imunisasi fix
TRANSCRIPT
REFERAT
ILMU KESEHATAN ANAK
IMUNISASI Berdasarkan Departemen Kesehatan RI
Disusun Oleh:
Selviana Indah Jaya
NIM. 06700177
Dosen Pembimbing:
dr. H. Ahmad Nuri, Sp. A
dr. Gebyar Tri Baskoro, Sp. A
dr. Ramzy Syamlan, Sp. A
Disusun Untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF Ilmu Kesehatan Anak
Di RSD Dr.Soebandi Jember
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
2011/2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
PENDAHULUAN........................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 2
1 Pengertian Imunisasi........................................................................... 2
2 Tujuan Imunisasi................................................................................. 2
3 Jenis Imunisasi.................................................................................... 2
4 Keberhasilan Imunisasi....................................................................... 3
5 Penyimpanan.......................................................................................4
6 Jadwal imunisasi..................................................................................4
7 Vaksin………………………………………………………………10
8 Teknik Pemberian Imunisasi…………………………………….…17
9 KIPI………………………………………………………………...18
DAFTAR PUSTA..........................................................................................19
PENDAHULUAN
Program imunisasi di Indonesia sangat penting kedudukannya dalam upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi yang dapat dicegah guna keberhasilan pembangunan kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta disusun dalam satu program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid.
Program imunisasi merupakan upaya pencegahan penyakit yang sudah tertera dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, “Paradigma Sehat” dilaksanakan melalui beberapa kegiatan antara lain pemberantasan penyakit. Salah satu upaya pemberantasan penyakit menular adalah upaya pengebalan (imunisasi).
Sasaran dan tujuan umum dari program imunisasi ini adalah turunnya angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunnisasi(PD3I). Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya imunisasi dapat semakin efektif, bermutu dan efisien.
Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak Tahun 1956. Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak Tahun 1974. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi(PD3I) yaitu, tuberculosis, difteri, pertussis, campak, polio, tetanus, serta hepatitis B.
1
Tinjauan Pustaka
1 Pengertian Imunisasi
Imunisasi merupakan suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu antigen sehingga bila terpapar dengan antigen tersebut,
tidak menimbulkan penyakit. Upaya imunisasi ini dilakukan dengan pemberian vaksin.
Vaksin merupakan mikroorganisme yang diubah sedemikian rupa sehingga patogenitas atau
toksisitasnya hilang tetapi masih mengandung sifat antigenitas. Antigen dapat merangsang
pembentukan imunitas (antibodi) dari sistem imun dalam tubuh. Sistem imun tubuh
mempunyai sistem memori, jadi ketika vaksin masuk ke dalam tubuh, maka akan dibentuk
antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sebagai
suatu pengalaman. Jika nantinya tubuh terpapar dengan antigen yang sama dengan vaksin
yang pernah diberikan sebelumnya, maka antibodi akan terbentuk lebih cepat.
Imunitas atau kekebalan dibagi menjadi dua yaitu kekebalan pasif dan kekebalan
aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh
individu itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau
kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan imunoglobulin. Kekebalan aktif adalah
kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpapar pada antigen seperti pada imunisasi
atau terpapar secara alamiah.
2 Tujuan Imunisasi
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan agar dapat mencegah
penyakit dan kematian pada bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit tertentu. Serta
melalui imunisasi diharapkan dapat menghilangkan penyakit tertentu.
3 Jenis – jenis imunisasi
1. Imunisasi aktif : merupakan pemberian mikroorganisme yang telah dilemahkan
agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik terhadap antigen ini.
2. Imunisasi pasif : merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan
cara pemberian zat imunoglobulin.
2
4 Keberhasilan Imunisasi
Keberhasilan imunisasi tergantung pada beberapa faktor yaitu, status imun, faktor
genetik, serta kualitas dan kuantitas vaksin.
1. Status imun
Terjadinya antibodi spesifik terhadap vaksin yang diberikan akan mempengaruhi
keberhasilan vaksin. Misalnya imunisasi campak pada bayi, imunisasi polio pada
bayi. Maturasi imunologik juga berperan terhadap keberhasilan vaksin.
2. Faktor genetik
Interaksi antara sel – sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara
genetik respons imun dapat dibagi menjadi baik, cukup, dan rendah terhadap
antigen tertentu.
3. kualitas dan kuantitas vaksin
- Cara pemberian : vaksin polio oral akan memberikan imunitas lokal dan
sistemik, vaksin polio parenteral akan memberikan imunitas sistemik saja.
- Dosis vaksin : dosis yang terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang
diharapkan, bila dosis terlalu rendah tidak merangsang sel imunokompeten
- Frekuensi pemberian : respon imun sekunder menimbulkan sel efektor timbul
lebih cepat, lebih tinggi produksinya, dan afinitas lebih tinggi. Jarak
pemberian juga mempengaruhi respon imun, bila pemberian vaksin
berikutnya diberikan saat antibodi spesifik masih tinggi maka antigen yang
masuk akan dinetralkan oleh antibodi spesifik sehingga tidak sempat
merangsang sel imunokompeten.
- Ajuvan : zat yang meningkatkan respon imun terhadap antigen dan
mengaktifkan sel imunokompeten.
- Jenis vaksin : vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik
dibandingkan vaksin mati atau yang diinaktifkan.
3
5 Penyimpanan
Untuk memudahkan pengelolaan, vaksin dibedakan dalam 2 kategori:
1. Vaksin yang sensitive terhadap panas : polio, campak, BCG
2. Vaksin yang sensitive terhadap pembekuan : Hepatitis B, DPT, TT, dan DT
Setiap unit dianjurkan untuk menyimpan vaksin tidak lebih dari stok maksimalnya,
untuk menghindari terjadinya penumpukan vaksin.
Bila frekuensi distribusi vaksin ke provinsi 1 kali setiap 3 bulan, maka stok maksimal
vaksin di provinsi adalah kebutuhan vaksin untuk 4 bulan. Bila frekuensi
pengambilan vaksin ke provinsi 1 kali perbulan, maka stok minimal di kabupaten
adalah 1 bulan dan stok maksimal adalah 3 bulan, dan bila frekuensi pengambilan
vaksin ke kabupaten 1 kali per bulan maka stok maksimal di puskesmas 1 bulan dan 1
minggu.
6 Jadwal Imunisasi
6.1 Imunisasi Rutin
Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin meliputi:
Pada bayi : BCG, Hepatitis B, Polio, DPT, dan campak.
Pada Anak Sekolah: DT, Campak dan TT
Pada WUS : TT
Table 1a. Jadwal Pemberian Imunsasi Pada Bayi Dengan Menggunakan Vaksin DPT dan
HB Dalam Bentuk Terpisah, Menurut Tempat Lahir Bayi
UMUR VAKSIN TEMPAT
Bayi lahir di rumah:
0 bulan HB1 Rumah
1 bulan BCG,Polio 1 Posyandu*
2 bulan DPT1, HB2, Polio 2 Posyandu*
3 bulan DPT2, HB3, Polio 3 Posyandu*
4 bulan DPT3, Polio 4 Posyandu*
9 bulan Campak Posyandu*
Bayi lahir di RS/RB/Bidan praktek :
0 bulan HB1, Polio 1, BCG RS/RB/Bidan#
2 bulan DPT1, HB2, Polio2 RS/RB/Bidan#
3 bulan DPT2, HB3, Polio3 RS/RB/Bidan#
4 bulan DPT3, Polio4 RS/RB/Bidan#
9 bulan Campak RS/RB/Bidan#
Keterangan:
* : Atau tempat pelayanan lain # : Atau posyandu
Tabel 1b. Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Byai Dengan Menggunakan Vaksin DPT da
HB Dalam Bentuk Terpisah, Menurut Frekuensi dan Selang Waktu dan Umur Pemberian.
VAKSIN PEMBERIAN
IMUNISASI
SELANG WAKTU
PEMBERIAN MINIMAL
UMUR KETERANGAN
BCG 1x - 0-11 bulan
DPT 3x(DPT 1,2,3) 4 minggu 2-11 bulan
Polio 4x(Polio 1,2,3,4) 4 minggu 0-11 bulan
Campak 1x - 9-11 bulan
HB 3x (HB 1,2,3) 4 minggu 0-11 bulan Untuk bayi lahir di
RS/puskesmas,pelaksa
naan HB segera
diberikan dalam 24jam
pertama kelahiran,
vaksin BCG dan Polio
diberikan sebelum
bayi pulang ke rumah.
5
Tabel 2. Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Dengan menggunakan Vaksin DPT/HB
Kombo.
UMUR VAKSIN TEMPAT
Bayi lahir di rumah:
0 bulan HB1 Rumah
1 bulan BCG,Polio 1 Posyandu*
2 bulan DPT/HB kombo 1, Polio 2 Posyandu*
3 bulan DPT/HB kombo 2, Polio 3 Posyandu*
4 bulan DPT/HB kombo 3, Polio 4 Posyandu*
9 bulan Campak Posyandu*
Bayi lahir di RS/RB/Bidan praktek :
0 bulan HB1, Polio 1, BCG RS/RB/Bidan#
2 bulan DPT/HB kombo 1, Polio2 RS/RB/Bidan#
3 bulan DPT/HB kombo 2, Polio3 RS/RB/Bidan#
4 bulan DPT/HB kombo 3, Polio4 RS/RB/Bidan#
9 bulan Campak RS/RB/Bidan#
Keterangan:
* : Atau tempat pelayanan lain # : Atau posyandu
6
Tabel 3. Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Anak Sekolah
Anak Sekolah Pemberian Imunisasi Dosis
Kelas 1 DT 1x, Campak 1x 0,5 cc
Kelas 2 TT 1x 0,5 cc
Kelas 3 TT 1x 0,5 cc
Tabel 4. Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Wanita Usia Subur
IMUNISASI PEMBERIAN
IMUNISASI
SELANG WAKTU
PEMBERIAN
MINIMAL
MASA
PERLINDUNGAN
DOSIS
TT WUS T1 0,5 cc
T2 4 minggu setelah T1 3 tahun 0,5 cc
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun 0,5 cc
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun 0,5 cc
T5 1 tahun setelah T4 25 tahun 0,5 cc
6.2 Imunisasi Tambahan
Merupakan Kegiatan Imunisasi yang dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari
hasil pemantauan atau evaluasi.
1. Backlog Fighting
Merupakan upaya aktif dalam melengkapi imunisasi dasar pada anak yang berumur 3
tahun. Sasaran utamanya adalah desa atau kelurahan yang belum mencapai
UCI(universal child imunization) yaitu tercapainya imunisasi dasar secara lengkap
pada bayi, wanita usia subur dan anak sekolah tingkat dasar.
7
2. Crash program
Kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat untuk
mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa(KLB). Pemilihan lokasi crash Program
didasarkan atas kriteria, yaitu : Angka kematian Bayi tinggi dan angka PD3I(Penyakit
yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) tinggi, infrastruktur(tenaga, sarana, dana
kurang) dan desa yang selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai target UCI.
6.3 Imunisasi dalam penanggulangan Kejadian Luar Biasa
Pedoman pelaksanaan Imunisasi dalam penanganan KLB disesuaikan dengan situasi
epidemiolgis penyakit masing – masing. Contohnnya, pelaksanaan ORI(Outbreak Response
Imunization) di Surabaya yang telah dimulai 18 Oktober-18November 2011, guna memutus
rantai penularan dan mencegah semakin luasnya kasus Difteri di Jawa Timur. Sasarannya
adalah anak usia 12 bulan – 15 tahun. Dengan pemberian DPT-HB pada anak usia 1-3 tahun
yang belum pernah mendapat imunisasi, pemberian imunisasi Difteri(DT/dT) kepada seluruh
anak usia >3 – 15 tahun di daerah kasus.
6.4 Kegiatan imunisasi khusus
1.Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
PIN adalah kegiatan imunisasi Polio terhadap semua bayi dan Balita(usia 0-59 bulan)
mendapat imunisasi polio secara serentak di seluruh Indonesia sebanyak dua tetes, dibeikan
dua putaran dengan jarak pemberian satu bulan.
Tujuan : kegiatan ini dimaksudkan untuk memutuskan rantai penularan virus polio liar dan
juga dapat meningkatkan kekebalan balita dan bayi terhadap penyakit polio.
Cara meneteskan Vaksin Polio: buka tutup pipet, botol ditunggingkan, tunggu beberapa saat
sampai cairan masuk dalam pipet, tekan pipet sehingga dua tetes vaksin polio masuk langsung
ke dalam mulut anak.
Pipet plastik jangan menempel pada bibir/lidah
Pastikan dua tetes vaksin polio masuk ke mulut
Bila diludahkan beri dua tetes lagi
8
2.Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)
Tujuan : untuk memberikan perlindungan bagi anak-anak usia sekolah dasar terhadap
penyakit campak, difteri, dan tetanus.
Penyelenggaraan BIAS ini berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor
1059/Menkes/SK/IX/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi bahawa imunisasi
sebagai salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan
tubuh harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh, dan dilaksanakan sesuai standar
sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus rantai penularan. BIAS
adalah bentuk kegiatan operasional dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang
dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran seluruh anak usia sekolah
dasar atau sederajat kelas 1,2,3 di seluruh Indonesia.
Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan yang ditujukan untuk
mempertahankan tingkat kekebalan diatas ambang perlindungan atau memperpanjang masa
perlindungan. Imunisasi yang diberikan berupa vaksin Difteri Tetanus(DT) dan vaksin
Campak untuk anak kelas 1, vaksin TT pada anak kelas 2 dan 3 SD. Tahun 2011, secara
nasional imunisasi vaksin TT untuk kelas 2 dan 3 SD ditambah dengan antigen difteri (Td).
Pemberian vaksin tambahan ini sebagai booster untuk mengantisipasi terjadinya KLB difteri.
Pelaksanaan BIAS : setiap tahunnya dilaksanakan pada bulan agustus untuk campak dan pada
bulan November untuk DT(kelas 2), dT(kelas 2 dan 3)
3.Catch-up Campaign Campak
Merupakan suatu upaya untuk memutuskan tranmisi penularan virus campak pada
anak sekolah dasar dan balita.kegiatan ini dilakukan dengan pemberian imunisasi
campak secara serentak pada anak sekolahdasar kelas satu hingga kelas enam, tanpa
mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi campak pada
waktu catch-up campaign campak di samping untuk memuuskan rantai penularan,
juga berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan(dosis kedua)
9
7. VAKSIN
A. BCG (Bacillus Calmette - Guerin)
Fungsi : untuk memberikan kekebalan aktif terhadap bakteri mycobacterium Tuberculosis
(penyebab TBC)
Sediaan : sediaan dalam ampul, beku kering, 1 box berisi 10 ampul. Setiap 1 ampul vaksin
dengan 4 ml pelarut.
Cara pemberian dan dosis : Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 2-3 bulan. Dosis
untuk bayi kurang dari 1 tahun adalah 0,05 cc dan untuk anak 0,1 cc, diberikan secara
intrakutan di daerah insersio M.deltoidus kanan. Penyuntikan secara intradermal di daerah
deltoid lebih mudah dilakukan (tidak tepat lemak subkutis yang tebal).
Kontra indikasi:
Reaksi uji Tuberkulin >5mm
Anak gizi buruk
Menderita infeksi kulit yang luas
Pernah sakit TBC
Imunokompremais
Reaksi sesudah imunisasi BCG
1.Reaksi normal lokal
– 2 minggu :indurasi, eritema kemudian menjadi pustula
– 3 - 4 minggu :pustula pecah menjadi ulkus (tidak perlu pengobatan)
– 8 - 12 minggu :ulkus menjadi scar diameter 3 - 7 mm
2.Reaksi pada kelenjar
– Merupakan respon selular pertahanan tubuh
– Kadang terjadi di kel.axilla dan supraklavikula
– Timbul 2 - 6 bulan sesudah imunisasi
– Kelenjar berkonsistensi padat, tidak nyeri, demam (-)
– Akan mengecil 1 - 3 bulan kemudian tanpa pengobatan
Komplikasi
1. Abses ditempat suntikan
– Abses bersifat tenang (cold abses) sehingga tidak perlu terapi
– Abses matang aspirasi
2. Limfadenitis Supurativa
– Oleh karena suntikan subkutan atau dosis tinggi
– Terjadi 2 - 6 bulan sesudah imunisasi
– Bila telah matang di aspirasi
– Terapi tuberkulostatika mempercepat pengecilan
Imunisasi bayi > 2 bulan, dilakukan tes Tuberkulin (Mantoux):
• Untuk menunjukkan apakah pernah kontak dengan kuman TBC
• Menyuntikkan 0,1 ml PPD didaerah flexor lengan bawah secara intrakutan
• Pembacaan dilakukan setelah 48 - 72 jam penyuntikan
• Diukur besarnya diameter indurasi ditempat suntikan
• < 5 mm :negatif
• 6 - 9 mm :meragukan
• > 10 mm :positif
• Test Mantoux (-) : Imunisasi
(+) :pemeriksaan TBC
• Meragukan: Ulang 2 minggu
Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin
terlebih dahulu.
B. HEPATITIS B
Fungsi:
Untuk pemberian kekebalan terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B.
Kemasan :
11
Kontra indikasi:
Hipersensitif terhadap komponen vaksi. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin ini
tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat.
Efek Samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembekakan disekitar tempat penyuntikan.
Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
Jadwal imunisasi hepatitis B
Imunisasi Hepatitis B diberikan sebanyak 3 kali (dosis) pemberian.
Dosis pertama diberikan pada bayi baru lahir (newborns) menggunakan
vaksin monovalen (vaksin antigen tunggal) sebelum pulang dari rumah
sakit. Dosis kedua diberikan saat bayi berusia 1 – 2 bulan. Dan dosis
ketiga diberikan pada usia 6 – 18 bulan (pemberian dosis terakhir/dosis
final tidak boleh kurang dari usia 24 minggu). Setelah pemberian dosis
pertama pada bayi baru lahir, dosis hepatitis B dapat dilengkapi dengan
vaksin antigen tunggal hingga 3 dosis pemberian. Apabila
menggunakan vaksin Comvax atau Pediarix, dapat diberikan hingga 4
dosis pemberian.
Imunisasi Hepatitis B sampai 4 kali pemberian dimungkinkan apabila
pada saat lahir diberikan vaksin kombinasi yang mengandung Hepatitis
B.
Bayi yang tidak mendapat imunisasi Hepatitis B saat lahir, sebaiknya
mendapatkan imunisasi Hepatitis B pada usia 0, 1 dan 6 bulan (3 kali
pemberian).
Jika Ibu HBsAg-Positif : Bayi diberikan HBIG (Imunoglobulin
Hepatitis B) dan Imunisasi Hepatitis B dosis pertama sebelum usia bai
12 jam. Selanjutnya Imunisasi Hepatitis B dilengkapi hingga 3 kali
pemberian.
Jika status HBsAg Ibu tidak diketahui : Bayi diberikan imunisasi
Hepatitis B sebelum berusia 12 jam. Jika bayi lahir dengan berat badan
rendah (berat badan kurang dari 2000 gram) juga diberikan HBIG
sebelum usia 12 jam. Jika dikemudian hari ibu diketahui HBsAg-
Positif, diberikan HBIG sesegera mungkin dan dalam usia 7 hari, dan
ikuti jadwal imunisasi Hepatitis B bayi yang lahir dari ibu HBsAg-
positif.
JADWAL CATCH-UP IMUNISASI HEPATITIS B
Jika bayi/anak tidak/tidak melengkapi imunisasi sesuai jadwal yang dianjurkan :
Imunisasi tidak perlu diulang dari dosis awal, tidak masalah seberapa lama
dosis terakhir diberikan.
Imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 dosis serial dapat dimulai pada usia kapan
saja.
Interval pemberian imunisasi minimum antar dosis : 4 minggu antara dosis
pertama dan kedua, 8 minggu antara dosis ke dua dan ketiga, dan minimal 16
minggu antara dosis 1 dan ketiga (contoh pemberian : 0, 2, 4 bulan; atau 0, 1, 4
bulan).
C. POLIO
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus
poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan
jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.
Fungsi :
Untuk pemberian kekebalan terhadap poliomielitis.
Kemasan:
Kontra indikasi:
Indikasi kontra pemberian OPV adalah sebagai berikut :
Penyakit akut atau demam (suhu > 38,5 C), vaksinasi harus ditunda
Muntah atau diare berat, vaksinasi ditunda
Imunokompremis
13
Efek Samping
(OPV)
(IPV)
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralis yang disebabkan
oleh vaksin sangat jarang terjadi.
Pada saat ini telah beredar di Indonesia IPV (Inactivated Polio Vaccine) disamping
OPV (Oral Polio Vaccine) yang telah kita kenal selama ini. Vaksin IPV berisi antigen polio
(polio 1,2, dan 3) yang telah mati, sedangkan OPV berisi virus polio hidup. Kedua vaksin
polio tersebut dapat dipakai secara bergantian. Vaksin IPV dapat diberikan pada anak sehat,
maupun yang menderita imunokompromais. Dapat pula diberikan dalam waktu bersamaan
dengan vaksin DTP.
Jadwal
- Polio-O diberikan saat bayi lahir, karena Indonesia merupakan daerah endemik
polio maka sesuai pedoman program imunisasi nasional untuk mendapatkan
cakupan imunisasi yang lebih tinggi diperlukan tambahan imunisasi polio yang
diberikan setelah lahir. Mengingat OPV berisi virus polio hidup maka dianjurkan
diberikan saat bayi meninggalkan rumah sakit/ rumah bersalin agar tidak
mencemari bayi lain karena virus polio vaksin dapat diekskresi melalui tinja.
Untuk keperluan ini , IPV dapat menjadi alternatif.
- Untuk imunisasi dasar polio (polio 2,3,4), interval diantaranya tidak kurang dari 4
minggu.
- Dosis OPV, 2 tetes per-oral sedangkan IPV dalam kemasan 0,5 ml,
intramuskular.Vaksin polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4,
selanjutnya saat masuk sekolah (3-6 tahun).
D. DPT
Diskripsi:
Vaksin DPT (DifteriPertusis Tetanus) adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan
tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi.
Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
14
Kemasan :
Cara pemberian dan dosis:
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspensi menjadi homogen.
Disuntikkan secara intramuskuler dengan dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis.
Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya
diberikan dengan interval paling cepat 4 minggu (1 bulan).
Kontra indikasi
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius
keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak yang mengalami gejala-
gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus dihindarkan pada dosis kedua,
dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT.
Efek Samping
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti: lemas, demam, kemerahan, pada tempat
penyuntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas, dan
merancau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.
E. CAMPAK
Diskripsi:
Vaksin campak merupakan vaksin virus yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung
tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu
kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin.
15
Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
Kemasan :
Cara pemberian dan dosis:
Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu
harus dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.
Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan
pada lengan kiri atas, pada usia 9-11 bulan. Dan ulangan (booster) pada usia 5-7 tahun
(kelas 1 SD) setelah catch-up campaign campak pada anak Sekolah Dasar kelas 1 – 6.
Kontra indikasi:
Individu yang mengidap penyakit Immune deficiency atau individu yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.
Efek Samping
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat
terjadi 8 – 12 hari setelah vaksinasi.
Jadwal :
Vaksin campak dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml secara
subkutan, pada umur 9 bulan.
Hasil penelitian litbangkes Depkes 2000, didapatkan bahwa titer antibodi
campak pada anak usia sekolah 10-12 tahun hanya tinggal 50% diantaranya yang masih
mempunyai antibodi campak diatas ambang pencegahan. Sedangkan 28,3% diantara
kelompok usia 5-7 tahun pernah menderita campak walaupun sudah diimunisasi saat
bayi. Berdasarkan hal tersebut dianjurkan pemberian imunisasi campak ulang pada saat
masuk sekolah dasar (5-7 tahun). Namun apabila telah mendapat vaksinasi MMR pada
usia 15-18 bulan, ulangan campak umur 5 tidak diperlukan.
16
8. Teknik Pemberian Imunisasi
1. vaksin BCG: suntikan diberikan pada lengan kanan atas
a. Dosis 0,05cc
b. disuntikkan ke dalam lapisan intrakutan dengan penyerapan pelan – pelan.
Menggunakan jarum pendek yang sangat halus(10mm,ukuran 26)
2. Vaksinasi DPT atau DPT/HB : suntikan diberikan pada paha tengah luar secara
intramuskuler atau subkutan dalam dosis 0,5cc
Cara pemberian :
a. Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh kaki
telanjang.
b. Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi
c. Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk
d. Masukkan jarum dengan sudut 900
e. Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk ke dalam
otot. Suntikkan pelan – pelan untuk mengurangi rasa sakit.
3.Vaksinasi DT dan TT(bagi WUS dan anak sekolah) : suntikkan diberikan pada lengan atas
secara intramuskular atau subkutan dengan dosis 0,5cc.
Cara pemberian:
a. pasien diminta untuk duduk
b. pasien diminta menrunkan bahunya dan metakkan tangan kiri di belakang
punggungnya atau diatas pinggul. Posisi ini akan meregangkan otot pada lengan
dan membuat suntikan menjadi hampir tidak sakit.
c. Letakkan jari dan ibu jari pelaksana pada bagian luar lengan atas.
d. Gunakkan tangan kiri un tuk menekan katas otot lengan.
e. Cepat tekan jarum ke bawah melalui kulit diantara jari-jari, masukkan ke dalam
otot.
f. Tekan alat penyedot(plunger) dengan ibu jari untuk menyuntikkan vaksin.
g. Tarik jarum dengan cepat dan hati-hati dan pasien diminta untuk menekan tempat
suntikan secara hati-hati dengan kapas .
4.Vaksinasi Polio Oral (OPV):
Cara pemberian:
a. Orang tua diminta memegang bayi dengan kepala disangga dan dimiringkan ke
belakang.
b. Buka mulut bayi secara hati-hati,baik dengan ibu jari pada dagu atau dengan
menekan pipi bayi dengan jari-jari.
17
c. Teteskan 2 tetes vaksi dari alat tetes ke dalam mulut. Jangan biarkan alat tetes
menyentuh bayi.
5.Vaksinasi Campak : suntikan diberikan pada lengan kiri atas secara subkutan dengan dosis
0,5cc.
Cara pemberian:
a. Atur bayi denagn posisi miring di atas pangkuan ibu dengan seluruh lengan
telanjang.
b. Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi. Gunakan jari kiri untuk menekan
lengan atas bayi.
c. Cepat tekan jarum ke dalam kulit yang menonjol ke atas dengan sudut 450
d. Masukkan vaksin perlahan.
9. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi(KIPI)
KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan
setellah imunisasi. Pada keadaan tertentu, lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42
hari (arthritis kronik pasca vaksinasi rubela) atau bahkan 42 hari(infeksi virus campa pada
pasien imunodefisiensi pasca imunisassi campak dan polio paralitik pada pasien
imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Keputusan Menteri Kesehatan. 2005. Jakarta : Menteri Kesehatan RI
2. Satgas Imunisasi. 2005. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Jakarta : IDAI
3. Nurida. 2008. Program Imunisasi di Puskesmas. Jember: RSUD Soebandi
4. World Health Organization.2004.Imunization in Practice.Geneva, Switzerland.
5. www.pijar/IMUNISASI.html
6. www.Biofarma/vaksin.com
7. www.bumn.go.id/biofarma/kontribusi/bias
8. www. Surabaya-ehealth.org/berita/blf-dan-ori
19