadi penting karena merupakan

salah satu faktor resiko terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang

baik bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga

terhadap kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi balita dapat

dilihat dari data antropometrinya (Almatsir, 2009)

Pendapat lain tentang status gizi juga disampaikan oleh Supariasa

(2002) yaitu suatu keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara

asupan jumlah zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

berbagai fungsi biologis, pertumbuhan fisik, perkembangan, aktifitas dan

pemeliharaan kesehatan.

2. Penilaian Status Gizi

a. Penilaian secara Antropometri

Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Pengukuran

antropometri dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter.

Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia. Jenis parameter

antara lain umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar

kepala, lingkar dada, dan tebal lemak dibawah kulit (Supariasa, 2002 ).

7

Page 8: ISI BAB I-V

a) Indikator Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Berat badan merupakan salah satu parameter yang

memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif pada

perubahan yang mendadak seperti terserang penyakit infeksi,

menurunnya nafsu makan sehingga jumlah makanan yang dikonsumsi

juga menurun. Indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi

seseorang saat ini (current nutritional status) (Riskesdas, 2010).

Indikator BB/U ini digunakan sebagai indikator underweight

dengan klasifikasi :

1) Gizi lebih : >2 SD

2) Gizi baik : -2 SD s/d 2 SD

3) Gizi kurang : -3 SD s/d < -2 SD

4) Gizi buruk : < -3 SD

(Nomor : 1995/MENKES/SK/XII/2010)

b) Indikator Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Panjang Badan

menurut Umur

Tinggi/ panjang badan merupakan antropometri yang

menggambarkan keadaan pertumbuhan sketal. Pertumbuhan tinggi/

panjang badan tidak seperti berat badan, kurang sensitif terhadap

masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh

defisiensi zat gizi terhadap tinggi/ panjang badan berdampak pada

waktu yang relatif lama (Riskesdas, 2010).

Indikator TB/U,PB/U digunakan sebagai indikator stunting

dengan klasifikasi :

1) Tinggi : > 2 SD

2) Normal : -2 SD s/d <-2 SD

8

Page 9: ISI BAB I-V

3) Pendek : -3 SD s/d <-2 SD

4) Sangat pendek : <-3 SD

(Nomor : 1995/MENKES/SK/XII/2010)

c) Indikator Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), Berat Badan

menurut Panjang Badan (BB/PB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi

badan. Dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan

searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.

Mengingat indeks BB/TB, BB/PB dapat memberikan gambaran

tentang proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan, maka

dalam penggunaan metode ini merupakan indikator kekurusan

(wasting) (Riskesdas, 2010). Kasus ini sudah dianggap serius bila

prevalensi kekurusan antara 10,1% - 15,0%, dan dianggap kritis bila

prevalensi kekurusan sudah di atas 15,0% (FKM UI, 2012)

Indikator BB/TB, BB/PB ini diklasifikasikan atas :

1) Gemuk : >2 SD

2) Normal : -2 SD s/d 2 SD

3) Kurus : -3 SD s/d < -2 SD

4) Sangat kurus : < -3 SD

(Nomor : 1995/MENKES/SK/XII/2010)

2.1.2 Penyakit Infeksi

Scrimshaw et.al, (1959) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat

erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan malnutrisi. Adanya

interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi. Mekanisme

patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri maupun

secara bersamaan yaitu :

9

Page 10: ISI BAB I-V

1) Penurunan asupan zat gizi akibatnya kurang nafsu makan, menurunnya

absorpsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit.

2) Peningkatan kehilangan cairan/ zat gizi akibat penyakit Diare, Diare pada

anak umumnya disebabkan oleh virus yang juga dikaitkan dengan mual/

muntah dan demam ringan. Gejala yang hampir sama juga dilihatkan pada

penyakit Dysentri.

3) Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit

(human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh. Peningkatan

kebutuhan disebabkan oleh penyakit infeksi akut yang menyerang salah

satu atau lebih bagian saluran pernafasan, mulai dari hidung (saluran atas)

hingga alveoli (saluran bawah). Jenis penyakitnya adalah: Morbili/

Campak, Tetanus, Polio, DBD, TBC, ISPA. Peningkatan kebutuhan juga

dialami oleh anak dengan penyakit Cacingan

Kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh penyakit infeksi akut pada

balita dapat dibantu pembentukan sel barunya oleh protein yang masuk

melalui makanan. Waktu yang dibutuhkan untuk mengganti sel yang rusak

dan mempertahankan sel yang masih utuh berkisar 4 hingga 12 bulan. Balita

yang mengalami malnutrisi ringan akibat penyakit infeksi akut ditandai

penurunan berat badan. Infeksi akut adalah tingkatan tertinggi pada penyakit

infeksi yang mana balita mengalami demam tinggi selama berhari-hari

bahkan berminggu-minggu

2.1.3 Pola Konsumsi Protein

Pola konsumsi protein adalah berbagai informasi yang memberikan

gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan sumber protein yang

dimakan setiap hari oleh balita dan mempunyai ciri khas untuk suatu

10

Page 11: ISI BAB I-V

kelompok masyarakat tertentu. Gambaran konsumsi sangat penting untuk

mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh balita dan hal ini dapat

berguna untuk mengukur status gizi dan menemukan faktor diet yang dapat

menyebabkan malnutrisi (Supariasa, 2002)

Gambaran konsumsi protein sangat berpengaruh kepada balita karena

Kekurangan Energi Protein (KEP) dapat menghambat pertumbuhan, rentan

terhadap penyakit terutama penyakit infeksi, kematian dan mengakibatkan

rendahnya tingkat kecerdasan. Salah satu gejala dari penderita KEP ialah

Hepatomegali, yaitu pembesaran hepar yang terlihat sebagai pembuncitan

perut. Anak yang menderita tersebut sering pula terkena infeksi cacing.

KEP berat dibedakan gambaran penyakit Kwashiorkor, Marasmus dan

Marasmus Kwashiorkor. Kwashiorkor adalah penyakit KEP dengan

kekurangan protein sebagai penyebab dominan, Marasmus adalah gambaran

KEP dengan defisiensi energi yang kronis dan Marasmus Kwashiorkor adalah

kombinasi defisiensi kalori dan protein pada berbagai variasi (FKM UI, 2012)

Pola konsumsi protein balita sesuai dengan umurnya diantaranya :

a) Makanan Pendamping ASI

Makanan pendamping ASI diberikan pada bayi yang sudah

berumur 6 bulan keatas. Secara berangsur-angsur diberikan makanan

pelengkap berupa sari buah atau buah-buahan, makanan lunak dan

berangsur makanan lembek. Tujuan pemberian makanan tambahan

adalah:

a. Melengkapi zat gizi ASI yang sudah berkurang

b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-

macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk

c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan

11

Page 12: ISI BAB I-V

d. Mencoba adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi

yang tinggi.

Jenis makanan yang dapat diberikan adalah :

a. Buah-buahan yang dihaluskan atau dalam bentuk sari buah, misalnya:

pisang ambon yang di haluskan, sari jeruk manis dan buahan lainnya.

b. Bubur susu

c. Nasi tim

b) Makanan Balita

Dalam memenuhi kebutuhan zat gizi, anak usia 1-5 tahun

hendaknya digunakan kebutuhan prinsip sebagai berikut :

a. Bahan makanan sumber kalori harus dipenuhi baik berasal dari

makanan pokok, minyak, gula, dan zat pelengkap lainnya

b. Berikan sumber protein nabati dan hewani

c. Berikan makanan selingan disela jam makan dengan makanan ringan

dan bergizi.

Makanan anak usia 1 tahun belum banyak berbeda dengan makanan

waktu usia kurang dari 1 tahun. Makanan yang diberikan masih makanan

lunak dan mudah dicerna. Setelah mencapai umur 3 tahun lebih banyak

makanan padat, usia 3 tahun anak rentan dengan penyakit infeksi

sehingga keadaan gizi anak melalui konsumsi harus mendapat perhatian

yang baik. Umur 3-5 tahun kebutuhan protein anak sedapatnya diambil

dari protein hewani (FKM UI, 2012)

12

Page 13: ISI BAB I-V

Tabel 2.1 Distribusi Persentase Energi dari Protein Berdasarkan

Estimasi Kebutuhan pada Balita

Umur Berat badan (Kg)

Tinggi Badan (Cm)

Energi Protein (%AKG)

AKE 2012

6-11 bulan

9 71 11.2 725

1-3 tahun 13 91 13.0 1125

4-6 tahun 19 112 13.1 1600

(Sumber : Angka Kecukupan Protein, 2012. Riskesdas 2010. AKG 2012)

2.2 Posyandu

2.2.1 Pengertian Posyandu

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya

Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan

bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna

memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam

memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka

kematian ibu dan bayi. Pengintegrasian layanan sosial dasar di Posyandu adalah

suatu upaya mensinergikan berbagai layanan yang dibutuhkan masyarakat meliputi

perbaikan kesehatan dan gizi, pendidikan dan perkembangan anak (FKM UI, 2012)

Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non

instruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, agar

mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki,

merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi

setempat (Kemenkes RI, 2011). Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan Posyandu

adalah pemberian informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti

perkembangan masyarakat, agar masyarakat tersebut berubah dari tidak tahu menjadi

tahu atau sadar (aspek pengetahuan atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek

13

Page 14: ISI BAB I-V

sikap atau attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang

diperkenalkan (aspek tindakan atau practice) (Depkes RI, 2005, 2007).

2.2.2 Sasaran Posyandu

Sasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya:

1. Bayi

2. Anak balita

3. Ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui

4. Pasangan Usia Subur (PUS)

(Kemenkes RI, 2011).

2.2.3 Tingkat Perkembangan Posyandu

1. Posyandu Pratama

Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang

ditandai oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin

serta jumlah kader sangat terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang.

Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu, di samping

karena jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena belum siapnya

masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat

adalah memotivasi masyarakat serta menambah jumlah kader.

2. Posyandu Madya

Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan

kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak

lima orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih

rendah, yaitu kurang dari 50%. Intervensi yang dapat dilakukan untuk

perbaikan peringkat adalah meningkatkan cakupan dengan

mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih

menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan Posyandu.

14

Page 15: ISI BAB I-V

Contoh intervensi yang dapat dilakukan antara lain:

a. Pelatihan tokoh masyarakat, menggunakan Modul Posyandu dengan

metode simulasi.

b. Merumuskan masalah dan menetapkan cara penyelesaiannya, dalam

rangka meningkatkan cakupan Posyandu.

3. Posyandu Purnama

Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan

kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak

lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%,

mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh

sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang

pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK (Kepala Keluarga) di

wilayah kerja Posyandu. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan

peringkat antara lain:

a. Sosialisasi program dana sehat yang bertujuan untuk memantapkan

pemahaman masyarakat tentang dana sehat.

b. Pelatihan dana sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh dana sehat yang

kuat, dengan cakupan anggota lebih dari 50% KK. Peserta pelatihan

adalah para tokoh masyarakat, terutama pengurus dana sehat desa/

kelurahan, serta untuk kepentingan Posyandu mengikutsertakan

pengurus Posyandu.

4. Posyandu Mandiri

Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan

kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak

lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%,

mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh

15

Page 16: ISI BAB I-V

sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang

pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja

Posyandu. Intervensi yang dilakukan bersifat pembinaan termasuk

pembinaan program dana sehat, sehinggat terjamin kesinambungannya.

Selain itu dapat dilakukan intervensi memperbanyak macam program

tambahan sesuai dengan masalah dan kemampuan masing-masing.

Untuk mengetahui tingkat perkembangan Posyandu, ditetapkan

seperangkat indikator yang digunakan sebagai penyaring atau penentu

tingkat perkembangan Posyandu.

Secara sederhana indikator untuk tiap peringkat Posyandu dapat diuraikan

sebagai berikut:

Tabel 2.2Indikator Tingkat Perkembangan Posyandu

IndikatorPosyandu Kurang Aktif Posyandu AktifPratama Madya Purnama Mandiri

Frekwensi Penimbangan <8 > 8 >8 >8

Rerata kader tugas <5 ≥5 ≥5 ≥5ReratacakupanD/S <50% <50% ≥50% ≥50%Cakupankumulatif KIA <50% <50% ≥50% ≥50%

Cakupankumulatif KB <50% <50% ≥50% ≥50%CakupankumulatifImunisasi

<50% <50% ≥50% ≥50%

ProgramTambahan - - + +Cakupan danasehat <50% <50% <50% ≥50%

Sumber : Kemenkes, 2011

2.2.4 Struktur Organisasi Posyandu

Struktur organisasi Posyandu ditetapkan oleh musyawarah masyarakat pada

saat pembentukan Posyandu. Struktur ini terdiri dari bidan desa, petugas Puskesmas,

dokter (bila diperlukan), kader dan relawan. Struktur organisasi tersebut bersifat

fleksibel, sehingga dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, kondisi,

16

Page 17: ISI BAB I-V

permasalahan dan kemampuan sumberdaya. Struktur organisasi minimal terdiri dari

ketua, sekretaris, dan bendahara serta kader Posyandu yang merangkap sebagai

anggota.

Unit Pengelola Posyandu dipimpin oleh seorang ketua, yang dipilih dari para

anggotanya. Biasanya yang menjadi ketua pada pengelolaan Posyandu adalah bidan

desa terkait. Bentuk organisasi Unit Pengelola Posyandu, tugas dan tanggung jawab

masing-masing unsur Pengelola Posyandu, disepakati dalam Unit/ Kelompok

Pengelola Posyandu bersama masyarakat setempat.

Pengelola Posyandu adalah unsur masyarakat, lembaga kemasyarakatan,

organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga mitra

pemerintah, dan dunia usaha yang dipilih, bersedia, mampu, dan memiliki waktu dan

kepedulian terhadap pelayanan sosial dasar masyarakat di Posyandu. Pengelola

Posyandu dipilih dari dan oleh masyarakat pada saat musyawarah pembentukan

Posyandu.

Kriteria pengelola Posyandu antara lain sebagai berikut:

a. Diutamakan berasal dari para dermawan dan tokoh masyarakat setempat.

b. Memiliki semangat pengabdian, berinisiatif tinggi dan mampu memotivasi

masyarakat. Hal ini berkaitan dengan berjalan atau kurang berjalannya

Posyandu itu nantinya.

c. Bersedia bekerja secara sukarela bersama masyarakat.

(Dodo. D, 2009, Depkes RI, 2005,2007, Kemenkes, 2011 )

2.2.5 Kegiatan Posyandu

Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan/

pilihan, secara rinci kegiatan Posyandu adalah sebagai berikut:

17

Page 18: ISI BAB I-V

a. Kegiatan Utama

Secara umum upaya Posyandu dapat di kelompokkan menjadi enam

bagian utama yaitu: Kesehatan ibu dan anak mencakup pelayanan Antenatal,

cakupan persalinan dan pemeriksaan Neonatal, keluarga berencana,

imunisasi, Gizi, Peran serta masyarakat diukur berdasarkan rasio partisipasi

masyarakat ke Posyandu dalam upaya mendorong keberhasilan program

pemerintah dan pemanfaatan fasilitas kesehatan (Depkes RI, 2010).

Jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita adalah

penyelenggaraan sistem lima meja yang terdiri dari:

a. Meja pertama, dilaksanakan kegiatan pendaftaran sekaligus melakukan

pencatatan pada bayi, balita. Kegiatan ini dilakukan oleh kader yang

bertugas dimeja pertama. Balita yang tidak memiliki Kartu Menuju Sehat/

KMS maka dibuatkan KMS yang baru. Selanjutnya balita diatur

ditimbang berat badannya.

b. Meja kedua, dilakukan penimbangan balita, kemudian mencatatnya pada

kertas kecil atau buku yang telah disediakan. Tahap ini kader yang

bertugas dibantu oleh kader yang lain dan ibu balita yang ditimbang.

c. Meja ketiga, melakukan pengisian KMS, kemudian titik berat badan

balita dihubungkan agar pertumbuhan balita bisa terlihat.

d. Meja keempat yaitu untuk mengetahui berat badan anak yang naik/ turun,

Pemberian Makanan Tambahan (PMT), Oralit, Vitamin A, dan tablet Zat

Besi dan pemberian penyuluhan secara bertahap sesuai dengan semua

kesimpulan yang didapat pada hari penimbangan. Penyuluhan ini dapat

digunakan alat peraga agar sasaran lebih mengerti.

18

Page 19: ISI BAB I-V

e. Meja kelima, pelayanan diberikan oleh tenaga profesional meliputi:

Pelayanan pemberian imunisasi, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan,

pencegahan dan penanggulangan diare dengan pemberian oralit (Dodo. D,

2009).

b. Kegiatan Pengembangan/Tambahan

Dalam keadaan tertentu masyarakat dapat menambah kegiatan

Posyandu dengan kegiatan baru, di samping 5 (lima) kegiatan utama yang

telah ditetapkan. Kegiatan baru tersebut misalnya: perbaikan kesehatan

lingkungan, pengendalian penyakit menular, dan berbagai program

pembangunan masyarakat desa lainnya. Posyandu yang seperti ini disebut

dengan nama Posyandu Terintegrasi. Penambahan kegiatan baru sebaiknya

dilakukan apabila 5 kegiatan utama telah dilaksanakan dengan baik dalam arti

cakupannya di atas 50%, serta tersedia sumber daya yang mendukung.

Penetapan kegiatan baru harus mendapat dukungan dari seluruh masyarakat

yang tercermin dari hasil Survey Mawas Diri (SMD) dan disepakati bersama

melalui forum Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).

Pada saat ini telah dikenal beberapa kegiatan tambahan Posyandu

yang berkaitan dengan status gizi balita antara lain:

1. Bina Keluarga Balita (BKB).

2. Kelas Balita.

3. Penemuan dini dan pengamatan penyakit potensial Kejadian Luar Biasa

(KLB), misalnya: Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), Demam

Berdarah Dengue (DBD), Gizi buruk, Polio, Campak, Difteri, Pertusis,

Tetanus Neonatorum.

4. Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

(Depkes RI, 2005. Kemenkes RI, 2011).

19

Page 20: ISI BAB I-V

2.2.6 Penyelenggaraan Posyandu

1. Waktu Penyelenggaraan

Posyandu buka satu kali dalam sebulan. Hari dan waktu yang dipilih,

sesuai dengan hasil kesepakatan. Apabila diperlukan, hari buka Posyandu

dapat lebih dari satu kali dalam sebulan

2. Tempat Penyelenggaraan

Tempat penyelenggaraan kegiatan Posyandu sebaiknya berada pada lokasi

yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Tempat penyelenggaraan tersebut

dapat di salah satu rumah warga, halaman rumah, balai desa/kelurahan,

balai RW/RT/dusun, salah satu kios di pasar, salah satu ruangan

perkantoran, atau tempat khusus yang dibangun secara swadaya oleh

masyarakat

3. Penyelenggaraan Kegiatan Posyandu

Kegiatan rutin Posyandu diselenggarakan dan digerakkan oleh Kader

Posyandu dengan bimbingan teknis dari Puskesmas dan sektor terkait.

Pada saat penyelenggaraan Posyandu minimal jumlah kader adalah 5

(lima) orang. Jumlah ini sesuai dengan jumlah langkah yang dilaksanakan

oleh Posyandu, yakni yang mengacu pada sistim 5 langkah.

Terselenggaranya pelayanan Posyandu melibatkan banyak pihak.

Tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak dalam menyelenggarakan

Posyandu adalah sebagai berikut:

1) Tugas Kader

Tugas kader sebelum hari buka Posyandu, antara lain:

a. Menyebarluaskan hari buka Posyandu melalui pertemuan warga

setempat.

20

Page 21: ISI BAB I-V

b. Mempersiapkan tempat pelaksanaan Posyandu.

c. Mempersiapkan sarana Posyandu seperti alat ukur berat, tinggi/

panjang badan

d. Melakukan pembagian tugas antar kader.

e. Berkoordinasi dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya.

f. Mempersiapkan bahan PMT penyuluhan.

Tugas kader pada hari buka Posyandu, antara lain:

a. Melaksanakan pendaftaran pengunjung Posyandu.

b. Melaksanakan penimbangan balita dan ibu hamil yang berkunjung

ke Posyandu.

c. Mencatat hasil penimbangan di buku KIA atau KMS dan mengisi

buku register Posyandu.

d. Pengukuran LILA (Lingkar Lengan Atas) pada ibu hamil dan WUS

(Wanita Usia Subur).

e. Melaksanakan kegiatan penyuluhan dan konseling kesehatan dan

gizi sesuai dengan hasil penimbangan serta memberikan PMT.

f. Setelah pelayanan Posyandu selesai, kader bersama petugas

kesehatan melengkapi pencatatan dan membahas hasil kegiatan

serta tindak lanjut.

Tugas kader di luar hari buka Posyandu, antara lain:

a. Mengadakan pemutakhiran data sasaran Posyandu yaitu balita

b. Membuat diagram batang (balok) SKDN tentang jumlah Semua

balita yang bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu, jumlah

balita yang mempunyai Kartu Menuju Sehat (KMS) atau Buku

21

Page 22: ISI BAB I-V

KIA, jumlah balita yang Datang pada hari buka Posyandu dan

jumlah balita yang timbangan berat badannya Naik.

c. Melakukan tindak lanjut terhadap sasaran yang tidak datang,

sasaran yang memerlukan penyuluhan lanjutan.

d. Memberitahukan kepada kelompok sasaran agar berkunjung ke

Posyandu saat hari buka.

e. Melakukan kunjungan tatap muka ke tokoh masyarakat, dan

menghadiri pertemuan rutin kelompok masyarakat atau organisasi

keagamaan.

2) Tugas Petugas Puskesmas (Bidan desa, Petugas pembantu, Dokter)

Kehadiran tenaga kesehatan Puskesmas yang diwajibkan di

Posyandu satu kali dalam sebulan. Dengan perkataan lain kehadiran

tenaga kesehatan Puskesmas tidak pada setiap hari buka Posyandu

(untuk Posyandu yang buka lebih dari 1 kali dalam sebulan).

Peran petugas Puskesmas pada hari buka Posyandu antara lain

sebagai berikut:

a. Membimbing kader dalam penyelenggaraan Posyandu.

b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan Keluarga Berencana

di langkah 5 (lima). Sesuai dengan kehadiran wajib petugas

Puskesmas, pelayanan kesehatan dan KB oleh petugas Puskesmas

hanya diselenggarakan satu kali sebulan. Dengan perkataan lain

jika hari buka Posyandu lebih dari satu kali dalam sebulan,

pelayanan tersebut diselenggarakan hanya oleh kader Posyandu

sesuai dengan kewenangannya.

22

Page 23: ISI BAB I-V

c. Menyelenggarakan penyuluhan dan konseling kesehatan, KB dan

gizi kepada pengunjung Posyandu dan masyarakat luas.

d. Menganalisa hasil kegiatan Posyandu, melaporkan hasilnya kepada

Puskesmas serta menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya

perbaikan sesuai dengan kebutuhan Posyandu.

e. Melakukan deteksi dini tanda bahaya umum terhadap bayi dan

anak balita serta melakukan rujukan ke Puskesmas apabila

dibutuhkan.

3) Peran PKK

1) Berperan aktif dalam penyelenggaraan Posyandu.

2) Penggerakkan peran serta masyarakat dalam kegiatan Posyandu.

3) Penyuluhan, baik di Posyandu maupun di luar Posyandu.

Melengkapi data sesuai dengan Sistim Informasi Posyandu (SIP) atau

Sistim Informasi Manajemen (SIM) (Depkes RI, 2005, Kemenkes RI,

2011).

2.2.7 Pembiayaan Posyandu

1. Sumber Biaya

Pembiayaan Posyandu berasal dari berbagai sumber, antara lain:

a. Masyarakat:

a) Iuran pengguna/ pengunjung Posyandu.

b) Iuran masyarakat umum dalam bentuk dana sehat.

c) Sumbangan/ donatur dari perorangan atau kelompok masyarakat.

d) Sumber dana sosial lainnya, misal dana sosial keagamaan, Zakat,

Infaq, Sedekah (ZIS)

23

Page 24: ISI BAB I-V

Apabila Forum Peduli Kesehatan Kecamatan telah terbentuk, upaya

pengumpulan dana dari masyarakat ini seyogyanya dikoordinir oleh

Forum Peduli Kesehatan Kecamatan (Depkes RI, 2005. Kemenkes RI,

2011).

b. Swasta/Dunia Usaha

Peran aktif swasta/ dunia usaha juga diharapkan dapat menunjang

pembiayaan Posyandu. Bantuan yang diberikan dapat berupa dana,

sarana, prasarana, atau tenaga, yakni sebagai sukarelawan Posyandu

(Depkes RI, 2005, Kemenkes RI, 2011).

c. Hasil Usaha

Pengurus dan kader Posyandu dapat melakukan usaha yang

hasilnya disumbangkan untuk biaya pengelolaan Posyandu.

Contoh kegiatan usaha yang dilakukan antara lain:

1) Kelompok Usaha Bersama (KUB)

2) Hasil karya kader Posyandu, misalnya kerajinan, Tanaman Obat

Keluarga (TOGA)

d. Pemerintah

Bantuan dari pemerintah terutama diharapkan pada tahap awal

pembentukan, yakni berupa dana stimulant atau bantuan lainnya

dalam bentuk sarana dan prasarana Posyandu yang bersumber dari

dana APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/ Kota, APBDes dan

sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

2. Pemanfaatan dan Pengelolaan Dana

a. Pemanfaatan Dana

Dana yang diperoleh Posyandu, baik dari dana swadaya

masyarakat yang maupun dana yang diberikan pemerintah yang

24

Page 25: ISI BAB I-V

bersumber dari dana APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/ Kota

dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat digunakan untuk

membiayai kegiatan Posyandu, antara lain dalam bentuk:

a) Biaya operasional Posyandu.

b) Biaya penyediaan PMT.

c) Pengganti biaya perjalanan kader.

d) Modal usaha KUB.

e) Bantuan biaya rujukan bagi yang membutuhkan

b. Pengelolaan Dana

Pengelolaan dana dilakukan oleh pengurus Posyandu. Dana

harus disimpan ditempat yang aman dan jika mungkin mendatangkan

hasil. Keperluan biaya rutin disediakan kas kecil yang dipegang oleh

kader yang ditunjuk. Setiap pemasukan dan pengeluaran harus dicatat

dan dikelola secara bertanggungjawab

2.2.8 Pencatatan dan Pelaporan

1. Pencatatan

Pencatatan dilakukan oleh kader segera setelah kegiatan dilaksanakan.

Pencatatan dilakukan dengan menggunakan format baku sesuai dengan

program kesehatan, Sistim Informasi Posyandu (SIP) atau Sistim

Informasi Manajemen (SIM) yakni:

a. Untuk balita, Buku register kelahiran dan kematian bayi

b. Buku register bayi dan balita yang mencatat jumlah seluruh bayi dan

balita di wilayah Posyandu.

c. Buku catatan kegiatan pertemuan yang diselenggarakan oleh

Posyandu.

25

Page 26: ISI BAB I-V

Posyandu Aktif

Pola konsumsi protein/hari

Prevalensi Penyakit Infeksi

Status gizi

Posyandu Kurang Aktif

Pola konsumsi protein/hari

Prevalensi Penyakit Infeksi

Status gizi

d. Buku catatan kegiatan usaha apabila Posyandu menyelenggarakan

kegiatan usaha.

e. Buku pengelolaan keuangan dan lain-lain sesuai kegiatan yang

dilaksanakan dan kebutuhan Posyandu yang bersangkutan

2. Pelaporan

Pada dasarnya kader Posyandu tidak wajib melaporkan kegiatannya

kepada Puskesmas ataupun kepada sektor terkait lainnya. Bila Puskesmas

atau sektor terkait membutuhkan data tertulis yang terkait dengan

pelbagai kegiatan Posyandu, Puskesmas atau sektor terkait tersebut harus

mengambilnya langsung ke Posyandu. Untuk itu setiap Puskesmas harus

menunjuk petugas yang bertanggungjawab untuk pengambilan data hasil

kegiatan Posyandu.

2.3 Kerangka Konsep

26

Page 27: ISI BAB I-V

2.4 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Status Gizi Balita

Keadaan tubuh anak balita sebagai akibat dari pemakaian, penyampaian dan penggunaan zat gizi yang didapat dari asupan makanan maupun dipengaruhi oleh faktor lain

Dengan cara menimbang berat badan balita, pengukuran tinggi/ panjang badan balita

- Dacin dengan ketelitian 0,1 kg

- Microtoice dengan ketelitian 0,1 cm

- Alat ukur panjang badan dengan ketelitian 0,1 cm

Z-Score status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U.PB/U, TB/BB.PB/BB

Ratio

Infeksi Balita yang sedang sakit atau pernah mengalami sakit infeksi akut dalam 3 bulan terakhir. Selama lebih dari tiga hari sehingga berpengaruh terhadap penurunan berat badan

Wawancara Kuesioner 10 pertanyaan

Ya : Pernah menderita salah satu atau lebih penyakit infeksi seperti : TBC, Campak, ISPA, Tetanus, Polio, Dysentria, DBD, Diare, Cacingan

Tidak : Tidak pernah menderita salah satu penyakit infeksi TBC, Campak, ISPA, Tetanus, Polio, Dysentria, DBD, Diare, Cacingan atau TBC, Campak, ISPA, Tetanus, Polio, Dysentria, DBD, Diare, Cacingan

Nominal

27

Page 28: ISI BAB I-V

Pola konsumsi protein

Berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah protein yang dikonsumsi balitadalam waktu lebih dari 24 jam

Wawancara SQ-FFQ Jumlah protein yang dikonsumsi balita dalam waktu lebih dari 24 jam (gram/kkal)

Ratio

28

Page 29: ISI BAB I-V

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah cross sectional dimana variabel independen yaitu

karakteristik Posyandu serta variabel dependen yaitu status gizi balita, pola konsumsi

protein, penyakit infeksi diteliti secara bersamaan. Penelitian ini bersifat analitik

yaitu untuk mengetahui perbedaan status gizi, penyakit infeksi dan pola konsumsi

balita di Posyandu aktif dan kurang aktif di wilayah kerja Puskesmas Paninggahan

Kecamatan Junjung Sirih Tahun 2013.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Posyandu dalam wilayah kerja Puskesmas

Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok yang dipilih secara

purposive yaitu mengambil salah satu tempat penelitian sebagai perwakilan dengan

syarat yang sudah ditentukan oleh peneliti. Posyandu Pratama dan Madya

digolongkan sebagai Posyandu kurang aktif. Posyandu Purnama dan Mandiri

digolongkan sebagai Posyandu aktif (Kemenkes, 2011). Dalam penelitian ini

Posyandu Sakura 1 dipilih sebagai perwakilan Posyadu aktif dengan kriteria

perkembangan Posyandu yang sudah bisa dikategorikan sebagai Purnama dan

Mandiri dengan jumlah kader lebih dari 5 orang, D/S 100%, ada dan berjalannya

program tambahan, adanya buku kas untuk kepentingan Posyandu, pencatatan

terperinci dan jelas. Posyandu Gando Indah 6 dipilih sebagai perwakilan Posyandu

kurang aktif dengan perkembangan Posyandu yang masih Pratama dan Madya

dengan jumlah kader kurang dari 5 orang, D/S kurang 50%, ada namun tidak

29

Page 30: ISI BAB I-V

berjalannya program tambahan Posyandu. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan

September 2012 sampai bulan Juli 2013.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi pada penelitian ini

adalah semua balita yang melakukan penimbangan di Posyandu Sakura1 yaitu

sebanyak 33 balita dan Posyandu Gando 6 sebanyak 28 balita. Pengambilan jumlah

populasi dilakukan dengan kriteria umur 6 bulan – 59 bulan. Kriteria berdasarkan

balita yang sudah bisa diberikan makanan selain ASI dan bisa diukur pola

konsumsinya

3.3.2 Sampel Penelitian

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus finit yaitu :

n=(Z2−α

2 )× P (1−P ) N

d2 ( N−1 )+(Z21−∝2 )× P(1−P)

n=1.962× 0.41 (1−0.41 )× 61

0.022 (61−1 )+1.962× 0,41(1−0.41)

n=3.8416 × 0.41(0.59)×610.024+3.8416 ×0.2419

n=56.686270.95328

n = 59.46445

¿59 sampel

Keterangan :

n = jumlah sampel

d = presisi (2%)

30

Page 31: ISI BAB I-V

N = jumlah populasi balita

Z = 1.96 pada derajat kepercayaan 95%

P = Proporsi (Prevalensi penyakit infeksi balita wilayah kerja Puskesmas

Paninggahan tahun 2012) (41%)

Dari perhitungan sampel diperoleh sampel 59 sampel, dan ditentukan secara

proporsional untuk sampel Posyandu Sakura 1 dan Posyandu Gando Indah 6

yaitu :

Posyandu Sakura 1 :

D= populasibalita di Posyandu Sakura1populasi

× sampel

D=3361

x 59

¿31.91803

¿32 balita

Posyandu Gando Indah 6:

D= populasibalita di Posyandu Gando Indah6populasi

× sampel

D=2861

×59

D=27.08197

¿27 balita

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling.

Sampel diambil menggunakan program Excel

Responden pada penelitian ini adalah ibu dari balita sampel atau orang yang

paling mengetahui tentang asupan balita sampel.

31

Page 32: ISI BAB I-V

3.4 Jenis Data dan Cara Pengambilan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang langsung didapat dari lokasi penelitian. Data

primer berupa tingkatan yang dimiliki Posyandu, penggolongan tingkatan Posyandu

diperoleh dari hasil wawancara kepada tenaga pelaksana gizi Puskesmas, observasi

fasilitas Posyandu dan kriteria yang harus dipenuhi Posyandu untuk penggolongan

tingkatan Posyandu. Pengukuran BB/U, TB/U, PB/U, BB/TB menggunakan Dacin

dengan ketelitian 0.1 kg, Timbangan digital ketelitian 0.1, microtoice ketelitian 0.1

cm menggunakan format antropometri. Pola konsumsi dan penyakit infeksi didapat

dari wawancara langsung dengan responden dan menggunakan kuesioner dibantu

oleh bidan desa. Pengukuran BB dan TB/ PB diukur oleh peneliti dibantu oleh kader

pada saat penyelenggaraan Posyandu.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang sudah diolah dan didapatkan dari instasi

terkait sebagai data penunjang yaitu jumlah jorong di wilayah kerja Puskesmas

Junjung Sirih, jumlah penduduk, sarana dan prasarana yang ada, jumlah Posyandu

dan data D/S tiap-tiap Posyandu. Gambaran umum status ekonomi masyarakat

Nagari Paninggahan, gambaran umum penyakit infeksi pada balita di tiap-tiap jorong

wilayah kerja Puskesmas Paninggahan. Gambaran umum lokasi penelitian diperoleh

dari jorong dan masyarakat setempat berupa peta topografi wilayah dan gambaran

demografi jorong.

32

Page 33: ISI BAB I-V

3.5 Pengolahan Data dan Analisis Data

3.5.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dapat dilakukan secara manual dan komputerisasi.

Pengolahan data tersebut berupa :

Status gizi balita diolah menggunakan WHO Antro 2005 versi Indonesia

(Usman, 2013) yaitu program untuk pengolahan data status gizi balita yang mana

status gizi sudah dalam pengkategorian. Data yang di masukkan berupa nama, BB,

TB/PB, tanggal lahir, hasil olah WHO Antro selanjutnya di copy ke Microsoft excel

kemudian di ekspor ke SPSS, selanjutnya dilakukan analisis data berdasarkan

TB/BB, BB/U, PB/TB/U.

Penyakit infeksi pengolahan data menggunakan Epidata. Langkah yang

dilakukan dalam olah kuesioner adalah setelah data terkumpul diedit bagian yang

sekiranya menimbulkan missing pada data saat di entry, editing bisa dilakukan pada

skors yang salah ataupun kode kuesioner. Beri total skors dan entry data ke Epidata,

selanjutnya olah data menggunakan SPSS dan Lakukan cleaning data dan analisa

data.

Konsumsi protein balita diolah menggunakan SQ-FFQ (Semi Quantitatif

Food Frequency) yaitu program yang digunakan untuk pengolahan konsumsi balita,

bertujuan untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan

makanan selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan. SQ-FFQ dapat

memperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif. Pengolahan

data dilakukan dengan tahap Entry data sesuai pola konsumsi yang didapatkan,

selanjutnya dianalisis berdasarkan jumlah konsumsi protein balita.

33

Page 34: ISI BAB I-V

3.5.2 Analisis Data

Analisis data berfungsi untuk menyederhanakan atau meringkas kumpulan

data hasil pengukuran. Tujuannya untuk menjelaskan/ mendeskriptifkan karakter

masing-masing variabel yang diteliti. Analisis data yang dilakukan adalah analisis

univariat dan bivariat. Analisis univariat dibagi dua yaitu data kategorik yang mana

peringkasan datanya menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persentase

atau proporsi dan data numerik yang mana ukuran tengah merupakan cerminan dari

nilai-nilai hasil pengukuran. Data kategorik digunakan untuk analisis univariat,

pengkategorian dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi tiap-tiap variabel yang

akan diuji. Variabel yang dikategorikan adalah status gizi balita, pola konsumsi

protein balita dan prevalensi penyalit infeksi pada balita. Variabel univariat dengan

data numerik dilakukan uji normality untuk menentukan uji yang akan digunakan

pada analis bivariat, variabel tersebut berupa status gizi dan pola konsumsi protein

balita, apabila data berdistribusi tidak normal lakukan transformasi data, apabila data

masih tidak normal maka data dapat diolah menggunakan uji non parametrik.

Analisis bivariat bertujuan untuk analisis hubungan dua variabel,

kegunaannya adalah melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara dua

kelompok (sampel). Uji yang digunakan pada analisis bivariat dilihat dari variabel

yang akan diuji.

Uji yang digunakan dalam penelitian adalah Uji T Independen yaitu uji

statistik yang digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata dua kelompok sampel

yang berbeda, atau uji yang digunakan untuk membandingkan apakah kedua rata-rata

kelompok yang diuji berbeda secara signifikan atau tidak (Martono, 2011). Syarat

yang harus dipenuhi untuk uji ini adalah variabel yang dihubungkan berbentuk

34

Page 35: ISI BAB I-V

numerik dan kategorik (variabel kategorik hanya dengan dua kelompok), data

berdistribusi normal dan kedua kelompok merupakan data independen. Variabel

yang memenuhi syarat tersebut adalah variabel status gizi dan pola konsumsi protein.

Setelah dilakukan uji normality terdapat data yang tidak normal dan dilakukan

transformasi data. Sebaran data pada variabel pola konsumsi protein, status gizi

berdasarkan TB/U normal dan memenuhi syarat sehingga dapat dilakukan Uji T.

Sebaran data yang tidak normal terdapat pada variabel status gizi berdasarkan BB/U

dan BB/TB sehingga dilanjutkan pengolahan data dengan menggunakan Uji Mann

Whitney (non parametrik)

Uji Mann Whitney digunakan untuk data numerik yang tidak normal setelah

di lakukan transformasi data. Variabel yang diolah menggunakan uji Mann Whitney

adalah status gizi balita berdasarkan BB/U dan BB/TB

Uji Chi_Square digunakan untuk uji beda proporsi antara dua atau lebih

variabel kategorik (Sutanto, 2006). Variabel yang dapat menggunakan uji ini adalah

variabel prevalensi penyakit infeksi balita di Posyandu aktif dan kurang aktif untuk

melihat adanya perbedaan prevalensi penyakit infeksi di Posyandu aktif dan kurang

aktif.

35

Page 36: ISI BAB I-V

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Paninggahan terletak di Nagari Paninggahan Kecamatan Junjung

Sirih Kabupaten Solok. Nagari Paninggahan adalah salah satu dari dua Nagari yang

berada di Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok yang terletak dibagian barat

Kota Solok. Batas-batas Nagari Paninggahan:

Utara : Nagari Guguak Malalo, Kecamatan Batipuah Selatan Kabupaten

Tanah Datar

Selatan : Nagari Muaro Pingai

Barat : Nagari Lubuak Minturun, Kecamatan Koto Tangah, Kota

Padang

Timur : Nagari Singkarak, Kecamatan X Koto Singkarak

Nagari Paninggahan terletak disekitar Danau Singkarak dengan keadaan alam

topografi yang berbukit. Luas wilayah 14.340 Ha dan suhu 24°C- 29°C. Terdiri dari

7 jorong yaitu Jorong Gando Talago, Gantiang Padang Palak, Kampuang Tangah,

Parumahan Bawah, Parumahan Atas, Subarangan dan Dadok dengan jumlah

penduduk 10.356 jiwa.

Sarana prasarana kesehatan yang ada di Nagari Paninggahan adalah 1

Puskesmas, 8 bidan praktek swasta, 1 klinik kesehatan, dan 2 apotik. Sarana

pendidikan yang terdapat di Nagari Paninggahan adalah 2 TK, 15 SD/ sederajat, 3

SMP/ sederajat, 2 SMA/ sederajat.

36

Page 37: ISI BAB I-V

4.2 Gambaran Umum Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian adalah seluruh balita di Posyandu Sakura 1 dan

Posyandu Gando Indah 6 yang dapat diukur konsumsi proteinnya dan tidak dalam

keadaan sakit.

Sampel dalam penelitian ini adalah balita yang melakukan penimbangan di

Posyandu Sakura 1 dan Posyandu Gando Indah 6. Usia balita berkisar 6-59 bulan.

Apabila dalam satu keluarga terdapat dua orang balita yang dijadikan sampel adalah

anak pertama dan tidak dalam keadaan sakit pada saat penelitian.

4.3 Gambaran Umum Responden

Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita di Nagari

Paninggahan. Responden diambil dari 2 jorong yang berbeda tingkat Posyandunya

yaitu jorong Gando dengan Posyandu Gando Indah 6 dan Jorong Gantiang Padang

Palak dengan Posyandu Sakura 1. Responden diambil untuk mengetahui prevalensi

penyakit infeksi dan pola konsumsi protein balita yang menjadi sampel dalam

penelitian. Rata-rata pendidikan terakhir responden adalah tamatan SMA dengan

rata-rata pekerjaan responden adalah petani dan nelayan. Responden berbeda yang

tinggal serumah tidak semua dijadikan sampel dalam penelitian hanya salah satu

responden saja.

4.4 Hasil Penelitian

Analisis univariat berupa data kategorik disajikan dalam bentuk grafik. Data

yang disajikan berupa status gizi balita (BB/TB, TB/U, BB/U), pola konsumsi

protein balita dan prevalensi penyakit infeksi di Posyandu aktif dan kurang aktif.

37

Page 38: ISI BAB I-V

4.4.1 Status Gizi Balita (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi

badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB, BB/PB dapat memberikan

gambaran tentang proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan. Status gizi

berdasarkan indeks BB/TB tidak dipengaruhi oleh umur karena hanya melihat

kesesuaian tinggi dengan berat badan balita. Tinggi badan merupakan masalah gizi

kronis yang mana pengaruh zat gizi berdampak dalam waktu yang lama sedangkan

berat badan merupakan masalah gizi akut yang mana zat gizi yang dikonsumsi dapat

dilihat pengaruhnya dalam waktu relatif singkat. Permasalahan pada status gizi

menurut BB/TB disebut juga masalah akut kronis. Status gizi balita menurut BB/TB

disajikan dalam bentuk grafik dengan kategori gemuk, normal, kurus dan sangat

kurus. Perbedaan status gizi balita menurut BB/TB dari hasil penelitian yang

dilakukan dikedua Posyandu dapat dilihat pada grafik sebagai berikut :

Gemuk Normal Kurus Sangat Kurus0%

10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

12.5%

87.5%

0.0% 0.0%

11.1%

81.5%

3.7% 3.7%

Posyandu Aktif

Posyandu Kurang Ak-tif

Grafik 4.1 Status Gizi Balita menurut BB/TB di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif di Wilayah

Kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten SolokTahun 2013 (n=59)

Berdasarkan grafik diketahui status gizi balita di Posyandu aktif berdasarkan

BB/TB, balita dengan status gizi normal di Posyandu aktif lebih banyak

dibandingkan pada Posyandu kurang aktif. Balita gemuk ditemukan pada kedua

38

Page 39: ISI BAB I-V

Posyandu dengan jumlah yang tidak banyak. Posyandu kurang aktif ditemukan balita

dengan status gizi kurus dan sangat kurus sedangkan di Posyandu aktif tidak

ditemukan balita dengan status gizi sangat kurus dan kurus.

4.4.2 Status Gizi Balita (TB/U)

Tinggi/ panjang badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan jangka lama. Pertumbuhan tinggi/ panjang badan tidak seperti berat

badan, kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.

Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi/panjang badan berdampak pada waktu

yang relatif lama maka dari itu status gizi TB/U merupakan masalah gizi kronis

apabila tinggi badan tidak sesuai dengan umur balita. Kategori yang terdapat pada

hasil pengukuran status gizi balita menurut TB/U adalah sangat pendek, pendek,

normal dan tinggi. Hasil pengukuran status gizi balita menurut TB/U disajikan dalam

grafik di bawah :

Sangat Pendek Pendek Normal Tinggi0%

10%20%30%40%50%60%70%80%

3%

25%

72%

0%3.7%

29.6%

59.3%

7.4%

Posyandu Aktif

Posyandu Kurang Ak-tif

Grafik 4.2 Status Gizi Balita menurut TB/U di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif di Wilayah

Kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013 (n = 59)

Grafik 4.2 menjelaskan status gizi balita di Posyandu aktif menurut TB/U,

balita dengan status gizi pendek dan sangat pendek ditemukan di Posyandu aktif dan

kurang aktif dengan jumlah yang tidak jauh berbeda. Balita tinggi ditemukan pada

Posyandu kurang aktif sedangkan pada Posyandu aktif tidak ditemukan balita dengan

39

Page 40: ISI BAB I-V

status gizi tinggi. Balita dengan status gizi normal lebih banyak ditemukan di

Posyandu aktif dibandingkan dengan Posyandu kurang aktif

4.4.3 Status Gizi Balita (BB/U)

Berat badan menurut umur merupakan salah satu parameter yang

memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif pada perubahan yang

mendadak seperti terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan sehingga

jumlah makanan yang dikonsumsi juga menurun. Indeks BB/U lebih

menggambarkan status gizi balita saat ini. Hasil penelitian menunjukkan distribusi

status gizi balita berdasarkan BB/U adalah sebagai berikut :

Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0 0

0.969000000000001

0.031000000000000

10.0%7.4%

92.6%

0.0%

Posyandu AktifPosyandu Kurang Aktif

Grafik 4.3 Status Gizi Balita menurut BB/U di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif di Wilayah

Kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013 (n= 59)

Status gizi balita menurut BB/U di Posyandu aktif dan kurang aktif

ditemukan balita dengan status gizi kurang yaitu di Posyandu kurang aktif sedangkan

pada Posyandu aktif tidak ditemukan balita dengan status gizi buruk dan kurang.

Balita dengan status gizi lebih ditemukan di Posyandu aktif sedangkan pada

Posyandu kurang aktif tidak ditemukan balita dengan status gizi lebih. Persentase

balita dengan status gizi normal tinggi pada kedua Posyandu dengan angka yang

tidak jauh berbeda.

40

Page 41: ISI BAB I-V

4.4.4 Pola Konsumsi Protein Balita

Pola konsumsi protein pada balita memberikan pengaruh langsung pada

keadaan status gizi balita dalam pembentukan maupun pemulihan jaringan yang

rusak akibat penyakit infeksi. Hasil penelitian yang dilakukan pada balita di kedua

Posyandu dibagi atas dua kategori yangdisajikan dalam grafik dibawah ini :

Kurang Cukup0%

10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

65.6%

34.4%

92.6%

7.4%

Posyandu Aktif

Posyandu Kurang Ak-tif

Grafik 4.4Pola Konsumsi protein Balita di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif di Wilayah Kerja

Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013 (n=59)

Konsumsi protein balita di Posyandu aktif dan kurang aktif rata-rata tidak

memenuhi kebutuhan protein sehari. Balita di Posyandu kurang aktif merupakan

balita dengan kecukupan protein kurang dengan angka tertinggi dibandingkan balita

di Posyandu aktif. Hampir seluruh balita pada Posyandu kurang aktif kurang

kecukupan protein (AKG 2012).

4.4.5 Prevalensi Penyakit Infeksi Balita

Penyakit infeksi merupakan keadaan yang dapat mempengaruhi keadaan masa

otot balita yang mana mempengaruhi keadaan status gizi balita secara langsung.

Balita dengan sakit infeksi membutuhkan asupan protein yang cukup untuk

membantu pemulihan jaringan otot. Hasil penelitian mengenai prevalensi penyakit

infeksi dapat dilihat dalam grafik berikut :

41

Page 42: ISI BAB I-V

Ya Tidak0%

10%20%30%40%50%60%70%80%

53.1% 46.9%

70.4%

29.6%

Posyandu Aktif Posyandu Kurang Aktif

Grafik 4.5 Prevalensi Penyakit Infeksi dalam Tiga Bulan Terakhir pada Balita di Posyandu

Aktif dan kurang aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013 (n = 59)

Berdasarkan prevalensi penyakit infeksi pada balita di Posyandu kurang aktif

pada grafik diketahui hampir setiap balita di Posyandu kurang aktif pernah

mengalami sakit infeksi dalam tiga bulan terakhir, sedangkan pada Posyandu aktif

hanya sebagian balita pernah mengalami sakit infeksi selama tiga bulan terakhir.

Prevalensi balita dengan penyakit infeksi di Posyandu kurang aktif lebih tinggi

dibandingkan Posyandu aktif.

4.4.6 Perbedaan Status Gizi Balita di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif di Kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013

Status gizi balita merupakan variabel dengan data numerik yang diolah

menggunakan uji beda rata-rata parametrik, yang bersyaratkan data harus

berdistribusi normal. Hasil uji normality menunjukkan status gizi berdasarkan

BB/TB dan BB/U berdistribusi tidak normal maka dilanjutkan dengan melakukan

transformasi data. Hasil yang didapatkan data masih berdistribusi tidak normal maka

tidak layak dilakukan uji parametrik (T-test). Data yang berdistribusi tidak normal

diolah menggunakan uji Mann Whitney yaitu uji non parametrik.

Data yang berdistribusi normal adalah status gizi menurut TB/U, diolah

menggunakan Uji rata-rata (T-test). Hasil uji beda rata-rata didapatkan tidak ada

perbedaan status gizi menurut TB/U antara Posyandu aktif dengan Posyandu kurang

42

Page 43: ISI BAB I-V

aktif dengan P value 0.137 (p >0.05). Hasil uji beda rata-rata (Mann Whitney) pada

BB/U, dan BB/TB,PB juga memperlihatkan tidak ada perbedaan status gizi

berdasarkan BB/U dengan p value 0.263 dan BB/TB,PB dengan p value 0.915 (p

>0.05)

4.4.7 PerbedaanPola Konsumsi Protein Balita di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013

Pola konsumsi protein balita adalah variabel numerik yang diolah

menggunakan uji parametrik apabila data berdistribusi normal. Uji normality

menunjukkan sebaran data normal sehingga dapat dilakukan uji T-test untuk melihat

apakah ada perbedaan jumlah konsumsi protein balita di Posyandu aktif dan kurang

aktif. Distribusi frekuensi pola konsumsi diolah dengan cara mengkategorikan data,

pengkategorian ini digunakan hanya untuk keperluan analisis data, setelah

didapatkan distribusi frekuensi konsumsi protein selanjutnya dilakukan uji T-test

untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan pola konsumsi protein balita di Posyandu

dan kurang aktif. Nilai rata-rata jumlah konsumsi protein balita di Posyandu aktif

adalah 1.3438 dan kurang aktif 1.074 dengan standar deviasi Posyandu aktif 0.48256

dan kurang aktif 0.26688. Standar error mean Posyandu aktif adalah 0.08531, kurang

aktif 0.5136. p value 0.009 (p <0.05) yang menandakan adanya perbedaan pola

konsumsi protein balita di Posyandu aktif dan kurang aktif.

4.4.8 Perbedaan Prevalensi Penyakit Infeksidi Posyandu Aktif dan Kurang Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok Tahun 2013

Variabel penyakit infeksi merupakan data kategorik dengan skala ukur

nominal yang mana prevalensi kejadian penyakit dari dua Posyandu diolah

menggunakan uji chi-square. Uji Chi-square bisa digunakan untuk melihat hubungan

maupun perbedaan dua proporsi variabel kategorik. Variabel kategorik tidak melalui

43

Page 44: ISI BAB I-V

proses normalitas data maka dapat langsung dilakukan uji. Hasil uji beda proporsi

didapatkan p value 0.194 yaitu tidak ada perbedaan prevalensi penyakit infeksi di

Posyandu aktif dan kurang aktif.

4.5 Pembahasan

4.5.8 Perbedaan Status Gizi Balita di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif

Hasil penelitian status gizi balita di Posyandu aktif dan kurang aktif

didapatkan 4 balita di Posyandu aktif dengan status gizi gemuk, 8 balita pendek, 1

sangat pendek dan 1 gizi lebih dan Posyandu kurang aktif 1 balita dengan status gizi

sangat kurus, 1 kurus, 3 gemuk, 1 sangat pendek, 8 pendek, 2 tinggi, 2 balita gizi

kurang. Jenis parameter yang digunakan antara lain umur, berat badan, tinggi/

panjang badan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kedua Posyandu dengan

tingkat keaktifan yang berbeda, kesimpulannya tidak adanya perbedaan yang

signifikan antara status gizi balita di Posyandu aktif dengan Posyandu kurang aktif.

Distribusi frekuensi memperlihatkan adanya perbedaan status gizi antara

Posyandu aktif dan kurang aktif namun pada uji rata-rata ditemukan tidak ada

perbedaan yang signifikan. Hal ini disebabkan data yang didistribusikan hanya

melihat proporsi kejadian yang telah dikategorikan bukan berdasarkan nilai rata-rata.

Menurut data Puskesmas Paninggahan tahun 2012 terdapat 65.95% dari 1.072

balita dengan gizi normal menurut BB/TB. Data yang didapatkan dari hasil

penelitian pada Posyandu aktif sebanyak 87.5% balita dengan status gizi normal

menurut BB/TB dan 81% dari Posyandu kurang aktif. Jumlah balita dengan status

gizi kurang pada kedua Posyandu belum termasuk kategori serius. Kasus gizi kurang

dianggap serius apabila prevalensi antara 10.1% - 15.0%, dan dianggap kritis apabila

prevalensi diatas 15.0% (FKM UI, 2012).

44

Page 45: ISI BAB I-V

Penelitian yang dilakukan oleh Sudarsana (2003) mengenai perbedaan status

gizi anak balita berdasarkan keaktifan ditimbang di Posyandu menunjukkan anak

yang rutin melakukan penimbangan lebih terpantau status gizinya, penimbangan

rutin dapat memperkecil resiko kejadian gizi kurang pada anak.Ibu balita lebih

banyak terpapar informasi baru mengenai kesehatan balita, makanan penunjang

kesehatan, makanan pengganti dan makanan tambahan yang selalu diadakan oleh

Posyandu. Kesamaan dari penelitian di atas adalah, ditemukannya ibu balita di

Posyandu kurang aktif kurang berpartisipasi dalam pemantauan status gizi balita,

banyak balita yang didata ke rumahnya untuk dilakukan penimbangan pada jadwal

Posyandu.

Kemenkes (2011) menjelaskan masalah gizi yang tidak terdeteksi secara dini

dengan jelas disebabkan oleh Posyandu yang kurang aktif sehingga mempengaruhi

tingkat keberhasilan pemantauan tumbuh kembang balita dan penanggulangan

masalah gizi.

Perbedaan Posyandu aktif dan kurang aktif dalam pemantauan status gizi

balita adalah Posyandu aktif memiliki PMT rutin yang bervariasi sehingga menarik

partisipasi masyarakat untuk melakukan penimbangan secara rutin dibandingkan

Posyandu kurang aktif yang terkadang tidak menyediakan PMT untuk balita.

Sebagian besar ibu balita di Posyandu kurang aktif yang diwawancarai mengenai

pemantauan status gizi balita menjadikan PMT alasan tidak semangat melakukan

penimbangan ke Posyandu karena tidak mendapatkan apa-apa.

Supariasa (2012) menjelaskan status gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor

langsung dan tidak langsung. Faktor langsung adalah asupan makanan dan penyakit

infeksi sedangkan faktor tidak langsung adalah pelayanan kesehatan, perawatan anak

dan kesediaan makanan dirumah. Status gizi balita merupakan salah satu faktor

45

Page 46: ISI BAB I-V

resiko terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi akan berkontribusi terhadap

kesahatan dan kemampuan dalam proses pemulihan.

4.5.9 Perbedaan Pola Konsumsi Protein Balita di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif

Hasil penelitian menunjukkan jumlah konsumsi protein balita di Posyandu

aktif dan kurang aktif rata-rata tidak memenuhi AKP (Angka Kecukupan Protein).

Jumlah konsumsi protein balita ditentukan berdasarkan pola konsumsi dengan

menggunakan SQ-FFQ. Sebanyak 92.6% balita di Posyandu kurang aktif tidak

terpenuhi kebutuhan proteinnya sedangkan di Posyandu aktif sebanyak 65.6% balita

yang juga tidak terpenuhi kebutuhan proteinnya. Kesimpulan yang didapatkan adalah

adanya perbedaan pola konsumsi protein antara Posyandu aktif dengan Posyandu

kurang aktif.

Menurut Trintin Tjukarni (2005) dalam penelitian Furkaniaty (2006),

kegiatan kader seperti penyuluhan gizi yang diberikan kader Posyandu dan tokoh

masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan gizi ibu balita serta konsumsi energi

protein anak balitanya. Hal tersebut sesuai dengan kenyataan dilapangan dari hasil

penelitian dan observasi beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya konsumsi

protein pada balita di Posyandu kurang aktif mengenai pola konsumsi adalah ibu

balita menyayangkan kurangnya penyampaian informasi dari petugas kesehatan

mengenai manfaat zat gizi terutama protein bagi balita sehingga ibu balita hanya

memberikan makanan yang disenangi oleh balita tanpa tahu manfaatnya.

Perbedaan yang terdapat di Posyandu aktif adalah memiliki kader yang aktif

mengunjungi rumah warga dan memantau pertumbuhan balita dan memberikan

informasi terkait kesehatan, baik mengenai manfaat gizi seimbang untuk balita

maupun penyampaian informasi kesehatan lainnya yang dilakukan setiap ada

46

Page 47: ISI BAB I-V

kesempatan. Sehingga meskipun dengan tingkatan ekonomi yang hampir sama balita

di Posyandu aktif banyak mengkonsumsi protein dari sumber nabati dengan harga

murah seperti tahu, tempe dan sumber hewani seperti telur sehingga pada umumnya

balita di Posyandu aktif tidak bermasalah dengan pola konsumsinya.

Permasalahan yang terdapat di Posyandu kurang aktif terkait konsumsi

protein selain kader yang kurang menggerakkan warga adalah jarak tempat dengan

pasar cukup jauh namun masih banyak ditemukan warung kecil yang menyediakan

kebutuhan rumah tangga seperti sayuran dan bahan mentah yang tahan disimpan

dalm suhu dingin.

Konsumsi protein merupakan salah satu faktor yang berpengaruh langsung

terhadap keadaan gizi balita. Pola konsumsi protein melalui makanan dapat

menggambarkan status gizi balita pada periode yang akan datang. Gambaran pola

konsumsi protein sangat berpengaruh kepada balita karena KEP dapat menghambat

pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi, kematian dan

rendahnya tingkat kecerdasan anak. Anak dengan kekurangan konsumsi protein akan

rentan terhapat penyakit cacingan. Mengkonsumsi protein yang bervariasi sangat

penting untuk melengkapi kebutuhan protein balita menghindari resiko penyakit

Kwashiorkor sebagai protein penyebab yang dominan (FKM UI, 2012).

4.5.10 Perbedaan Prevalensi Penyakit infeksi pada balita di Posyandu Aktif dan Kurang Aktif

Penelitian menunjukkan prevalensi penyakit infeksi pada balita di Posyandu

aktif tercatat 17 balita pernah mengalami penyakit infeksi dalam 3 bulan terakhir

dengan persentase 53.1%, Posyandu kurang aktif 19 balita dengan persentase 70.4%.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai prevalensi penyakit infeksi pada balita

didapatkan adanya perbedaan prevalensi penyakit infeksi pada balita di Posyandu

47

Page 48: ISI BAB I-V

aktif dan kurang aktif. Prevalensi penyakit infeksi di Posyandu kurang aktif lebih

tinggi dibandingkan Posyandu aktif.

Data Puskesmas Paninggahan menyebutkan dalam 2 bulan terakhir prevalensi

penyakit infeksi sangat tinggi terutama Diare pada batita. Balita pada Posyandu

Gando indah 6 tercatat sebagai balita dengan prevalensi penyakit infeksi tertinggi

dalam 2 bulan terkahir. Data ini diperkuat dari hasil penelitian bahwa hampir semua

balita di Posyandu kurang aktif pernah menderita penyakit infeksi dalam 3 bulan

terakhir.

Wawancara dengan ibu balita di kedua Posyandu, Posyandu kurang aktif

tidak melakukan penyuluhan dengan rutin seputar kesehatan balita dan

penanggulangan penyakit infeksi pada anak sedangkan Posyandu aktif lebih sering

melakukan penyuluhan pada kegiatan Posyandu. Penyuluhan dilakukan oleh bidan

desa yang aktif melakukan pemantauan kegiatan Posyandu. Kemenkes (2011)

menjelaskan peran petugas Posyandu dalam menjalankan program pokok dan

program tambahan Posyandu sangat penting dalam rangka penanggulangan masalah

yang menjadi prioritas pada tiap-tiap Posyandu karena dari data yang didapatkan

melalui Puskesmas Paninggahan kejadian penyakit infeksi terutama Diare sudah

sering terjadi di Posyandu kurang aktif terutama Posyandu Gando indah 6 namun

masih kurang mendapatkan perhatian

Martinah (2008) dalam Sudarsana (2009) menyebutkan mekanisme patologis

penyakit infeksi bermacam-macam baik secara sendiri-sendiri maupun secara

bersamaan. Asupan zat gizi yang kurang menyebabkan adanya penurunan fungsi

imun yang menyebabkan balita lebih rentan terserang penyakit infeksi.

48

Page 49: ISI BAB I-V

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang penulis lakukan dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Status gizi balita di Posyandu aktif diketahui 4 balita status gizi gemuk, 8

balita pendek, 1 sangat pendek, dan 1 gizi lebih dan Posyandu kurang aktif 1

balita dengan status gizi sangat kurus, 1 kurus, 3 gemuk, 1 sangat pendek, 8

pendek, 2 tinggi, 2 balita gizi kurang

2. Sebanyak 92.6% dari 27 balita di Posyandu kurang aktif angka kecukupan

proteinnya rendah dan pada Posyandu aktif sebanyak 65.6% dari 32 balita.

3. Berdasarkan prevalensi penyakit infeksi dalam tiga bulan terakhir pada balita

di Posyandu aktif 53.1% dari 32 balita mengalami sakit infeksi dan pada

Posyandu kurang aktif balita yang mengalami sakit infeksi sebanyak

70.4%balita.

4. Tidak ada perbedaan status gizi (BB/U, TB/U, BB/TB.PB) yang signifikan

antara Posyandu aktif dan kurang aktif (p> 0.05)

5. Adanya perbedaan pola konsumsi protein balita yang signifikan antara

Posyandu aktif dan kurang aktif (p< 0.05)

6. Tidak adanya perbedaan prevalensi penyakit infeksi pada balita dalam 3

bulan terakhir di Posyandu aktif dan kurang aktif (p> 0.05)

49

Page 50: ISI BAB I-V

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Masyarakat

1. Disarankan kepada masyarakat terutama ibu balita untuk rutin membawa

balita ke Posyandu melakukan penimbangan dan mendapatkan informasi

terbaru mengenai masalah gizi balita agar kedepannya tidak ada lagi balita

yang tidak terdaftar di Posyandu.

2. Tingginya prevalensi penyakit infeksi dikedua Posyandu disebabkan oleh

beberapa faktor diantaranya asupan makanan dan personal hygiene. Ibu balita

disarankan untuk lebih memperhatikan kebersihan diri dan balita untuk

mencegah timbulnya penyakit infeksi. Mengolah makanan dengan air yang

bersih dan benar-benar matang.

3. Disarankan ibu balita banyak bertanya kepada petugas kesehatan makanan

apa yang baik dan dibutuhkan balita untuk tumbuh kembangnya dan mudah

didapatkan ditempat tinggalnya terutama ibu balita di Posyandu kurang aktif.

5.2.2 Bagi Puskesmas

1. Untuk menekan prevalensi penyakit infeksi terutama di Posyandu kurang

aktif petugas Puskesmas disarankan lebih aktif memberikan penyuluhan

terkait penyakit infeksi, penyebabnya, serta cara penanggulangannya agar

mayarakat bertambah pengetahuannya mengenai penyebab penyakit infeksi.

2. Petugas Puskesmas disarankan memberikan penyuluhan di Posyandu kurang

aktif, salah satu metodanya demo masak untuk memperlihatkan kepada

masyarakat bahan makanan apa saja yang bisa dimanfaatkan ibu untuk balita

disekitar tempat tinggalnya, penyuluhan mengenai pemanfaatan lahan kosong

untuk dijadikan tempat beternak unggas dan bisa dikonsumsi untuk memeuhi

kebutuhan protein hewani yang kurang. Apabila konsumsi balita sudah baik,

50

Page 51: ISI BAB I-V

dengan pengetahuan ibu terkait gizi baik dan prevalensi penyakit infeksi

dapat ditekan angka kejadiannya maka akan berdampak pada status gizi

balita.

5.2.3 Bagi Petugas Posyandu

1. Disarankan kader di Posyandu kurang aktif lebih meningkatkan pendekatan

individu kepada masyarakat untuk mengetahui permasalahan apa yang terjadi

di tengah masyarakat dan petugas kesehatan bisa memberikan solusi.

2. Kader di Posyandu kurang aktif disarankan banyak bertanya kepada petugas

kesehatan seputar permasalahan gizi balita agar kader memiliki wawasan dan

pengetahuan baik sehingga bisa meyakinkan masyarakat dan mengajak

masyarakat untuk aktif ke Posyandu.

3. Bidan desa yang diberi tanggung jawab oleh Puskesmas dengan jalannya

Posyandu disarankan lebih giat menghimbau masyarakat untuk mengunjungi

Posyandu bagi ibu hamil, balita dan lansia di jorong bersangkutan. Bidan

harus lebih aktif menghimbau dan mengingatkan warga. Pendekatan antara

bidan dan masyarakat harus dijalin agar tumbuh kepercayaan masyarakat

pada bidan setempat sehingga memiliki mau mengindahkan himbauan

petugas kesehatan.

51