informed consent
TRANSCRIPT
INFORMED CONSENT
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk
dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti
mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan
sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat
mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan
dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat.
Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan
mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu
yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini
dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban
atas pertanyaan pasien.
SAAT UNTUK MEMBERI INFORMASI
Setelah hubungan dokter pasien terbentuk, dokter memiliki kewajiban untuk
memberitahukan pasien mengenai kondisinya; diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan
penunjang, terapi, risiko, alternatif, prognosis dan harapan. Dokter seharusnya tidak mengurangi
materi informasi atau memaksa pasien untuk segera memberi keputusan. Informasi yang
diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.Add content to your paragraph here.
ELEMEN-ELEMEN INFORMED CONSENT
Suatu informed consent harus meliputi :
1. Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi dan penyakitnya
2. Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar
kemungkinan keberhasilannya
1
3. Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat apabila penyakit
tidak diobati
4. Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi
Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi dalam
penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan.
RUANG LINGKUP PEMBERIAN INFORMASI
Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan medis
pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab orang lain
yang berperan serta dalam pengobatan pasien.
Di Florida dinyatakan bahwa setiap orang dewasa yang kompeten memiliki hak dasar
menentukan tindakan medis atas dirinya termasuk pelaksanaan dan penghentian pengobatan
yang bersifat memperpanjang nyawa. Beberapa pengadilan membolehkan dokter untuk tidak
memberitahukan diagnosis pada beberapa keadaan. Dalam mempertimbangkan perlu tidaknya
mengungkapkan diagnosis penyakit yang berat, faktor emosional pasien harus dipertimbangkan
terutama kemungkinan bahwa pengungkapan tersebut dapat mengancam kemungkinan pulihnya
pasien.
Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit tertentu
walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inkonklusif.
HAL-HAL YANG DIINFORMASIKAN
1. Hasil Pemeriksaan
Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Misalnya
perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusan
selanjutnya berada di tangan pasien.
2
2. Risiko
Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi
yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi idiosinkratik dan kematian
yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter. Sebagian kalangan
berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus diberitahu pada pasien. Jika seorang dokter
mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan terdapat alternatif pengobatan lain yang
lebih aman, ia harus memberitahukannya pada pasien. Jika seorang dokter tidak yakin pada
kemampuannya untuk melakukan suatu prosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapat
melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien.
3. Alternatif
Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Ia
harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari
beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan
terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan
prosedur, keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.
4. Rujukan/ konsultasi
Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan dan
pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien tertentu.
Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia merasa tidak mampu melaksanakan
terapi karena keterbatasan kemampuannya dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat
menangani pasien tersebut lebih baik darinya.
5. Prognosis
Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan,
biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak
mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa
yang terjadi dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat
3
diduga oleh dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari informed
consent.
STANDAR PENGUNGKAPAN YANG DIKEMBANGKAN OLEH PENGADILAN
Dua pendekatan diadaptasi oleh pengadilan dalam menggambarkan lapangan kewajiban
pengungkapan seorang dokter - standar pengungkapan profesional, standar pengungkapan
umum, atau standar pasien secara layak.
Di bawah standar pengungkapan profesional, tugas dokter untuk membuka rahasia diatur
oleh standar pelaku medis, dilakukan di dalam lingkungan yang sama atau serupa. Standar
pengungkapan ini yang diatur seterusnya baik oleh undang-undang maupun hukum umum pada
mayoritas peraturan Amerika Serikat menetapkan bahwa seorang dokter harus memberi
informasi sesuai dengan pelayanan kedokteran terkini. Banyak pengadilan telah menegakkan
standar pelaksana medis dalam komunitas yang sama atau serupa, di bawah lingkungan yang
sama atau serupa. Jika seorang dokter bertugas untuk mengungkapkan suatu fakta dan jika
begitu, fakta apa yang wajib diberitahukan bergantung pada yang biasa dilakukan pada
komunitas setempat.
Standar pengungkapan umum atau standar pasien secara layak, yang ditetapkan
seterusnya oleh undang-undang atau hukum umum dalam peraturan minoritas yang bermakna,
membebankan tugas pada dokter untuk memberitahu setiap informasi yang akan bergantung
pada proses pembuatan keputusan oleh pasien. Hal ini berbeda-beda sesuai kemampuan pasien
untuk memahaminya. Bahkan dalam pengakuan medis ahli yang mendukung, seseorang dapat
saja melanggar standar pengungkapan yang seharusnya dalam peraturan ini jika juri
berkesimpulan bahwa informasi spesifik yang tidak diberitahukan akan berpengaruh bermakna
terhadap keputusan pasien apakah akan menjalani terapi tertentu atau tidak. Standar umum
membiarkan juri untuk memutuskan apakah dokter memberikan informasi yang cukup pada
pasien untuk membuat pilihan terhadap tatalaksana, sedangkan standar profesional membiarkan
dokter untuk menunjukkan apakah ia memberikan informasi yang cukup sesuai standar
pelayanan medis dalam komunitas tersebut. Perkembangan terkini adalah pengadilan yang
mengadaptasi bentuk standar umum.
4
Sekali telah ditegakkan, baik oleh standar profesional atau umum, bahwa pasien tidak
menerima informasi yang biasanya dibutuhkan untuk membuat pilihan bijak mengenai apakah
akan menolak atau menyetujui terapi, pengadilan akan memperhatikan materi dari informasi
yang kurang tersebut; yaitu akankah seseorang menolak atau menyetujui jika berada dalam
lingkungan yang sama atau serupa. Dengan kata lain, apakah kurangnya informasi menyebabkan
kecacatan/kerugian yang memang sudah diduga atau akankah pasien tetap menyetujuinya dalam
keadaan apapun. Tergantung dari peraturan yang terlibat, pengadilan telah menetapkan satu dari
dua standar yaitu standar objektf (juri memutuskan apakah pasien dalam keadaan serupa akan
menolak terapi) atau standar subyektif (juri memutuskan apakah pasien yang sebenarnya akan
menolak terapi). Kebanyakan peraturan mengikuti standar objektif.
SIAPA YANG MENGUNGKAPKAN ?
Siapa yang bertanggungjawab untuk mendapatkan informed consent pasien - pengadilan
umumnya telah menempatkan tugas ini pada dokter yang didatangi pasien pada waktu ada
pertanyaan. Pengadilan umumnya mengenali bahwa dokter, bukan perawat atau paramedis
lainnya, berkemampuan untuk mendiskusikan tatalaksana dan penanganannya. Perawat atau
paramedis lainnya mungkin hanya penambah atau pelengkap informasi spesifik dari dokter
dengan informasi umum tergantung situasi pasien. Dokter, selain dari dokter pertama pasien,
memiliki kewajiban yang independen untuk memberi informasi mengenai risiko, keuntungan,
dan alternatif pilihan yang ditujukan padanya.
Pengadilan sangat jelas dalam opini tertulisnya bahwa tanggung jawab untuk
memperoleh informed consent dari pasien tetap dengan dokter dan tidak dapat didelegasikan.
Dokter dapat mendelegasikan otoritasnya (wewenangnya) untuk memperoleh informed consent
kepada dokter lain namun tidak dapat mendelegasikan tanggung-jawabnya untuk mendapatkan
informed consent yang tepat.
PERANAN RUMAH SAKIT
Pertanyaan yang sering muncul, terutama dari dokter yang berpraktek di rumah sakit
adalah ”Apakah rumah sakit memiliki tanggung jawab untuk menjamin bahwa pasien menerima
informasi yang cukup meskipun pengadilan telah menempatkan tugas primer kepada dokter?”
5
Dalam teori respondeat superior, manajer rumah sakit dapat ditahan dengan dokter
pegawai rumah sakit yang lalai untuk memperoleh informed consent yang dapat menimbulkan
kecacatan dan kegawatan pada pasien. Kebijakan rumah sakit harus mengatur mengenai
bagaimana informed consent diperoleh. Perawat atau petugas rumah sakit lainnya harus menunda
terapi yang sudah direncanakan dokter jika persetujuan yang sebelumnya sudah diberikan ditarik
kembali oleh pasien, sehingga dokter dapat mengklarifikasi kembali keputusan pasien.
Pengadilan cenderung untuk menjatuhkan kewajiban yang lebih ketat kepada rumah sakit untuk
memastikan bahwa dokter memperoleh persetujuan/penolakan sebelum melakukan tindakan.
BENTUK PERSETUJUAN/PENOLAKAN
Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat.
Istilah untuk kelalaian rumah sakit tersebut yaitu ”fraudulent concealment”. Pasien yang akan
menjalani operasi mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh dokter
lain dapat saja menuntut malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya informed
consent dan dapat menuntut dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya.
Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan bahwa
persetujuan diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari informed
consent yang benar yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi.
Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang
merangkum semua informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis pasien.
Format tersebut bervariasi sesuai dengan terapi dan tindakan yang akan diberikan. Saksi tidak
dibutuhkan, namun saksi merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed consent. Informed
consent sebaiknya dibuat dengan dokumentasi naratif yang akurat oleh dokter yang
bersangkutan.
OTORITAS UNTUK MEMBERIKAN PERSETUJUAN
Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang
direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan tidak
6
mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah. Sebagai
akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika
pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang ditunjuk pengadilan
harus mengambil otoritas terhadap pasien.
Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapa masalah. Otoritas seseorang terhadap
persetujuan pengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untuk menolak perawatan
tersebut. Pengadilan telah membatasi hak penolakan ini untuk kasus dengan alasan yang tidak
rasional. Pada kasus tersebut, pihak dokter atau rumah sakit dapat memperlakukan kasus sebagai
keadaan gawat darurat dan memohon pada pengadilan untuk melakukan perawatan yang
diperlukan. Jika tidak cukup waktu untuk memohon pada pengadilan, dokter dapat berkonsultasi
dengan satu atau beberapa sejawatnya.
Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika
pasien, meskipun inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga, maka
dokter perlu berhati-hati. Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan
mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun pasien tidak mampu untuk memberikan
persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya segera dilakukan (1) jika
keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan segera, (3) jika tidak
ada dilarang undang-undang.
INFORMED KONSEN
Hak-Hak Pasien dalam Menyatakan Persetujuan Rencana Tindakan Medis
dr. Rano Indradi S, M.Kes (Health Information Management Consultant)
Seorang pasien memiliki hak dan kewajiban yang layak untuk dipahaminya selama dalam proses
pelayanan kesehatan. Ada 3 hal yang menjadi hak mendasar dalam hal ini yaitu hal untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan (the right to health care), hak untuk mendapatkan informasi
(the right to information), dan hak untuk ikut menentukan (the right to determination). Dalam
artikel ini akan dipaparkan pelaksanaan dari 3 hak mendasar tersebut berkaitan dengan proses
pengisian formulir pernyataan menyetujui terhadap suatu rencana tindakan medis. Proses untuk
7
menyatakan setuju ini disebut dengan Informed Consent. Hak dan kewajiban yang lain dari
seorang pasien akan dipaparkan dalam artikel yang lain. Seorang pasien yang sedang dalam
pengobatan atau perawatan disuatu sarana pelayanan kesehatan (saryankes) seringkali harus
menjalani suatu tindakan medis baik untuk menyembuhan (terapeutik) maupun untuk menunjang
proses pencarian penyebab penyakitnya (diagnostik). Pasien yang mengalami radang dan infeksi
pada usus buntunya sehingga perlu dipotong melalui operasi, maka operasi ini termasuk tindakan
medis terapeutik. Pada kasus penyakit lain, kadang-kadang dokter yang merawat perlu
melakukan tindakan medis diagnostik, misalnya biopsi, pemeriksaan radiologi khusus, atau
pengambilan cairan tubuh untuk pemeriksaan lebih lanjut guna memperjelas penyebab penyakit.
Hak atas informasi sebelum melakukan tindakan medis tersebut, dokter seharusnya akan
meminta persetujuan dari pasien. Untuk jenis tindakan medis ringan, persetujuan dari pasien
dapat diwujudkan secara lisan atau bahkan hanya dengan gerakan tubuh yang menunjukkan
bahwa pasien setuju, misalnya mengangguk. Untuk tindakan medis yang lebih besar atau
beresiko, persetujuan ini diwujudkan dengan menandatangani formulir persetujuan tindakan
medis
KEMAMPUAN MEMBERI PERIJINAN
Perijinan harus diberikan oleh pasien yang secara fisik dan psikis mampu memahami
informasi yang diberikan oleh dokter selama komunikasi dan mampu membuat keputusan terkait
dengan terapi yang akan diberikan. Pasien yang menolak diagnosis atau tatalaksana tidak
menggambarkan kemampuan psikis yang kurang. Paksaan tidak boleh digunakan dalam usaha
persuasif. Pasien seperti itu membutuhkan wali biasanya dari keluarga terdekat atau yang
ditunjuk pengadilan untuk memberikan persetujuan pengganti.
Jika tidak ada wali yang ditunjuk pengadilan, pihak ketiga dapat diberi kuasa untuk
bertindak atas nama pokok-pokok kekuasaan tertulis dari pengacara. Jika tidak ada wali bagi
pasien inkompeten yang sebelumnya telah ditunjuk oleh pengadilan, keputusan dokter untuk
memperoleh informed consent diagnosis dan tatalaksana kasus bukan kegawatdaruratan dari
keluarga atau dari pihak yang ditunjuk pengadilan tergantung kebijakan rumah sakit. Pada
keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat diantara anggota keluarga terhadap perawatan
8
pasien atau keluarga yang tidak dekat secara emosional atau bertempat tinggal jauh, maka
dianjurkan menggunakan laporan legal dan formal untuk menentukan siapa yang dapat
memberikan perijinan bagi pasien inkompeten.
PENGECUALIAN TERHADAP MATERI PEMBERITAHUAN
Terdapat empat pengecualian yang dikenal secara umum terhadap tugas dokter untuk
membuat pemberitahuan meskipun keempatnya tidak selalu ada.
Pertama, seorang dokter dapat saja dalam pandangan profesionalnya menyimpulkan
bahwa pemberitahuan memiliki ancaman kerugian terhadap pasien yang memang
dikontradiinkasikan dari sudut pandang medis. Hal ini dikenal sebagai ”keistimewaan terapetik”
atau ”kebijaksanaan profesional”. Dokter dapat memilih untuk menggunakan kebijaksanaan
profesional terapetik untuk menjaga fakta medis pasien atau walinya ketika dokter meyakini
bahwa pemberitahuan akan membahayakan atau merugikan pasien. Tergantung situasinya,
dokter boleh namun tidak perlu membuka informasi ini kepada keluarga dekat yang diketahui.
Kedua, pasien yang kompeten dapat meminta untuk tidak diberitahu. Pasien dapat
melepaskan haknya untuk membuat informed consent.
Ketiga, dokter berhak untuk tidak menyarankan pasien mengenai masalah yang diketahui
umum atau jika pasien memiliki pengetahuan aktual, terutama berdasarkan pengalaman di masa
lampau.
Keempat, tidak ada keharusan untuk memberitahu pada kasus kegawatdaruratan dimana
pasien tidak sadar atau tidak mampu memberikan persetujuan sah dan bahaya gagal pengobatan
sangat nyata.
KASUS KEGAWATDARURATAN DAN INFORMED CONSENT
Umumnya, hukum melibatkan persetujuan pasien selama keadaan gawat darurat.
Pengadilan biasanya menunda pada keadaan-keadaan yang membutuhkan penanganan segera
untuk perlindungan nyawa atau kesehatan pasien karena tidak memungkinkan untuk memperoleh
9
persetujuan baik dari pasiennya maupun orang lain yang memegang otoritas atas nama pasien.
Pengadilan mengasumsikan bahwa seorang dewasa yang kompeten, sadar, dan tenang akan
memberikan persetujuan untuk penanganan menyelamatkan nyawa. Penting untuk
didokumentasikan keadaan yang terjadi saat gawat darurat. Pada keadaan tersebut, dokter harus
mencatat hal-hal berikut ini : 1) penanganan untuk kepentingan pasien, 2) terdapat situasi gawat
darurat, 3) keadaan tidak memungkinkan untuk mendapatkan persetujuan dari pasien atau dari
orang lain yang memegang otoritas atas nama pasien.
Kenyataan bahwa tatalaksana yang diberikan mungkin memang disarankan secara medis
atau mungkin akan berguna di waktu mendatang tidaklah cukup untuk melakukannya tanpa
persetujuan. Jika dokter tidak yakin apakah kondisi pasien betul-betul membutuhkan tindakan
segera tanpa persetujuan, maka dokter tersebut perlu melakukan konfirmasi dengan sejawatnya.
Peraturan umum terkait persetujuan penanganan keadaan gawat darurat pada seorang anak
sama saja dengan orang dewasa. Pengadilan biasanya menunda menyetujui dokter yang
mengobati pasien anak “dewasa muda” (di atas 15 tahun) yang sudah dapat memberi persetujuan
penanganan keadaan gawat darurat terhadap dirinya. Namun, tetap perlu diperhatikan untuk
membuat informed consent dengan menghubungi orang tua pasien atau orang lain yang
bertanggung jawab atas pasien tersebut.
© 2006 forensik_A1_FKUI
10
INFORMED CONSENT
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual
Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent adalah persetujuan
tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien
tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no
585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan
dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat /
paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting. Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien
atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter
melakukan kelalaian. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga
terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP
Pasal 351. Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran
dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara pengobatan
yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan
kedokteran :
a. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan
melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290 /
11
Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran
sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan ( Ayat 2 ).
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan
kedokteran adalah:
1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak untuk
menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya.
Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.
Tujuan Informed Consent:
a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak
diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasiennya.
b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif,
karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat
suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )
Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan
melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault ).
Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan
kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum
dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan
secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ).
Sumber: Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia
12
PERNYATAAN IDI TENTANG INFORMED CONSENT
1. Manusia dewasa dan sehat rohaniah berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak
dilakukan terhadap tubuhnya.
Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien,
walaupun untuk kepentingan pasien itu sendiri. Oleh karena itu, semua tindakan medis
( diagnostik, terapeutik maupun paliatif ) memerlukan "Informed Consent" secara lisan maupun
tertulis. Setiap tindakan medis yang mengandung risiko cukup besar, mengharuskan adanya
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pasien, setelah sebelumnya pasien itu memperoleh
informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risiko yang
berkaitan dengannya ( "Informed Consent" ).
2. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan lisan atau
sikap diam.
3. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta oleh pasien
maupun tidak. Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi
tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini dokter dapat memberikan
informasi itu kepada keluarga terdekat. Dalam memberikan informasi kepada keluarga terdekat
pasien, kehadiran seorang perawat / paramedik lain sebagai saksi adalah penting.
4. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang direncanakan, baik
diagnostik, terapeutik maupun paliatif. Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat
pula secara tertulis ( berkaitan dengan informasi "Informed Consent" ). Informasi harus diberikan
secara jujur dan benar, terkecuali bila dokter menilai bahwa hal ini dapat merugikan kepentingan
pasien. Dalam hal ini dokter dapat memberikan informasi yang benar itu kepada keluarga
terdekat pasien.
5. Dalam hal tindakan bedah ( operasi ) dan tindakan invasif lainnya, informasi harus diberikan
oleh dokter yang bersangkutan sendiri. Untuk tindakan yang bukan bedah ( operasi ) dan
tindakan invasif, informasi dapat diberikan oleh perawat atau dokter lain, sepengetahuan atau
13
dengan petunjuk dokter yang merawat.
6. Perluasan operasi yang dapat diduga sebelum tindakan dilakukan, tidak boleh dilakukan tanpa
informasi sebelumnya kepada keluarga yang terdekat atau yang menunggu. Perluasan yang tidak
dapat diduga sebelum tindakan dilakukan, boleh dilaksanakan tanpa informasi sebelumnya bila
perluasan operasi tersebut perlu untuk menyelamatkan nyawa pasien pada waktu itu.
7. "Informed Consent" diberikan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sehat rohaniah.
8. Untuk orang dewasa yang berada dibawah pengampuan, "Informed Consent" diberikan oleh
orangtua / kurator / wali.
Untuk yang dibawah umur dan tidak mempunyai orangtua / wali. "Informed Consent" diberikan
oleh keluarga terdekat / induk semang ( guardian ).
9. Dalam hal pasien tidak sadar / pingsan, serta tidak didampingi oleh yang tersebut dalam butir
10. dan yang dinyatakan secara medis berada dalam keadaan gawat dan / atau darurat, yang
memerlukan tindakan medis segera untuk kepentingan pasien, tidak diperlukan "Informed
Consent" dari siapapun dan ini menjadi tanggung jawab dokter.
11. Dalam pemberian persetujuan berdasarkan informasi untuk tindakan medis di RS / Klinik,
maka RS / Klinik yang bersangkutan ikut bertanggung jawab.
Sumber: Lampiran SKB IDI No.319/P/BA./88
ASPEK HUKUM INFORMED CONSENT
Pada dasarnya dalam praktik sehari hari, pasien yang datang untuk berobat ke tempat praktik
dianggap telah memberikan persetujuannya untuk dilakukan tindakan tindakan rutin seperti
pemeriksaan fisik. Akan tetapi, untuk tindakan yang lebih kompleks biasanya dokter akan
memberikan penjelasan terlebih dahulu untuk mendapatkan kesediaan dari pasien, misalnya
kesediaan untuk dilakukan suntikan. Ikhwal diperlukannya izin pasien, adalah karena tindakan
medik hasilnya penuh ketidakpastian, tidak dapat diperhitungkan secara matematik, karena
14
dipengaruhi faktor faktor lain diluar kekuasaan dokter, seperti virulensi penyakit, daya tahan
tubuh pasien, stadium penyakit, respon individual, faktor genetik, kualitas obat, kepatuhan pasien
dalam mengikuti prosedur dan nasihat dokter, dll. Selain itu tindakan medik mengandung risiko,
atau bahkan tindakan medik tertentu selalu diikuti oleh akibat yang tidak menyenangkan. Risiko
baik maupun buruk yang menanggung adalah pasien. Atas dasar itulah maka persetujuan pasien
bagi setiap tindakan medik mutlak diperlukan, kecuali pasien dalam kondisi emergensi.
Mengingat pasien biasanya datang dalam keadaan yang tidak sehat, diharapkan dokter tidak
memberikan informasi yang dapat mempengaruhi keputusan pasien, karena dalam keadaan
tersebut, pikiran pasien mudah terpengaruh. Selain itu dokter juga harus dapat menyesuaikan diri
dengan tingkat pendidikan pasien, agar pasien bisa mengerti dan memahami isi pembicaraan.
Persetujuan tersebut disebut dengan Informed Consent. Informed Consent hakikatnya adalah
hukum perikatan, ketentuan perdata akan berlaku dan ini sangat berhubungan dengan tanggung
jawab profesional menyangkut perjanjian perawatan dan perjanjian terapeutik. Aspek perdata
Informed Consent bila dikaitkan dengan Hukum Perikatan yang di dalam KUH Perdata BW
Pasal 1320 memuat 4 syarat sahnya suatu perjanjjian yaitu:
1. Adanya kesepakatan antar pihak, bebas dari paksaan, kekeliruan dan penipuan.
2. Para pihak cakap untuk membuat perikatan.
3. Adanya suatu sebab yang halal, yang dibenarkan, dan tidak dilarang oleh peraturan perundang
undangan serta merupakan sebab yang masuk akal untuk dipenuhi.
Dari syarat pertama yaitu adanya kesepakatan antara kedua pihak ( antara petugas kesehatan dan
pasien ), maka berarti harus ada informasi keluhan pasien yang cukup dari kedua belah pihak
tersebut. Dari pihak petugas harus mendapat informasi keluhan pasien sejujurnya, demikian pula
dari pihak pasien harus memperoleh diagnosis dan terapi yang akan dilakukan. Ada beberapa
kaidah yang harus diperhatikan dalam menyusun dan memberikan Informed Consent agar
hukum perikatan ini tidak cacat hukum, diantaranya adalah:
1. Tidak bersifat memperdaya ( Fraud ).
2. Tidak berupaya menekan ( Force ).
3. Tidak menciptakan ketakutan ( Fear ).
15
Sumber:
1. Penyelesaian Hukum dalam Malapraktik Kedokteran, Nusye K I Jayanti S.H, M.Hum, M.Sc
2. Hukum Kesehatan Pengantar Menuju Perawat Profesional, Ns Ta'adi, S.Kep, M.HKes
INFORMED CONSENT
Dr. Aswin W. Sastrowardoyo SpOG
Informed consent adalah lebih daripada hanya sekedar mendapatkan tanda tangan seorang pasien
pada suatu formulir persetujuan. Informed consent adalah suatu proses komunikasi antara pasien
dan dokter yang menghasilkan pemberian izin oleh pasien untuk menjalankan suatu intervensi
medik tertentu1. Dalam proses komunikasi ini, dokter sebagai orang yang memberi terapi atau
melakukan tindakan mediklah yang harus menjelaskan dan mendiskusikan bersama pasien hal-
hal di bawah ini. Proses komunikasi ini tidak bisa diwakilkan kepada orang lain. Hal-hal yang
harus dibicarakan1:
1. Diagnosis pada pasien, kalau sudah diketahui;
2. Sifat dan manfaat dari pengobatan atau tindakan yang direncanakan;
3. Risiko dan manfaat dari pengobatan atau tindakan yang direncanakan;
4. Pilihan pengobatan atau tindakan yang lain yang tersedia (tanpa melihat biayanya maupun
apakah termasuk di dalam pembiayaan yang dicakup oleh asuransi);
5. Risiko dan manfaat dari pilihan pengobatan atau tindakan lain yang tersedia; dan
6. Risiko dan manfaat yang dihadapi apabila suatu pengobatan atau tindakan tidak dilakukan.
Sebaliknya, pasien atau klien harus mempunyai kesempatan untuk bertanya untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik mengenai suatu pengobatan atau tindakan. Dengan demikian dia
akan dapat membuat keputusan yang berdasarkan pemahaman yang baik mengenai suatu
intervensi medik. Keputusan yang dia ambil bisa berupa persetujuan maupun penolakan akan
intervensi tersebut. Informed consent baru dianggap sah kalau diberikan oleh seorang
pasien/klien yang kompeten dan diberikan secara sukarela.
INFORMED CONSENT, HUKUM, DAN ETIKA
16
Dalam sejarahnya, informed consent berakar pada banyak disiplin ilmu pengetahuan, termasuk
dalam ilmu kesehatan / kedokteran, ilmu hukum, ilmu perilaku sosial, dan ilmu filsafat
moral/etika. Belakangan ini, bidang ilmu yang sangat berpengaruh dalam hal informed consent
adalah ilmu hukum dan ilmu filsafat moral atau filsafat etika. Kedua disiplin ilmu ini, keduanya
dengan metoda dan objektifnya tersendiri, mempunyai fungsi sosial dan intelektual yang
berbeda. Walaupun pendekatan kedua bidang ilmu ini terhadap informed consent rumit dan
kontroversial, intisari dari pendekatan secara hukum, dan pendekatan secara etika mudah
dimengerti. Hukum memfokuskan diri terutama pada konteks klinis, tidak pada riset. Dalam
kacamata hukum, dokter mempunyai kewajiban untuk pertama memberi informasi kepada
pasiennya dan kedua untuk mendapatkan izinnya. Apabila seorang pasien cedera akibat dokter
lalai dengan tidak memberikan informasi yang lengkap mengenai suatu pengobatan atau
tindakan, maka pasien dapat menerima kompensasi finansial dari si dokter karena telah
menyebabkan cedera tersebut. Visi legal ini lebih berfokus pada kompensasi finansial daripada
pada pemberian informasi dan izin yang diberikan pasien secara umum. Dari segi filsafat etika,
informed consent terutama menyangkut pilihan secara otonomi dari pasien dan subyek
penelitian. Secara sederhana kita bisa menyingkat kedua pendekatan ini sebagai berikut:
Pendekatan hukum datang dari teori pragmatis. Pasien mempunyai hak untuk memberi izin atau
menolak, akan tetapi fokusnya adalah pada dokter, yang mempunyai kewajiban dan mempunyai
risiko membayar ganti rugi apabila tidak melaksanakan kewajibannya. Pendekatan filsafat
moral/etika datang dari prinsip menghargai otonomi, dan fokusnya adalah pada pasien atau
subyek, yang mempunyai hak untuk membuat pilihan secara otonomi. Dengan demikian, kedua
kerangka berfikir ini sangatlah sederhana, akan tetapi ternyata sulit untuk diinterpretasikan dan
diperbandingkan. Terdapat banyak sekali beda pendapat mengenai hal ini. Selanjutnya dibahas
mengenai dasar-dasar etika dalam informed consent.
INFORMED CONSENT DAN ETIKA
Pemikiran etika mendasari diri pada prinsip, aturan, dan hak. Ada empat prinsip etika di dalam
informed consent.:
1. Respek/menghargai terhadap otonomi (respect for autonomy)
2. Tidak menyebabkan yang buruk (non-maleficence)
17
3. Kemaslahatan (beneficence)
4. Keadilan (justice)
Keempat prinsip ini bersifat “prima facie”, suatu istilah yang diperkenalkan filosof Inggris, W.D.
Ross, yang berarti: Suatu prinsip adalah memikat, kecuali apabila prinsip tersebut mempunyai
konflik dengan prinsip lain. Apabila terdapat konflik, kita harus memilih di antara keduanya.
Selain itu, selain 4 prinsip ini, sering juga ditambahkan5:
5. Harga diri (dignity)
6. Kebenaran dan kejujuran (truthfulness and honesty)
Penjelasan keenam hal di atas:
1. Menghargai Otonomi (Voluntas aegroti suprema lex). Dalam semua proses pengambilan
keputusan, dianggap bahwa keputusan yang dibuat setelah mendapatkan penjelasan itu dibuat
secara sukarela dan berdasarkan pemikiran rasional. Di dalam dunia kedokteran, dokter
menghargai otonomi pasien berarti bahwa si pasien/klien mempunyai kemampuan untuk berlaku
atau bertindak secara sadar dan intensional, dengan pengertian penuh, dan tanpa pengaruh-
pengaruh yang bisa menghilangkan kebebasannya3,4.
2. Tidak menyebabkan yang buruk (non-maleficence / primum non nocere). Di dalam prinsip ini,
doktertidak boleh secara sengaja menyebabkan perburukan atau cedera pada pasien, baik akibat
tindakan (commission) atau tidak dilakukannya tindakan (omission). Dalam bahasa sehari-hari:
Akan dianggap lalai apabila seseorang memaparkan risiko atau cedera yang tidak layak
(unreasonable) kepada orang lain. Standar perawatan yang meminimalkan risiko cedera atau
perburukan merupakan hal yang diinginkan masyarakat secara common sense3,4.
3. Kemaslahatan (Salus aegroti suprema lex). Adalah kewajiban petugas kesehatan untuk
memberikan kemaslahatan, kebaikan, kegunaan, benefit bagi pasien, dan juga untuk mengambil
langkah positip mencegah dan menghilangkan kecederaan dari pasien3,4. Dalam hal informed
consent untuk ad. 2 dan ad. 3: adalah kewajiban dokter untuk memberi penjelasan mengenai
pengobatan atau tindakan, baik manfaat maupun kekurangannya.
18
4. Keadilan. Keadilan di dalam pelayanan dan riset kesehatan digambarkan sebagai kesamaan
hak bagi pasien-pasien dengan kondisi yang sama. Di dalam informed consent, penjelasan bagi
pasien harus diberikan sampai dengan pengobatan yang mungkin saja tidak terjangkau atau tidak
dilindungi pihak asuransinya3,4.
5. Harga Diri. Pasien, dan dokter mempunyai hak atas harga dirinya5.
6. Kebenaran dan Kejujuran. Kebenaran dan kejujuran adalah suatu keharusan di dalam
hubungan dokter pasien / subyek. Informed consent diberikan oleh pasien / subyek berdasarkan
informasi yang benar dan jujur5.
Contoh Inform Consent
INFORMED CONSENT FOR LASER IN-SITU KERATOMILEUSIS (LASIK) Informed
consent UNTUK LASER IN-SITU Keratomileusis (LASIK)
INTRODUCTION
This information is being provided to you so that you can make an informed decision about the
use of a device known as a microkeratome, combined with the use of a device known as an
excimer laser, to perform LASIK. LASIK is one of a number of alternatives for correcting
nearsightedness, farsightedness and astigmatism. In LASIK, the microkeratome is used to shave
the cornea to create a flap. The flap then is opened like the page of a book to expose tissue just
below the cornea's surface. Next, the excimer laser is used to remove ultra-thin layers from the
cornea to reshape it to reduce nearsightedness. Finally, the flap is returned to its original position,
without sutures. Informasi ini disediakan untuk Anda sehingga Anda dapat membuat keputusan
informasi tentang penggunaan perangkat yang dikenal sebagai sebuah microkeratome,
dikombinasikan dengan penggunaan perangkat yang dikenal sebagai laser excimer, untuk
melakukan LASIK. LASIK merupakan salah satu dari sejumlah alternatif untuk mengoreksi
rabun jauh, rabun dekat dan Silindris. Dalam LASIK, microkeratome digunakan untuk mencukur
kornea untuk membuat penutup permukaan tersebut. flap kemudian dibuka seperti halaman buku
19
untuk mengekspos jaringan hanya kornea yang di bawah ini,. Berikutnya laser excimer
digunakan untuk menghapus-lapisan ultra tipis dari kornea untuk membentuk kembali itu untuk
mengurangi rabun. Akhirnya, flap dikembalikan ke posisi semula, tanpa jahitan.
LASIK is an elective procedure: There is no emergency condition or other reason that requires or
demands that you have it performed. You could continue wearing contact lenses or glasses and
have adequate visual acuity. LASIK merupakan prosedur elektif: Tidak ada kondisi darurat atau
alasan lain yang memerlukan atau tuntutan bahwa Anda telah itu dilakukan. Anda bisa
melanjutkan memakai lensa kontak atau kacamata dan memiliki ketajaman visual yang memadai.
This procedure, like all surgery, presents some risks, many of which are listed below. You
should also understand that there may be other risks not known to your doctor, which may
become known later. Despite the best of care, complications and side effects may occur; should
this happen in your case, the result might be affected even to the extent of making your vision
worse. Prosedur ini, seperti operasi semua, menyajikan beberapa risiko, banyak yang tercantum
di bawah ini.. harus Anda juga memahami bahwa mungkin ada risiko lain yang tidak diketahui
akan ke dokter, yang bisa menjadi dikenal kemudian Meskipun yang terbaik dari perawatan,
komplikasi dan efek samping mungkin terjadi, harus ini terjadi dalam kasus Anda, hasilnya
mungkin akan terpengaruh bahkan sampai membuat visi Anda lebih parah.
ALTERNATIVES TO LASIK ALTERNATIVES UNTUK LASIK
If you decide not to have LASIK, there are other methods of correcting your nearsightedness,
farsightedness or astigmatism. These alternatives include, among others, eyeglasses, contact
lenses and other refractive surgical procedures. Jika Anda memutuskan untuk tidak memiliki
LASIK, ada metode lain untuk mengoreksi rabun jauh Anda, rabun dekat atau astigmatisme.
Alternatif-alternatif ini, antara lain, kacamata lensa kontak, dan lain prosedur bedah refraksi.
PATIENT CONSENT PASIEN Consent
In giving my permission for LASIK, I understand the following: The long-term risks and
effectsof LASIK are unknown. I have received no guarantee as to the success of my particular
20
case. Dalam memberikan izin saya untuk LASIK, saya mengerti hal berikut:-risiko jangka
panjang dan dampak LASIK tidak diketahui. Saya telah menerima jaminan untuk keberhasilan
kasus tertentu saya. I understand that the following risks are associated with the procedure
VISION THREATENING COMPLICATIONS VISI mengancam KOMPLIKASI
1. I understand that the microkeratome or the excimer laser could malfunction, requiring the
procedure to be stopped before completion. Depending on the type of malfunction, this may or
may not be accompanied by visual loss. Saya mengerti bahwa microkeratome atau laser excimer
bisa kerusakan, membutuhkan prosedur harus dihentikan sebelum selesai. Tergantung pada jenis
kerusakan, hal ini mungkin atau mungkin tidak disertai dengan kehilangan penglihatan.
2. I understand that, in using the microkeratome, instead of making a flap, an entire portion of
the central cornea could be cut off, and very rarely could be lost. If preserved, I understand that
my doctor would put this tissue back on the eye after the laser treatment, using sutures, according
to the ALK procedure method. It is also possible that the flap incision could result in an
incomplete flap, or a flap that is too thin. If this happens, it is likely that the laser part of the
procedure will have to be postponed until the cornea has a chance to heal sufficiently to try to
create the flap again. Saya mengerti bahwa, dalam menggunakan microkeratome itu, alih-alih
membuat flap, sebuah bagian seluruh kornea pusat dapat dipotong, dan sangat jarang bisa hilang.
Jika diawetkan, saya memahami bahwa dokter akan menempatkan jaringan ini kembali pada
mata setelah perawatan laser, menggunakan jahitan, sesuai dengan metode prosedur Alk. Hal ini
juga kemungkinan bahwa insisi flap bisa mengakibatkan flap tidak lengkap, atau flap yang
terlalu tipis. Jika hal ini terjadi, kemungkinan bahwa bagian laser prosedur ini harus ditunda
sampai kornea memiliki kesempatan untuk menyembuhkan cukup untuk mencoba membuat
tutup.
3. I understand that irregular healing of the flap could result in a distorted cornea. This would
mean that glasses or contact lenses may not correct my vision to the level possible before
undergoing LASIK. If this distortion in vision is severe, a partial or complete corneal transplant
might be necessary to repair the cornea. Saya memahami bahwa penyembuhan tidak teratur flap
bisa mengakibatkan kornea terdistorsi.. Ini berarti bahwa kacamata lensa kontak atau mungkin
saya tidak benar visi ke tingkat mungkin sebelum menjalani LASIK Jika ini distorsi dalam visi
21
parah, transplantasi kornea lengkap atau parsial mungkin diperlukan untuk memperbaiki kornea.
4. I understand that it is possible a perforation of the cornea could occur, causing devastating
complications, including loss of some or all of my vision. This could also be caused by an
internal or external eye infection that could not be controlled with antibiotics or other means.
Saya memahami bahwa adalah mungkin suatu perforasi kornea yang dapat terjadi, menyebabkan
komplikasi yang merusak, termasuk kehilangan sebagian atau semua visi saya. Ini bisa juga
disebabkan oleh infeksi mata eksternal atau internal yang tidak dapat dikontrol dengan
antibiotik.
5. I understand that mild or severe infection is possible. Mild infection can usually be treated
with antibiotics and usually does not lead to permanent visual loss. Severe infection, even if
successfully treated with antibiotics, could lead to permanent scarring and loss of vision that may
require corrective laser surgery or, if very severe, corneal transplantation or even loss of the
eye. . Saya mengerti ringan atau berat bahwa infeksi adalah ringan. Mungkin bisa infeksi
biasanya diobati dengan antibiotik dan biasanya tidak mengarah ke parah visual permanen. Rugi
infeksi, bahkan jika berhasil diobati dengan antibiotik bisa menimbulkan jaringan parut
permanen dan kehilangan visi bahwa mungkin memerlukan pembedahan laser perbaikan atau,
jika sangat parah, transplantasi kornea atau bahkan kehilangan mata.
6. I understand that I could develop keratoconus. Keratoconus is a degenerative corneal disease
affecting vision that occurs in approximately 1/2000 in the general population. While there are
several tests that suggest which patients might be at risk, this condition can develop in patients
who have normal preoperative topography (a map of the cornea obtained before surgery) and
pachymetry (corneal thickness measurement) . 6. Saya memahami bahwa saya bisa
mengembangkan keratoconus. Keratoconus adalah penyakit degeneratif yang mempengaruhi
kornea visi yang terjadi pada sekitar 1 / 2000 pada populasi umum. Meskipun ada beberapa tes
yang menyarankan pasien yang mungkin berisiko, kondisi ini dapat berkembang pada pasien
yang memiliki topografi pra operasi normal (peta kornea diperoleh sebelum operasi) dan
pachymetry (pengukuran ketebalan kornea). Since keratoconus may occur on its own, there is no
absolute test that will ensure a patient will not develop keratoconus following laser vision
22
correction. Sejak keratoconus dapat terjadi dengan sendirinya, tidak ada tes mutlak yang akan
memastikan pasien tidak akan mengembangkan visi keratoconus berikut koreksi laser. Severe
keratoconus may need to be treated with a corneal transplant while mild keratoconus can be
corrected by glasses or contact lenses. keratoconus berat mungkin perlu diobati dengan
transplantasi kornea sementara keratoconus ringan dapat dikoreksi dengan kacamata atau lensa
kontak.
7. I understand that other very rare complications threatening vision include, but are not limited
to, corneal swelling, corneal thinning (ectasia), appearance of “floaters” and retinal detachment,
hemorrhage, venous and arterial blockage, cataract formation, total blindness, and even loss of
my eye. 7,. Aku mengerti sangat langka lainnya yang mengancam visi komplikasi termasuk
tetapi tidak terbatas pada, kornea bengkak, penipisan kornea (ektasia), penampilan dari "floaters"
dan ablasi retina, perdarahan, dan penyumbatan arteri vena, pembentukan katarak, kebutaan
total.
NON-VISION THREATENING SIDE EFFECTS
1. I understand that there may be increased sensitivity to light, glare, and fluctuations in the
sharpness of vision. I understand these conditions usually occur during the normal stabilization
period of from one to three months, but they may also be permanent. Saya mengerti bahwa ada
peningkatan sensitivitas terhadap cahaya, cahaya silau, dan fluktuasi ketajaman penglihatan.
Saya memahami kondisi ini biasanya terjadi selama periode stabilisasi normal .
2. I understand that there is an increased risk of eye irritation related to drying of the corneal
surface following the LASIK procedure. These symptoms may be temporary or, on rare
occasions, permanent, and may require frequent application of artificial tears and/or closure of
the tear duct openings in the eyelid. Saya mengerti bahwa ada peningkatan risiko iritasi mata
terkait dengan pengeringan permukaan kornea setelah prosedur LASIK. Gejala ini mungkin
sementara atau, pada kesempatan langka, permanen, dan mungkin memerlukan aplikasi yang
sering air mata buatan dan / atau penutupan bukaan saluran air mata di kelopak mata.
23
3. I understand that an overcorrection or undercorrection could occur, causing me to become
farsighted or nearsighted or increase my astigmatism and that this could be either permanent or
treatable. I understand an overcorrection or undercorrection is more likely in people over the age
of 40 years and may require the use of glasses for reading or for distance vision some or all of
the time. Saya memahami bahwa overcorrection atau undercorrection dapat terjadi, membuat
saya menjadi rabun dekat atau rabun jauh atau meningkatkan Silindris saya dan bahwa ini bisa
menjadi baik permanen atau bisa diobati. Saya memahami sebuah overcorrection atau
undercorrection lebih mungkin pada orang berusia lebih dari 40 tahun dan dapat memerlukan
penggunaan kacamata untuk membaca visi atau untuk jarak beberapa atau semua waktu.
4. After refractive surgery, a certain number of patients experience glare, a “starbursting” or halo
effect around lights, or other low-light vision problems that may interfere with the ability to drive
at night or see well in dim light. The exact cause of these visual problems is not currently known;
some ophthalmologists theorize that the risk may be increased in patients with large pupils or
high degrees of correction. For most patients, this is a temporary condition that diminishes with
time or is correctable by wearing glasses at night or taking eye drops. For some patients,
however, these visual problems are permanent. I understand that my vision may not seem as
sharp at night as during the day and that I may need to wear glasses at night or take eye drops. I
understand that it is not possible to predict whether I will experience these night vision or low
light problems, and that I may permanently lose the ability to drive at night or function in dim
light because of them. I understand that I should not drive unless my vision is adequate. Setelah
operasi bias, sejumlah pasien mengalami silau, sebuah "starbursting" atau efek halo sekitar
lampu, atau masalah visi-cahaya rendah lain yang dapat mengganggu kemampuan untuk
mengemudi pada malam hari atau melihat dengan baik dalam cahaya redup. Penyebab tepat
masalah-masalah visual saat ini tidak diketahui, beberapa dokter mata berteori bahwa risiko
dapat ditingkatkan pada pasien dengan pupil besar atau derajat yang tinggi koreksi. Bagi
sebagian besar pasien, ini adalah kondisi sementara yang berkurang dengan waktu atau
diperbaiki dengan memakai kacamata pada malam hari atau mengambil tetes mata.. Untuk
beberapa pasien, namun, visual masalah ini tetap saya memahami bahwa visi saya mungkin tidak
setajam pada malam hari saat siang hari dan bahwa saya mungkin harus memakai kacamata pada
malam hari atau mengambil tetes mata. Saya memahami bahwa tidak mungkin untuk
24
memprediksi apakah saya akan mengalami visi ini malam atau masalah cahaya rendah, dan
bahwa aku secara permanen mungkin kehilangan kemampuan mengemudi di malam hari atau
fungsi di lampu redup karena mereka. Saya memahami bahwa saya tidak harus drive kecuali visi
5. I understand that I may not get a full correction from my LASIK procedure and this may
require future enhancement procedures, such as more laser treatment or the use of glasses or
contact lenses. Saya mengerti bahwa saya tidak mungkin mendapatkan koreksi penuh dari
prosedur LASIK saya dan ini mungkin memerlukan prosedur tambahan di masa depan, seperti
laser lebih atau penggunaan kacamata atau lensa kontak.
6. I understand that there may be a “balance” problem between my two eyes after LASIK has
been performed on one eye, but not the other. This phenomenon is called anisometropia. I
understand this would cause eyestrain and make judging distance or depth perception more
difficult. I understand that my first eye may take longer to heal than is usual, prolonging the time
I could experience anisometropia. Saya memahami bahwa mungkin ada saldo "" masalah antara
dua mata setelah LASIK telah dilakukan pada satu mata, tetapi tidak yang lain. Fenomena ini
disebut anisometropia. Aku mengerti ini akan menyebabkan kelelahan mata dan membuat jarak
atau kedalaman menilai persepsi lebih sulit . Saya memahami bahwa mata pertama saya mungkin
membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh daripada biasanya.
7. I understand that, after LASIK, the eye may be more fragile to trauma from impact. Evidence
has shown that, as with any scar, the corneal incision will not be as strong as the cornea
originally was at that site. I understand that the treated eye, therefore, is somewhat more
vulnerable to all varieties of injuries, at least for the first year following LASIK. I understand it
would be advisable for me to wear protective eyewear when engaging in sports or other activities
in which the possibility of a ball, projectile, elbow, fist, or other traumatizing object contacting
the eye may be high. Saya memahami bahwa, setelah LASIK, mata mungkin lebih rapuh
terhadap trauma dari dampak. Bukti menunjukkan bahwa, seperti bekas luka, irisan kornea tidak
akan sekuat kornea awalnya ada di situs tersebut. Saya memahami bahwa diperlakukan mata,
karena itu, agak lebih rentan terhadap semua varietas dari cedera, setidaknya untuk tahun
pertama setelah LASIK. Aku mengerti itu akan dianjurkan bagi saya untuk memakai pelindung
25
mata ketika melakukan olahraga atau kegiatan lain yang kemungkinan bola, proyektil, siku,
tangan, atau benda lainnya menghubungi trauma mata mungkin tinggi.
8. I understand that there is a natural tendency of the eyelids to droop with age and that eye
surgery may hasten this process. Saya memahami bahwa ada kecenderungan alamiah dari
kelopak mata untuk menunduk dengan usia dan bahwa operasi mata dapat segera proses ini.
9. I understand that there may be pain or a foreign body sensation, particularly during the first 48
hours after surgery. Saya mengerti bahwa mungkin ada rasa sakit atau sensasi benda asing.
10. I understand that temporary glasses either for distance or reading may be necessary while
healing occurs and that more than one pair of glasses may be needed. Saya memahami bahwa
gelas sementara baik untuk jarak jauh atau mungkin perlu membaca sementara.
11. I understand that the long-term effects of LASIK are unknown and that unforeseen
complications or side effects could possibly occur. Saya mengerti bahwa efek jangka panjang
LASIK tidak diketahui dan yang tak terduga komplikasi atau efek samping yang mungkin
terjadi.
12. I understand that visual acuity I initially gain from LASIK could regress, and that my vision
may go partially back to a level that may require glasses or contact lens use to see clearly. Saya
memahami bahwa ketajaman visual pada awalnya saya peroleh dari LASIK bisa regresi, dan
bahwa visi saya mungkin pergi sebagian kembali ke tingkat yang mungkin memerlukan
kacamata atau lensa kontak digunakan untuk melihat dengan jelas.
13. I understand that the correction that I can expect to gain from LASIK may not be perfect. I
understand that it is not realistic to expect that this procedure will result in perfect vision, at all
times, under all circumstances, for the rest of my life. Saya mengerti bahwa koreksi yang dapat
saya harapkan untuk memperoleh dari LASIK mungkin tidak sempurna. Aku mengerti bahwa
tidak realistis untuk mengharapkan bahwa prosedur ini akan menghasilkan visi yang sempurna,
setiap saat, dalam semua keadaan, selama sisa hidupku . I understand I may need glasses to
26
refine my vision for some purposes requiring fine detailed vision after some point in my life, and
that this might occur soon after surgery or years later. Saya mengerti saya mungkin perlu
kacamata untuk memperbaiki visi saya untuk beberapa tujuan yang membutuhkan visi rinci baik-
baik saja setelah beberapa titik dalam hidup saya, dan bahwa hal ini mungkin terjadi segera.
14. I understand that I may be given medication in conjunction with the procedure and that my
eye may be patched afterward. I therefore, understand that I must not drive the day of surgery
and not until I am certain that my vision is adequate for driving. Saya memahami bahwa saya
dapat diberikan obat-obatan dalam hubungannya dengan prosedur dan bahwa mata saya mungkin
ditambal sesudahnya. Karena itu, mengerti bahwa saya tidak harus drive hari operasi dan tidak
sampai saya yakin bahwa visi saya adalah cukup untuk berkendara.
15. I understand that if I currently need reading glasses, I will still likely need reading glasses
after this treatment. It is possible that dependence on reading glasses may increase or that reading
glasses may be required at an earlier age if I have this surgery. Saya memahami bahwa jika saya
saat ini membutuhkan kacamata baca, saya masih akan mungkin perlu kacamata baca setelah
perawatan ini. Hal ini dimungkinkan bahwa ketergantungan pada kacamata baca dapat
meningkat atau kacamata baca yang mungkin diperlukan pada usia lebih dini.
16. Even 90% clarity of vision is still slightly blurry. Enhancement surgeries can be performed
when vision is stable UNLESS it is unwise or unsafe. Bahkan 90% kejelasan visi masih sedikit
buram operasi. Peningkatan dapat dilakukan ketika visi KECUALI stabil itu tidak bijaksana atau
tidak aman. If the enhancement is performed within the first six months following surgery, there
generally is no need to make another cut with the microkeratome. The original flap can usually
be lifted with specialized techniques. After 6 months of healing, a new LASIK incision may be
required, incurring greater risk. In order to perform an enhancement surgery, there must be
adequate tissue remaining. If there is inadequate tissue, it may not be possible to perform an
enhancement. An assessment and consultation will be held with the surgeon at which time the
benefits and risks of an enhancement surgery will be discussed. Jika perangkat tambahan tersebut
dilakukan dalam enam bulan pertama setelah operasi, ada umumnya tidak perlu membuat lagi
dipotong dengan microkeratome itu.. Asli dapat flap biasanya diangkat khusus dengan teknik
27
Setelah 6 bulan penyembuhan, sayatan LASIK baru mungkin diperlukan yang lebih besar
menimbulkan risiko. Dalam rangka untuk melakukan operasi tambahan, harus ada sisa jaringan
yang cukup. Jika ada jaringan yang tidak memadai, tidak mungkin untuk melakukan perangkat
tambahan. Sebuah penilaian dan konsultasi akan diadakan dengan dokter bedah di mana waktu
manfaat dan risiko dari operasi perangkat tambahan akan dibahas.
17. I understand that, as with all types of surgery, there is a possibility of complications due to
anesthesia, drug reactions, or other factors that may involve other parts of my body. I understand
that, since it is impossible to state every complication that may occur as a result of any surgery,
the list of complications in this form may not be complete. Saya memahami bahwa, seperti
halnya dengan semua jenis operasi, ada kemungkinan komplikasi karena anestesi, obat reaksi,
atau faktor lainnya yang mungkin melibatkan bagian lain dari tubuh saya. Saya memahami
bahwa, karena tidak mungkin untuk menyatakan setiap komplikasi yang mungkin terjadi sebagai
hasil dari operasi apapun, daftar komplikasi dalam bentuk ini tidak mungkin lengkap.
FOR PRESBYOPIC PATIENTS (those requiring a separate prescription for reading): The option
of monovision has been discussed with my ophthalmologis.
PATIENT'S STATEMENT OF ACCEPTANCE AND UNDERSTANDING PASIEN'S
The details of the procedure known as LASIK have been presented to me in detail in this
document and explained to me by my ophthalmologist. My ophthalmologist has answered all my
questions to my satisfaction. I therefore consent to LASIK surgery on: Rincian prosedur yang
dikenal sebagai LASIK telah disajikan kepada saya secara rinci dalam dokumen ini dan
menjelaskan kepada saya oleh dokter mata saya. Saya. Dokter mata telah menjawab semua
pertanyaan saya saya untuk kepuasan Karena itu saya setuju untuk operasi LASIK pada:
_________ Right eye ___________ Left eye _________ Both eyes _________ ___________
Mata kanan mata Waktu _________ Kedua mata
I give permission for my ophthalmologist to record on video or photographic equipment my
28
procedure, for purposes of education, research, or training of other health care professionals. I
also give my permission for my ophthalmologist to use data about my procedure and subsequent
treatment to further understand LASIK. I understand that my name will remain confidential,
unless I give subsequent written permission for it to be disclosed outside my ophthalmologist's
office or the center where my LASIK procedure will be performed. Saya memberi izin untuk
dokter mata saya untuk merekam video atau peralatan fotografi prosedur saya, untuk tujuan
pendidikan, penelitian, atau pelatihan dari para profesional perawatan kesehatan lainnya untuk.
Saya juga memberikan saya izin untuk dokter mata untuk menggunakan data saya tentang
prosedur selanjutnya dan perawatan lebih lanjut LASIK mengerti. Saya memahami bahwa nama
saya akan tetap rahasia, kecuali aku memberi izin tertulis selanjutnya agar bisa diungkapkan di
luar kantor saya yang dokter mata atau pusat di mana prosedur LASIK saya akan dilakukan.
gambargambar Patient Name Date Witness Name Date Nama Pasien Tanggal Tanggal Nama
Saksi
I have been offered a copy of this consent form (please initial) _____ Saya telah menawarkan
salinan formulir persetujuan (mohon awal) _____
29