implementasi at tafkir.pdf

7
1| Page SERIUS MENCETAK NEGARAWAN [ A TRIBUTE TO UTSMANI STATEMAN ] Oleh Yoyok Tindyo Prasetyo “ Orangorang Utsmani berasal dari keturunan kabilah Turkmenia. Pada permulaan abad ke 7 Hijriah bertepatan dengan abad 13 Masehi mereka hidup di Kurdistan. Mereka berprofesi sebagai penggembala..” 1 “..pada 617 H [1220 M] Sulaiman kakek dari Utsman, melakukan hijrah bersama kabilahnya dari kurdistan menuju Anatolia. Mereka berdomisili di kota Akhlath, sebuah wilayah yang sekarang berada di Turki Timur..” 2 “..Komandan Pasukan Islam Seljuk memberi Ertughul [ anak Sulaiman.pen ] dan rombongannya sebidang tanah di wilayah Barat Anatolia, dekat dengan perbatasan Romawi..” 3 “..Kehidupan Utsman I pendiri Daulah Utsmaniyah [ wafat 1327 M ] adalah Jihad dan Dakwah Fisabilillah. Para Ulama selalu berada di sekelilingnya. Mereka memberikan nasihat dan arahan mengenai penataan administrasi dan peaksanaan peraturan dalam kekuasaan..” 4 “..Berasarkan perintah Sultan Muhammad I [ kakek Muhammad Al fatih.pen ] [13791421 M] itu lalu dibentuk tim berintikan 9 orang yang ditugaskan menjadi penyebar Islam di pulau Jawa [ 1404 M ] ..Berita ini tertulis dalam kitab Kanzul ‘Ulum ( gudang ilmu ) karya Ibnu Bathutah..Kitab Kanzul ‘Ulum masih tersimpan diperpustakaan istana Kesultanan Ottoman di Istanbul..” 5 “..Diantara prestasi terpenting Sulthan Muhammad II adalah keberhasilannya menaklukkan Konstantinopel [ Selasa 20 Jumadil Ula 857 H29 Mei 1453 M ]. Penaklukan ini mempunyai pengaruh besar terhadap Dunia Islam maupun Dunia Eropa. Penaklukan ini mempunyai sebabsebab materi maupun non materi serta syaratsyarat yang harus dipenuhi...” 6 “ Orangorang Utsmani senantiasa berusaha menerapkan syariat Allah. Hal ini menimbulkan pengaruh duniawi maupun ukhrawi terhadap masyarakat Ustmani. Diantaranya adalah munculnya kekuasaan, kejayaan, keamanan, kestabilan, pertolongan, kemenangan dan kemuliaan, tersebarnya kebaikan, tersingkirnya keburukan, serta pengaruhpengaruh lainnya..” 7 1 Sulthan Muhammad Al Fatih, Penakluk Konstantinopel, Dr Ali Muhammad Ash Shalabi, hal.32 2 Sulthan Muhammad Al Fatih, Penakluk Konstantinopel, Dr Ali Muhammad Ash Shalabi, hal.32 3 Sulthan Muhammad Al Fatih, Penakluk Konstantinopel, Dr Ali Muhammad Ash Shalabi, hal.285 4 Sulthan Muhammad Al Fatih, Penakluk Konstantinopel, Dr Ali Muhammad Ash Shalabi, hal.286 5 Misteri Syekh Siti Jenar, Peran Walisongo Dalam Mengislamkan Tanah Jawa, Prof Dr Hasanu Simon, hal.51 6 Sulthan Muhammad Al Fatih, Penakluk Konstantinopel, Dr Ali Muhammad Ash Shalabi, hal.289 7 Sulthan Muhammad Al Fatih, Penakluk Konstantinopel, Dr Ali Muhammad Ash Shalabi, hal.289

Upload: tindyop

Post on 14-Aug-2015

111 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

goog

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI AT TAFKIR.pdf

1 | P a g e   

SERIUS MENCETAK NEGARAWAN

[ A TRIBUTE TO UTSMANI STATEMAN ]

Oleh Yoyok Tindyo Prasetyo

“ Orang‐orang Utsmani berasal dari keturunan kabilah Turkmenia. Pada permulaan abad  ke  7 Hijriah  bertepatan  dengan  abad  13 Masehi mereka  hidup  di  Kurdistan. Mereka berprofesi sebagai penggembala..”1 

“..pada  617  H  [1220 M]  Sulaiman  kakek  dari  Utsman, melakukan  hijrah  bersama kabilahnya  dari  kurdistan  menuju  Anatolia.  Mereka  berdomisili  di  kota  Akhlath, sebuah wilayah yang sekarang berada di Turki Timur..”2 

“..Komandan  Pasukan  Islam  Seljuk  memberi  Ertughul  [  anak  Sulaiman.pen  ]  dan rombongannya sebidang tanah di wilayah Barat Anatolia, dekat dengan perbatasan Romawi..”3 

“..Kehidupan Utsman I pendiri Daulah Utsmaniyah [ wafat 1327 M ] adalah Jihad dan Dakwah Fisabilillah. Para Ulama selalu berada di sekelilingnya. Mereka memberikan nasihat  dan  arahan  mengenai  penataan  administrasi  dan  peaksanaan  peraturan dalam kekuasaan..” 4 

“..Berasarkan perintah Sultan Muhammad I [ kakek Muhammad Al fatih.pen ] [1379‐1421 M]  itu  lalu dibentuk tim berintikan 9 orang yang ditugaskan menjadi penyebar Islam di pulau Jawa [ 1404 M ] ..Berita ini tertulis dalam kitab Kanzul ‘Ulum ( gudang ilmu  )  karya  Ibnu  Bathutah..Kitab  Kanzul  ‘Ulum  masih  tersimpan  diperpustakaan istana Kesultanan Ottoman di Istanbul..”5 

“..Diantara  prestasi  terpenting  Sulthan  Muhammad  II  adalah  keberhasilannya menaklukkan  Konstantinopel  [  Selasa  20  Jumadil  Ula  857  H‐29  Mei  1453  M  ]. Penaklukan  ini mempunyai  pengaruh  besar  terhadap  Dunia  Islam maupun  Dunia Eropa.  Penaklukan  ini  mempunyai  sebab‐sebab  materi  maupun  non  materi  serta syarat‐syarat yang harus dipenuhi...”6 

“  Orang‐orang  Utsmani  senantiasa  berusaha  menerapkan  syariat  Allah.  Hal  ini menimbulkan  pengaruh  duniawi  maupun  ukhrawi  terhadap  masyarakat  Ustmani. Diantaranya  adalah  munculnya  kekuasaan,  kejayaan,  keamanan,  kestabilan, pertolongan,  kemenangan  dan  kemuliaan,  tersebarnya  kebaikan,  tersingkirnya keburukan, serta pengaruh‐pengaruh lainnya..”7   

 

                                                            1 Sulthan Muhammad Al Fatih, Penakluk Konstantinopel, Dr Ali Muhammad Ash Shalabi, hal.32 2 Sulthan Muhammad Al Fatih, Penakluk Konstantinopel, Dr Ali Muhammad Ash Shalabi, hal.32 3 Sulthan Muhammad Al Fatih, Penakluk Konstantinopel, Dr Ali Muhammad Ash Shalabi, hal.285 4 Sulthan Muhammad Al Fatih, Penakluk Konstantinopel, Dr Ali Muhammad Ash Shalabi, hal.286 5 Misteri Syekh Siti Jenar, Peran Walisongo Dalam Mengislamkan Tanah Jawa, Prof Dr Hasanu Simon, hal.51 6 Sulthan Muhammad Al Fatih, Penakluk Konstantinopel, Dr Ali Muhammad Ash Shalabi, hal.289 7 Sulthan Muhammad Al Fatih, Penakluk Konstantinopel, Dr Ali Muhammad Ash Shalabi, hal.289  

Page 2: IMPLEMENTASI AT TAFKIR.pdf

2 | P a g e   

Allah  SWT  telah  memberikan  kemuliaan  kepada  Muslim  Utsmani  untuk  mengembalikan Daulah  Islamiyyah melalui  tangan mereka  sekaligus memberikan kemuliaan kepada mereka untuk menaklukan  Konstantinopel.  Menjadi  sebuah  pertanyaan,  tidakkah  kaum  Muslim  Nusantara berkeinginan agar Allah SWT  juga memberikan kemuliaan kepada mereka dengan mengembalikan Daulah  Islamiyyah melalui  tangan mereka  ?  Sebagaimana  kemuliaan  yang  telah diberikan  kepada Muslim Utsmani ? Tidakkah Kaum Muslim Nusantara  juga berkeinginan agar kemuliaan memimpin penaklukan kota  Roma‐Vatikan diberikan Allah SWT kepada mereka ? Sebagaimana kemuliaan yang telah diberikan kepada Sultan Muhammad Al Fatih dan tentaranya ? Sungguh keinginan seperti  itu akan menjadi daya pendorong yang sangat kuat bagi perjuangan memuliakan Islam dan umatnya. 

Gabungan  antara  iradah/azzam  yang  kuat,  keseriusan  yang  setaraf  dan  pertolongan  Allah menjadi kata kunci bagi Muslim di Nusantara  ini untuk meraih kemuliaan dari Allah SWT tersebut. Muslim di Nusantara bukanlah bangsa Arab, bangsa Utsmani  juga bukan bangsa Arab. Qur’an dan Sunnah yang dahulu bersama Muslim Utsmani sekarang juga masih berada di tengah kaum muslim di Nusantara. Tinggal,   bagaimana  kata Dr Ash  Shalabi  ..  sebab‐sebab materi maupun non materi serta  syarat‐syarat  yang  harus  dipenuhi...benar‐benar  serius  dipenuhi  oleh  kaum  muslimin  di Nusantara ataukah tidak. 

A. Pertama : Adanya Maksud 

Keseriusan adalah adanya maksud [ Al qashd, Purpose ], adanya usaha untuk merealisasikan maksud  tersebut,  disertai  gambaran  yang  baik  tentang  fakta  yang  difikirkan8.  Pertama  tentang adanya  maksud.  Apakah  kaum  muslim  di  Nusantara  benar‐benar  punya  maksud/tujuan  untuk mengembalikan  Daulah  Islamiyyah  melalui  tangannya  dan  tegak  diwilayahnya  ataukah  hanya sebatas berpartisipasi menyerukan  kembalinya Daulah  Islamiyyah  semata. Maksud  yang  lahir dari pernyataan yang pertama akan memberikan pengaruh yang berbeda dengan maksud yang lahir dari pernyataan  kedua. Keseriusan  yang  lahir dari pernyataan pertama  juga akan  lebih  kuat dari pada yang lahir dari pernyataan kedua. Demikian Juga, apakah kaum muslimin di Nusantara ingin menjadi bagian  tentara  yang  menaklukan  Roma,  ataukah  sekedar  mengucapkan  secara  berulang‐ulang  hadits tentang hal tersebut? 

Prof  Hasan  Ko  Nakata9  pernah  memberikan  pernyataan,  bahwa  tegak  tidaknya  Daulah Islamiyyah di Nusantara tergantung pada tiga hal. Pertama  tergantung kaum muslimin di Nusantara sendiri.  Apakah  memang  mau  menegakkan  atau  tidak  ?  Lalu,  mau  tidaknya  umat  menegakkan Daulah  di  Nusantara  tergantung  pada  hal  yang  kedua,  yaitu  apakah  para  pejuang  dakwah  juga berkeinginan menegakkan di Nusantara ataukah tidak. Lalu, apakah para pejuang dakwah mau atau tidak tergantung pada yang ketiga yaitu apakah  pemimpin para pejuang dakwah mau menegakkan di Indonesia ataukah tidak.  

Iradah yang kuat, keinginan yang menggelora, merupakan modal awal bagi upaya serius untuk mewujudkan datangnya kemuliaan tersebut. Keinginan ini akan dan harus lahir dari keyakinan yang kuat  terhadap  berita  nubuwwah  sekaligus  lahir  dari  keberanian  yang  besar  untuk mewujudkan melalui tangannya. Keberanian yang besar untuk membangun peradaban. Iradah yang kuat ini tidak akan  lahir dari rasa ketidakpercayaan diri dan rasa rendah diri.  Iradah  ini  juga tidak akan  lahir dari ketidaksadaran dan ketidakpedulian. 

                                                            8 Hakekat Berfikir , Taqiyuddin An Nabhani ,hal.130 9 Dalam ceramah di Rumah Muslim, Gejayan, Yogyakarta, tidak ada catatan tanggal. 

Page 3: IMPLEMENTASI AT TAFKIR.pdf

3 | P a g e   

Sejarah  telah memberikan  gambaran  bagaimana  negarawan   Muslim  Utmani  sangat  yakin bahwa Konstaninopel akan  takluk di masa mereka. Keyakinan  tersebut diwujudkan dengan usaha yang sungguh‐sungguh dan setaraf dengan tujuan tersebut. Dan akhirnya Allah SWT pun menolong dan memuliakan mereka. 

B. Kedua : Adanya usaha yang Setaraf dengan Maksud 

Berfikir serius meniscayakan adanya usaha untuk merealisasikan maksud yang difikirkan dan usaha  tersebut  harus  setaraf  dengan  maksudnya10.  Misalnya  seseorang  yang  tahu  bahwa kepribadian ditentukan oleh pola berfikir dan pola sikapnya, dan bukan fisiknya, maka usaha setaraf yang  dilakukannya  adalah  banyak  belajar  untuk  meningkatkan  kepasitas  tsaqofah  Islam  dalam dirinya. Termasuk tidak setaraf apabila waktu yang digunakan  lebih banyak untuk merawat bentuk badan, warna kulit atau mengkilapnya rambut. 

Salah  satu  kelebihan Muslim Ustmani  adalah  banyaknya  negarawan  yang  berada  di  antara mereka mulai para Sultan, para perwira, para ulama hingga orang biasa di antara mereka. Meskipun disaat itu tidak ada teori tentang bagaimana melahirkan negarawan, namun pada kenyataan mereka memiliki  negarawan  yang  banyak.  Hal  tersebut  karena  mereka  serius  dalam  mencetak  para negarawan. Ada usaha setaraf yang dilaukan untuk itu.  

Salah satu rekaman penting dari Muslim Utsmani adalah bagaimana memunculkan mentalitas negarawan pada diri Muhammad Al Fatih. Melahirkan mentalitas negarawan pada dirinya dilakukan sejak  kanak‐kanak.  Terdapat  dua  guru  yang  berpengaruh  dalam  diri  al  Fatih  yaitu  Syaikh  Aaq Syamsuddin  dan Mulla‐al  Kirani.  Hal  pertama  yang  ditanamkan  pada  diri  al  Fatih  adalah  bahwa dirinyalah  yang  di  maksud  dalam  hadits  penaklukan  Konstatinopel11.  Syaikh  Aaq  tidak  sekedar menyampaikan  hadits  tersebut  dan  menyuruh  menghafal  hadits  tersebut,  namun  sampai menanamkan bahwa  ‘engkau, Muhammad bin Murad  II,  yang dimaksud oleh hadits  tersebut’.  Ini adalah penanaman visi kepada anak sedini mungkin. Kemudian pemberian pendidikan yang setaraf dan sejalan dengan visi tersebut yaitu Al Qur’an, Sunnah, Fikih, Ilmu‐ilmu ke Islaman, Bahasa Arab, Bahasa Persia, Bahsa Turki, Matematika, Astronomi, Sejarah dan Seni Berperang12 

Saat  ini adalah masa di mana negarawan  sudah berhasil diformulasikan dan  kemudian bisa diupayakan  dilahirkan melalui  formula  tersebut.  Salah  satunya  adalah  yang  termuat  dalam  buku Pemikiran  Politik  Islam  bab  berjudul  Negarawan.  Di  sana  dijelaskan  tentang  kriteria  negarawan adalah pemimpin politik yang kreatif dan inovatif, memiliki mentalitas leadership, mampu mengatur urusan kenegaraan, mampu menyelesaikan masalah dan mampu mengendalikan hubungan pribadi dan  urusan  umum13.  Juga  ditegaskan  bahwa  negarawan  tidak  selalu  pejabat,  dan  tidak  semua pejabat/penguasa adalah negarawan. Artinya negarawan bisa lahir dari orang biasa. 

Jika  kemudian  ingin  dicetak  generasi  yang memiliki  kualitas  sebagaimana Muslim  Utsmani maka  usaha  yang  setaraf  baginya  perlu  diupayakan.  Dan  berarti  setelah  penanaman  visi/tujuan, berikutnya adalah bagaimana upaya untuk mewujudkan tujuan. Berarti bagaimana berfikir tentang uslub dan wasilah yang diperlukan dalam mencapai tujuan atau ghayah tersebut.  

1. Upaya Pertama : Membangun Ritme Hidup yang Sesuai Visi, meninggalkan ritme Kapitalisme 

                                                            10 Hakekat Berfikir, Taqiyuddin An Nabhani, hal. 130 11 Bunyi tarjamah hadits tersebut “ Sungguh. Konstantinopel akan ditaklukan. Sebaik‐baik pemimpin adalah pemimpin [yang menaklukan]nya dan sebaik‐baiknya tentara adalah tentara [yang menaklukan]nya” 12 12 Sulthan Muhammad Al Fatih, Penakluk Konstantinopel, Dr Ali Muhammad Ash Shalabi, hal.186 13 Lihat Kitab Pemikiran Politik Islam hal.121 

Page 4: IMPLEMENTASI AT TAFKIR.pdf

4 | P a g e   

Kehidupan saat ini adalah kehidupan yang dipola oleh Kapitalisme. Ritme kehidupan manusia digerakkan  oleh  mesin  besar  materialisme.  Hanya  sedikit  orang  yang  menyadari,  namun  lebih banyak  yang  terseret  kepada  arus besar  ini.  Sehingga waktu,  energi,  konsentrasi dan dana  justru lebih  dibelanjakan  demi  mengikuti  gaya  hidup  ala  peradaban  Barat  ini.  Lalu,  dari  sedikit  yang menyadari,  lebih  sedikit  lagi  yang  berani  melepaskan  diri  dari  ritme  ini,  dengan  segala konsekuensinya. Tak sedikit tantangan dan ujian bagi siapa saja yang berenang kepinggir saat arus air mengalir deras ketengah dan semua orang juga  berenang ke tengah. 

  Kapitalisme  menyeret  seseorang,  biasanya  berawal  dari  kebutuhan  ekonomi.  Kenyataan kebutuhan  individual  atau  hidup  berkeluarga,  yang  bertemu  dengan  iming‐iming  standar  hidup sejahtera  secara  material  akan  mudah  melenakan  keteguhan  visi  dan  idealisme  seseorang. Dijelaskan  dalam  sebuah  kitab  dikatakan  bahwa  ketidakmauan  menanggung  resiko  akan memalingkan  dari  keseriusan14.  Disinilah  tantangannya,  apakah  seseorang  berani  menanggung resiko‐resiko yang akan dihadapi saat dirinya memilih membangun ritme dan pola hidupnya sesuai visinya ataukah menyerah dengan keadaan sekaligus menggunakan keadaan sebagai alasan. 

  Sebagai  sebuah  ideologi  kapitalisme memiliki  konsep  dan  pemikiran. Namun  konsep  dan pemikirannya  tidak  selalu  bisa  disaksikan  di  tengah  kehidupan.  Sebagai  langkah  implementatif Kapitalisme memiliki instrumen‐instrumen teknis yang bergerak di tengah masyarakat. Ini yang lebih mudah  disaksikan  dan  diindera. Melalui  instrumen  teknis  ini,  boleh  jadi  seseorang  yang menolak Kapitalisme secara konseptual, tanpa disadari  justru mengikatkan diri   dengan  instrumen teknisnya tersebut,  dan  dalam  kasus  tertentu  malah  terjerat    dengan  instrumen‐instrumen  tersebut. Instrument  teknis  ini paling banyak bisa disaksikan dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan dan sosial budaya. Pada saat tidak berani melepaskan diri dari jeratan ritme instrumen teknis inilah, saat visi  membangun  peradaban  Islam  akan  kehilangan  energinya,  meskipun  masih  eksis  di  benak seseorang.  Saat  ritme  hidupnya  telah  terbeli  oleh  Kapitalisme  maka  hilanglah  konsep  bahwa dakwahlah yang seharusnya menjadi poros keputusan‐keputusan penting dalam hidupnya.  

Perlu  ditegaskan,  bahwa  bersentuhan  dengan  instrumen  Kapitalisme,  tidaklah  selalu  bermasalah,  namun  yang  bermasalah  apabila  kemudian  ritme  hidup  dikendalikan  oleh  instrumen tersebut.  Tidaklah  masalah  apabila  seseorang  menggunakan  ATM  untuk  bertransaksi,  namun menjadi masalah apabila kemudian hutang ke Bank, dan akhirnya waktu dan konsentrasinya habis untuk membayar hutangnya tersebut. Tidak masalah untuk bekerja diinstitusi milik swasta ataupun negara NKRI, namun menjadi masalah bila kemudian dari shubuh sampai maghrib di kantor, setiap hari, sehingga waktu dakwah hanya tersisa di hari minggu, itupun harus berbagi dengan keluarga. 

 Oleh karena  itu dibutuhkan sebuah keberanian. Misalnya apakah seseorang sanggup tidak berkarir  di  kantornya,  akibat waktu  lebih  banyak  diberikan  kepada  pencapaian  visinya  ?  apakah sesorang pengusaha muslim yang sanggup merasa cukup dengan aset yang dimilikinya, akibat waktu dan  dana  lebih  banyak  dialokasikan  untuk  pencapaian  tujuan  hidupnya  atau  akibat  tidak bersentuhan  dengan  riba  ?  apakah  sesorang  sanggup  menahan  sindiran‐sindiran  dari  keluarga, karena  tidak  cukupnya waktu dan  dana untuk memiliki mobil  ?  Kesanggupan‐kesanggupan untuk menahan  itu  semua akan menentukan apakah  sesorang bisa  tercetak menjadi negarawan muslim ataukah  tidak.  Kesanggupan‐kesanggupan  untuk  siap  hidup  seadanya  [tidak  berlimpah  finansial] inilah  yang  nantinya  akan  membuat  seorang  memiliki  ritme  hidup  yang  terbebas  dari  lifestyle Kapitalisme. 

                                                            14 Lihat Kitab Hakekat Berfikir hal 134. 

Page 5: IMPLEMENTASI AT TAFKIR.pdf

5 | P a g e   

  Dalam  kitab  Hakikat  Berfikir  di  paparkan  bahwa  ’..yang menunjukkan  seseorang  berfikir serius  adalah  dia  melakukan  aktifitas  fisik  dan  aktifitas  fisiknya  ini  setaraf  dengan  apa  yang difikirkan..’.  Menghadapi  situasi  kapitalistik  seperti  saat  diperlukan  paling  tidak  empat  aktifitas berani  dan  beresiko  [  sebagai  wujud  keseriusan  ].  Pertama  adalah  menjauhkan  diri  dari  sikap pragmatis, kedua melakukan upaya preventif, ketiga melanjutkan upaya menjadi preventif‐solutif, keempat  adalah  solutif  total.  Pragmatis  misalnya    dengan  menyerahkan  anak  dididik  secara sekuleristik  akibat  malu  dengan  yang  lain.  Aktifitas  ini  harus  dihindari.  Preventif  misalnya memasukkan  pada  pendidikan  yang  tidak  sekuleristik,  agar  anak  selamat.  Ini  baik,  namun  tidak cukup. Preventif‐solutif misalnya memasukkan anak pada pendidikan yang tidak sekuleristik namun sekaligus sesuai dengan visi membangun peradaban  Islam, agar anak siap menyongsong tegaknnya peradaban tersebut. Solutif total misalnya merubah sistem pendidikan secara revolusioner.  

2. Upaya Kedua : Membentuk Individu yang Sesuai Visi 

Setelah melepaskan diri/mufaraqah dari Kapitalisme, berikutnya adalah membangun secara mandiri ritme dan gaya hidup sesuai visi yang diyakininya. Berarti meluangkan waktu yang banyak untuk  mampu  menjadi  kreatif  dan  inovatif  [termasuk  kreatif  inovatif  dalam  mencari  nafkah], meluangkan  waktu  yang  banyak  untuk  melatih  kemampuan  kepemimpinan  sesusai  Islam,  dan  meluangkan waktu  yang  banyak  agar mampu menyelesaikan  berbagai  persolan  umat.  Semua  itu harus segera dirancang dan dilaksanakan begitu lepas dari Kapitalisme dan tidak malah berdiam diri. 

  Salah satu yang pelajaran berharga dari Muhammad Al Fatih adalah bahwa orangtuanyalah yang berusaha mencetak al  Fatih menjadi negarawan  sejak masih  kanak‐kanak.  Langkah pertama adalah memilihkan guru yang sesuai dengan visinya. Langkah kedua memastikan materi pendidikan yang diberikan adalah materi yang menunjang terwujudnya visi dan cita‐cita besarnya. 

Saat  ini banyak pengemban dakwah  yang  telah berputra  atau merawat putra  saudaranya atau  tetangganya. Anak‐anak  yang menjadi  tanggung  jawab  kita  adalah  figur  berpotensi  terbesar yang akan bisa dicetak menjadi negarawan Muslim. Hanya  saja  langkah pertamanya harus  setaraf dengan  maksud  yang  hendak  dicapainya.  Bila  visi  orang  tuanya  adalah  mendirikan  Daulah Islamiyyah, maka guru bagi putra‐putri kita tentunya juga guru yang memiliki visi ‘mendirikan Daulah Islamiyyah di negeri ini’ dan bukan guru yang visinya ‘NKRI harga mati’.  

Orang  tua  yang  visinya membangun peradaban  Islam  tentunya  akan berbenturan dengan guru yang visinya mempertahankan peradaban sekuler. Akhirnya hanya akan membuat anak pecah kepribadiannya. Lebih parah  lagi  jika kemudian anak dalam dekapan guru sekulernya  lebih banyak dibanding dengan orangtuanya [ akibat orang tua sibuk mengikuti ritme kapitalisme ] maka  jadilah anak‐anak tersebut pengikut Kapitalisme. Apakah ini yang diinginkan ?  

Langkah  kedua  terkait dengan materi  yang dipelajari. Al  Fatih mendapatkan pengetahuan yang  memang  didedikasikan  dalam  rangka  untuk  siap  memimpin  umat  dengan  Islam  dan  siap menaklukan  Konstantinopel.  Belajar  tsaqofah  Islam  untuk  menjalankan  amanat  wahyu,  belajar kepemimpinan  untuk  bisa  melakukan  pelayanan  terhadap  umat,  belajar  sains  untuk  bisa menemukan cara menerobos benteng Konstantinopel.  

Saat  ini banyak pejuang dakwah  yang masih dalam posisi menuntut  ilmu.  Terkait dengan membentuk  figur negarawan dan menuntut  ilmu, persoalannya bukanlah    ijazah  tingkat   apa yang nantinya  akan  di  bawa  pulang.  Tapi  ilmu  apa  yang  sekarang  dipelajari  dan  apakah  ilmu  tersebut sejalan  dengan  visi  yang  dimilikinya  ?  Apakah menuntut  ilmu  agar mampu menjadi  negarawan pejuang Daulah  islam,  ataukah  sekedar mendapat  selembar  ijazah  ? Apakah  ilmu  yang  dipelajari 

Page 6: IMPLEMENTASI AT TAFKIR.pdf

6 | P a g e   

didedikasikan agar kreatif innovatif, mampu menyelesaikan umat, atau malah tidak jelas untuk apa ? Ilmu yang pertama kali harus dikuasai oleh seorang muslim adalah tsaqofah Islam [dikuasai sampai matang,  kokoh  dan  untuk  diamalkan],  baru  kemudian  ilmu‐ilmu  teknis,  baru  kemudian  tsaqofah asing  itupun untuk dikritisi.  

Jangan sampai  terbalik, waktu dan dana yang ada, digunakan untuk mempelajari  tsaqofah asing, baru  kalau  sempat belajar  tsaqofah  Islam15. Bertahun‐tahun dan berjuta‐juta digelontorkan demi mendapatkan selembar ijazah tsaqofah sekuler, namun hanya 3 jam seminggu dan seratus ribu sebulan yang di gunakan untuk mempelajari tsaqofah Islam. Bila demikian maka yang akan tercetak bukanlah negarawan sekualitas al Fatih, namun pekerja‐pekerja pelayan Kapitalisme. 

Memang  benar,  sebagaimana  telah  dijelaskan  dalam  kitab  Hakikat  Berfikir,  bahwa kemalasan akan menjadi penghalang bagi keseriusan dan ketidakberanian menanggung resiko, dan malu akan memalingkan dari keseriusan. Kemalasan dan ketidakberanian menanggung resiko  inilah yang nantinya akan menghambat proses mencetak negarawan dalam diri  individu atau anak‐anak. Ketakutan akan  ijazah dan pengakuan  formal dari negara sekuler akan menjadi pengganggu dalam proses pencetakkan negarawan bagi negara Daulah Islamiyyah.  

Hal  lain  yang  bisa  dijadikan  pertimbangan,  meskipun  tidak  mutlak,  adalah  info  tentang prediksi National Intellegence Council [NIC] yang meramalkan bahwa Khilafah Islamiyyah akan tegak 2020..(  sembilan  tahun  lagi,  sebuah waktu  yang  pendek  ).  Pertanyaan  berikutnya,    apakah  kaum Muslim di Nusantara berkeinginan agar Khilafah segera tegak  [ mis 2020  ] atau memilih nanti saja tegaknya  kalau  sudah  kaya dan  sebagainya  ?  Kalau Allah  SWT  ternyata berkenan  Khilafah  segera tegak, sudahkah diri kita, anak‐anak kita dan masyarakat kita siap menyambutnya ? ataukah malah kebingungan akibat terlanjur terseret dan terpola dengan ritme Kapitalisme ?   

C. Ketiga : Gambaran yang baik tentang fakta yang difikirkan 

  Siap  tidaknya  individu  dan masyarakat menyambut  tegaknya  khilafah  Islamiyyah,  setelah adanya maksud  yang  kuat  dan  usaha  yang  setaraf,  tergantung  pada  jelasnya  gambaran  tentang konsepsi  Fikrah  dan  Thariqah  Islam  di  benak mereka.  Jelas  bagi  negarawan  dan  jelas  pula  bagi masyarakat  yang  hendak  diajaknya  untuk  berubah.  Fikrah  Islam  dapat  sampai  dan  diyakini  umat apabila disampaikan secara serius oleh negarawan pengemban dakwah. Thariqah Islam akan terpatri dalam  dada  mereka  bisa  mampu  ditanamkan  secara  bil  hikmah  oleh  negarawan  pengemban dakwah. 

  Kebutuhan penggambaran  tentang peradaban  Islam dan  solusi‐solusi  Islam  terkait dengan berbagai persoalan  acapkali membutuhkan penjelasan  yang  tidak pendek dan  tidak  selalu  global. Penajaman masalah dan pendetailan solusi menjadi sebuah tuntutan logis yang harus diberikan oleh negarawan pengemban dakwah. Dan untuk mampu mencapai  kualitas  yang demikian  yaitu  fasih, lancar, tajam dan detail, diperlukan ritme yang sesuai visi dan usaha yang setaraf.  Juga dibutuhkan kreatifitas dan innovasi yang bermutu secara konseptual.  

Misalnya  terkait  dengan  gambaran  problematika  perekonomian  Indonesia.  Seorang negarawan  membutuhkan  pengetahuan  tentang  sejarah  ekonomi  Indonesia,  data‐data  ekonomi terkait, proses  regulasi ekonomi di  Indonesia, mana kesalahan konseptual dari ekonomi  Indonesia 

                                                            15 Bagaimana prioritas dalam belajar dipaparkan secara panjang lebar oleh Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam Kitab Syakhsiyyah Islamiyyah Juz 1. Bandingkan juga dengan Konsep dan Praktek Pendidikan Islam Syed Naquib Al Attas oleh Wan Mohd Noor Wan Daud. 

Page 7: IMPLEMENTASI AT TAFKIR.pdf

7 | P a g e   

dan mana yang  teknis. Bagaimana konsep ekonomi  Islam menyelesaikannya dan bagaimana solusi Islam secara implementatif dalam wujud perundang‐undangan [ dalam wadah Daulah Islamiyyah].  

Negarawan  adalah  individu  yang  akan mempengaruhi masyarakat.  Bagi  negarawan  tidak cukup  kapasitas dirinya  saja  yang harus diarahkan  sesuai  visinya. Baginya, masyarakat  juga harus diarah  sesuai  dengan  visinya.  Dengan  berbekal  pandangan  hidupnya  yang  khas,  keyakinan  akan makna  kebahagian  yang  dianutnya,  dan  seperangkat  konsep  hadlarah  yang  dikuasainya,  maka seorang negarawan akan serius dalam merubah masyarakat dan peradaban yang di anutnya. 

Keseriusannya tersebut bisa diwujudkan dengan secara serius melakukan dharbul alaqat16 di tengah‐tengah  masyarakat.  Dalam  setiap  kesempatan  seorang  negarawan  akan  selalu  mengikis kepercayaan umat kepada sistem/penguasa yang ada dan sekaligus membangun kepercayaan umat kepada  Islam.  Baik  saat  ronda,  saat  bekerja,  saat  chatting  di  facebook,  saat  mengajar  dan sebagainya.  Secara  serius  mengikuti  perkembangan  peristiwa,  secara  serius  mengupas  berbagai peristiwa melalui pisau  analisis dari  sudut pandang  Islam dan  selalu  serius  dalam menyampaikan kepada umat. 

  Ketika  melihat  masih  banyaknya  umat  yang  belum  tersentuh  dengan  mabda  Islam  dan dharbul alaqat membutuhkan banyak pendukung, maka seorang negarawan akan   berusaha serius mengajak  person‐person  yang  lain  untuk meyakini  dan  ikut  serta  dalam merubah  pola  fikir,  pola sikap  dan  pola  interaksi  masyarakat.  Pembinaan  terhadap  person‐person  tidak  hanya  sekedar menambah  jumlah  secara  statistik,  namun  lebih  serius  dibanding  itu,  yaitu  agar  person‐person tersebut  memiliki  kemampuan  untuk  melakukan  pertarungan  pemikiran  sekaligus  fasih  dalam menjelaskan  solusi  Islam bagi persoalan  kehidupan. Pembinaan dilakukan untuk mencetak politisi negarawan bukan sekedar ritual mingguan.  

Penutup 

  Salah satu syarat bagi adanya pengalaman politik bagi seorang politisi dan negarawan adalah informasi  sejarah.  Sehingga  tidak  salah  bagi  pejuang  dakwah  rajin  melihat  sejarah  negarawan‐negarawan muslim di masa  lalu. Bukan dalam  rangka mengkultuskan atau menjadikannya  sebagai dalil,  namun  untuk mengambil  pelajaran  bahwa  untuk menjadi  pejuang  Islam  dibutuhkan  upaya yang serius. Sanggup untuk menderita, sanggup untuk konsisten, sanggup untuk melewati onak dan duri, sebagai buah  keimanan yang mantap. 

Bila di atas telah dibahas negarawan Muslim Utsmani, maka dikesempatan lain bisa dibahas pula negarawan‐negarawan Muslim Nusantara di masa lalu. Sebutlah mulai dari Nuruddin Ar Raniri, Syamsuddin Al Palembani, Abdurrauf As Singkili, Syaikh Arsyad Al Banjari, Syaikh Yusuf Al Makasari, Syaikh  Mahmud  At  Termasi,  Shah  Alam  Akbar  Raden  Fattah,  Sunan  Giri,  Sunan  Ampel,  Sunan Gunung  Jati,  Tuanku  Tambusai,  Tuanku  Nan  Rentjeh,  Sultan  Agung  Hanyokrokusumo,  Pangeran Diponegoro, Kyai Mojo, Kasman Singodimejo, HOS Cokroaminoto, Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, Muhammad Natsir, Buya Hamka dan sederat nama  lain yang Allah SWT telah memuliakan mereka dengan amal‐amal mereka.  

Tinggal kita hari ini, sanggupkah kita menauladani mereka agar Allah SWT juga memuliakan kita dengan amal‐amal kita,  terutama dengan  tegaknya Daulah  Islam di Nusantara ? Semoga Allah SWT bersama kita.Amin. 

                                                            16 Lebih lanjut tentang dharbul alaqat bisa dibaca di kitab Dukhul Mujtama