investasi derivatif
DESCRIPTION
derivatifTRANSCRIPT
1
KAJIAN TENTANG PRODUK INVESTASI DERIVATIF
DI INDONESIA
Ferikawita M. Sembiring, SE, MSi
e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Produk investasi derivatif merupakan instrumen investasi yang nilainya ditentukan
atau diturunkan dari produk lain yang menjadi acuan (underlying) instrumen tersebut. Secara
tidak langsung produk investasi derivatif turut terkait dengan kondisi krisis di pasar modal
dunia pada tahun 2008 lalu (yang dikenal dengan kasus subprime mortgage). Peluang akan
mendapatkan keuntungan yang sangat tinggi, menarik minat para investor di seluruh dunia
untuk turut terlibat dalam perdagangan derivatif. Namun sebagaimana prinsip investasi,
“higher return, higher risk”, maka investasi yang mengharapkan keuntungan yang tinggi
pasti akan diimbangi oleh risiko mengalami kerugian yang tinggi pula.
Investasi pada sekuritas derivatif terbilang belum cukup populer bagi masyarakat
Indonesia, namun bursa derivatif Indonesia sebenarnya telah cukup lama mengakomodir
transaksinya, bahkan pada saat BEI masih terpisah menjadi BEJ dan BES. Bursa telah
menerbitkan beberapa jenis produk investasi derivatif yang antara lain berbentuk kontrak
berjangka dan kontrak opsi. Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk melakukan kajian
terhadap produk–produk investasi tersebut, termasuk perkembangannya, serta bagaimana
menghitung tingkat keuntungan dan risiko dari investasi tersebut.
Hasil pembahasan yang disertai dengan simulasi kasus menunjukkan bahwa dengan
melakukan prediksi (spekulasi) yang tepat atas investasi derivatif, keuntungan yang diperoleh
memang akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hanya berinvestasi pada produk acuan
(underlying)-nya, tetapi jika prediksi tidak tepat, maka kerugian yang dialami pun akan
berlipat-lipat pula. Dengan demikian, selain harus jeli dalam memilih pialang atau broker,
investor perlu memahami secara mendalam mengenai investasi derivatif ini, khususnya
tentang keuntungan dan tingginya tingkat risiko yang menyertainya.
Kata kunci : investasi derivatif, pasar derivatif, kontrak berjangka, kontrak opsi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menjelang awal tahun 2008 yang lalu, pasar modal dunia termasuk Indonesia sempat
terguncang oleh adanya krisis kredit perumahan (dikenal sebagai kasus subprime mortgage)
di Amerika Serikat. Penyebab krisis ini tidak hanya karena orang gagal membayar cicilan
rumah namun juga karena kredit berisiko tinggi ini menjadi tumpuan produk investasi lain
yang melibatkan sejumlah uang yang sangat besar.
Pada saat masyarakat kalangan bawah tidak mampu membayar kredit perumahan
karena tingginya tingkat bunga kredit, maka nilai saham perusahaan pemberi kredit
perumahan langsung turun drastis. Masalah ini semakin rumit, karena sebagai salah satu
2
sumber pembiayaan kreditnya, perusahaan pemberi kredit perumahan tersebut menjual
sekuritas derivatif yang beragunan aset, yang dikenal sebagai collateralized debt obligation
(CDO) ke perusahaan-perusahaan investasi dan bank di seluruh dunia. Mengingat aset ini
telah tersebar ke seluruh dunia, maka sulit untuk mendeteksi bank atau institusi mana yang
memiliki aset yang terkait dengan subprime mortgage, sehingga muncul perilaku menghindar
dari risiko (risk aversion) yang berlebihan dari pelaku pasar di dunia. Hal ini ditambah lagi
dengan sikap para investor lokal yang kemudian melakukan aksi jual di bursa karena
terpengaruh oleh sentimen negatif di pasar regional. Kondisi ini segera menciptakan masalah
likuiditas yang sangat parah di pasar keuangan global (Oetomo, 2008 ; Outlook Ekonomi
Indonesia, 2009).
Indonesia sendiri sebenarnya tidak terkena imbas dari krisis tersebut secara langsung,
namun sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, investasi derivatif atas aset berbasis
subprime mortgage tersebut telah menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia,
maka ketika krisis terjadi, Indonesia juga terkena imbas kerugian. Salah satu indikator dari
kerugian tersebut adalah jatuhnya nilai kapitalisasi pasar dan penurunan tajam volume
perdagangan saham di bursa. Bahkan pada bulan Oktober 2008, Departemen Keuangan RI
sempat menutup BEI karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga 10,38%.
(Kusnanto, 2010).
Jatuhnya nilai kapitalisasi pasar dan penurunan tajam volume perdagangan saham di
bursa tersebut antara lain disebabkan selama ini proporsi investor asing dalam perdagangan
saham cukup tinggi, sehingga pada saat pasar finansial global mengalami kerugian, sebagian
besar investor asing tersebut, yang kemungkinan terkait dengan investasi derivatif berbasis
subprime mortgage, mengalami kesulitan likuiditas sehingga terpaksa menarik dananya
(deleveraging) dari Indonesia.
Adapun kondisi kerugian di Indonesia tersebut tidak hanya terjadi di bursa saham,
tetapi juga di bursa berjangka, yang memperdagangkan sekuritas derivatif berjangka seperti
derivatif indeks saham dan derivatif komoditas yang memperdagangkan komoditas pertanian
atau sumber daya alam. (Outlook Ekonomi Indonesia, 2009).
Penulis mengangkat masalah krisis yang ditimbulkan oleh kasus subprime mortgage
untuk mengawali tulisan ini, namun dalam pembahasan selanjutnya, penulis tidak akan
mengkaji lebih dalam mengenai masalah tersebut, tetapi yang lebih menarik perhatian
penulis adalah masalah investasi derivatif sendiri yang ternyata belum cukup populer di
Indonesia meskipun bursa–bursa derivatif telah mengakomodir transaksinya.
Jonckheere (dalam Kontan, 2008), menyatakan bahwa berinvestasi di produk
derivatif pada kenyataannya memang dapat memberikan keuntungan yang besar, bahkan
diperkirakan lebih besar dibandingkan dengan berinvestasi di bursa saham. Namun sesuai
dengan prinsip investasi “higher return, higher risk”, maka produk investasi yang bisa
memberi imbal hasil yang tinggi tentu juga memiliki risiko yang lebih tinggi. Dengan
melakukan prediksi (spekulasi) yang tepat atas investasi derivatif, keuntungan yang diperoleh
sangat tinggi, tetapi jika prediksi tidak tepat, maka kerugian yang dialami pun akan berlipat-
lipat pula.
Dengan demikian, dalam kaitannya dengan investasi derivatif ini, penulis tertarik
untuk mengkaji lebih dalam tentang produk–produk investasi derivatif di Indonesia termasuk
perkembangannya, serta bagaimana menghitung keuntungan yang diharapkan dan risiko
kerugiannya, melalui simulasi kasus–kasus.
3
1.2. Lingkup Pembahasan
Adapun lingkup pembahasan dalam penulisan ini disusun sebagai berikut :
1. Produk investasi derivatif apa saja yang diperdagangkan di pasar derivatif Indonesia.
2. Bagaimana mekanisme perhitungan keuntungan yang diharapkan dan risiko kerugian
atas produk investasi derivatif (melalui simulasi kasus).
3. Bagaimana perkembangan pasar derivatif di Indonesia.
II. PEMBAHASAN
2.1 Produk Investasi Derivatif yang Diperdagangkan di Pasar Derivatif Indonesia
Selain Bursa Efek Indonesia (BEI), pasar (bursa) lain di Indonesia yang
memperdagangkan produk investasi derivatif adalah Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Jika
BEI memperdagangkan produk–produk derivatif saham (termasuk Kontrak Opsi Saham–
KOS), maka BBJ memperdagangkan produk–produk derivatif berupa kontrak indeks dan
kontrak berjangka komoditas. Produk investasi derivatif sendiri merupakan aset finansial
yang diturunkan dari aset acuan (disebut sebagai underlying) seperti saham atau obligasi,
serta menyatakan klaim terhadap aset acuan tersebut, atau terhadap nilai aset riil seperti emas
atau komoditas di masa yang akan datang (Tandelilin, 2010 : 45).
Para pelaku derivatif biasanya adalah pihak manajemen investasi, perusahaan
asuransi, lembaga keuangan, atau investor perorangan. Mereka mengelola portofolio supaya
terhindar dari risiko pergerakan harga saham dan komoditas, “tanpa” mempengaruhi posisi
fisik produk yang menjadi acuannya (Kontan, 2008).
Adapun beberapa kegunaan dari transaksi derivatif ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai aksi lindung nilai (hedging), yaitu suatu bentuk perlindungan agar nilai produk
portofolio tidak sensitif dengan pergerakan harga. Pelaku hedging memiliki hak untuk
menjual (put) atau membeli (call) pada harga dan periode kontrak tertentu.
2. Spekulasi, yang merupakan cara investor berinvestasi dengan mencari keuntungan dari
selisih harga. Jadi tujuan dari spekulasi adalah apresiasi harga. Kunci dari spekulasi
adalah market timing, jual produk pada saat harga tinggi atau beli produk pada saat harga
murah, atau bisa mengkombinasikan keduanya. Keuntungan spekulasi bisa lebih besar
daripada hedging, namun tingkat risikonya juga jelas lebih besar.
3. Arbitrage, yaitu aktivitas membeli dan sekaligus menjual produk di dua pasar yang
berbeda, atau bisa juga membeli dua produk yang berbeda kemudian dijual di pasar yang
sama. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan tanpa risiko. Siapapun dapat
melakukan arbitrase karena yang terpenting adalah bahwa investor tersebut dapat
memahami masalah disparitas harga.
Sebelum Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) digabung menjadi
Bursa Efek Indonesia (BEI), masing-masing bursa tersebut sebenarnya telah menerbitkan
produk investasi derivatif. BES menyelenggarakan bursa Kontrak Berjangka Indeks LQ–45,
sedangkan BEJ menyelenggarakan bursa Kontrak Opsi Saham (KOS). (Siahaan, 2007).
Setelah BEJ dan BES digabung menjadi BEI, produk derivatif yang dikelola adalah derivatif
saham dan KOS, sedangkan produk investasi derivatif seperti kontrak indeks saham dan
kontrak berjangka komoditas dikelola oleh Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) yang telah
mendapat ijin dari Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Berikut
adalah penjelasan dari masing-masing produk derivatif tersebut :
4
A. Derivatif Saham
Derivatif saham memiliki beberapa bentuk produk investasi, yaitu :
1. Waran, yaitu hak untuk membeli sebuah saham pada harga dan waktu yang telah
ditetapkan. Perusahaan yang menerbitkan waran harus telah mencatatkan sahamnya di
bursa karena nanti akan dikonversi oleh pemegang waran. Waran biasanya dijual
bersamaan dengan sekuritas lain seperti saham atau obligasi, dengan periode
perdagangan sekitar 3–5 tahun. BEI mengatur bahwa waran yang diperdagangkan di
bursa adalah waran yang pada saat mulai diperdagangkan sekurang-kurangnya 3 tahun
dan pelaksanaan haknya tidak dapat dilakukan lebih cepat dari 6 bulan terhitung sejak
waran diterbitkan.
2. Right, juga merupakan hak untuk membeli saham pada harga dan waktu yang telah
ditetapkan, namun diperuntukkan bagi pemegang saham lama yang berhak untuk
mendapatkan tambahan saham baru yang dikeluarkan perusahaan pada saat secondary
offering. Right diterbitkan melalui penawaran umum terbatas (right issues) dengan
periode waktu perdagangan yang sangat singkat, dalam hitungan hari atau minggu.
3. Reksadana saham, yang merupakan cara paling sederhana untuk melakukan diversifikasi
(penyebaran) risiko. Reksadana merupakan kumpulan uang dari banyak investor yang
diinvestasikan pada berbagai instrumen investasi di bawah pengelolaan fund manager
dari suatu perusahaan sekuritas dimana reksadana tersebut diterbitkan. Setiap investor
memiliki hak secara proporsional pada reksadana saham berdasarkan jumlah unit
penyertaan yang dimilikinya.
B. Kontrak Opsi Saham (KOS) atau Single Stock Option
Pada dasarnya kontrak opsi (option contract) adalah suatu perjanjian yang memberi
pemiliknya hak, tetapi bukan kewajiban, untuk membeli atau menjual suatu aset tertentu
(tergantung pada jenis opsi) pada harga tertentu selama waktu tertentu.
Ada dua jenis kontrak opsi, yaitu opsi membeli (call option) dan opsi menjual (put
option). Pengertian call dan put ini penting dalam opsi. Pemilik call option mempunyai hak
untuk membeli aset induk atau aset acuan (underlying asset) pada harga tetap selama waktu
tertentu, dimana bagi penjual, adalah wajib untuk menjual aset tersebut. Sedangkan pemilik
put option mempunyai hak untuk menjual aset induk pada harga tetap selama waktu tertentu,
dimana penjual kontrak wajib membeli saham tersebut.
Harga tetap pada aset induk yang dapat dibeli atau dijual dengan sebuah kontrak opsi
disebut harga pelaksanaan (strike price atau exercise price). Menggunakan opsi untuk
membeli atau menjual suatu aset, disebut melaksanakan opsi. Hari terakhir opsi dapat
dilaksanakan adalah pada tanggal berakhir (expiration date) suatu kontrak opsi. Selama masa
jatuh tempo kontrak opsi belum berakhir, pembeli bebas melaksanakan hak call option atau
put option sesuai kontrak, atau menunggu sampai jatuh tempo. (Tandelilin, 2010 : 49 ;
Elton and Gruber, 2003).
Oleh karena underlying opsi adalah saham, maka investor harus memutuskan saham
apa yang akan dipilih dengan cara melakukan analisis fundamental dan teknikal. Analisis
fundamental diperlukan untuk membaca trend saham di pasar saham suatu negara dengan
cara mempelajari faktor ekonomi makro di negara yang bersangkutan, sehingga dapat dipilih
sektor saham mana yang paling menguntungkan. Sedangkan analisis teknikal diperlukan
5
untuk mengetahui kapan saatnya berinvestasi, berdasarkan pertimbangan dari analisis
fundamental.
Di Indonesia, perdagangan opsi pertama kali dilakukan pada tanggal 6 Oktober 2004
(pada waktu itu dikelola oleh Bursa Efek Jakarta–BEJ). Opsi yang paling dikenal di
Indonesia adalah opsi saham. Opsi saham (stock option) adalah opsi untuk membeli atau
menjual saham. Opsi saham yang diperdagangkan di BEI disebut Kontrak Opsi Saham
(KOS) atau Single Stock Option.
Besarnya harga KOS sudah ditentukan oleh otoritas bursa dan tergantung pada
jumlah saham acuan serta jumlah saham yang beredar. Sebagaimana halnya sekuritas lain,
KOS juga diperdagangkan dengan melibatkan pembeli kontrak opsi (taker) dan penjual
kontrak opsi (writer). Jatuh tempo atau hari berakhirnya setiap seri KOS pada setiap bulan
adalah hari bursa terakhir pada bulan bersangkutan.
Tidak semua saham yang tercatat di BEI menjadi saham acuan (underlying asset)
KOS, hanya saham yang memiliki tingkat frekuensi perdagangan dan volatilitas (fluktuasi)
harga yang tinggi, serta nilai kapitalisasi pasar yang cukup besar. Ada 5 (lima) saham yang
menjadi acuan, yaitu : PT. Astra Internasional Tbk, PT. Bank Central Asia Tbk, PT. Indofood
Sukses Makmur Tbk, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, dan PT. H.M Sampoerna, Tbk.
Saham–saham acuan KOS ini ditinjau minimal 6 bulan sekali (Tandelilin, 2010 : 50).
Adapun pada tahun–tahun berikutnya, BEI telah berencana untuk menambah 16 saham baru
dengan tujuan meningkatkan volume transaksi pada produk derivatif ini.
C. Kontrak Berjangka Komoditas (Commodity Futures)
Kontrak berjangka komoditas (commodity futures) adalah kontrak yang menggunakan
underlying asset (aset acuan) aset riil berupa barang-barang pertanian (misalnya kopi, gula,
kentang) dan sumber daya alam (misalnya emas dan minyak). (Tandelilin, 2010 : 45).
Adapun beberapa komoditas yang diperkirakan akan tetap menjadi unggulan sampai dengan
beberapa tahun ke depan adalah komoditas jenis emas, minyak mentah, minyak sawit, dan
jagung. Derivatif komoditas merupakan produk investasi turunan dari perdagangan
komoditas tersebut.
Adapun yang diperdagangkan dalam derivatif komoditas adalah kontrak berjangka
komoditas, yaitu kontrak untuk membeli atau menjual suatu aset acuan (underlying asset) di
waktu yang akan datang telah ditentukan, pada harga yang telah ditentukan pula. Transaksi
kontrak ini dapat dilakukan di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ).
Selain sebagai sarana untuk meraih keuntungan tinggi, berinvestasi pada produk
investasi ini dilakukan investor untuk melindungi nilai (hedging) asetnya dari kenaikan atau
penurunan harga aset tersebut. Contohnya, pengusaha kelapa sawit (CPO) melakukan
lindung nilai dengan cara melakukan jual beli kontrak berjangka CPO di bursa berjangka.
Dengan demikian, pengusaha tersebut dapat meminimalkan kerugian terhadap perubahan
harga CPO yang terjadi.
Di kontrak berjangka komoditas ini, investor dapat memilih posisi beli (long) atau
jual (short). Jika investor merasa yakin harga komoditas yang diinginkan bakal naik, ia dapat
memasang posisi long, sebaliknya, jika diramalkan harga komoditas tersebut di waktu yang
akan datang bakal turun, ia dapat memasang posisi short.
Dalam perdagangan kontrak berjangka komoditas, ada dua cara penyelesaian
transaksi, yaitu :
6
1. Penyerahan fisik (physical settlement)
Dengan cara ini, investor akan menerima komoditas yang diperdagangkan dalam
bentuk fisik. Misalnya, investor tersebut memasang posisi jual / beli untuk kontrak
berjangka CPO, maka dia akan menyerahkan / menerima CPO sejumlah yang dijual /
dibeli.
2. Penyerahan tunai (cash settlement)
Dengan cara ini, kontrak dibatalkan dengan membeli posisi untuk menutupi
kewajiban yang timbul, yaitu dengan membeli kontrak untuk membatalkan kewajiban
pada penjualan kontrak terdahulu (menutupi posisi short), atau sebaliknya, yaitu menjual
kontrak untuk melikuidasi pembelian kontrak sebelumnya (menutupi posisi long).
Bila akan berinvestasi pada derivatif ini, maka investor harus membuka rekening di
kantor pialang yang telah dipilih, yaitu kantor pialang yang yang sudah mendapat ijin dari
Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Adapun di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) sendiri saat ini ada empat macam kontrak
berjangka yang diperdagangkan, yaitu :
1. Kontrak berjangka olein, dengan underlying asset (aset acuan)–nya adalah olein yang
memenuhi kualitas standar pasar. Olein merupakan produk turunan dari minyak kelapa
sawit (CPO). Satu satuan kontak untuk kontrak berjangka olein ini senilai dengan 20 ton
(20.000 kg) olein.
2. Kontrak berjangka emas (kode GOL), merupakan kontrak komoditas yang terbilang
cukup laris di BBJ. Kontrak ini menggunakan pergerakan emas murni sebagai aset acuan.
Satuan kontraknya adalah sebesar 1 kg (1.000 gram).
3. Kontrak gulir emas (berkode KGE), merupakan kontrak yang menggunakan aset acuan
harga emas pasar fisik Loco London. BBJ juga memperhitungkan perbedaan tingkat
bunga gold forward rate (GOFO) dengan tingkat bunga deposito rupiah untuk 1 bulan.
Satuan kontraknya adalah sebesar 1 kg (1.000 gram).
4. Kontrak gulir indeks emas (KIE), merupakan indeks perbandingan antara harga
penyelesaian kontrak gulir emas di BBJ dengan harga emas Loco London, sehingga
angka indeks tersebut 100% sama dengan pergerakan nilai tukar mata uang dolar AS
terhadap mata uang rupiah. Di kontrak ini ada istilah angka penyelesaian, yaitu angka
yang ditentukan berdasarkan harga penyelesaian kontrak gulir emas di BBJ dengan harga
rata-rata best bid dan best offer di pasar fisik Loco London. Satuan kontraknya adalah
sebesar Rp. 10.000 per angka indeks.
Sebagaimana layaknya produk-produk investasi derivatif, berinvestasi di produk
derivatif komoditas dapat memberikan keuntungan yang besar, bahkan diperkirakan bisa
lebih besar dibandingkan dengan berinvestasi di bursa saham. Keuntungan dari bursa saham
kemungkinan hanya sekitar 25% dari bursa komoditas. (Setyawan, dalam Kontan, 2008).
Namun sebagaimana biasanya, produk investasi yang bisa memberi imbal hasil yang tinggi
tentu juga memiliki risiko investasi yang lebih tinggi. Namun saran yang biasa diberikan oleh
para pialang atau broker untuk meminimalkan kerugian dari berinvestasi pada derivatif
komoditas ini adalah dengan mematok batas dana investasi yang tidak melebih 20% dari
modal yang dimiliki investor, dan juga disiplin pada target yang sudah dibuat, walaupun
pergerakan harga komoditas masih bergerak searah dengan prediksi investor. (Jonckheere,
dalam Kontan, 2008).
7
D. Derivatif Indeks Saham
Produk derivatif kontrak indeks adalah produk derivatif (turunan) kontrak berjangka
atas sebuah indeks saham. Produk derivatif ini ada di bawah naungan Bursa Berjangka
Jakarta (BBJ) dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Acuannya adalah indeks bursa Asia serta
bursa Indonesia. Di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) ada tiga jenis kontrak indeks yang cukup
populer, yang mengacu pada indeks bursa Asia, yaitu :
a. Nikkei 225
Indeks ini terbentuk dari pergerakan 225 saham pilihan di Osaka Stock Exchange
(OSE). Menurut kalangan pialang, secara fundamental, pergerakan Nikkei banyak
dipengaruhi oleh pergerakan saham-saham perbankan, otomotif, telekomunikasi, dan
teknologi di Jepang. Tidak seperti BEI yang batas pergerakannya terbatas, Nikei punya
batas pergerakan yang terbilang lebar, dimana rata-rata dalam sehari bisa bergerak antara
200 hingga 300 poin.
b. Kospi
Indeks Kospi dibentuk dari pergerakan harga 200 saham unggulan di Korea Selatan
dan merupakan salah satu indeks terbesar di Asia. Indeks di bursa Korea Selatan ini bisa
tumbuh berkat kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara tersebut. Saham-saham yang
menjadi barometer Kospi adalah saham-saham telekomunikasi. Rata-rata dalam sehari
indeks Kospi bisa bergerak antara 300 – 500 poin.
c. Hangseng
Indeks Hangseng mencakup pergerakan harga 33 saham utama yang diperdagangkan
di Hongkong Stock Exchange (HSE). Pergerakan indeks Hangseng sangat ditentukan
oleh pergerakan saham HSBC dan saham-saham telekomunikasi seperti China Mobile
dan China Unicom. Hangseng terkenal sebagai indeks yang sangat fluktuatif, dimana
dalam sehari rata-rata bisa bergerak naik turun antara 500 hingga 1.000 poin.
Adapun untuk derivatif jenis kontrak indeks saham yang dimiliki oleh Bursa Efek
Indonesia (BEI) antara lain adalah Indeks LQ 45 Futures yang memakai pergerakan Indeks
LQ 45 sebagai underlying. Indeks LQ 45 adalah indeks saham dari 45 saham paling likuid di
BEI. Investor yang berpikir indeks LQ 45 akan naik, dapat mengambil posisi beli (long), dan
jika investor memperkirakan indeks akan turun, dapat mengambil posisi jual (short).
Keuntungan jelas diperoleh jika perkiraan investor tersebut tetap.
Untuk dapat berinvestasi pada produk derivatif ini, investor harus menyetorkan
sejumlah dana yang diisyaratkan kepada anggota bursa atau broker yang dipilih, dimana rata-
rata untuk sekali order LQ 45 adalah Rp. 4 juta rupiah per kontrak.
2.2 Mekanisme Perhitungan Keuntungan yang Diharapkan dan Risiko Kerugian atas
Investasi pada Produk Investasi Derivatif
Setelah membahas beberapa produk investasi derivatif di Indonesia, selanjutnya akan
dibahas mekanisme perhitungan keuntungan dan kerugian dari investasi tersebut melalui
simulasi kasus. Adapun perhitungan hanya meliputi Kontrak Opsi Saham (KOS), kontrak
berjangka komoditas, dan kontrak indeks saham (mewakili produk–produk investasi
derivatif), dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana besarnya keuntungan yang dapat
diperoleh apabila mampu melakukan prediksi yang tepat, sekaligus untuk mengetahui
bagaimana besarnya kerugian yang akan dialami, apabila salah melakukan prediksi.
8
1. Perhitungan Keuntungan dan Kerugian atas Kontrak Opsi Saham (KOS)
Berikut adalah simulasi kasus yang berkaitan dengan KOS :
Tuan A (investor) melihat bursa sedang mengalami trend bullish (naik), dan
memperkirakan indeks akan terus naik. Berdasarkan keyakinan tersebut, Tuan A memilih
saham PT. Astra Tbk.
Pada tanggal 3 Maret, harga per lembar saham Astra adalah Rp. 10.000. Tuan A yakin
saham Astra masih berpeluang naik hingga satu bulan ke depan, sehingga ia memilih call
option yang berjangka waktu selama satu bulan untuk 10 kontrak. Oleh karena 1 kontrak
sama dengan 10.000 saham (1 lot) , maka 10 kontrak sama dengan 100.000 saham.
Tuan A membeli call option ini pada harga premi Rp. 100. Berarti modal Tuan A adalah
Rp. 10 juta (Rp. 100 x 100.000 saham).
Antara Tuan A dengan pihak penjual (writer) tercapai kata sepakat bahwa harga
pelaksanaan atau harga tebus (strike price) saham Astra adalah Rp. 10.500.
Tanggal 10 Maret, harga saham Astra naik menjadi Rp. 11.000 dan harga kontrak call
option (premi) naik menjadi Rp. 200. Pilihan Tuan A pada hari tersebut adalah sebagai
berikut :
- Menahan posisi dengan harapan saham Astra bakal naik.
- Menjual kontrak tersebut. Profit yang akan diperoleh adalah Rp. 10 juta (Rp. 200 – Rp.
100) x 100.000 saham.
- Mengeksekusi kontrak tersebut. Profit yang akan diperoleh adalah Rp. 40 juta, yang
diperoleh dengan cara : {Rp. 11.000 – (Rp. 10.500 + Rp. 100)} x 100.000 saham.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan berspekulasi seperti ini, Tuan A bisa mendapatkan
untung sebanyak Rp. 30 juta atau 300% hanya dalam tempo satu pekan, namun dengan
asumsi bahwa Tuan A mampu secara tepat menebak pergerakan harga.
Berikut adalah perhitungan jika Tuan A salah menebak pergerakan harga :
Karena terimbas krisis, ternyata saham PT. Astra Tbk. mengalami penurunan. Misalnya
sampai saat jatuh tempo, harga saham Astra tinggal mencapai Rp. 9.000. Dalam kondisi
tersebut :
- Bila melakukan eksekusi haknya, Tuan A jelas akan mengalami kerugian besar karena ia
harus membeli saham Astra dari writer dengan harga sebesar Rp. 10.500, sesuai kontrak
yang telah ia buat. Padahal harga pasar saham Astra hanya seharga Rp. 9.000 per saham,
artinya, bahwa kerugian Tuan A bila mengeksekusi kontraknya adalah sebesar Rp. 150
juta, yang diperoleh dengan cara (Rp. 10.500 – Rp. 9.000) x 100.000 saham.
- Bila tidak melakukan eksekusi haknya (kehilangan haknya untuk membeli), maka Tuan
A kehilangan premi yang ia bayar dengan total kerugian sebesar Rp. 10 juta atau setara
dengan 100% dari modalnya.
Adapun kondisi yang sama juga bisa terjadi pada kontrak put option. Dengan
demikian, dari illustrasi tersebut diatas, dapat dipahami bahwa memang transaksi opsi
saham memang punya potensi untung yang sangat tinggi namun pada saat yang sama
juga berpeluang risiko yang juga sangat tinggi, yang bisa menghilangkan seluruh modal
dalam waktu sekejap.
9
2. Perhitungan Keuntungan dan Kerugian atas Kontrak Berjangka Komoditas
Berikut akan diuraikan simulasi perhitungan kontrak berjangka komoditas, meliputi
olein, emas, gulir emas, dan indeks emas.
a. Kontrak berjangka olein :
Tuan B (investor) memperkirakan harga olein akan naik, maka ia memasang posisi long
(beli) 1 lot kontrak berjangka olein di harga Rp. 10.280 per kg. Sebulan kemudian, Tuan
B menutup posisinya. Jika pada saat itu harga olein naik menjadi Rp. 10.400 per kg,
maka :
- Tuan B akan mendapatkan keuntungan sebesar :
(Rp. 10.400 – Rp. 10.280) x 1 lot x 20.000 kg = Rp. 2.400.000
- Keuntungan setelah dipotong komisi (ditetapkan sebesar Rp. 200.000) :
Rp. 2.400.000 – Rp. 200.000 = Rp. 2.200.000
Namun jika harga olein turun menjadi Rp. 10.100 per kg, maka :
- Tuan B akan mengalami kerugian sebesar :
Rp. 10.280 – Rp. 10.100) x 1 lot x 20.000 kg = Rp. 3.600.000
- Tambahan kerugian Tuan B karena harus membayar komisi transaksi adalah :
Rp. 3.600.000 + Rp. 200.000 = Rp. 3.800.000
b. Kontrak berjangka emas :
Tuan C (investor) memperkirakan harga emas akan naik, maka ia ia memasang posisi
long (beli) 1 lot kontrak berjangka emas di harga Rp. 277.000 per gram. Sebulan kemudian,
Tuan C menutup posisinya. Jika pada saat itu harga emas naik menjadi Rp. 280.000 per kg,
maka :
- Tuan C akan mendapatkan keuntungan sebesar :
(Rp. 280.000 – Rp. 277.000) x 1 lot x 1.000 gram = Rp. 3.000.000
- Keuntungan setelah dipotong komisi (ditetapkan sebesar Rp. 200.000) :
Rp. 3.000.000 – Rp. 200.000 = Rp. 2.800.000
Namun jika harga emas turun menjadi Rp. 275.000 per gram, maka :
- Tuan C akan mengalami kerugian sebesar :
Rp. 277.000 – Rp. 275.000) x 1 lot x 1.000 gram = Rp. 2.000.000
- Tambahan kerugian Tuan C karena harus membayar komisi transaksi adalah :
Rp. 2.000.000 + Rp. 200.000 = Rp. 2.200.000
c. Kontrak gulir emas :
Tuan D (investor) memperkirakan harga emas akan naik, maka ia ia memasang posisi
long (beli) 1 lot kontrak gulir emas di harga Rp. 280.000. Harga penyelesaian di hari Tuan D
membeli kontak adalah Rp. 280.100. Perbedaan tingkat bunga antara GOFO dan deposito
IDR adalah 0.000966% per hari. Esok harinya, Tuan D menutup posisinya. Seandainya saat
itu emas menguat menjadi Rp. 280.500 per gram, maka perhitungannya adalah :
- Rekening Tuan D akan didebet sebesar :
Rp. 280.100 x 1 lot x 1.000 x 0,000966% = Rp. 2.705
- Keuntungan dari kenaikan harga penyelesaian :
(Rp. 280.100 – Rp. 280.000) x 1 lot x 1.000 = Rp. 100.000
- Keuntungan dari perubahan harga :
10
(Rp. 280.500 – Rp. 280.100) x 1 lot x 1.000 = Rp. 400.000
- Keuntungan yang diperoleh :
(Rp. 400.000 + Rp. 100.000) – Rp. 2.705 = Rp. 497.295
d. Kontrak gulir indeks emas :
Tuan E (investor) memperkirakan dolar Amerika akan menguat terhadap rupiah. Maka
dia memasang posisi beli untuk 1 lot kontrak gulir indeks emas di angka 9.000. Angka
penyelesaian di hari Tuan E membeli kontrak adalah 9.100. Perbedaan tingkat bunga antara
deposito USD dan deposito IDR adalah 0,009161% per hari. Sebulan kemudian, Tuan E
menutup posisinya. Misalnya saat itu nilai tukar dolar menguat menjadi Rp. 9.250, maka
perhitungannya adalah :
- Rekening Tuan E akan didebet sebesar :
Rp. 9.100 x 1 lot x 10.000 x 0,009161% = Rp. 8.337
- Keuntungan dari kenaikan angka penyelesaian :
(Rp. 9.100 – Rp. 9.000) x 1 lot x 10.000 = Rp. 1.000.000
- Keuntungan dari selisih kurs :
(Rp. 9.250 – Rp. 9.100) x 1 lot x 10.000 = Rp. 1.500.000
- Keuntungan yang diperoleh :
(Rp. 1.000.000 + Rp. 1.500.000) – Rp. 8.337 = Rp. 2.491.663
3. Perhitungan Keuntungan dan Kerugian atas Kontrak Indeks Saham
Untuk memudahkan pemahaman terhadap kontrak indeks ini, maka berikut diberikan
simulasi kasus (hanya untuk indeks Hangseng) :
- Ketika indeks bearish, Tuan F (investor) menjual 1 lot kontrak indeks Hangseng di posisi
22.100. Harga per lot Rp. 15 juta dan harga 1 poin indeks Rp. 50.000. Adapun pialang
menetapkan biaya transaksi sebesar Rp. 250.000.
- Tuan F bisa mendapat keuntungan jika ternyata indeks Hangseng turun. Misalnya, indeks
ada pada posisi 22.000. Sebab, Tuan F telah membeli lagi dengan harga lebih murah,
yaitu pada posisi indeks 22.100, atau ada selisih 100 poin.
Besarnya keuntungan = (selisih indeks) x poin – transaksi
100 x Rp. 50.000 – Rp. 250.000 = Rp. 4.750.000
- Sebaliknya Tuan F akan mengalami kerugian bila saat jatuh tempo, ternyata indeks
Hangseng naik 100 poin menjadi 22.200. Sebab, Tuan F menjual dengan harga murah,
dan membeli dengan harga lebih mahal. Selisihnya adalah sebesar minus 100.
Besarnya kerugian yang dialami Tuan F adalah :
(-100) x Rp. 50.000 – Rp. 250.000 = - Rp. 4.750.000
Namun apakah Tuan F benar-benar mengalami kerugian ? Ternyata sebenarnya ia masih
memiliki sisa dana sebesar :
Rp. 15.000.000 – Rp. 4.750.000 = Rp. 10.250.000
Dari kondisi-kondisi tersebut, dapat dipahami bahwa konsekuensi berinvestasi pada
kontrak indeks ini adalah bahwa para investor (dibantu oleh pialang atau broker) mau tidak
11
mau harus selalu tetap mengikuti berita-berita yang berkaitan dengan pergerakan saham-
saham yang menggerakkan bursa di masing-masing negara asal kontrak tersebut.
Dari seluruh simulasi kasus yang ada, maka dapat diketahui bagaimana tingginya
risiko kerugian yang dapat dialami oleh investor jika salah melakukan prediksi. Mengingat
tingginya tingkat risiko pada produk- produk investasi derivatif tersebut, maka saran yang
biasa diberikan kepada setiap investor adalah : (1) Memahami dulu produk derivatif yang
diinginkan dan aturan mainnya, (2) Mencermati pergerakan underlying-nya, (3) Membatasi
tingkat risiko dan tidak terlena dengan tingkat keuntungan, artinya, akan segera melikuidasi
kontrak yang ada jika gain yang diperoleh telah cukup (Jonckheere, dalam Kontan, 2008).
2.3 Perkembangan Pasar Derivatif di Indonesia
Sebagaimana telah disinggung pada bagian sebelumnya, bahwa pada saat Bursa Efek
Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) belum digabung menjadi Bursa Efek
Indonesia (BEI), masing-masing bursa tersebut sebenarnya telah menerbitkan produk
investasi derivatif berjenis kontrak opsi dan kontrak berjangka. Setelah kedua bursa tersebut
digabung menjadi BEI, produk derivatif yang dikelola adalah derivatif saham dan kontrak
opsi saham, sedangkan produk investasi derivatif berbentuk kontrak berjangka dikelola oleh
Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), yang berada di bawah pengawasan Badan Pengawasan
Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Secara makro, keberadaan pasar derivatif sebenarnya dapat membantu terciptanya
pasar keuangan yang efisien sehingga pada akhirnya juga akan membantu sektor riil (dunia
usaha) untuk mendapatkan modal usaha secara efisien. Namun di Indonesia perkembangan
pasar derivatif belum semaju di negara lain, khususnya di Asia. (Siahaan, 2007 ; Kontan
2008). Sebagai pembanding, bursa derivatif Korea telah menjadi bursa unggulan di Asia,
sedangkan bursa derivatif komoditas Malaysia menjadi bursa terbesar di dunia.
Kemajuan pasar derivatif di kedua negara tersebut disebabkan adanya dukungan
penuh dari otoritas setempat dan seluruh anggota bursa. Kegiatan–kegiatan berbentuk
pelatihan derivatif untuk masyarakat umum dan simulasi trading bagi investor pemula, sering
diadakan di kedua negara tersebut sehingga semakin banyak investor yang paham tentang
informasi derivatif, kondisi inilah yang mampu meningkatkan volume transaksi derivatif di
kedua negara tersebut. Sedangkan di Indonesia, distribusi informasi derivatif masih dikuasai
oleh orang–orang tertentu, sehingga investor pemula sulit untuk belajar (Satrio, dalam
Kontan, 2008). Sedangkan untuk pasar derivatif yang menggunakan komoditas sebagai
acuan (underlying)–nya, perkembangannya juga masih kurang karena banyaknya informasi
yang tidak transparan terkait dengan posisi harga yang tidak terbuka untuk umum. Akibatnya
dalam melakukan transaksi, posisi produk acuan tidak begitu kuat. (Siahaan, 2007 ; Adikin,
dalam Kontan, 2008).
Adapun transaksi derivatif yang menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan
di Indonesia adalah derivatif atas indek saham yang mengacu pada saham luar negeri, seperti
indeks Nikkei, Hangseng, dan Kospi. Selain itu di pasar derivatif dikenal juga dikenal istilah
transaksi over the counter (OTC), yaitu transaksi yang melibatkan dua pihak secara langsung
tanpa menggunakan pialang, dimana bank bertindak sebagai kustodian untuk menyerahkan
12
hasil transaksi tersebut. Namun transaksi ini dinilai cukup rawan, khususnya bila bank yang
bersangkutan bukanlah bank yang bonafide, yang dapat memicu masalah likuiditas.
III. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa :
1. Produk–produk investasi derivatif yang ada di pasar derivatif Indonesia (BEI dan BBJ)
antara lain adalah derivatif jenis kontrak berjangka dan kontrak opsi. Perbedaan dari
kedua kontrak tersebut adalah : (a) Pembeli kontrak opsi diwajibkan untuk membeli aset
induk pada harga yang telah ditetapkan, dan penjualnya juga diwajibkan untuk menjual
pada harga yang telah ditetapkan tersebut. Sedangkan pemilik opsi tidak diharuskan
untuk membeli tetapi dia mempunyai hak untuk membeli aset induknya, dan (b) Ketika
orang membeli kontrak berjangka, dia tidak membayar uang dan penjualnya juga tidak
menerima uang. Tetapi jika orang membeli kontrak opsi, dia membayar premi dan
penjualnya menerima premi tersebut.
2. Secara umum, kegunaan transaksi derivatif ini adalah untuk melakukan lindung nilai
(hedging), spekulasi, dan arbitrage. Hasil pembahasan yang disertai dengan simulasi
kasus menunjukkan bahwa dengan melakukan prediksi (spekulasi) yang tepat atas
investasi derivatif ini, keuntungan yang diperoleh akan jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan hanya berinvestasi pada produk acuan (underlying)-nya, tetapi di sisi lain, jika
prediksi tidak tepat, maka kerugian yang dialami pun dapat berlipat-lipat. Dengan
demikian, selain harus jeli dalam memilih pialang atau broker, investor perlu memahami
secara mendalam mengenai investasi derivatif ini, khususnya tentang keuntungan dan
tingginya tingkat risiko yang menyertainya.
3. Pasar derivatif sudah cukup lama beroperasi di Indonesia namun perkembangannya
belum semaju pasar derivatif di negara lain. Adapun transaksi derivatif yang
menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan di Indonesia adalah derivatif atas
indek saham yang mengacu pada saham luar negeri, yaitu indeks Nikkei (Jepang), indeks
Hangseng (Hongkong), dan indeks Kospi (Korea Selatan).
DAFTAR PUSTAKA
Elton, Edwin J. and MJ. Gruber, Modern Portfolio Theory and Investment Analysis, Sixth
Edition ; John Wiley & Son New York, 2003
Kontan, Edisi Khusus, 2008
Kusnanto, Amir, Global Financial Crisis ; Blognya Pak Amir, WordPress, 2010
Oetomo, Tjahjo, Krisis Finansial Global dan Dampaknya terhadap Perekonomian dan
Perbankan Indonesia ; Makalah Seminar Nasional “Menguak Krisis Finansial Global :
Pendekatan Ekonomi dan Politik” Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Oktober 2008
13
Outlook Ekonomi Indonesia 2009 – 2014, Krisis Ekonomi Global dan Dampaknya Terhadap
Perekonomian Indonesia, Edisi Januari 2009
Siahaan, Hinsa, Perkembangan Peran Pasar Derivatif Membantu Peningkatan Efisiensi
Pasar Keuangan Indonesia ; Jurnal Keuangan dan Moneter Volume 9 Nomor 3, 2007
Tandelilin, Eduardus, Teori Portofolio dan Analisis Investasi : Teori dan Aplikasi, Edisi
Pertama ; Penerbit Kanisius Jogjakarta, 2010
www.trend-traders.com
www.wealthindonesia.com
BIODATA PENULIS
Ferikawita M. Sembiring, SE, MSi adalah dosen tetap pada Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI)