infeksi kelenjar saliva

9
Perubahan degeneratif pada pulpa dapat fibrous, resorptif atau kalsifikasi/pengkapuran. Bila d maka akan terjadi nekrosis, terutama bila terjadi trombosis pembuluh darah, atau bila leukotok disebabkan oleh suatu kerusakan pada sel jaringan. Bentuk lain degenerasi adalah supurasi. Jik maka akan melepaskan enzim proteolitik dengan menghasilkan pencairan jaringan mati. Proses ini atau pembentukan nanah. iperlukan ! syarat untuk supurasi "#$ nekrosis jaringan "%$ jumlah cu pencernaan benda yang telah mati oleh enzim proteolitik. Bila reaksi tidak cukup besar, karen akan menghasilkan eksudat yang terutama terdiri dari serum, limfa, dan fibrin. &rossman, 'ouis (. #))*. (lmu +ndodontik dalam Praktik edisi ##. Jakarta +&- ematian pulpa banyak diakibatkan karena cedera, dan cedera yang aling banyak adalah akibat infeksi, bakteri yang sering terlibat adalah bakteri piogenik sehingga dalam kasus seperti ini dengan supurasi "nekrosis likuifaksi$. 0edangkan bakteri yang tidak menimbulkan inflamasi supu melalui cara lain, misalnya melalui pengeluaran endotoksin. alam konsentrasi yang rendah pun berpengaruh buruk terhadap fungsi dan proses metabolisme sel. 1alton, 2ichard +. %334. Prinsip dan Praktik (lmu +ndodonsia +disi !. Jakarta +&- 0aluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang terinfeksi, menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar kearah jaringan periapikal secara progresif " etika infeksi mencapai akar gigi, jalur patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh ju ketahanan host , dan anatomi jaringan yang terlibat. 7bses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi bakteri campuran berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mut aureus dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya u 0edangkan Streptococcus mutans memiliki ! enzim utama yang berperandalam penyebaraninfeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidase. Hyaluronidase adalah enzim yang bersi antar sel yang terbuat dari jaringan ikat "hyalin/hyaluronat$, kalau ditilik dari namanya “hy adalah enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar sel penting adanya, seb antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan penguat jaringa rusak dalam jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun a terancam rusak/mati/nekrosis. Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses abses, karenanya seringkali disebut sebagai mixed bacterial infection. S.mutans dengan ! enzimnya yang bersifat destruktif ta saja mampu merusak jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus dengan enzim ko mendeposisi fibrin di sekitar 9ilayah kerja S.mutans, untuk membentuk sebuah pseudomembran yan jaringan ikat, yang sering kita kenal sebagai membran abses "oleh karena itu, jika dilihat me abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat adalah jaringan lunak yang tidak m baik dengan ronsen foto$. (ni adalah peristi9a yang unik dimana S.aureus melindungi dirinya d keradangan dan terapi antibiotika. 5idak hanya prosesdestruksi olehS.mutans dan produksi membran abses sajayang terjadi pada peristi9a pembentukan abses ini, tapi juga ada pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus "pyogenik adalah S.aureus. jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi, tidak ko oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit yang mati "oleh karena itu pus terlihat pu nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar. elompok bakteri yang terutama menghasilkan nanah adalah staphylococcus, streptococcu Bila bakteri piogenik masuk jaringan maka akan terjadi proses peradangan yang ditan peningkatan julah neutrofil dan plasma. Neutrofil akan melingkupi bakteri dengan proses fagos fagositosis ini ada bakteri yang dihancurkan tetapi ada juga bakteri yang resisten

Upload: naayloviana

Post on 02-Nov-2015

229 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

materi tutorial

TRANSCRIPT

Perubahan degeneratif pada pulpa dapat fibrous, resorptif atau kalsifikasi/pengkapuran. Bila degenerasi berlanjut, maka akan terjadi nekrosis, terutama bila terjadi trombosis pembuluh darah, atau bila leukotoksin dilepaskanyang disebabkan oleh suatu kerusakan pada sel jaringan. Bentuk lain degenerasi adalah supurasi. Jika sel PMN terluka, maka akan melepaskan enzim proteolitik dengan menghasilkan pencairan jaringan mati. Proses ini adalah supurasi atau pembentukan nanah. Diperlukan 3 syarat untuk supurasi (1) nekrosis jaringan (2) jumlah cukup leukosit PMN (3) pencernaan benda yang telah mati oleh enzim proteolitik. Bila reaksi tidak cukup besar, karena iritannya lemah, maka akan menghasilkan eksudat yang terutama terdiri dari serum, limfa, dan fibrin. Grossman, Louis I. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktik edisi 11. Jakarta : EGC

Kematian pulpa banyak diakibatkan karena cedera, dan cedera yang [aling banyak adalah akibat infeksi bakteri. Pada infeksi, bakteri yang sering terlibat adalah bakteri piogenik sehingga dalam kasus seperti ini kematian pulpa disertai dengan supurasi (nekrosis likuifaksi). Sedangkan bakteri yang tidak menimbulkan inflamasi supuratif, merusak pulpa melalui cara lain, misalnya melalui pengeluaran endotoksin. Dalam konsentrasi yang rendah pun endotoksin dapat berpengaruh buruk terhadap fungsi dan proses metabolisme sel.Walton, Richard E. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia Edisi 3. Jakarta : EGC

Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang terinfeksi, namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar kearah jaringan periapikal secara progresif (Topazian, 2002). Ketika infeksi mencapai akar gigi, jalur patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahananhost, dan anatomi jaringan yang terlibat.Abses merupakan rongga patologis yang berisipusyang disebabkan oleh infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaituStaphylococcus aureusdanStreptococcus mutans. Staphylococcus aureusdalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebutkoagulaseyang fungsinya untuk mendeposisi fibrin. SedangkanStreptococcus mutansmemiliki 3 enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitustreptokinase, streptodornase,danhyaluronidase.Hyaluronidaseadalah enzim yang bersifat merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat), kalau ditilik dari namanyahyaluronidase, artinya adalah enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar sel penting adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.Pada perjalanannya, tidak hanyaS.mutansyang terlibat dalam proses abses, karenanya infeksi pulpo-periapikal seringkali disebut sebagaimixed bacterial infection. S.mutansdengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja mampu merusak jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkanS.aureusdengan enzimkoagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja S.mutans, untuk membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang sering kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat melalui ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan ronsen foto). Ini adalah peristiwa yang unik dimanaS.aureusmelindungi dirinya danS.mutansdari reaksi keradangan dan terapi antibiotika.Tidak hanya proses destruksi olehS.mutansdan produksi membran abses saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada pembentukanpusoleh bakteri pembuatpus(pyogenik), salah satunya juga adalahS.aureus. jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi, tidak kosong, melainkan terisi olehpusyang konsistensinya terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena itupusterlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar.

Kelompok bakteri yang terutama menghasilkan nanah adalah staphylococcus, streptococcus, dan corynebacterium. Bila bakteri piogenik masuk jaringan maka akan terjadi proses peradangan yang ditandai dilatasi vaskuler dan peningkatan julah neutrofil dan plasma. Neutrofil akan melingkupi bakteri dengan proses fagositosis. Dalam proses fagositosis ini ada bakteri yang dihancurkan tetapi ada juga bakteri yang resisten terhadap enzim lizosim dan berkembang biak dalam neutrofil. Bakteri ini ada yang berbentuk toksinsehingga menghancurkan neutrofil. Enzim yang dikeluarkan oleh neutrofilakan menyebabkan pencairan dari jaringan sel yang matidan juga sel-sel fagosit. Sel dan jaringan yang mencair ini terlihat sebagai nanah yang kental dan berwarna kuning. Sifat kental dari nanah ini disebabkan deoksiribonukleoprotein dari inti sel yang rusak dan mati. Lay, Bibiana. Hastowo sugoyo. 1992. Mikrobiologi. Jakarta : CV Rajawali.

Pusis a protein-rich fluid calledliquor puris, usually whitish-yellow, yellow, or yellow brown in color. Pus consists of a buildup of dead leukocytes (white blood cells) from the body's immune system in response to infection. It accumulates at the site ofinflammation. When the buildup is on or very near the surface of the skin it is called apustule orpimple. An accumulation of pus in an enclosed tissue space is called an abscess.

The presence of pus is the result of our body's natural immune system responding to an infection, usually caused by bacteria or fungi. When the body detects an infection, our immune system immediately reacts to get rid of it and limit the damage.

Leukocytes (white blood cells), which are produced in the marrow of bones, attack the organism that are causing the infection. Neutrophils, a type of leukocyte, have the specific task of attacking harmful fungi or bacteria.

Another type of leukocyte, called macrophages, detect the foreign bodies and release an alarm system in the form of small cell-signaling protein molecules called cytokines. Cytokines alert the neutrophils, which filter from the bloodstream into the affected area.

Experts say that the neutrophils are within the affected area about an hour after an infection starts. The rapid accumulation of neutrophils eventually leads to the presence of pus - a large quantity of dead neutrophils.Why does pus have a yellowish or greenish color?The whitish-yellow, yellow, yellow-brown, and even greenish color of pus is the result of an accumulation of dead neutrophils.

Pus can sometimes be green because some white blood cells produce a green antibacterial protein called myeloperoxidase.Pseudomonas aeruginosa, a bacterium, produces a green pigment called pyocyanin. Pus from infections caused byP. aeruginosais particularly foul-smelling. If blood gets into the affected area the yellowish or greenish color may also have tinges of red.

Terdapat empat tahap atau fase dalam perkembangan infeksi :31.Fase inkubasi, yaitu jangka waktu antara munculnya patogen dan onset dari gejala yang timbul. Lamanya waktu inkubasi dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk kesehatan secara umum dan status gizi, kondisi kekebalan tubuhhost(apakah iaimmunocompromisedatauimmunocompetent), virulensi dari patogen, dankuantitas patogen yang menginvasi tubuh.2.Fase prodromal, yaitu jangka waktu di mana penderitamerasakurang enak badan tetapi belum mengalami gejala-gejalapenyakit yang sebenarnya.3.Fase sakit,yaitu jangka waktu di mana pasien mengalami gejala-gejala khusus yang berhubungan dengan penyakit tertentu (misalnya radang tenggorokan, sakit kepala, dan penyumbatan sinus).4.Fase penyembuhan, yaitu jangka waktu selama penderita mengalami proses penyembuhan. Pada beberapa penyakit infeksi, terutama penyakit saluran pernafasan akibat virus, periode penyembuhan dapat menjadi lebih lama. Walaupunpenderita dapat sembuh dengan sendirinya, kerusakan permanen dapat terjadi akibat jaringan yang hancur pada area yang terinfeksi. Sebagai contoh, kerusakan otak dapat terjadi akibat ensefalitis atau pun meningitis, paralisis dapat terjadi akibat polimyelitis, dan ketulian akibat infeksi telinga.

Staphylococcus aureus(S. aureus) adalahbakteri gram positifyang menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkansporadan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 m.S. aureustumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam.S. aureusmerupakanmikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernapasan atas dan kulit. KeberadaanS. aureuspada saluran pernapasan atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakansteroidatau obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang.InfeksiS. aureusdiasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya bisul,jerawat,pneumonia,meningitis, danarthritits. Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah, oleh karena itu bakteri ini disebut piogenik. S. aureus juga menghasilkankatalase, yaitu enzim yang mengkonversi H2O2menjadi H2O dan O2, dankoagulase, enzim yang menyebabkanfibrinberkoagulasi dan menggumpal[1]. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas karena penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini terakumulasi di sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri danfagositosisterhambat.

Mekanisme Infeksi BakteriBakteri masuk ke dalam tubuhAdhesi-Kolonisasi (menempel-berbiak)Invasi (menyebar ke seluruh tubuh)Kehidupan intraselulerPerusakan organ/jaringan

1.Organ tempat masuknya bakteriMembran mukosaoSaluran pernafasan (paling sering)oSaluran pencernaan: bakteri masuk melalui air, makanan, jari kotor. Bakteri tahan terhadap asam lambung, enzim dan empeduoSaluran kencing: penularan penyakit seksualoKonjungtiva:membran yg melapisi bola mataKulitmenyerang melalui folikel rambutdan kelenjar keringatOrgan dalamMikroba dapat langsung beradhesi pada organ di bawah kulit atau membran mukosa melalui rute parenteral. Misalnya: injeksi, gigitan, luka, sayatan, bedah.2.AdhesiAdhesi merupakan proses penempelan bakteri pada permukaan sel inang, pelekatan terjadi pada sel epitel. Adhesi bakteri ke permukaan sel inang memerlukan protein adhesin. Adhesi dibagi menjadi 2:FimbrialMerupakan struktur menyerupai rambut yang terdapat pada permukaan sel bakteri yang tersusun atas protein yang tersusun rapat dan memiliki bentuk silinder heliks. Fili bertindak sebagai ligan dan berikatan dengan reseptor yang terdapat pada permukaan sel host. Fili sering dikenal sebagai antigen kolonialisasi karena peranannya sebagai alat penempelan pada sel lain. Contoh: Asam lipoteichoat menyebabkan pelekatan strepcoccus pada sel buccal dan protein M sebagai antifagositik.AfimbrialMolekul adhesin afimbrial berupa protein (polipeptida) dan polisakarida yg melekat pada membran sel bakteri. Polisakarida yg berperan dalam sel adalah penyusun membran sel seperti: glikolipid, glikoprotein, matriks ekstraseluler (fibronectin, collagen). Selain untuk pelekatan yang membantu kolonisasi juga diperlukan untuk resistensi antibiotik.3.InvasiMerupakan proses bakteri masuk ke dalam sel inang/jaringan dan menyebar ke seluruh tubuh. Akses yang lebih mendalam dari bakteri agar dapat memulai proses infeksi dibagi menjadi 2:Invasi ekstraseluler terjadi apabila mikroba merusak barrier jaringan untuk menyebar ke dalam tubuh inang baik melalui peredaran darah maupun limfa.Invasi intraseluler terjadi apabila mikroba benar-benar berpenetrasi ke dalam sel inang dan hidup di dalamnya.Proses Invasi:Mikroba menghasilkan enzim pendegradasi jaringanContoh:Staphylococcus aureusmemproduksi beberapa enzim untuk degradasi molekul sel inang seperti:-Hyaluronidase hidrolisis asam hialuronat (bahan dasar jaringan ikat)-Lipasedegradasi lemak-Nuklease degradasi RNA dan DNA-Koagulasepembentukan benang fibrin di sekeliling bakteri sehingga mampu hidup dalam jaringanPsedomonas aeruginosaEnzim elastase mendegradasi molekul ekstraseluler yang berperan dalampelekatan sel.Mikroba menghasilkan protease IgATubuh apabila kemasukan mikroba maka akan dihasilkan antibodi (imunoglobulin/Ig). Imunoglobulin yang disekrasikan adalah IgA pada permukaan mukosa. Ada 2 tipe IgA, yaitu: IgA1 dan IgA2. Bakteri patogen mempunyai enzim protease yang akan memecah ikatan spesifikprolin-threonin atau prolin-serin pada IgA1, sehingga IgA tidak aktif.4.Kehidupan intraselulerSetelah invasi, mikroba mampu bertahan hidup dan berkembang biak dalam sel inang. Mikroba mampu hidup dalam 2 tipe sel inang:Non-fagositik sel: sel epitel, sel endoteliatFagositik sel: makrofag, neutrofilBakteri bertahan hidup pada sitosol, vakuola makanan (lisosom). Bakteri dapat membunuh sel inang dengan cara:Menurunkan pH vakuolaProduksi enzim protease (Setiawati, 2011).

SIALADENITISSialadenitis adalah infeksi bakteri dari glandula salivatorius, biasanya disebabkan oleh batu yang menghalangi atau hyposecretion kelenjar. Proses inflamasi yang melibatkan kelenjar ludah disebabkan oleh banyak faktor etiologi. Proses ini dapat bersifat akut dan dapat menyebabkan pembentukan abses terutama sebagai akibat infeksi bakteri. Keterlibatannya dapat bersifat unilateral atau bilateral seperti pada infeksi virus. Sedangkan Sialadenitis kronis nonspesifik merupakan akibat dari obstruksi duktus karena sialolithiasis atau radiasi eksternal atau mungkin spesifik,yang disebabkan dari berbagai agen menular dan gangguan imunologi.

EtiologiSialadenitis biasanya terjadi setelah obstruksi hyposecretion atau saluran tetapi dapat berkembang tanpa penyebab yang jelas. Terdapat tiga kelenjar utama pada rongga mulut,diantaranya adalah kelenjar parotis, submandibular, dan sublingual. Sialadenitis paling sering terjadi pada kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada pasien dengan umur 50-an sampai 60-an, pada pasien sakit kronis dengan xerostomia, pasien dengan sindrom Sjgren, dan pada mereka yang melakukan terapi radiasi pada rongga mulut. Remaja dan dewasa muda dengan anoreksia juga rentan terhadap gangguan ini. organisme yang merupakan penyebab paling umum pada penyakit ini adalah Staphylococcus aureus; organisme lain meliputi Streptococcus, koli, dan berbagai bakteri anaerob.

SIALADENITIS AKUT SUPURATIFAcute suppurative sialadenitis pertama kali dilaporkan pada tahun 1828. Penyakit ini mendapat perhatian pada tahun 1881, ketika Presiden Garfield meninggal dari parotitis akut setelah operasi perut. Sebagian besar kasus melibatkan kelenjar parotis, tetapi beberapa juga terjadi pada kelenjar submandibular. Kerentanan parotis meningkat karena aktivitas bakteriostatik berkurang dari saliva parotis bila dibandingkan dengan saliva submandibular. kandungan tinggi berat molekul Glikoprotein dan asam sialic dalam saliva mucinous memiliki kemampuan agregasi bakteri yang lebih besar daripada saliva serosa.Selain itu, saliva mukoid memiliki konsentrasi lysozymes dan IgA yang lebih tinggi..Presentasi klasik sialadenitis supuratif akut adalah mendadak terdapat pembesaran yang menyebar dari kelenjar yang terlibat terkait indurasi dan kelembutan. air liur dapat Bernanah bias dilihat di orifice duktus, terutama dengan pijat pada glandula. air liur harus di culture untuk bakteri aerobik dan anaerobik dan spesimen untuk pewarnaan Gram. Organisme yang biasanya terlibat mencakup-positif Staphylococcus aureus koagulase, dengan organisme aerobik lain yang kadang-kadang terlibat, terutama Streptococcus pneumonia, Escherichia coli, dan Haemophilus influenzae. organisme anaerobik yang paling umum adalah Bacteroides melaninogenicus dan Streptococcus micros .Dua puluh persen adalah bilateral.Pemeriksaan histologis menunjukkan kerusakan kelenjar dengan pembentukan abses. Ada erosi dari saluran-saluran dengan penetrasi eksudat ke parenkim tersebut.Perawatan awal harus mencakup hidrasi yang memadai, kebersihan mulut baik, pijat berulang pada kelenjar, dan antibiotik intravena. Administrasi Empiris dari suatu penisilinase- antibiotik resistant antistaphylococcal- harus dimulai sambil menunggu hasil kultur. Angka kematian Dikutip mendekati 20%. evaluasi USG atau computed tomography (CT) akan menunjukkan apakah pembentukan abses telah terjadi. Sialography merupakan kontraindikasi. Insisi dan drainase paling baik dilakukan dengan mengangkat penutup parotidectomy standar dan kemudian menggunakan hemostat untuk membuat beberapa bukaan ke dalam kelenjar, tersebar di arah umum dari syaraf wajah. Sebuah saluran kemudian ditempatkan di atas kelenjar dan luka tertutup. Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk melakukan aspirasi jarum yang dipandu CT atau USG-pada abses parotis, yang dapat membantu menghindari prosedur operasi terbuka. Hal ini juga untuk diingat bahwa fluktuasi kelenjar parotis tidak terjadi sampai fase sangat terlambat karena beberapa investasi fasia dalam kelenjar. Jadi, adalah mustahil untuk menentukan adanya pembentukan abses awal berdasarkan pemeriksaan fisik saja.

SIALADENITIS KRONISHistologi dari sialadenitis kronis adalah ada berbagai tingkat atrofi asinar,infiltrasi limfoid dengan atau tanpa germinal center, serta fibrosis. Saluran dilatasi terbuka dan hiperplasia dari lapisan epitel dengan berbagai metaplasias. Perluasan dilatasi akan menghasilkan pembentukan kista. Metaplasia sel goblet menghasilkan musin yang berlimpah . Arsitektur lobular biasanya dipelihara. Contoh Ekstrim perubahan obstruktif dengan ditandai oleh atropy asinar ditemui di glandula submandibular dan dikenal sebagai chronic sclerosing sialadenitis atau tumor KttnerFitur Sitologi Sialadenitis kronisKarena proses radang kronis menyebabkan kelenjar ludah nodular dan keras, sering dilakukan biopsi untuk menyingkirkan kecurigaan terhadap tanda klinis neoplasma.Aspirasi paucicellular biasanya terdiri dari unsur asinar walaupun sedikit fragmen jaringan yang besar dari jaringan asinar dengan arsitektur lobular utuh terlihat. asinus mungkin hadir secara individual dan biasanya utuh. Tergantung pada tingkat fibrosis, aspirasinya bisa menunjukkan beberapa fragmen besar jaringan ikat. Sel-sel inflamasi kronis berbeda dalam angka, biasanya pada tipe lymphoplasmacytic. Juga terdapat fragmen dari epitel duktus kadang-kadang dengan berbagai jenis metaplasias, seperti skuamosa, kolumnar , sel goblet dan oncocytic. Metaplasia sel goblet menyebabkan peningkatan sekresi lender. Sialadenitis kronis sekunder karena obstruksi saluran oleh calculi sering dikaitkan dengan pelebaran duktus dan pembentukan kista. Ini mensimulasikan kista non-neoplastik atau bahkan tumor Warthin. Latar belakang menunjukkan angka yang bervariasi dari sel-sel inflamasi kronik biasanya pada tipe lymphoplasmacytic. Penyakit ini mungkin hadir dalam jumlah besar, menembus jaringan asinar dan mengaburkan rincian sitologi. Berat infiltrate limfoid mungkin menyerupai gangguan lymphoproliferative. Fragmen dari jaringan adiposa mungkin ada. Aspirasi juga menunjukkan puing kalsifikasi dari calculi,Kristal non-tirosin dan badan psammoma. Kristal Non-tirosin dianggap mewakili a-amilase yang bisa diidentifikasi dalam aspirasi dari sialadenitis kronis.bentuknya non-birefringent, persegi panjang, kadang-kadang dengan ujung runcing, variabel dalam ukuran antara 20 sampai 300 mikron panjang dengan lebar 10 sampai 100 mikron berbentuk noda oranye terang dengan Papanicolaou dan noda biru yang dalam dengan Romanowsky. Epitel saluran dapat mengalami hiperplasia dan menghasilkan fragmen jaringan epitel yang dapat menyebabkan kesulitan diagnostik sehingga menghasilkan diagnosis false positif. Presentasi sitologi dari sialadenitis kronis biasanya sangat tidak spesifik (lihat Tabel 1 ).

Kronis sclerosing SialadenitisKronik sclerosing sialadenitis yang juga disebut sebagai tumor Kttner adalah penyakit peradangan kronis akibat penyumbatan saluran disebabkan oleh sialolithiasis dan terjadi hampir secara eksklusif di kelenjar submandibular. Para pasien mengalami rasa sakit dan bengkak berulang sering dikaitkan dengan konsumsi makanan.Histologi, menunjukkan infiltrasi kelenjar dengan pembentukan folikel dan perluasan periductal fibrosis.Terdapat atrofi asinar ditandai dengan dilatasi duktus.. Arsitektur lobular biasanya dipertahankan. Saluran dapat menunjukkan piala metaplasia skuamosa dan sel goblet. Pertambahan fibrosis membuat kelenjar keras dan nodular,sehingga meningkatkan kecurigaan klinis dari neoplasma ganas.Sitologi, dari aspirasi biasanya paucicellular, dengan beberapa bagian jaringan stroma dan nomor variabel fragmen jaringan epitel duktal baik-tipe kolumnar cuboidal atau dengan metaplasia skuamosa. Diagnostik potensial terjadi ketika aspirasinya berisi fragmen jaringan epitel duktal hiperplastik yang mensimulasikan pola sitologi dari adenocarcinoma. (Tabel 2 ).

Sialadenitis kronis juga disebabkan oleh agen infeksius tertentu, seperti TBC atau Actinomyces.Sitologi, dari aspirasi menunjukkan puing-puing seluler, sel-sel epithelioid dan tipe sel-sel multinuklear asing raksasa tubuh bersama dengan sel inflamasi kronis. cultur jaringan dan noda khusus diperlukan untuk diagnosis yang tepat.Individu imunologis comprimised seperti pasien dengan infeksi HIV. CMV infeksi kelenjar ludah dilaporkan menjadi sering terjadi pada individu ini. Epitel Duct atypia pada infeksi CMV telah dilaporkan sebagai perangkap diagnostik untuk diagnosis ganas.

Cummings C.W. 2005.Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery.4th Edition. United States of America : Mosby, Inc.

Nyeri nosiseptif merupakan suatu nyeri yang ditimbulkan oleh suatu rangsangan pada nosiseptor. Nosiseptor ini merupakan suatu ujung saraf bebas yang berakhir pada kulit untuk mendeteksi suatu nyeri kulit. Nosiseptor juga terdapat pada tendon dan sendi, untuk mendeteksi nyeri somatik dan pada organ tubuh untuk mendeteksi nyeri visceral. Reseptor nyeri ini sangat banyak pada kulit, sehingga suatu stimulus yang menyebabkan nyeri sangat mudah dideteksi dan dilokalisasi tempat rangsangan tersebut terjadi pada kulit. Input noksius ditransmisikan ke korda spinalis dari berbagai ujung saraf bebas pada kulit, otot, sendi, dura, dan viscera.(3,4,5,6)KOMPONEN NYERI NOSISEPTIFBanyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri nosiseptif, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri tersebut ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologinya, maka nyeri nosiseptif dibagi atas 4 tahapan yaitu :Transduksi : Stimulus noksius yang kemudian ditransformasikan menjadi impuls berupa suatu aktifitas elektrik pada ujung bebas saraf sensorik.Transmisi : Propagasi atau perambatan dari impuls tersebut pada sistem saraf sensorikModulasi : Proses interaksi antara sistem analgesik endogen dengan input nyeri yang masuk di kornu posterior medula spinalisPersepsi: Adanya interaksi antara transduksi, transmisi, dan modulasi yang kemudian membentuk suatu pengalaman emosional yang subjektif.(7)

TRANSDUKSIPada nyeri nosiseptif, fase pertamanya adalah transduksi, konversi stimulus yang intens apakah itu stimuli kimiawi seperti pH rendah yang terjadi pada jaringan yang meradang , stimulus panas diatas 420C, atau kekuatan mekanis. Disini didapati adanya proteintransducerspesifik yang diekspresikan dalam neuron nosiseptif ini dan mengkonversi stimulus noksious menjadi aliran yang menembus membran, membuat depolarisasi membran dan mengaktifkan terminal perifer.Proses ini tidak melibatkan prostanoid atau produksi prostaglandin oleh siklo-oksigenase, sehingga nyeri ini, atau proses ini, tidak dipengaruhi oleh penghambat enzim COX-2. (7)Neuron transduksi diperankan oleh suatu nosiseptor berupa serabut A-dan serabut C yang menerima langsung suatu stimulus noksius.(3)Serabut A-merupakan suatu serabut saraf dengan tebal 1- 3 mm dan diliputi oleh selaput mielin yang tipis. Kecepatan transimisi impuls pada serabut A-adalah sekitar 20m/s. Seperti serabut sensorik lainnya, serabut A-merupakan perpanjangan dari pesudounipolar neuron dimana tubuh selnya berlokasi pada akar ganglion dorsal.(4)Sedangkan serabut C merupakan suatu serabut saraf dengan tebal 1 mm dan tidak memiliki mielin. Karena serabut ini sangat tipis dan karena tidak memiliki mielin yang mempercepat transmisi saraf, kecepatan konduksi rendah, dan suatu rangsang berespon dengan kecepatan 1m/s.(4)Serabut A- dan serabut C tidak hanya berbeda dalam struktur dan kecepatan transmisinya namun mereka juga mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mendeteksi suatu stimulus. Serabut A- mentransimsisikan nyeri tajam dan tusukan. dan serabut C menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu, dan tekanan halus. Walaupun dengan adanya perbedaan ini, kedua tipe serabut ini memiliki jalur yang sama dalam menghantarkan stimulus yang terdeteksi. Rute dari impuls saraf ini biasanya disebut dengan jalur nyeri.(8, 9)Selain dari peran serabut A- dan serabut C, disebutkan juga terdapat peran dari neuroregulator yang merupakan suatu substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf, biasanya substansi ini ditemukan pada nosiseptor yaitu akhir saraf dalam kornu dorsalis medulla spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik. Neuroregulator ada dua macam, yaitu neurotransmitter dan neuromodulator. Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah synaptik antara 2 serabut saraf dan neuromodulator berfungsi memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf tanpa mentransfer secara langsung sinyal saraf melalui synaps(4)

TRANSMISIDisini terjadi transfer informasi dari neuron nosiseptif primer ke neuron di kornu dorsalis, selanjutnya ke neuron proyeksi yang akan meneruskan impuls ke otak. Transmisi ini melibatkan pelepasan asam amino decarboxilic glutamate, juga peptida seperti substantia P yang bekerja pada reseptor penting di neuron post-sinaptic. Selanjutnya ini akan memungkinkan transfer yang cepat dari input mengenai intensitas, durasi, lokasi, dari stimuli perifer yang berbeda lokasi.Secara umum, ada dua cara bagaimana sensasi nosiseptif dapat mencapai susunan saraf pusat, yaitu melalui traktus neospinothalamic untuk nyeri cepat spontan dan traktus paleospinothalamic untuk nyeri lambat.(9)Pada traktus neospinothalamik, nyeri secara cepat bertransmisi melalui serabut A- dan kemudian berujung pada kornu dorsalis di medulla spinalis dan kemudian bersinapsis dengan dendrit pada neospinothlamaik melalui bantuan suatu neurotransmitter. Akson dari neuron ini menuju ke otak dan menyebrang ke sisi lain melalui commisura alba anterior, naik keatas dengan columna anterolateral yang kontralateral. Serabut ini kemudian berakhir pada kompleks ventrobasal pada thalamus dan bersinapsis dengan dendrit pada korteks somatosensorik. Nyeri cepat-spontan ini dirasakan dalam waktu 1/10 detik dari suatu stimulus nyeri tajam, tusuk, dan gores.(9)Pada traktus paleospinothalamik, nyeri lambat dihantarkan oleh serabut C ke lamina II dan III dari cornu dorsalis yang dikenal dengan substantia gelatinosa. Impuls kemudian dibawa oleh serabut saraf yang berakhir pada lamina V, juga pada kornu dorsalis, bersinaps dengan neuron yang bergabung dengan serabut dari jalur cepat, menyebrangi sisi berlawanan via commisura alba anterior dan naik ke aras melalui jalur anterolateral. Neuron ini kemudian berakhir dalam batang otak, dengan sepersepuluh serabut berhenti di thalamus dan yang lainnya pada medulla, pons, dan substantia grisea sentralis dari tectum mesencephalon.(9)Sebenarnya terdapat beragam jalur khusus hantaran sinyal dari kerusakan jaringan dibawa ke berbagai tujuan, dimana dapat memprovokasi proses kompleks. Transmisi nosiseptif sentripetal memicu berbagai jalur : spinoreticular, spinomesencephalic, spinolimbic, spinocervical, dan spinothalamic.(9)Traktus spinoreticular membawa jalur aferen dari somatosensorik dan viscerosensorik yang berakhir pada tempat yang berbeda pada batang otak. Traktus spinomesencephalik mengandung berbagai proyeksi yang berakhir pada tempat yang berbeda dalam nukleus diencephali. Traktus spinolimbik termasuk dari bagian spinohipotalamik yang mencapai kedua bagian lateral dan medial dari hypothalamus dan kemudian traktus spinoamygdala yang memanjang ke nukleus sentralis dari amygdala.Traktus spinoservikal, seperti spinothalamik membawa sinyal ke thalamus.(3)

MODULASIPada fase modulasi terdapat suatu interaksi dengan system inhibisi dari transmisi nosisepsi berupa suatu analgesic endogen. Konsep dari system ini yaitu berdasarkan dari suatu sifat, fisiologik, dan morfologi dari sirkuit yang termasuk koneksi antara periaqueductal gray matter dan nucleus raphe magnus dan formasi retikuler sekitar dan menuju ke medulla spinalisAnalgesik endogen meliputi :- Opiat endogen- Serotonergik- Noradrenergik (Norepinephric)Sistem analgesik endogen inimemiliki kemampuan menekan input nyeri di kornu posterior dan proses desendern yang dikontrol oleh otak seseorang, kornu posterior diibaratkan sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup adalah terbuka dalam menyalurkan input nyeri. Proses modulasi ini dipengaruhi oleh kepribadian, motivasi, pendidikan, status emosional &kultur seseorang.

PERSEPSIFase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan adanya suatu nyeri, maka akan terjadi suatu reaksi yang kompleks.Persepsi ini menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu itu dapat bereaksi. (8)Fase ini dimulai pada saat dimana nosiseptor telah mengirimkan sinyal pada formatio reticularis dan thalamus, sensasi nyeri memasuki pusat kesadaran dan afek. Sinyal ini kemudian dilanjutkan ke area limbik. Area ini mengandung sel sel yang bisa mengatur emosi. Area ini yang akan memproses reaksi emosi terhadap suatu nyeri. Proses ini berlangsung sangat cepat sehingga suatu stimulus nyeri dapat segera menghasilkan emosi.

1. Respon Lokal .Dengan terdapatnya sel jaringan yang rusak, maka akan terjadi pelepasan mediator nyeri inflamasi perifer yang berasal dari 3 tempat yaitu :a. Sel rusak dan sel-sel immune.1. Prostaglandin.Pada nyeri inflamasi yang memegang peranan sangat penting adalah terdapatnya mediator inflamasi turunan dari asam arachidonat. Pada jaringan yang rusak membrana pospolipid sel dengan katalisator enzyme pospolipase akan membentuk asam arachidonat. Dan selanjutnya asam arachidonat ini dengan bantuan enzyme cyclooksigenase akan membentuk substansi nyeri berupa prostaglandin ( PGE-2, PGD-2, PGF-2, PGI-2 ) ( yang akan mempengaruhi reseptor prostaglandin yang terdapat pada saraf sensoris perifer dan medulla spinalis ) dan thromboxane. Dan ternyata Prostaglandin E-2 yang mempunyai peranan utama pada mekanisme nyeri inflamasi yang mendukung terjadinya aktivasi nosiseptor secara langsung berupa sensitisasi pada neuron primer aferen. Dengan demikian menghambat enzyme cyclooksigenase ( COX-1 dan COX-2 ) dan menghambat reseptor prostanoid adalah penting untuk mengurangi nyeri inflamasi. 6.2.Sitokin.Sitokin sebagai mediator yang memainkan peranan penting selain prostaglandin dalam proses inflamasi dan berpengaruh pada neuron sensoris. Disamping itu sitokin secara langsung dapat merangsang terbentuknya prostaglandin dan nampaknya juga menginduksi terjadinya sensitisassi perifer.

4. Serotonin .Serotonin merupakan mediator yang terbentuk pada respon awal inflamasi, dihasilkan oleh mast cell dan platelet selama injury dan inflamasi. Serotonin mempunyai efek aktivasi langsung reseptor pada neuron saraf sensoris ..7. Histamin.Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh mast cells akibat terjadinya degranulasi dari mast cells, yang selanjutnya akan mensensitisasi aferen nosiseptor dan merupakan mediator yang bersifat vasoaktif sehingga menimbulkan respon inflamsi berupa edema.

8. Leucotrines.Produk-produk turunan dari asam arachidonat selain prostaglandin adalah leucotrines yang menyebabkan sensitisasi reseptor perifer dan meningkatkan responsibilitas terhadap stimuli-stimuli lainnya.