informed consent

33
DUGAAN MALPRAKTEK DALAM PROFESI KEDOKTERAN PENDAHULUAN Istilah malpraktik adalah istilah yang umum, tentang kesalahan yang dilakukan oleh profesional dalam menjalankan profesinya. Namun akhir-akhir ini, kalau dibicarakan mengenai malpraktik, pasti yang dibicarakan adalah tentang kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (TK) terhadap pasien. Malpraktik yang dilakukan oleh TK, dikenal sebagai malpraktik medik (medical malpractice). Pengertian malpraktik secara umum di atas menyebutkan adanya kesembronoan (professional misconduct) atau ketidakcakapan yang tidak dapat diterima (unreasonable lack of skill) yang diukur dengan ukuran yang terdapat pada tingkat keterampilan sesuai dengan derajat ilmiah yang lazimnya dipraktikkan pada setipa situasi & kondisi di dalam komunitas anggota profesi yang mempunyai reputasi & keahlian rata-rata. Malpraktik medik dalam proses pengadilan memerlukan penentuan tentang kelalaian dalam teori pertanggungjawaban hukum. Kemudian pertanggungjawaban hukum selalu menuntut dipenuhinya unsur-unsur dari perbuatan melanggar hukum, yang dimulai dengan adanya kewajiban dokter terhadap pasien di dalam hubungan dokter- pasien; adanya cedera yang dapat dimintakan ganti ruginya; adanya hubungan kausal antara pelanggaran terhadap standar pelayanan & kerugian yang dituntut. Dimaksudkan dengan maltreatment adalah

Upload: johanes-davy

Post on 21-Nov-2015

34 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

penjelasan tentang pentingnya informed concent

TRANSCRIPT

DUGAAN MALPRAKTEK DALAM PROFESI KEDOKTERAN

PENDAHULUANIstilah malpraktik adalah istilah yang umum, tentang kesalahan yang dilakukan oleh profesional dalam menjalankan profesinya. Namun akhir-akhir ini, kalau dibicarakan mengenai malpraktik, pasti yang dibicarakan adalah tentang kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (TK) terhadap pasien. Malpraktik yang dilakukan oleh TK, dikenal sebagai malpraktik medik (medical malpractice). Pengertian malpraktik secara umum di atas menyebutkan adanya kesembronoan (professional misconduct) atau ketidakcakapan yang tidak dapat diterima (unreasonable lack of skill) yang diukur dengan ukuran yang terdapat pada tingkat keterampilan sesuai dengan derajat ilmiah yang lazimnya dipraktikkan pada setipa situasi & kondisi di dalam komunitas anggota profesi yang mempunyai reputasi & keahlian rata-rata.

Malpraktik medik dalam proses pengadilan memerlukan penentuan tentang kelalaian dalam teori pertanggungjawaban hukum. Kemudian pertanggungjawaban hukum selalu menuntut dipenuhinya unsur-unsur dari perbuatan melanggar hukum, yang dimulai dengan adanya kewajiban dokter terhadap pasien di dalam hubungan dokter-pasien; adanya cedera yang dapat dimintakan ganti ruginya; adanya hubungan kausal antara pelanggaran terhadap standar pelayanan & kerugian yang dituntut. Dimaksudkan dengan maltreatment adalah pemberian pelayanan pengobatan & perawatan yang tidak pantas atau yang tidak dilakukan dengan keterampilan. Hal ini dapat saja dilakukan karena kesembronoan, kelalaian atau kesengajaan.INFORMED CONSENT

Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu informed yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan consent yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi informed consent mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi.

Dengan demikian informed consent dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga) unsure sebagai berikut : Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter

Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan

Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan persetujuan.

Di Indonesia perkembangan informed consent secara yuridis formal, ditandai dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang informed consent melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi dengan PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik atau Informed Consent. Hal ini tidak berarti para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan informed consent karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan pada pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari pihak pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu dilakukan. Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :

Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent).

Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien;3. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.Tujuan Pelaksanaan Informed ConsentDalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan medis (pasien), maka pelaksanaan informed consent, bertujuan :

Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau over utilization yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya.

Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik.

Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :

Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia

Ppromosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri

Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien

Menghindari penipuan dan misleading oleh dokter

Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional

Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan

Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan.

Aspek Hukum Informed Consent

Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter, dan pasien) bertindak sebagai subyek hukum yakni orang yang mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan jasa tindakan medis sebagai obyek hukum yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.Dalam masalah informed consent dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis, disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang digunakan adalah kesalahan kecil (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara umum berlaku adagium barang siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi.Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yang dipergunakan adalah kesalahan berat (culpa lata). Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan sanksi pidana.

Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan harus menghormatinya.

Aspek Hukum Pidana, informed consent mutlak harus dipenuhi dengan adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.

Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa informed consent benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah untuk menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan informed consent ini.1-2ContohInformed Consent:

SuratPersetujuan/Penolakan Medis KhususSayayangbertandatangandibawahini:

Nama:(L/P)

Umur/TglLahir:

Alamat:

Telp:

Menyatakandengansesungguhnyadarisayasendiri/*sebagaiorangtua/*suami/*istri/*anak/*walidari:

Nama:(L/P)

Umur/TglLahir

DenganinimenyatakanSETUJU/MENOLAKuntukdilakukanTindakanMedisberupa.

Daripenjelasanyangdiberikan,telahsayamengertisegalahalyangberhubungandenganpenyakittersebut,sertatindakanmedisyangakandilakukandankemungkinanapascatindakanyangdapatterjadisesuaipenjelasanyangdiberikan.

Jakarta,.20

Dokter/Pelaksana,Yangmembuatpernyataan,

TtdTtd

()(..)

*Coretyangtidakperlu

PEMERIKSAAN MEDIS

Rekam MedisSecara umum isi Rekam Medis dapat dibagi dalam dua kelompok data yaitu:

Data medis atau klinis: segala data tentang riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, rontgen, diagnosis, pengobatan serta hasilnya, laporan dokter, perawat dan sebagainya. Segalam data medis ini merupakan rahsia dan tidak boleh dibuka kepada orang lain tanpa izin pasien kecuali ada alasan lain yang berkaitan peraturan atau undang-undang.

Data sosiologis atau non-medis: data selain data medis yaitu identitas pasien, data sosial ekonomi, alamat, pekerjaan, status perkahwinan dan sebagainya. Data ini bagi sebagian orang tidak rahsia tetapi ade juga yang mengatakan ianya rahsia.

Berdasarkan Pasal 2:

(1) Rekam meds harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik.

(2) Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.

Selain itu, rekam medis juga terbagi kepada:

Rekam medis bagi pasien rawat jalan.

Rekam medis pasien rawat inap.

Rekam medis untuk pasien gawat darurat.

Rekam medis pasien dalam keadaan bencana.

Yang berkewajiban membuat rekam medis adalah tenaga kesehatan yang terdiri daripada:

Dokter dan dokter gigi

Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.

Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.

Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.

Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara.

Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.

Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analisi kesehatan, refraksionis optisien, othotik prostetik, teknisi tranfusi dan perekam medis.

Menurut Permenkes no. 749a tahun 1989, rekam medis mempunyai 5 manfaat yaitu:

Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.

Bahan bukti dalam perkara hukum.

Bahan bagi kepentingan penelitian.

Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.

Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

Hubungan kontrak terapeutik antara pasien dan dokter sudah mula terbentuk pada saat pasien datang berobat ke dokter dan ia berdasarkan kepercayaan pasien di mana dokter mampu mengobatinya dan merahsiakan segala data peribadi dan kesehatan pasien. Sebagian dari rahasia tadi dibuat dalam bentuk tulisan yang kita kenal sebagai Rekam Medis. Dengan demikian, kewajiban tenaga kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran, mencakup juga kewajiban untuk menjaga kerahasiaan isi Rekam Medis.Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan. Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa berkas rekam medis itu merupakan milik sarana pelayanan kesehatan, yang harus disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat. Oleh sebab itu, di setiap institusi pelayanan kesehatan, Unit Rekam Medis dibentuk bagi menyelenggarakan proses pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis.

Untuk tujuan itulah di setiap institusi pelayanan kesehatan, dibentuk Unit Rekam Medis yang bertugas menyelenggarakan proses pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis di institusi tersebut. Karena isi Rekam Medis merupakan milik pasien, maka pada prinsipnya tidak pada tempatnya jika dokter atau petugas medis menolak memberitahu tentang isi Rekam Medis kepada pasiennya, kecuali pada keadaan-keadaan tertentu yang memaksa dokter untuk bertindak sebaliknya. Sebaliknya, karena berkas Rekam Medis merupakan milik institusi, maka tidak pada tempatnya pula jika pasien meminjam Rekam Medis tersebut secara paksa, apalagi jika institusi pelayanan kesehatan tersebut menolaknya.

Prosedur Medis

Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuantanya melebihi kekuatan tulang. 2 faktor mempengaruhi terjadinya fraktur.

Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kakuatan trauma. Intrinsik meliputi kepasitas tulang mengabsorbsi trauma, kelenturan, kukuatan dan densitas tulang.Riwayat

Anamnesis dilakukan utk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. Riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat social ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi serta penyakit lain harus ditanyakan kepada yang terkait.Pemeriksaan Fisik Inspeksi deformitas : angulasi, pemendekan, pemanjangan, bengkak Palpasi status neurologis dan vaskuler dibagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpitasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi dan krepitasi. Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi asteri, warna kulit, pengembalian cairan kapiler sensasi Gerakan Pemeriksaan trauma tempat lain : kepala, toraksm abdomen, pelvisPemeriksaan Penunjang1. Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test dan urinalisa2. Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two terdiri dari :

2 gambaran, anterioposterior (AP) dan lateral Memuatkan dua sendi di proksimal dan distal fraktur Memuat gambaran foto dua ekstrimitas, yaitu ekstrimitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera ( pada anak); dan du kali yaitu sebelum dan sesudah tindakan.

Komplikasi Fraktur1. Komplikasi umum

Syok karena perdarahan atau oleh kerana nyeri, koagulopati diffus dan gangguan fungsi pernapasan. Komplikasi ini dapat terjadi dalam 24jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komlikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam(DVT), tatanus, atau gas gangren.

2. Komplikasi lokal

Komplikasi dini : adalah kejadian koplikasi dalam satu minggu pasca trauma, sedangkan apabila sesudah satu minggu komplikasi lanjut

Pada tulang

(i) Infeksi, terutama pada fraktur terbuka(ii) Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenarasi

Pada jaringan lunak

(i) Lepuh, kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema. Terapinya adala menutupnya dengan kasa kering steril dan melakukan pemasangan elastik verban.(ii) Dekubitus, terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh kerana iti perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol

Pada ototTerputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal ini terjadi kerana serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau trombus

Pada pembuluh darahPada robekan arteri inkompliy akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan.

Pada sarafBerupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus. Komplikasi lanjut : pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.

Delayed unionProses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur

Non unionDimana secara klinin dan radiologis tidak terjadi penyambungan. Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang

Mal unionPenyambungan fraktur tidak normal sehingga menumbulkan deformitas. Tidakan refraktur atau osteotomi koreksi.

Kekakuan sendiKekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan perlengketkan secara pembedahan hanya dilakukan [ada penderita dengan kekauan sendi menetap.2PenatalaksaanPrinsip 4R

Recognition

Reduction

Retention

Rehabilitation

Penatalaksaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitive fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.

Tujuan pengobatan fraktur :

1. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi.

Tertutup : fiksasi eksterna, traksi

Terbuka : indikasi

Reposisi tertutup gagal Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan Memobilisasi dini Fraktur multiple Fraktur patologis

2. IMOBILISASI / FIKSASI

Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.

Jenis fiksasi :

a) Eksternal / OREF

Gips (plester cast) TraksiIndikasi :

Pemendekan Fraktur unstabel : oblique, spiral Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar

Traksi gravitasi : U-slab pada fraktur humerus Skin traksi : untuk menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali ke posisi semua. Beban maksimal 4-5kg karena bila kelebihan kulit akan lepas. Skeletal traksi : K-wire, Steinmann pin, atau Denham pin Komplikasi traksi

Gangguan sirkulasi darah akibat beban >12kg Trauma saraf peroneus (kruris) akibat droop foot Sindroma kompartemen Infeksi akibat tempat masuknya pin

b) Internal / ORIF : k-wire, plating, screw, k-nail

3. UNION

4. REHABILITASI

Proses Penyembuhan Fraktur Ada 5 Stadiumi. Pembentukan Hematom : kerusakan jaringan lunak dan penimbunan darahii. Organisasi Hematom / inflamasi : dalam beberapa jam post fraktur terbentuk fibroblast ke hematom dalam beberapa hari terbentuk kapiler kemudia terjadi jaringan granulasiiii. Pembentukan KALLUS : Fibroblast pada jaringan granulasi menjadi kolagenoblast kondroblast kemudian dengan partisipasi osteoblast sehat terbentuk kallus setelah 7-10 hari pasca trauma.iv. Konsolidasi : Woven bone berubah menjadi lamellar bonev. Remodelling : Kalus berlebihan menjadi tulang normal

Prinsip terjadinya UNION :

Dewasa : kortikal 3 bulan, kanselus 6 minggu Anak-anak : separuh dari orang dewasa3ETIKA KEDOKTERAN

Etika profesi kedokteran diawali dalam bentuk Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa pada waktu itu. Kemudian ianya dintakan dalam bentuk sumpah kedokteran. Pada 1968, World Medical Association dalam Deklarasi Geneva telah menelorkan sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional kedalam aspek etik kedokteran.

Sumpah dokter yang paling banyak dikenal adalah sumpah Hippocrates yang berisikan kewajipan-kewajipan dokter dalam berprilaku dan bersikap atau seperti code of conduct bagi dokter. Kode etik kedokteran Indonesia (Kodeki) dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional yang berunsurkan tentang kewajipan umum, kewajipan terhadap pasien, kewajipan terhadap sesame dan kewajipan terhadap diri sendiri.KODEKI 1) Kewajiban UmumPasal 1:Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.

Pasal 2:Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3:Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4:Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5:Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6:Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7:Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

Pasal 7a:Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b:Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien

Pasal 7c:Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 7d:Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 8:Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9:Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.2) Kewajiban Dokter Terhadap PasienPasal 10:Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11:Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 12:Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13:Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

3) Kewajiban Dokter Terhadap Teman SejawatPasal 14:Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 15:Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

4) Kewajiban Dokter Terhadap Diri SendiriPasal 16:Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 17:Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan. 4-5HUBUNGAN DOKTER-PASIENTeori hubungan dokter dengan pasien dapat dilukiskan dari aspek sifat antara lain:

1. Bersifat religiusPada awal profesi kedokteran, dipercaya bahwa timbulnya penyakit berasal dari kemarahan dewa. Seorang yang sedang sakit melapor kepada sang pemimpin agama lalu dibuat upaya keagamaan utuk penyembuhan

2. Bersifat paternalistisPada perkembangan selanjutnya, muncul pembagian pekerjaan dimana orang orang pandai pada masanya memiliki pemikiran tersendiri. Salah satunya adalah ada orang orang yang mau menolong orang sakit. Orang tersebut boleh dikatakan dokter generasi pertama dan tidak lagi berhubungan dengan upacara keagamaan. Dokter zaman dahulu mempunyai murid dan menurunkan keahliannya kepada muridnya itu. Profesi kedokteran seperti ini dimulai pada abad ke -5 SM oleh Hipokrates di Yunani.

Karena pengajaran (pendidikan ) yang bersifat turun temurun tersebut, para dokter kuno merupakan golongan yang tertutup bagi komunitas terbatas yang menguasai ilmu pengobatan ilmu kedokteran kuno tersebut. Masyarakat atau orang awam sangat tidak memahami proses pengobatan. Akhirnya timbul suatu hubungan yang berat sebelah dan pasien sangat tergantung pada dokter. Para dokter kuno selain berpendidikan juga mengaku sebagai keturunan dewa. Hubungan ini disebut hubungan paternalistis. Dokter mengobati dengan memberi perintah yang harus dituruti oleh pasien hubungan modrl ini berlangsung sejak abad ke-5 SM sampai zaman modern sebelum teknologi informasi berkembang.

3. Bersifat penyedia jasa dan konsumenHubungan jenis ini disebut juga provider dan consumer relationship. Perubahan dari paternalistis ke hubnugan ini bertepatan dengan perkembangan teknologi informasi dimana masyarakat makin sadar akan hak haknya serta mampu menilai pekerjaan dokter. Berikut ini merupakan faktor faktor yang dapat mengidentifikasi berakhirnya era paternalistis : Pelayanan kesehatan mulai bergeser dari pelayanana prorangan ( praktik pribadi ) menuju praktik pelayanan di rumah sakit.

Perkembangan ilmu teknologi kesehatan memberikan kesempatan tindakan yang makin canggih. Namun, tidak semua tindakan berhasil dengan baik sesuai harapan.

kekecewaan sering menimbulkan tuntutan hukum.

pengacara terlibat

UU No. 8 / 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) mempunyai 2 sasaran pokok, yaitu :

Memberdayakan konsumen dalam hubungannya dengan pelaku usaha (publik atau privat) barang dan atau jasa

Mengembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab.

Jenis-jenis masalah perlindungan konsumen sejak berlakunya UU No. 8 / 1999 tentang Perlindungan Konsumen sangat beragam, namun gugatan konsumen terhadap pelayanan jasa kesehatan dan yang berhubungan dengan masalah kesehatan masih tergolong langka. Hal ini antara lain disebabkan selama ini hubungan antara si penderita dengan si pengobat, yang dalam terminology dunia kedokteran dikenal dengan istilah transaksi terapeutik, lebih banyak bersifat paternalistic. Seiring dengan perubahan masyarakat, hubungan dokter - pasien juga semakin kompleks, yang ditandai dengan pergeseran pola dari paternalistic menuju partnership, yaitu kedudukan dokter sejajar dengan pasien (dokter merupakan partner dan mitra bagi pasien). 4. Bersifat upaya bersama dan kemitraanDalam kondisi sakit, baik berat maupun ringan, baik sakit fisik maupun mental, seorang pasien membutuhkan dokter. Di lain pihak, budaya paternalistis di Indonesia jangan sampai disalahgunakan oleh dokter yang tujuan utamanya adalah mencari uang tanpa memerhatikan kondisi pasien. Budaya saling menghargailah yng justru harus dikembangkan agar ada rasa saling percaya antara pasien dan dokter. Di Indonesia bayak pasien mengajukan tuntutan hukum kepada dokter, sementara sang dokter bersikap defensif. Semakin banyak jug pasien yang pergi ke luar negeri untuk berobat karena tidak lagi mempercayai kompetensi dokter di Indonesia. Tidak sedikit pula dokter senior yang sangt diminati pasien hingga harus berpraktik hingga dini hari, padahal banyak pasiennya yang bisa dirujuk atau didelegasikan kepada dokter lain. Kondisi ini menyebabkan dokter tidak bisa bekerja maksimal dan mengecewakan pasien. Peristiwa berlebihan semacam inilah yang akan diatur oleh IDI dengan pembatasan tempat praktik dan pelayanan dokter di maksimum tiga tempat. Hal tersebut tertuang dalam Undang undang no. 29 tahun 2004 tentang praktik kedoteran dan kedokteran gigi. Hubungan dokter-pasien semestinya atas saling percaya, bukan kontrak bisnis. Dokter maupun pasien sama-sama profesional dan proporsional dalam memecahkan permasalahan kesehatan. Dokter harus selalu berlaku profesional dalam menjalankan profesinya, serta mengkomunikasikan secara proporsional segala aspek yang terkait dengan tindakan medis yang dilakukannya. Sementara pasien mesti memahami aspek yang terkait dengan pengambilan keputusan medis sehingga mengerti manfaat dan risiko dari tindakan medis tersebut.

Selain Kodeki, praktek kedokteran juga berpegan kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, yang mana terdapat empat kaedah dasar moral untuk mencapai ke suatu keputusan etik yaitu : Prinsip otonomi: Mengenai menghormati hak-hak pasien, terutama otonomi pasien. Pasien bebas untuk mentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yg mereka pilih (Fry, 1987).

Prinsip beneficence: Berorientasi kepada kebaikan pasien Prinsip non-maleficence: Melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Juga dikenal primum non nocere atau above all do harm. Prinsip justice: Mementingkan fairness dan keadilan dan meniadakan diskriminasi dalam bersikap atau mendistribusi sumber daya (distributive justice). Otonomi pasien dianggap sebagai cermin konsep self governance, liberty rights, dan individual choice. Suatu tindakan medis terhadap pasien tanpa memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari pasien tersebut dapat dianggap sebagai penyerangan atas hak orang lain atau melanggar hukum. Prinsip otonomi pasien ini dianggap sebagai dasar informed consent. Tindakan medis terhadap pasien harus mendapat persetujuan dari pasien tersebut, setelah ia menerima dan memahami informasi yang diperlukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan otonomi pasien : Tingkat kesadaran

Usia

Penyakit

Lingkungan rumah sakit

Ekonomi

Tersedianya informasi6-7A. HUBUNGAN KESEJAWATANPasal 14 : Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.Kawan-kawan seperjuangan merupakan suatu kesatuan aksi di bawah panji perikemanusiaan untuk memerangi penyakit yang merupakan salah satu pengganggu keselamatan dan kebahagiaan umat manusia. Sejarah ilmu kedokteran penuh dengan peristiwa kejujuran, ketekunan danpengabdian yang mengharukan. Penemuan dan pengalaman yang baru dijadikan milik bersama. Panggilan suci yang menjiwai hidup dan perbuatan telah mempersatukan merekadan menempatkan dokter pada satu kedudukan terhormat dalam masyarakat. Berhubungan dengan itu, maka Etik Kedokteran mengharuskan setiap dokter memelihara hubungan baik dengan teman sejawatnya sesuai makna atau butir dari lafal sumpah dokter yang mengisyaratkan perlakuan terhadap sejawatnya sebagai berikut: Saya akan perlakukan teman sejawat saya sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan.Hubungan antara teman sejawat dapat menjadi buruk karena perbedaan pendapat tentang cara penanganan pasien, perselisihan mengenai cara mewakili teman sejawat yang cuti, sakit, dan sebagainya. Kejadian tersebut hendaknya diselesaikan secara musyawarah antar sejawat. Kalau dengan cara demikian juga tidak terselesaikan, maka dapat diminta pertolongan pengurus Ikatan Dokter Indonesia atau Majelis Kehormatan Etik Kedokteran untuk menjelaskannya. Harus dihindarkan campur tangan dari pihak luar. Perbuatan sangat tidak kolegial ialah mengejek teman sejawat dan mempergunjingkannya dengan pasien atau orang lain tentang perbuatannya yang dianggap kurang benar. Tidak jarang terjadi seorang pasien mengunjungi dua atau tiga dokter untuk penyakitnya, dan pada akhirnya memilih dokter yang dalam ucapan dan perbuatannya sesuai dengan selera dan harapannya. Dengan sendirinya seorang dokter yang mengetahui kejadian tersebut harus bertindak bijak dalam menangani pasien tersebut. Seandainya seorang teman sejawat membuat kekeliruan dalam pekerjaannya, maka teman sejawat yang mengetahui hal itu seyogyanya menasehatinya. Dokter yang keliru harus menerima nasehat ataupun teguran dengan lapang dada asal disampaikan dalam suasana persaudaraan. Jangan sekali-kali menjatuhkan seorang sejawat dari kedudukannya apalagi menggunakan pihak lain. Sewaktu berhadapan dengan pasien, seorang dokter tidak boleh memperlihatkan bahwa ia tidak sepaham dengan teman sejawatnya dengan menyindir, atau dengan sikap yang menjuuru ke arah demikian.

Pasal 15 : Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.Dokter yang menerima pasien yang sedang menjalani pengobatan dari dokter lain tidak etis bila mengganti obat dari dokter pertama dan mencela pengobatan dokter pertama dihadapan pasien, padahal belum sempat diamati efeknya dan karena semata mendengar keluhan pasien yang tidak sabar dan terburu waktu. Penggantian atau penghentian obat dapat dilakukan bila kita ykini bahwa pengobatan dari dokter pertama memang nyata-nyata keliru, menimbulkan efek sampingan atau tidak diperlukan lagi dan bijaksana jika dasarnya dikemukakan. Pada dasarnya kewajiban seorang dokter terhadap teman sejawatnya yaitu kewajiban untuk memperingatkan dan mengontrol, memberikan dukungan moral, dan memberikan kesaksian yang sebenarnya kepada teman sejawatnya.DAFTAR PUSTAKA

1. Staf pengajar bagian kedokteran forensik fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Edisi ke-1. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1994. h.20-3; h.24-5; h. 41.2. Etika Kedokteran Indonesia dan Penanganan Pelanggaran Etika di Indonesia Budi Sampurna (2005). Diunduh dari: URL: Hyperlink http://www.freewebs.com/etikakedokteranindonesia.3. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran. Cetakan ke-2. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. h.8-10; h.30-5; h. 36-7; h. 77-85; h. 87-111.4. Lafal Sumpah Dokter (10 Juni 2009). Diunduh dari: URL: Hyperlink http://www.docstoc.com/docs/12697259/Lafal-Sumpah-Dokter.5. Peran komunikasi dalam menjalankan profesi dokter yang berkualitas di masyarakat (27 Maret 2009). Diunduh dari: URL: Hyperlink http://pustaka.uns.ac.id/?menu=news&option=detail&nid=150.6. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2008. h. 48-56; h. 120-1.7. Rekam medis (2005). Diunduh dari: URL: Hyperlink http://www.freewebs.com/medicalrecord.Makalah PBL Blok 30

Emergency Medicine II

ETIKA PROFESI KEDOKTERAN

Nama : Eva G Harianja

NIM : 10-2007-215