investasi derivatif

13
1 KAJIAN TENTANG PRODUK INVESTASI DERIVATIF DI INDONESIA Ferikawita M. Sembiring, SE, MSi e-mail : [email protected] ABSTRAK Produk investasi derivatif merupakan instrumen investasi yang nilainya ditentukan atau diturunkan dari produk lain yang menjadi acuan (underlying) instrumen tersebut. Secara tidak langsung produk investasi derivatif turut terkait dengan kondisi krisis di pasar modal dunia pada tahun 2008 lalu (yang dikenal dengan kasus subprime mortgage). Peluang akan mendapatkan keuntungan yang sangat tinggi, menarik minat para investor di seluruh dunia untuk turut terlibat dalam perdagangan derivatif. Namun sebagaimana prinsip investasi, “higher return, higher risk, maka investasi yang mengharapkan keuntungan yang tinggi pasti akan diimbangi oleh risiko mengalami kerugian yang tinggi pula. Investasi pada sekuritas derivatif terbilang belum cukup populer bagi masyarakat Indonesia, namun bursa derivatif Indonesia sebenarnya telah cukup lama mengakomodir transaksinya, bahkan pada saat BEI masih terpisah menjadi BEJ dan BES. Bursa telah menerbitkan beberapa jenis produk investasi derivatif yang antara lain berbentuk kontrak berjangka dan kontrak opsi. Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk melakukan kajian terhadap produkproduk investasi tersebut, termasuk perkembangannya, serta bagaimana menghitung tingkat keuntungan dan risiko dari investasi tersebut. Hasil pembahasan yang disertai dengan simulasi kasus menunjukkan bahwa dengan melakukan prediksi (spekulasi) yang tepat atas investasi derivatif, keuntungan yang diperoleh memang akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hanya berinvestasi pada produk acuan (underlying)-nya, tetapi jika prediksi tidak tepat, maka kerugian yang dialami pun akan berlipat-lipat pula. Dengan demikian, selain harus jeli dalam memilih pialang atau broker, investor perlu memahami secara mendalam mengenai investasi derivatif ini, khususnya tentang keuntungan dan tingginya tingkat risiko yang menyertainya. Kata kunci : investasi derivatif, pasar derivatif, kontrak berjangka, kontrak opsi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjelang awal tahun 2008 yang lalu, pasar modal dunia termasuk Indonesia sempat terguncang oleh adanya krisis kredit perumahan (dikenal sebagai kasus subprime mortgage) di Amerika Serikat. Penyebab krisis ini tidak hanya karena orang gagal membayar cicilan rumah namun juga karena kredit berisiko tinggi ini menjadi tumpuan produk investasi lain yang melibatkan sejumlah uang yang sangat besar. Pada saat masyarakat kalangan bawah tidak mampu membayar kredit perumahan karena tingginya tingkat bunga kredit, maka nilai saham perusahaan pemberi kredit perumahan langsung turun drastis. Masalah ini semakin rumit, karena sebagai salah satu

Upload: anonymous-mybhvz

Post on 17-Jan-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

derivatif

TRANSCRIPT

Page 1: INVESTASI DERIVATIF

1

KAJIAN TENTANG PRODUK INVESTASI DERIVATIF

DI INDONESIA

Ferikawita M. Sembiring, SE, MSi

e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Produk investasi derivatif merupakan instrumen investasi yang nilainya ditentukan

atau diturunkan dari produk lain yang menjadi acuan (underlying) instrumen tersebut. Secara

tidak langsung produk investasi derivatif turut terkait dengan kondisi krisis di pasar modal

dunia pada tahun 2008 lalu (yang dikenal dengan kasus subprime mortgage). Peluang akan

mendapatkan keuntungan yang sangat tinggi, menarik minat para investor di seluruh dunia

untuk turut terlibat dalam perdagangan derivatif. Namun sebagaimana prinsip investasi,

“higher return, higher risk”, maka investasi yang mengharapkan keuntungan yang tinggi

pasti akan diimbangi oleh risiko mengalami kerugian yang tinggi pula.

Investasi pada sekuritas derivatif terbilang belum cukup populer bagi masyarakat

Indonesia, namun bursa derivatif Indonesia sebenarnya telah cukup lama mengakomodir

transaksinya, bahkan pada saat BEI masih terpisah menjadi BEJ dan BES. Bursa telah

menerbitkan beberapa jenis produk investasi derivatif yang antara lain berbentuk kontrak

berjangka dan kontrak opsi. Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk melakukan kajian

terhadap produk–produk investasi tersebut, termasuk perkembangannya, serta bagaimana

menghitung tingkat keuntungan dan risiko dari investasi tersebut.

Hasil pembahasan yang disertai dengan simulasi kasus menunjukkan bahwa dengan

melakukan prediksi (spekulasi) yang tepat atas investasi derivatif, keuntungan yang diperoleh

memang akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hanya berinvestasi pada produk acuan

(underlying)-nya, tetapi jika prediksi tidak tepat, maka kerugian yang dialami pun akan

berlipat-lipat pula. Dengan demikian, selain harus jeli dalam memilih pialang atau broker,

investor perlu memahami secara mendalam mengenai investasi derivatif ini, khususnya

tentang keuntungan dan tingginya tingkat risiko yang menyertainya.

Kata kunci : investasi derivatif, pasar derivatif, kontrak berjangka, kontrak opsi

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menjelang awal tahun 2008 yang lalu, pasar modal dunia termasuk Indonesia sempat

terguncang oleh adanya krisis kredit perumahan (dikenal sebagai kasus subprime mortgage)

di Amerika Serikat. Penyebab krisis ini tidak hanya karena orang gagal membayar cicilan

rumah namun juga karena kredit berisiko tinggi ini menjadi tumpuan produk investasi lain

yang melibatkan sejumlah uang yang sangat besar.

Pada saat masyarakat kalangan bawah tidak mampu membayar kredit perumahan

karena tingginya tingkat bunga kredit, maka nilai saham perusahaan pemberi kredit

perumahan langsung turun drastis. Masalah ini semakin rumit, karena sebagai salah satu

Page 2: INVESTASI DERIVATIF

2

sumber pembiayaan kreditnya, perusahaan pemberi kredit perumahan tersebut menjual

sekuritas derivatif yang beragunan aset, yang dikenal sebagai collateralized debt obligation

(CDO) ke perusahaan-perusahaan investasi dan bank di seluruh dunia. Mengingat aset ini

telah tersebar ke seluruh dunia, maka sulit untuk mendeteksi bank atau institusi mana yang

memiliki aset yang terkait dengan subprime mortgage, sehingga muncul perilaku menghindar

dari risiko (risk aversion) yang berlebihan dari pelaku pasar di dunia. Hal ini ditambah lagi

dengan sikap para investor lokal yang kemudian melakukan aksi jual di bursa karena

terpengaruh oleh sentimen negatif di pasar regional. Kondisi ini segera menciptakan masalah

likuiditas yang sangat parah di pasar keuangan global (Oetomo, 2008 ; Outlook Ekonomi

Indonesia, 2009).

Indonesia sendiri sebenarnya tidak terkena imbas dari krisis tersebut secara langsung,

namun sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, investasi derivatif atas aset berbasis

subprime mortgage tersebut telah menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia,

maka ketika krisis terjadi, Indonesia juga terkena imbas kerugian. Salah satu indikator dari

kerugian tersebut adalah jatuhnya nilai kapitalisasi pasar dan penurunan tajam volume

perdagangan saham di bursa. Bahkan pada bulan Oktober 2008, Departemen Keuangan RI

sempat menutup BEI karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga 10,38%.

(Kusnanto, 2010).

Jatuhnya nilai kapitalisasi pasar dan penurunan tajam volume perdagangan saham di

bursa tersebut antara lain disebabkan selama ini proporsi investor asing dalam perdagangan

saham cukup tinggi, sehingga pada saat pasar finansial global mengalami kerugian, sebagian

besar investor asing tersebut, yang kemungkinan terkait dengan investasi derivatif berbasis

subprime mortgage, mengalami kesulitan likuiditas sehingga terpaksa menarik dananya

(deleveraging) dari Indonesia.

Adapun kondisi kerugian di Indonesia tersebut tidak hanya terjadi di bursa saham,

tetapi juga di bursa berjangka, yang memperdagangkan sekuritas derivatif berjangka seperti

derivatif indeks saham dan derivatif komoditas yang memperdagangkan komoditas pertanian

atau sumber daya alam. (Outlook Ekonomi Indonesia, 2009).

Penulis mengangkat masalah krisis yang ditimbulkan oleh kasus subprime mortgage

untuk mengawali tulisan ini, namun dalam pembahasan selanjutnya, penulis tidak akan

mengkaji lebih dalam mengenai masalah tersebut, tetapi yang lebih menarik perhatian

penulis adalah masalah investasi derivatif sendiri yang ternyata belum cukup populer di

Indonesia meskipun bursa–bursa derivatif telah mengakomodir transaksinya.

Jonckheere (dalam Kontan, 2008), menyatakan bahwa berinvestasi di produk

derivatif pada kenyataannya memang dapat memberikan keuntungan yang besar, bahkan

diperkirakan lebih besar dibandingkan dengan berinvestasi di bursa saham. Namun sesuai

dengan prinsip investasi “higher return, higher risk”, maka produk investasi yang bisa

memberi imbal hasil yang tinggi tentu juga memiliki risiko yang lebih tinggi. Dengan

melakukan prediksi (spekulasi) yang tepat atas investasi derivatif, keuntungan yang diperoleh

sangat tinggi, tetapi jika prediksi tidak tepat, maka kerugian yang dialami pun akan berlipat-

lipat pula.

Dengan demikian, dalam kaitannya dengan investasi derivatif ini, penulis tertarik

untuk mengkaji lebih dalam tentang produk–produk investasi derivatif di Indonesia termasuk

perkembangannya, serta bagaimana menghitung keuntungan yang diharapkan dan risiko

kerugiannya, melalui simulasi kasus–kasus.

Page 3: INVESTASI DERIVATIF

3

1.2. Lingkup Pembahasan

Adapun lingkup pembahasan dalam penulisan ini disusun sebagai berikut :

1. Produk investasi derivatif apa saja yang diperdagangkan di pasar derivatif Indonesia.

2. Bagaimana mekanisme perhitungan keuntungan yang diharapkan dan risiko kerugian

atas produk investasi derivatif (melalui simulasi kasus).

3. Bagaimana perkembangan pasar derivatif di Indonesia.

II. PEMBAHASAN

2.1 Produk Investasi Derivatif yang Diperdagangkan di Pasar Derivatif Indonesia

Selain Bursa Efek Indonesia (BEI), pasar (bursa) lain di Indonesia yang

memperdagangkan produk investasi derivatif adalah Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Jika

BEI memperdagangkan produk–produk derivatif saham (termasuk Kontrak Opsi Saham–

KOS), maka BBJ memperdagangkan produk–produk derivatif berupa kontrak indeks dan

kontrak berjangka komoditas. Produk investasi derivatif sendiri merupakan aset finansial

yang diturunkan dari aset acuan (disebut sebagai underlying) seperti saham atau obligasi,

serta menyatakan klaim terhadap aset acuan tersebut, atau terhadap nilai aset riil seperti emas

atau komoditas di masa yang akan datang (Tandelilin, 2010 : 45).

Para pelaku derivatif biasanya adalah pihak manajemen investasi, perusahaan

asuransi, lembaga keuangan, atau investor perorangan. Mereka mengelola portofolio supaya

terhindar dari risiko pergerakan harga saham dan komoditas, “tanpa” mempengaruhi posisi

fisik produk yang menjadi acuannya (Kontan, 2008).

Adapun beberapa kegunaan dari transaksi derivatif ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai aksi lindung nilai (hedging), yaitu suatu bentuk perlindungan agar nilai produk

portofolio tidak sensitif dengan pergerakan harga. Pelaku hedging memiliki hak untuk

menjual (put) atau membeli (call) pada harga dan periode kontrak tertentu.

2. Spekulasi, yang merupakan cara investor berinvestasi dengan mencari keuntungan dari

selisih harga. Jadi tujuan dari spekulasi adalah apresiasi harga. Kunci dari spekulasi

adalah market timing, jual produk pada saat harga tinggi atau beli produk pada saat harga

murah, atau bisa mengkombinasikan keduanya. Keuntungan spekulasi bisa lebih besar

daripada hedging, namun tingkat risikonya juga jelas lebih besar.

3. Arbitrage, yaitu aktivitas membeli dan sekaligus menjual produk di dua pasar yang

berbeda, atau bisa juga membeli dua produk yang berbeda kemudian dijual di pasar yang

sama. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan tanpa risiko. Siapapun dapat

melakukan arbitrase karena yang terpenting adalah bahwa investor tersebut dapat

memahami masalah disparitas harga.

Sebelum Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) digabung menjadi

Bursa Efek Indonesia (BEI), masing-masing bursa tersebut sebenarnya telah menerbitkan

produk investasi derivatif. BES menyelenggarakan bursa Kontrak Berjangka Indeks LQ–45,

sedangkan BEJ menyelenggarakan bursa Kontrak Opsi Saham (KOS). (Siahaan, 2007).

Setelah BEJ dan BES digabung menjadi BEI, produk derivatif yang dikelola adalah derivatif

saham dan KOS, sedangkan produk investasi derivatif seperti kontrak indeks saham dan

kontrak berjangka komoditas dikelola oleh Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) yang telah

mendapat ijin dari Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Berikut

adalah penjelasan dari masing-masing produk derivatif tersebut :

Page 4: INVESTASI DERIVATIF

4

A. Derivatif Saham

Derivatif saham memiliki beberapa bentuk produk investasi, yaitu :

1. Waran, yaitu hak untuk membeli sebuah saham pada harga dan waktu yang telah

ditetapkan. Perusahaan yang menerbitkan waran harus telah mencatatkan sahamnya di

bursa karena nanti akan dikonversi oleh pemegang waran. Waran biasanya dijual

bersamaan dengan sekuritas lain seperti saham atau obligasi, dengan periode

perdagangan sekitar 3–5 tahun. BEI mengatur bahwa waran yang diperdagangkan di

bursa adalah waran yang pada saat mulai diperdagangkan sekurang-kurangnya 3 tahun

dan pelaksanaan haknya tidak dapat dilakukan lebih cepat dari 6 bulan terhitung sejak

waran diterbitkan.

2. Right, juga merupakan hak untuk membeli saham pada harga dan waktu yang telah

ditetapkan, namun diperuntukkan bagi pemegang saham lama yang berhak untuk

mendapatkan tambahan saham baru yang dikeluarkan perusahaan pada saat secondary

offering. Right diterbitkan melalui penawaran umum terbatas (right issues) dengan

periode waktu perdagangan yang sangat singkat, dalam hitungan hari atau minggu.

3. Reksadana saham, yang merupakan cara paling sederhana untuk melakukan diversifikasi

(penyebaran) risiko. Reksadana merupakan kumpulan uang dari banyak investor yang

diinvestasikan pada berbagai instrumen investasi di bawah pengelolaan fund manager

dari suatu perusahaan sekuritas dimana reksadana tersebut diterbitkan. Setiap investor

memiliki hak secara proporsional pada reksadana saham berdasarkan jumlah unit

penyertaan yang dimilikinya.

B. Kontrak Opsi Saham (KOS) atau Single Stock Option

Pada dasarnya kontrak opsi (option contract) adalah suatu perjanjian yang memberi

pemiliknya hak, tetapi bukan kewajiban, untuk membeli atau menjual suatu aset tertentu

(tergantung pada jenis opsi) pada harga tertentu selama waktu tertentu.

Ada dua jenis kontrak opsi, yaitu opsi membeli (call option) dan opsi menjual (put

option). Pengertian call dan put ini penting dalam opsi. Pemilik call option mempunyai hak

untuk membeli aset induk atau aset acuan (underlying asset) pada harga tetap selama waktu

tertentu, dimana bagi penjual, adalah wajib untuk menjual aset tersebut. Sedangkan pemilik

put option mempunyai hak untuk menjual aset induk pada harga tetap selama waktu tertentu,

dimana penjual kontrak wajib membeli saham tersebut.

Harga tetap pada aset induk yang dapat dibeli atau dijual dengan sebuah kontrak opsi

disebut harga pelaksanaan (strike price atau exercise price). Menggunakan opsi untuk

membeli atau menjual suatu aset, disebut melaksanakan opsi. Hari terakhir opsi dapat

dilaksanakan adalah pada tanggal berakhir (expiration date) suatu kontrak opsi. Selama masa

jatuh tempo kontrak opsi belum berakhir, pembeli bebas melaksanakan hak call option atau

put option sesuai kontrak, atau menunggu sampai jatuh tempo. (Tandelilin, 2010 : 49 ;

Elton and Gruber, 2003).

Oleh karena underlying opsi adalah saham, maka investor harus memutuskan saham

apa yang akan dipilih dengan cara melakukan analisis fundamental dan teknikal. Analisis

fundamental diperlukan untuk membaca trend saham di pasar saham suatu negara dengan

cara mempelajari faktor ekonomi makro di negara yang bersangkutan, sehingga dapat dipilih

sektor saham mana yang paling menguntungkan. Sedangkan analisis teknikal diperlukan

Page 5: INVESTASI DERIVATIF

5

untuk mengetahui kapan saatnya berinvestasi, berdasarkan pertimbangan dari analisis

fundamental.

Di Indonesia, perdagangan opsi pertama kali dilakukan pada tanggal 6 Oktober 2004

(pada waktu itu dikelola oleh Bursa Efek Jakarta–BEJ). Opsi yang paling dikenal di

Indonesia adalah opsi saham. Opsi saham (stock option) adalah opsi untuk membeli atau

menjual saham. Opsi saham yang diperdagangkan di BEI disebut Kontrak Opsi Saham

(KOS) atau Single Stock Option.

Besarnya harga KOS sudah ditentukan oleh otoritas bursa dan tergantung pada

jumlah saham acuan serta jumlah saham yang beredar. Sebagaimana halnya sekuritas lain,

KOS juga diperdagangkan dengan melibatkan pembeli kontrak opsi (taker) dan penjual

kontrak opsi (writer). Jatuh tempo atau hari berakhirnya setiap seri KOS pada setiap bulan

adalah hari bursa terakhir pada bulan bersangkutan.

Tidak semua saham yang tercatat di BEI menjadi saham acuan (underlying asset)

KOS, hanya saham yang memiliki tingkat frekuensi perdagangan dan volatilitas (fluktuasi)

harga yang tinggi, serta nilai kapitalisasi pasar yang cukup besar. Ada 5 (lima) saham yang

menjadi acuan, yaitu : PT. Astra Internasional Tbk, PT. Bank Central Asia Tbk, PT. Indofood

Sukses Makmur Tbk, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, dan PT. H.M Sampoerna, Tbk.

Saham–saham acuan KOS ini ditinjau minimal 6 bulan sekali (Tandelilin, 2010 : 50).

Adapun pada tahun–tahun berikutnya, BEI telah berencana untuk menambah 16 saham baru

dengan tujuan meningkatkan volume transaksi pada produk derivatif ini.

C. Kontrak Berjangka Komoditas (Commodity Futures)

Kontrak berjangka komoditas (commodity futures) adalah kontrak yang menggunakan

underlying asset (aset acuan) aset riil berupa barang-barang pertanian (misalnya kopi, gula,

kentang) dan sumber daya alam (misalnya emas dan minyak). (Tandelilin, 2010 : 45).

Adapun beberapa komoditas yang diperkirakan akan tetap menjadi unggulan sampai dengan

beberapa tahun ke depan adalah komoditas jenis emas, minyak mentah, minyak sawit, dan

jagung. Derivatif komoditas merupakan produk investasi turunan dari perdagangan

komoditas tersebut.

Adapun yang diperdagangkan dalam derivatif komoditas adalah kontrak berjangka

komoditas, yaitu kontrak untuk membeli atau menjual suatu aset acuan (underlying asset) di

waktu yang akan datang telah ditentukan, pada harga yang telah ditentukan pula. Transaksi

kontrak ini dapat dilakukan di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ).

Selain sebagai sarana untuk meraih keuntungan tinggi, berinvestasi pada produk

investasi ini dilakukan investor untuk melindungi nilai (hedging) asetnya dari kenaikan atau

penurunan harga aset tersebut. Contohnya, pengusaha kelapa sawit (CPO) melakukan

lindung nilai dengan cara melakukan jual beli kontrak berjangka CPO di bursa berjangka.

Dengan demikian, pengusaha tersebut dapat meminimalkan kerugian terhadap perubahan

harga CPO yang terjadi.

Di kontrak berjangka komoditas ini, investor dapat memilih posisi beli (long) atau

jual (short). Jika investor merasa yakin harga komoditas yang diinginkan bakal naik, ia dapat

memasang posisi long, sebaliknya, jika diramalkan harga komoditas tersebut di waktu yang

akan datang bakal turun, ia dapat memasang posisi short.

Dalam perdagangan kontrak berjangka komoditas, ada dua cara penyelesaian

transaksi, yaitu :

Page 6: INVESTASI DERIVATIF

6

1. Penyerahan fisik (physical settlement)

Dengan cara ini, investor akan menerima komoditas yang diperdagangkan dalam

bentuk fisik. Misalnya, investor tersebut memasang posisi jual / beli untuk kontrak

berjangka CPO, maka dia akan menyerahkan / menerima CPO sejumlah yang dijual /

dibeli.

2. Penyerahan tunai (cash settlement)

Dengan cara ini, kontrak dibatalkan dengan membeli posisi untuk menutupi

kewajiban yang timbul, yaitu dengan membeli kontrak untuk membatalkan kewajiban

pada penjualan kontrak terdahulu (menutupi posisi short), atau sebaliknya, yaitu menjual

kontrak untuk melikuidasi pembelian kontrak sebelumnya (menutupi posisi long).

Bila akan berinvestasi pada derivatif ini, maka investor harus membuka rekening di

kantor pialang yang telah dipilih, yaitu kantor pialang yang yang sudah mendapat ijin dari

Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Adapun di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) sendiri saat ini ada empat macam kontrak

berjangka yang diperdagangkan, yaitu :

1. Kontrak berjangka olein, dengan underlying asset (aset acuan)–nya adalah olein yang

memenuhi kualitas standar pasar. Olein merupakan produk turunan dari minyak kelapa

sawit (CPO). Satu satuan kontak untuk kontrak berjangka olein ini senilai dengan 20 ton

(20.000 kg) olein.

2. Kontrak berjangka emas (kode GOL), merupakan kontrak komoditas yang terbilang

cukup laris di BBJ. Kontrak ini menggunakan pergerakan emas murni sebagai aset acuan.

Satuan kontraknya adalah sebesar 1 kg (1.000 gram).

3. Kontrak gulir emas (berkode KGE), merupakan kontrak yang menggunakan aset acuan

harga emas pasar fisik Loco London. BBJ juga memperhitungkan perbedaan tingkat

bunga gold forward rate (GOFO) dengan tingkat bunga deposito rupiah untuk 1 bulan.

Satuan kontraknya adalah sebesar 1 kg (1.000 gram).

4. Kontrak gulir indeks emas (KIE), merupakan indeks perbandingan antara harga

penyelesaian kontrak gulir emas di BBJ dengan harga emas Loco London, sehingga

angka indeks tersebut 100% sama dengan pergerakan nilai tukar mata uang dolar AS

terhadap mata uang rupiah. Di kontrak ini ada istilah angka penyelesaian, yaitu angka

yang ditentukan berdasarkan harga penyelesaian kontrak gulir emas di BBJ dengan harga

rata-rata best bid dan best offer di pasar fisik Loco London. Satuan kontraknya adalah

sebesar Rp. 10.000 per angka indeks.

Sebagaimana layaknya produk-produk investasi derivatif, berinvestasi di produk

derivatif komoditas dapat memberikan keuntungan yang besar, bahkan diperkirakan bisa

lebih besar dibandingkan dengan berinvestasi di bursa saham. Keuntungan dari bursa saham

kemungkinan hanya sekitar 25% dari bursa komoditas. (Setyawan, dalam Kontan, 2008).

Namun sebagaimana biasanya, produk investasi yang bisa memberi imbal hasil yang tinggi

tentu juga memiliki risiko investasi yang lebih tinggi. Namun saran yang biasa diberikan oleh

para pialang atau broker untuk meminimalkan kerugian dari berinvestasi pada derivatif

komoditas ini adalah dengan mematok batas dana investasi yang tidak melebih 20% dari

modal yang dimiliki investor, dan juga disiplin pada target yang sudah dibuat, walaupun

pergerakan harga komoditas masih bergerak searah dengan prediksi investor. (Jonckheere,

dalam Kontan, 2008).

Page 7: INVESTASI DERIVATIF

7

D. Derivatif Indeks Saham

Produk derivatif kontrak indeks adalah produk derivatif (turunan) kontrak berjangka

atas sebuah indeks saham. Produk derivatif ini ada di bawah naungan Bursa Berjangka

Jakarta (BBJ) dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Acuannya adalah indeks bursa Asia serta

bursa Indonesia. Di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) ada tiga jenis kontrak indeks yang cukup

populer, yang mengacu pada indeks bursa Asia, yaitu :

a. Nikkei 225

Indeks ini terbentuk dari pergerakan 225 saham pilihan di Osaka Stock Exchange

(OSE). Menurut kalangan pialang, secara fundamental, pergerakan Nikkei banyak

dipengaruhi oleh pergerakan saham-saham perbankan, otomotif, telekomunikasi, dan

teknologi di Jepang. Tidak seperti BEI yang batas pergerakannya terbatas, Nikei punya

batas pergerakan yang terbilang lebar, dimana rata-rata dalam sehari bisa bergerak antara

200 hingga 300 poin.

b. Kospi

Indeks Kospi dibentuk dari pergerakan harga 200 saham unggulan di Korea Selatan

dan merupakan salah satu indeks terbesar di Asia. Indeks di bursa Korea Selatan ini bisa

tumbuh berkat kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara tersebut. Saham-saham yang

menjadi barometer Kospi adalah saham-saham telekomunikasi. Rata-rata dalam sehari

indeks Kospi bisa bergerak antara 300 – 500 poin.

c. Hangseng

Indeks Hangseng mencakup pergerakan harga 33 saham utama yang diperdagangkan

di Hongkong Stock Exchange (HSE). Pergerakan indeks Hangseng sangat ditentukan

oleh pergerakan saham HSBC dan saham-saham telekomunikasi seperti China Mobile

dan China Unicom. Hangseng terkenal sebagai indeks yang sangat fluktuatif, dimana

dalam sehari rata-rata bisa bergerak naik turun antara 500 hingga 1.000 poin.

Adapun untuk derivatif jenis kontrak indeks saham yang dimiliki oleh Bursa Efek

Indonesia (BEI) antara lain adalah Indeks LQ 45 Futures yang memakai pergerakan Indeks

LQ 45 sebagai underlying. Indeks LQ 45 adalah indeks saham dari 45 saham paling likuid di

BEI. Investor yang berpikir indeks LQ 45 akan naik, dapat mengambil posisi beli (long), dan

jika investor memperkirakan indeks akan turun, dapat mengambil posisi jual (short).

Keuntungan jelas diperoleh jika perkiraan investor tersebut tetap.

Untuk dapat berinvestasi pada produk derivatif ini, investor harus menyetorkan

sejumlah dana yang diisyaratkan kepada anggota bursa atau broker yang dipilih, dimana rata-

rata untuk sekali order LQ 45 adalah Rp. 4 juta rupiah per kontrak.

2.2 Mekanisme Perhitungan Keuntungan yang Diharapkan dan Risiko Kerugian atas

Investasi pada Produk Investasi Derivatif

Setelah membahas beberapa produk investasi derivatif di Indonesia, selanjutnya akan

dibahas mekanisme perhitungan keuntungan dan kerugian dari investasi tersebut melalui

simulasi kasus. Adapun perhitungan hanya meliputi Kontrak Opsi Saham (KOS), kontrak

berjangka komoditas, dan kontrak indeks saham (mewakili produk–produk investasi

derivatif), dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana besarnya keuntungan yang dapat

diperoleh apabila mampu melakukan prediksi yang tepat, sekaligus untuk mengetahui

bagaimana besarnya kerugian yang akan dialami, apabila salah melakukan prediksi.

Page 8: INVESTASI DERIVATIF

8

1. Perhitungan Keuntungan dan Kerugian atas Kontrak Opsi Saham (KOS)

Berikut adalah simulasi kasus yang berkaitan dengan KOS :

Tuan A (investor) melihat bursa sedang mengalami trend bullish (naik), dan

memperkirakan indeks akan terus naik. Berdasarkan keyakinan tersebut, Tuan A memilih

saham PT. Astra Tbk.

Pada tanggal 3 Maret, harga per lembar saham Astra adalah Rp. 10.000. Tuan A yakin

saham Astra masih berpeluang naik hingga satu bulan ke depan, sehingga ia memilih call

option yang berjangka waktu selama satu bulan untuk 10 kontrak. Oleh karena 1 kontrak

sama dengan 10.000 saham (1 lot) , maka 10 kontrak sama dengan 100.000 saham.

Tuan A membeli call option ini pada harga premi Rp. 100. Berarti modal Tuan A adalah

Rp. 10 juta (Rp. 100 x 100.000 saham).

Antara Tuan A dengan pihak penjual (writer) tercapai kata sepakat bahwa harga

pelaksanaan atau harga tebus (strike price) saham Astra adalah Rp. 10.500.

Tanggal 10 Maret, harga saham Astra naik menjadi Rp. 11.000 dan harga kontrak call

option (premi) naik menjadi Rp. 200. Pilihan Tuan A pada hari tersebut adalah sebagai

berikut :

- Menahan posisi dengan harapan saham Astra bakal naik.

- Menjual kontrak tersebut. Profit yang akan diperoleh adalah Rp. 10 juta (Rp. 200 – Rp.

100) x 100.000 saham.

- Mengeksekusi kontrak tersebut. Profit yang akan diperoleh adalah Rp. 40 juta, yang

diperoleh dengan cara : {Rp. 11.000 – (Rp. 10.500 + Rp. 100)} x 100.000 saham.

Hal ini menunjukkan bahwa dengan berspekulasi seperti ini, Tuan A bisa mendapatkan

untung sebanyak Rp. 30 juta atau 300% hanya dalam tempo satu pekan, namun dengan

asumsi bahwa Tuan A mampu secara tepat menebak pergerakan harga.

Berikut adalah perhitungan jika Tuan A salah menebak pergerakan harga :

Karena terimbas krisis, ternyata saham PT. Astra Tbk. mengalami penurunan. Misalnya

sampai saat jatuh tempo, harga saham Astra tinggal mencapai Rp. 9.000. Dalam kondisi

tersebut :

- Bila melakukan eksekusi haknya, Tuan A jelas akan mengalami kerugian besar karena ia

harus membeli saham Astra dari writer dengan harga sebesar Rp. 10.500, sesuai kontrak

yang telah ia buat. Padahal harga pasar saham Astra hanya seharga Rp. 9.000 per saham,

artinya, bahwa kerugian Tuan A bila mengeksekusi kontraknya adalah sebesar Rp. 150

juta, yang diperoleh dengan cara (Rp. 10.500 – Rp. 9.000) x 100.000 saham.

- Bila tidak melakukan eksekusi haknya (kehilangan haknya untuk membeli), maka Tuan

A kehilangan premi yang ia bayar dengan total kerugian sebesar Rp. 10 juta atau setara

dengan 100% dari modalnya.

Adapun kondisi yang sama juga bisa terjadi pada kontrak put option. Dengan

demikian, dari illustrasi tersebut diatas, dapat dipahami bahwa memang transaksi opsi

saham memang punya potensi untung yang sangat tinggi namun pada saat yang sama

juga berpeluang risiko yang juga sangat tinggi, yang bisa menghilangkan seluruh modal

dalam waktu sekejap.

Page 9: INVESTASI DERIVATIF

9

2. Perhitungan Keuntungan dan Kerugian atas Kontrak Berjangka Komoditas

Berikut akan diuraikan simulasi perhitungan kontrak berjangka komoditas, meliputi

olein, emas, gulir emas, dan indeks emas.

a. Kontrak berjangka olein :

Tuan B (investor) memperkirakan harga olein akan naik, maka ia memasang posisi long

(beli) 1 lot kontrak berjangka olein di harga Rp. 10.280 per kg. Sebulan kemudian, Tuan

B menutup posisinya. Jika pada saat itu harga olein naik menjadi Rp. 10.400 per kg,

maka :

- Tuan B akan mendapatkan keuntungan sebesar :

(Rp. 10.400 – Rp. 10.280) x 1 lot x 20.000 kg = Rp. 2.400.000

- Keuntungan setelah dipotong komisi (ditetapkan sebesar Rp. 200.000) :

Rp. 2.400.000 – Rp. 200.000 = Rp. 2.200.000

Namun jika harga olein turun menjadi Rp. 10.100 per kg, maka :

- Tuan B akan mengalami kerugian sebesar :

Rp. 10.280 – Rp. 10.100) x 1 lot x 20.000 kg = Rp. 3.600.000

- Tambahan kerugian Tuan B karena harus membayar komisi transaksi adalah :

Rp. 3.600.000 + Rp. 200.000 = Rp. 3.800.000

b. Kontrak berjangka emas :

Tuan C (investor) memperkirakan harga emas akan naik, maka ia ia memasang posisi

long (beli) 1 lot kontrak berjangka emas di harga Rp. 277.000 per gram. Sebulan kemudian,

Tuan C menutup posisinya. Jika pada saat itu harga emas naik menjadi Rp. 280.000 per kg,

maka :

- Tuan C akan mendapatkan keuntungan sebesar :

(Rp. 280.000 – Rp. 277.000) x 1 lot x 1.000 gram = Rp. 3.000.000

- Keuntungan setelah dipotong komisi (ditetapkan sebesar Rp. 200.000) :

Rp. 3.000.000 – Rp. 200.000 = Rp. 2.800.000

Namun jika harga emas turun menjadi Rp. 275.000 per gram, maka :

- Tuan C akan mengalami kerugian sebesar :

Rp. 277.000 – Rp. 275.000) x 1 lot x 1.000 gram = Rp. 2.000.000

- Tambahan kerugian Tuan C karena harus membayar komisi transaksi adalah :

Rp. 2.000.000 + Rp. 200.000 = Rp. 2.200.000

c. Kontrak gulir emas :

Tuan D (investor) memperkirakan harga emas akan naik, maka ia ia memasang posisi

long (beli) 1 lot kontrak gulir emas di harga Rp. 280.000. Harga penyelesaian di hari Tuan D

membeli kontak adalah Rp. 280.100. Perbedaan tingkat bunga antara GOFO dan deposito

IDR adalah 0.000966% per hari. Esok harinya, Tuan D menutup posisinya. Seandainya saat

itu emas menguat menjadi Rp. 280.500 per gram, maka perhitungannya adalah :

- Rekening Tuan D akan didebet sebesar :

Rp. 280.100 x 1 lot x 1.000 x 0,000966% = Rp. 2.705

- Keuntungan dari kenaikan harga penyelesaian :

(Rp. 280.100 – Rp. 280.000) x 1 lot x 1.000 = Rp. 100.000

- Keuntungan dari perubahan harga :

Page 10: INVESTASI DERIVATIF

10

(Rp. 280.500 – Rp. 280.100) x 1 lot x 1.000 = Rp. 400.000

- Keuntungan yang diperoleh :

(Rp. 400.000 + Rp. 100.000) – Rp. 2.705 = Rp. 497.295

d. Kontrak gulir indeks emas :

Tuan E (investor) memperkirakan dolar Amerika akan menguat terhadap rupiah. Maka

dia memasang posisi beli untuk 1 lot kontrak gulir indeks emas di angka 9.000. Angka

penyelesaian di hari Tuan E membeli kontrak adalah 9.100. Perbedaan tingkat bunga antara

deposito USD dan deposito IDR adalah 0,009161% per hari. Sebulan kemudian, Tuan E

menutup posisinya. Misalnya saat itu nilai tukar dolar menguat menjadi Rp. 9.250, maka

perhitungannya adalah :

- Rekening Tuan E akan didebet sebesar :

Rp. 9.100 x 1 lot x 10.000 x 0,009161% = Rp. 8.337

- Keuntungan dari kenaikan angka penyelesaian :

(Rp. 9.100 – Rp. 9.000) x 1 lot x 10.000 = Rp. 1.000.000

- Keuntungan dari selisih kurs :

(Rp. 9.250 – Rp. 9.100) x 1 lot x 10.000 = Rp. 1.500.000

- Keuntungan yang diperoleh :

(Rp. 1.000.000 + Rp. 1.500.000) – Rp. 8.337 = Rp. 2.491.663

3. Perhitungan Keuntungan dan Kerugian atas Kontrak Indeks Saham

Untuk memudahkan pemahaman terhadap kontrak indeks ini, maka berikut diberikan

simulasi kasus (hanya untuk indeks Hangseng) :

- Ketika indeks bearish, Tuan F (investor) menjual 1 lot kontrak indeks Hangseng di posisi

22.100. Harga per lot Rp. 15 juta dan harga 1 poin indeks Rp. 50.000. Adapun pialang

menetapkan biaya transaksi sebesar Rp. 250.000.

- Tuan F bisa mendapat keuntungan jika ternyata indeks Hangseng turun. Misalnya, indeks

ada pada posisi 22.000. Sebab, Tuan F telah membeli lagi dengan harga lebih murah,

yaitu pada posisi indeks 22.100, atau ada selisih 100 poin.

Besarnya keuntungan = (selisih indeks) x poin – transaksi

100 x Rp. 50.000 – Rp. 250.000 = Rp. 4.750.000

- Sebaliknya Tuan F akan mengalami kerugian bila saat jatuh tempo, ternyata indeks

Hangseng naik 100 poin menjadi 22.200. Sebab, Tuan F menjual dengan harga murah,

dan membeli dengan harga lebih mahal. Selisihnya adalah sebesar minus 100.

Besarnya kerugian yang dialami Tuan F adalah :

(-100) x Rp. 50.000 – Rp. 250.000 = - Rp. 4.750.000

Namun apakah Tuan F benar-benar mengalami kerugian ? Ternyata sebenarnya ia masih

memiliki sisa dana sebesar :

Rp. 15.000.000 – Rp. 4.750.000 = Rp. 10.250.000

Dari kondisi-kondisi tersebut, dapat dipahami bahwa konsekuensi berinvestasi pada

kontrak indeks ini adalah bahwa para investor (dibantu oleh pialang atau broker) mau tidak

Page 11: INVESTASI DERIVATIF

11

mau harus selalu tetap mengikuti berita-berita yang berkaitan dengan pergerakan saham-

saham yang menggerakkan bursa di masing-masing negara asal kontrak tersebut.

Dari seluruh simulasi kasus yang ada, maka dapat diketahui bagaimana tingginya

risiko kerugian yang dapat dialami oleh investor jika salah melakukan prediksi. Mengingat

tingginya tingkat risiko pada produk- produk investasi derivatif tersebut, maka saran yang

biasa diberikan kepada setiap investor adalah : (1) Memahami dulu produk derivatif yang

diinginkan dan aturan mainnya, (2) Mencermati pergerakan underlying-nya, (3) Membatasi

tingkat risiko dan tidak terlena dengan tingkat keuntungan, artinya, akan segera melikuidasi

kontrak yang ada jika gain yang diperoleh telah cukup (Jonckheere, dalam Kontan, 2008).

2.3 Perkembangan Pasar Derivatif di Indonesia

Sebagaimana telah disinggung pada bagian sebelumnya, bahwa pada saat Bursa Efek

Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) belum digabung menjadi Bursa Efek

Indonesia (BEI), masing-masing bursa tersebut sebenarnya telah menerbitkan produk

investasi derivatif berjenis kontrak opsi dan kontrak berjangka. Setelah kedua bursa tersebut

digabung menjadi BEI, produk derivatif yang dikelola adalah derivatif saham dan kontrak

opsi saham, sedangkan produk investasi derivatif berbentuk kontrak berjangka dikelola oleh

Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), yang berada di bawah pengawasan Badan Pengawasan

Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Secara makro, keberadaan pasar derivatif sebenarnya dapat membantu terciptanya

pasar keuangan yang efisien sehingga pada akhirnya juga akan membantu sektor riil (dunia

usaha) untuk mendapatkan modal usaha secara efisien. Namun di Indonesia perkembangan

pasar derivatif belum semaju di negara lain, khususnya di Asia. (Siahaan, 2007 ; Kontan

2008). Sebagai pembanding, bursa derivatif Korea telah menjadi bursa unggulan di Asia,

sedangkan bursa derivatif komoditas Malaysia menjadi bursa terbesar di dunia.

Kemajuan pasar derivatif di kedua negara tersebut disebabkan adanya dukungan

penuh dari otoritas setempat dan seluruh anggota bursa. Kegiatan–kegiatan berbentuk

pelatihan derivatif untuk masyarakat umum dan simulasi trading bagi investor pemula, sering

diadakan di kedua negara tersebut sehingga semakin banyak investor yang paham tentang

informasi derivatif, kondisi inilah yang mampu meningkatkan volume transaksi derivatif di

kedua negara tersebut. Sedangkan di Indonesia, distribusi informasi derivatif masih dikuasai

oleh orang–orang tertentu, sehingga investor pemula sulit untuk belajar (Satrio, dalam

Kontan, 2008). Sedangkan untuk pasar derivatif yang menggunakan komoditas sebagai

acuan (underlying)–nya, perkembangannya juga masih kurang karena banyaknya informasi

yang tidak transparan terkait dengan posisi harga yang tidak terbuka untuk umum. Akibatnya

dalam melakukan transaksi, posisi produk acuan tidak begitu kuat. (Siahaan, 2007 ; Adikin,

dalam Kontan, 2008).

Adapun transaksi derivatif yang menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan

di Indonesia adalah derivatif atas indek saham yang mengacu pada saham luar negeri, seperti

indeks Nikkei, Hangseng, dan Kospi. Selain itu di pasar derivatif dikenal juga dikenal istilah

transaksi over the counter (OTC), yaitu transaksi yang melibatkan dua pihak secara langsung

tanpa menggunakan pialang, dimana bank bertindak sebagai kustodian untuk menyerahkan

Page 12: INVESTASI DERIVATIF

12

hasil transaksi tersebut. Namun transaksi ini dinilai cukup rawan, khususnya bila bank yang

bersangkutan bukanlah bank yang bonafide, yang dapat memicu masalah likuiditas.

III. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa :

1. Produk–produk investasi derivatif yang ada di pasar derivatif Indonesia (BEI dan BBJ)

antara lain adalah derivatif jenis kontrak berjangka dan kontrak opsi. Perbedaan dari

kedua kontrak tersebut adalah : (a) Pembeli kontrak opsi diwajibkan untuk membeli aset

induk pada harga yang telah ditetapkan, dan penjualnya juga diwajibkan untuk menjual

pada harga yang telah ditetapkan tersebut. Sedangkan pemilik opsi tidak diharuskan

untuk membeli tetapi dia mempunyai hak untuk membeli aset induknya, dan (b) Ketika

orang membeli kontrak berjangka, dia tidak membayar uang dan penjualnya juga tidak

menerima uang. Tetapi jika orang membeli kontrak opsi, dia membayar premi dan

penjualnya menerima premi tersebut.

2. Secara umum, kegunaan transaksi derivatif ini adalah untuk melakukan lindung nilai

(hedging), spekulasi, dan arbitrage. Hasil pembahasan yang disertai dengan simulasi

kasus menunjukkan bahwa dengan melakukan prediksi (spekulasi) yang tepat atas

investasi derivatif ini, keuntungan yang diperoleh akan jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan hanya berinvestasi pada produk acuan (underlying)-nya, tetapi di sisi lain, jika

prediksi tidak tepat, maka kerugian yang dialami pun dapat berlipat-lipat. Dengan

demikian, selain harus jeli dalam memilih pialang atau broker, investor perlu memahami

secara mendalam mengenai investasi derivatif ini, khususnya tentang keuntungan dan

tingginya tingkat risiko yang menyertainya.

3. Pasar derivatif sudah cukup lama beroperasi di Indonesia namun perkembangannya

belum semaju pasar derivatif di negara lain. Adapun transaksi derivatif yang

menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan di Indonesia adalah derivatif atas

indek saham yang mengacu pada saham luar negeri, yaitu indeks Nikkei (Jepang), indeks

Hangseng (Hongkong), dan indeks Kospi (Korea Selatan).

DAFTAR PUSTAKA

Elton, Edwin J. and MJ. Gruber, Modern Portfolio Theory and Investment Analysis, Sixth

Edition ; John Wiley & Son New York, 2003

Kontan, Edisi Khusus, 2008

Kusnanto, Amir, Global Financial Crisis ; Blognya Pak Amir, WordPress, 2010

Oetomo, Tjahjo, Krisis Finansial Global dan Dampaknya terhadap Perekonomian dan

Perbankan Indonesia ; Makalah Seminar Nasional “Menguak Krisis Finansial Global :

Pendekatan Ekonomi dan Politik” Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Oktober 2008

Page 13: INVESTASI DERIVATIF

13

Outlook Ekonomi Indonesia 2009 – 2014, Krisis Ekonomi Global dan Dampaknya Terhadap

Perekonomian Indonesia, Edisi Januari 2009

Siahaan, Hinsa, Perkembangan Peran Pasar Derivatif Membantu Peningkatan Efisiensi

Pasar Keuangan Indonesia ; Jurnal Keuangan dan Moneter Volume 9 Nomor 3, 2007

Tandelilin, Eduardus, Teori Portofolio dan Analisis Investasi : Teori dan Aplikasi, Edisi

Pertama ; Penerbit Kanisius Jogjakarta, 2010

www.trend-traders.com

www.wealthindonesia.com

BIODATA PENULIS

Ferikawita M. Sembiring, SE, MSi adalah dosen tetap pada Jurusan Manajemen Fakultas

Ekonomi Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI)