intususepsi pahala

34
BAB I PENDAHULUAN Invaginasi atau intususepsi adalah keadaan dimana suatu segmen usus masuk ke dalam lumen usus lainnya yang merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi usus. Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 65% terjadi pada bayi yang berusia kurang dari setahun, dengan insiden puncak terjadi antara bulan ke-5 dan ke-9 kehidupan 1. Sedangkan pada dewasa, invaginasi cukup jarang terjadi, kurang dari 5 % dari kasus obstruksi usus. Invaginasi pertama kali ditemukan oleh Barbette pada tahun 1692. Hingga pertengahan abad ke-19, invaginasi hampir berakibat fatal karena tidak adanya penanganan yang memadai. Sejak zaman Hippocrates sudah dikenal pengobatan penyakit ini dengan enema atau memompakan udara dalam anus. Pada tahun 1905 Hirschsprung membuat laporan tentang penggunaan tekanan hidrostatik sebagai pengobatan invaginasi. Pengobatan dengan pembedahan yang dilaporkan pertama kali berhasil adalah Thomson 1835 di Tennessee. 1

Upload: yudha-adi-putra-suharto

Post on 27-Oct-2015

52 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

radiologi

TRANSCRIPT

Page 1: Intususepsi pahala

BAB I

PENDAHULUAN

Invaginasi atau intususepsi adalah keadaan dimana suatu segmen usus

masuk ke dalam lumen usus lainnya yang merupakan penyebab tersering

terjadinya obstruksi usus. Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik

karena tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 65% terjadi pada bayi yang

berusia kurang dari setahun, dengan insiden puncak terjadi antara bulan ke-5

dan ke-9 kehidupan1. Sedangkan pada dewasa, invaginasi cukup jarang terjadi,

kurang dari 5 % dari kasus obstruksi usus.

Invaginasi pertama kali ditemukan oleh Barbette pada tahun 1692.

Hingga pertengahan abad ke-19, invaginasi hampir berakibat fatal karena

tidak adanya penanganan yang memadai. Sejak zaman Hippocrates sudah

dikenal pengobatan penyakit ini dengan enema atau memompakan udara

dalam anus. Pada tahun 1905 Hirschsprung membuat laporan tentang

penggunaan tekanan hidrostatik sebagai pengobatan invaginasi. Pengobatan

dengan pembedahan yang dilaporkan pertama kali berhasil adalah Thomson

1835 di Tennessee.

Invaginasi ini merupakan keadaan gawat darurat, dimana bila tidak

ditangani segera dan tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut.

Hampir 70% kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1

tahun, paling sering dijumpai pada ileosekal. Invaginasi sangat jarang

dijumpai pada orang tua.

Ada perbedaan etiologi yang mencolok antara anak-anak dan dewasa,

pada anak-anak etiologi terbanyak adalah idiopatik yang mana lesinya tidak

ditemukan sedangkan pada dewasa penyebab terbanyak adalah keadaan

patologik intralumen oleh suatu neoplasma baik jinak maupun ganas sehingga

pada saat operasi lesinya dapat ditemukan.

1

Page 2: Intususepsi pahala

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Intususepsi ialah suatu keadaan dimana segmen proksimal dari usus masuk ke

dalam segmen usus berikutnya dengan membawa serta mesenterium yang

berhubungan. Bagian usus yang masuk disebut intususeptum dan bagian yang

menerima intususeptum dinamakan intususipiens.

A B

Gambar. A. Usus normal, B. Intususepsi

Gambar. Usus halus dengan intususepsi

2

Page 3: Intususepsi pahala

B. EPIDEMIOLOGI

Di Netherland dan Jerman, ditemukan angka kejadian intusepsi di bagian

bedah anak 1.2–1.4% dari keseluruhan pasien ( usia populasinya tidak di

spesifikasi ). Di Australia , New Zealand dan Amerika Serikat , insiden

intusepsi tidak berbeda jauh dari yang di temukan di Eropa 0.50 –2.30 kasus

per 1000 kelahiran hidup. Di china, insidensi yang dilaporkan adalah 0.77

kasus per 1000 kelahiran hidup; dari Kuwait 0.50 kasus per 1000 kelahiran

hidup. Amerika serikat memiliki angka insidens terendah , yaitu 0.24 kasus

per 1000 anak > 1 tahun. Di Venezuela terdapat 0.33 kasus per 1000 anak > 2

tahun.

Intususepsi paling sering menyebabkan obstruksi usus pada anak-anak antara

3-6 tahun. Lebih dari 90 % adalah idiopatik2 . Ileo-colica yang paling banyak

ditemukan (75%), ileo-ileo colica 15%, lain-lain 10%, paling jarang tipe

appendical-colica. Intususepsi sering dijumpai pada umur 3 bulan – 2 tahun,

paling banyak 5- 9 bulan. Prevalensi penyakit diperkirakan 1-2 penderita di

antara 1000 kelahiran hidup. Anak lelaki lebih banyak daripada perempuan,

3 : 1. Pada umur 5-9 bulan sebagian besar belum diketahui penyebabnya.

Penderita biasanya bayi sehat, menyusui, gizi baik dan dalam pertumbuhan

optimal. Ada yang menghubungkan terjadinya intususepsi karena gangguan

peristaltik, 10% didahului oleh pemberian makanan padat dan diare.

Pada dewasa, intususepsi cukup jarang terjadi, kurang dari 5 % dari obstruksi

usus. Dalam populasi anak-anak, sekitar 90 % invaginasi pada orang dewasa

disertai dengan lesi patologis pada dinding usus. Penelitian terbaru

menunjukkan 30 % dari intususepsi pada usus halus disebabkan oleh

keganasan. Dan sebagian besar intususepsi pada colon bersifat malignant

(60%).

3

Page 4: Intususepsi pahala

C. ETIOLOGI

Intususepsi dapat bersifat idiopatik atau disebut juga intususepsi primer dan

intususepsi sekunder. Sebagian besar kasus intususepsi yang tidak memiliki

lesi patologi diklasifikasikan sebagai intususepsi primer atau idiopatik.

Disebutkan bahwa hipertrofi Payer’s patch di ileum dapat merangsang

peristaltik usus sebagai upaya mengeluarkan massa tersebut sehingga

menyebabkan intususepsi. Intususepsi sering terjadi setelah infeksi saluran

napas bagian atas dan serangan episodik gastroenteritis yang menyebabkan

pembesaran jaringan limfoid. Adenovirus ditemukan hampir dalam 50% kasus

intususepsi. Intususepsi primer umumnya terjadi pada anak berusia 6 -36

bulan dimana pada usia tersebut mempunyai tingkat kerentanan yang tinggi

terhadap virus.

Pada sekitar 5-10% penderita, dapat dikenali hal-hal pendorong untuk

terjadinya intususepsi, seperti appendiks terbalik, divertikulum Meckel, polip

usus, duplikasi atau limfosarkoma. Intususepsi juga dapat terjadi pada

penderita kistik fibrosis yang mengalami dehidrasi.

Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patologi pada lumen

usus, yaitu suatu neoplasma baik yang bersifat jinak dan atau ganas, seperti

apa yang pernah dilaporkan ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon

sebab terbanyak intususepsi pada usus halus adalah neoplasma yang bersifat

jinak (diverticle meckel’s, polip) 12/25 kasus sedangkan pada kolon adalah

bersifat ganas (adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya yang

frequensinya lebih rendah seperti tumor extra lumen seperti lymphoma,

diarea, riwayat pembedahan abdomen sebelumnya, inflamasi pada apendiks

juga pernah dilaporkan intususepsi terjadi pada penderita AIDS , pernah juga

dilaporkan karena trauma tumpul abdomen yang tidak dapat diterangkan

kenapa itu terjadi dan idiopatik .

4

Page 5: Intususepsi pahala

D. PATOFISIOLOGI

Intususepsi sekunder biasanya terjadi karena adanya lesi patologis atau iritan

pada dinding usus yang dapat menghambat gerakan peristaltic normal serta

menjadi lokus minoris untuk terjadinya intususepsi. Intususepsi dideskripsikan

sebagai prolaps internal usus proksimal dalam lekukan mesenterika dalam

lumen usus distal. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi pada

pasase isi usus dan menurunkan aliran darah ke bagian usus yang mengalami

intususepsi tersebut. Akhirnya dapat mengakibatkan obstruksi usus dan

peradangan mulai dari penebalan dinding usus hingga iskemia dinding usus.

Mesenterium usus proksimal tertarik ke dalam usus distal, terjepit, dan

menyebabkan obstruksi aliran vena dan edema dinding usus yang akan

menyebabkan keluarnya feses berwarna kemerahan akibat darah bercampur

mucus (red currant stool).

Gambar. Proses skematik invaginasi

Jika reduksi intususepsi tidak dilakukan, terjadi insufisiensi arteri yang akan

menyebabkan iskemik dan nekrosis dinding usus yang akan menyebabkan

pendarahan, perforasi, dan peritonitis. Perjalanan penyakit yang terus berlanjut

dapat semakin memburuk hingga menyebabkan sepsis.

E. KLASIFIKASI

5

Page 6: Intususepsi pahala

Lokasi pada saluran cerna yang sering terjadi intususepsi merupakan lokasi

segmen yang bebas bergerak dalan retroperitoneal atau segemen yang

mengalami adhesive. Intususepsi diklasifikasikan menjadi 4 kategori

berdasarkan lokasi terjadinya:

1. Entero-enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus

2. Colo-kolika: kolon masuk ke dalam kolon

3. Ileo-colica: ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens

4. Ileosekal: ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus

minorisnya adalah katup ileosekal.

Intususepsi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke kolon

asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.

F. GAMBARAN KLINIS

Rasa sakit adalah gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan

adanya serangan kolik yang makin bertambah dan mencapai puncaknya, dan

kemudian menghilang sama sekali, diagnosis hampir dapat ditegakkan. Rasa

sakit berhubungan dengan passase dari invagiasi. Diantara satu serangan

dengan serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama sekali bebas

dari gejala.

Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi

usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah

terjadinya invaginasi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih

24 jam ke dua disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya

seperti invaginasi pada anak-anak. Pada orang dewaasa sering ditemukan

perjalanan penyakit yang jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-

ulang dalam usaha menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan

pemeriksaan-pemeriksaan lain. Adanya gejala obstruksi usus yang berulang,

harus dipikirkan kemungkinan intususepsi.

6

Page 7: Intususepsi pahala

Pada kasus intususepsi yang berlangsung khronis, gejala yang timbul

seringkali tidak jelas dan membingungkan sampai terjadi invaginasi yang

menetap. Ini terutama terdiri dari serangan kolik yang berulang, yang

seringkali disertai muntah, dan kadang-kadang juga diare. Pada banyak kasus

ditemukan pengeluaran darah dan lendir melalui rektum, namun kadang-

kadang ini juga tidak ditemukan. Gejala-gejala lain yang juga mungkin

didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia. Massa abdomen dapat diraba pada

kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan.

G. DIAGNOSIS

Anamnesis memberikan gambaran yang cukup mencurigakan bila bayi yang

sehat mendapat serangan nyeri perut. Anak tampak gelisah dan tidak dapat

ditenangkan sedangkan di antara serangan biasanya anak tidur tenang karena

sudah capai sekali. Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah sewaktu

serangan kolik, biasanya keluar lendir campur darah (red current jelly stool)

per anal, yang berasal dari intususepsi yang tertekan, terbendung atau

mungkin sudah mengalami strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu

serangan dan pada pemeriksaan perut dapat diraba massa yang biasanya

memanjang dengan batas yang jelas seperti sosis. Massa teraba di kuadran

kanan atas dengan tidak ditemukannya sensasi kekosongan di kuadran kanan

bawah karena masuknya sekum pada kolon ascenden (dance’s sign).

Bila intususepsi disebut strangulasi harus diingat kemungkinan terjadinya

peritonitis setelah perforasi. Intususepsi yang masuk jauh dapat ditemukan

pada pemeriksaan colok dubur. Ujung invaginatum teraba seperti portio uterus

pada pemeriksaan vagina sehingga disebut sebagai pseudoportio atau porsio

semu.

Invaginatum yang keluar lewat rectum jarang ditemukan; keadaan tersebut

harus dibedakan dengan prolapsus mukosa rectum. Pada intususepsi

7

Page 8: Intususepsi pahala

didapatkan invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus

berhubungan secara sirkuler dengan dinding anus.

Pada inspeksi sukar sekali membedakan prolapsus rectum dari intususepsi.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jari sekitar penonjolan untuk

menentukan ada tidaknya celah terbuka. Diagnosis intususepsi dapat diduga

atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan rontgen dengan

pemberian enema barium.

Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpai tanda obstruksi dan massa di

kuadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu intususepsi.

USG membantu menegakkan diagnosis intususepsi dengan gambaran target

sign pada potongan melintang intususepsi dan pseudo kidney sign pada

potongan longitudinal intususepsi. Foto dengan pemberian barium enema

dilakukan jika pasien ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan sebagai

diagnostik ataupun terapeutik. Sumbatan oleh invaginatum biasanya tampak

jelas pada foto.

Gambar : USG abdomen (limfadenitis pada pasien intususepsi)

8

Page 9: Intususepsi pahala

Gambar: Coil spring appearance pada foto polos abdomen

Gambar : Pseudokidney sign pada USG abdomen

Colon In loop berfungsi sebagai :

1. Diagnosis : cupping sign, letak intususepsi

2. Terapi : Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2 obstruksi

dan kejadian < 24 jam

9

Page 10: Intususepsi pahala

Gambar : cupping sign pada colon in loop

Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium

keluar bersama feses dan udara.

Intususepsi pada orang muda atau orang dewasa jarang sekali idiopatik.

Umumnya ujung invaginatum pada orang dewasa merupakan polip atau tumor

lain di usus halus. Intususepsi juga disebabkan oleh pencetus seperti

divertikulum Meckel yang terbalik masuk lumen usus, duplikasi usus,

kelainan vaskuler, atau limfoma. Gejalanya berupa gejala dan tanda obstruksi

usus, tetapi tergantung dari letak ujung intususepsi.

Kriteria diagnosis intususepsi akut:

1. Intususepsi definitif (pasti intususepsi)

a. Kriteria bedah: ditemukannya intususepsi pada pembedahan

b. Kriteria radiologi: adanya baik gas maupun cairan kontras pada enema

pada usus halus yang berintususepsi, adanya massa intraabdominal

yang dideteksi dengan USG

c. Kriteria autopsi: ditemukan intususepsi pada otopsi

2. Mungkin intususepsi (probable)

Memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor

3. Possible intususepsi

Memenuhi paling sedikit 4 kriteria minor

10

Page 11: Intususepsi pahala

Kriteria mayor pada intususepsi yakni:

1. Bukti adanya obstruksi saluran cerna

a. Riwayat muntah kehijauan

b. Distensi abdomen dan tidak adanya bising usus atau bising usus

abnormal

c. Foto polos abdomen menunjukkan adanya level cairan dan dilatasi

usus halus

2. Inspeksi

a. Massa di abdomen

b. Massa di rectal

c. Prolapsus intestinal

d. Foto polos abdomen, USG, CT menunjukkan intususepsi atau massa

dari jaringan lunak

3. Gangguan vaskuler intestinal dan kongesti vena

a. Keluarnya darah per rectal

b. Keluarnya feses yang berwarna red currant jelly

c. Adanya darah ketika pemeriksaan rectum

Adapun kriteria minor untuk intususepsi adalah: usia< 1 tahun, laki-laki, nyeri

perut, muntah, letargi, hangat, syok hipovolemik, foto polos abdomen

menunjukkan pola gas usus yang abnormal.

Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit,

meskipun pada umumnya diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus

tanpa dapat memastikan kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja

tidaklah cukup sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu

dengan radiologi (barium enema, ultra sonography dan computed

tomography), meskipun umumnya diagnosisnya didapat saat melakukan

pembedahan.

11

Page 12: Intususepsi pahala

Gambar : CT Scan abdomen pada pasien intususepsi (target sign)

Gambar : USG abdomen pada pasien intususepsi

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan

fisik. Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai kolon, barium enema

mungkin dapat memberi konfirmasi diagnosis. Mungkin akan didapatkan

obstruksi aliran barium pada apex dari intususepsi dan suatu cupshaped

appearance pada barium di tempat ini.

12

Page 13: Intususepsi pahala

Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan intususepsi mungkin

akan tereduksi. Jika barium dapat melewati tempat obstruksi, mungkin akan

diperoleh suatu coil spring appearance yang merupakan diagnostik untuk

intususepsi. Jika salah satu atau semua tanda-tanda ini ditemukan, dan suatu

masa dapat diraba pada tempat obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan.

Mendiagnosis intususepsi pada dewasa sama halnya dengan penyakit lainnya

yaitu melalui :

1. Anamnesis , pemeriksaan fisik ( gejala umum, khusus dan status lokalis

seperti diatas).

2. Pemeriksaan penunjang ( Ultra sonography, Barium Enema dan Computed

Tomography)

Gambar : colo-colic intususepsi

13

Page 14: Intususepsi pahala

H. Diagnosis Banding

1. Gastroenteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai

perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.

2. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.

3. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya

obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan

demam.

4. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.

5. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali

dan pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit

perianal, sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah.

I. Komplikasi

Jika invaginasi terlambat atau tidak diterapi, bisa timbul beberapa komplikasi

berat, seperti kematian jaringan usus, perforasi usus, infeksi dan kematian.

J. Tatalaksana

Sebelum melakukan terapi definitif terhadap invaginasi usus yang terjadi

tindakan perbaikan keadaan umum yang mutlak perlu dikerjakan antara lain:

1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi dan mencegah aspirasi

2. Rehidrasi (monitor keseimbangan cairan)

3. Terapi medikamentosa seperti antibiotika (bila gejala obstruksi sudah

jelas, ada demam, atau obstruksi sudah berlangsung lebih dari 24 jam) dan

obat penenang untuk penahan sakit seperti fenobarbital dan valium

4. Setelah keadaan umum baik baru dipilih tindakan reposisi yang sesuai

dengan keadaan pasien.

14

Page 15: Intususepsi pahala

Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya

pertolongan diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan

pertama, maka akan memberikan prognosa yang lebih baik.

Penatalaksanaan invaginasi dapat dilakukan secara non-operatif dan operatif.

Prinsipnya dilakukan tindakan non-operatif terlebih dahulu. Tindakan operatif

baru dilakukan apabila terdapat kontraindikasi tindakan non-operatif seperti

gejala obstruksi yang jelas, terdapat tanda peritonitis, atau kasus yang sudah

lama (> 48 jam) atau setelah tindakan non-operatif tidak berhasil.

1. Non-operatif

a) Reduksi pneumostatik

Tindakan non-operatif lebih banyak menekan mortalitas dibanding

tindakan bedah. Tekanan udara diukur dengan manometer dan tidak

boleh melebihi 120 mmHg (batas keamanan maksimal 80 mmHg).

Udara yang masuk akan mendorong intususepsi. Kriteria berhasil:

adanya reflux ke dalam usus kecil dan penderita terlihat membaik..

Angka kesuksesan air enema di China mencapai 90%, di beberapa

senter lain angka kesuksesan hanya mencapai 60%. Kompikasi

tindakan ini adalah pneumoperitonium.

b) Reduksi Hidrostatik

Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus

menggunakan kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali

keberhasilannya dikemukakan oleh Ladd tahun 1913 dan diulang

keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976.

Sejak 1876, barium enema sudah digunakan untuk pengobatan

invaginasi dan hasilnya memuaskan (angka kesuksesan 42-80%,

rekurensi sekitar 5%). Hanya sedikit kemungkinan terjadi perforasi

walaupun usus telah mengalami gangren, asal tekanan hidrostatik tidak

melebihi 1 meter air. Demikian pula lamanya perawatan pada reposisi

15

Page 16: Intususepsi pahala

barium lebih pendek daripada operasi. Kadang kadang reposisi barium

tidak berhasil, misalnya pada umur kurang 3 bulan dan invaginasi ileo-

ileal. Bayangan kontras dalam bentuk cupping tidak mencapai ileum

terminalis sehingga memerlukan operasi.

Adapun syarat - syarat pengelolaan secara hidrostatik antara lain

keadaan umum mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda rangsang

peritoneum, anak tidak toksis, dan tidak terdapat obstruksi tinggi.

Prosedur dapat dilakukan dalam keadaan sedasi. Kateter Foley

dimasukkan ke rektum lalu NaCl 0,9% atau barium dimasukkan per

rektal dari ketinggian 3 kaki, interval 3 menit, dilakukan observasi

dengan fluoroskopi, lanjutkan prosedur bila terjadi reduksi. Tunggu 10

menit bila tidak terjadi reduksi keluarkan barium. Prosedur ini dapat

diulangi sampai 3 kali. Reduksi berhasil harus dikonfirmasi dengan

adanya kontras yang melewati ileum terminalis, bila pipa rektal ditarik

keluar anus akan keluar barium beserta feses dan udara, pada

pemeriksaan fisik, perut tampak kempes dan massa menghilang. Pada

kasus-kasus dimana reduksi sempurna dengan barium enema tidak

mungkin terjadi, prosedur ini dapat sangat mengurangi ukuran

intususepsi sehingga panjang insisi yang dibutuhkan pada tindakan

operasi dapat dikurangi.

2. Operatif laparotomi

Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka

lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut

yang ditandai dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan sistema

usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis, pasien segera

dipersiapkan untuk suatu operasi.

Operasi dini tanpa terapi barium dikerjakan bila terjadi perforasi,

peritonitis dan tanda-tanda obstruksi. Keadaan ini biasanya pada

16

Page 17: Intususepsi pahala

invaginasi yang sudah berlangsung lebih dari 48 jam. Demikian pula pada

kasus-kasus relapse. Invaginasi berulang 11% setelah reposisi barium dan

3% pada operasi tanpa reseksi usus. Biasanya reseksi dilakukan jika aliran

darah tidak pulih kembali setelah dihangatkan dengan larutan fisiologik.

Usus yang mengalami invaginasi nampak kebiruan. Pada perawatan ke-2

kali, dikerjakan operasi tanpa barium enema.

Kegagalan mereduksi intususepsi dengan prosedur non-operatif juga

memerlukan operasi. Eksplorasi dilakukan melalui insisi pada kuadran

kanan bawah perut. Reduksi dilakukan dengan mengurut pelan distal usus

agar keluar dari intususepsi (milking), jangan menarik usus keluar karena

dapat menimbulkan cedera sekunder pada usus seperti ileus paralitik,

perforasi, adhesif. Reseksi dapat dilakukan pada bagian usus yang

gangren. Lalu dibuat anastomosis primer ileocolica.

Laparotomi dengan incisi transversal interspina merupakan standar yang

diterapkan di RS. Dr. Sardjito. Tindakan selama operasi tergantung kepada

penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan milking harus dilakukan

dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada ketrampilan dan

pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang

tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan

atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah

usus direseksi dilakukan anastomose “end to end” apabila hal ini

memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau

enterostomi.

Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Diagnosis pada

saat pembedahan tidak sulit dibuat. Pada intususepsi yang mengenai

kolon sangat besar kemungkinan penyebabnya adalah suatu keganasan,

oleh karena itu ahli bedah dianjurkan untuk segera melakukan reseksi,

dengan tidak usah melakukan usaha reduksi. Pada intususepsi dari usus

halus harus dilakukan usaha reduksi dengan hati-hati. Jika ditemukan

17

Page 18: Intususepsi pahala

kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan dan

reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990). Pada kasus-kasus yang idiopatik,

tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi (Aston dan Machleder, 1975

cit Ellis, 1990). Tumor benigna harus diangkat secara lokal, tapi jika ada

keragu-raguan mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan.

Langkah-langkah yang dilalui pada tindakan operatif pada intususepsi

adalah:

a) Pre-operatif

Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti

penangan pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan

umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit

elektrolit

b) Durante Operatif

Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi,

karena kausa terbanyak intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan

neoplasma maka tindakan yang dianjurkan adalah reseksi anastosmose

segmen usus yang terlibat dengan memastikan lead pointnya, baik itu

neoplasma yang bersifat jinak maupun yang ganas.

Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko:

1) Ruptur dinding usus selama manipulasi

2) Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi

3) Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi

4) Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan motilitas

5) Pembengkakan segmen usus yang terlibat

Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi – tepi segmen usus

yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm

dari lesi, kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side to side.

Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead

18

Page 19: Intususepsi pahala

pointnya tidak ditemukan maka tindakan reduksi dapat dianjurkan,

begitu juga pada kasus retrograd intususepsi pasca gastrojejunostomi

tindakan reduksi dapat dibenarkan, keadaan lainya seperti intususepsi

pada usus halus yang kausanya pasti lesi jinak tindakan reduksi dapat

dibenarkan juga, tetapi pada pasien intususepsi tanpa riwayat

pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi

anastosmose.

c) Pasca Operasi

1) Hindari Dehidrasi

2) Pertahankan stabilitas elektrolit

3) Pengawasan akan inflamasi dan infeksi

4) Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu

motilitas usus

Pada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai

penyebabnya adalah besar, maka tidak dilakukan reduksi (milking)

tetapi langsung dilakukan reseksi. Sedangkan bila invaginasinya pada

usus halus reduksi boleh dicoba dengan hati-hati , tetapi bila terlihat

ada tanda necrosis, perforasi, oedema, reduksi tidak boleh dilakukan,

maka langsung direseksi saja (Elles , 90). Apabila akan melakukan

reseksi usus halus pada invaginasi dewasa hendaknya dipertimbangkan

juga sisa usus halus yang ditinggalkan, ini untuk menghindari /

memperkecil timbulnya short bowel syndrom.

Gejala short bowel syndrom menurut Schrock, 1989 adalah:

1) Adanya reseksi usus yang etensif

2) Diaarhea

3) Steatorhe

4) Malnutrisi

19

Page 20: Intususepsi pahala

Apabila usus halus yang tersisa 3 meter atau kurang akan

menimbulkan gangguan nutrisi dan gangguan pertumbuhan. Jika usus

halus yang tersisa 2 meter atau kurang fungsi dan kehidupan sangat

terganggu. Dan jika tinggal 1 meter maka dengan nutrisi prenteralpun

tidak akan adequat. (Schrock, 1989).

K. Prognosis

Diagnosis dan terapi dini akan menurunkan angka kematian. Terapi dini yang

adekuat akan memberi prognosis yang baik. Prognosis sangat baik bila terapi

dimulai dalam kurun waktu 24 jam dihitung dari awal munculnya gejala..

Intususepsi yang tidak diterapi umumnya fatal. Secara umum angka kematian

akibat intususepsi adalah 1-2%.

Ada kemungkinan terjadi rekurensi di kemudian hari walaupun intususepsi

telah diterapi adekuat. Angka rekurensi mencapai sekitar 8-12% terutama

setelah prosedur reduksi hidrostatik (banyak terjadi pada 24-48 jam pertama).

Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal. Angka

rekurensi pasca reduksi intususepsi dengan enema barium adalah sekitar 10%

dan dengan reduksi bedah sekitar 2-5%; tidak pernah terjadi setelah dilakukan

reseksi bedah. Mortalitas sangat rendah jika penanganan dilakukan dalam 24

jam pertama dan meningkat dengan cepat setelah waktu tersebut, terutama

setelah hari kedua.

20

Page 21: Intususepsi pahala

BAB III

KESIMPULAN

Invaginasi ialah suatu keadaan dimana segmenproksimal dari usus masuk ke

dalam segmen usus berikutnya dengan membawa serta mesenterium yang

berhubungan. Invaginasi atau intususepsi merupakan salah satu penyebab

terbanyak obstruksi usus pada bayi dan anak kecil. Penyebab invaginasi sebagian

besar tidak diketahui.

Invaginasi paling sering mengenai daerah ileosaekal dan jarang terjadi

pada orang dewasa dibandingkan anak-anak.Lokasi terjadinya invaginasi dapat

pada entero-enterika, kolo-kolika, ileokolika, ileosekal. Invaginasi dapat

menyebabkan obstruksi usus sehingga jika tidak ditangani dengan segera dan

tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut berupa perforasi sehingga terjadi

peritonitis.

Penatalaksanaan dapat berupa perbaikan kondisi umum berupa resusitasi

cairan dan elektrolit serta dekompresi, kemudian dilakukan reposisi. Reposisi

hidrostatik yang dapat dikerjakan sekaligus sewaktu diagnosis ditegakkan ataupun

reposisi pneumostatik. Jika reposisi konservatif gagal, reposisi operatif dapat

dilakukan. Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal.

Angka mortalitas semakin meningkat jika penanganannya semakin lambat.

21

Page 22: Intususepsi pahala

DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston DC. Buku Ajar Bedah. Edisi ke-1. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran. 2010. p270-272

2. J Holder , G.K Von Schulthess et all. Disease of the abdomen and pelvis ,

2006 . Springer science , Italy. p218-223 .

3. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran. 2005. p627-629

4. Anderson DM, et al. Kamus kedokteran Dorland. 29th ed. Jakarta: EGC; 2002.

5. Miguel OR, Yalda L, Alfredo P, Teresa VM. Two year review of intestinal

intussusception in six large public hospitals of Santiago, Chile. Pediatric

Infectious Disease Journal. 2003;22:717-21.

6. Willye R. Intususepsi. In: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM, editors.

Nelson ilmu kesehatan anak. 15th ed. Jakarta: EGC; 2000.

7. Ignacio RC, Fallat ME. Intussusception. In: Holcomb GW, Murphy JP,

editors. Ashcraft’s pediatric surgery. 5th ed. Philadephia: Saunders Elsevier;

2010.

8. Ko SF, Lee TY, Ng SH, Wan YL, Chen MC, Tiao MM, et al. Small bowel

intussusceptions in symptomatic pediatric patients: experiences with 19

surgically proven cases. World Journal of Surgery. 2002;26(4):438-43.

9. Marinis A, Yiallourou A, Samanides L, Dafnios N, Anastasopoulos G,

Vassiliou S, et al. Intussusception of the bowel in adults: a review. World

Journal Gastroenterology. 2009;15(4):407-11.

10. Spalding SC, Evans B. Intussusception. Emergency Medicine Journal.

2004;36(11):12-9.

11. Brunicardi FC,Andersen DK, Billiar TR, Dun DL, Hunter JG, Pollock RE.

Schwartz’s principle of surgery. 8th ed. United Stated of America: The

MacGraw-Hill Companies; 2007.

12. Bines JE, Ivanoff B, Justice F, Mulholland K. Clinical case definition for the

diagnosis of acute intussusceptions. Journal of Pediatric Gastroenterology and

Nutrition. 2004;39:511-8.

22