imunologi makalah
DESCRIPTION
makalah imunologi kesehtanTRANSCRIPT
BAB IIPEMERIKSAAN IN VIVO
Berbagai metode in vivo digunakan dalam penelitian sistem immunoglobulin maupun sistem
seluler. tes alergi secara in vivo terdiri atas dua kategori : uji kulit dan uji tantangan pada
organ (tes provokasi). Uji kulit merupakan cara in vivo utama dalam mengenali IgE atau
antibodi reagenik. Reaksi ini terjadi beberapa menit setelah masuknya alergen. Alergen
berinteraksi dengan antibodi reagenik yang melekat pada sel pelepas zat mediator.
Akibatnya terjadi suatu peradangan atau pembengkakan segera, demikian pula suatu reaksi
fase lambat. Pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan suatu jarum atau garukan dan
injeksi intradermal.
A. Uji Kulit
Uji kulit sampai saat ini masih dilakukan secara luas untuk menunjang diagnosis
alergi terhadap alergen-alergen tertentu. Metode ini dapat dilakukan secara massal
dalam waktu singkat dengan hasil cukup baik. Prinsip test ini adalah adanya IgE spesifik
pada permukaan basofil atau sel matosit pada kulit akan merangsang pelepasan
histamin, leukotrien dan mediator lain bila IgE tersebut berikatan dengan alergen yang
digunakan pada uji kulit, sehingga menimbulkan reaksi positif berupa bentol (wheal)
dan kemerahan (flare). Tetapi uji kulit tidak selalu memberikan hasil positif walaupun
pemeriksaan dengan cara lain berhasil positif, terutama alergi terhadap obat.
Tujuan tes kulit pada alergi adalah untuk menentukan macam alergen sehingga
dikemudian hari bisa dihindari dan juga untuk menentukan dasar pemberian
imunoterapi.
Macam acam tes kulit untuk mediagnosis alergi antara lain :
1. Puncture, prick dan scratch test biasa dilakukan untuk menentukan alergi
oleh karena allergen inhalan, makanan atau bisa serangga.
2. Tes intradermal biasa dilakukan pada alergi obat dan alergi bisa serangga.
3. Patch test (epicutaneus test) biasanya untuk melakukan tes pada dermatitis
kontak.
1. Uji Tusuk atau Intradermal atau prik test
Uji tusuk dilakukan untuk mengetahui IgE pada kepekatan alergi terhadap
allergen yang menimbulkan reaksi cepat, misalnya inhalan makanan dan penisilin.
Tehnik ini pertama kali dijelaskan oleh Lewis dan Grant pada tahun 1926. Hal ini
digambarkan dimana satu tetesan konsentrat antigen ke dalam kulit . kemudian
jarum steril 26 G melalui tetesan tadi ditusukkan ke dalam kulit bagian superficial
sehingga tidak berdarah. Variasi dari tes ini adalah dengan menggunakan
applikator sekali pakai dengan delapan mata jarum yang bisa digunakan.
Digunakan secara simultan dengan 6 antigen dan control positif (histmin) dan
kontrol negative (glyserin).
Prick tes merupakan jalan cepat untuk menyeleksi antigen yang banyak. Jika skin
tes positif, kemudian pasien lebih sering alergi, tetapi konversi yang didapat tidak
benar. Jika pasien mempunyai sejarah yang positif dan negative pada prick test,
maka dokter harus menggabungkan prosedur dengan pemeriksaan tes
intradermal.
Tes intradermal atau tes intrakutan secara umum biasa digunakan ketika terdapat
kenaikan sensitivitas merupakan tujuan pokok dari pemeriksaan (misalnya ketika
skin prick test memberikan hasil negatif walaupun mempunyai riwayat yang cocok
terhadap paparan). Tes intradermal lebih sensitive namun kurang spesifik
dibandingkan dengan skin prick test terhadap sebagian besar alergen, tetapi lebih
baik daripada uji kulit lainnya dalam mengakses hipersensitivitas terhadap
Hymenoptera (gigitan serangga) dan penisilin atau alergen dengan potensi yang
rendah.Robert Cooke memberikan gambaran pertama kali untuk tes intradermal
pada tahun 1915. Tehnik pemeriksaannya mengalami beberapa modifikasi sejak
saat itu. Pada saat ini prosedur tes intradermal digambarkan dengan
menggunakan jarum 26 G untuk menyuntikkan secara intradermal sebagian dari
antigen, berbagai macam laporan mengatakan batasannya 0,01 – 0,05 ml. batasan
dari konsentrasi ekstrak adalah 1 : 500 sampai 1 : 1000. Test di nilai setelah 10 –
15 menit. Pada kasus tertentu baru dapat dibaca setelah 24 – 48 jam. Eritem dan
bentol merupakan tanda dan tingkatan dalam skala subjektif adalah 0 - +4.(5,12)
Gambar Intradermal skin test
http://www.allergycapital.com.au/Pages/alltest.html
Tes intradermal merupakan tes yang baik, sensitive dan lebih reproducible.
Keakuratan lebih jelas didapatkan pada percobaan dengan berbagai macam dilusi
dari ekstrak allergen. Tetapi mempunyai kekurangan dalam standarisasi protokol
tes.
2. Uji Imunitas Seluler
Cara klasik untuk menguji respon imun seluler adalah delayed Hypersensitivy skin
test. Yang terkenal adalah test tuberculin dengan menyuntikan ekstrak protein
kuman tuberkel. Tes serupa menggunakan leproin dan leprosy, brucellin pada
brucellosis serta berbagai antigen seperti PPD, canadiam mumps trichlopiton
streptokinase dan streptodornase, untuk mengetahui adanya defisiensi seluler. Uji
ini didasarkan pada kenyataan bahwa lebih dari 95% orang dewasa telah terpajan
dengan salah satu antigen tersebut, sehingga reaksi yang positif terhadap
sedikitnya satu antigen dianggap tanda adanya system imun seluler yang
berfungsi baik.
3. Dinitro chlorobenzene ( DNCB )
Pada seseorang yang belum banyak terpapar lingkungan, untuk mengetahui
adanya defisiensi seluler dapat dilakukan uji DNCB. Pada uji ini, mula mula DNCB
dioleskan dikulit penderita, lalu 10 hari kemudian diulang dengan larutan yang
lebih pekat. Pada orang normal olesan kedua akan menunjukan eritrem dan
indurasi dalam waktu 48 jam.
4. Patch Test atau Uji temple
Tes pacth merupakan metode yang digunakan untuk mendeteksi zat yang
memberikan alergi jika terjadi kontak langsung dengan kulit. Metode ini sering
digunakan oleh para ahli kulit untuk mendiagnosa dermatitis kontak yang
merupakan reaksi alergi tipe lambat, dimana reaksi yang terjadi baru dapat dilihat
dalam 2 – 3 hari. Pemeriksaan pacth tes biasa dilakukan jika pemeriksaan dengan
menggunakan skin prick tes memberikan hasil yang negative. Pada pelaksanaan
pemeriksaan disiapkan 25 – 150 material yang dimasukkan ke dalam kamar plastic
atau aluminium dan di letakkan di belakang punggung. Sebelumnya pada
punggung diberikan tanda tempat-tempat yang akan ditempelkan bahan allergen
tersebut. Setelah ditempelkan, kemudian dibiarkan selama 48 sampai 72 jam.
Kemudian diperiksa apakah ada tanda reaksi alergi yang dilihat dari bentol yang
muncul dan warna kemerahan.
A
B
http://www.allergyclinic.co.uk/tests_skin.htm
Reaksi iritasi terdiri dari sweat rash, follicular pustules dan reaksi seperti terbakar.
Reaksi yang meragukan berupa warna merah jambu dibawah kamar tes. Reaksi
positif lemah berupa warna merah jambu yang sedikit menonjol atau plak
berwarna merah. Reaksi positif kuat berupa papulovesicle dan reaksi ekstrem
berupa kulit yang melepuh atau luka. Reaksi yang relevan tergantung dari jenis
dermatitis dan allergen yang spesifik. Interprestasi dari hasil yang didapatkan
membutuhkan pengalaman dan latihan.
http://www.dermnetnz.org/procedures/patch-tests.html
B. Uji Provokasi bronkial
Tes ini merupakan cara menilai yang paling baik untuk rhinitis alergi. Hanya ini
metode yang digunakan dengan menempatkan secara langsung allergen spesifik
terhadap mukosa hidung. Metode ini menimbulkan gejala utama atau tanda dari
pasien dengan cara mengontrol antigen yang diduga dapat menimbulkan alergi
dengan aplikasi langsung ke membrane mucous hidung. Dan evaluasi dari respon
pasien di catat. Tehnik ini meliputi aplikasi yang selektif atas solution allergen ke
kepala turbin inferior. Sebelumnya dilakukan rhinomanometri dan 20 menit setelah
pemberian allergen. Untuk mengkonfirmasi efek alergi dari zat yang dites dengan
menampakkan reduksi yang significant dari kemampuan hidung untuk
pembengkakan mukosa yang reaktif. Sejak tes provokasi meliputi penempatan
allergen secara langsung pada turbin, mungkin dapat menimbulkan reaksi alergi yang
hebat atau mungkin syok anafilaksis, dan sepantasnya alat emergency tersedia pada
ruang pemeriksaan.
C. Pemeriksaan Biopsi Jaringan
Jaringan Biopsi dapat digunakan untuk pemeriksaan immunoglobulin, komplemen
dan kadang kadnag antigen. Baik pada jaringan yang rusak maupun yang sehat.
Dapat terjadi endapan imun komplek yang mengandung ketiga unsur tersebut.
Jaringan biopsy untuk pemeriksaan imuno-fluoresen tidak boleh difiksasi, tetapi
jaringan tersebut harus secepatnya dikirim kelabolatorium untuk dibuat sediaan
beku. Sebelum diwarnai sediaan harus dicuci dengan larutan garam untuk
mengurangi flouresensi yang timbul dari jaringan itu sendiri.
D. Tyssue typing
Pemeriksaan tissue typing yang digunakan untuk menentukan spesifikasi major
histocompatibility complex ( MHC) seseorang. HLA ditemukan pada semua sel
jaringan tubuh tetapi kadar antigen HLA yang tettinggi ditemukan oada limfosit
perifer. Cara yang sering digunakan adalah cara serologic dan teknik MLC. Oleh
karena molekul MHC terdapat pada permukaan sel maka antigen tersebut akan
dikenal oleh sel sel dari orang orang yang secara allogenic berbeda. Typing
dikerjakan dengan menambahkan antisera dengan spesifitas tertentu, misalnya anti
HLA-B8 kepada sel yang akan ditentukan.