imunisasi dasar

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Imunisasi dan Imunisasi Dasar Imunisasi merupakan upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan pada seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Imunisasi dilakukan dengan pemberian vaksin. Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau sebagiannya, yang telah diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu. 6 Berdasarkan sifat penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi wajib dan imunisasi pilihan. Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular tertentu. Imunisasi wajib terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terus menerus sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Pada bab ini akan

Upload: shinta-arumadina

Post on 17-Feb-2016

24 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

KIA

TRANSCRIPT

Page 1: Imunisasi Dasar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Imunisasi dan Imunisasi Dasar

Imunisasi merupakan upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan pada

seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan

penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Imunisasi dilakukan

dengan pemberian vaksin. Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati,

masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau sebagiannya, yang telah diolah, berupa toksin

mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang bila diberikan

kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit

infeksi tertentu.6

Berdasarkan sifat penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi

wajib dan imunisasi pilihan. Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh

pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang

bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Imunisasi pilihan

merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya

dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular tertentu. Imunisasi wajib

terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Imunisasi rutin

merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terus menerus sesuai jadwal.

Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Pada bab ini akan dibahas

lebih lanjut mengenai imunisasi dasar.6

Imunisasi dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Permenkes RI No.

42 tahun 2003 tentang penyelenggaraan imunisasi, diberikan pada bayi sebelum berusia 1

(satu) tahun. Jenis imunisasi dasar terdiri atas Bacillus Calmette Guerin (BCG), Diphtheria

Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-

Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib), Hepatitis B pada bayi baru lahir, Polio, dan

Campak.()

2.2 Tujuan Imunisasi Dasar

Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai

cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/anak-anak pra sekolah.

Adapun tujuan program imunisasi dimaksud bertujuan sebagai berikut:6

Page 2: Imunisasi Dasar

2.2.1 Tujuan Umum

Yakni untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat Penyakit yang

Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I). Penyakit dimaksud antara lain Difteri, Tetanus,

Pertusis, Measles (campak), Polio dan Tuberculosis.

2.2.2 Tujuan Khusus

a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan

imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa

Kelurahan pada tahun 2010.

b. Tercapainya ERAPO (Eradiksi Polio), yaitu tidak adanya virus polio liar di

Indonesia yang dibuktikan dengan tidak ditemukannya virus polio liar pada

tahun 2008.

c. Tercapainya ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum), artinya menurunkan kasus

TN sampai tingkat 1 per 1000 kelahiran hidup dalam 1 tahun pada tahun 2008.

d. Tercapainya RECAM (Reduksi Campak), artinya angka kesakitan campak turun

pada tahun 2006.

2.3 Manfaat Imunisasi Dasar

Manfaat imunisasi dasar diantaranya sebagai berikut: 6

a. Untuk anak, bermanfaat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit

menular yang sering berjangkit.

b. Untuk keluarga, bermanfaat menghilangkan kecemasan serta biaya pengobatan

jika anak sakit.

c. Untuk negara, bermanfaat memperbaiki derajat kesehatan, menciptakan bangsa

yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.

2.4 Sasaran Imunisasi Dasar

Sasaran program imunisasi dasar adalah mencakup bayi usia 0-1 tahun untuk

mendapatkan vaksinasi BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis-B, dan Hib.

Page 3: Imunisasi Dasar

2.5 Imunisasi Dasar di Indonesia

Di Indonesia, program imunisasi diatur oleh Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. Pemerintah, bertanggung jawab menetapkan sasaran jumlah penerima imunisasi,

kelompok umur serta tata cara memberikan vaksin pada sasaran. Pelaksaan program

imunisasi dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta. Institusi swasta

dapat memberikan pelayanan imunisasi sepanjang memenuhi persyaratan perijinan yang

telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Di Indonesia pelayanan imunisasi

dasar/imunisasi rutin dapat diperoleh pada:

a. Pusat pelayanan yang dimiliki oleh pemerintah, seperti Puskesmas, Posyandu,

Puskesmas pembantu, Rumah Sakit atau Rumah Bersalin.

b. Pelayanan di luar gedung, namun diselenggarakan oleh pemerintah misalnya pada

saat diselenggarakan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah, pekan Imunisasi

Nasional, atau melalui kunjungan dari rumah ke rumah.

c. Imunisasi rutin juga dapat diperoleh pada bidan praktik swasta, dokter praktik

swasta atau rumah sakit swasta.

2.6 Dasar Hukum Penyelenggaraan Program Imunisasi

a. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

b. Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

c. Undang-undang No. 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut.

d. Undang-undang No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara.

e. Keputusan Menkes No. 1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Imunisasi.

f. Keputusan Menkes No. 1626/Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman

Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI).

2.7 Jenis Vaksin Imunisasi Dasar Dalam Program Imunisasi

a. Vaksin BCG (Bacillius Calmette Guerin)

Diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang

lebih luas, Departemen Kesehatan Menganjurkan pemberian BCG pada umur

antara 0-12 bulan. Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang masih hidup

namun telah dilemahkan. Penyimpanan sebaiknya di lemari es dengan suhu 2-8ºC.

Dosis yang diberikan 0,05 ml. Kemasan vaksin berupa ampul dengan bahan

Page 4: Imunisasi Dasar

pelarut 4 ml (NaCl Fisiologis). Masa kadaluarsa satu tahun setelah tanggal

pengeluaran (dapat dilihat pada label). Reaksi imunisasi biasanya tidak terjadi

demam. Efek samping vaksin jarang dijumpai, bisa terjadi pembengkakan

kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan biasanya sembuh sendiri

walaupun lambat. Tidak ada kontraindikasi, kecuali pada anak yang menderita

TBC atau uji mantoux positif dan adanya penyakit kulit berat/menahun.

b. Hepatitis B

Diberikan segera setelah lahir, mengingat vaksinasi hepatitis B merupakan upaya

pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui

transmisi maternal dari ibu pada bayinya. Imunisasi aktif dilakukan dengan

suntikan 3 kali dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan 1 dan 2, lima bulan

antara suntikan 2 dan 3. Namun cara pemberian imunisasi tersebut dapat berbeda

tergantung pabrik pembuat vaksin. Vaksin hepatitis B dapat diberikan pada ibu

hamil dengan aman dan tidak membahayakan janin, bahkan akan membekali janin

dengan kekebalan sampai berumur beberapa bulan setelah lahir.

Reaksi imunisasi yang dapat terjadi yaitu yeri pada tempat suntikan, yang

mungkin disertai rasa panas atau pembengkakan. Akan menghilang dalam 2 hari.

Dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 kali pemberian. Selama 10 tahun belum

dilaporkan ada efek samping yang berarti. Kontraindikasi bila terdapat anak yang

sakit berat.

c. DPT (Diphteria, Pertusis, Tetanus)

Diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DPT tidak boleh diberikan sebelum

umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Di Indonesia ada 3 jenis kemasan

yaitu kemasan tunggal khusus tetanus, kombinasi DT (diphteri tetanus) dan

kombinasi DPT. Vaksin diphteri terbuat dari toksin kuman diphteri yang telah

dilemahkan (toksoid), biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin

tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam

bentuk vaksin DPT. Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah

toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian

dimurnikan. Ada tiga kemasan vaksin tetanus yaitu tunggal, kombinasi dengan

diphteri dan kombinasi dengan diphteri dan pertusis. Vaksin pertusis terbuat dari

kuman Bordetella pertusis yang telah dimatikan.

Page 5: Imunisasi Dasar

Penyimpanan sebaiknya di lemari es dengan suhu 2-8ºC. Dosis vaksin 0,5 ml, tiga

kali suntikan, interval minimal 4 minggu. Kemasan vaksin berupa vial 5 ml. Masa

kadaluarsa dua tahun setelah tanggal pengeluaran. Reaksi imunisasi bisa berupa

demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari. Efek

samping dapat terjadi gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam,

kemerahan pada tempat suntikan. Kadang-kadang terdapat efek samping yang

lebih berat, seperti demam tinggi atau kejang, yang biasanya disebabkan unsur

pertusisnya. Kontraindikasi vaksin ini bila terdapat anak yang sakit parah, anak

yang menderita penyakit kejang demam kompleks, anak yang diduga menderita

batuk rejan, anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan. Batuk, pilek,

demam atau diare yang ringan bukan merupakan kotraindikasi yang mutlak,

disesuaikan dengan pertimbangan dokter.

d. Hemophillus Influenza tipe B (Hib)

Vaksin Hib adalah vaksin polisakarida konyugasi dalam bentuk liquid, yang dapat

diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan vaksin DPaT (tetravalent) atau

DpaT/HB (pentavalent) atau DpaT/HB/IPV (heksavalent). Vaksin tidak boleh

diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan karena bayi tersebut belum dapat

membentuk antibody. Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan, diberikan

sebanyak 3 kali dengan jarak waktu 2 bulan. Dosis ulangan umumnya diberikan 1

tahun setelah suntikan terakhir.

e. Polio

Diberikan segera setelah lahir sesuai pedoman program pengembangan

imunisasi (PPI) sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan yang tinggi.

f. Campak

Rutin dianjurkan dalam satu dosis 0,5 ml secara sub-kutan dalam, pada umur 9

bulan. Mengandung vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Kemasan

untuk program imunisasi dasar berbentuk kemasan kering tunggal.

Penyimpanan sebaiknya di freezer dengan suhu -20º C. Kemasan berupa vial

berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan, beserta pelarut 5 ml (aquadest).

Masa kadaluarsa selama 2 tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada

label). Biasanya tidak terdapat reaksi imunisasi. Mungkin terjadi demam ringan

Page 6: Imunisasi Dasar

dan sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah

penyuntikan, atau pembengkakan pada tempat penyuntikan. Efek samping sangat

jarang, mungkin dapat terjadi kejang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke 10-

12 setelah penyuntikan. Dapat terjadi radang otak 30 hari setelah penyuntikan

tapi angka kejadiannya sangat rendah. Kontraindikasi bila terdapat sakit parah,

penderita TBC tanpa pengobatan, kurang gizi dalam derajat berat, gangguan

kekebalan, penyakit keganasan.

Tabel 1. Jadwal pemberian imunisasi dasar

Umur

Catatan:

a. Bayi yang lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta,

imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.

b. Bayi yang telah mendapatkan imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1, DPT-HB-Hib

2, dan DPT-HB-Hib 3, dinyatakan mempunyai status imunisasi T2.

Vaksin dapat dikemas dalam bentuk tunggal maupun kombinasi. Contoh kemasan

vaksin tunggal adalah BCG, Polio, Hepatitis B, Hib, campak. Contoh kemasan vaksin

kombinasi adalah DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus), tetravaccine (kombinasi DPT dan polio

suntik). Beberapa vaksin yang dikemas tunggal dapat diberikan bersama-sama, aman dan

proteksinya memuaskan, misalnya:

- Vaksin BCG bersama cacar

- Vaksin BCG bersama polio

- Vaksin BCG bersama Hepatitis B

- Vaksin DPT bersama BCG

- Vaksin DPT bersama polio

Umur Jenis0 bulan Hepatitis B01 bulan BCG, Polio 12 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 23 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 34 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 49 bulan Campak

Page 7: Imunisasi Dasar

- Vaksin DPT bersama hepatitis B

- Vaksin DPT bersama polio dan campak

- Vaksin campak bersama polio

2.8 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Imunisasi Dasar Pada Bayi

Keberhasilan pemberian imunisasi dasar kepada bayi memerlukan kerja sama dan

dukungan dari semua pihak terutama kesadaran ibu-ibu yang mempunyai bayi untuk

membawa bayinya ke pelayanan imunisasi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

imunisasi dasar pada bayi yaitu:7

a. Tingkat pengetahuan

Seorang ibu akan membawa bayinya untuk diimunisasi bila seorang ibu

mengerti apa manfaat imunisasi tersebut bagi bayinya, pemahaman dan

pengetahuan seorang ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar terhadap bayi

akan memberikan pengaruh terhadap imunisasi bayinya.

b. Jumlah anak

Keluarga yang memiliki hanya satu orang anak biasanya akan mampu

memberikan perhatian penuh kepada anaknya, segala kebutuhan baik fisik

maupun mental mereka berikan secara baik. Akan tetapi perhatian kepada anak

akan terbagi bila lahir anak yang berikutnya, perhatian ibu akan terbagi sejumlah

anak yang dilahirkannya. Hal ini sering kali mengakibatkan pemberian imunisasi

tidak sama untuk semua anaknya.

c. Jenis efek samping imunisasi

Pemberian imunisasi mempunyai beberapa efek samping yang berbeda

untuk setiap jenis imunisasi, sering kali ibu bayi tidak percaya bahwa

reaksi yang timbul setelah bayi diimunisasi hanya sebagai pertanda reaksi

vaksin dalam tubuh bayi. Jika tingkat pengetahuan ibu rendah akan

menyebabkan ketakutan pada ibu untuk membawa bayinya imunisasi

d. Penilaian pelayanan imunisasi

Dalam hal ini pelayanan kesehatan pemberian imunisasi pada bayi sangat

penting, karena apabila pelayanan yang diberikan kurang memuaskan maka si

ibu merasa enggan membawa bayinya untuk imunisasi.

e. Jarak pelayanan

Jarak antara pelayanan kesehatan dengan rumah ibu biasanya menjadi

pertimbangan untuk membawa bayinya imunisasi. Apabila jaraknya jauh dari

Page 8: Imunisasi Dasar

rumah, transportasi yang sulit maka ibu merasa enggan membawa bayinya

imunisasi ke tempat pelayanan imunisasi.

f. Penghasilan

Penghasilan adalah upah yang didapat oleh seseorang setelah dia melakukan

pekerjaan yang sesuai standar atau minimum rata-rata yang telah ditetapkan.

Upah atau gaji bisa diberikan dalam bentuk apapun namun lebih jelas

menggunakan nominal nilai angka mata uang yang diterima seseorang setiap

minggu ataupun bulanan. Kesejahteraan seorang anak dipengaruhi oleh keadaan

sosial orangtuanya. Menurut BAPPENAS status ekonomi keluarga yaitu

berkorelasi negatif, dimana angka kematian anak pada keluarga berada/kaya lebih

rendah jika dibandingkan dengan angka pada rumah tangga miskin. Sekitar

35% kematian anak dan balita mempunyai latar belakang yang berkaitan

dengan kejadian gizi buruk atau gizi kurang.

g. Usia ibu

Ibu yang berusia lebih muda dan baru memiliki anak biasanya cenderung

untuk memberikan perhatian yang lebih akan kesehatan anaknya, termasuk

pemberian imunisasi. Merujuk hal tersebut, diketahui bahwa usia yang paling

aman seorang ibu untuk melahirkan anak adalah antara 20 sampai 30 tahun. Ibu

yang berusia <30 tahun cenderung untuk tidak melakukan imunisasi lengkap

dibandingkan dengan ibu yang berusia >30 tahun.

2.9 Pengelolaan Vaksin

Vaksin harus dikelola dengan baik, baik dalam penyimpanan maupun saat

transportasi ke tempat lain, supaya tetap memiliki potensi yang baik (imunogenisitas tinggi).

Perlu diketahui, bahwa vaksin adalah produk biologis yang sentitif terhadap perubahan suhu.

Ada vaksin yang sensitif terhadap panas misalnya vaksin polio, campak dan BCG. Ada

vaksin yang sensitif terhadap pembekuan misalnya vaksin heparitis B, DPT, TT dan DT.

Namun secara umum, semua vaksin akan rusak bila terpapar suhu panas, namun vaksin polio,

campak dan BCG akan lebih mudah rusak pada paparan panas bila dibanding vaksin hepatitis

B, DPT, DT dan TT. Setiap unit pelayanan diharuskan memiliki tempat penyimpanan

vaksin. Demikian juga dalam pendistribusiannya penting untuk diperhatikan. Faktor yang

dapat merusak vaksin antara lain sinar matahari, suhu dan kelembaban

Page 9: Imunisasi Dasar

2.10 Pengelolaan Peralatan Vaksin dan Rantai Vaksin di Puskesmas

Peralatan rantai vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan dalam pengelolaan

vaksin sesuai dengan prosedur utk menjaga vaksin pada suhu yang ditetapkan, meliputi :

a. Lemari Es

Setiap Puskesmas mempunyai 1 lemari es sesuai standar program.

Gambar 3. Lemari Es

b. Vaccine carrier

Merupakan alat untuk membawa vaksin dari kota ke puskesmas, dapat

mempertahankan suhu 2°C s/d 8°C relatif lama. Vaccine carrier dilengkapi

dengan 4 buah cool pack @ 0.1 liter.

Gambar 4. Vaccine carrier

c. Kotak Dingin (Cool pack)

Merupakan wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi dengan air yang

kemudian didinginkan pada lemari es selama 24 jam

Page 10: Imunisasi Dasar

Gambar 5. Kotak Dingin (Cool pack)

d. Thermos

Digunakan untuk membawa vaksin ke tempat pelayanan imunisasi. Setiap

thermos dilengkapi cool pack minimal 4 buah @ 0.1 L. Dapat mempertahankan

suhu kurang dari 10 jam, sehingga cocok digunakan untuk daerah yang

transportasinya lancar.

Gambar 6. Thermos

e. Cold Box

Cold box ditingkat Puskesmas digunakan apabila keadaan darurat seperti listrik

padam untuk waktu cukup lama.

Gambar 7. Cold Box

f. Freeze Tag/freeze watch

Untuk memantau suhu dari kota ke Puskesmas pada waktu membawa vaksin serta

dari puskesmas ke tempat pelayanan dalam upaya peningkatan kualitas rantai

vaksin.

Page 11: Imunisasi Dasar

Gambar 8. Freeze Tag/freeze watch