Download - imunisasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sepanjang proses tumbuh kembang, anak memerlukan asupan gizi yang adekuat, penanaman
nilai budaya dan agama, pembiasaan disiplin yang konsisten, dan upaya pencegahan penyakit. Salah
satu upaya pencegahan penyakit yaitu melalui pemberian imunisasi. Pemahaman tentang imunisasi
diperlukan sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan terutama pada anak sehat dan
implikasi konsep imunisasi pada saat merawat anak sakit khususnya pada kasus tuberkulosis, difteri,
pertusis, tetanus, polio, campak, dan hepatitis (PD3I).
Dalam 18 bulan pertama usianya, anak sudah harus menerima imunisasi tak kurang dari 15
kali. Kenyataannya masih kalah banyak dengan anak-anak di Amerika yang memperoleh lebih dari 20
kali selama periode usia yang sama.
Penyakit infeksi dan kurang gizi masih termasuk penyebab kematian balita di Indonesia,
sehingga Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi atau 52 per 1.000 kelahiran hidup setahun saat
ini. Demikian kata spesialis anak RSAB Harapan Kita Jakarta dr Srikusumo Amdani.
Usai simposium Infeksi Penyebab Kematian pada Anak Balita Sabtu, di Jakarta, seperti
dilaporkan Antara, Srikusumo mengatakan AKB di Indonesia tertinggi dibandingkan dengan negara
ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Namun begitu, AKB di Indonesia
sebesar 52 itu telah menurun jauh dibandingkan pada 1970 yang mencapai 145 berkat program
imunisasi dari pemerintah kepada balita secara gratis di Puskesmas sejak 1977.
Program imunisasi itu meliputi BCG (antituberkulosis), tetanus, polio, campak, dipteri
(antiinfeksi saluran pernapasan), pertusis (antibatuk rejan), dan Hepatitis B, selain didukung
pemberian gizi cukup seperti air susu ibu, makanan bervitamin, maupun buah-buahan.
Kedua aspek imunisasi dan gizi yang cukup merupakan suatu keharusan bagi orang tua dalam
menyiapkan anak-anak mereka agar tumbuh sehat dan cerdas, sehingga memiliki SDM yang tinggi.
Sementara itu, spesialis anak dr Budi Purnomo mengatakan imunisasi menjadi salah satu faktor
yang sangat penting bagi para ibu untuk menjaga agar bayi dan balitanya tetap dalam kondisi sehat
dan terlindungi dari berbagai macam penyakit.
Dalam hal imunisasi saat ini telah diperkenalkan imunisasi kombinasi yang menggabungkan
vaksin untuk beberapa penyakit, sehingga lebih praktis, ekonomis, dan mempersingkat kunjungan ke
dokter.
1
Sebagai contoh, orang tua kini bisa mempersingkat jadwal imunisasi anak, yakni jika biasanya
bayi harus diimunisasi tiga kali untuk vaksin DPT (dipteri, pertusis, tetanus) dan tiga kali untuk
Hepatitis B (HB), maka vaksin kombinasi DPT-HB dapat mempersingkat.
Imunisasi telah diakui oleh dunia secara global telah berhasil menurunkan berbagai infeksi,
seperti difteria, batuk rejan, tetanus, campak, hepatitis B, meningitis dan pneumonia yang disebabkan
oleh Haemophillus influenzae tipe B (Hib); malahan penyakit cacar (variola) telah musnah dari muka
bumi akibat semua orang telah dicacar. Harapan terbuka lebar dalam waktu dekat penyakit
poliomielitis akan tidak dapat dijumpai lagi di seluruh dunia.
Gerakan pemberian imunisasi secara berkala, telah menurunkan jumlah kematian akibat
campak dari 871.000 kematian pada tahun 1999 dan menjadi 340.000 kematian pada tahun 2004.
Pada makalah ini akan diuraikan tentang konsep imunisasi, pentingnya imunisasi bagi
kesehatan anak, cara dan waktu pemberian imunisasi, penyimpanan vaksin.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar dari imunisasi
2. Apa Pengertian dari imunisasi
3. Apakah tujuan dari imunisasi
4. Apa saja macam-macam dari
5. Apa saja jenis-jenis imunisasi
6. Bagaimana mekanisme imunisasi
1.3 TUJUAN
Berdasarkan Rumusan masalah di atas dapat di tentukan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar dari imunisasi
2. Untuk mengetahui apa pengertian imunisasi
3. Untuk mengetahui tujuan dari imunisasi
4. Untuk mengetahui macam-macam dari imunisasi
5. Untuk mengetahui jenis-jenis imunisasi.
6. Untuk mengetahui Bagaimana mekanisme kerja dari imunisas
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP DASAR IMUNISASI
2.1.1 Pengertian
Imunisasi adalah suatu proses untuk membuat sistem pertahanan tubuh kebal terhadap invasi
mikroorganisme (bakteri dan virus) yang dapat menyebabkan infeksi sebelum mikroorganisme
tersebut memiliki kesempatan untuk menyerang tubuh kita. Dengan imunisasi, tubuh kita akan
terlindung dari infeksi begitu pula orang lain karena tidak tertular dari kita.
Oleh karena itu, imunisasi harus dilakukan oleh semua orang (pengecualian pada kelompok
orang dengan keadaan-keadaan tertentu, red) agar pada akhirnya nanti infeksi dapat musnah dari
muka bumi.
Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian
kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang
tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau campak. Sedangkan
imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh
meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami
luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut
menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama masa kandungan,
misalnya antibodi terhadap campak.
2.1.2 Mekanisme Imunisasi Dalam Proses Pencegahan Penyakit
Imunisasi bekerja dengan cara merangsang pembentukan antibodi terhadap mikroorganisme
tertentu tanpa menyebabkan seseorang sakit terlebih dahulu. Vaksin, zat yang digunakan untuk
membentuk imunitas tubuh, terbuat dari mikroorganisme ataupun bagian dari mikroorganisme
penyebab infeksi yang telah dimatikan atau dilemahkan, sehingga tidak akan membuat penderita jatuh
sakit. Vaksin kemudian dimasukkan ke dalam tubuh yang biasanya melalui suntikan.
Sistem pertahanan tubuh kemudian akan bereaksi terhadap vaksin yang dimasukan ke dalam
tubuh tersebut sama seperti apabila mikroorganisme menyerang tubuh dengan cara membentuk
antibodi. Antibodi kemudian akan membunuh vaksin tersebut layaknya membunuh mikroorganisme
yang menyerang tubuh.
3
Kemudian antibodi akan terus berada di peredaran darah membentuk imunitas. Ketika suatu
saat tubuh diserang oleh mikororganisme yang sama dengan yang terdapat di dalam vaksin, maka
antibodi akan melindungi tubuh dan mencegah terjadinya infeksi.
2.1.3 Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi
Hingga saat ini terdapat 10 jenis vaksinasi yang dapat mencegah terjadinya infeksi pada anak,
yaitu; polio, campak, gondongan, rubella (campak Jerman), difteria, tetanus, batuk rejan (pertusis),
meningitis, cacar air, dan hepatitis B.
Sedangkan terdapat 3 jenis vaksinasi yang dapat diberikan pada kelompok anak-anak ataupun
dewasa dengan risiko tinggi menderita infeksi, yaitu; hepatitis A, flu (influenza), pneumonia.
2.1.4 Akibat Tidak Di Imunisasi
Secara garis besar, ada 2 kemungkinan;
Pertama, jika anak tidak pernah terpapar dengan mikroorganisme penyebab infeksi, maka tidak
akan terjadi apa-apa, anak akan tumbuh sehat. Kedua, jika anak terpapar dengan mikroorganisme
penyebab infeksi, kemungkinan anak akan menderita penyakit atau tidak, tergantung bagaimana
kekebalan tubuhnya apakah dapat melawan mikroorganisme tersebut atau tidak.
Anak dapat sakit ringan saja dan hanya perlu beristirahat di rumah, ataupun gejalanya cukup
berat hingga harus dirawat di rumah sakit, ataupun dapat berakibat fatal hingga menyebabkan
kematian.
Selain itu, dengan “membawa” mikrooragisme dalam tubuhnya, ia dapat menularkan penyakit
ke orang lain di sekitarnya yang juga tidak memiliki perlindungan terhadap mikroorganisme tersebut
dan pada akhirnya dapat menimbulkan epidemi dengan begitu banyak penderita yang sakit hingga
meninggal.
2.1.5 Pentingnya Vaksinasi Dini pada Anak
Vaksin diberikan pada usia sangat dini karena penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan
pemberian vaksinasi biasanya menyerang anak pada awal kehidupannya ataupun memberikan gejala
yang berat, menimbulkan berbagai komplikasi, hingga mengancam jiwa jika diderita anak-anak
tersebut.
Waktu pemberian vaksinasi juga disesuaikan dengan pola penyakit yang biasanya menyerang
anak pada usia tertentu, sehingga imunisasi akan melindungi anak lebih awal sebelum penyakit
tersebut memiliki kesempatan menyerang tubuh anak.
4
2.1.6 Bukti keberhasilan Imunisasi
Pada tahun 1977, setelah berkampanye selama 1 dekade, melibatkan 33 negara, cacar berhasil
dieradikasi di seluruh dunia. Polio yang disebabkan oleh virus liar telah berhasil dieradikasi di
belahan dunia Barat; tingkat vaksinasi anak-anak di Amerika Serikat selalu tinggi; dan penyakit serta
kematian akibat difteri, pertusis, tetanus, campak, gondongan (mumps), rubela, dan HiB rendah.
Organisasi Kesehatan Sedunia atau World Health Organization (WHO) mengumumkan
keberhasilan 10 tahun program pemberantasan cacar pada tahun 1979. Cacar merupakan penyakit
yang cepat berkembang selama berabad-abad, yang telah menyebabkan kematian dari 30%
penderitanya. Penderita yang sembuh mengalami bekas luka yang merusak wajah dan kebutaan
diakibatkan adanya kerusakan kornea.
2.1.7 Pemahaman yang Salah Terhadap Imunisasi
Saat ini banyak orangtua yang enggan melakukankan imunisasi karena berbagai informasi yang
beredar di masyarakat mengenai efek samping vaksinasi yang dapat terjadi, misalnya vaksinasi MMR
menyebabkan autisme, beberapa vaksinasi menyebabkan sindroma kematian bayi mendadak (sudden
infant death syndrome), kadar thimerosal (zat pengawet) yang terdapat dalam vaksin begitu tinggi
sehingga bisa menyebabkan keracunan merkuri, dan lain sebagainya.
Informasi-informasi tersebut menyebabkan terjadinya penurunan drastis dalam jumlah bayi-
bayi yang mendapatkan imunisasi dan secara langsung menyebabkan jumlah penderita infeksi
kembali meningkat. Ternyata pendapat-pendapat tersebut tidak didasarkan pada bukti-bukti ilmiah,
hanya berupa dugaan belaka.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan tidak menemukan hubungan secara langsung
kejadian-kejadian tersebut dengan pemberian vaksinasi. Selain itu, berbagai teknologi terus
dikembangkan untuk membuat vaksin yang lebih aman dan tidak menimbulkan efek samping.
Sekali lagi harus diingat bahwa setiap tindakan yang dilakukan manusia selalu ada risikonya
namun janganlah hanya mengkhawatirkankan risiko yang mungkin terjadi dari suatu tindakan yang
akan dilakukan tanpa mempertimbangkan manfaat yang akan didapat. Jelas-jelas manfaat pemberian
imunisasi jauh lebih besar dari kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi.
Ternyata, begitu banyak manfaat yang didapat dari pemberian imunisasi. Imunisasi merupakan
tanda cinta dan perwujudan rasa tanggung jawab untuk melindungi anak. Karena itu, tidak ada lagi
keragu-raguan untuk tidak memberikan imunisasi.
5
Imunisasi tidak hanya melindungi individu dari serangan penyakit, tapi juga melindungi
komunitas. Untuk itu ajaklah anak tetangga, anak tukang kebun, anak pak hansip, dan semua anak-
anak yang belum mendapatkan vaksinasi untuk segera melakukan imunisasi.
Vaksinasi, atau imunisasi, adalah suntikan yang merangsang ketahanan tubuh kita terhadap
infeksi tertentu. Misalnya, sebagian besar orang diimunisasi terhadap beberapa infeksi waktu bayi.
Dibutuhkan beberapa minggu setelah disuntik sehingga sistem kekebalan tubuh bereaksi pada vaksin
yang disuntikkan.
Sebagian besar vaksin dipakai unjtuk mencegah infeksi. Tetapi, beberapa yang lain membantu
tubuh kita untuk melawan infeksi yang sudah ada. Vaksin ini disebut ‘vaksin terapeutik.’ Ada
beberapa vaksin terapeutik sedang ditelitikan dan diuji coba terhadap HIV.
Vaksin ‘hidup’ memakai bentuk kuman yang dilemahkan. Vaksin jenis ini dapat menimbulkan
penyakit yang ringan, kemudian sistem kekebalan mengambil alih untuk mencegah terhadap penyakit
yang parah. Vaksin lain yang ‘dinonaktifkan’ (inactivated) tidak memakai kuman yang hidup. Dengan
vaksin jenis ini, kita tidak mengalami penyakit, tetapi tubuh kita masih dapat membentuk
keamanannya.
Vaksin dapat menimbulkan efek samping. Dengan vaksin hidup, kita mungkin mengalami
penyakit yang ringan. Bahkan dengan vaksin yang dinonaktifkan, sistem kekebalan kita akan
bereaksi. Kita mungkin mengalami kesakitan, kemerahan, dan bengkak di tempat yang disuntik. Kita
juga mungkin merasa lemas, kelelahan, atau mual selama satu-dua hari.
2.1.8 Keamanan Vaksinasi
Suntikan vaksinasi sangat aman, tapi tidak selalu 100%. Seperti obat-obatan lainnya vaksinasi
dapat menyebabkan beberapa reaksi yang biasanya ringan seperti nyeri lengan pada tempat suntikan
dan demam dengan suhu tidak terlalu tinggi.
Namun, reaksi yang berat dapat terjadi, tapi sangat jarang sekali (1 diantara 1 juta suntikan),
misalnya reaksi alergi yang begitu hebat terhadap komponen zat-zat yang terdapat dalam vaksin.
Meskipun begitu, yang harus selalu diingat adalah menderita penyakit-penyakit yang dapat
dicegah jauh lebih berbahaya daripada kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi akibat suntikan
vaksinasi.
2.1.9 Benarkah Timerosal akibatkan autisme?
Telah beredar kabar dengan luas bahwa zat pengawet yang mengandung merkuri dalam vaksin
yaitu timerosal dapat menyebabkan penyakit autisme. Situasi ini semakin berkembang karena sampai
6
sekarang beberapa vaksin masih mengandung timerosal, zat pengawet yang mengandung merkuri
yang tidak digunakan lagi.
Ada beberapa alasan mengapa kecemasan mengenai timerosal dalam vaksin sebenarnya
merupakan informasi yang menyesatkan :
Jumlah merkuri yang terkandung sangat kecil.
Tidak ada hubungan merkuri dan autisme yang terbukti.
Tidak ada alasan yang masuk akal untuk mempercayai bahwa autisme terjadi karena sebab
keracunan.
Timerosal telah digunakan sebagai pengawet pada makhluk hidup dan vaksin sejak tahun 1930
karena dapat mencegah kontaminasi bakteri dan jamur, terutama pada tabung yang digunakan untuk
beberapa kali pemakaian.
Pada tahun 1999, FDA (Food and Drug Administration) memeriksa catatan bahwa dengan
bertambahnya jumlah vaksin yang dianjurkan pada bayi, jumlah total merkuri pada vaksin yang
mengandung timerosal dapat melebihi batas yang dianjurkan oleh badan pengawas lain.
Jumlah merkuri yang ditentukan oleh FDA memiliki batas aman yang lebar, dan belum ada
informasi mengenai bayi yang sakit akibatnya. Meski demikian untuk berhati-hati, US Public Health
Service dan The American Academy of Pediatrics meminta dokter untuk meminimalkan paparan
terhadap vaksin yang mengandung timerosal dan kepada perusahaan pembuat vaksin untuk
menghilangkan timerosal dari vaksin sesegera mungkin.
Pada pertengahan 2000 vaksin hepatitis B dan meningitis bakterial yang bebas timerosal
tersedia luas. Kombinasi vaksin difteri, pertusis, dan tetanus sekarang juga tersedia tanpa timerosal.
Vaksin MMR, cacar air, polio inaktif, dan konjugasi pneumokok tidak pernah mengandung timerosal.
Pusat pengawasan dan pencegahan penyakit (CDC) telah membandingkan angka kejadian
autisme dengan jumlah timerosal yang ada dalam vaksin. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada
perubahan relatif angka kejadian antara autisme dengan jumlah timerosal yang diterima anak dalam 6
bulan pertama kehidupan (dari 0-160 mikrogram).
Hubungan yang lemah ditemukan antara asupan timerosal dan beberapa kelainan pertumbuhan
saraf (seperti gangguan pemusatan perhatian) pada satu penelitian saja, namun tidak terbukti pada
penelitian selanjutnya (4). Penelitian lain yang direncanakan sepertinya juga tidak akan menunjukkan
hubungan bermakna.
Komite Intitute of Medicine (IOM) yang telah menyebarkan luaskan laporannya pada bulan
Oktober 2001 menemukan tidak ada bukti hubungan antara vaksin yang mengandung timerosal dan
7
autisme, gangguan pemusatan perhatian, keterlambatan bicara dan bahasa, atau kelainan
perkembangan saraf lainnya.
2.1.10 Bagaimana mendapat hasil yang terbaik imunisasi?
Imunisasi anak sedini mungkin. Setelah anak lahir, segera tanyakan atau mintalah jadwal
imunisasi dari Rumah Sakit, dokter atau bidan. Jangan tunggu anak bisa jalan, sudah bisa makan, atau
sudah umur setahun untuk diimunisasi.
Imunisasi tepat waktu. Supaya anak bisa diimunisasi tepat pada waktunyamintalah jadwal
imunisasi tanyakan dan catat jenisnya imunisasi setelah anak diimunisasi, tanyakan jadwal dan jenis
imunisasi berikutnya.
2.1.11 Kontraindikasi Imunisasi
Seperti dikatakan di atas, vaksinasi pada umumnya adalah aman dan manfaat imunisasi jauh
lebih banyak bila dibandingkan dengan komplikasi yang mungkin terjadi, namun ada beberapa
keadaan khusus yang membuat anak-anak atau dewasa tidak boleh atau menunda diimunisasi.
Keadaan ini kita sebut kontra indikasi. Kontra indikasi imunisasi adalah:
a. Secara umum (berlaku untuk semua vaksin):
Alergi terhadap vaksin (setelah vaksinasi pertama timbul reaksi alergi, bahkan sampai
syok),
Alergi terhadap zat lain yang terdapat di dalam vaksin (antibiotika yang terdapat di dalam
vaksin, pengawet, dll),
Sakit sedang atau berat, dengan atau tanpa demam (sakit akut ringan dengan atau tanpa
demam bukan indikasi kontra imunisasi)
b. Secara khusus (untuk beberapa vaksin)
Imunodefisiensi (keganasan darah atau tumor padat, imunodefisiensi kongenital, terapi dengan
obat-obatan yang menurunkan daya tahan tubuh seperti kortikosteroid (prednisone, metal
prednisolon) jangka panjang.
2.1.12 Kapan Imunisasi Harus Dilakukan?
Seorang anak harus mendapatkan suntikan pertama sebelum berumur 2 bulan dan kemudian
mendapatkan 4 atau lebih suntikan berikutnya sebelum berusia 2 tahun. Beberapa vaksinasi harus
dilakukan suntikan booster (suntikan penguat) pada tahun- tahun berikutnya hingga anak belajar di
sekolah dasar.
8
2.1.13 Apa yang harus dilakukan jika seorang anak terlambat mendapatkan imunisasi?
Jika anak belum mendapatkan imunisasi sama sekali, segeralah rencanakan untuk memulai
pemberian imunisasi. Tenaga medis akan memberikan vaksinasi sesuai umur anak saat ini, yang
jadwalnya biasanya berbeda dengan jadwal anak yang mendapat imunisasi sesuai dengan ketentuan
umur.
Pemberian yang terlambat tidak akan mengurangi efektivitas vaksinasi untuk membentuk
imunitas tubuh, hanya saja anak tidak mendapatkan perlindungan terhadap penyakit infeksi sedini
mungkin.
Begitu pula apabila anak tidak lengkap mendapatkan vaksinasi, segeralah lengkapi sesuai
jadwal tanpa harus memulainya dari awal lagi.
Sebenarnya, imunisasi di Indonesia secara teratur dimulai sejak tahun 1956 sehingga Indonesia
dinyatakan bebas cacar oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1974. Tahun 1977
WHO memulai program imunisasi yang di Indonesia disebut Program Pengembangan Imunisasi
(PPI).
Pemerintah sebenarnya tidak mewajibkan berbagai jenis imunisasi harus dilakukan semua.
Hanya lima jenis imunisasi pada anak di bawah satu tahun yang harus dilakukan, yakni BCG (bacillus
calmette-guerin), DPT (difteri pertusis tetanus), polio, campak, dan hepatitis B.
2.2 JENIS IMUNISASI DASAR, CARA, TEMPAT DAN JADWAL PEMBERIAN
Imunisasi BCG dilakukan sekali pada bayi usia 0-11 bulan, lalu DPT diberikan tiga kali pada
bayi usia 2-11 bulan dengan interval minimal empat minggu. Imunisasi polio diberikan empat kali
pada bayi 0-11 bulan dengan interval minimal empat minggu.
Sedangkan campak diberikan satu kali pada bayi usai 9-11 bulan. Terakhir, imunisasi hepatitis
B harus diberikan tiga kali pada bayi usia 1-11 bulan, dengan interval minimal empat minggu.
Jika ingin lebih teliti lagi, masih ada imunisasi yang harus dilakukan, yakni imunisasi tetanus
toxoid (TT). Jenis imunisasi ini minimal dilakukan lima kali seumur hidup untuk mendapatkan
kekebalan penuh. Imunisasi TT yang pertama bisa dilakukan kapan saja, misalnya sewaktu remaja.
Lalu TT2 dilakukan sebulan setelah TT1 (dengan perlindungan tiga tahun).
Tahap berikutnya adalah TT3, dilakukan enam bulan setelah TT2 (perlindungan enam tahun),
kemudian TT4 diberikan satu tahun setelah TT3 (perlindungan 10 tahun), dan TT5 diberikan setahun
setelah TT4 (perlindungan 25 tahun).
9
Oleh karena imunisasi TT ini kerap diabaikan, pemerintah biasanya menganjurkan imunisasi
TT dilakukan pada calon suami-istri sebagai kelengkapan mendapatkan surat nikah. Imunisasi ini
sangat berguna untuk melindungi bayi yang nantinya akan dilahirkan. Setelah mendapatkan suntikan
pertama menjelang pernikahan, imunisasi TT tetap dilanjutkan hingga lima kali.
1. IMUNISASI BCG
Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercle
bacili yang hidup di dalam darah. Itulah mengapa, agar memiliki kekebalan aktif, dimasukkanlah
jenis basil tak berbahaya ini ke dalam tubuh, yaitu vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin).
Seperti diketahui, Indonesia termasuk negara endemis TB (penyakit TB terus-menerus ada
sepanjang tahun) dan merupakan salah satu negara dengan penderita TB tertinggi di dunia. TB
disebabkan kuman Mycrobacterium tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet, yaitu
butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun bersin. Gejalanya
antara lain: berat badan anak susah bertambah, sulit makan, mudah sakit, batuk berulang, demam dan
berkeringat di malam hari, juga diare persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12
minggu.
Untuk mendiagnosis anak terkena TB atau tidak, perlu dilakukan tes rontgen untuk mengetahui
adanya vlek, tes Mantoux untuk mendeteksi peningkatan kadar sel darah putih, dan tes darah untuk
mengetahui ada-tidak gangguan laju endap darah. Bahkan, dokter pun perlu melakukan wawancara
untuk mengetahui, apakah si kecil pernah atau tidak, berkontak dengan penderita TB.
Jika anak positif terkena TB, dokter akan memberikan obat antibiotik khusus TB yang harus
diminum dalam jangka panjang, minimal 6 bulan. Lama pengobatan tak bisa diperpendek karena
bakteri TB tergolong sulit mati dan sebagian ada yang "tidur". Karenanya, mencegah lebih baik
daripada mengobati. Selain menghindari anak berkontak dengan penderita TB, juga meningkatkan
daya tahan tubuhnya yang salah satunya melalui pemberian imunisasi BCG.
a. Jumlah Pemberian :
Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup
sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati,
hingga memerlukan pengulangan. Jumlah pemberian Intradermal 0,05 mL dan 0,1 mL
b. Usia Pemberian :
Di bawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes Mantoux
(tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah kemasukan kuman
10
Mycobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika
ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir
si kecil diimunisasi BCG.
c. Lokasi Penyuntikan :
Lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis yang
melakukan penyuntikan di paha.
d. Efek Samping :
Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah
bening di ketiak atau leher bagian bawah (atau di selangkangan bila penyuntikan dilakukan di
paha). Biasanya akan sembuh sendiri.
e. Tanda Keberhasilan :
Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak
menimbulkan nyeri dan tak diiringi panas. Bisul akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka
parut.
Jikapun bisul tak muncul, tak usah cemas. Bisa saja dikarenakan cara penyuntikan yang
salah, mengingat cara menyuntikkannya perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk ke
dalam kulit. Apalagi bila dilakukan di paha, proses menyuntikkannya lebih sulit karena
lapisan lemak di bawah kulit paha umumnya lebih tebal.
Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah.
Imunisasi pun tak perlu diulang, karena di daerah endemis TB, infeksi alamiah akan selalu
ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat vaksinasi alamiah.
f. Indikasi Kontra :
Tak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukkan Mantoux
positif
2. IMUNISASI HEPATITIS B
Lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Apalagi
Indonesia yang termasuk negara endemis tinggi penyakit hepatitis. Jika menyerang anak, penyakit
yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi virus hepatitis B (VHB),
dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi
sirosis atau pengerutan hati (kerusakan sel hati yang berat). Bahkan yang lebih buruk bisa
mengakibatkan kanker hati.
Banyak jalan masuknya VHB ke tubuh si kecil. Yang potensial melalui jalan lahir. Bisa sejak
dalam kandungan sudah tertular dari ibu yang mengidap hepatitis B atau saat proses kelahiran. Cara
lain melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah. Bisa juga melalui alat-alat medis
11
yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang
tidak steril atau peralatan yang ada di klinik gigi. Bahkan juga lewat sikat gigi atau sisir rambut yang
digunakan antar anggota keluarga.
Malangnya, tak ada gejala khas yang tampak secara kasat mata. Bahkan oleh dokter sekalipun.
Fungsi hati kadang tak terganggu meski sudah mengalami sirosis. Tidak cuma itu. Anak juga terlihat
sehat, nafsu makannya baik, berat tubuhnya pun naik dengan bagus pula. Penyakitnya baru ketahuan
setelah dilakukan pemeriksaan darah. Gejala baru tampak begitu hati si penderita tak mampu lagi
mempertahankan metabolisme tubuhnya.
Upaya pencegahan adalah langkah terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena
VHB, biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa
virus atau tidak. Pemeriksaan harus dilakukan kendati anak tak menunjukkan gejala sakit apa pun.
Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya VHB.
a. Jumlah Pemberian :
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua, kemudian
5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga. Jumlah pemberian : Hevac B = 2,5 ug, Hepaccin =
1,5 ug, B-Hepavac = 10 ug, Engerix-B = 10ug. Lokasi pemberian di deltoid atau paha
anterolateral
b. Usia Pemberian :
Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada
gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia antara 3-6
bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi yang dilakukan
kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan imunoglobulin
antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
c. Lokasi Penyuntikan :
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha lewat
anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar). Penyuntikan di
bokong tak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
12
d. Efek Samping :
Umumnya tak terjadi. Jikapun ada (kasusnya sangat jarang), berupa keluhan nyeri pada
bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan
menghilang dalam waktu dua hari.
e. Tanda Keberhasilan :
Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran
keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak
berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun; di atas 500, tahan
5 tahun; di atas 200, tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun
akan hilang. Sementara bila angkanya nol berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.
f. Tingkat Kekebalan :
Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya, setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95% bayi
mengalami respons imun yang cukup.
g. Indikasi Kontra : Tak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat.
3. IMUNISASI POLIO
Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang dapat menyebabkan
kelumpuhan ini, disebabkan virus poliomyelitis yang sangat menular. Penularannya bisa lewat
makanan/minuman yang tercemar virus polio. Bisa juga lewat percikan ludah/air liur penderita polio
yang masuk ke mulut orang sehat.
Virus polio berkembang biak dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus, lalu masuk
ke aliran darah dan akhirnya ke sumsum tulang belakang hingga bisa menyebabkan kelumpuhan otot
tangan dan kaki. Bila mengenai otot pernapasan, penderita akan kesulitan bernapas dan bisa
meninggal.
Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan mengalami
kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak. Namun tak semua orang yang terkena virus
polio akan mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan daya tahan
tubuh si anak. Nah, imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.
a. Jumlah Pemberian :
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal.
Namun jumlah yang berlebihan ini tak akan berdampak buruk. Ingat, tak ada istilah overdosis
dalam imunisasi. Jumlah pemberian 0,5 mL subkutan.
13
b. Usia Pemberian :
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5
tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DTP.
c. Cara Pemberian :
Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral
Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan adalah OPV.
d. Efek Samping :
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit
otot. Kasusnya pun sangat jarang.
e. Tingkat Kekebalan : Dapat mencekal hingga 90%
f. Indikasi Kontra :
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi (di
atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau keganasan; HIV/AIDS; sedang menjalani
pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum; serta anak dengan mekanisme kekebalan
terganggu
4. IMUNISASI DTP
Dengan pemberian imunisasi DTP, diharapkan penyakit difteri, tetanus, dan pertusis,
menyingkir jauh dari tubuh si kecil. Kekebalan segera muncul seusai diimunisasi.
a. Usia & Jumlah Pemberian :
Sebanyak 5 kali; 3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), 1 kali di usia 18 bulan, dan 1 kali di
usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT.
b. Efek Samping :
Umumnya muncul demam yang dapat diatasi dengan obat penurun panas. Jika
demamnya tinggi dan tak kunjung reda setelah 2 hari, segera bawa si kecil ke dokter. Namun
jika demam tak muncul, bukan berarti imunisasinya gagal, bisa saja karena kualitas vaksinnya
jelek, misal.
Untuk anak yang memiliki riwayat kejang demam, imunisasi DTP tetap aman. Kejang
demam tak membahayakan, karena si kecil mengalami kejang hanya ketika demam dan tak
akan mengalami kejang lagi setelah demamnya hilang. Jikapun orangtua tetap khawatir, si
kecil dapat diberikan vaksin DTP asesular yang tak menimbulkan demam. Kalaupun terjadi
demam, umumnya sangat ringan.
14
c. Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan kepada mereka yang kejangnya disebabkan suatu penyakit seperti
epilepsi, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi
otak, dan yang alergi terhadap DTP. Mereka hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P
karena antigen P inilah yang menyebabkan panas
Penyakit DTP yang berbahaya
a. Difteri
Penyakit yang disebabkan kuman Corynebacterium diphtheriae ini, gejalanya mirip radang
tenggorokan, yaitu batuk, suara serak, dan tenggorokan sakit. Namun, difteri tak disertai panas
sebagaimana yang terjadi pada radang tenggorokan. Gejala lain difteri adalah kesulitan bernapas
(leher seperti tercekik dan napas berbunyi), sehingga wajah dan tubuh membiru, serta adanya lapisan
putih pada lidah dan bibir.
Bakteri penyebab difteri ditularkan saat batuk, bersin, atau kala berbicara. Masa inkubasinya 1-
6 hari. Penderita harus mendapatkan perawatan di rumah sakit dalam waktu cukup lama, sekitar 2-3
minggu, dan baru boleh pulang setelah penyakitnya benar-benar hilang 100%. Soalnya, difteri bisa
kambuh lagi kalau belum betul-betul sembuh.
b. Tetanus
Disebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani, penyakit ini berisiko menyebabkan kematian.
Infeksi tetanus bisa terjadi karena luka, sekecil apa pun luka itu. Tetanus rawan menyerang bayi baru
lahir, biasanya karena tindakan atau perawatan yang tidak steril.
Gejala-gejala yang tampak antara lain kejang otot rahang, rasa sakit dan kaku di leher, bahu
atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha. Pengobatan
dilakukan dengan pemberian antibiotik untuk mematikan kuman, antikejang untuk merilekskan otot-
otot, dan antitetanus untuk menetralisir toksinnya.
c. Pertusis
Disebut juga kinghoest, batuk rejan, atau batuk 100 hari lantaran batuknya memang
berlangsung lama, bisa sampai 3 bulan. Penyakit ini mudah sekali menular melalui udara yang
mengandung bakteri Bordetella pertussis. Masa inkubasinya 6-20 hari.
Gejala awalnya seperti flu biasa, yaitu demam ringan, batuk, dan pilek, yang berlangsung
selama 1-2 minggu. Kemudian, gejala batuknya mulai nyata dan kuat, batuk panjang secara terus-
15
menerus yang berbeda dengan batuk biasa. Tak jarang, karena kuatnya batuk ini, anak bisa sampai
menungging-nungging, muntah-muntah, mata merah, berair, dan napasnya susah.
Penderita akan diberi obat antibiotik untuk mematikan kuman, dan obat untuk
mengurangi/menghentikan batuknya. Istirahat yang cukup, banyak minum, dan konsumsi makanan
bergizi akan membantu mempercepat kesembuhan
5. IMUNISASI CAMPAK
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya
usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian
vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya
lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya, campak
hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena
lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet) penderita yang
terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari,
gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerah-
merahan dan berair, si kecil pun merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut
muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare. Satu-
dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5°C. Seiring dengan itu,
barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu
besar, tapi juga tak terlalu kecil. Awalnya hanya muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping,
leher, dada, muka, tangan dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini akan memenuhi
seluruh tubuh. Namun bila daya tahan tubuhnya baik, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa
bagian tubuh saja dan tidak banyak.
Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan sendirinya. Bercak
merah pun akan berubah jadi kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak
akan mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu hingga 2
minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini, tetaplah meminum obat
yang sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi. Pengobatannya bersifat
simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul. Hingga saat ini, belum ditemukan
obat yang efektif mengatasi virus campak.
Jika tak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi komplikasi, terutama
pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak
membaik setelah diobati 1-2 hari. Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru
16
(broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi inilah yang umumnya paling sering
menimbulkan kematian pada anak.
a. Usia & Jumlah Pemberian :
Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian
campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan,
penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum
mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles
Mumps Rubella).
b. Efek Samping :
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan diare, namun
kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang juga terdapat efek
kemerahan mirip campak selama 3 hari
2.3 PENYIMPANAN VAKSIN
Penyelenggaraan program imunisasi di Indonesia telah terbukti efektif antara lain dengan
terbasminya penyakit cacar, dimana Indonesia dinyatakan bebas cacar sejak tahun 1974. Dalam
penyelenggaraan program imunisasi dibutuhkan dukungan vaksin, alat suntik dan rantai dingin (cold
chain) agar kualitas vaksinasi sesuai dengan standar guna menumbuhkan imunitas yang optimal bagi
sasaran imunisasi.
Vaksin adalah suatu produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau racun
kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan yang berguna untuk merangsang timbulnya kekebalan
tubuh seseorang. Bila vaksin diberikan kepada seseorang, akan menimbulkan kekebalan spesifik
secara aktif terhadap penyakit tertentu.
Sebagai produk biologis, vaksin memiliki karakteristik tertentu dan memerlukan penanganan
yang khusus sejak diproduksi di pabrik hingga dipakai di unit pelayanan. Suhu yang baik untuk
semua jenis vaksin adalah + 2 ºC s/d + 8 ºC.
Penyimpangan dari ketentuan yang ada dapat mengakibatkan kerusakan vaksin sehingga
menurunkan atau menghilangkan potensinya bahkan bila diberikan kepada sasaran dapat
menimbulkan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang tidak diinginkan. Kerusakan vaksin dapat
mengakibatkan kerugian sumber daya yang tidak sedikit, baik dalam bentuk biaya vaksin, maupun
biaya-biaya lain yang terpaksa dikeluarkan guna menanggulangi masalah KIPI atau kejadian luar
biasa.
17
Selama ini masih banyak petugas kesehatan yang beranggapan bahwa bila ada pendingin maka
vaksin sudah aman, malahan ada yang berfikir kalau makin dingin maka vaksin makin baik. Pendapat
itu perlu diluruskan! Semua vaksin akan rusak bila terpapar panas atau terkena sinar matahari
langsung. Tetapi beberapa vaksin juga tidak tahan terhadap pembekuan, bahkan dapat rusak secara
permanen dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan bila vaksin terpapar panas.
Berdasarkan sensitivitas terhadap suhu, penggolongan vaksin adalah sebagai berikut :
Vaksin sensitive beku (Freeze sensitive = FS), adalah golongan vaksin yang akan rusak
terhadap suhu dingin dibawah 0ºC (beku) yaitu: Hepatitis B, DPT, DPT-HB, DT, TT.
Vaksin sensitive panas (Heat Sensitive = HS), adalah golongan vaksin yang akan rusak
terhadap paparan panas yang berlebih yaitu: BCG, Polio, Campak.
Pemantauan suhu vaksin sangat penting dalam menetapkan secara cepat apakah vaksin masih
layak digunakan atau tidak. Untuk membantu petugas dalam memantau suhu penyimpanan dan
pengiriman vaksin ini, ada berbagai alat dengan indikator yang sangat peka seperti Vaccine Vial
Monitor (VVM), Freeze watch atau Freezetag serta Time Temperatur Monitor (TTM).
Dengan menggunakan alat pantau ini, dalam berbagai studi diketahui bahwa telah terjadi
berbagai kasus paparan terhadap suhu beku pada vaksin yang peka terhadap pembekuan seperti
Hepatitis B, DPT dan TT. Dengan adanya temuan ini maka telah dilakukan penyesuaian pengelolaan
vaksin untuk mencegah pembekuan vaksin.
A. Kerusakan Vaksin Terhadap Suhu
Suhu tempat penyimpanan yang tidak tepat akan menimbulkan kerusakan vaksin. Hal ini dapat
dilihat dari keterangan di bawah ini:
1. Vaksin Sensitif Beku
a. Suhu terlalu dingin
Pada vaksin Hepatitis B, DPT-HB di suhu -0,5ºC dapat bertahan selama maksimum ½ jam
dan DPT, DT, TT pada suhu -5ºC S/D -10ºC dapat bertahan selama maksimum 1,5 – 2
jam.
b. Suhu terlalu panas
Sedangkan vaksin DPT, DPT-HB, DT pada suhu beberapa ºC diatas suhu udara luar
(ambient temperature < 34ºC) dapat bertahan 14 hari sedangkan Hepatitis B dan TT dapat
bertahan 30 hari.
18
2. Vaksin Sensitif Panas
Sementara Polio beberapa ºC diatas suhu udara luar (ambient temperature < 34ºC) dapat
bertahan selama 2 hari sedangkan Campak dan BCG beberapa ºC diatas suhu udara luar dapat
bertahan 7 hari.
Paparan panas secara kumulatif akan mengurangi umur dan potensi semua jenis vaksin. Untuk
memantau hal tersebut dipergunakan alat pemantau suhu panas Vaccine Vial Monitor (VVM) dimana
untuk vaksin dari Departeman Kesehatan RI sudah ditempelkan pada semua kemasan vaksin kecuali
BCG. Alat ini berupa gambar lingkaran berwarna ungu dengan segi empat didalamnya yang berwarna
putih pada VVM A.
Dengan pengaruh panas akan berubah menjadi VVM B dimana segi empat sudah berwarna
ungu muda, VVM C dimana segi empat sudah berwarna ungu sama seperti lingkaran diluarnya dan
VVM D dimana segi empat sudah berwarna lebih ungu dari pada lingkaran diluarnya. Vaksin dengan
VVM C dan D pertanda sudah terpapar panas dan tidak boleh digunakan lagi
Vaksin DPT, TT, DT, HB dan DPT-HB akan rusak bila terpapar suhu beku. Masing-masing
vaksin tersebut memiliki titik beku tersediri, yaitu vaksin Hepatitis B beku pada suhu -0,5 ºC, sedang
vaksin DPT, DT Dan TT akan beku pada suhu -5 ºC.
Vaksin yang tidak rusak oleh paparan suhu beku adalah Polio, Campak dan BCG. Untuk
memantau suhu beku dapat dilakukan dengan menggunakan Freeze Watch dan Freeze tag yaitu alat
yang sensitif terhadap suhu beku dimana bila alat ini terpapar suhu dibawah -0 ºC akan terlihat pada
monitor berupa warna biru untuk Freeze Watch atau tanda silang untuk Freeze tag.
Ditingkat puskesmas semua vaksin disimpan pada suhu +2 s/d +8 ºC sedang freezer yang ada
hanya diperuntukkan bagi pembuatan cold pack (es batu).
Untuk pendistribusian vaksin ke lapangan seperti posyandu sebaiknya menggunakan air dingin
(cool pack) dan bila situasinya mengharuskan menggunakan cold pack, karena tempat yang panas
atau jauh, sebaiknya vaksin diatur berdasarkan sensitifitasnya terhadap suhu dan diberi pelapis untuk
jenis vaksin yang berbeda.
2.4 JADWAL IMUNISASI
Umur Jenis Imunisasi
0-7 hari HB 0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT/HB 1, Polio 2
19
3 bulan DPT/HB 2, Polio 3
4 bulan DPT/HB 3, Polio 4
9 bulan Campak
2.5 TEKNIK PEMBERIAN IMUNISASI
Vaksin Dosis Cara pemberian
Bcg 0,5 cc Intra kutan di daerah muskulus deltoideuz
DPT 0,5 cc Intra muskular
Hepatitis B 0,5 cc Intra muskular
Polio 2 tetes Mulut
Campak 0,05 cc Subkutan daerah lengan kiri atas
2.6 Reaksi Dari Imunisasi
Jenis Imunisasi Reaksi yang Ditimbulkan
Imunisasi BCG Terjadi Ulkus pada daerah suntikan dan dapat
terjadi limpa denitis regional
Reaksi Panas
Imunisasi DPT a. Reaksi Ringan :
Pembengkakan dan nyeri pada tempat
injeksi
Demam
b. Reaksi Berat :
Klien dapat menangis hebat karena
kesakitan selama ± 4 jam
Kesadaran menurun
Ensefalopati
Shock
Imunisasi Campak Dapat terjadi ruam pada tempat suntikan
20
Panas (febris)
Imunisasi Hepatitis Demam
Diare
Keluar bintik-bintik merah di kulit.
Imunisasi Polio Umumnya tidak ada reaksi, namun pada beberapa
anak timbul perasaan pusing pada anak, diare
ringan dan sakit otot. Kasus ini sangat jarang
terjadi.
2.7 Mekanisme Imunisasi dalam Pencegahan Penyakit
Imunisasi bekerja dengan cara merangsang pembentukan antibodi terhadap organisme tertentu,
tanpa menyebabkan seorang sakit terlebih dahulu. Vaksin zat yang di gunakan untuk membentuik
imunitas tubuh. Terbuat dari mikroorganisme ataupun bagian dari mikroorganisme penyebab infeksi
yang telah dimatikan atau dilemahkan tidak akan membuat penderita jatuh sakit vaksin dimasukan
kedalam tubuh yang biasanya melalui suntikan.
Sistem pertahanan tubuh kemudian akan bereaksi ke dalam vaksinyang dimasukan ke dalam
tubuh tersebut sama seperti apabila mikroorganisme menyerang tubuh dengan cara membentuk
antibodi kemudian akan membunuh vaksin tersebut layaknya membunuh mikroorganisme yang
menyerang.
Kemudian antibodi akan terus berada di peredaran darahmembentuk imunisasi ketika suatu saat
tubuh diserang oleh mikroorganisme yang sama dengan yang terdapat di dalam vaksin, maka antibodi
akan melindungi tubuh dan mencegah terjadinya infeksi. Pada anak yaitu: Polio, campak, rubella,
difteria, batuk rejan, meningitis, cacar air, gondongan, dan hepatitis B. Sedangkan terdapat 3 jenis
vaksinasi yag di berikan pada kelompok anak-anak ataupun dewasa dengan resiko tinggimenderita
infeksi yaitu: Hepatitis A,Influenza,Pneumon
2.8 KESEHATAN GIGI
Menurut ahli psikologi usia anak terdiri dari beberapa tingkatan yaitu usia bayi, anak,
prasekolah, sekolah, dan remaja. Beberapa pendekatan dalam menerapkan suatu perilaku dan
kebiasaan dapat diterapkan pada masing-masing kelompok tersebut. Pengetahuan para dokter gigi
mengenai perkembangan perilaku anak merupakan hal penting di dalam melaksanakan program
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.
21
2.8.1 Beberapa Kelainan Gigi dan Mulut yang Sering Terjadi pada Usia Anak
Kelainan yang terjadi pada gigi dan mulut meliputi kelainan yang terjadi pada jaringan keras
seperti gigi-geligi dan tulang rahang serta kelainan pada jaringan lunak seperti pada lidah pipi, langit-
langit.
A. Kelainan pada gigi-geligi
a). Gigi berlubang.
Kelainan pada gigi-geligi yang sering terjadi pada anak adalah gigi berlubang. Anak-anak
yang datang berkunjung ke dokter gigi biasanya giginya sudah mengalami kerusakan yang amat
parah, gigi berlubang yang sangat besar sekali, bengkak, bahkan ada yang ompong. Proses terjadinya
lubang pada gigi dipengaruhi oleh 4 faktor penyebab utama ;yang terjadi dalam waktu bersamaan,
faktor tersebut adalah :
1. Kuman, terdapat pada gigi. Secara normal kuman ada dan diperlukan di rongga mulut, tetapi
apabila terdapat sisa makanan yang melekat terus di gigi dapat menjadi penyebab terjadinya lubang
gigi.
2. Sisa makanan, terutama golongan karbohidrat seperti gula, roti, atau makanan sejenis
lemak lainnya yang lengket pada gigi. Sisa makanan yang melekat terus pada gigi dapat
diubah oleh kuman menjadi asam yang melarutkan email gigi sehingga terjadi lubang
gigi.
3. Gigi, dengan bentuk anatomi yang berlekuk kadang-kadang sulit untuk dibersihkan secara
sempurna dan dapat mempercepat proses lubang gigi.
4. Waktu, dari ketiga faktor di atas memerlukan proses dalam beberapa waktu yang
bersamaan. Lubang gigi memiliki kedalaman dan besar yang berbeda-beda. Adapun derajat
keparahannya dikelompokkan menjadi :
1. Lubang pada email, biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun bila ada rangsangan yang
berasal dari makanan atau minuman yang dingin terasa linu. Apabila rasa linu sudah muncul
hendaknya segera ke dokter gigi agar dapat dilakukan penambalan.
2. Lubang sampai dentin, ditandai dengan adanya rasa sakit apabila tertimbun sisa makanan. Apabila
makanan diangkat maka akan berkurang rasa sakitnya.
3. Lubang sampai syaraf gigi, gigi terasa sakit terus-menerus sifatnya tiba-tiba atau muncul dengan
sendirinya. Rasa sakit akan hilang sejenak apabila diberi obat pengurang rasa sakit. Hendaknya segera
datang ke dokter gigi untuk dilakukan perawatan syaraf gigi. Perawatan syaraf gigi membutuhkan
beberapa kali kunjungan, sampai hilangnya infeksi dan setelah perawatan syaraf selesai baru
dilakukan penambalan.
4. Tipe gigi berlubang akibat meminum susu. Pemberian susu botol di malam hari (di selasela waktu
tidur) dan pemberian yang melebihi usia 12 bulan sering menimbulkan gigi berlubang. Tanda-tanda
22
gigi yang terkena adalah terlihat pada bagian depan gigi depan atas, terlihat warna kecoklatan sampai
hitam dan dapat meluas sampai ke gigi belakang. Karies botol dapat dicegah dengan cara tidak
memberikan air susu di tengah tidur malam, dan selalu bilas dengan air putih, biasakan anak minum
susu di gelas sejak anak berulang tahun kesatu, pemberian jus buah-buahan hendaknya menggunakan
gelas, selalu memperhatikan kebersihan rongga mulut.
B. Susunan gigi tidak teratur
Susunan gigi yang tidak teratur disebabkan oleh ukurang gigi yang lebih besar daripada
ukurang rahang. Dapat terjadi pada geligi sulung maupun gigi tetap. Upaya pencegahan yang sangat
mudah dilakukan adalah biasakan anak mengunyah makanan (tidak dikulum/emut), berikan
rangsangan makanan yang membutuhkan proses pengunyahan (makanan jangan yang lunak), dan
perhatikan saat usia pergantian gigi sehingga tidak terjadi penumpukan gigi. Apabila susunan gigi
sangat tidak teratur dapat dilakukan perawatan dengan menggunakan kawat gigi.
C. Kegoyangan gigi
Gigi-geligi yang sudah mendekati masa pergantian dengan gigi tetap sering mengalami
kegoyangan. Kegoyangan gigi disebabkan oleh terjadinya pengurangan panjang akar gigi akibat
adanya desakan dari gigi tetap yang akan tumbuh. Apabila gigi-geligi terlihat sangat goyang maka
dapat dilakukan pencabutan sendiri dengan menggunakan tangan, namun apabila kegoyangan gigi
masih sedikit sedangkan gigi penggantinya sudah terlihat akan tumbuh maka segera kunjungi dokter
gigi untuk dilakukan pencabutan.
D. Tumbuh gigi
Sepanjang hidup gigi mengalami 2 kali masa pertumbuhan, pertama adalah periode
pertumbuhan geligi sulung dan kedua adalah pertumbuhan geligi tetap. Cara mengetahui
pertumbuhan gigi adalah dengan melihat bagian gusi di tempat gigi akan tumbuh, apabila terlihat
tonjolan ataupun warna putih maka sebenar lagi gigi akan tumbuh. Pertumbuhan gigi sulung dimulai
pada usia 6 bulan, namun tidak perlu khawatir apabila pada usia tersebut belum terlihat adanya tanda-
tanda akan tumbuh gigi. Gigi sulung yang pertama tumbuh adalah gigi seri pertama bawah,
dilanjutkan gigi seri depan atas, kemudian disusul dengan gigi-gigi samping. Namun urutan ini
kadang-kadang tidaklah sama. Pertumbuhan geligi tetap dimulai dengan geraham pertama bawah.
Gigi ini sering dianggap sebagai geligi sulung, sehingga sering terjadi lubang gigi. Gigi geraham
pertama bawah akan mulai tumbuh pada usia 6 tahun, setelah itu geraham pertama atas, dan gigi seri
bawah.
E. Kelainan pada gusi
23
Kelainan pada gusi biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri. Pada awalnya sering disebut
gingivitis dan pada keadaan ini masih dapat diperbaiki dengan baik. Tetapi bila terjadi perdarahan
terus-menerus biasanya gigi akan menonjol dan akhirnya dapat tanggal dengan sendirinya. Penyakit
pada gusi memiliki tanda-tanda sebagai berikut :
1. Rasa tidak enak pada gigi disertai bau mulut.
2. Gusi terlihat memerah dan terlihat lunak sehingga mudah terjadi perdarahan.
3. Tanggalnya gigi dengan disertai rasa sakit saat mengunyah dan sensitif terhadap perubahan suhu.
4. Terjadi penimbunan karang gigi yang berwarna coklat, dan mengeras pada permukaangigi. Apabila
keadaan tersebut terjadi maka segera kunjungi dokter gigi, agar dilakukan pembersihan karang gigi
dan dokter gigi akan memberikan beberapa saran seperti menjaga kebersihan mulut yang baik,
menghindari merokok dan nutrisi yang seimbang.
F. Pembengkakan
Pembengkakan yang terjadi pada gusi dapat disebabkan adanya peradangan pada gigi maupun
pada gusi. Infeksi yang terjadi pada gigi dapat menjalar menjadi pembengkakan pada gusi.
Pembengkakan yang meluas tidak hanya terlihat di dalam mulut namun dapat pula terlihat sampai di
luar mulut. Wajah akan terlihat sembab, disertai rasa sakit yang hebat, demam, dan dapat
menyebabkan kesulitan pada saat menelan.
G. Stomatitis apthosa (sariawan)
Sariawan yang sering terjadi pada rongga mulut, dapat disebabkan oleh adanya trauma
(adanya gigi yang tajam, makanan yang merangsang) maupun karena kurangnya konsumsi vitamin.
Lesi/luka tersebut akan terasa perih apabila tersenggol oleh lidah ataupun makanan. Faktor pencetus
utama terjadinya sariawan adalah rasa stres yang kadang-kadang tanpa disadari. Perawatan yang dapat
dilakukan adalah pemberian salep yang dapat merangsang pertumbuhan jaringan baru agar luka
segera menutup, hindari stres, dan kurangi makanan yang merangsang.
a). Warna putih pada lidah akibat air susu
Warna putih pada lidah sering kita dapatkan pada bayi yang meminum susu. Sisa-sisa air susu
yang menempel pada lidah akan mengalami fermentasi sehingga merangsang untuk timbulnya jamur.
Selain itu pemberian susu botol yang telah melewati 3 jam dari waktu pembuatan juga merupakan
faktor pencetus terjadinya proses fermentasi. Apabila warna putih terlihat sangat tebal dan
menimbulkan bau yang kurang sedap, maka hendaknya diberikan obat anti jamur, namun bila belum
terlalu parah dapat dilakukan penyikatan lidah dengan menggunakan sikat lidah yang lunak.
2.8.2. Persiapan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut
24
a. Konseling prenatal
Saat yang paling tepat untuk memulai penyuluhan bagi orang tua adalah sebelum bayi lahir.
Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh melalui penyuluhan tersebut, antara lain akan
menimbulkan motivasi yang kuat para orang tua mengenai bagaimana cara menjaga kebersihan gigi
dan mulutnya serta bayi yang akan dilahirkan. Keuntungan ini akan lebih dirasakan pada ibu yang
sedang mengandung anak pertama, dimana rasa keingintahuan ibu masih tinggi dan merupakan bekal
yang penting di dalam membentuk perilaku anak. Orang tua yang sedang mengandung anak pertama
tersebut akan mempersiapkan segala sesuatu yang terbaik di dalam segala hal.
Materi-materi yang dapat diberikan pada saat melakukan penyuluhan adalah:
1. Gingivitis pada saat kehamilan. Ibu yang sedang hamil sering mengalami gingivitis, dimana
keadaan ini sering membuat para ibu cemas. Penyuluhan mengenai teknik dan cara
melakukan penyikatan gigi yang benar merupakan sesuatu yang akan bermanfaat.
2. Pengendalian plak. Pengendalian plak bagi para ibu hamil dapat dilakukan dengan cara
melakukan penyikatan gigi, flossing, dan membersihkan lidah.
3. Penyuluhan mengenai keadaan-keadaan yang akan terjadi pada saat bayi lahir. Ada beberapa
keadaan yang akan terlihat pada saat bayi lahir, seperti terdapatnya prenatal teeth dan cacat
bawaan. Pengetahuan mengenai hal ini perlu diberikan bagi para ibu agar tidak menimbulkan
kecemasan terutama didalam menjaga kebersihan gigi dan mulutnya.
4. Pengendalian jamur di dalam rongga mulut. Air susu ibu dan air susu botol yang berada di
dalam mulut dalam waktu lama sering mengakibatkan tumbuhnya jamur pada lidah dan
mukosa bukal.
Usia Bayi (0 - 1 tahun)
Usia bayi merupakan usia dimana bayi mulai menyesuaikan dengan lingkungan luar.
Pengaturan metabolisme dan pembentukan sistem pertahanan tubuh mulai terjadi. Pada usia ini fase
oral merupakan keadaan yang harus ditanggapi oleh orang tua dengan baik. Kepuasaan pada anak
akan makan dan minum sangat jelas terlihat. Oleh karena itu proses pembentukan perilaku sudah
dapat dimulai pada usia ini.
Beberapa tindakan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang mulai dapat dilaksanakan adalah :
1. Pengendalian plak.
Pengendalian plak dapat mulai dilaksanakan terutama pada saat mulai erupsi gigi sulung
pertama. Tujuan pengendalian plak pada bayi adalah menjaga flora oral secara normal. Teknik
pelaksanaannya yaitu dengan membalut sebatang kayu berbentuk persegi atau lonjong dengan kain
yang dibasahi. Selain itu dapat pula dengan menggunakan jari telunjuk yang dibalut kain atau handuk
25
basah kemudian digosokkan pada gigi yang sedang erupsi dan secara lembut melakukan pemijatan
gusi. Pemijatan gusi bertujuan untuk melancarkan peradaran darah dan merangsang erupsi gigi.
Pelaksanaan pembersihan tersebut harus dilakukan dalam keadaan nyaman baik bagi ibu
maupun bayi. Posisi yang dapat dilakukan yaitu bayi digendong di atas satu tangan dalam posisi
terlentang menghadap ke atas, sementara tangan ibu yang satu lagi melakukan pembersihan. Gerakan
bayi harus selalu diperhatikan oleh ibu. Percakapan yang dilakukan oleh ibu pada saat melakukan
pembersihan gigi dan mulut merupakan cara di dalam memberikan rasa nyaman bagi anak.
Cara Membersihkan Gigi dan Mulut Anak Usia 0 – 1 Tahun
Pemakaian sikat gigi dan pemberian pasta gigi tidak dianjurkan pada usia ini. Oleh karena ukuran
mulut bayi masih sangat kecil dan kemampuan bayi di dalam melakukan proses penelanan belum
maksimal sehingga gerakan sikat gigi akan sangat terbatas dan
memungkinkan tertelannya pasta gigi. Fluor yang terdapat di dalam pasta gigi dalam jumlah banyak
dikhawatirkan akan menyebabkan fluorosis pada geligi tetap anak.
b. Melakukan kunjungan ke dokter gigi
American Academy of Pediatric Dentistry menyarankan agar kunjungan pertama ke dokter
gigi dimulai pada erupsi gigi pertama atau pada akhir usia 12 bulan. Anak-anak dengan kelainan
sistemik dan penderita dental trauma, maka kunjungan ke dokter gigi sebaiknya dilakukan pada usia
yang lebih awal.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh dokter gigi pada kunjungan pertama anak
adalah:
(1). Pemeriksaan gigi-geligi dan jaringan sekitar.
(2). Memberikan sediaan fluor, misal tablet fluor.
(3). Memberi penyuluhan mengenai cara pemberian makanan dan minuman yang baik agar tidak
terjadi nursing mouth caries.
(4). Memberikan beberapa penjelasan mengenai pemeliharan kesehatan secara umum dan kesehatan
gigi dan mulut pada khususnya.
(5). Kunjungan pertama ke dokter gigi merupakan upaya untuk memperkenalkan anak dengan
lingkungan dokter gigi (dokter gigi dan perawat gigi), oleh karena itu segala perawatan yang
dilakukan sebaiknya tidak menimbulkan rasa cemas dan takut pada anak.
Usia Anak (1 – 3 tahun)
Perkembangan motorik kasar pada usia ini akan terlihat jelas. Anak akan terlihat lebih aktif
terutama pada saat belajar berjalan. Kemampuan berbahasa anak mulai berkembang meskipun masih
belum dapat dimengerti dengan baik. Rasa ingin tahu anak akan terlihat terutama di saat anak melihat
sesuatu yang baru.
26
Beberapa teknik pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang dapat dilaksanakan pada
usia ini adalah:
1. Penyikatan gigi.
Penyikatan gigi bertujuan untuk mengendalikan plak. Ukuran sikat gigi disesuaikan
dengan ukuran mulut anak. Sikat gigi yang dapat digunakan adalah sikat gigi manual maupun
elektrik. Pemakaian sikat gigi elektrik hendaknya dilakukan oleh orang tua atau pengasuh. Bagi anak
di bawah usia tiga tahun hendaknya penyikatan gigi masih dilakukan oleh orang tua. Posisi yang
mudah untuk melakukan penyikatan gigi pada usia ini adalah posisi lap to lap. Pada posisi ini dua
orang duduk saling berhadapan dengan lutut saling bertemu. Anak diletakkan di atasnya dengan
posisi menghadap ke atas. Gerakan tangan dan tubuh ditahan oleh tangan orang yang memangku,
sementara orang yang satu lagi melakukan penyikatan gigi. Teknik ini dapat dilakukan oleh satu
orang, dimana orang tua duduk di atas lantai dengan kaki diluruskan. Kemudian kepala anak
diletakkan diantara kedua paha, sedangkan kaki dan tangan anak ditahan oleh kedua kaki. Posisi ini
agak sulit dilakukan namun dapat memberikan hasil yang cukup baik di dalam melakukan penyikatan
gigi pada anak. Anak di atas usia dua tahun sudah dapat diajarkan cara menyikat gigi. Pada tahap
pertama hendaknya orang tua memberikan contoh pada anak cara melakukan penyikatan setelah itu
anak diminta untuk mengikuti.
2. Pemakaian pasta gigi
Pemakaian pasta gigi sudah dapat dimulai pada usia dua tahun. Pasta gigi akan
memberikan rasa segar di dalam mulut. Saat ini pasta gigi dengan berbagai macam rasa tersedia di
pasaran. Pasta gigi diberikan dalam jumlah sedikit dan diletakkan pada bulu sikat.
3. Pemakaian flossing hanya dilakukan pada gigi-gigi dengan kontak yang sangat rapat.
Usia Prasekolah (3 – 6 tahun)
Kemampuan motorik kasar akan lebih baik pada usia ini. Motorik halus anak mulai
berkembang dimana anak sudah dapat menggambar dan menulis. Penyikatan gigi merupakan kegiatan
motorik halus yang dapat diterapkan untuk anak. Namun peran orang tua masih sangat besar di dalam
menentukan keberhasilan dalam melakukan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan di dalam menerapkan teknik pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut pada usia ini adalah:
1. Mengajarkan cara menyikat gigi dengan benar.
Cara melakukan penyikatan gigi yang mudah dan dapat dilakukan sendiri oleh anak
adalah metode Fons. Penyikatan gigi dilakukan dengan gerakan memutar pada gigi anterior maupun
posterior.
Posisi yang mudah saat mengajarkan cara menyikat gigi yaitu orang tua berdiri saling
27
berdampingan di depan cermin. Kepala anak disandarkan pada tangan orang tua. Dagu anak ditarik ke
bawah dengan menggunakan tangan tempat bersandarnya kepala anak. Sedangkan tangan orang tua
yang satu lagi memandu tangan anak untuk melakukan penyikatan gigi.
2.8.3 Cara Menyikat Gigi Anak Usia 3 – 6 Tahun dengan Posisi Bersebelahan
Posisi lain yang juga dapat dilakukan adalah orang tua dan anak berdiri saling
berhadapan. Kemudian tangan orang tua memandu tangan anak untuk melakukan penyikatan gigi.
Kerugian posisi ini adalah kurangnya pengendalian gerakan terhadap posisi anak. Cara Menyikat Gigi
Anak Usia 3 – 6 Tahun dengan Posisi Berhadapan
2. Pemberian pasta gigi dalam jumlah sedikit.
Pada usia anak kemamapuan refleks penelanan pada anak sudah lebih baik, sehingga anak sudah
dapat berkumur. Oleh karena pasta gigi yang beredar di pasaran memiliki rasa yang disukai maka
tetap dikhawatirkan anak akan menelan pasta gigi.
3. Pemberian topikal fluor dalam sediaan gel.
Topikal fluor yang beredar di pasaran memiliki beberapa rasa. Pemiliharan rasa dapat
disesuaikan dengan selera anak.
4. Pemberian obat kumur dalam jumlah sedikit.
Beberapa sediaan obat kumur memiliki rasa yang kurang disukai anak. Oleh karena itu
pemberian obat kumur hanya bagi anak yang sedang mengalami infeksi di dalam rongga mulut dan
tenggorokan.
5. Pemberian kemoterapeutik lain untuk pengendalian plak tidak dianjurkan.
Sediaan kemoterapeutik yang sering digunakan adalah obat-obat antiseptik, antibiotik,
enzim, plaque modifying agents, bahan pengganti gula, dan obat-obatan yang dapat mencegah
menempelnya plak pada gigi. Pemakaian sediaan kemoterapeutik per oral dalam jumlah sedikit tidak
menimbulkan efek toksisitas sistemik, namun pada usia ini sebaiknya tidak diberikan untuk
anak.
Usia Sekolah (6 – 12 tahun)
Meningkatnya rasa tanggung jawab terhadap tugas sekolah dan tugas di rumah akan lebih terlihat
pada anak usia ini. Perkembangan motorik halus dan kasar semakin menuju ke arah kemajuan. Oleh
karena itu anak lebih dapat diajarkan cara memelihara kesehatan gigi dan mulut secara lebih rinci,
sehingga akan menimbulkan rasa tanggung jawab akan kebersihan dirinya sendiri. Dalam hal ini
orang tua memegang perananan di dalam menerapkan disiplin dalam melaksanakana tanggung jawab
tersebut.
Beberapa teknik pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang harus diperhatikan pada
usia ini adalah:
28
1. Penyikatan gigi dan pemakaian pasta gigi sudah sepenuhnya dilakukan oleh anak. Pemberian
disclosing solution dapat dilakukan agar anak dapat melihat bagian-bagian yang kotor pada gigi.
Adapun teknik penyikatan gigi yang dapat diterapkan pada anak usia ini adalah teknik roll. Bantuan
orang tua dibutuhkan apabila anak mendapatkan kesulitan saat melakukan penyikatan pada posisi gigi
yang sulit, misal bagian bukal rahang atas dan rahang bawah. Pada keadaan ini hendaknya orang tua
tetap memandu anak. Setelah selesai menyikat gigi hendaknya orang tua melakukan pemeriksaan
kembali apakah sudah bersih. Penyikatan gigi dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pagi setelah
makan dan malam sebelum tidur.
2. Pemakaian flossing pada gigi-gigi dengan kontak yang sangat rapat. Orang tua perlu
mengajarkan cara penggunaan flossing, agar tidak terjadi luka / trauma pada gusi.
3. Pemberian sediaan fluor melalui aplikasi fluor dan obat kumur sudah dapat dilakukan bagi anak-
anak yang telah memiliki kemampuan menelan yang baik. Sediaan fluor sangat dianjurkan bagi anak-
anak dengan maloklusi, dimana kelompok tersebut memiliki resiko karies tinggi.
4. Memperkenalkan pemberian kemoterapeutik. Sediaan yang dapat diberikan adalah
chlorhexidine. Diberikan bagi anak-anak dengan resiko karies dan penyakit periodontal tinggi. Anak-
anak yang termasuk di dalam kelompok ini adalah penderita penyakit sistemik dan dengan maloklusi
berat.
Remaja (12 – 19 tahun)
Remaja mengalami berbagai perubahan yang dinamis dalam masanya, diantaranya yaitu meliputi
perubahan fisik, kesadaran (kognisi), dan sosial. Pada usia remaja maka fisik akan tumbuh menjadi
dewasa dan timbul percepatan pertumbuhan karena adanya koordinasi yang baik diantara kerja
kelenjar-kelenjar. Kemampuan menyimpan informasi setelah merasakannya adalah tanda kematangan
kemampuan berfikir pada remaja. Masa remaja adalah masa yang paling penting dalam kesehatan gigi
anak-anak, oleh karena itu perlindungan terhadap penyakit gigi adalah salah satu kepedulian utama
dalam melakukan pencegahan. Banyak penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan karies secara
perlahan-lahan selama masa remaja. Karies timbul pada tempat dimana terdapat plak, oleh karena itu
penyikatan gigi yang benar serta pembersihan interdental menggunakan benang gigi merupakan cara
pencegahan yang baik.
Beberapa keadaan yang perlu diperhatikan didalam melakukan instruksi pemeliharaan
kebersihan gigi dan mulut bagi remaja:
1. Faktor hormonal merupakan faktor yang sangat berperan pada usia remaja. Sering timbul keluhan
dari para orang tua mengenai keadaan gigi dan mulut anak yang buruk meskipun mereka telah
melakukan penyikatan dengan benar. Oleh karena itu memberikan pengertian betapa pentingnya
menjaga kebersihan gigi dan mulut merupakan cara terbaik dalam mengendalikan plak dengan benar.
2. Maloklusi akan semakin jelas terlihat. Orang tua hendaknya segera melakukan konsultasi dengan
dokter gigi mengenai perawatan maloklusi tersebut.
29
3. Pemberian sediaan fluor secara topikal tetap dilakukan. Pemberian fluor secara rutin setiap tiga
bulan sekali merupakan upaya pencegahan karies cukup memberikan hasil yang memuaskan.
4. Pemberian obat kumur dapat dilakukan terutama pada anak dengan maloklusi dan resiko karies
yang tinggi
30
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Imunisasi telah diketahui oleh dunia sebagai salah satu faktor yang dapat menurunkan infeksi
berbagai penyakit. Sepanjang proses tumbuh kembang anak, anak memerlukan upaya pencegahan
terhadap serangan penyakit yang dapat dilakukan melalui imunisasi. Imunisasi adalah salah satu cara
untuk memberi kekebalan bagi tubuh terhadap serangan mikroorganisme sebelum mikroorganisme
tersebut memiliki kesempatan untuk menyerang tubuh.
Pemberian vaksinasi secara dini sangat penting karena penyakit-penyakit yang dapat dicegah
dengan pemberian vaksinasi biasanya menyerang anak pada awal kehidupannya sehingga dapat
mengancam jiwa jika diderita anak-anak tersebut.
3.2 SARAN
Secara global imunisasi telah menjadi hal yang sangat esensial, sehingga pengetahuan tentang imunisasi penting sekali diketahui masyarakat untuk menjaga agar bayi dan balitanya tetap dalam kondisi sehat dan terlindungi dari berbagai penyakit.
31
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul Hidayat, Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.Cetakan 1.Jakarta :Buku
Kedokteran EGC 2009.
Tomasowa, R. A. Pengetahuan Dasar tentang Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta :
Direktorat Kesehatan Gigi. 1983.
http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=15&id=44.http://
syehaceh.wordpress.com/2008/05/12/imunisasi-dan-faktor-yangmempengaruhinya
17.00/13-10-12
http://www.ictjogja.net/kesehatan/C5_1.htm6.http://vinadanvani.wordpress.com/
2008/02/20/jenis-imunisasi-yang-diawajibkan-dan-dianjurkan17.30/13-10-12
http://m.infeksi.com/articles.php?lng=en&pg=15&id=138. 18.00/13-10-12
http://www.litbang.depkes.go.id/~djunaedi/documentation/vol.32_No.2/imunisasi.pdf
9.www.google.com 18.30/13-10-12
32