imunisasi

48
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sepanjang proses tumbuh kembang, anak memerlukan asupan gizi yang adekuat, penanaman nilai budaya dan agama, pembiasaan disiplin yang konsisten, dan upaya pencegahan penyakit. Salah satu upaya pencegahan penyakit yaitu melalui pemberian imunisasi. Pemahaman tentang imunisasi diperlukan sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan terutama pada anak sehat dan implikasi konsep imunisasi pada saat merawat anak sakit khususnya pada kasus tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak, dan hepatitis (PD3I). Dalam 18 bulan pertama usianya, anak sudah harus menerima imunisasi tak kurang dari 15 kali. Kenyataannya masih kalah banyak dengan anak-anak di Amerika yang memperoleh lebih dari 20 kali selama periode usia yang sama. Penyakit infeksi dan kurang gizi masih termasuk penyebab kematian balita di Indonesia, sehingga Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi atau 52 per 1.000 kelahiran hidup setahun saat ini. Demikian kata spesialis anak RSAB Harapan Kita Jakarta dr Srikusumo Amdani. Usai simposium Infeksi Penyebab Kematian pada Anak Balita Sabtu, di Jakarta, seperti dilaporkan Antara, Srikusumo mengatakan AKB di Indonesia tertinggi dibandingkan dengan negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Namun begitu, AKB di Indonesia sebesar 52 itu telah menurun jauh dibandingkan pada 1970 yang mencapai 145 berkat program imunisasi dari pemerintah kepada balita secara gratis di Puskesmas sejak 1977. 1

Upload: bradonheat

Post on 24-Dec-2015

150 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

imunisasi

TRANSCRIPT

Page 1: imunisasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sepanjang proses tumbuh kembang, anak memerlukan asupan gizi yang adekuat, penanaman

nilai budaya dan agama, pembiasaan disiplin yang konsisten, dan upaya pencegahan penyakit. Salah

satu upaya pencegahan penyakit yaitu melalui pemberian imunisasi. Pemahaman tentang imunisasi

diperlukan sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan terutama pada anak sehat dan

implikasi konsep imunisasi pada saat merawat anak sakit khususnya pada kasus tuberkulosis, difteri,

pertusis, tetanus, polio, campak, dan hepatitis (PD3I).

Dalam 18 bulan pertama usianya, anak sudah harus menerima imunisasi tak kurang dari 15

kali. Kenyataannya masih kalah banyak dengan anak-anak di Amerika yang memperoleh lebih dari 20

kali selama periode usia yang sama.

Penyakit infeksi dan kurang gizi masih termasuk penyebab kematian balita di Indonesia,

sehingga Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi atau 52 per 1.000 kelahiran hidup setahun saat

ini. Demikian kata spesialis anak RSAB Harapan Kita Jakarta dr Srikusumo Amdani.

Usai simposium Infeksi Penyebab Kematian pada Anak Balita Sabtu, di Jakarta, seperti

dilaporkan Antara, Srikusumo mengatakan AKB di Indonesia tertinggi dibandingkan dengan negara

ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Namun begitu, AKB di Indonesia

sebesar 52 itu telah menurun jauh dibandingkan pada 1970 yang mencapai 145 berkat program

imunisasi dari pemerintah kepada balita secara gratis di Puskesmas sejak 1977.

Program imunisasi itu meliputi BCG (antituberkulosis), tetanus, polio, campak, dipteri

(antiinfeksi saluran pernapasan), pertusis (antibatuk rejan), dan Hepatitis B, selain didukung

pemberian gizi cukup seperti air susu ibu, makanan bervitamin, maupun buah-buahan.

Kedua aspek imunisasi dan gizi yang cukup merupakan suatu keharusan bagi orang tua dalam

menyiapkan anak-anak mereka agar tumbuh sehat dan cerdas, sehingga memiliki SDM yang tinggi.

Sementara itu, spesialis anak dr Budi Purnomo mengatakan imunisasi menjadi salah satu faktor

yang sangat penting bagi para ibu untuk menjaga agar bayi dan balitanya tetap dalam kondisi sehat

dan terlindungi dari berbagai macam penyakit.

Dalam hal imunisasi saat ini telah diperkenalkan imunisasi kombinasi yang menggabungkan

vaksin untuk beberapa penyakit, sehingga lebih praktis, ekonomis, dan mempersingkat kunjungan ke

dokter.

1

Page 2: imunisasi

Sebagai contoh, orang tua kini bisa mempersingkat jadwal imunisasi anak, yakni jika biasanya

bayi harus diimunisasi tiga kali untuk vaksin DPT (dipteri, pertusis, tetanus) dan tiga kali untuk

Hepatitis B (HB), maka vaksin kombinasi DPT-HB dapat mempersingkat.

Imunisasi telah diakui oleh dunia secara global telah berhasil menurunkan berbagai infeksi,

seperti difteria, batuk rejan, tetanus, campak, hepatitis B, meningitis dan pneumonia yang disebabkan

oleh Haemophillus influenzae tipe B (Hib); malahan penyakit cacar (variola) telah musnah dari muka

bumi akibat semua orang telah dicacar. Harapan terbuka lebar dalam waktu dekat penyakit

poliomielitis akan tidak dapat dijumpai lagi di seluruh dunia.

Gerakan pemberian imunisasi secara berkala, telah menurunkan jumlah kematian akibat

campak dari 871.000 kematian pada tahun 1999 dan menjadi 340.000 kematian pada tahun 2004.

Pada makalah ini akan diuraikan tentang konsep imunisasi, pentingnya imunisasi bagi

kesehatan anak, cara dan waktu pemberian imunisasi, penyimpanan vaksin.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep dasar dari imunisasi

2. Apa Pengertian dari imunisasi

3. Apakah tujuan dari imunisasi

4. Apa saja macam-macam dari

5. Apa saja jenis-jenis imunisasi

6. Bagaimana mekanisme imunisasi

1.3 TUJUAN

Berdasarkan Rumusan masalah di atas dapat di tentukan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar dari imunisasi

2. Untuk mengetahui apa pengertian imunisasi

3. Untuk mengetahui tujuan dari imunisasi

4. Untuk mengetahui macam-macam dari imunisasi

5. Untuk mengetahui jenis-jenis imunisasi.

6. Untuk mengetahui Bagaimana mekanisme kerja dari imunisas

2

Page 3: imunisasi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR IMUNISASI

2.1.1 Pengertian

Imunisasi adalah suatu proses untuk membuat sistem pertahanan tubuh kebal terhadap invasi

mikroorganisme (bakteri dan virus) yang dapat menyebabkan infeksi sebelum mikroorganisme

tersebut memiliki kesempatan untuk menyerang tubuh kita. Dengan imunisasi, tubuh kita akan

terlindung dari infeksi begitu pula orang lain karena tidak tertular dari kita.

Oleh karena itu, imunisasi harus dilakukan oleh semua orang (pengecualian pada kelompok

orang dengan keadaan-keadaan tertentu, red) agar pada akhirnya nanti infeksi dapat musnah dari

muka bumi.

Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian

kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang

tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau campak. Sedangkan

imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh

meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami

luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut

menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama masa kandungan,

misalnya antibodi terhadap campak.

2.1.2 Mekanisme Imunisasi Dalam Proses Pencegahan Penyakit

Imunisasi bekerja dengan cara merangsang pembentukan antibodi terhadap mikroorganisme

tertentu tanpa menyebabkan seseorang sakit terlebih dahulu. Vaksin, zat yang digunakan untuk

membentuk imunitas tubuh, terbuat dari mikroorganisme ataupun bagian dari mikroorganisme

penyebab infeksi yang telah dimatikan atau dilemahkan, sehingga tidak akan membuat penderita jatuh

sakit. Vaksin kemudian dimasukkan ke dalam tubuh yang biasanya melalui suntikan.

Sistem pertahanan tubuh kemudian akan bereaksi terhadap vaksin yang dimasukan ke dalam

tubuh tersebut sama seperti apabila mikroorganisme menyerang tubuh dengan cara membentuk

antibodi. Antibodi kemudian akan membunuh vaksin tersebut layaknya membunuh mikroorganisme

yang menyerang tubuh.

3

Page 4: imunisasi

Kemudian antibodi akan terus berada di peredaran darah membentuk imunitas. Ketika suatu

saat tubuh diserang oleh mikororganisme yang sama dengan yang terdapat di dalam vaksin, maka

antibodi akan melindungi tubuh dan mencegah terjadinya infeksi.

2.1.3 Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi

Hingga saat ini terdapat 10 jenis vaksinasi yang dapat mencegah terjadinya infeksi pada anak,

yaitu; polio, campak, gondongan, rubella (campak Jerman), difteria, tetanus, batuk rejan (pertusis),

meningitis, cacar air, dan hepatitis B.

Sedangkan terdapat 3 jenis vaksinasi yang dapat diberikan pada kelompok anak-anak ataupun

dewasa dengan risiko tinggi menderita infeksi, yaitu; hepatitis A, flu (influenza), pneumonia.

2.1.4 Akibat Tidak Di Imunisasi

Secara garis besar, ada 2 kemungkinan;

Pertama, jika anak tidak pernah terpapar dengan mikroorganisme penyebab infeksi, maka tidak

akan terjadi apa-apa, anak akan tumbuh sehat. Kedua, jika anak terpapar dengan mikroorganisme

penyebab infeksi, kemungkinan anak akan menderita penyakit atau tidak, tergantung bagaimana

kekebalan tubuhnya apakah dapat melawan mikroorganisme tersebut atau tidak.

Anak dapat sakit ringan saja dan hanya perlu beristirahat di rumah, ataupun gejalanya cukup

berat hingga harus dirawat di rumah sakit, ataupun dapat berakibat fatal hingga menyebabkan

kematian.

Selain itu, dengan “membawa” mikrooragisme dalam tubuhnya, ia dapat menularkan penyakit

ke orang lain di sekitarnya yang juga tidak memiliki perlindungan terhadap mikroorganisme tersebut

dan pada akhirnya dapat menimbulkan epidemi dengan begitu banyak penderita yang sakit hingga

meninggal.

2.1.5 Pentingnya Vaksinasi Dini pada Anak

Vaksin diberikan pada usia sangat dini karena penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan

pemberian vaksinasi biasanya menyerang anak pada awal kehidupannya ataupun memberikan gejala

yang berat, menimbulkan berbagai komplikasi, hingga mengancam jiwa jika diderita anak-anak

tersebut.

Waktu pemberian vaksinasi juga disesuaikan dengan pola penyakit yang biasanya menyerang

anak pada usia tertentu, sehingga imunisasi akan melindungi anak lebih awal sebelum penyakit

tersebut memiliki kesempatan menyerang tubuh anak.

4

Page 5: imunisasi

2.1.6 Bukti keberhasilan Imunisasi

Pada tahun 1977, setelah berkampanye selama 1 dekade, melibatkan 33 negara, cacar berhasil

dieradikasi di seluruh dunia. Polio yang disebabkan oleh virus liar telah berhasil dieradikasi di

belahan dunia Barat; tingkat vaksinasi anak-anak di Amerika Serikat selalu tinggi; dan penyakit serta

kematian akibat difteri, pertusis, tetanus, campak, gondongan (mumps), rubela, dan HiB rendah.

Organisasi Kesehatan Sedunia atau World Health Organization (WHO) mengumumkan

keberhasilan 10 tahun program pemberantasan cacar pada tahun 1979. Cacar merupakan penyakit

yang cepat berkembang selama berabad-abad, yang telah menyebabkan kematian dari 30%

penderitanya. Penderita yang sembuh mengalami bekas luka yang merusak wajah dan kebutaan

diakibatkan adanya kerusakan kornea.

2.1.7 Pemahaman yang Salah Terhadap Imunisasi

Saat ini banyak orangtua yang enggan melakukankan imunisasi karena berbagai informasi yang

beredar di masyarakat mengenai efek samping vaksinasi yang dapat terjadi, misalnya vaksinasi MMR

menyebabkan autisme, beberapa vaksinasi menyebabkan sindroma kematian bayi mendadak (sudden

infant death syndrome), kadar thimerosal (zat pengawet) yang terdapat dalam vaksin begitu tinggi

sehingga bisa menyebabkan keracunan merkuri, dan lain sebagainya.

Informasi-informasi tersebut menyebabkan terjadinya penurunan drastis dalam jumlah bayi-

bayi yang mendapatkan imunisasi dan secara langsung menyebabkan jumlah penderita infeksi

kembali meningkat. Ternyata pendapat-pendapat tersebut tidak didasarkan pada bukti-bukti ilmiah,

hanya berupa dugaan belaka.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan tidak menemukan hubungan secara langsung

kejadian-kejadian tersebut dengan pemberian vaksinasi. Selain itu, berbagai teknologi terus

dikembangkan untuk membuat vaksin yang lebih aman dan tidak menimbulkan efek samping.

Sekali lagi harus diingat bahwa setiap tindakan yang dilakukan manusia selalu ada risikonya

namun janganlah hanya mengkhawatirkankan risiko yang mungkin terjadi dari suatu tindakan yang

akan dilakukan tanpa mempertimbangkan manfaat yang akan didapat. Jelas-jelas manfaat pemberian

imunisasi jauh lebih besar dari kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi.

Ternyata, begitu banyak manfaat yang didapat dari pemberian imunisasi. Imunisasi merupakan

tanda cinta dan perwujudan rasa tanggung jawab untuk melindungi anak. Karena itu, tidak ada lagi

keragu-raguan untuk tidak memberikan imunisasi.

5

Page 6: imunisasi

Imunisasi tidak hanya melindungi individu dari serangan penyakit, tapi juga melindungi

komunitas. Untuk itu ajaklah anak tetangga, anak tukang kebun, anak pak hansip, dan semua anak-

anak yang belum mendapatkan vaksinasi untuk segera melakukan imunisasi.

Vaksinasi, atau imunisasi, adalah suntikan yang merangsang ketahanan tubuh kita terhadap

infeksi tertentu. Misalnya, sebagian besar orang diimunisasi terhadap beberapa infeksi waktu bayi.

Dibutuhkan beberapa minggu setelah disuntik sehingga sistem kekebalan tubuh bereaksi pada vaksin

yang disuntikkan.

Sebagian besar vaksin dipakai unjtuk mencegah infeksi. Tetapi, beberapa yang lain membantu

tubuh kita untuk melawan infeksi yang sudah ada. Vaksin ini disebut ‘vaksin terapeutik.’ Ada

beberapa vaksin terapeutik sedang ditelitikan dan diuji coba terhadap HIV.

Vaksin ‘hidup’ memakai bentuk kuman yang dilemahkan. Vaksin jenis ini dapat menimbulkan

penyakit yang ringan, kemudian sistem kekebalan mengambil alih untuk mencegah terhadap penyakit

yang parah. Vaksin lain yang ‘dinonaktifkan’ (inactivated) tidak memakai kuman yang hidup. Dengan

vaksin jenis ini, kita tidak mengalami penyakit, tetapi tubuh kita masih dapat membentuk

keamanannya.

Vaksin dapat menimbulkan efek samping. Dengan vaksin hidup, kita mungkin mengalami

penyakit yang ringan. Bahkan dengan vaksin yang dinonaktifkan, sistem kekebalan kita akan

bereaksi. Kita mungkin mengalami kesakitan, kemerahan, dan bengkak di tempat yang disuntik. Kita

juga mungkin merasa lemas, kelelahan, atau mual selama satu-dua hari.

2.1.8 Keamanan Vaksinasi

Suntikan vaksinasi sangat aman, tapi tidak selalu 100%. Seperti obat-obatan lainnya vaksinasi

dapat menyebabkan beberapa reaksi yang biasanya ringan seperti nyeri lengan pada tempat suntikan

dan demam dengan suhu tidak terlalu tinggi.

Namun, reaksi yang berat dapat terjadi, tapi sangat jarang sekali (1 diantara 1 juta suntikan),

misalnya reaksi alergi yang begitu hebat terhadap komponen zat-zat yang terdapat dalam vaksin.

Meskipun begitu, yang harus selalu diingat adalah menderita penyakit-penyakit yang dapat

dicegah jauh lebih berbahaya daripada kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi akibat suntikan

vaksinasi.

2.1.9 Benarkah Timerosal akibatkan autisme?

Telah beredar kabar dengan luas bahwa zat pengawet yang mengandung merkuri dalam vaksin

yaitu timerosal dapat menyebabkan penyakit autisme. Situasi ini semakin berkembang karena sampai

6

Page 7: imunisasi

sekarang beberapa vaksin masih mengandung timerosal, zat pengawet yang mengandung merkuri

yang tidak digunakan lagi.

Ada beberapa alasan mengapa kecemasan mengenai timerosal dalam vaksin sebenarnya

merupakan informasi yang menyesatkan :

Jumlah merkuri yang terkandung sangat kecil.

Tidak ada hubungan merkuri dan autisme yang terbukti.

Tidak ada alasan yang masuk akal untuk mempercayai bahwa autisme terjadi karena sebab

keracunan.

Timerosal telah digunakan sebagai pengawet pada makhluk hidup dan vaksin sejak tahun 1930

karena dapat mencegah kontaminasi bakteri dan jamur, terutama pada tabung yang digunakan untuk

beberapa kali pemakaian.

Pada tahun 1999, FDA (Food and Drug Administration) memeriksa catatan bahwa dengan

bertambahnya jumlah vaksin yang dianjurkan pada bayi, jumlah total merkuri pada vaksin yang

mengandung timerosal dapat melebihi batas yang dianjurkan oleh badan pengawas lain.

Jumlah merkuri yang ditentukan oleh FDA memiliki batas aman yang lebar, dan belum ada

informasi mengenai bayi yang sakit akibatnya. Meski demikian untuk berhati-hati, US Public Health

Service dan The American Academy of Pediatrics meminta dokter untuk meminimalkan paparan

terhadap vaksin yang mengandung timerosal dan kepada perusahaan pembuat vaksin untuk

menghilangkan timerosal dari vaksin sesegera mungkin.

Pada pertengahan 2000 vaksin hepatitis B dan meningitis bakterial yang bebas timerosal

tersedia luas. Kombinasi vaksin difteri, pertusis, dan tetanus sekarang juga tersedia tanpa timerosal.

Vaksin MMR, cacar air, polio inaktif, dan konjugasi pneumokok tidak pernah mengandung timerosal.

Pusat pengawasan dan pencegahan penyakit (CDC) telah membandingkan angka kejadian

autisme dengan jumlah timerosal yang ada dalam vaksin. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada

perubahan relatif angka kejadian antara autisme dengan jumlah timerosal yang diterima anak dalam 6

bulan pertama kehidupan (dari 0-160 mikrogram).

Hubungan yang lemah ditemukan antara asupan timerosal dan beberapa kelainan pertumbuhan

saraf (seperti gangguan pemusatan perhatian) pada satu penelitian saja, namun tidak terbukti pada

penelitian selanjutnya (4). Penelitian lain yang direncanakan sepertinya juga tidak akan menunjukkan

hubungan bermakna.

Komite Intitute of Medicine (IOM) yang telah menyebarkan luaskan laporannya pada bulan

Oktober 2001 menemukan tidak ada bukti hubungan antara vaksin yang mengandung timerosal dan

7

Page 8: imunisasi

autisme, gangguan pemusatan perhatian, keterlambatan bicara dan bahasa, atau kelainan

perkembangan saraf lainnya.

2.1.10 Bagaimana mendapat hasil yang terbaik imunisasi?

Imunisasi anak sedini mungkin. Setelah anak lahir, segera tanyakan atau mintalah jadwal

imunisasi dari Rumah Sakit, dokter atau bidan. Jangan tunggu anak bisa jalan, sudah bisa makan, atau

sudah umur setahun untuk diimunisasi.

Imunisasi tepat waktu. Supaya anak bisa diimunisasi tepat pada waktunyamintalah jadwal

imunisasi tanyakan dan catat jenisnya imunisasi setelah anak diimunisasi, tanyakan jadwal dan jenis

imunisasi berikutnya.

2.1.11 Kontraindikasi Imunisasi

Seperti dikatakan di atas, vaksinasi pada umumnya adalah aman dan manfaat imunisasi jauh

lebih banyak bila dibandingkan dengan komplikasi yang mungkin terjadi, namun ada beberapa

keadaan khusus yang membuat anak-anak atau dewasa tidak boleh atau menunda diimunisasi.

Keadaan ini kita sebut kontra indikasi. Kontra indikasi imunisasi adalah:

a. Secara umum (berlaku untuk semua vaksin):

Alergi terhadap vaksin (setelah vaksinasi pertama timbul reaksi alergi, bahkan sampai

syok),

Alergi terhadap zat lain yang terdapat di dalam vaksin (antibiotika yang terdapat di dalam

vaksin, pengawet, dll),

Sakit sedang atau berat, dengan atau tanpa demam (sakit akut ringan dengan atau tanpa

demam bukan indikasi kontra imunisasi)

b. Secara khusus (untuk beberapa vaksin)

Imunodefisiensi (keganasan darah atau tumor padat, imunodefisiensi kongenital, terapi dengan

obat-obatan yang menurunkan daya tahan tubuh seperti kortikosteroid (prednisone, metal

prednisolon) jangka panjang.

2.1.12 Kapan Imunisasi Harus Dilakukan?

Seorang anak harus mendapatkan suntikan pertama sebelum berumur 2 bulan dan kemudian

mendapatkan 4 atau lebih suntikan berikutnya sebelum berusia 2 tahun. Beberapa vaksinasi harus

dilakukan suntikan booster (suntikan penguat) pada tahun- tahun berikutnya hingga anak belajar di

sekolah dasar.

8

Page 9: imunisasi

2.1.13 Apa yang harus dilakukan jika seorang anak terlambat mendapatkan imunisasi?

Jika anak belum mendapatkan imunisasi sama sekali, segeralah rencanakan untuk memulai

pemberian imunisasi. Tenaga medis akan memberikan vaksinasi sesuai umur anak saat ini, yang

jadwalnya biasanya berbeda dengan jadwal anak yang mendapat imunisasi sesuai dengan ketentuan

umur.

Pemberian yang terlambat tidak akan mengurangi efektivitas vaksinasi untuk membentuk

imunitas tubuh, hanya saja anak tidak mendapatkan perlindungan terhadap penyakit infeksi sedini

mungkin.

Begitu pula apabila anak tidak lengkap mendapatkan vaksinasi, segeralah lengkapi sesuai

jadwal tanpa harus memulainya dari awal lagi.

Sebenarnya, imunisasi di Indonesia secara teratur dimulai sejak tahun 1956 sehingga Indonesia

dinyatakan bebas cacar oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1974. Tahun 1977

WHO memulai program imunisasi yang di Indonesia disebut Program Pengembangan Imunisasi

(PPI).

Pemerintah sebenarnya tidak mewajibkan berbagai jenis imunisasi harus dilakukan semua.

Hanya lima jenis imunisasi pada anak di bawah satu tahun yang harus dilakukan, yakni BCG (bacillus

calmette-guerin), DPT (difteri pertusis tetanus), polio, campak, dan hepatitis B.

2.2 JENIS IMUNISASI DASAR, CARA, TEMPAT DAN JADWAL PEMBERIAN

Imunisasi BCG dilakukan sekali pada bayi usia 0-11 bulan, lalu DPT diberikan tiga kali pada

bayi usia 2-11 bulan dengan interval minimal empat minggu. Imunisasi polio diberikan empat kali

pada bayi 0-11 bulan dengan interval minimal empat minggu.

Sedangkan campak diberikan satu kali pada bayi usai 9-11 bulan. Terakhir, imunisasi hepatitis

B harus diberikan tiga kali pada bayi usia 1-11 bulan, dengan interval minimal empat minggu.

Jika ingin lebih teliti lagi, masih ada imunisasi yang harus dilakukan, yakni imunisasi tetanus

toxoid (TT). Jenis imunisasi ini minimal dilakukan lima kali seumur hidup untuk mendapatkan

kekebalan penuh. Imunisasi TT yang pertama bisa dilakukan kapan saja, misalnya sewaktu remaja.

Lalu TT2 dilakukan sebulan setelah TT1 (dengan perlindungan tiga tahun).

Tahap berikutnya adalah TT3, dilakukan enam bulan setelah TT2 (perlindungan enam tahun),

kemudian TT4 diberikan satu tahun setelah TT3 (perlindungan 10 tahun), dan TT5 diberikan setahun

setelah TT4 (perlindungan 25 tahun).

9

Page 10: imunisasi

Oleh karena imunisasi TT ini kerap diabaikan, pemerintah biasanya menganjurkan imunisasi

TT dilakukan pada calon suami-istri sebagai kelengkapan mendapatkan surat nikah. Imunisasi ini

sangat berguna untuk melindungi bayi yang nantinya akan dilahirkan. Setelah mendapatkan suntikan

pertama menjelang pernikahan, imunisasi TT tetap dilanjutkan hingga lima kali.

1. IMUNISASI BCG

Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercle

bacili yang hidup di dalam darah. Itulah mengapa, agar memiliki kekebalan aktif, dimasukkanlah

jenis basil tak berbahaya ini ke dalam tubuh, yaitu vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin).

Seperti diketahui, Indonesia termasuk negara endemis TB (penyakit TB terus-menerus ada

sepanjang tahun) dan merupakan salah satu negara dengan penderita TB tertinggi di dunia. TB

disebabkan kuman Mycrobacterium tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet, yaitu

butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun bersin. Gejalanya

antara lain: berat badan anak susah bertambah, sulit makan, mudah sakit, batuk berulang, demam dan

berkeringat di malam hari, juga diare persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12

minggu.

Untuk mendiagnosis anak terkena TB atau tidak, perlu dilakukan tes rontgen untuk mengetahui

adanya vlek, tes Mantoux untuk mendeteksi peningkatan kadar sel darah putih, dan tes darah untuk

mengetahui ada-tidak gangguan laju endap darah. Bahkan, dokter pun perlu melakukan wawancara

untuk mengetahui, apakah si kecil pernah atau tidak, berkontak dengan penderita TB.

Jika anak positif terkena TB, dokter akan memberikan obat antibiotik khusus TB yang harus

diminum dalam jangka panjang, minimal 6 bulan. Lama pengobatan tak bisa diperpendek karena

bakteri TB tergolong sulit mati dan sebagian ada yang "tidur". Karenanya, mencegah lebih baik

daripada mengobati. Selain menghindari anak berkontak dengan penderita TB, juga meningkatkan

daya tahan tubuhnya yang salah satunya melalui pemberian imunisasi BCG.

a. Jumlah Pemberian :

Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup

sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati,

hingga memerlukan pengulangan. Jumlah pemberian Intradermal 0,05 mL dan 0,1 mL

b. Usia Pemberian :

Di bawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes Mantoux

(tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah kemasukan kuman

10

Page 11: imunisasi

Mycobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika

ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir

si kecil diimunisasi BCG.

c. Lokasi Penyuntikan :

Lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis yang

melakukan penyuntikan di paha.

d. Efek Samping :

Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah

bening di ketiak atau leher bagian bawah (atau di selangkangan bila penyuntikan dilakukan di

paha). Biasanya akan sembuh sendiri.

e. Tanda Keberhasilan :

Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak

menimbulkan nyeri dan tak diiringi panas. Bisul akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka

parut.

Jikapun bisul tak muncul, tak usah cemas. Bisa saja dikarenakan cara penyuntikan yang

salah, mengingat cara menyuntikkannya perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk ke

dalam kulit. Apalagi bila dilakukan di paha, proses menyuntikkannya lebih sulit karena

lapisan lemak di bawah kulit paha umumnya lebih tebal.

Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah.

Imunisasi pun tak perlu diulang, karena di daerah endemis TB, infeksi alamiah akan selalu

ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat vaksinasi alamiah.

f. Indikasi Kontra :

Tak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukkan Mantoux

positif

2. IMUNISASI HEPATITIS B

Lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Apalagi

Indonesia yang termasuk negara endemis tinggi penyakit hepatitis. Jika menyerang anak, penyakit

yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi virus hepatitis B (VHB),

dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi

sirosis atau pengerutan hati (kerusakan sel hati yang berat). Bahkan yang lebih buruk bisa

mengakibatkan kanker hati.

Banyak jalan masuknya VHB ke tubuh si kecil. Yang potensial melalui jalan lahir. Bisa sejak

dalam kandungan sudah tertular dari ibu yang mengidap hepatitis B atau saat proses kelahiran. Cara

lain melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah. Bisa juga melalui alat-alat medis

11

Page 12: imunisasi

yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang

tidak steril atau peralatan yang ada di klinik gigi. Bahkan juga lewat sikat gigi atau sisir rambut yang

digunakan antar anggota keluarga.

Malangnya, tak ada gejala khas yang tampak secara kasat mata. Bahkan oleh dokter sekalipun.

Fungsi hati kadang tak terganggu meski sudah mengalami sirosis. Tidak cuma itu. Anak juga terlihat

sehat, nafsu makannya baik, berat tubuhnya pun naik dengan bagus pula. Penyakitnya baru ketahuan

setelah dilakukan pemeriksaan darah. Gejala baru tampak begitu hati si penderita tak mampu lagi

mempertahankan metabolisme tubuhnya.

Upaya pencegahan adalah langkah terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena

VHB, biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa

virus atau tidak. Pemeriksaan harus dilakukan kendati anak tak menunjukkan gejala sakit apa pun.

Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya VHB.

a. Jumlah Pemberian :

Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua, kemudian

5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga. Jumlah pemberian : Hevac B = 2,5 ug, Hepaccin =

1,5 ug, B-Hepavac = 10 ug, Engerix-B = 10ug. Lokasi pemberian di deltoid atau paha

anterolateral

b. Usia Pemberian :

Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada

gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia antara 3-6

bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi yang dilakukan

kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan imunoglobulin

antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.

c. Lokasi Penyuntikan :

Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha lewat

anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar). Penyuntikan di

bokong tak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.

12

Page 13: imunisasi

d. Efek Samping :

Umumnya tak terjadi. Jikapun ada (kasusnya sangat jarang), berupa keluhan nyeri pada

bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan

menghilang dalam waktu dua hari.

e. Tanda Keberhasilan :

Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran

keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak

berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun; di atas 500, tahan

5 tahun; di atas 200, tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun

akan hilang. Sementara bila angkanya nol berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.

f. Tingkat Kekebalan :

Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya, setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95% bayi

mengalami respons imun yang cukup.

g. Indikasi Kontra : Tak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat.

3. IMUNISASI POLIO

Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang dapat menyebabkan

kelumpuhan ini, disebabkan virus poliomyelitis yang sangat menular. Penularannya bisa lewat

makanan/minuman yang tercemar virus polio. Bisa juga lewat percikan ludah/air liur penderita polio

yang masuk ke mulut orang sehat.

Virus polio berkembang biak dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus, lalu masuk

ke aliran darah dan akhirnya ke sumsum tulang belakang hingga bisa menyebabkan kelumpuhan otot

tangan dan kaki. Bila mengenai otot pernapasan, penderita akan kesulitan bernapas dan bisa

meninggal.

Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan mengalami

kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak. Namun tak semua orang yang terkena virus

polio akan mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan daya tahan

tubuh si anak. Nah, imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.

a. Jumlah Pemberian :

Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal.

Namun jumlah yang berlebihan ini tak akan berdampak buruk. Ingat, tak ada istilah overdosis

dalam imunisasi. Jumlah pemberian 0,5 mL subkutan.

13

Page 14: imunisasi

b. Usia Pemberian :

Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5

tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DTP.

c. Cara Pemberian :

Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral

Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan adalah OPV.

d. Efek Samping :

Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit

otot. Kasusnya pun sangat jarang.

e. Tingkat Kekebalan : Dapat mencekal hingga 90%

f. Indikasi Kontra :

Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi (di

atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau keganasan; HIV/AIDS; sedang menjalani

pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum; serta anak dengan mekanisme kekebalan

terganggu

4. IMUNISASI DTP

Dengan pemberian imunisasi DTP, diharapkan penyakit difteri, tetanus, dan pertusis,

menyingkir jauh dari tubuh si kecil. Kekebalan segera muncul seusai diimunisasi.

a. Usia & Jumlah Pemberian :

Sebanyak 5 kali; 3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), 1 kali di usia 18 bulan, dan 1 kali di

usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT.

b. Efek Samping :

Umumnya muncul demam yang dapat diatasi dengan obat penurun panas. Jika

demamnya tinggi dan tak kunjung reda setelah 2 hari, segera bawa si kecil ke dokter. Namun

jika demam tak muncul, bukan berarti imunisasinya gagal, bisa saja karena kualitas vaksinnya

jelek, misal.

Untuk anak yang memiliki riwayat kejang demam, imunisasi DTP tetap aman. Kejang

demam tak membahayakan, karena si kecil mengalami kejang hanya ketika demam dan tak

akan mengalami kejang lagi setelah demamnya hilang. Jikapun orangtua tetap khawatir, si

kecil dapat diberikan vaksin DTP asesular yang tak menimbulkan demam. Kalaupun terjadi

demam, umumnya sangat ringan.

14

Page 15: imunisasi

c. Indikasi Kontra:

Tak dapat diberikan kepada mereka yang kejangnya disebabkan suatu penyakit seperti

epilepsi, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi

otak, dan yang alergi terhadap DTP. Mereka hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P

karena antigen P inilah yang menyebabkan panas

Penyakit DTP yang berbahaya

a. Difteri

Penyakit yang disebabkan kuman Corynebacterium diphtheriae ini, gejalanya mirip radang

tenggorokan, yaitu batuk, suara serak, dan tenggorokan sakit. Namun, difteri tak disertai panas

sebagaimana yang terjadi pada radang tenggorokan. Gejala lain difteri adalah kesulitan bernapas

(leher seperti tercekik dan napas berbunyi), sehingga wajah dan tubuh membiru, serta adanya lapisan

putih pada lidah dan bibir.

Bakteri penyebab difteri ditularkan saat batuk, bersin, atau kala berbicara. Masa inkubasinya 1-

6 hari. Penderita harus mendapatkan perawatan di rumah sakit dalam waktu cukup lama, sekitar 2-3

minggu, dan baru boleh pulang setelah penyakitnya benar-benar hilang 100%. Soalnya, difteri bisa

kambuh lagi kalau belum betul-betul sembuh.

b. Tetanus

Disebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani, penyakit ini berisiko menyebabkan kematian.

Infeksi tetanus bisa terjadi karena luka, sekecil apa pun luka itu. Tetanus rawan menyerang bayi baru

lahir, biasanya karena tindakan atau perawatan yang tidak steril.

Gejala-gejala yang tampak antara lain kejang otot rahang, rasa sakit dan kaku di leher, bahu

atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha. Pengobatan

dilakukan dengan pemberian antibiotik untuk mematikan kuman, antikejang untuk merilekskan otot-

otot, dan antitetanus untuk menetralisir toksinnya.

c. Pertusis

Disebut juga kinghoest, batuk rejan, atau batuk 100 hari lantaran batuknya memang

berlangsung lama, bisa sampai 3 bulan. Penyakit ini mudah sekali menular melalui udara yang

mengandung bakteri Bordetella pertussis. Masa inkubasinya 6-20 hari.

Gejala awalnya seperti flu biasa, yaitu demam ringan, batuk, dan pilek, yang berlangsung

selama 1-2 minggu. Kemudian, gejala batuknya mulai nyata dan kuat, batuk panjang secara terus-

15

Page 16: imunisasi

menerus yang berbeda dengan batuk biasa. Tak jarang, karena kuatnya batuk ini, anak bisa sampai

menungging-nungging, muntah-muntah, mata merah, berair, dan napasnya susah.

Penderita akan diberi obat antibiotik untuk mematikan kuman, dan obat untuk

mengurangi/menghentikan batuknya. Istirahat yang cukup, banyak minum, dan konsumsi makanan

bergizi akan membantu mempercepat kesembuhan

5. IMUNISASI CAMPAK

Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya

usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian

vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya

lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya, campak

hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena

lagi.

Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet) penderita yang

terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari,

gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerah-

merahan dan berair, si kecil pun merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut

muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare. Satu-

dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5°C. Seiring dengan itu,

barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu

besar, tapi juga tak terlalu kecil. Awalnya hanya muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping,

leher, dada, muka, tangan dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini akan memenuhi

seluruh tubuh. Namun bila daya tahan tubuhnya baik, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa

bagian tubuh saja dan tidak banyak.

Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan sendirinya. Bercak

merah pun akan berubah jadi kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak

akan mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu hingga 2

minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini, tetaplah meminum obat

yang sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi. Pengobatannya bersifat

simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul. Hingga saat ini, belum ditemukan

obat yang efektif mengatasi virus campak.

Jika tak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi komplikasi, terutama

pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak

membaik setelah diobati 1-2 hari. Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru

16

Page 17: imunisasi

(broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi inilah yang umumnya paling sering

menimbulkan kematian pada anak.

a. Usia & Jumlah Pemberian :

Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian

campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan,

penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum

mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles

Mumps Rubella).

b. Efek Samping :

Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan diare, namun

kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang juga terdapat efek

kemerahan mirip campak selama 3 hari

2.3 PENYIMPANAN VAKSIN

Penyelenggaraan program imunisasi di Indonesia telah terbukti efektif antara lain dengan

terbasminya penyakit cacar, dimana Indonesia dinyatakan bebas cacar sejak tahun 1974. Dalam

penyelenggaraan program imunisasi dibutuhkan dukungan vaksin, alat suntik dan rantai dingin (cold

chain) agar kualitas vaksinasi sesuai dengan standar guna menumbuhkan imunitas yang optimal bagi

sasaran imunisasi.

Vaksin adalah suatu produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau racun

kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan yang berguna untuk merangsang timbulnya kekebalan

tubuh seseorang. Bila vaksin diberikan kepada seseorang, akan menimbulkan kekebalan spesifik

secara aktif terhadap penyakit tertentu.

Sebagai produk biologis, vaksin memiliki karakteristik tertentu dan memerlukan penanganan

yang khusus sejak diproduksi di pabrik hingga dipakai di unit pelayanan. Suhu yang baik untuk

semua jenis vaksin adalah + 2 ºC s/d + 8 ºC.

Penyimpangan dari ketentuan yang ada dapat mengakibatkan kerusakan vaksin sehingga

menurunkan atau menghilangkan potensinya bahkan bila diberikan kepada sasaran dapat

menimbulkan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang tidak diinginkan. Kerusakan vaksin dapat

mengakibatkan kerugian sumber daya yang tidak sedikit, baik dalam bentuk biaya vaksin, maupun

biaya-biaya lain yang terpaksa dikeluarkan guna menanggulangi masalah KIPI atau kejadian luar

biasa.

17

Page 18: imunisasi

Selama ini masih banyak petugas kesehatan yang beranggapan bahwa bila ada pendingin maka

vaksin sudah aman, malahan ada yang berfikir kalau makin dingin maka vaksin makin baik. Pendapat

itu perlu diluruskan! Semua vaksin akan rusak bila terpapar panas atau terkena sinar matahari

langsung. Tetapi beberapa vaksin juga tidak tahan terhadap pembekuan, bahkan dapat rusak secara

permanen dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan bila vaksin terpapar panas.

Berdasarkan sensitivitas terhadap suhu, penggolongan vaksin adalah sebagai berikut :

Vaksin sensitive beku (Freeze sensitive = FS), adalah golongan vaksin yang akan rusak

terhadap suhu dingin dibawah 0ºC (beku) yaitu: Hepatitis B, DPT, DPT-HB, DT, TT.

Vaksin sensitive panas (Heat Sensitive = HS), adalah golongan vaksin yang akan rusak

terhadap paparan panas yang berlebih yaitu: BCG, Polio, Campak.

Pemantauan suhu vaksin sangat penting dalam menetapkan secara cepat apakah vaksin masih

layak digunakan atau tidak. Untuk membantu petugas dalam memantau suhu penyimpanan dan

pengiriman vaksin ini, ada berbagai alat dengan indikator yang sangat peka seperti Vaccine Vial

Monitor (VVM), Freeze watch atau Freezetag serta Time Temperatur Monitor (TTM).

Dengan menggunakan alat pantau ini, dalam berbagai studi diketahui bahwa telah terjadi

berbagai kasus paparan terhadap suhu beku pada vaksin yang peka terhadap pembekuan seperti

Hepatitis B, DPT dan TT. Dengan adanya temuan ini maka telah dilakukan penyesuaian pengelolaan

vaksin untuk mencegah pembekuan vaksin.

A. Kerusakan Vaksin Terhadap Suhu

Suhu tempat penyimpanan yang tidak tepat akan menimbulkan kerusakan vaksin. Hal ini dapat

dilihat dari keterangan di bawah ini:

1. Vaksin Sensitif Beku

a. Suhu terlalu dingin

Pada vaksin Hepatitis B, DPT-HB di suhu -0,5ºC dapat bertahan selama maksimum ½ jam

dan DPT, DT, TT pada suhu -5ºC S/D -10ºC dapat bertahan selama maksimum 1,5 – 2

jam.

b. Suhu terlalu panas

Sedangkan vaksin DPT, DPT-HB, DT pada suhu beberapa ºC diatas suhu udara luar

(ambient temperature < 34ºC) dapat bertahan 14 hari sedangkan Hepatitis B dan TT dapat

bertahan 30 hari.

18

Page 19: imunisasi

2. Vaksin Sensitif Panas

Sementara Polio beberapa ºC diatas suhu udara luar (ambient temperature < 34ºC) dapat

bertahan selama 2 hari sedangkan Campak dan BCG beberapa ºC diatas suhu udara luar dapat

bertahan 7 hari.

Paparan panas secara kumulatif akan mengurangi umur dan potensi semua jenis vaksin. Untuk

memantau hal tersebut dipergunakan alat pemantau suhu panas Vaccine Vial Monitor (VVM) dimana

untuk vaksin dari Departeman Kesehatan RI sudah ditempelkan pada semua kemasan vaksin kecuali

BCG. Alat ini berupa gambar lingkaran berwarna ungu dengan segi empat didalamnya yang berwarna

putih pada VVM A.

Dengan pengaruh panas akan berubah menjadi VVM B dimana segi empat sudah berwarna

ungu muda, VVM C dimana segi empat sudah berwarna ungu sama seperti lingkaran diluarnya dan

VVM D dimana segi empat sudah berwarna lebih ungu dari pada lingkaran diluarnya. Vaksin dengan

VVM C dan D pertanda sudah terpapar panas dan tidak boleh digunakan lagi

Vaksin DPT, TT, DT, HB dan DPT-HB akan rusak bila terpapar suhu beku. Masing-masing

vaksin tersebut memiliki titik beku tersediri, yaitu vaksin Hepatitis B beku pada suhu -0,5 ºC, sedang

vaksin DPT, DT Dan TT akan beku pada suhu -5 ºC.

Vaksin yang tidak rusak oleh paparan suhu beku adalah Polio, Campak dan BCG. Untuk

memantau suhu beku dapat dilakukan dengan menggunakan Freeze Watch dan Freeze tag yaitu alat

yang sensitif terhadap suhu beku dimana bila alat ini terpapar suhu dibawah -0 ºC akan terlihat pada

monitor berupa warna biru untuk Freeze Watch atau tanda silang untuk Freeze tag.

Ditingkat puskesmas semua vaksin disimpan pada suhu +2 s/d +8 ºC sedang freezer yang ada

hanya diperuntukkan bagi pembuatan cold pack (es batu).

Untuk pendistribusian vaksin ke lapangan seperti posyandu sebaiknya menggunakan air dingin

(cool pack) dan bila situasinya mengharuskan menggunakan cold pack, karena tempat yang panas

atau jauh, sebaiknya vaksin diatur berdasarkan sensitifitasnya terhadap suhu dan diberi pelapis untuk

jenis vaksin yang berbeda.

2.4 JADWAL IMUNISASI

Umur Jenis Imunisasi

0-7 hari HB 0

1 bulan BCG, Polio 1

2 bulan DPT/HB 1, Polio 2

19

Page 20: imunisasi

3 bulan DPT/HB 2, Polio 3

4 bulan DPT/HB 3, Polio 4

9 bulan Campak

2.5 TEKNIK PEMBERIAN IMUNISASI

Vaksin Dosis Cara pemberian

Bcg 0,5 cc Intra kutan di daerah muskulus deltoideuz

DPT 0,5 cc Intra muskular

Hepatitis B 0,5 cc Intra muskular

Polio 2 tetes Mulut

Campak 0,05 cc Subkutan daerah lengan kiri atas

2.6 Reaksi Dari Imunisasi

Jenis Imunisasi Reaksi yang Ditimbulkan

Imunisasi BCG Terjadi Ulkus pada daerah suntikan dan dapat

terjadi limpa denitis regional

Reaksi Panas

Imunisasi DPT a. Reaksi Ringan :

Pembengkakan dan nyeri pada tempat

injeksi

Demam

b. Reaksi Berat :

Klien dapat menangis hebat karena

kesakitan selama ± 4 jam

Kesadaran menurun

Ensefalopati

Shock

Imunisasi Campak Dapat terjadi ruam pada tempat suntikan

20

Page 21: imunisasi

Panas (febris)

Imunisasi Hepatitis Demam

Diare

Keluar bintik-bintik merah di kulit.

Imunisasi Polio Umumnya tidak ada reaksi, namun pada beberapa

anak timbul perasaan pusing pada anak, diare

ringan dan sakit otot. Kasus ini sangat jarang

terjadi.

2.7 Mekanisme Imunisasi dalam Pencegahan Penyakit

Imunisasi bekerja dengan cara merangsang pembentukan antibodi terhadap organisme tertentu,

tanpa menyebabkan seorang sakit terlebih dahulu. Vaksin zat yang di gunakan untuk membentuik

imunitas tubuh. Terbuat dari mikroorganisme ataupun bagian dari mikroorganisme penyebab infeksi

yang telah dimatikan atau dilemahkan tidak akan membuat penderita jatuh sakit vaksin dimasukan

kedalam tubuh yang biasanya melalui suntikan.

Sistem pertahanan tubuh kemudian akan bereaksi ke dalam vaksinyang dimasukan ke dalam

tubuh tersebut sama seperti apabila mikroorganisme menyerang tubuh dengan cara membentuk

antibodi kemudian akan membunuh vaksin tersebut layaknya membunuh mikroorganisme yang

menyerang.

Kemudian antibodi akan terus berada di peredaran darahmembentuk imunisasi ketika suatu saat

tubuh diserang oleh mikroorganisme yang sama dengan yang terdapat di dalam vaksin, maka antibodi

akan melindungi tubuh dan mencegah terjadinya infeksi. Pada anak yaitu: Polio, campak, rubella,

difteria, batuk rejan, meningitis, cacar air, gondongan, dan hepatitis B. Sedangkan terdapat 3 jenis

vaksinasi yag di berikan pada kelompok anak-anak ataupun dewasa dengan resiko tinggimenderita

infeksi yaitu: Hepatitis A,Influenza,Pneumon

2.8 KESEHATAN GIGI

Menurut ahli psikologi usia anak terdiri dari beberapa tingkatan yaitu usia bayi, anak,

prasekolah, sekolah, dan remaja. Beberapa pendekatan dalam menerapkan suatu perilaku dan

kebiasaan dapat diterapkan pada masing-masing kelompok tersebut. Pengetahuan para dokter gigi

mengenai perkembangan perilaku anak merupakan hal penting di dalam melaksanakan program

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

21

Page 22: imunisasi

2.8.1 Beberapa Kelainan Gigi dan Mulut yang Sering Terjadi pada Usia Anak

Kelainan yang terjadi pada gigi dan mulut meliputi kelainan yang terjadi pada jaringan keras

seperti gigi-geligi dan tulang rahang serta kelainan pada jaringan lunak seperti pada lidah pipi, langit-

langit.

A. Kelainan pada gigi-geligi

a). Gigi berlubang.

Kelainan pada gigi-geligi yang sering terjadi pada anak adalah gigi berlubang. Anak-anak

yang datang berkunjung ke dokter gigi biasanya giginya sudah mengalami kerusakan yang amat

parah, gigi berlubang yang sangat besar sekali, bengkak, bahkan ada yang ompong. Proses terjadinya

lubang pada gigi dipengaruhi oleh 4 faktor penyebab utama ;yang terjadi dalam waktu bersamaan,

faktor tersebut adalah :

1. Kuman, terdapat pada gigi. Secara normal kuman ada dan diperlukan di rongga mulut, tetapi

apabila terdapat sisa makanan yang melekat terus di gigi dapat menjadi penyebab terjadinya lubang

gigi.

2. Sisa makanan, terutama golongan karbohidrat seperti gula, roti, atau makanan sejenis

lemak lainnya yang lengket pada gigi. Sisa makanan yang melekat terus pada gigi dapat

diubah oleh kuman menjadi asam yang melarutkan email gigi sehingga terjadi lubang

gigi.

3. Gigi, dengan bentuk anatomi yang berlekuk kadang-kadang sulit untuk dibersihkan secara

sempurna dan dapat mempercepat proses lubang gigi.

4. Waktu, dari ketiga faktor di atas memerlukan proses dalam beberapa waktu yang

bersamaan. Lubang gigi memiliki kedalaman dan besar yang berbeda-beda. Adapun derajat

keparahannya dikelompokkan menjadi :

1. Lubang pada email, biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun bila ada rangsangan yang

berasal dari makanan atau minuman yang dingin terasa linu. Apabila rasa linu sudah muncul

hendaknya segera ke dokter gigi agar dapat dilakukan penambalan.

2. Lubang sampai dentin, ditandai dengan adanya rasa sakit apabila tertimbun sisa makanan. Apabila

makanan diangkat maka akan berkurang rasa sakitnya.

3. Lubang sampai syaraf gigi, gigi terasa sakit terus-menerus sifatnya tiba-tiba atau muncul dengan

sendirinya. Rasa sakit akan hilang sejenak apabila diberi obat pengurang rasa sakit. Hendaknya segera

datang ke dokter gigi untuk dilakukan perawatan syaraf gigi. Perawatan syaraf gigi membutuhkan

beberapa kali kunjungan, sampai hilangnya infeksi dan setelah perawatan syaraf selesai baru

dilakukan penambalan.

4. Tipe gigi berlubang akibat meminum susu. Pemberian susu botol di malam hari (di selasela waktu

tidur) dan pemberian yang melebihi usia 12 bulan sering menimbulkan gigi berlubang. Tanda-tanda

22

Page 23: imunisasi

gigi yang terkena adalah terlihat pada bagian depan gigi depan atas, terlihat warna kecoklatan sampai

hitam dan dapat meluas sampai ke gigi belakang. Karies botol dapat dicegah dengan cara tidak

memberikan air susu di tengah tidur malam, dan selalu bilas dengan air putih, biasakan anak minum

susu di gelas sejak anak berulang tahun kesatu, pemberian jus buah-buahan hendaknya menggunakan

gelas, selalu memperhatikan kebersihan rongga mulut.

B. Susunan gigi tidak teratur

Susunan gigi yang tidak teratur disebabkan oleh ukurang gigi yang lebih besar daripada

ukurang rahang. Dapat terjadi pada geligi sulung maupun gigi tetap. Upaya pencegahan yang sangat

mudah dilakukan adalah biasakan anak mengunyah makanan (tidak dikulum/emut), berikan

rangsangan makanan yang membutuhkan proses pengunyahan (makanan jangan yang lunak), dan

perhatikan saat usia pergantian gigi sehingga tidak terjadi penumpukan gigi. Apabila susunan gigi

sangat tidak teratur dapat dilakukan perawatan dengan menggunakan kawat gigi.

C. Kegoyangan gigi

Gigi-geligi yang sudah mendekati masa pergantian dengan gigi tetap sering mengalami

kegoyangan. Kegoyangan gigi disebabkan oleh terjadinya pengurangan panjang akar gigi akibat

adanya desakan dari gigi tetap yang akan tumbuh. Apabila gigi-geligi terlihat sangat goyang maka

dapat dilakukan pencabutan sendiri dengan menggunakan tangan, namun apabila kegoyangan gigi

masih sedikit sedangkan gigi penggantinya sudah terlihat akan tumbuh maka segera kunjungi dokter

gigi untuk dilakukan pencabutan.

D. Tumbuh gigi

Sepanjang hidup gigi mengalami 2 kali masa pertumbuhan, pertama adalah periode

pertumbuhan geligi sulung dan kedua adalah pertumbuhan geligi tetap. Cara mengetahui

pertumbuhan gigi adalah dengan melihat bagian gusi di tempat gigi akan tumbuh, apabila terlihat

tonjolan ataupun warna putih maka sebenar lagi gigi akan tumbuh. Pertumbuhan gigi sulung dimulai

pada usia 6 bulan, namun tidak perlu khawatir apabila pada usia tersebut belum terlihat adanya tanda-

tanda akan tumbuh gigi. Gigi sulung yang pertama tumbuh adalah gigi seri pertama bawah,

dilanjutkan gigi seri depan atas, kemudian disusul dengan gigi-gigi samping. Namun urutan ini

kadang-kadang tidaklah sama. Pertumbuhan geligi tetap dimulai dengan geraham pertama bawah.

Gigi ini sering dianggap sebagai geligi sulung, sehingga sering terjadi lubang gigi. Gigi geraham

pertama bawah akan mulai tumbuh pada usia 6 tahun, setelah itu geraham pertama atas, dan gigi seri

bawah.

E. Kelainan pada gusi

23

Page 24: imunisasi

Kelainan pada gusi biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri. Pada awalnya sering disebut

gingivitis dan pada keadaan ini masih dapat diperbaiki dengan baik. Tetapi bila terjadi perdarahan

terus-menerus biasanya gigi akan menonjol dan akhirnya dapat tanggal dengan sendirinya. Penyakit

pada gusi memiliki tanda-tanda sebagai berikut :

1. Rasa tidak enak pada gigi disertai bau mulut.

2. Gusi terlihat memerah dan terlihat lunak sehingga mudah terjadi perdarahan.

3. Tanggalnya gigi dengan disertai rasa sakit saat mengunyah dan sensitif terhadap perubahan suhu.

4. Terjadi penimbunan karang gigi yang berwarna coklat, dan mengeras pada permukaangigi. Apabila

keadaan tersebut terjadi maka segera kunjungi dokter gigi, agar dilakukan pembersihan karang gigi

dan dokter gigi akan memberikan beberapa saran seperti menjaga kebersihan mulut yang baik,

menghindari merokok dan nutrisi yang seimbang.

F. Pembengkakan

Pembengkakan yang terjadi pada gusi dapat disebabkan adanya peradangan pada gigi maupun

pada gusi. Infeksi yang terjadi pada gigi dapat menjalar menjadi pembengkakan pada gusi.

Pembengkakan yang meluas tidak hanya terlihat di dalam mulut namun dapat pula terlihat sampai di

luar mulut. Wajah akan terlihat sembab, disertai rasa sakit yang hebat, demam, dan dapat

menyebabkan kesulitan pada saat menelan.

G. Stomatitis apthosa (sariawan)

Sariawan yang sering terjadi pada rongga mulut, dapat disebabkan oleh adanya trauma

(adanya gigi yang tajam, makanan yang merangsang) maupun karena kurangnya konsumsi vitamin.

Lesi/luka tersebut akan terasa perih apabila tersenggol oleh lidah ataupun makanan. Faktor pencetus

utama terjadinya sariawan adalah rasa stres yang kadang-kadang tanpa disadari. Perawatan yang dapat

dilakukan adalah pemberian salep yang dapat merangsang pertumbuhan jaringan baru agar luka

segera menutup, hindari stres, dan kurangi makanan yang merangsang.

a). Warna putih pada lidah akibat air susu

Warna putih pada lidah sering kita dapatkan pada bayi yang meminum susu. Sisa-sisa air susu

yang menempel pada lidah akan mengalami fermentasi sehingga merangsang untuk timbulnya jamur.

Selain itu pemberian susu botol yang telah melewati 3 jam dari waktu pembuatan juga merupakan

faktor pencetus terjadinya proses fermentasi. Apabila warna putih terlihat sangat tebal dan

menimbulkan bau yang kurang sedap, maka hendaknya diberikan obat anti jamur, namun bila belum

terlalu parah dapat dilakukan penyikatan lidah dengan menggunakan sikat lidah yang lunak.

2.8.2. Persiapan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut

24

Page 25: imunisasi

a. Konseling prenatal

Saat yang paling tepat untuk memulai penyuluhan bagi orang tua adalah sebelum bayi lahir.

Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh melalui penyuluhan tersebut, antara lain akan

menimbulkan motivasi yang kuat para orang tua mengenai bagaimana cara menjaga kebersihan gigi

dan mulutnya serta bayi yang akan dilahirkan. Keuntungan ini akan lebih dirasakan pada ibu yang

sedang mengandung anak pertama, dimana rasa keingintahuan ibu masih tinggi dan merupakan bekal

yang penting di dalam membentuk perilaku anak. Orang tua yang sedang mengandung anak pertama

tersebut akan mempersiapkan segala sesuatu yang terbaik di dalam segala hal.

Materi-materi yang dapat diberikan pada saat melakukan penyuluhan adalah:

1. Gingivitis pada saat kehamilan. Ibu yang sedang hamil sering mengalami gingivitis, dimana

keadaan ini sering membuat para ibu cemas. Penyuluhan mengenai teknik dan cara

melakukan penyikatan gigi yang benar merupakan sesuatu yang akan bermanfaat.

2. Pengendalian plak. Pengendalian plak bagi para ibu hamil dapat dilakukan dengan cara

melakukan penyikatan gigi, flossing, dan membersihkan lidah.

3. Penyuluhan mengenai keadaan-keadaan yang akan terjadi pada saat bayi lahir. Ada beberapa

keadaan yang akan terlihat pada saat bayi lahir, seperti terdapatnya prenatal teeth dan cacat

bawaan. Pengetahuan mengenai hal ini perlu diberikan bagi para ibu agar tidak menimbulkan

kecemasan terutama didalam menjaga kebersihan gigi dan mulutnya.

4. Pengendalian jamur di dalam rongga mulut. Air susu ibu dan air susu botol yang berada di

dalam mulut dalam waktu lama sering mengakibatkan tumbuhnya jamur pada lidah dan

mukosa bukal.

Usia Bayi (0 - 1 tahun)

Usia bayi merupakan usia dimana bayi mulai menyesuaikan dengan lingkungan luar.

Pengaturan metabolisme dan pembentukan sistem pertahanan tubuh mulai terjadi. Pada usia ini fase

oral merupakan keadaan yang harus ditanggapi oleh orang tua dengan baik. Kepuasaan pada anak

akan makan dan minum sangat jelas terlihat. Oleh karena itu proses pembentukan perilaku sudah

dapat dimulai pada usia ini.

Beberapa tindakan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang mulai dapat dilaksanakan adalah :

1. Pengendalian plak.

Pengendalian plak dapat mulai dilaksanakan terutama pada saat mulai erupsi gigi sulung

pertama. Tujuan pengendalian plak pada bayi adalah menjaga flora oral secara normal. Teknik

pelaksanaannya yaitu dengan membalut sebatang kayu berbentuk persegi atau lonjong dengan kain

yang dibasahi. Selain itu dapat pula dengan menggunakan jari telunjuk yang dibalut kain atau handuk

25

Page 26: imunisasi

basah kemudian digosokkan pada gigi yang sedang erupsi dan secara lembut melakukan pemijatan

gusi. Pemijatan gusi bertujuan untuk melancarkan peradaran darah dan merangsang erupsi gigi.

Pelaksanaan pembersihan tersebut harus dilakukan dalam keadaan nyaman baik bagi ibu

maupun bayi. Posisi yang dapat dilakukan yaitu bayi digendong di atas satu tangan dalam posisi

terlentang menghadap ke atas, sementara tangan ibu yang satu lagi melakukan pembersihan. Gerakan

bayi harus selalu diperhatikan oleh ibu. Percakapan yang dilakukan oleh ibu pada saat melakukan

pembersihan gigi dan mulut merupakan cara di dalam memberikan rasa nyaman bagi anak.

Cara Membersihkan Gigi dan Mulut Anak Usia 0 – 1 Tahun

Pemakaian sikat gigi dan pemberian pasta gigi tidak dianjurkan pada usia ini. Oleh karena ukuran

mulut bayi masih sangat kecil dan kemampuan bayi di dalam melakukan proses penelanan belum

maksimal sehingga gerakan sikat gigi akan sangat terbatas dan

memungkinkan tertelannya pasta gigi. Fluor yang terdapat di dalam pasta gigi dalam jumlah banyak

dikhawatirkan akan menyebabkan fluorosis pada geligi tetap anak.

b. Melakukan kunjungan ke dokter gigi

American Academy of Pediatric Dentistry menyarankan agar kunjungan pertama ke dokter

gigi dimulai pada erupsi gigi pertama atau pada akhir usia 12 bulan. Anak-anak dengan kelainan

sistemik dan penderita dental trauma, maka kunjungan ke dokter gigi sebaiknya dilakukan pada usia

yang lebih awal.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh dokter gigi pada kunjungan pertama anak

adalah:

(1). Pemeriksaan gigi-geligi dan jaringan sekitar.

(2). Memberikan sediaan fluor, misal tablet fluor.

(3). Memberi penyuluhan mengenai cara pemberian makanan dan minuman yang baik agar tidak

terjadi nursing mouth caries.

(4). Memberikan beberapa penjelasan mengenai pemeliharan kesehatan secara umum dan kesehatan

gigi dan mulut pada khususnya.

(5). Kunjungan pertama ke dokter gigi merupakan upaya untuk memperkenalkan anak dengan

lingkungan dokter gigi (dokter gigi dan perawat gigi), oleh karena itu segala perawatan yang

dilakukan sebaiknya tidak menimbulkan rasa cemas dan takut pada anak.

Usia Anak (1 – 3 tahun)

Perkembangan motorik kasar pada usia ini akan terlihat jelas. Anak akan terlihat lebih aktif

terutama pada saat belajar berjalan. Kemampuan berbahasa anak mulai berkembang meskipun masih

belum dapat dimengerti dengan baik. Rasa ingin tahu anak akan terlihat terutama di saat anak melihat

sesuatu yang baru.

26

Page 27: imunisasi

Beberapa teknik pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang dapat dilaksanakan pada

usia ini adalah:

1. Penyikatan gigi.

Penyikatan gigi bertujuan untuk mengendalikan plak. Ukuran sikat gigi disesuaikan

dengan ukuran mulut anak. Sikat gigi yang dapat digunakan adalah sikat gigi manual maupun

elektrik. Pemakaian sikat gigi elektrik hendaknya dilakukan oleh orang tua atau pengasuh. Bagi anak

di bawah usia tiga tahun hendaknya penyikatan gigi masih dilakukan oleh orang tua. Posisi yang

mudah untuk melakukan penyikatan gigi pada usia ini adalah posisi lap to lap. Pada posisi ini dua

orang duduk saling berhadapan dengan lutut saling bertemu. Anak diletakkan di atasnya dengan

posisi menghadap ke atas. Gerakan tangan dan tubuh ditahan oleh tangan orang yang memangku,

sementara orang yang satu lagi melakukan penyikatan gigi. Teknik ini dapat dilakukan oleh satu

orang, dimana orang tua duduk di atas lantai dengan kaki diluruskan. Kemudian kepala anak

diletakkan diantara kedua paha, sedangkan kaki dan tangan anak ditahan oleh kedua kaki. Posisi ini

agak sulit dilakukan namun dapat memberikan hasil yang cukup baik di dalam melakukan penyikatan

gigi pada anak. Anak di atas usia dua tahun sudah dapat diajarkan cara menyikat gigi. Pada tahap

pertama hendaknya orang tua memberikan contoh pada anak cara melakukan penyikatan setelah itu

anak diminta untuk mengikuti.

2. Pemakaian pasta gigi

Pemakaian pasta gigi sudah dapat dimulai pada usia dua tahun. Pasta gigi akan

memberikan rasa segar di dalam mulut. Saat ini pasta gigi dengan berbagai macam rasa tersedia di

pasaran. Pasta gigi diberikan dalam jumlah sedikit dan diletakkan pada bulu sikat.

3. Pemakaian flossing hanya dilakukan pada gigi-gigi dengan kontak yang sangat rapat.

Usia Prasekolah (3 – 6 tahun)

Kemampuan motorik kasar akan lebih baik pada usia ini. Motorik halus anak mulai

berkembang dimana anak sudah dapat menggambar dan menulis. Penyikatan gigi merupakan kegiatan

motorik halus yang dapat diterapkan untuk anak. Namun peran orang tua masih sangat besar di dalam

menentukan keberhasilan dalam melakukan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak. Beberapa

hal yang perlu diperhatikan di dalam menerapkan teknik pemeliharaan

kesehatan gigi dan mulut pada usia ini adalah:

1. Mengajarkan cara menyikat gigi dengan benar.

Cara melakukan penyikatan gigi yang mudah dan dapat dilakukan sendiri oleh anak

adalah metode Fons. Penyikatan gigi dilakukan dengan gerakan memutar pada gigi anterior maupun

posterior.

Posisi yang mudah saat mengajarkan cara menyikat gigi yaitu orang tua berdiri saling

27

Page 28: imunisasi

berdampingan di depan cermin. Kepala anak disandarkan pada tangan orang tua. Dagu anak ditarik ke

bawah dengan menggunakan tangan tempat bersandarnya kepala anak. Sedangkan tangan orang tua

yang satu lagi memandu tangan anak untuk melakukan penyikatan gigi.

2.8.3 Cara Menyikat Gigi Anak Usia 3 – 6 Tahun dengan Posisi Bersebelahan

Posisi lain yang juga dapat dilakukan adalah orang tua dan anak berdiri saling

berhadapan. Kemudian tangan orang tua memandu tangan anak untuk melakukan penyikatan gigi.

Kerugian posisi ini adalah kurangnya pengendalian gerakan terhadap posisi anak. Cara Menyikat Gigi

Anak Usia 3 – 6 Tahun dengan Posisi Berhadapan

2. Pemberian pasta gigi dalam jumlah sedikit.

Pada usia anak kemamapuan refleks penelanan pada anak sudah lebih baik, sehingga anak sudah

dapat berkumur. Oleh karena pasta gigi yang beredar di pasaran memiliki rasa yang disukai maka

tetap dikhawatirkan anak akan menelan pasta gigi.

3. Pemberian topikal fluor dalam sediaan gel.

Topikal fluor yang beredar di pasaran memiliki beberapa rasa. Pemiliharan rasa dapat

disesuaikan dengan selera anak.

4. Pemberian obat kumur dalam jumlah sedikit.

Beberapa sediaan obat kumur memiliki rasa yang kurang disukai anak. Oleh karena itu

pemberian obat kumur hanya bagi anak yang sedang mengalami infeksi di dalam rongga mulut dan

tenggorokan.

5. Pemberian kemoterapeutik lain untuk pengendalian plak tidak dianjurkan.

Sediaan kemoterapeutik yang sering digunakan adalah obat-obat antiseptik, antibiotik,

enzim, plaque modifying agents, bahan pengganti gula, dan obat-obatan yang dapat mencegah

menempelnya plak pada gigi. Pemakaian sediaan kemoterapeutik per oral dalam jumlah sedikit tidak

menimbulkan efek toksisitas sistemik, namun pada usia ini sebaiknya tidak diberikan untuk

anak.

Usia Sekolah (6 – 12 tahun)

Meningkatnya rasa tanggung jawab terhadap tugas sekolah dan tugas di rumah akan lebih terlihat

pada anak usia ini. Perkembangan motorik halus dan kasar semakin menuju ke arah kemajuan. Oleh

karena itu anak lebih dapat diajarkan cara memelihara kesehatan gigi dan mulut secara lebih rinci,

sehingga akan menimbulkan rasa tanggung jawab akan kebersihan dirinya sendiri. Dalam hal ini

orang tua memegang perananan di dalam menerapkan disiplin dalam melaksanakana tanggung jawab

tersebut.

Beberapa teknik pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang harus diperhatikan pada

usia ini adalah:

28

Page 29: imunisasi

1. Penyikatan gigi dan pemakaian pasta gigi sudah sepenuhnya dilakukan oleh anak. Pemberian

disclosing solution dapat dilakukan agar anak dapat melihat bagian-bagian yang kotor pada gigi.

Adapun teknik penyikatan gigi yang dapat diterapkan pada anak usia ini adalah teknik roll. Bantuan

orang tua dibutuhkan apabila anak mendapatkan kesulitan saat melakukan penyikatan pada posisi gigi

yang sulit, misal bagian bukal rahang atas dan rahang bawah. Pada keadaan ini hendaknya orang tua

tetap memandu anak. Setelah selesai menyikat gigi hendaknya orang tua melakukan pemeriksaan

kembali apakah sudah bersih. Penyikatan gigi dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pagi setelah

makan dan malam sebelum tidur.

2. Pemakaian flossing pada gigi-gigi dengan kontak yang sangat rapat. Orang tua perlu

mengajarkan cara penggunaan flossing, agar tidak terjadi luka / trauma pada gusi.

3. Pemberian sediaan fluor melalui aplikasi fluor dan obat kumur sudah dapat dilakukan bagi anak-

anak yang telah memiliki kemampuan menelan yang baik. Sediaan fluor sangat dianjurkan bagi anak-

anak dengan maloklusi, dimana kelompok tersebut memiliki resiko karies tinggi.

4. Memperkenalkan pemberian kemoterapeutik. Sediaan yang dapat diberikan adalah

chlorhexidine. Diberikan bagi anak-anak dengan resiko karies dan penyakit periodontal tinggi. Anak-

anak yang termasuk di dalam kelompok ini adalah penderita penyakit sistemik dan dengan maloklusi

berat.

Remaja (12 – 19 tahun)

Remaja mengalami berbagai perubahan yang dinamis dalam masanya, diantaranya yaitu meliputi

perubahan fisik, kesadaran (kognisi), dan sosial. Pada usia remaja maka fisik akan tumbuh menjadi

dewasa dan timbul percepatan pertumbuhan karena adanya koordinasi yang baik diantara kerja

kelenjar-kelenjar. Kemampuan menyimpan informasi setelah merasakannya adalah tanda kematangan

kemampuan berfikir pada remaja. Masa remaja adalah masa yang paling penting dalam kesehatan gigi

anak-anak, oleh karena itu perlindungan terhadap penyakit gigi adalah salah satu kepedulian utama

dalam melakukan pencegahan. Banyak penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan karies secara

perlahan-lahan selama masa remaja. Karies timbul pada tempat dimana terdapat plak, oleh karena itu

penyikatan gigi yang benar serta pembersihan interdental menggunakan benang gigi merupakan cara

pencegahan yang baik.

Beberapa keadaan yang perlu diperhatikan didalam melakukan instruksi pemeliharaan

kebersihan gigi dan mulut bagi remaja:

1. Faktor hormonal merupakan faktor yang sangat berperan pada usia remaja. Sering timbul keluhan

dari para orang tua mengenai keadaan gigi dan mulut anak yang buruk meskipun mereka telah

melakukan penyikatan dengan benar. Oleh karena itu memberikan pengertian betapa pentingnya

menjaga kebersihan gigi dan mulut merupakan cara terbaik dalam mengendalikan plak dengan benar.

2. Maloklusi akan semakin jelas terlihat. Orang tua hendaknya segera melakukan konsultasi dengan

dokter gigi mengenai perawatan maloklusi tersebut.

29

Page 30: imunisasi

3. Pemberian sediaan fluor secara topikal tetap dilakukan. Pemberian fluor secara rutin setiap tiga

bulan sekali merupakan upaya pencegahan karies cukup memberikan hasil yang memuaskan.

4. Pemberian obat kumur dapat dilakukan terutama pada anak dengan maloklusi dan resiko karies

yang tinggi

30

Page 31: imunisasi

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Imunisasi telah diketahui oleh dunia sebagai salah satu faktor yang dapat menurunkan infeksi

berbagai penyakit. Sepanjang proses tumbuh kembang anak, anak memerlukan upaya pencegahan

terhadap serangan penyakit yang dapat dilakukan melalui imunisasi. Imunisasi adalah salah satu cara

untuk memberi kekebalan bagi tubuh terhadap serangan mikroorganisme sebelum mikroorganisme

tersebut memiliki kesempatan untuk menyerang tubuh.

Pemberian vaksinasi secara dini sangat penting karena penyakit-penyakit yang dapat dicegah

dengan pemberian vaksinasi biasanya menyerang anak pada awal kehidupannya sehingga dapat

mengancam jiwa jika diderita anak-anak tersebut.

3.2 SARAN

Secara global imunisasi telah menjadi hal yang sangat esensial, sehingga pengetahuan tentang imunisasi penting sekali diketahui masyarakat untuk menjaga agar bayi dan balitanya tetap dalam kondisi sehat dan terlindungi dari berbagai penyakit.

31

Page 32: imunisasi

DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul Hidayat, Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.Cetakan 1.Jakarta :Buku

Kedokteran EGC 2009.

Tomasowa, R. A. Pengetahuan Dasar tentang Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta :

Direktorat Kesehatan Gigi. 1983.

http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=15&id=44.http://

syehaceh.wordpress.com/2008/05/12/imunisasi-dan-faktor-yangmempengaruhinya

17.00/13-10-12

http://www.ictjogja.net/kesehatan/C5_1.htm6.http://vinadanvani.wordpress.com/

2008/02/20/jenis-imunisasi-yang-diawajibkan-dan-dianjurkan17.30/13-10-12

http://m.infeksi.com/articles.php?lng=en&pg=15&id=138. 18.00/13-10-12

http://www.litbang.depkes.go.id/~djunaedi/documentation/vol.32_No.2/imunisasi.pdf

9.www.google.com 18.30/13-10-12

32