incontinensia urine blok 13 kevina

33
Inkontinensia Urine Kevina Suwandi 102012001/C3 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara nomor 6 Jakarta 11510 [email protected] Skenario Ny.A 70 tahun diantar oleh anaknya yang paling kecil (anak ke-8) berobat ke poli geriatri dengan keluhan tidak dapat menahan kencing sehingga sering ngompol sebelum sampai ke WC,jalan tidak bisa cepat,harus pelan-pelan,nyeri sendi lutut ketika berjalan dan takut jatuh karena pernah jatuh. Kadang saat tertawa,batuk juga mengompol karena tidak dapat menahan kencing. Ibu merasa sangat tidak nyaman,malu sehingga tidak mau keluar rumah.Padahal sebelumnya ibu sangat aktif dalam pergaulan,riwayat penyakit jantung,darah tinggi,kencing manis sebelumnya tidak ada. Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari, manusia butuh makan dan minum. Beberapa zat yang terkandung dalam makan atau minum yang masuk tubuh kita, ada yang dipakai oleh tubuh kita dan ada juga yang dibuang oleh tubuh kita. Zat-zat yang dipakai tubuh kita akan disekresi dan diserap untuk keperluan tubuh kita, sedangkan zat-zat yang akan dibuang dalam arti tidak 1

Upload: kevinasuwandi

Post on 15-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

Inkontinensia Urine

Kevina Suwandi

102012001/C3

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara nomor 6

Jakarta 11510

[email protected]

Skenario

Ny.A 70 tahun diantar oleh anaknya yang paling kecil (anak ke-8) berobat ke poli

geriatri dengan keluhan tidak dapat menahan kencing sehingga sering ngompol sebelum

sampai ke WC,jalan tidak bisa cepat,harus pelan-pelan,nyeri sendi lutut ketika berjalan dan

takut jatuh karena pernah jatuh. Kadang saat tertawa,batuk juga mengompol karena tidak

dapat menahan kencing. Ibu merasa sangat tidak nyaman,malu sehingga tidak mau keluar

rumah.Padahal sebelumnya ibu sangat aktif dalam pergaulan,riwayat penyakit jantung,darah

tinggi,kencing manis sebelumnya tidak ada.

Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia butuh makan dan minum. Beberapa zat yang

terkandung dalam makan atau minum yang masuk tubuh kita, ada yang dipakai oleh tubuh

kita dan ada juga yang dibuang oleh tubuh kita. Zat-zat yang dipakai tubuh kita akan

disekresi dan diserap untuk keperluan tubuh kita, sedangkan zat-zat yang akan dibuang

dalam arti tidak dibutuhkan tubuh kita akan dibuang (dieksresi) keluar tubuh kita melalui

system urinaria.

Sistem urinaria merupakan system dimana zat-zat yang ada dalam tubuh kita sudah

tidak terpakai lagi dan akan dibuang melalui saluran system urinaria. Di sana terjadi berbagai

mekanisme sebelum proses pengekskresian itu dimulai.

1

Page 2: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

Anamnesis

Pada anamnesis kita dapat langsung menanyakan pada pasien yang bersangkutan

(auto-anamnesis) maupun keluarga pasien (allo-anamnesis) jika pasien tidak dapat

berkomunikasi dengan baik akibat gangguan yang timbul pada usia lanjut (seperti sering

lupa) atau dengan tujuan memperlengkap data pasien.1

Pada anamnesis yang dapat kita tanyakan adalah:1

Apakah pasien merasa ada sisa-sisa urine yang menetes setelah buang air kecil.

Apakah disaat pasien melakukan kegiatan yang menyebabkan peningkatan tekanan

intraabdomen seperti tertawa atau batuk tanpa sadar ia berkemih.

Apakah ada kemungkinan pasien mengalami trauma tulang belakang sehingga

menimbulkan refleks kencing.

Seberapa besar volume urine yang keluar pada saat berkemih

Apakah ada perubahan warna yang khas pada urine pasien serta adakah rasa nyeri

saat berkemih

Tanyakan apa pasien memiliki riwayat penyakit diabetes yang dapat meningkatkan

volume urin

Riwayat Penyakit Dahulu.

Tanyakan mengenai:

Riwayat persalinan, kehamilan dan operasi sebelumnya (misalnya histerektomi,)?

Riwayat kondisi neorologis sebelumnya (misalnya demensia, stroke)?

Prosedur bedah tertentu untuk inkontinensia.

Obat-obatan.

Apakah pasien mengkonsumsi diuretic, terapi untuk instabilitas detrusor atau

desmopresin?

Apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan hipnotik atau anti kolinergik?

Tetap perhatikan umur pasien. Penyakit ini sangat berhubungan dengan kelompok usia

yang sudah lanjut. Penderita usia muda kemungkinan mengalami ini karena trauma benturan.

Selain itu jangan lupakan kemungkinan komplikasi yang terjadi seperti adanya infeksi

2

Page 3: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

saluran kemih dan ulkus dekubitus.1 Sedangkan pada wanita, inkontinensia dapat terjadi

akibat melemahnya otot dasar panggul karena sering melahirkan. Kemungkinan ini juga perlu

dipikirkan saat melakukan anamnesis. Pada pasien-pasien yang mengalami distensi kandung

kemih kronik, seperti pada pasien dengan hipertrofi prostat, selalu ada sejumlah besar urin

residu. Tekanan di dalam kandung kemih terus-menerus meningkat . sedikit peningkatan

tekanan intra-abdomen memperbesar tekanan intravesikur sehingga cukup mengatasi

resistensi leher kandung kemih, dan urin keluar.

Pemeriksaan fisik

Tujuan pemeriksaan fisik adalah mengenali pemicu inkontinensia urin dan membantu

menetapkan patofisiologinya. Selain pemeriksaan fisik umum yang selalu harus dilakukan,

pemeriksaan terhadap abdomen, genitalia, rectum, fungsi neurologis, dan pelvis (pada

wanita) sangat diperlukan.

Pemeriksaan abdomen harus mengenali adanya kandung kemih yang penuh, rasa

nyeri, massa, atau riwayat pembedahan.

Kondisi kulit dan abnormalitas anatomis harus diidentifikasi ketika memeriksa

genitalia.

Pemeriksaan rectum terutama dilakukan untuk medapatkan adanya obstipasi atau

skibala, dan evaluasi tonus sfingter, sensasi perineal, dan refleks bulbokavernosus.

Nodul prostat dapat dikenali pada saat pemeriksaan rectum.

Pemeriksaan pelvis mengevaluasi adanya atrofi mukosa, vaginitis atrofi, massa, tonus

otot, prolaps pelvis, dan adanya sistokel atau rektokel.

Evaluasi neurologis sebagian diperoleh saat pemeriksaan rectum ketika pemeriksan

sensasi perineum, tonus anus, dan refles bulbokavernosus. Pemeriksaan neurologis

juga perlu mengevaluasi penyakit-penyakit yang dapat diobati seperti kompresi

medula spinalis dan penyakit parkinson.

Pemeriksaan fisik juga meliputi pengkajian terhadap status fungsional dan kognitif,

memperhatikan apakah pasien menyadari keinginan untuk berkemih dan mengunakan toilet.

Pemeriksaan tanda-tanda vital yang didapat adalah pemeriksaan suhu tubuh (hasil: 37oC),

tekanan darah (hasil: 130/80 mmHg), nadi (hasil: 55x/menit) dan respiratory rate (20x/menit).

Hasil pengukuran tinggi badan adalah 150 cm dengan berat badan 60 kg.

3

Page 4: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh yang tinggi (normal: 36,5-37,5 oC),

tekanan darah tinggi (130/80 mmHg) , denyut nadi sedikit kurang dibanding denyut nadi

normal (60-100x/menit) dengan hasil 55x/menit, respiratory rate normal dengan hasil

20x/menit (16-24x/menit).

Pemeriksaan Penunjang

Test diagnostik lanjut yaitu sistourethroskopi dan diagnostik imaging.

Sistourethroskopi dikerjakan dengan anestesi umum maupun tanpa anestesi, dapat dilihat

keadaan patologi seperti fistula, ureter ektopik maupun divertikulum. Test urodinamik

meliputi uroflowmetri dan sistometri. Sistometri merupakan test yang paling penting, karena

dapat menunjukan keadaan kandung kemih yang hiperaktif, normal maupun hipoaktif.

Diagnostik imaging meliputi USG, CT scan dan IVP yang digunakan untuk mengidentifikasi

kelainan patologi (seperti fistel/tumor) dan kelainan anatomi (ureter ektopik).2

Test sederhana dapat dikerjakan setelah pemeriksaan fisik untuk membantu dalam

menentukan tindakan selanjutnya. Test Q-tip (‘the cotton swab test’), merupakan test

sederhana untuk menunjukan adanya inkontinensia stres sejati. Penderita disuruh

mengosongkan kandung kemihnya, urine ditampung. Kemudian spesimen urine diambil

dengan kateterisasi. Jumlah urine dari kencing dan kateter merupakan volume kandung

kemih. Volume residual menguatkan diagnosis inkontinensia luapan. Spesimen urine dikirim

ke laboratorium.2

Dapat juga menggunakan pemeriksaan Urinalisis. Dilakukan terhadap spesimen urin

yang bersih untuk mendeteksi adanya faktor yang berperan terhadap terjadinya inkontinensia

urin seperti hematuri, piouri, bakteriuri, glukosuria, dan proteinuria. Tes diagnostik lanjutan

perlu dilanjutkan bila evaluasi awal didiagnosis belum jelas. Tes lanjutan tersebut adalah :3

Tes laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin,

kalsium glukosa sitologi.

Tes urodinamik à untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih bagian

bawah

Tes tekanan urethra à mengukur tekanan di dalam urethra saat istirahat dan saat

dianmis.

Imaging à tes terhadap saluran perkemihan bagian atas dan bawah.

4

Page 5: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

Working Diagnosis

Pada kasus ini, pasien menderita inkontinentia campuran (inkontinentia stress dan

inkontinentia urgensi). Dikarenakan inkontinentia stress dapat terjadi akibat outlet kandung

kemih atau sfingter yang tidak kompeten. Apa saja yang mengakibatkan tambahan tekanan

intra-abdominal. Tambahan tekanan intra-abdominal dapat terjadi akibat obesitas, kehamilan,

mengangkat barang berat, batuk, bersin, tertawa, gerak badan, dan seterusnya. Sedangkan

inkontinentia urgensi dikaitkan pengeluaran urine yang tidak dapat ditahan dan segera keluar

(urgensi).1

Differential Diagnosis

Inkontinensia overflow merupakan hilangnya kendali miksi involunter yang

berhubungan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini dapat terjadi secara

sekunder dari kerusakan otot detrusor yang memicu kelemahan detrusor. Selain itu obstruksi

uretra juga dapat memicu distensi kandung kemih dan inkontinensi overflow. Inkontinensia

overflow terjadi pada keadaan kandung kemih yang lumpuh akut atau kronik yang terisi

terlalu penuh, sehingga tekanan kandung kemih dapat naik tinggi, meningkatnya tegangan

kandung kemih akibat obstruksi prostat hipertrofi pada laki-laki atau lemahnya otot detrusor

akibat diabetes melitus, trauma medula spinalis, obat-obatan. Manifestasi klinisnya berupa

pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna mengakibatkan urine menetes lewat

uretra secara intermitten atau keluar tetes demi tetes.

Inkontinensia urin tipe fungsional terjadi akibat penurunan berat fungsi fisik dan

kognitif sehingga pasien tidak dapat mencapai toilet pada saat yang tepat. Hal ini terjadi

biasanya pada demensia berat, penglihatan yang buruk, keengganan ke toilet karena depresi,

kecemasan atau kemarahan, drunkeness, atau berada dalam situasi di mana tidak mungkin

untuk mencapai toilet,gangguan mobiditas, gangguan neurologik dan psikologik.

Epidemiologi

5

Page 6: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

Di masyarakat barat, sebagian besar studi epidemiologis mengindikasikan prevalensi

sebesar 25-55%. Kisaran yang luas ini diatribusikan ke varietas luas yang sama dengan

metodologi investigasinya, karakteristik populasinya, dan definisi inkontinensia sendiri.

Terlebih lagi data yang ada sekarang jauh lebih terbatasi oleh fakta bahwa sebagian besar

wanita tidak memperhatikan kondisi tersebut (Hunskaar, 2000). Diperkirakan hanya 1 dari 4

wanita yang mencari bantuan medis mengenai inkontinensia yang mereka alami karena :

malu, akses yang terbatas ke pelayanan kesehatan, atau skrining yang kurang oleh penyedia

layanan kesehatan (Hagstad, 1985).

Kondisi yang paling sering ditemukan adalah SUI, yaitu sekitar 29-75% kasus.

Overaktivitas detrusor mencapai 33% kasus inkontinensia, sedangkan sisanya berupa bentuk

campuran (MUI) (Hunskaar, 2000).

Inkontinensia urin signifikan menurunkan kualitas hidup penderitanya, yang

mengarah pada terganggunya hubungan sosial, distres psikologis karena malu dan frustasi,

rawat inap karena gangguan kulit dan infeksi traktus urinarius, serta perawatan di rumah

(nursing home admission). Wanita tua penderita inkontinensia 2,5 kali lebih mungkin

menjalani nursing home daripada yang kontinensia (Langa, 2002).

Etiologi

Klasifikasi Inkontinensia Urin

1. Inkontinensia Urin Akut Reversibel1

Untuk mempermudah mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible dapat dilihat

akronim di bawah ini :

D → Delirium. Sensorium yang berkabut akan menghalangi kemampuan pasien untuk

mengenali keinginan urinasi dan lokasi MCK terdekat.

I→ Infeksi. Infeksi traktus urinarius yang simtomatik sering menyebabkan timbulnya

keadaan inkontinensia; infeksi yang asimtomatik tidak menimbulkan masalah ini.

A →Uretritis/vaginitis atrofik. Uretritis/vaginitis atrofik, yang ditandai dengan adanya ptekie,

erosi, eritema atau kerapuhan jaringan umumnya akan menyebabkan inkontinensia urin pada

perempuan dan member respons terhadap pengobatan estrogen dosis rendah dalam waktu

singkat.

6

Page 7: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

P → Pharmaceuticals (Obat-obatan). Diuretic dapat meningkatkan output cairan melalui

berkemih. Obat antikolinergik (antihistamin, disopiramid) meningkatkan retensi urin dan

delirium. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia urin seperti

Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesic narcotic, psikotropik,

antikolinergik dan diuretic.

P→ psikologik. Depresi dapat mengakibatkan inkontinensia. Meskipun jarang ditemukan.

E→ excess urine output (Curah urin yang berlebihan) Curah urin yang berlebihan dapat

menyebabkan pasien tidak berhasil mencapai toilet pada batunya. Penyebab keadaan ini bisa

karena penggunaan diuretic dan abnormalitas metabolism

E→ Restricted mobility. Hambatan mobiltias untuk mencapai tempat berkemih

S→ Stool impaction. Impaksi feses juga merupakan penyebab yang merupakan penyebab

tersering dari inkontinensia pada mereka yang dirawat atau imobil. Bila obstipasi diatasi,

akan memulihkan kontinens lagi.

2. Inkontinensia Urin Persisten

Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputi anatomi,

patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat

karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis.3

Kategori klinis meliputi :

Inkontinensia urin stress3

Kelainan ini, yang menempati urutan nomor dua di antara penyebab inkontinensia permanen

yang paling sering ditemukan pada perempuan lanjut usia (inkontinensia stress jarang

dijumpai pada laki-laki). Tak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan

intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga.

7

Page 8: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

Gambar 1. Inkontinensia urin stress

Inkontinensia urin urgensi

Kelainan ini (kontraksi kandung kemih tanpa hambatan) menyebabkan dua per 3

kasus inkontinensia geriatric pada kedua jenis kelamin, dengan mengabaikan apakah pasien

menderita demensia. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi

detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Rasa ingin miksi biasanya terjadi, bukan

hanya karena detrusor (urgensi motorik), akan tetapi juga akibat fenomena sensorik (urgensi

sensorik).

Urgensi sensorik terjadi karena adanya faktor iritasi lokal, yang sering dihubungkan

dengan gangguan meatus uretra, divertikula uretra, sistitis, uretritis dan infeksi pada vagina

dan serviks.2 sedangan pada urgensi motorik penyebabnya adalah tumor pada susunan saraf

pusat, sklerosis multipel, penyakit Parkinson, gangguan pada sumsum tulang, tumor/batu

pada kandung kemih, sistitis radiasi, sistitis interstisial. Pengobatan ditujukan pada

penyebabnya. Sedang urgensi motorik lebih sering dihubungkan dengan terapi suportif,

termasuk pemberian sedativa dan antikolinegrik.2

Inkontinensia urin overflow1

8

Page 9: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa

kandung kemih sudah penuh. Inkontinensia luapan yaitu keluarnya urine secara involunter

ketika tekanan intravesikal melebihi tekanan maksimal maksimal uretra akibat dari distensi

kandung kemih tanpa adanya aktifitas detrusor.Terjadi pada keadaan kandung kemih yang

lumpuh akut atau kronik yang terisi terlalu penuh, sehingga tekanan kandung kemih dapat

naik tinggi sekali tanpa disertai kontraksi sehingga akhirnya urine menetes lewat uretra secara

intermitten atau keluar tetes demi tetes.

Apakah idiopatik atau disebabkan oleh gangguan fungsi sakralis motorik bagian

bawah, keadaan ini merupakan penyebab inkontinensia yang paling jarang ditemukan (<10

% kasus). Jika penurunan aktivitas muskulus detrusor menyebabkan inkontinensia, kedaan ini

akan disertai gejalan sering berkemih, nokturia, dan urinasi yang sedikit-sedikit tapi sering.

Kenaikan volume urin sisa setelah urinasi (umumnya bisa lebih dari 445o ml) membedakan

keadaan ini dengan inkontinensia akibat berlebihannya aktivitas otot detrusor.

Penyebab kelainan ini berasal dari penyakit neurogen, seperti akibat cedera vertebra,

sklerosis multipel, penyakit serebrovaskular, meningomyelokel, trauma kapitis, serta tumor

otak dan medula spinalis.

Inkontinensia urin fungsional2

Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin

akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia berat, masalah

muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan unutk pergi ke kamar

mandi, dan faktor psikologis.

Inkontinensia kombinasi2

Orang sering kali mengeluh gejala kombinasi stress dan urgensi, yang disebut

inkontinensia kombinasi. Inkontinensia kombinasi terutama sering dialami oleh wanita pasca

menopause.

9

Page 10: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

Gambar No.2 Perbandingan Inkontinensia Urin persisten

Patofisiologi

Proses Miksi

Secara normal proses berkemih merupakan proses dinamik yang memerlukan

rangkaian koordiansi proses fisiologik yang berurutan. Secara umum terdapat 2 fase yaitu

fase pengisian dan fase pengosongan. Diperlukan keutuhan struktur dan fungsi komponen

saluran kemih bawah, kognitif, fisik, motivasi dan lingkungan. Pada keadaan normal selama

fase pengisian tidak terjadi kebocoran urine, walaupun kandung kemih penuh atau tekanan

intraabdomen meningkat seperti sewaktu batuk, meloncat-loncat atau kencing dan

peningkatan isi kandung kemih memperbesar keinginan ini. Pada keadaan normal, dalam hal

demikian pun tidak terjadi kebocoran di luar kesadaran. Pada fase pengosongan, isi seluruh

kandung kemih dikosongkan sama sekali. Orang dewasa dapat mempercepat atau

memperlambat miksi menurut kehendaknya secara sadar, tanpa dipengaruhi kuatnya rasa

ingin kencing.2

Cara kerja kandung kemih yaitu sewaktu fase pengisian otot kandung kemih tetap

kendor sehingga meskipun volume kandung kemih meningkat, tekanan di dalam kandung

kemih tetap rendah. Sebaliknya otot-otot yang merupakan mekanisme penutupan selalu

dalam keadaan tegang. Dengan demikian maka uretra tetap tertutup. Sewaktu miksi, tekanan

10

Page 11: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

di dalam kandung kemih meningkat karena kontraksi aktif otot-ototnya, sementara terjadi

pengendoran mekanisme penutup di dalam uretra. Uretra membuka dan urine memancar

keluar. Ada semacam kerjasama antara otot-otot kandung kemih dan uretra, baik semasa fase

pengisian maupun sewaktu fase pengeluaran. Pada kedua fase itu urine tidak boleh mengalir

balik ke dalam ureter (refluks). 2

Ada mekanisme yang berada di luar kendali dalam melaksanakan proses berkemih.

Proses ini dikendalikan oleh sistem saraf. Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul

berada dibawah kendali saraf pudendal (somatic), sedangkan otot detrusor kandung kemih

dan sfingter uretra internal berada di bawah kontrol sistem saraf otonom.5

Vesika urinaria terdiri atas 4 lapisan, yaitu lapisan serosa, lapisan otot detrusor,

lapisan submukosa dan lapisan mukosa. Otot detrusor adalah otot kontraktil yang terdiri atas

beberapa lapisan kandung kemih. Mekanisme detrusor meliputi otot detrusor, saraf pelvis,

medula spinalis dan pusat saraf yang mengontrol berkemih. Ketika kandung kemih

seseorang mulai terisi oleh urin, rangsang saraf diteruskan melalui saraf pelvis dan medula

spinalis kepusat saraf kortikal dan subkortikal. Pusat subkortikal (pada ganglia basal dan

serebelum) menyebabkan kandung kemih berelaksasi sehingga dapat mengisi tanpa

menyebabkan seseorang mengalami desakan untuk berkemih. Ketika urine mulai mengisi

kandung kemih, pusat subkortikal akan bekerja agar otot-otot pada kandung kemih dapat

berelaksasi sehingga dapat berdistensi untuk menampung urin hasil proses di ginjal. Ketika

pengisian ini berlanjut akan tercapai suatu volume tertentu (biasanya 200 ml) yang memicu

pusat kortikal yang ada pada lobus frontal untuk bekerja mengurangi pasokan urine yang

masuk ke dalam kandung kemih. Gangguan pada pusat korikal dan subkortikal karena obat

atau penyakit dapat mengurangi kemampuan menunda pengeluaran urin. Pada pusat yang

lebih rendah yaitu batang otak dan saraf supra spinal memfasilitasi proses miksi dengan

mendukung proses kontraksi otot yang terjadi. Gangguan yang mungkin terjadi pada kedua

bagian otak ini yang dapat menyebabkan pengurangan kemampuan penundaan pengeluaran

urin.6

Saat otot detrusor berelaksasi terjadi pengisian kandung kemih, dan bila otot ini

mengalami kontraksi maka urine yang telaha tertampung didalamnya akan dikeluarkan.

Proses kontraksi ini berlangsung akibat kerja saraf parasimpatis, sedangkan penutupan

sfingter vesika urinaria agar dapat menampung urin dikerjakan oleh saraf simpatis yang

11

Page 12: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

dipicu oleh noradrenalin.1,3 Ketika terjadi desakan untuk berkemih, maka rangsang saraf dari

daerah korteks akan disalurkan melalui medula spinalis ke saraf pelvis. Aksi saraf

parasimpatis ini akan memicu terjadinya kontraksi. Namun kontraksi ini tidak hanya semata-

mata tergantung kepada aktivitas saraf yang bersifat kolinergik. Otot detrusor memiliki

reseptor prostaglandin. Obat-obat yang menyebabkan inhibisi pada prostaglandin tentu saja

akan mempengaruhi kontraksi m. Detrusor. Selain itu kontaksi otot detrusor juga bergantung

pada calcium-channel. Oleh karena itu bila pemberian calcium channel blocker seperti pada

pasien hipertensi dapat menyebabkan terjadinya gangguan kontraksi kandung kemih.1

Ketika terjadi desakan berkemih, rangsang saraf dari koteks disalurkan melalui

medula spinalis dan saraf pelvis ke otot detrusor. Aksi kolinergik dari saraf pelvis kemudian

menyebabkan otot detrusor berkontraksi sehingga terjadi pengosongan kandung kemih.

Interferensi aktivitas kolinergik saraf pelvis menyebabkan pengurangan kontraktilitas otot.

Selain faktor dari kandung kemih, juga harus diperhatikan sfingter uretra baik yang interna

dan eksterna. Proses kontraksi pada sfingter uretra dipengaruhi oleh aktivitas dari adrenergik

alfa. Pengobatan yang sifatnya agonis terhadap adrenergik alfa (pseudoefedrin) dapat

memperkuat kontraksi dari sfingter sehingga menahan urin secara berkelanjutan. Sedangkan

obat alpha-blocking dapat mengganggu penutupan sfingter. Persarafan adrenergik beta dapat

menyebabkan relaksasi pada sfingter uretra. Obat yang bersifat beta-adrenergic blocking

dapat mengganggu karena menyebabkan relaksasi uretra dan melepaskan aktivitas kontraktil

adrenergik alfa.1

Proses Menua dan Inkontinensia Urin6

Kejadian inkontinensia urin mwningkat seiring dengan lanjutnya usia. Usia lanjut

bukan penyebab terjadinya inkontinensia urin, artinya sindrom ini bukan kondisi normal pada

usia lanjut melainkan merupakan factor presdiposisi. Proses menua pada laki-laki maupun

perempuan telah mengakibatkan perubahan-perubahan anatomis dan fisiologis pada system

urogenital bagian bawah. Perubahan-perubahan tersebut berkaitan dengan penurunan kadar

estrogen pada perempuan dan hormone androgen pada lelaki. Pada dinding kandung kemih

terjadi peningkatan fibrosis dan kandungan kolagen sehingga mengakibatkan fungsi

kontraktil tidak efektif lagi, dan mudah terbentuk trabekulasi sampai divertikel. Atrofi

mukosa, perubahan vaskularisasi submukosa, dan menipisnya lapisan otot uretra

mengakibatkan menurunnya tekanan outflow. Pada laki-laki sering terjadi pengecilan testis

12

Page 13: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

dan pembesaran prostat sedangkan pada perempuan terjadi penipisan dinding dinding vagina

dengan timbulnya eritema atau ptekiae , pemendekan dan penyempitan ruang vagina serta

berkurangnya lubrikasi.

Telah diketahui dengan baik bahwa dasar panggul mempunyai peran penting dalam

dinamika miksi dan mempertahankan kondisi kontinen, melemahnya fungsi dasar panggul

disebabkan oleh banyak factor baik fisiologis maupun patologis (trauma, operasi, denervasi

neurologic). Secara keseluruhan perubahan akibat proses menua pada system urogenital

bawah mengakibatkan posisi kandung kemih prolaps. Dapat dipahami bahwa usia lanjut

merupakan factor konteributor terjadinya inkontinensia tipe stress, urgensi, luapan (overflow)

Table No.1 Perubahan Fisiologik Terkait Proses Menua pada Saluran Kemih Bawah

Kandung kemih Perubahan morfologis

Trabekulasi ↑

Fibrosis ↑

Saraf autonom ↓

Pembentukan divertikula

Perubahan fisiologis

Kapasitas ↓

Kemampuan menahan kencing ↓

Kontraksi involunter ↑

Volume residu pasca berkemih ↑

Uretra Perubahan morfologis

Komponen selular↓

Deposit kolagen ↑

Perubahan fisiologis

Tekanan penutupan ↓

Tekanan akhiran keluar ↓

Prostat Hiperplasi dan membesar

Vagina Komponen selular ↓

Mukosa atrofi

Dasar panggul Deposit kolagen ↑

Rasio jaringan ikat-otot ↑

Otot melemah

13

Page 14: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

Inkontinensia Campuran (Stres dan Urgensi) pada Usia Lanjut

Inkontinensia stres biasanya disebabkan oleh lemahnya mekanisme penutup. Keluhan

khas yaitu mengeluarkan urine sewaktu batuk, bersin, menaiki tangga atau melakukan

gerakan mendadak, berdiri sesudah berbaring atau duduk.Umumnya disebabkan oleh

melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab tersering inkontinensia urin pada

lansia di bawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada laki-

laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan transurethral dan radiasi.

Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urin yang

keluar dapat sedikit atau banyak. Melemahnya fungsi otot dasar panggul yang disebabkan

oleh berbagai macam operasi, denervasi dan gangguan neurologik dapat menyebabkan

prolaps pada kandung kemih sehingga melemahkan tekanan akhir kemih keluar. Hal ini dapat

memicu terjadinya inkontinensia. Urin residunya tidak berarti.7

Gerakan semacam itu dapat meningkatkan tekanan dalam abdomen dan karena itu

juga di dalam kandung kemih. Otot uretra tidak dapat melawan tekanan ini dan keluarlah

urine. Kebanyakan keluhan ini progresif perlahan-lahan; kadang terjadi sesudah melahirkan.

Akibatnya penderita harus sering menganti pakaian dalam dan bila perlu juga pembalut

wanita. Frekuensi berganti pakaian, dan juga jumlah pembalut wanita yang diperlukan setiap

hari, merupakan ukuran kegawatan keluhan inkontinensia ini. Biasanya dalam pemeriksaan

badan tidak dijumpai kelainan pada ginjal dan kandung kemih.7

Inkontinensia tipe urgensi diakibatkan oleh Aktivitas detrusor yang berlebihan. Ini dapat

didiagnosis secara presumtif pada seorang perempuan atau kebocoran urin terjadi tanpa

adanya stress/penekanan atau retensi urin dan didahului oleh timbulnya keinginan yang kuat

secara tiba-tiba untuk buang air kecil tanpa diraasa terlebih dahulu. Pada laki-laki, gejalanya

serupa, tetapi karena aktivitas detrusor yang berlebihan bisa bersama-sama dengan obstruksi

uretra. Penyebabnya terkadang adalah idiopatik, diperkirakan didapatkan pada sekitar 10%

wanita, akan tetapi hanya sebagian kecil yang menimbulkan inkontinensia karena mekanisme

distal masih dapat memelihara inkontinensia pada keadaan kontraksi yang tidak stabil.8

Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih.

Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali

(detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia

14

Page 15: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis.

Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul keinginan untuk

berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini

merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun. Satu variasi

inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas yang terganggu.

Pasien mengalami kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih

sama sekali.8

Gejala Klinis

Pembagian inkontinensia uri berdasarkan pola gejalanya

Jenis Definisi Penyebab

Inkontinensia

urgency

Ketidakmampuan untuk menunda

pengeluaran air kemih lebih dari

beberapa menit setelah penderita

merasakan kandung kemihnya

penuh

Infeksi saluran kemih

Kandung kemih yg

terlalu aktif

Penyumbatan aliran

kemih

Batu & tumor kandung

empedu

Obat, terutama diuretik

Inkontinensia

karena stres

Kebocoran air kemih, biasanya

berupa pancaran kecil, yg

disebabkan oleh meningkatnya

tekanan di dalam perut, yg terjadi

pada saat penderita batuk, tertawa,

mengedan, bersin atau mengangkat

benda berat

Kelemahan pada sfingter

(otot yg mengendalikan

aliran kemih dari kandung

kemih)

Pada wanita,

berkurangnya tahanan

terhadap aliran kemih

melalui uretra, biasanya

karena kekurangan estrogen

Perubahan anatomis yg

disebabkan oleh melahirkan

15

Page 16: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

banyak anak atau

pembedahan panggul

Pada pria, pengangkatan

prostat atau cedera pada

bagian atas uretra atau leher

kandung kemih

Inkontinensia

overflow

Penimbunan air kemih dalam

kandung kemih yg terlalu banyak

sehingga sfingter tidak mampu

menahannya dan terjadi kebocoran

yg hilang-timbul, seringkali tanpa

sensasi kandung kemih

Penyumbatan aliran air

kemih, biasanya disebabkan

oleh pembesaran atau

kanker prostat (pada pria) &

karena penyempitan uretra

(pada anak-anak)

Kelemahan otot kandung

kemih

Kelainan fungsi saraf

Obat-obatan

Inkontinensia

total

Kebocoran berkesinambungan

karena sfingter tidak menutup

Cacat bawaan

Cedera pada leher

kandung kemih (misalnya

karena pembedahan)

Inkontinensia

fungsional

Hilangnya pengendalian karena

kelainan psikis

Gangguan emosional

(misalnya depresi)

Inkontinensia

campuran

Gabungan dari berbagai keadaan

diatas

Banyak wanita yg mengalami

inkontinensia campuran antara

stress & desakan

Gabungan dari berbagai

penyebab diatas

Penatalaksanaan

Ada beberapa cara untuk menangani pasien dengan kasus inkontinensia urin.

Umumnya dapat berupa tatalaksana farmakologis, non-farmakologis maupun pembedahan.

16

Page 17: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

Prinsipnya adalah penderita inkontinensia tidak dapat ditangani hanya dengan satu modalitas

terapi, tetapi melalui serangkaian terapi yang dilakukan secara simultan.1

Spektrum modalitas terapi yang dilakukan meliputi:1

1. Terapi non farmakologis, yaitu:

o Terapi suportif non-spesifik (edukasi, manipulasi lingkungan, pakaian dan pads

tertentu (seperti popok) )

o Intervensi tingkah laku (latihan otot dasar panggul, latihan kandung kemih,

penjadwalan berkemih)

2. Terapi medika mentosa

3. Operasi

4. Kateterisasi

Gambar No.3 Popok Dewasa

Keberhasilan penanganan pasien inkontinensia sangat bergantung pada ketepatan diagnosis

dalam penentuan tipe inkontinensia, faktor yang berkontribusi secara reversibel dan problem

medik akut yang dialami. Intervensi pada tingkah laku pasien sangat memerlukan kerja sama

yang baik dari pasien tersebut. Secara umum yang dapat kita lakukan ialah meliputi edukasi

pada pasien dan pengasuhnya. Intervensi perilaku yang dapat meliputi bladder training, habit

training, prompted voiding dan latihan dasar otot panggul. Sedangkan teknik yang

menggunakan alat seperti stimulasi elektrik, biofeedback dan neuromodulasi dapat

melengkapi teknik perilaku ini.1

17

Page 18: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

Apa saja intervensi tingkah laku yang dapat dilakukan? Berikut adalah daftar hal yang dapat

dilakukan dalam terapi non farmakologis ini.

a) Bladder training : merupakan suatu jenis terapi yang cukup efektif dibanding teknik

non farmakologik lainnya. Terapi ini bertujuan memperpanjang interval berkemih

yang normal sehingga hanya mencapai 6-7 kali sehari atau 3-4 jam sekali. Pasien

diharapkan dapat menahan sensasi untuk berkemih. Misalnya awalnya interval

waktu satu jam, kemudian ditingkatkan perlahan hingga 2-3 jam. Agar tidak lupa,

dapat dibuat catatan harian untuk berkemih. Apabila pasien tidak mampu lagi

menahan sensasi kemihnya, maka ia diperbolehkan berkemih sebelum waktunya

namun akan dicatat dalam catatan hariannya. Sebisa mungkin catat volume urin

yang keluar pada saat miksi dan jumlah urin yang bocor. Fakta yang menarik yang

didapatkan ialah bila seseorang tergoda untuk segera ke kamar kecil untuk muncul

dorongan berkemih, maka kandung kemihnya dapat terangsang dengan gerakan

yang tergesa-gesa tersebut. Latihan kandung kemih ini terbukti efektif terhadap

inkontinensia tipe stress maupun tipe urgensi.1

b) Latihan dasar otot panggul : merupakan suatu jenis latihan yang dikembangkan oleh

Arnold Kegel pada tahun 1884. Berdasarkan penelitiannya, Arnold Kegel

menemukan tingkat perbaikan dan kesembuhan pada 84% subjek penelitian yaitu

wanita yang menderita inkontinensia berbagai tipe. Latihan yang dilakukan oleh

Arnold Kegel ini sekarang lebih dikenal dengan nama Senam Kegel.1

Seperti yang kita ketahui bersama, otot pelvis seperti otot lainnya dapat mengalami

kelemahan akibat bertambahnya usia,. Latihan pada otot pelvis dapat memperkuat

otot-otot yang lemah di sekitar kandung kemih. Secara sederhana latihan yang dapat

dilakukan dideskripsikan mirip dengan usaha otot kita sewaktu menahan untuk tidak

flatus.1

Berikut ini dasar gerakan senam kegel:9

1. Berbaring telentang, tangan di samping tubuh. Buka kaki 30 cm dan tekuk lutut,

telapak kaki menyentuh lantai. Sangga pundak dan kepala dengan bantal.

18

Page 19: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

2. Relaks, kendurkan sleuruh otot tubuh kecuali otot PC (otot dasar

panggul/pubococcygeus muscles). Bernapas normal dan hindari menegangkan

atau menggerakkan paha, bokong, dan otot perut selama berlatih.

3. Gerakan lambat. Kontraksikan otot PC perlahan-lahan dari irngan hingga

maksimal, tahan 4 detik. Lemaskan dan relaks, 4 detik. Lemaskan dan relaks, 4

detik. Ulangi 5 kali. Tingkatkan secara bertahap hingga mencapai 10 detik baik

untuk kontraksi maupun relaks.

4. Gerakan cepat, kontraksikan otot PC, tahan 1 detik, lemaskan 1 detik. Ulangi 5

kali. Perbanyak ulangan kontraksinya secara bertahap.

Latihan ini dapat dilakukan beberapa kali sehari dengan waktu 10 menit untuk tiap

kali latihan. Dapat dipraktikkan dimana saja, paling baik saat berbaring di tempat

tidur. Pada saat melakukan latihan, usahakan bernapas dengan normal dan tidak

menggunakan otot paha, betis dan perut. Setelah melakukan latihan ini selama 4-6

minggu, diharapkan akan ada perbaikan kondisi yaitu berkurangnya kebocoran

urin.1

c) Latihan untuk menahan dorongan berkemih untuk mengurangi rasa ingin berkemih,

cara ini dapat digunakan bila dorongan tersebut muncul:1

Berdiri tenang maupun duduk diam, lebih baik jika kaki disilangkan agar

mencegah rangsang berlebihan dari kandung kemih.

Tarik napas teratur dan relaks.

Kontraksikan otot dasar panggul beberapa kali. Ini akan membantu penutupan

uretra dan menenangkan kandung kemih.

Bila rangsang berkemih sudah menurun, jangan ke toilet sebelum tiba

waktunya.

Terapi yang menggunakan obat (farmakologis) merupakan terapi yang terbukti efektif

terhadap inkontinensia urin tipe stress dan urgensi. Terapi ini dapat dilaksanakan bila upaya

terapi non-farmakologis telah dilakukan namun tidak dapat mengatasi masalah inkontinensia

tersebut.1

Berikut adalah obat-obat yang dapat digunakan pada pasien dengan inkontinensia urin:7

Obat Yang Digunakan Untuk Inkontinensia Urin

19

Page 20: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

Obat Dosis Tipe Inkontinensia Efek Samping

Hyoscamin 3 x 0,125 mg Urgensi atau

campuran

Mulut kering, mata kabur,

glaukoma, derilium, konstipasi

Tolterodin 2 x 4 mg Urgensi atau OAB Mulut kering, konstipasi

Imipramin 3 x 25-50 mg Urgensi Derilium, hipotensi ortostatik

Pseudoephedrin 3 x 30-60 mg Stress Sakit kepala, takikardi, hipertensi

Topikal

estrogen

Urgensi dan Stress Iritasi lokal

Doxazosin 4 x 1-4 mg BPH dengan Urgensi Hipotensi postural

Tamsulosin 1 x 0,4-0,8

mg

Terazosin 4 x 1-5 mg

Penggunaan fenilpropanolamin sabagai obat inkontenensia urin tipe stress sekarang telah

dihentikan karena hasil uji klinik yang menunjukkan adanya resiko stroke pasca penggunaan

obat ini. Sebagai gantinya digunakan pseudoefedrin. Namun penggunaan pseudoefedrin pun

jarang ditemukan pada usia lanjut karena adanya masalah hipertensi, aritmia jantung dan

angina.7

Pembedahan merupakan langkah terakhir yang dilakukan untuk masalah inkontinensia bila

terapi secara farmakologis dan non-farmakologis tidak berhasil dilakukan. Pembedahan yang

sering dilakukan ialah berupa pemasangan kateter.1

Ada tiga macam kateterisasi pada pada penderita inkontinensia urin:1

1. Kateterisasi luar. Terutama pada pria dengan penggunaan kateter-kondom. Efek samping

yang terutama iritasi pada kuliy dan mudah lepas. Metode ini dianjurkan kepada pria

yang tidak mengalami retensi urin dan mobilitas baik. Pada wanita hasilnya belum

memuaskan.

2. Kateterisasi intermitten. Biasanya digunakan pada wanita, frekuensi pemasangannya 2-

4X sehari. Sangat harus diperhatikan sterilitasnya.

3. Indwelling kateter. Pemasanganini harus dengan indikasi yang benar-benar tepat.

Misalnya pada ulkus dekubitus yang terganggu penyembuhannya karena inkontinensia

20

Page 21: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

urin. Komplikasi penggunaan kateter ii bisa menyebabkan infeksi, batu saluran kemih,

abses, atau bahkan keganasan pada saluran kemih.

Gambar No.4 kateter

Pada laki-laki dengan obstruksi saluran kemih akibat hipertrofi prostat dapat dilakukan

pembedahan untuk mencegah timbulnya inkontinensia tipe overflow di kemudian hari. Selain

itu, ada pula teknik pembedahan yang bertujuan melemahkan otot detrusor misalnya dengan

menggunakan pendekatan postsakral maupun paravaginal. Teknik pembedahan ini contohnya

ialah transeksi terbuka kandung kemih, transeksi endoskopik, injeksi penol periureter dan

sitolisis.

Pada prinsipnya pengobatan inkontinensia stres bersifat operatif. Dikenal berbagai teknik

bedah yang semuanya dapat memberikan perbaikan 80-90% kasus. Semua bentuk operasi ini

berlandaskan pada prinsip yang sama yaitu menarik dinding vagina ke arah ventral untuk

menghilangkan sistokel dan mengembalikan sudut vesiko-uretral menjadi 120⁰ seperti

semula. Ini dapat terlaksana dengan menjahitkan dinding vagina pada periosteum tulang

pubis (teknik Marshall-Marchetti); dengan mengikatkan dinding vagina lebih lateral pada lig.

Pouparti (teknik Burch)2

Komplikasi

Berbagai komplikasi dapat menyertai inkontinensia urin seperti infeksi saluran kemih,

kelainan kulit, gangguan tidur, problem psikososial seperti depresi, mudah marah dan rasa

terisolasi. Secara tidak langsung masalah-masalah tersebut juga dapat menyebabkan dehidrasi

karena umumnya pasien akan mengurangi minum karena khawatir mengompol.

21

Page 22: Incontinensia Urine Blok 13 Kevina

Prognosis

Inkontinensia urin tipe sterss biasanya dapat diatasi dengan latihan otot dasar panggul,

prognesia cukup baik.

Inkontinensia urin tipe urgensi atau overactive blader umumnya dapat diperbaiki dengan

obat – obat golongan antimuskarinik, prognosis cukup baik.

Inkontinensia urin tipe overflow, tergantung pada penyebabnya (misalnya dengan

mengatasi sumbatan / retensi urin).

Daftar Pustaka

1. Martono HH, Pranarka K. Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut) edisi 4. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI; 2009.h.226-41.

2. Junizaf. Buku Ajar Uroginekologi. Jakarta:FKUI;2002.h 90-96.

3. Brockelhurst JC, Allen SC. Urinary incontinence. Geriatric Medicine for students 3rd

ed. London: Churchill Livingstone; 2003.p 73-91.

4. Tiar E, penyunting. Ensiklopedia keperawatan. Jakarta: EGC; 2009.h 224-5.

5. Andrianto P. Urologi Untuk Praktek Umum. Jakarta: EGC;2002.h 175-86.

6. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar ilmu penyakit

dalam. edisi 5 jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h 565-75.

7. Purnomo. Dasar-dasar Urologi. Malang: FK Brawijaya; 2003.h 106-119.

8. Yatim, Faisal. Pengobatan Terhadap Penyakit Usia Senja. Pustaka Populer

Obor ;2004

9. Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku ajar

mikrobiologi kedokteran edisi revisi. Jakarta : Binarupa Aksara Publisher;

2009.h.107-115.

22