teori dasar imunisasi
DESCRIPTION
imunisasiTRANSCRIPT
2.1.3 Teori Dasar Imunisasi
2.1.3.1 Pendahuluan
Imunisasi dasar lengkap
Pengertian status imunisasi dasar lengkap
Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif. Imunisasi
adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
antigen, sehingga bila kelak ia terkena antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. (Ranuh,
2008)
Status imunisasi dasar lengkap
Menurut kamus bahasa Indonesia kelengkapan berasal dari kata lengkap
yang artinya tidak ada kekurangan. (Ahmad, 2006) Imunisasi dasar adalah imunisasi
dengan program pemerintah, anak- anak wajib mendapat imunisasi terhadap tujuh
macam penyakit TBC, difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis) polio, campak (Measles,
morbili) dan hepatitis B (Ranuh,2008).
Kelengkapan dalam memberikan imunisasi terhadap penyakit TBC, difteri, tetanus,
batuk rejan (pertusis) polio, campak (measles, morbili), dan hepatitis B dengan tidak ada
kekurangannya (Raditya, 2009).
Jenis vaksin yang digunakan dalam mencapai kelengkapan imunisasi adalah Vaksin
BCG, Vaksin DPT/HB, Vaksin Hepatitis B (Uniject-HB), Vaksin Polio, dan Vaksin Campak.
Pelayanan imunisasi dilaksanakan di unit-unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas,
puskesmas pembantu, poskesdes, posyandu, RS, rumah bersalin dan dokter praktek
swasta/bidan praktek swasta. (Depkes RI. 2009)
Manfaat imunisasi dasar lengkap
Usia anak-anak merupakan masa rawan terserang penyakit karena daya tahan
tubuhnya belum kuat. Dengan pemberian imunisasi dasar secara lengkap terjadinya penyakit
terhadap bayi bisa dihindari, itulah salah satu manfaat dari imunisasi. Selain itu ada beberapa
manfaat imunisasi yang lain yaitu :
1) Dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.
2) Upaya pencegahan yang sangat efektif terhadap timbulnya penyakit.
3) Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada diri seseorang atau sekelompok
masyarakat.
4) Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau
kematian.
5) Untuk memberikan kekebalan pada bayi mencegah penyakit dan kematian bayi.
6) Untuk meningkatkan derajat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal
untuk melanjutkan pembangunan negara.
Macam-macam imunisasi dasar lengkap
1) Vaksin Hepatitis B (Uniject- HB)
Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan
dan bersifat non-infecious, berasal dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (hansenula
polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan. (Depkes RI, 2009)
a) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan
oleh virus hepatitis B.
b) Cara pemberian dan dosis
Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 mL atau 1 buah HB PID (Prefilled
Injection device) pemberian suntikan secara intra muskuler, sebaiknya pada
anterolateral paha.Imunisasi HB harus segera diberikan setelah lahir atau sedini
mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir paling lambat sampai usia 7 hari.
c) Efek samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar
tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2
hari. (Depkes RI, 2009)
d) Kontra indikasi
Jangan diberikan pada bayi dengan berat saat lahir dibawah <2000 gram,
bayi dengan gangguan asfikisia. (Depkes RI,2009)
e) Cara Penyimpanan
Uniject-HB di propinsi disimpan dalam kamar pendingin, di kabupaten/kota
maupun di puskesmas disimpan dalam lemari es dengan suhu 20- 80C seperti
vaksin HB dalam vial sedangkan dirumah bidan/pustu boleh disimpan dalam suhu
udara biasa atau pada suhu kamar sampai (Vaccine Vial Monitor VVM) berubah.
Uniject perlu dilindungi dari sinar matahari langsung karena (Vaccine Vial
Monitor VVM) juga akan cepat berubah warna bila terkena sinar matahari. (Depkes
RI, 2009)
2) Vaksin BCG (bacillus calmette guerine)
a) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis tuberkulosis adalah
penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosa (disebut juga batuk
darah).Penyakit ini menyebar melalui pernafasan lewat bersin atau batuk.Gejala
awal penyakit adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam, dan keluar
keringat pada malam hari. (Depkes RI, 2009)
Gejala selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan (mungkin)
batuk darah. Gejala lain tergantung pada organ yang diserang. Tuberkulosis dapat
menyebabkan kelemahan dan kematian.
b) Cara pemberian dan dosis.
Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu, dengan
menggunakan alat suntik steril 5 ml, dosis pemberian: 0,05 ml sebanyak 1 kali.
Disuntikkan secara intrakutan didaerah lengan kanan atas (insertion musculus
deltoideus) dengan menggunakan Auto Disposable Syiringe 0,05 ml, dan vaksin yang
sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam.
c) Kontra indikasi
Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti, eksim, furunkulosis dan
mereka yang sedang menderita TBC.
d) Efek samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam
setelah 1-2 mgg akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah
menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka, luka tidak perlu pengobatan akan
sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut.
Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak dan atau leher,
terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam.Reaksi ini normal, tidak
memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya. (Depkes
RI,2009)
e) Cara penyimpanan
Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari harus disimpan pada suhu 2-
80C, tidak boleh beku vaksin yang telah diencerkan harus dibuang dalam 8 jam.
f) Jadwal pemberian imunisasi BCG.
Imunisasi BCG diberikan pada umur <2 bulan sebaiknya pada anak dengan uji
Mantaoux (tuber kulin) negatif (Ranuh, 2008).
3) Vaksin DPT/HB
Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan
dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus
yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non infections. (Depkes RI, 2009)
a) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis,
dan hepatitis.
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri coryne bacterium
diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan pernafasan. (Depkes RI,
2009)
Gejala awal penyakit adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan
demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput kebiru- biruan pada tenggorokan dan
tonsil. Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernafasan yang
berakibat kematian. (Depkes RI, 2009)
Pertusis juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis. Penyebaran pertusis
adalah melalui percikan ludah (droplet infection) yang keluar dari batuk atau bersin.
Gejala penyakit adalah pilek, mata merah, bersin, demam, dan batuk ringan yang
lama-kelamaan batuk menjadi parah dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat
dan keras. Komplikasi pertusis adalah pneumonia bacterialis yang dapat
menyebabkan kematian
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh clostridium tetani yang
menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar dari orang ke orang, tetapi
melalui kotoran yang masuk kedalam luka yang dalam. Gejala awal penyakit adalah
kaku otot pada rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut,
berkeringat dan demam. Bayi terdapat juga gejala berhenti menetek (sucking)
antara 3 sampai dengan 28 hari setelah lahir. Gejala berikutnya adalah kejang yang
hebat dan tubuh menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat
kejang, pneumonia dan infeksi lain yang dapat menimbulkan kematian
Hepatitis B (penyakit kuning) adalah penyakit yang di sebabkan oleh virus
hepatitis B yang merusak hati, penularan penyakit adalah secara horizontal yaitu dari
darah dan produknya, melalui suntikan yang tidak aman melalui tranfusi darah dan
melalui hubungan seksual sedangkan penularan secara vertikal yaitu dari ibu ke bayi
selama proses persalinan.
Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada
merasa lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urin menjadi kuning,
kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada mata ataupun kulit.
Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan pengerasan hati, kanker hati dan
menimbulkan kematian. (Depkes RI, 2009)
b) Cara pemberian dan dosis:
Pemberian dengan cara intramuskuler 0,5 ml sebanyak 3 dosis. Dosis
pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 – 8 minggu,
interval terbaik 8 minggu (Depkes RI,2009)
c) Kontra indikasi
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala
serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis.Anak yang
mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus
dihindarkan pada dosis kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan
DT. Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain,
vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai
kejang. (Depkes RI,2009)
d) Efek samping
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti: lemas, demam, pembengkakan
atau kemerahan pada tempat penyuntikan. Kadang- kadang terjadi gejala berat seperti
demam tinggi. Iritabilitas dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah
Imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
(Depkes RI,2009)
e) Cara penyimpanan
Vaksin disimpan dalam suhu +20 s/d 80C. Vaksin DPT-HB dapat digunakan
kembali hingga 4 minggu sejak vial vaksin dibuka.
4) Vaksin polio (Oral Polio Vaccine= OPV)
Vaksin oral polio hidup adalah vaksin polio invalent yang terdiri dari suspensi
poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biarkan
jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa. (Depkes RI, 2009)
a) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis poliomyelitis adalah
penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang
berhubungan yaitu virus polio tipe 1, 2, dan 3. Secara klinis penyakit polio
adalah anak dibawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute flaccid
paralysis AFP). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja) yang
terkontaminasi.Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan
kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi karena
kelumpuhan otot-otot pernafasan terinfeksi dan tidak segara ditangani. (Depkes RI,
2009)
b) Cara pemberian dan dosis
Polio 1 diberikan saat bayi lahir untuk imunisasi dasar (polio 2, 3, 4)
diberikan pada umur 2, 4 dan 6 bulan, interval antara dua imunisasi tidak kurang dari
4 minggu. (Depkes RI, 2009)
c) Kontra indikasi
Pada individu yang menderita “immune deficiency” tidak ada efek yang
berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun
jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat
diberikan setelah sembuh. (Depkes RI, 2009)
d) Efek samping
Menurut WHO pada umumnya imunisasi polio tidak terdapat efek samping.
Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.
(Depkes RI, 2009)
e) Cara penyimpanan
Vaksin polio oral (OPV) dapat disimpan beku pada temperature 20C.
Vaksin yang beku dapat dicairkan dengan cara di tempatkan antara telapak
tangan dan digulir-gulirkan dijaga warna tidak berubah yang merah muda sampai
orange muda (sebagai indikator pH). Bila keadaan tersebut dapat terpenuhi, maka
sisa vaksin telah terpenuhi dapat dibekukan lagi, kemudian dapat dipakai lagi sampai
warna berubah dengan catatan dan tanggal kadaluarsa harus selalu diperhatikan.
(Ranuh, 2008)
5) Vaksin campak
Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak yaitu vaksin yang berasal dari
virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe edmonston B) sedangkan, Vaksin yang
berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin
yang dicampur dengan garam alumunium).
Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan 0,5 ml.
Pemberian yang dianjurkan secara subkutan, walaupun demikian dapat diberikan secara
intramuscular. (Ranuh, 2008)
a) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Campak adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus myxovirus viri dae measles. Disebabkan melalui
udara (percikan ludah/sewaktu bersin atau batuk dari penderita.
Gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek,
konjungtivitis (mata merah) selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher,
kemudian menyebar ketubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi campak adalah diare
hebat, peradangan pada telinga dan infeksi saluran napas (pneumonia). (Depkes
RI, 2009)
b) Cara pemberian dan dosis
Sebelum disuntikan vaksin campak terlebih dahulu harus di larutkan dengan
pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut. Pemberian diberikan
pada umur 9 bulan secara sub kutan walaupun demikian dapat diberikan secara
intramuscular. (Ranuh, 2008)
c) Kontra indikasi
Individu yang mengidam penyakit immune defiuency atau individu yang
diduga menderita gangguan respon imun karena leukimia, imformasi. Efek samping
hingga 15% dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang
dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi. (Depkes RI, 2009)
d) Cara penyimpanan
Vaksin disimpan pada suhu 00 C sampai 800 C. (Ranuh, 2008)
Faktor-faktor yang mempengaruhi status imunisasi
Tanggung jawab keluarga terutama para ibu terhadap imunisasi bayi atau balita sangat
memegang peranan penting sehingga akan diperoleh suatu manfaat terhadap keberhasilan
imunisasi serta peningkatan kesehatan anak.
Status imunisasi pada bayi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
1) Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan
di dalam atau di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi
proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah seseorang untuk menerima
informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cendrung mendapatkan informasi,
baik dari informasi maupun media massa. Semakin banyak informasi yang masuk maka
semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan dimana seseorang dengan pendidikan yang tinggi, maka
orang tersebut akan luas pula pengetahuannya. Namun ditekankan pula seseorang yang
berpendidikan rendah belum tentu berpengetahuan rendah pula.
2) Informasi/media Massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasikan perubahan
atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media
massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai
sarana komunikasi, sebagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah,
dll mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, Media massa membawa pula pesan-pesan
yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru
mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbantuknya
pengetahuan terhadap hal tersebut.
3) Sosial Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan atau tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah
yang dilakukan baik atau buruk . Dengan demikian seseorang akan bartambah
pengetahuannya walaupun tidak melakukan Status ekonomi seseorang juga akan menentukan
tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, Sehingga status sosial
ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
4) Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu. Lingkungan
berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan didalam individu yang berada dalam
lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya reaksi timbal balikataupun tidak yang akan
direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
5) Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
dikembangkan memberi pengetahuan dan ketrampilan profesional serta pengalama belajar
selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang
merupakan manivestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak
dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
6) Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga
pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. Semakin tua semakin bijaksana, semakin
banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga
menambah pengetahuannya. (Hendra, 2009)
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Di
dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation (menimbang- nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya).
Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran,
dan sikapnya terhadap stimulus.
7) Sikap
Sikap adalah kecenderungan bertindak dari individu, berupa respon tertutup terhadap
stimulus ataupun obyek tertentu (Sunaryo,2004). Faktor yang dapat mempermudah atau
mempredisposisikan terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat adalah sikap
seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan. Sikap terhadap
kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan yang salah satunya mencakup sikap terhadap pencegahan penyakit
menular (Notoatmodjo,2003).
8) Dukungan Keluarga
Keberhasilan program imunisasi di masyarakat berkaitan dengan dukungan dari
kelompok masyarakat, salah satunya adalah keluarga tanggung jawab keluarga dalam
imunisasi pada bayi sangat memegang peranan penting sehingga akan diperoleh suatu
manfaat terhadap keberhasilan imunisasi serta peningkatan kesehatan anak. Dengan adanya
dukungan keluarga mendorong kemauan dan kemampuan yang ditujukan terutama kepada
para ibu sebagai anggota masyarakat untuk menggunakan sarana pelayanan kesehatan.
Semua aktifitas yang dilakukan para ibu seperti dalam pelaksanaan imunisasi pada bayi tidak
lain adalah hasil yang diperoleh dari dukungan keluarga, baik dari suami maupun anggota
keluarga lainnya. Dukungan keluarga merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perilaku
seseorang dalam membuat keputusan dengan lebih tepat (Sulistiadi, 2000).
9) Kepercayaan
Kepercayaan terhadap baik buruknya nilai kesehatan didasarkan atas penilaiannya
pada kemanfaatan yang dirasakan dari segi emosi/kejiwaan, sosial, serta hambatan-hambatan
yang dirasakan (Eko dan Hesty, 2009).
Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan
sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang
kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi (Muhammad, 2002). Setelah imunisasi
kadang-kadang timbul kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) seperti demam ringan sampai
tinggi, bengkak, kemerahan, agak rewel. Itu adalah reaksi yang umum terjadi setelah
imunisasi. Umumnya akan hilang dalam 3 – 4 hari, walaupun kadang-kadang ada yang
berlangsung lama (Soedjatmiko,2009). Imunisasi merupakan upaya medis untuk mencegah
terjadinya suatu penyakit. Agama Islam imunisasi syah menurut hukum sehingga masyarakat
tidak ragu untuk melakukan imunisasi sepanjang materi atau bahan yang digunakan berupa
unsur yang haram (Muhammad, 2002).
Orang tua juga harus mengetahui bahwa pemberian imunisasi aman bagi anak,
bahkan saat anak sedang sakit ringan, mempunyai cacat fisik/mental atau mengalami
mal nutrisi (Soedjatmiko, 2009). Faktor pengetahuan memegang peranan penting dalam
pemberian status imunisasi dasar, karena pengetahuan mendorong kemauan dan
kemampuan masyarakat. (Notoatmodjo, 2003)
Menurut Ramli (2007) bahwa status imunisasi dipengaruhi oleh faktor pengetahuan
ibu tentang imunisasi, jumlah anak dan balita, kepuasan ibu terhadap pelayanan petugas
kesehatan, keterlibatan pamong dalam memotivasi ibu dan faktor jarak rumah ke tempat
pelayanan imunisasi.