ilmutasawuf

167
 TASAWUF  TASAWUF Rangkuman ceramah mingguan oleh: Bp. Achmad Chodjim http://www.geociti es.com/sus_ tuntang/hakikat_ tasawuf.doc http://www.geocitie s.com/sus_tunta ng/paradig ma_dan_ma sa_depan_isl am.rtf Bagian ke-1  Di atas tahun 80-an tasawuf atau sufisme menjadi nge-tren di dunia. Bahkan di Indonesia set ela h tahun 90- an tasawuf bany ak diminati orang. Seminar dan kursu s-kur sus tent ang tasawuf diadak an di hotel - hotel atau di gedung-gedung mewah. Lebih-lebih dalam suasana krisis, tasawuf semakin dicari orang.  Jika kita melihat di toko-toko buk u, semakin hari s emakin banyak buku tasawuf yang dipajang. Buku-buku tasawuf itu meliputi tulisan orang In do ne si a, mau pu n te rj emahan dari buku-b uk u ta sawuf yang berbahasa asing, khususnya terj emahan dari bah asa Ar ab. Dan sekarang bisa kita jumpai buku-buku tasawuf yang ditulis pada masa 700 ? 1000 tahun yang lalu. Mengapa sekar ang ini tasawuf semaki n di mi nati or ang ? Manusi a modern sebenarnya manusia yang mengalami alienasi (keterasingan)  jiwa. Persaingan dalam berebut benda ternyata melelahkan pikiran. Ketegangan-ketegangan dalam hidup sering dialami. Dalam kehidupan moder n, manus ia seri ng terp erangkap oleh kebahagian- kebahagian semu. Yaitu, kebahagiaan yang direkayasa, bukan kebahagiaan yang tumbuh dari dalam diri manusia itu sendiri. Dalam kehidupan modern manusi a diiming-i ming dengan status, posisi , serti fikat, merek, dan berbagai macam si mbol. Akhirnya pi kiran manusi a melekat pad a topeng-topeng ini. Jika sudah terjerat oleh topeng kehidupan, manusia mer asa ter junjung dan tersanjung. Yang dal am keadaan tertentu menyebabkan lupa diri. Nah, untuk menghadapi problema-problema  psikologis ini ada yang lari ke berbagai macam hiburan dari yang ringan hingga yang paling berat yaitu “narkoba”; dan ada pula yang mencar i solusi damai den gan mengikuti kegiatan- kegiatan agama. Ternyata, ternyata....., yang dirasakan bersentuhan langsung dengan kesejukan hati adalah “tasawuf”. Itulah sebabnya tasawuf sekarang ini banyak diminati orang, baik oleh orang-orang Islam sendiri, maupun orang- orang non-musl im. Bahkan di Eropa maupun Amer ika sekar ang ini banyak orang non-muslim yang menjadi anggota jamaah tasawuf.

Upload: vanvooath

Post on 30-Oct-2015

104 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 1/167

 TASAWUF TASAWUFRangkuman ceramah mingguan oleh:

Bp. Achmad Chodjim

http://www.geocities.com/sus_tuntang/hakikat_tasawuf.doc

http://www.geocities.com/sus_tuntang/paradigma_dan_masa_depan_islam.rtf 

Bagian ke-1

 Di atas tahun 80-an tasawuf atau sufisme menjadi nge-tren di dunia.Bahkan di Indonesia setelah tahun 90- an tasawuf banyak diminatiorang. Seminar dan kursus-kursus tentang tasawuf diadakan di hotel-hotel atau di gedung-gedung mewah. Lebih-lebih dalam suasana krisis,tasawuf semakin dicari orang.

 Jika kita melihat di toko-toko buku, semakin hari semakin banyak bukutasawuf yang dipajang. Buku-buku tasawuf itu meliputi tulisan orangIndonesia, maupun terjemahan dari buku-buku tasawuf yangberbahasa asing, khususnya terjemahan dari bahasa Arab. Dansekarang bisa kita jumpai buku-buku tasawuf yang ditulis pada masa700 ? 1000 tahun yang lalu.

Mengapa sekarang ini tasawuf semakin diminati orang? Manusiamodern sebenarnya manusia yang mengalami alienasi (keterasingan) jiwa. Persaingan dalam berebut benda ternyata melelahkan pikiran.

Ketegangan-ketegangan dalam hidup sering dialami. Dalam kehidupanmodern, manusia sering terperangkap oleh kebahagian-kebahagiansemu. Yaitu, kebahagiaan yang direkayasa, bukan kebahagiaan yangtumbuh dari dalam diri manusia itu sendiri. Dalam kehidupan modernmanusia diiming-iming dengan status, posisi, sertifikat, merek, danberbagai macam simbol. Akhirnya pikiran manusia melekat padatopeng-topeng ini. Jika sudah terjerat oleh topeng kehidupan, manusiamerasa terjunjung dan tersanjung. Yang dalam keadaan tertentumenyebabkan lupa diri. Nah, untuk menghadapi problema-problema psikologis ini ada yang lari ke berbagai macam hiburan dari yangringan hingga yang paling berat yaitu “narkoba”; dan ada pula yang

mencari solusi damai dengan mengikuti kegiatan-kegiatan agama.Ternyata, ternyata....., yang dirasakan bersentuhan langsung dengankesejukan hati adalah “tasawuf”. Itulah sebabnya tasawuf sekarang inibanyak diminati orang, baik oleh orang-orang Islam sendiri, maupunorang-orang non-muslim. Bahkan di Eropa maupun Amerika sekarangini banyak orang non-muslim yang menjadi anggota jamaah tasawuf.

Page 2: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 2/167

Tentu saja hal ini bisa menimbulkan kecemburuan di kalangan umat Islam formalis, yaitu orang-orang Islam yang lebih berpegang teguh pada aturan lahiriah agama atau syariat. Menghadapi perkembangan yang pesat ini kalangan formalis merasa kehilangan pamor. Karena itubeberapa orang (tidak banyak) di kalangan formalis ini menulis buku

 yang isinya mengecam ajaran tasawuf, bahkan ada yang tegamemfitnah bahwa ajaran tasawuf itu bid’ah dan menyesatkanmanusia.

Orang yang membid’ahkan tasawuf adalah orang-orang yang tidak memahami ajaran tasawuf, pada pokoknya mereka tidak memahamiajaran Islam secara menyeluruh. Mereka menganggap tasawuf itu lahir dari kalangan luar Islam. Untuk membuktikan ini mereka cari-caridefinisi kata tasawuf, yang katanya tidak ada di dalam Al Quran dan AlHadis. Jadi, mereka lebih disibukkan mencari kulit daripada mencari isiatau substansi ajaran. Jika saja mereka sadar bahwa apa yang

diajarkan oleh tasawuf itu budipekerti atau akhlak yang diajarkan olehRasul Allah, maka mereka pasti akan berhenti membid’ahkan parasufi. Mengapa? Karena apa yang dipraktikkan oleh Rasul dalamkesederhanaan hidupnya, apa yang diteladani oleh Abu Bakar dalammenyumbangkan hartanya, apa yang dicontohkan oleh Umar binKhaththab dalam istana gubuknya, serta apa yang dilakukan oleh Alibin Thalib dalam menegakkan keadilan, itulah yang disebut tasawuf!

Landasan tasawuf adalah kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya,melakukan zikir sebanyak-banyaknya, dan akhirnya menjadi hambamanifestasi Ilahi, yang dalam ajaran tasawuf Jawa disebut 

“manunggaling kawula klawan Gusti”, kesatuan hamba dan Tuhan.Marilah kita simak dalil-dalil Qurani dan Al-Hadis di bawah ini.1. Surat Ali Imran/3:31,Qul in kuntum tuhibbuunallaaha fattabi-‘uunii yuhbibkumullaahu wa yaghfirlakum dzunuubakum wallaahu ghafuurun rahiim.Katakan, “Jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allahmencintai kamu dan menutupi dosa-dosa kamu. Allah MahaPengampun dan Maha Pemurah,” 

2. Surat Al Baqarah/2:115,Wa lil-laahi l-masyriqu wa l-maghribu fa ainamaa tuwalluu fatsamma

wajhullaahi innallaaha waasi-‘un ‘aliim.“Dan kepunyaan Allah Dunia Timur dan Barat itu. Karena itu, kemanasaja kamu menghadap, di situlah Wajah Allah. Sesungguhnya AllahMaha Luas dan Maha Mengetahui.” 

3. Surat Al Ahzab/33: 41 ? 43,Yaa ayyuha l-ladziina aamanu dz-kuru llaaha dzikran katsiira. Wasabbihuuhu bukratan wa ashiila. Huwa l-ladzii yushallii ‘alaikum wa

Page 3: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 3/167

malaa-ikatuhuu li yukhrijakum mina zh-zhuluumati ila n-nuuri wakaana bi l-mu’miniina rahiima.“Wahai orang-orang yang beriman, berzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pagi dan petang. Dia-lah yang melimpahkan rahmat kepadamu, begitu pula para malaikat-Nya,

dengan maksud mengeluarkan kamu dari kegelapan menujukehidupan yang bercahaya; dan Dia menyayangi orang-orang yangberiman.” 

4. Surat Qaaf/50:16,Wa laqad khalaqna l-insaana wa na‘lamu maa tuwaswisu bihi nafsuhuwa nahnu aqrabu ilaihi min habli l-wariid.“Dan sungguh Kami telah menciptakan manusia dan Kami mengetahuiapa yang dibisikkan oleh jiwanya. Kami lebih dekat kepadanyadaripada urat lehernya.” 

Untuk bagian pertama ini, kita cukup mengupas dan mengulas enamayat lebih dulu. Enam ayat inilah yang dijadikan landasan awal dalamhidup bertasawuf. Jika diumpamakan orang naik tangga, maka harusmelalui tangga dasar yang kokoh. Dengan fondamen yang kokoh inilah para ahli tasawuf mengembangkan Agama Islam. Dan dari sejarahdiketahui bahwa perintis Islam di seantero jagat adalah para sufi,orang-orang tasawuf. Mereka inilah yang memperkenalkan Islamdengan hikmat dan pelajaran yang baik.

Baru kemudian diisi oleh kalangan formalis. Umumnya kalanganformalis menjumpai kegagalan dalam mengembangkan Agama Islam.

Mengapa demikian? Karena oleh kalangan formalis, syariat Islam itudikonfrontasikan dengan adat-istiadat atau budaya setempat.Sehingga mereka dijauhi oleh umat. Lihat saja bulan Ramadhankemarin, demi khusyuknya pelaksanaan ibadah puasa, pihak-pihak  yang merasa sangat formalis ini ribut menutup kafe, restoran, danintinya meminta orang menghormati puasa. Lho, beragama ituseharusnya tidak untuk minta dihormati. Orang harus menjalankanagama dengan santun Sehingga agama itu bisa memikat hati orang yang melihatnya.

 Jika kita memahami landasan pada ayat pertama, maka harapan orang

bertasawuf adalah ‘mahabbah’ atau jatuh cinta kepada Allah. Tentusaja untuk mencintai Allah Yang Maha Gaib itu, manusia harusmempunyai pedoman. Dan yang menjadi pedoman itu adalah “ittiba‘” atau mengikuti Rasul. Ketika Rasul hadir secara fisik di tengah-tengahumat, maka mengikuti Rasul berarti secara langsung mematuhi perintah dan larangannya secara aktual. Namun, setelah secara fisik beliau tidak ada di tengah-tengah umat, beberapa sahabat berusahauntuk mengajarkan Islam sebagaimana yang diteladankan oleh Rasul.

Page 4: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 4/167

 Abu Bakar tampil sebagai seorang khalifah yang sederhana. Harta-bendanya didermakan untuk kepentingan umat. Dia tidak menyisakankekayaan materi untuk dirinya. Ketika dia dibaiat sebagai khalifah,dengan sederhana dia mengucapkan, “Taatilah saya selama saya

menaati Allah dan Rasul-Nya. Dan bila tidak taat, maka tak adakeharusan bagi kalian untuk menaatiku.” Suatu pidato pengukuhan yang pendek, tetapi tegas. Mungkin setelah itu tak ada keberanianbagi seorang penguasa mengucapkan demikian. Bahkan kalimat yang pertamanya adalah, “Saya telah diangkat sebagai pemimpin kalian,tetapi saya bukanlah orang yang terbaik di antara kalian.” Juga sukamengganjal perutnya jika kelaparan, sebagaimana yang diteladankanNabi. Dia lebih suka memilih demikian daripada makan makanan yangtidak tahu halal dan haramnya.

Ijtihad mulai dilakukan oleh Umar. Umar menampilkan diri sebagai

seorang khalifah yang amat sederhana. Administrasi militer dan pemerintahan ditegakkan. Penguasaan Al Quran lebih didorong,sedangkan catatan-catatan yang disebut Hadis Nabi dimusnahkan. Halini dia lakukan agar umat bersemangat dalam mempelajari Al Quran.Karena akhlak Rasul Allah s.a.w. adalah Al Quran itu sendiri (Al Hadis,sumber Aisyah). Meskipun sebagai kepala pemerintahan dia berhak mendapatkan istana gedung dan pengamanan dirinya, tetapi diameilih tinggal di gubuk beratap rumbai. Meskipun malam banyak jagauntuk berzikir, siangnya tetap bersemengat dalam mengendalikan pemerintahan.

Utsman diangkat sebagai khalifah yang ke tiga. Di zaman pemerintahannya berkecamuk berbagai fitnah dan hasudan.Kelembutan jiwanya tak diragukan lagi. Dia tetap tidak maumenggunakan tindak kekerasan dan kekuatan bersenjata dalammenghadapi fitnah. Seandainya harus terjadi pertumpahan darah, diamemilih darahnya sendiri yang harus tertumpah, dan bukan darahkaum muslimin. Ketika pemberontak mengepung rumahnya sambilmenghunus pedang, sedangkan baginya terbuka untuk menumpasnya,dia tetap menolak untuk melakukan pembasmian itu dengan ucapan:“Saya tak mau menemui Allah sedang di pundak saya ada percikandarah dari seorang Muslim.” 

Khalifah Ali mewarisi pemerintahan yang penuh kekacauan. Namun diahadapi semua itu dengan penuh ketenangan. Meskipun para pejabatnya menyediakan istana negara yang megah dan besar, diamenolaknya untuk menghuni di istana itu. Ini tidak berarti sekarangseorang presiden harus meninggalkan istana negara. Tetapi, hal inimenunjukkan bahwa seorang kepala negara harus memperhatikankeadaan warganya. Para khalifah adalah orang-orang yang lebih

Page 5: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 5/167

mementingkan umatnya daripada dirinya. Karena itu Ali pun lebihmemilih cara-cara yang layak sesuai kondisi rakyat. Dia memberi petunjuk orang-orang yang melakukan kesalahan, dan memberibantuan kepada yang lemah. Meskipun sebagai khalifah, suatu saat Alitetap membawakan barang kebutuhan orang-orang tua yang dia

 jumpai. Ketika sahabat-sahabat yang tahu hal ini hendak mengambilalih bawaan itu, Ali menolak sambil menyitir Al Quran: “Negeri Akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak ingin menyombongkandiri dan berbuat kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al Qashash/28:83)

Ketika di Syam, Muawiyah menghasut masyarakat untuk mencaci makidan mengutuk Ali, di Kufah khalifah mencegah rakyatnya untuk membalas mencaci maki Muawiyah, dan menimnta rakyatnya untuk berdoa: “Ya Allah, peliharalah darah kami dan darah mereka, persengketaan kami dengan mereka.” 

Nah, demikianlah para sahabat besar itu memberikan keteladananhidup sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi. Semua bentuk akhlak  yang mereka tampilkan itu sebagai wujud kecintaan mereka kepada Allah dengan cara mengikuti keteladanan Rasul Allah. Harapan merekaadalah ampunan atau perlindungan dari Allah, Tuhan semesta alam.Keteladanan-keteladanan yang mulia inilah yang diwarisi oleh mereka yang memilih jalan kesufian. Mereka tak mau bid’ah-membid’ahkansesama umat. Mereka memberikan contoh yang bisa menentramkanhati orang yang sedang gundah.

 Jalaluddin Rumi mengajar mereka yang non-muslim dengan sepenuhhati, tanpa meminta mereka pindah agamanya. Mereka, para murid yang terdiri dari orang-orang Muslim dan non-muslim, diperlakukansama baiknya. Ajaran “tidak ada paksaan dalam agama” (QS 2:255)dipraktikkan dengan benar. Betul-betul tidak ada paksaan! Jika adaorang yang tertarik dan pindah ke Islam, ya diterima dengan baik. Jikatetap teguh dengan agamanya ya tetap dipuji. Dengan cara ini, orang-orang Turki yang semula hanya 20% penduduknya yang beragamaIslam ketika Rumi pindah ke Turki, akhirnya dengan kesadarannyasendiri rakyat Turki banyak yang pindah ke Agama Islam. Sehingga diakhir hayatnya, ada 60% penduduk yang beragama Islam.

Sejarah para wali di Jawa sebenarnya juga demikian. Islam diterima di Jawa dengan penetrasi damai. Walaupun tidak menutup mata bahwaditingkat kekuasaan negara, para wali itu pun berebut pengaruh. Danhal ini maklum, karena yang asli Jawa itu cuma Sunan Kalijaga.Namun, di hadapan umat mereka berusaha melakukan akulturasi yangmenyejukkan rakyat. Mereka tetap mencoba memberikan langkah-langkah dalam kedamaian hidup di dunia ini.

Page 6: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 6/167

Kesederhanaan masjid-masjid yang di nusantara sebenarnyamenunjukkan bahwa yang membawa ajaran Islam adalah mereka yangberperilaku hidup tasawuf. Adanya Islam “wetu telu” atau shalat ditiga waktu yaitu subuh, zuhur dan magrib, di Lombok ke timur dan di

Talaud di Sulut menunjukkan yang memperkenalkan Islam itu parasufi. Para ahli tasawuf ini tak mau unjuk kesombongan. Jadi, secaragradual mereka menyemai Islam dengan cara damai.

Hidup bertauhid seperti ayat nomor 2 di atas sangat ditekankan.Kemana saja manusia itu memalingkan dirinya, niscaya ia tetapmenghadap Wajah Allah. Sekali lagi, menghadap Wajah Allah! Hal iniharus dipahami benar, mengapa tidak dinyatakan “menghadap Allah” saja, melainkan menghadap Wajah Allah. Karena, apa saja yang ada di penjuru mata angin, bukanlah Allah. Islam tidak mengajarkan pantheisme, bahwa Allah adalah keseluruhan alam ini. Islam

mengajarkan bahwa semua ini ada karena dihadirkan oleh Allah. DiaMaha Meliputi segala sesuatu. Dengan demikian, kemana saja kitamenghadapkan diri kita, di situlah kita melihat kehadiran Allah. TanpaDia tak akan ada wujud alam semesta ini. Wujud alam inimenunjukkan kehadiran-Nya. Karena itu kemana kita memandang,maka yang kita pandang adalah Wajah Allah.

Dengan fundamen yang kokoh itu, layaklah sebagai hamba kita diseruuntuk senantiasa berzikir kepada Allah sebanyak-banyaknya, danbertasbih dari pagi hingga petang. Dengan lain kata, berzikir kepada Allah yang mengiringi aktivitas kita sepanjang hari. Hal ini

dimaksudkan agar nurani kita semakin tajam dalam hidup ini.Sehingga kita bisa keluar dari kegelapan hidup ini menuju daerahkehidupan yang terang, yang bercahaya, yang transparan. Jika hidupini bisa kita jalani dengan Ajaran yang mulia ini niscaya kita tidak timbul saling curiga dalam kehidupan bersama, bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara. Berzikir untuk selalu ingat Yang dicintai, yaitu Allah. Bertasbih adalah tindakan untuk menjauhkan diri darisegala sifat yang tidak terpuji. Tindakan untuk menjauhkan diri darisegala yang tidak patut dilakukan sebagai kekasih Allah. Jadi,bertasbih alias memahasucikan Tuhan, bukanlah cuma mengucap“subhaanallah”. Tetapi ia merupakan perbuatan yang nyata-nyata

untuk menjauhkan segala sifat yang tidak patut diatributkan kepadaTuhan. “Subhaana rabbika ammaa yaashifuun,” Mahasuci Tuhanengkau dari apa yang mereka sifatkan.

Semua perbuatan bajik itu ditunaikan oleh orang-orang yangmencintai Tuhan karena mereka sadar bahwa Kekasih mereka ituselalu mengawasi mereka. Mereka merasa hidup ini dalam pengawasan Tuhan. Para pencinta itu tak ingin ditinggalkan oleh Sang

Page 7: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 7/167

Kekasih. Mereka sadar bahwa kehadiran Sang Kekasih itu lebih dekat kepada jiwa-jiwa mereka daripada urat nadi leher mereka. Bisikansekecil apa pun kepada jiwa mereka pasti diketahui. Ada prinsiptransparansi dalam akuntansi kehidupan ini.

Bagian ke-2

Pada bagian ke satu, telah dikutipkan surat Aali Imraan/3:31 yangterjemahannya sebagai berikut, “Jika kamu mencintai Allah makaikutilah aku, niscaya Allah mencintai kamu dan menutupi dosa-dosakamu. Allah Maha Pengampun dan Maha Pemurah.” 

Dalam kehidupan ini banyak orang yang tidak bisa membedakanantara kata “mengikuti” dan “meniru”. Yang diperintahkan kepadaumat manusia adalah “mengikuti” atau “ittiba‘”, bukan meniru. Hal ini jelas, karena manusia bukanlah hewan. Manusia adalah sebuah

kepribadian yang bisa tumbuh dan berkembang. Manusia adalahkepribadian yang dapat tumbuh dewasa. Mula-mula manusia tumbuhmenjadi “kanak-kanak” yang sifatnya hanya meniru. Ia berusahameniru perilaku di lingkungannya. Dalam bahasa agama, ia dikatakantumbuh secara “taqlid”.

Mengapa peniruan oleh kanak-kanak ini disebut taqlid? Karena tahap pemikiran kanak-kanak belum berkembang dengan baik. Sedangkanmeniru adalah tahap pertama dalam proses pendewasaan pribadinya.Kanak-kanak ingin melakukan apa saja yang dilihatnya. Ia belum bisamengerti alasan mengapa perbuatan tertentu dilakukan oleh orang-

orang di sekelilingnya. Seandainya kanak-kanak itu bisa berjanggut,maka ia akan memelihara janggutnya bila orang-orang di sekitarnyaberjanggut. Contoh yang paling konkret dalam bertaklid adalah“merokok”. Perbuatan merokok yang dilakukan oleh para remajaadalah produk dari taklid. Akhirnya, perbuatan ini menjadi kebiasaansampai dewasa dan tua, mungkin seumur hidupnya.

Banyak sekali perbuatan agamis kita ini juga hasil dari taklid ketikakita masih kecil atau ketika kita bersentuhan pertama kali denganajaran-ajaran agama. Kalau toh sekarang ini kita mengaji Al-Quran dan Al-Hadis, lebih banyak ayat-ayat itu sebagai pembenaran atau

“justifikasi” bagi kepercayaan atau perbuatan yang telah kita lakukan.Sebaliknya, kita ini jarang sekali yang menelaah Al Quran dan Al Hadisuntuk melahirkan suatu produk yang berupa perbuatan etika (sopan-santun), estetika (keindahan), dan spiritual (semangat hidup) yangunggul. Semenjak mandegnya kemunculan tokoh-tokoh besar Islam1.000 tahun yang lalu, praktis umat Islam hanya bertaklid kepadamereka.

Page 8: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 8/167

Perbedaan-perbedaan yang muncul dari sikap taklid ini tidak menghasilkan rahmat bagi umat Islam. Bahkan sering perbedaan inimenjadi bencana atau mala petaka bagi umat. Mengapa demikian?Karena perbedaan itu tidak tumbuh dari pencarian. Perbedaan yangtumbuh dari peniruan, akan melahirkan “claim-claim” kebenaran.

Banyak orang yang beranggapan bahwa apa yang ditirunya (bukandiikutinya, sekali lagi bukan diikutinya) sebagai yang paling benar. Akhirnya, orang berebut benar sendiri. Orang lain yang tidak sepahamatau seperti apa yang ditirunya dianggap berada dalam jalan yangsalah. Ia merasa telah berada di atas dalil yang benar; padahal daliltadi hanyalah intepretasi atau paham mursyid, gurunya.

Nah, tasawuf mengajak kita untuk beramal dengan arif. Tasawuf mengajak kita untuk mencari hikmah Allah. Tak ada kampus atausekolahan di dunia ini yang memberikan pelajaran hikmah atau“wisdom”. Hikmah adalah barang orang mukmin yang hilang, karena

itu marilah kita cari, dan di mana pun ia berada harus kita temukan,dan kita ambil. Kitasusuri melalui jalur syariat, kita gunakan cara(tarekat) untuk menemukannya. Lalu kita pahami hakikatnya, danlahirlah hikmah. Dengan hikmah yang diberikan kepada kita maka kitamemperoleh kebajikan yang banyak. Akhirnya, dada kita terasalapang. Dan, lapang dada adalah sarana untuk mendapatkan hikmah.

Surat Al Baqarah/2:269,

“Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki. Danbarangsiapa yang menerima hikmah, sungguh ia telah diberi kebajikan

 yang banyak. Tak ada yang dapat memahami pelajaran kecualikelompok albab.” 

Kata “khairan katsiira” pada ayat di atas sebenarnya tidak cukupditerjemahkan dengan “kebajikan yang banyak”. Makna “khair” yanglain adalah sesuatu yang sangat baik, rahmat, keistimewaan,keuntungan, dan kesejahteraan. Sehingga proses untuk mencapaistatus “Hamba-Tuhan” atau “Manunggaling kawula-Gusti” adalah proses pencarian hikmah. Dan seperti yang telah saya jelaskan pada pelajaran-pelajaran sebelumnya, kalimat “siapa yang dikehendaki-Nya” tidak berarti Tuhan berbuat sewenang-wenang. Arti yang

sebenarnya kalimat tersebut adalah Dia menghendaki siapa yangmenghendaki-Nya. Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad menjadinabi, bukan karena mereka semata-mata dikehendaki menjadi nabi;tetapi mereka adalah orang-orang yang telah berjuang keras mencari-Nya.

Kedua ayat tersebut, yaitu 3:31 dan 2:269 merupakan ayat yangsaling melengkapi untuk memahami tasawuf. Pada 3:31 yang

Page 9: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 9/167

ditekankan adalah kecintaan atau “mahabbah” dari Allah kepadahamba-Nya yang sungguh-sungguh mencintai-Nya. Jika Allahmencintai hamba-Nya maka ditutupinya semua dosa hamba-Nya. Jika Allah menutupi segala dosa hamba-Nya tidak berarti dosa itu dihapusseperti kita menghapus papan tulis yang kotor, tetapi hamba tersebut 

menerima hikmah dari ssi-Nya. Dengan hikmah tersebut hamba dapat bertindak atau beramal yang mendatangkan keuntungan yang besar.Sehingga dosa atau kerugian yang ada itu tertutupi atau terlunasi.

 Jika ujung ayat 3:31 berbunyi “Allah Maha Pengampun dan MahaPenyayang”, maka ujung ayat 2:269 adalah “Tak ada yang dapat memahami pelajaran atau ayat-ayat Tuhan, kecuali kaum albab. Kaumalbab adalah mereka yang mampu menyatukan dada dan kepala, hatidan otak, atau perasaan dan nalarnya. Karena itu mereka layak menerima hikmah. Sedangkan pengampun dan penyayang adalahsifat asli Tuhan. Artinya, Tuhan senantiasa merespon hamba-Nya yang

betul-betul memohon ampun dan kasih-sayang-Nya, yang dalam ayat di atas disebutkan sebagai “mencintai Tuhan” yang dibuktikan dengancara berittiba‘ atau mengikuti Rasul s.a.w.

Dalam QS 3:32 disebutkan bahwa mengikuti Rasul itu harusdiwujudkan dengan tindakan menaati atau mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Namun, kebanyakan orang memiliki pengertian yang salahtentang kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah seringdisamakan dengan Al Quran, sedangkan Rasul disamakan dengan AlHadis. Allah Yang Maha Hidup dan Maha Besar itu dikecilkan menjadisekadar sebuah Kitab Suci. Inilah kesalahan yang sangat fatal.

 Allah adalah Allah! Allah bukanlah Taurat, Zabur, Injil, atau Al Quran.Semua kitab suci hanyalah sebagian kecil dari kalam-Nya. Seandainyalautan itu dijadikan tinta dan pohon-pohon di muka bumi ini dijadikan pena, maka telah keringlah tinta itu sebelum habis kalam Tuhan.Kalam-Nya yang ditulis dalam kitab-kitab itu hanyalah miniatur darikebenaran Ilahi. Karena kitab suci itu miniatur dari kalam-Nya makadiperlukan pemahaman pesan-pesan-Nya. Kalau hanya sekadar membaca kulitnya, selamanya tak akan pernah mengerti isi kitab sucitersebut.

Surat Al Kahfi/18:109 menyebutkan,

“Qul lau kaana l-bahru midaadal li kalimaati rabbii lanafida l-bahruqabla antanfada kalimaatu rabbii wa lau ji’naa bi mitslihii madadaa.” 

“Katakanlah, seandainya air laut itu sebagai tinta untuk menuliskalimat-kalimat Tuhanku, niscaya air laut itu kering sebelum kalimat-kalimat Tuhanku habis dituliskan; bahkan jika ditambahkan sebanyak itu.” 

Page 10: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 10/167

 Jadi, jelaslah bahwa kalam Allah itu tak terhingga. Karena kalam Allahitu seluas ilmu-Nya. Dan, keluasan Allah di banyak ayat dinyatakandengan iringan kemahatahuan-Nya, yaitu “Innallaaha waasi-‘un‘aliim”, sesungguhnya Allah Maha Luas dan Maha Mengetahui. Nah,

belajar tasawuf sebenarnya mempelajari bagaimana caranyamencintai Allah dan mendekatkan diri ke maqam-Nya atau ke Hadirat-Nya. Dia adalah Dzat Yang Maha Hidup, sedangkan kitab suci memuat kalam-Nya. Dia tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, sedangkan kitabsuci bersifat kontekstual yang ada di dalam ruang dan waktu. Dan, AlQuran sebagai salah satu kitab suci, ia berkaitan dengan bahasa danbudaya Arab, lebih tepatnya Arab Qureisy.

Lalu bagaimana dengan Muhammad Rasul Allah? Rasul adalahmanusia yang diutus untuk mengajarkan kalam Allah tersebut. Seperti yang dikatakan dalam firman-Nya dalam surat al Ghaasyiyah/88:21-

22, “Fadzakkir innamaa anta mudzakkir, lasta ‘alaihim bi mushaithir”,Sampaikan ajaran (Tuhan) karena sesungguhnya engkau orang yangmenyampaikan ajaran, dan engkau bukanlah orang yang ditugasiuntuk menguasai mereka. Dan ayat senada ada pada QS 87:9, yaituNabi s.a.w. diperintah untuk menyampaikan ajaran, karena ajaran dariTuhan itu bermanfaat bagi manusia.

Kemudian, dimana letak Al Hadis dalam pengajaran kalam Ilahi kepadaumat manusia? Jadi, di dalam mengajarkan kalimat-kalimat Tuhankepada manusia, Nabi memberikan contoh-contoh yang pas bagi yangbeliau ajar. Nabi memberikan contoh sesuai dengan daya tangkap dan

tingkat kecerdasan orang-orang yang beliau ajar. Karena itu hadis-hadis itu sifatnya kasuistis. Al Hadis adalah produk atau jawaban bagimasalah yang dihadapi oleh umat pada waktu kehidupan Rasul dibumi. Sehingga Al Hadis harus ditempatkan sebagai referensi dalammemahami ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi. Masalah dalamkehidupan manusia terus berkembang karena adanya perubahanlingkungan hidup manusia. Untuk memberikan solusi yang islami,umat Islam harus merujuk kepada Nabi, bukan meniru Nabi. Beliautelah memberikan “uswatun hasanah” atau contoh-contoh yang baik dalam memberikan solusi.

Masalah yang paling pokok bagi manusia adalah masalah psikologis,masalah yang terkait dengan faktor kejiwaan. Dapat dikatakan 95% problem manusia adalah problem yang muncul dari jiwanya. Dan,agama-agama diturunkan kepada manusia adalah untuk memberikan jawaban bagi jiwa manusia agar manusia menjadi terarah hidupnyadan dapat menemukan jalan hidupnya. Oleh karena problema manusiaitu problema jiwanya, dan daya tangkap dan kecerdasan manusia ituberbeda-beda, maka untuk hal-hal yang bersifat sangat abstrak atau

Page 11: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 11/167

batiniah, oleh Nabi, diajarkan pada orang-orang tertentu saja. Dansumber ajaran tasawuf kalau dirunut hingga akarnya akan dijumpai pada Abubakar dan Ali bin Abi thalib, dan penghulunya adalahMuhammad Rasulullah s.a.w.

Dengan demikian mematuhi Allah dan Rasul-Nya tidak sama denganmeniru yang tersurat dalam Al Quran dan Al Hadis. Meniru yangtersurat akan melahirkan sikap spekulatif. Dan, akhirnyamengabsolutkan yang relatif. Hal demikian ini disinggung dalam QS62:5, Tuhan membuat permisalan bagi orang-orang yang berkewajibanmempelajari isi Taurat, tetapi mereka tidak mau mempelajarinyauntuk menemukan hikmah yang terkandung di dalamnya, makamereka itu diumpamakan sebagai keledai yang mengangkut kitab-kitab yang tebal. Tentu saja kitab-kitab itu tidak bisa menjadi petunjuk bagi keledai. Kitab itu tak akan menjadi solusi bagi mereka. Bahkankalau cuma dibawa secara fisik, cuma disentuh kulitnya, akan menjadi

beban bagi dirinya. Hasil akhirnya adalah kezaliman. Dan Allah tidak memberi petunjuk kaum yang lalim, “Wallaahu laa yahdi l-qauma zh- zhaalimiin,” seperti pada ujung ayat tersebut.

Umat manusia tidak diperintah untuk meniru Rasul atau bertaklidkepada beliau, maka itu Allah memerintah Rasul untuk menyerukepada jalan Tuhan itu dengan menggunakan al-hikmah dan pengajaran yang baik. Jadi, umat diperintah oleh Allah untuk berittiba‘,mengikuti ajaran beliau. Dan beliau serta orang-orang yang menjadiahli waris ajaran beliau diperintah untuk menyeru ke jalan Tuhandengan menggunakan hikmah dan peng-ajaran yang baik. Ayat 

selengkapnya pada QS 16:125 sebagai berikut,

“Ud-‘u ilaa sabiili rabbika bi l-hikmati wa l-mau-‘izhati l-hasanati wa jaadilhum bi l-latii hiya ahsanu inna rabbaka huwa a‘lamu bi mandhalla ‘an sabiilihi wa huwa a‘lamu bi l-muhtadiin.” 

“Serulah mereka itu kepada jalan Tuhan engkau dengan menggunakanhikmah dan mauizhah yang baik. Dan berargumenlah dengan cara yang sebaik-baiknya. Sesungguhnya Tuhan engkau lebih mengetahuiorang-orang yang tersesat dari jalan-Nya dan orang-orang yangmendapat petunjuk.” 

Marilah kita rinci pengertian ayat tersebut. Kita pahami kandungannya.

Pertama, Nabi?dan orang-orang yang menjadi ahli waris kenabian?diperintah untuk mengajak manusia ke jalan Tuhan. Coba perhatikanmakna kata “ajakan”. Jelas bahwa ajakan tidak sama dengan paksaan. Jika kita melihat tingkah laku umat sekarang ini tampak sekali adanya paksaan untuk mempraktikkan agama. Sedangkan Al Quran sendiri

Page 12: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 12/167

menyebut bahwa “tidak ada paksaan dalam beragama”. Lihat kembalisurat ke-88 di atas. Betul-betul kehidupan beragama itu sebagaiajakan. Di sini harus bisa kita bedakan dengan pelarangan untuk berbuat kriminal. Untuk mencegah timbulnya kriminalitas ataukezaliman dalam hidup bernegara ini, pemerintah yang berkewajiban

menegakkan hukum dan keadilan. Sedangkan warga berkewajibanmematuhinya. Nah, di sini kita harus memahami mana ayat-ayat yangmenunjukkan Muhammad sebagai Nabi, dan Muhammad sebagaiKepala Negara/Pemerintahan.

Ke dua, diajak menuju jalan Tuhan. Lho, Tuhan punya jalan?Pengertian ayat itu adalah Tuhan telah menciptakan “sabiil” atau jalanbagi ciptaan dan ‘amr (kehendak)-Nya. Ciptaan adalah sesuatu yangmenjadi ada melalui sebuah proses, sedangkan kehendak-Nya adatanpa proses kejadian. Nah, proses kejadian dan kehendak itumengikuti suatu jalan yang telah ditetapkan Tuhan berdasarkan ilmu-

Nya. Dan, jalan yang telah ditentukan Tuhan itu banyak. Karena itu,kata “sabiil” mempunyai kata pluralnya yaitu “subul”. Jalan-jalan ini pada akhirnya menjadi satu di jalan yang besar yang disebut “shiraath”. Dengan demikian, ada satu shiraath yaitu “shiraath al-mustaqiim”. Dan petunjuk ke jalan yang lurus inilah yang kita mintadari Tuhan.

Ke tiga, cara mengajak kepada jalan Tuhan itu pun harusmenggunakan “hikmah” atau “wisdom”. Tidak ada sekolahan atautempat belajar untuk memperoleh hikmah. Karena hikmah bukanmateri atau sesuatu yang tampak. Hikmah sendiri berasal dari kata

“hukum”, karena itu hikmah merupakan esensi kebenaran yangtampak. Diceritakan di dalam Al Quran, surat Al Baqarah/2:251, bahwaDaud sebelum diangkat menjadi Nabi, memperoleh hikmah dariTuhan. Sehingga beliau mampu mengalahkan Jalud, yang jauh lebihkuat, hanya dengan ketapel. Nah, ide menggunakan ketapel untuk membunuh Jalud itu namanya hikmah. Karena hikmah itu sebuahesensi sebuah kebenaran yang tampak, maka ia tidak bisadidentifikasi layaknya sebuah produk. Sebab jika sekarang Andabertempur dengan orang yang menggunakan bedil, lalu Andamenggunakan ketapel, ya Anda akan kalah dan kemungkinan besar mati. Ketapel ditangan Anda bukan lagi hikmah namanya. Karena itu

hikmah harus digali dan dicari. Tetapi hikmah tak akan kita dapatkanbila kita berlaku lalim, karena Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang bertindak zalim, aniaya, yang merugikan.

Ke empat, disamping menggunakan hikmah, orang harus kita ajak dengan menggunakan mau-izhah yang baik. Kata mau-izhah berasaldari “wa- ‘a-zha” yang artinya memberikan nasihat atau peringatan. Jadi, mau-izhah artinya pelajaran yang mengandung nasihat dan

Page 13: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 13/167

 peringatan. Dan itu pun harus yang baik, yang tidak menyakitkan hatiorang yang di ajak melalui jalan Tuhan. Lha, kalau mengajaknya itubukan dengan cara yang baik, maka yang diajak akan ketakutan ataumalah tidak percaya. Dengan hikmah ajakan itu akan tepat sasaran,dan dengan mau-izhah yang baik yang diajak akan masuk dengan

 puas.

Ke lima, berargumen dengan cara yang sebaik-baiknya. Kadang kala yang diajak itu minta penjelasan dan bahkan membantah. Dalamkeadaan demikian, ajakan itu harus disertai argumen atau bantahan yang sebaik-baiknya. Bukan hanya cara yang baik, tetapi yang lebihbaik. Sehingga yang diajak tidak tersinggung hatinya.

Ke enam, ajakan itu harus disertai kewaspadaan. Di ujung ayat tersebut dikatakan bahwa Tuhan lebih mengetahui orang-orang yangtersesat dari jalan-Nya. Meskipun dalam ayat itu dinyatakan “Tuhan

lebih mengetahui”, namun dalam praktik, orang yang mengajak kepada jalan Tuhan itu yang harus waspada. Dengan kewaspadaan ituamalan untuk mengajak kepada jalan Tuhan tidak menjadi sia-sia, yaitu kehilangan waktu dan tenaga. Waspada artinya cermat, siapa yang diajaknya berdebat atau berargumentasi itu. Dengan demikiantidak timbul debat kusir.

Ke tujuh, kewaspadaan itu harus diikuti dengan persuasi ataukesantunan. Jika sudah di-cermati bahwa orang yang diajak kepada jalan Tuhan itu sungguh-sunnguh orang yang mau mengikuti, makaselanjutnya adalah menyantuninya dengan memberikan binaan dan

bimbingan. Dengan cara ini terbentuklah kehidupan umat yangharmonis, yang setara dalam pergaulan hidup, sama-sama berada di jalan Tuhan.

Nah, belajar tasawuf sebenarnya belajar untuk dapat mencari danmemperoleh hikmah dalam kehidupan ini. Dengan memperolehhikmah, kita tidak lagi beribadah untuk mencari surga atau karenatakut neraka. Karena hikmah itu sendiri merupakan kebajikan, rahmat,keuntungan, “advantage” yang banyak. Sekian pelajaran hari ini,semoga bermanfaat bagi kita semua, dan kita lanjutkan bagian ke-3.

Bagian ke-3

Telah dijelaskan bahwa ajaran tasawuf adalah untuk menggapaihikmah Ilahi, yang pada akhirnya mampu kembali kepada Allah. Diaadalah asal segala keberadaan, baik yang kasat mata maupun yanggaib. Alam semesta ini tumbuh dari wujud yang paling sederhana, yang disebut titik singularitas. Pada suatu masa yang sangat mampat,meledaklah titik singularitas itu. Ilmuwan fisika menamai ledakan ini

Page 14: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 14/167

dengan “big bang”, atau “ledakan besar”. Segala sesuatu ini memangberasal dari titik tunggal seperti yang diungkapkan pada QS 21 : 30,“Dan apakah orang-orang yang ingkar itu tidak mengetahui bahwasesungguhnya langit dan bumi itu dahulunya satu yang padu. LaluKami pisahkan keduanya. Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup

dari “zat cair”. Maka apakah mereka tetap tidak beriman?” 

Di antara mufasir Al Quran ada yang mengatakan bahwa “samawat” adalah semua ruang, dan “ardh” adalah materi. Dengan demikian ayat tersebut di atas diterjemahkan menjadi “sesungguhnya ruang danmateri itu dahulunya sebagai wujud yang satu”. Lalu, apahubungannya ayat ini dengan bahasan tasawuf kita? Ya, ayat inisebenarnya mengi-ngatkan kita bahwa semua keberadaan ini berasaldari “SATU” wujud. Dari situlah adanya matahari, planet-planet,rembulan, dan semua bintang yang bermilyar-milyar banyaknya itu.Dan di planetlah tumbuh kehidupan, yang berevolusi dari kehidupan

satu sel hingga menjadi makhluk milyaran sel yang sangat kompleks yang disebut manusia.

Semua makhluk, kecuali manusia, menempuh kehidupannya sesuaidengan komando Tuhan semesta alam. Manusia dalam perjalanansejarahnya akhirnya menemukan kebe-basan dirinya. Manusia tidak lagi tunduk kepada hukum alam, tetapi berusaha mengatasi alam.Karena itu pada akhirnya manusia dipilih menjadi “khalifatullah filardh”, yaitu wakil Tuhan di bumi. Jadi manusia itu bukan “penguasabumi”, tetapi wakil-Nya di bumi. Sebagai “wakil” tentu manusia harusbisa bertemu dengan-Nya untuk mempertanggung-jawabkan amanat 

 yang diembannya. Dan sudah menjadi “janji” Tuhan bahwa setiaporang pada akhirnya dapat menemui-Nya!!

Perhatikan QS 84:6-9,“Hai manusia sesungguhnya engkau telah berusaha sungguh-sungguhmenuju Tuhan engkau, dan engkau niscaya menemui-Nya. Dan orang yang menerima rekaman pada tangan kanannya, maka iamendapatkan penilaian yang baik. Dan ia akan kembali kepadakeluarganya dengan gembira.” 

 Jadi, kapan seseorang bertemu dengan-Nya? Yaitu, ketika orang itu

sudah bisa menyucikan dirinya, yang pada ayat tersebut dikatakansebagai ‘menerima rekaman amalannya pada tangan kanannya’.Tentang ayat 9 yang menyatakan kembali kepada keluarganya dengangembira, tidak kita bahas sekarang ini. Bertahap supaya kita tidak bingung! Yang jelas, untuk bisa bertemu dengan-Nya, kita harussungguh-sungguh mencari-Nya. Agar kita bisamempertanggungjawabkan tugas-tugas yang kita emban, yaitu tugasuntuk “hamemayu ayuning bawana”, menciptakan kebaikan dan

Page 15: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 15/167

keindahan di bumi ini. Sehingga pada QS 21:105 disebutkan olehTuhan bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Nya yangsaleh, hamba yang berbuat kebajikan, yaitu sebagai lawan dari orang-orang yang membuat kerusakan di bumi. Hal inilah yang disinggungdalam surat al-Baqarah/2:11, “Dan apabila dikatakan kepada mereka

(orang-orang kafir): ‘Jangan membuat kerusakan di bumi!’ Merekamenjawab, ‘Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang saleh.’” Jadi,kesalehan adalah lawan dari kekafiran.

Mencintai-Nya, tentu diikuti dengan tindakan mencari-Nya. Omongkosong, orang yang mengatakan ‘mencintai’ Dia tanpa ada keinginanuntuk bertemu dengan-Nya! Tapi bagaimana mencari-Nya, wong Diaitu tak tertangkap oleh indera kita. Dia memang Maha Besar, Allaahu Akbar, tetapi Dia juga Maha halus, wa huwa lathiif. Dikonfirmasi dalamsurat al-An-‘aam/6:103, “Dia tidak dapat dicapai oleh indera,sedangkan Dia meliputi indera. Dia Maha Halus dan Maha Menyadari.” 

Karena Dia tidak tertangkap oleh indera itulah, Allah memerintahkanmanusia untuk berittiba’ atau mengikuti Rasul-Rasul-Nya, yang untuk umat Islam berittiba’ kepada Nabi Muhammad s.a.w.

Rasul adalah juga manusia seperti kita. Ia manusia yang makan,minum, dan bekerja layaknya manusia biasa. Sebagian besar dari rasul justru memilih kehidupan berkeluarga. Namun mereka itu manusia yang mempunyai kualitas lebih dari kebanyakan manusia. Yang jelassemua rasul/nabi tahan menderita. Semangat hidupnya tinggi. Makan,minum, dan tidurnya relatif sedikit. Mereka terpanggil untuk mewartakan jalan hidup yang benar. Mereka bahkan tidak hanya

mewartakannya, tetapi membawa dan menggembalakan umat manusia. Tentu saja sifat jujur, tepercaya, cerdas, dan menyampaikankebenaran itu adalah sifat mereka. Nah, di antara para rasul dan yangmenjadi penghulu para nabi adalah Nabi Muhammad s.a.w.

Muhammad memiliki keteladan yang baik bagi umat manusia yangmendambakan Allah dan Hari Akhir dan banyak berzikir kepada Allah(QS 33:21). Seperti yang telah dijelaskan di bagian ke-2, mengikutiketeladanan tidak sama dengan meniru. Meniru adalah proses pendewasaan tahap awal seorang anak manusia. Sedangkanmengikuti keteladanan, termuat usaha untuk mengerti apa yang

diteladankan. Mengikuti juga tidak sama dengan “sekadar ikut” ataumenyertai. Dalam tindakan mengikuti, terdapat prosesmenyempurnakan diri. Ada upaya untuk mengadopsi danmengadaptasi. Mengapa demikian? Karena keteladanan dariseseorang tak lepas dari budayanya. Pakaian gamis tentu sangat cocok dengan budaya padang pasir. Namun kata “gamis” tersebut dinegara Spanyol ketika dikuasai oleh Bani Umayyah, berubah menjadikamisa dan akhirnya kemeja seperti yang kita kenal di Indonesia.

Page 16: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 16/167

Untuk mengikuti Nabi, manusia diperintah untuk mematuhi Allah danRasul-Nya. Selama beliau di Mekah, wahyu yang memuat kalimat  perintah “athii-‘uu” hanya ada di surat Thaahaa/20:90. Dan itu punmengabarkan perintah Nabi Harun a.s. kepada umatnya. Sedangkan

kalimat perintah “athii-‘uuni”, patuhilah aku, hanya ada di surat asy-Syu-‘araa, yaitu surat ke-26 pada ayat 108, 110, 126, 131, 144, 150,163, 179; dan surat ke-43 (az-Zukhruf) ayat 63, serta surat Nuh/71:3.Dan semua perintah “patuhilah aku” pada semua ayat tersebut adalah perintah nabi-nabi, seperti Nuh, Shaleh, Hud, Syuaib, Luth dan Isa,kepada umat beliau masing-masing. Perintah “patuh kepada Allah danRasul” baru muncul pada periode Nabi s.a.w. di Madinah

 Ada 13 ayat Madaniyah yang memerintahkan manusia untuk patuhkepada Allah dan Rasul, yaitu ayat 3:32,132, 4:59, 5:92, 8:1,20,46,24:54,56,47:33, 58:13, 64:12,16. Jika ayat-ayat Makiyah menegaskan

bahwa Rasul itu sebagai penyampai Ajaran Tuhan, maka ayat-ayat Madaniyah memberitahukan bahwa Rasul juga Pemimpin umat yangharus dipatuhi. Apa yang disampaikan di Mekah adalah Ajaran yanguniversal dari Islam, sedang yang di Madinah lebih spesifik sebagaisolusi bagi kehidupan masyarakat Arab pada waktu itu. Hal itu jelassekali bila kita memperhatikan hukum-hukum yang tertera pada 5:89-91, yang mendahului perintah ketaatan kepada Allah dan Rasul pada5:92.

Demikian pula jika kita memperhatikan perintah tentang kepatuhankepada Rasul dalam surat al-Anfaal (Rampasan Perang). Perintah itu

sangat erat kaitannya dengan peperangan, agar pasukan tentara yangdipimpin Nabi tetap solid (bersatu), teguh dan tetap mengikat tali persaudaraan orang-orang beriman. Pada intinya semua ayat tersebut,kecuali 64:12-16, menjelaskan kepatuhan umat kepada Rasul ketikabeliau ada di tengah-tengah mereka. Nah, sejak 632 M secara fisik beliau sudah tidak hadir di tengah-tengah umat. Kehadiran beliau ditengah-tengah umat bersifat ruhaniyah. Dengan demikian, taat kepada Allah Yang Maha Gaib itu dan taat kepada Rasul dalamkeadaan gaib, merupakan kepatuhan yang bersifat spiritual.

Kepatuhan spiritual, yang di dalam bahasa tasawuf Jawa sebagai

“Sembah Jiwa”, adalah jalan kepatuhan terakhir untuk memasukitingkat kerohanian tertinggi, yaitu alam nubuwat atau “kenabian” seperti yang dinyatakan pada surat an-Nisa’/4:69. Yang di dalam ayat itu disebutkan bahwa orang-orang yang mendapat anugerahkenikmatan dari Tuhan adalah para shalihin, para syuhada’, parashiddiqin, dan para nabi. Yang dimaksud dengan para nabi, tidak berarti mereka yang menyatakan dan dinyatakan sebagai “nabi” dalam bahasa Arab, tetapi semua orang yang menjadi “ahli waris

Page 17: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 17/167

kenabian” yaitu mereka yang disebut ulama, baik dalam Al Quranmaupun Al Hadis (al-‘ulamaa-u waratsatu l-anbiyaa’, ulama itu ahliwaris para nabi). Yang saya maksud dengan ulama di sini, bukansebutan ulama yang ditempelkan pada orang tertentu. Tetapi orang-orang yang ada di barisan para nabi Allah. Ulama demikian inilah yang

dikabarkan dalam surat ar-Ra’d (guruh)/13 : 7,

“Wa yaquulu l-ladziina kafaruu laulaa unzila ‘alaihi aayatun minrabbihii innamaa anta mundzirun wa li kulli qaumin haaad.” 

Berkatalah orang-orang yang ingkar (kafir) itu, “Mengapa tidak diturunkan suatu mukjizat dari Tuhannya kepada Muhammad?” Engkau (Muhammad) sesungguhnya salah seorang yang memberi peringatan! Dan setiap kaum itu ada orang yang memberi petunjuk (Haad).

 Jadi, jelas bahwa orang yang senantiasa terpanggil untuk memberi peringatan dan petunjuk tentang jalan hidup yang benar dalam suatukaum itu selalu ada. Dan Nabi adalah salah seorang Haad itu. Dengandemikian, Haad atau orang yang memberi petunjuk untuk berbuat danbertindak benar kepada suatu kaum ada di barisan para nabi. Merekaadalah orang-orang yang menerima tongkat estafet kenabian. Merekaitulah para ahli waris nabi. Sehingga di dalam suatu Al hadisdisebutkan bahwa para ulama di kalangan umat beliau bagaikan paranabi Bani Israel. Mereka tidak memerlukan sebutan nabi bagi dirimereka. Sebab Penghulu para nabi adalah Muhammad s.a.w.

Lalu, apa hubungannya menjadi ulama dengan belajar tasawuf? Apakah belajar tasawuf itu untuk menjadi wali atau ulama? Tentu sajatidak! Kodrat dan irodat Tuhan dalam diri setiap manusia itu tidak sama. Kapasitas manusia untuk mengarungi hidup ini berbeda-beda.Kita lihat saja di sekolahan, untuk kelas yang sama tak ada orang yangkepandaiannya sama. Masing-masing memiliki kelebihan dankekurangan atas yang lain. Meskipun di sekolah suatu nilai itu adastandarnya, tetapi sepuluh orang yang mendapat nilai matematika yang sama, tetap kepandaiannya tak ada yang sama.

Tuhan Maha Mengetahui! Setiap orang mempunyai kodrat dan

iradatnya sendiri. Kapasitas dan kapabilitas usaha manusia berbeda-beda. Penggolongan pada manusia juga karena adanya perbedaan- perbedaan itu. Demikian pula penggolongan tentang kesalehan,seperti shalihin, syuhada’, shiddiqin, dan nabi, adalah karena adanyakapabilitas yang berbeda-beda. Nah, orang-orang yang memiliki perbedaan kapabilitas yang tidak berarti biasanya dimasukkan dalamsatu golongan atau tingkatan, maqam, posisi, stasiun atau dengansebutan lainnya. Dan Allah pun memerintahkan manusia untuk 

Page 18: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 18/167

bertakwa sesuai dengan kesanggupan atau kapabilitasnya. Dalamsurat at-Taghaabun/64:16 disebutkan, “Bertakwalah kepada Allahmenurut kesanggupanmu. Dengarlah dan patuhilah, serta belanjakanhartamu, itu yang lebih baik bagi jiwamu. Barangsiapa yang dipeliharadari kekikiran jiwanya, maka mereka itulah orang-orang yang

beruntung.” 

 Jika demikian, untuk apa kita belajar tasawuf bila kodrat dan irodat dan kapabilitas manusia itu berbeda-beda? Di bagian depan telahdisampaikan bahwa belajar tasawuf itu untuk menjadi hamba-hamba yang mencintai dan dicintai Tuhan. Dengan kata lain untuk bisakembali dan bertemu dengan-Nya. Dan jalan kembali untuk bertemudengan Tuhan itu bisa kita peroleh bila kita menjadi manusia yang arif dalam hidup ini. Dan, orang yang arif itu adalah orang-orang yangmemperoleh hikmah atau kesadaran. Seberapa besar hikmah yangditerima, itulah yang menempatkan orang-orang itu dalam tingkatan

shalihin, syuhada’, shiddiqin, dan para nabi. Tentu saja hikmah yangditerima syuhada’ lebih besar daripada yang diterima shalihin,shiddiqin lebih besar dari syuhada’ dan hikmah terbesar yang diterima para nabi dan ahli warisnya.

Shalihin adalah manusia standar yang diharapkan dalam Islam. Jikaditerjemahkan secara sederhana adalah kelompok orang-orang yangsaleh, yang berbuat kebajikan. Amal saleh dan iman merupakan paket  yang tak terpisahkan. Amal saleh harus lahir dari iman seseorang, daniman pun terbentuk karena kesalehan orang itu. Dalam pengertian yang sederhana, orang saleh adalah orang yang melakukan hal-hal

 yang bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya.

Syuhada’ adalah orang-orang yang menjadi saksi kebenaran. Orang-orang yang rela mengorbankan dirinya bagi orang lainnya. Karena ituorang yang gugur dalam membela kebenaran disebut orang yang“mati syahid”. Dengan kata lain, syuhada’ bukan cuma mereka yangmati syahid. Menurut Hadis yang diriwayatkan oleh Malik, Ahmad, AbuDaud, An Nasaa-i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Al Hakim, dan yangbersumber dari Sahabat Jabir dan Atik, ada tujuh macam orang yangmati syahid, yaitu orang yang terbunuh di jalan Allah, meninggalkarena kolera, tenggelam, paru-paru, penyakit perut, reruntuhan, dan

melahirkan. Mengapa orang yang meninggal karena berbagai penyakit atau kecelakaan disebut mati syahid? Hal ini harus dipahami bahwastandar masyarakat Islam adalah orang-orang saleh. Di tengahmasyarakat yang saleh, orang yang dengan tabah menerima penyakit  yang menimpanya dan mencoba berobat, lalu meninggal, makamereka adalah syahid. Tabah dan berobat adalah bentuk kebajikan yang lebih tinggi dari sekadar amal saleh. Menurut Hadis, orang yangterserang penyakit menular yang memati-kan harus bersedia

Page 19: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 19/167

dikarantinakan agar tidak terjadi penularan. Ketabahan dan upaya ber-obat inilah yang membuat orang yang sakit itu menyelamatkanbanyak orang. Karena itu orang yang terserang jenis-jenis penyakit itu(waktu itu hanya teridentifikasi kolera, paru-paru dan perut) danmeninggal disebut syahid. Juga masalah reruntuhan, hal ini menunjuk-

kan kepada kita ada orang yang rela untuk melakukan hal-hal yangmembahayakan dirinya untuk kemaslahatan orang banyak. Kita lihat saja, ada orang yang rela bekerja sebagai “cleaning service” yangmembersihkan dinding bangunan bertingkat tinggi, yang risikokehilangan nyawanya sangat besar. Bayangkan jika setiap oranghanya menginginkan pekerjaan-pekerjaan yang aman-aman saja,apakah kita bisa hidup sejahtera?

Orang yang meninggal karena kecelakaan, mungkin saja ia termasuk orang yang lalai. Mungkin saja, bukan pasti! Yang jelas ada orang-orang yang sudah berhati-hati dan mengikuti aturan yang benar, tetap

tertimpa kecelakaan hingga meninggal. Terlalu banyak macamkecelakaan, walaupun dalam hadis disebutkan hanya dua yaitu karenareruntuhan dan tenggelam. Tetapi, intinya berbagai kecelakaan ituakan mendorong orang untuk memikirkan cara berbuat dan bertindak agar tidak terjadi kecelakaan. Dengan demikian meninggal karenakecelakaan juga mendorong lahirnya undang-undang tentang kesela-matan dan cara-cara penyelamatannya. Dan, banyak orang yangselamat dari kecelakaan. Wajar, orang yang meninggal akibat kecelakaan mendapat status syahid.

Orang yang juga tergolong mati syahid adalah orang yang mati akibat 

melahirkan. Ya, melahirkan adalah kesediaan untuk melakukan kodrat dari Tuhan. Yang menciptakan kodrat adalah Tuhan, dan yangmenerima kodrat adalah wanita. Menurut ilmu ekonomi, besarnyakeuntungan tergantung dengan besarnya risiko. Orang yang hanyamau menerima keuntungan kecil, risiko yang mungkin ditimbulkannya juga kecil. Kalau mau mendapat keuntungan yang besar, maka harussiap dengan risiko yang besar. Nah, kesyahidan adalah imbalan daririsiko kematian akibat melahirkan.

Syuhada’ tidak hanya bagi mereka yang mati karena gugur di medan perang, terserang penyakit yang mematikan, kecelakaan maupun

akibat melahirkan. Dari ketujuh macam orang yang mati syahid adalahorang yang meninggal “di jalan Allah”. Meninggal di jalan Allahmempunyai pengertian yang luas. Siapa saja yang konsisten berbaktikepada Tuhan hingga meninggalnya, adalah orang tergolongsyuhada’. Wartawan yang menyam-paikan kebenaran yangseharusnya disampaikan kepada khalayak ramai, terus dijahati hinggameninggal, adalah syuhada’. Orang yang berani menasihati penguasa

Page 20: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 20/167

 yang zalim, dan terbunuh, juga syuhada’. Dan banyak lagi yang tidak disebutkan di sini.

Shiddiqin adalah orang-orang yang berbuat kebenaran, atau orang-orang yang ucapan dan tindakannya tulus sepenuh hatinya. Untuk 

memberikan gambaran tentang orang shiddiqin, saya ambilkan contoh Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. Cuma satu contoh yang bisa dikembangkansendiri! Dari awal beliau menunjukkan ketulusan hidupnya. Beliaumembebaskan budak ketika masih di awal-awal perjuangan Islam.Rela tinggal di Gua Tsur bersama Rasul Allah ketika hijrah ke Madinah.Beliau berani tampil untuk dicaci-maki ketika membela Rasul Allah.Orang-orang yang berkarya besar untuk kesejahteraan manusiaadalah mereka yang ada di kelompok shiddiqin.

Para nabi adalah orang-orang yang menjadi rasul, pemberi petunjuk (Haad), dan siapa saja yang mengambil jalan para nabi atau ahli waris

 para nabi. Mereka bukan hanya mencintai dan menegakkankebenaran, tetapi juga mengajarkan kemanusiaan dengan ke-teladanan dan ajaran. Di dalam Al Quran maupun Hadis, tidak ada pembedaan definisi antara nabi, rasul, dan haad. Sebutan-sebutan itutergantung peran yang dilakukannya. Seperti ayah dan suami. Iadisebut ayah jika yang diperankan adalah ayah dari anak-anak hasil perkawinannya. Pada saat yang lain ia disebut sebagai suami jika peranan yang dimaksud sebagai pasangan sah dalam perkawinan.Begitu juga dengan kenabian. Dia disebut nabi bila perannya adalahorang yang menerima berita paripurna dari Tuhan. Dan dia disebut rasul bila dia mengemban misi penyelematan umat manusia.

Nah, dengan bertasawuf orang dididik untuk bisa kembali kepadaTuhan, sesuai dengan kemampuannya, dan bertemu dengan-Nya dimaqam masing-masing. Bila tidak mampu menemukan-Nya di stasiunshiddiqin, ya cukup bertemu di stasiun shalihin. Yang jelas, manusiaharus bisa bertemu dengan-Nya. Karena itu digambarkan dalam AlQuran bahwa orang yang melihat Tuhan itu dengan wajah berseri-seri.Sehingga dilukiskan dalam berbagai penjelasan bahwa kenikmatan yang tertinggi adalah saat manusia menyaksikan Tuhannya. Dalamsurat al-Qiyaamah/25:22-23 dinyatakan, “Wajah-wajah pada hari ituberseri-seri (bercahaya), kepada Tuhan mereka itu memperhatikan.” 

Wajar bila kita bertemu Tuhan itu tampil dengan berseri-seri yangalami. Keberserian itu muncul dari dalam diri yang senantiasamendabakan-Nya. Tidak dibuat-buat atau direkayasa. Sepertiterpancarnya sinar dari sumber cahaya. Kita tidak perlumembayangkan jauh-jauh, cukup kita lihat orang yang bertemudengan orang yang sangat dicintainya. Karena itu bertemu dengan yang dicintai itu merupakan kenikmatan yang luar biasa. Dan minimal

Page 21: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 21/167

orang harus bisa bertemu di tangga shalihin. Memang, semakin atastangga tempat pertemuan hamba dan Tuhan, semakin nyata dannikmat. Namun, manusia toh harus berjuang untuk mendaki ke tangga yang tertinggi. Di maqam itulah tabir antara hamba dan Tuhan sudahlenyap. Hilang segala keraguan dan mantab hati memandangnya!

Bagian ke-4

Di bagian ke-3 diterangkan bahwa kita semua, alam semesta ini,dihadirkan oleh Tuhan dari “Satu Wujud”. Lalu, dipisahkan-Nya wujud yang satu itu menjadi triliunan entitas atau wujud. Dari wujud-wujuditu ada yang menjadi “sarana” kehidupan, seperti planet bumi; danada pula yang menjadi “wahana” kehidupan. Yang pertama adalahalat, lingkungan atau perlengkapan untuk mencapai tujuan,sedangkan yang belakangan adalah kendaraan untuk mencapaitujuan. Jadi, bumi adalah tempat kehidupan dan badan adalah

kendaraan bagi sang hidup untuk kembali kepada Yang Maha Hidup.

Nah, tubuh atau fisik kita sebenarnya hanyalah “kendaraan” atau “alat transpor” bagi “Diri Sejati” kita, “hidup” kita, atau “sukma” kita. Sayasengaja tidak menggunakan kata “aku” untuk menghindarikesalahpahaman dengan “ego” atau ananiyah, keakuan. Jadi, untuk selanjutnya diri sejati yang ada pada masing-masing diri kita, sayasingkat dengan “DS”. Ya, dialah penunggang kereta yang bernamabadan jasmani ini. Dialah yang disebut “sang hidup”. Baju yangdigunakan DS ini namanya “nafs” atau jiwa. Dan, DS ini roh adanya.Karena itu, manusia yang hidup ini sebenarnya terdiri dari komponen

 yang bersifat fisik (corpus, badan), nafsani (animae, jiwa atau nyawa),dan rohani (spiri-tus, semangat atau roh).

Fisik, jiwa dan roh adalah kelengkapan bagi DS untuk menjalani hidupini. Jika jiwa putus hubungan dengan fisik, maka manusia disebut mati.Dari komponen badan, jiwa dan roh, maka jiwa adalah tali penghubungnya. Jiwa yang dalam bahasa Arabnya “nafs” berasal darikata kerja “na-fu-sa” yang berarti menginginkan, berhasrat, ataubernapas. Artinya, jiwalah yang menyebabkan badan jasmani inimenjadi hidup. Dan jiwa pula yang membuat manusia bisa merasaduka dan suka. Bila jiwa ini putus hubungan dengan jasmani karena

 jasad tersebut tak dapat dioperasikan lagi maka matilah badan.Dengan kata lain, “jiwa mengalami mati”. Dalam cacah penduduk dikatakan bahwa di lingkungan itu tinggal sekian jiwa. Bila adakecelakaan yang menyebabkan kematian dikatakan “kecelakaan itumenyebabkan terenggutnya sekian jiwa” atau “sekian jiwamelayang”. Jadi, peranan jiwa bagi DS sangat penting.

Page 22: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 22/167

Lalu, dimana fungsi roh bagi DS dalam kehidupan? Di dalam Al QuranSurat Al Israa’/17:85 dinyatakan, “Mereka bertanya kepada engkautentang roh. Katakan, ‘Roh itu amar (kehendak) Tuhanku. Kamutidaklah diberi ilmu (tentang roh) kecuali sedikit’.” Banyak orang yangmenerjemahkan ayat tersebut dengan “roh itu urusan Tuhanku”.

Dengan terjemahan tersebut, pintu pemahaman roh telah merekatutup. Akibatnya, dunia ilmu pengetahuan kita semakin tertinggal. Rohberasal dari kata dasar Arab “ra-wa-ha”, artinya mengipasi,menyegarkan kembali, menghidupkan hati, atau membangkitkansemangat. Kata yang seakar kata dengan roh adalah “riyah” atauangin, “raahah” atau senang, nyaman, atau rekreasi, dan “rauhah” atau perjalanan. Kata “rawaah” berarti pergi atau keberangkatan.Minuman anggur dalam bahasa Arabnya adalah “raah”. Dan, istirahat dalam bahasa kita juga berasal dari akar kata yang sama dengan roh.

Kata roh dalam Al Quran selalu dinyatakan dalam bentuk tunggal. Roh

merupakan perlengkapan bagi DS untuk mengembangkan dirinya.Dengan rohnya manusia bisa meningkatkan dan membedakan dirinyadari dunia hewan. Dengan roh manusia dapat memberdayakanakalnya atau “al-qalam” yang ada di dalam dirinya. Perlu diketahuibahwa dengan al-qalam Tuhan mengajari manusia dari apa-apa yangbelum diketahuinya. Lihat kembali Surat al-‘Alaq/96: 4 ? 5. Nah, DS yang terampil mempergunakan al-qalam inilah yang dalam Tasawuf  Jawa disebut “Guru Sejati” atau “Sukma Sejati”. Pada tahap inilahmanusia bisa menorehkan keindahan dan kemajuan di bumi ini.Dengan GS-nya manusia mampu membuahkan “ilmu” yang tidak diajarkan oleh manusia sebelumnya. Dari manakah ilmu itu? Tentu

saja langsung dari Tuhan. Inilah yang difirmankan dalam Surat al-Kahfi/18:65, “Kami telah memberikan rahmat kepadanya danmengajarkan suatu ilmu dari sisi Kami.” Juga dinyatakan dalam Surat al-Baqarah/2: 282, “Dan bertakwalah kepada Allah, niscaya Allahmengajarmu. Dan Allah itu Maha Mengetahui segala sesuatu.” Dengandemikian, Allah mengajar DS dengan al-qalam sehingga DS menjadiGS bagi dirinya.

Lho, apa hubungannya pemahaman GS dengan tasawuf? Apa tidak terlalu tinggi jika setiap orang harus bisa mengangkat derajat DS-nyamenjadi GS? Bukankah derajat itu untuk sedikit orang di dunia ini?

Bukankah secara umum manusia ini tergolong orang awam? Apa tidak mubazir belajar demikian ini?

Mari kita ingat lagi ajaran yang telah diberikan pada bagiansebelumnya. Ajaran tasawuf membawa manusia untuk bisamendapatkan hikmah dalam kehidupan ini. Telah dijelaskan bahwahikmah itu tak ada kampus atau sekolahannya. Pengajar hikmahadalah Tuhan Yang Mahaesa! Tuhan mengajar manusia (DS-nya)

Page 23: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 23/167

dengan al-qalam. DS yang mendapat ilmu dari sisi Tuhan, akhirnyamenjadi guru bagi dirinya. Guru yang ada di dalam diri manusia itulahsebenarnya guru yang waskita, yang betul-betul awas. Sehingga diadisebut sebagai “Guru Sejati”. Jika nurani manusia bekerja makasesungguhnya yang bekerja adalah GS-nya. Menurut filsafat,

 pengetahuan yang sejati pun lahir dari dalam DS seseorang. Jika DSseseorang tertutup atau tak bekerja, maka orang itu tak akan mampumenghasilkan ilmu baru. Bila DS seseorang tak bekerja, makamaksimal ilmu yang didapat oleh orang tersebut adalah sebanyak  yang diajarkan oleh gurunya. Iptek yang dihasilkan oleh orang yangterdidik adalah “inovasi”, bukan penemuan atau “invention”. Tanpa penemuan listrik, dunia ini tetap diterangi lampu minyak. Orang naik haji dari Indonesia masih tetap membutuhkan waktu 3 bulan perjalanan.

Sedangkan sasaran pokok ajaran tasawuf adalah mengangkat posisi

masyarakat ke tingkatan standar, yaitu masyarakat shalihin. Di dalammasyarakat shalihin, manusia-manusia di dalamnya saling menolongdalam kebaikan dan bukan tolong-menolong dalam perbuatan dosadan permusuhan. Difirmankan dalam surat al Ma-idah/5:2,

“Dan janganlah kebencianmu terhadap seuatu kaum, karena merekamenghalangimu berkunjung ke Masjid al-Haram, menyebabkan kamuber-buat melanggar batas (kemanusiaan). Dan tolong-menolonglahdalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosadan permu-suhan. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya pembalasan dari Allah amat keras.” 

Mari kita perhatikan ayat tersebut! Masjid al-Haram adalah pusat  peribadatan orang-orang Islam. Sebelum Mekah ditaklukkan oleh Nabi,orang-orang Islam mendapat halangan dari orang-orang Qureisy untuk beribadah di Masjid al-Haram. Tentu saja hal ini membuat orang-orangIslam benci kepada orang-orang Qureisy Mekah. Namun, sikap benciatau kebencian harus dikendalikan. Kebencian itu tidak bolehmenyebabkan perilaku yang melanggar batas kemanusiaan. Dalamistilah sekarang kebencian seseorang terhadap suatu kaum tidak bolehmenyebabkan ia melanggar HAM. Nah, bagaimana se-seorang bisamengenal HAM kalau tidak memahami suara nuraninya?

Kita diperintahkan untuk saling menolong dalam kebajikan dan salingmemelihara dalam kedamaian hidup. Kita dilarang untuk salingmenolong dalam kejahatan dan per-musuhan. Bantu-membantu dalamkebajikan, tolong-menolong dalam memelihara per-damaian adalahsuara nurani. Nurani adalah kerja DS. Bila DS kita kerangkeng dan kitatutup rapi, maka suara nurani itu tak terdengar lagi. Bila nurani telahhilang maka tak ada artinya syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji.

Page 24: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 24/167

Semua ibadah itu hanyalah kulit yang rapuh bila tidak terpancar darihati yang tulus.

Memang sekarang ini kita masih jauh dari kehidupan shalihin ini. Kitamasih disi-bukkan oleh kepentingan diri-sendiri. Inilah sebenarnya

 yang merupakan wujud dari ego manusia! Manusia tidak mencobameniti ke dalam dirinya. Tetapi, ia malah memperturut-kan doronganegonya, hanya mau memenangkan kepentingannya. Roh yangfungsinya untuk menghidupkan hati, tersekat oleh ego manusia.Manusia yang mestinya mengetuk pintu hatinya, masuk menemuinyaDS-nya, dan bertemu Allah; malah lari tunggang langgang seperti“dracula” yang takut cahaya matahari. Lari dari jalan yang benar akanmenghadapi risiko yang berat. Inilah sistem kerja semesta! Karena itudalam ujung ayat tersebut diperingatkan bahwa “pembalasan dari Allah itu amat keras”.

Kita jangan sampai menganggap bahwa Allah itu pembalas. Allahbukanlah pembalas! Dia Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Allah yang menetapkan sistem pada ciptaan-Nya dan sekaligus memberinya petunjuk. Namun, jika ciptaan-Nya itu keluar sistem maka sungguhgawat risikonya. Bayangkan bila rembulan di atas kita itu lepas dariorbitnya, maka bumi ini bisa meledak. Karena itu manusiadiperingatkan agar tetap men-jaga dirinya di jalan yang benar, jalan yang telah digariskan. Ada 69 kata perintah “ittaquu” atau lindungiatau jaga dirimu, dalam Al Quran. Cara untuk melindungi diri itu telahdiinformasikan kepada DS. Sedangkan petanya adalah kitab-kitab suci. Jadi, orang yang membaca kitab suci sebenarnya adalah orang yang

membuka peta perjalanan hidup. Sedangkan kehendak untuk melakukan perjalanan ada pada diri manusia itu sendiri. DS tidak muncul bila pikiran manusia keruh, hatinya kotor.

Karena kebanyakan DS manusia itu tertutup oleh karat hati, makamanusia diajari untuk membersihkan diri dari bagian luarnya dulukemudian semakin ke dalam. Nah, cara membersihkan diri dari bagianluar inilah yang dinamakan “syariat”. Setiap umat diberikan syariat,seperti dijelaskan pada 5:48, “Setiap umat di antaramu telah Kami berisyariat dan minhaaj.” Syariat adalah jalan yang dilalui dalam hidup ini. Agar tetap hidup, manusia harus makan. Tetapi makanan yang

disyariatkan adalah yang halal lagi baik. Yang halal dan baik ini yangmembedakan kehidupan lahiriah antara agama yang satu dengan yang lain. Untuk mempertahankan hidupnya, disamping harus makan,manusia juga harus minum. Minuman yang disyariatkan tentu saja yang halal dan baik. Dalam surat al-Baqarah/2:168 dinyatakan, “Wahaimanusia makanlah apa-apa yang halal dan baik yang ada di bumi ini.Dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan, karenasesungguhnya ia musuhmu yang nyata.” 

Page 25: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 25/167

 Jika kita bicara tentang setan maka janganlah membayangkan yanganeh-aneh. Kata setan yang berasal dari kata Arab “syaa-tha” dan“sya-ya-tha” mempunyai arti sesuatu yang membakar,menghanguskan, atau yang menyebabkan hati menjadi keras atau tak 

berperasaan. Karena itu setan tidak bertempat di luar manusia. Rumahsetan adalah manusia itu sendiri. Ia bertamasya di seluruh tubuhmanusia melalui peredaran darah. Persinggahannya ada di dalam perasaan dan pikiran. Inilah yang disebut setan itu berasal dari “al- jinnah” dan “al-naas” yang ada pada QS 114:6.

Perasaan dan pikiran manusia tumbuh seiring dengan pertumbuhanmanusia dari bayi hingga dewasa. Manusia mengalami suka-duka dankenikmatan melalui indera lahir dan batinnya. Seharusnya, manusia yang mengendalikan perasaan dan pikirannya. Tetapi, kenyataannyakebanyakan manusia dikendalikan oleh hati dan pikirannya. Bisikan

hati dan pikiran ini bersembunyi di daerah dada manusia. Ia menjadisetan yang bersembunyi yang disebut khannaas. Nah, manusia yanghanya memenuhi seruan perasaan dan hatinya adalah manusia yangmengikuti langkah-langkah setan. Dan, setan itu adalah musuh yangnyata bagi manusia. Maka musuh yang sebenarnya dari manusiaadalah bisikan perasaan dan pikirannya sendiri! Manusia harus mampumengendalikan perasaan dan pikirannya sendiri. Sehingga dengandemikian ia dapat memilih makanan dan minuman yang halal danbaik. Dengan kata lain, makanan dan minuman yang sehat bagi badan jasmaninya. Lha, bagaimana dengan kesehatan jiwanya? Sabar,sebentar.

Syariat memang ditujukan untuk membangun pertumbuhan fisik yangsehat. Sesuai dengan ungkapan Arab, “Al ‘aqlu s-saliimu fi l-jismi s-saliim” atau “Akal yang sehat terletak di dalam jasmani yang sehat”.Dalam bahasa Itali dikatakan “Mens sana in corpore sano” atau“Pikiran yang sehat ada di dalam tubuh yang sehat”. Tentu saja hal ini jangan dipertentangkan dengan adanya kenyataan bahwa ada orang yang badannya tidak sehat tetapi pikirannya sehat. Kita harus melihat sehat dari segi kedokteran, yaitu keadaan yang mengintegrasikanantara impuls masukan dan impuls keluaran oleh saraf pusat. Atau,terintegrasikannya saraf sensorik dan motorik oleh saraf pusat. Nah,

agar saraf sensorik yaitu saraf penerima yang berhubungan denganindera dan saraf motorik yang berhubungan dengan aktivitastanggapan bisa bekerja normal (seimbang) maka badan jasmani iniharus disehatkan lebih dahulu. Jadi, kalau gula itu rasanya manis makasaraf sensorik itu harus merasakan manis. Dan kalau ada duamakanan yang manis, maka kemanisannya dapat diperbandingkan. Initandanya sehat, alias normal. Salah satu upaya menjaga kesehatan jasmani adalah memilih makanan yang sehat (halal dan baik).

Page 26: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 26/167

Kesehatan jasmani juga dihasilkan melalui kebersihan badan danlingkungan. Kulit jasmani ini dapat menjadi tempat berkembangbiaknya penyakit bila tidak dirawat atau dibersihkan.Dalam perkembangan evolusi jiwanya, manusia pada akhirnya sadar 

bahwa air adalah sarana untuk membersihkan badannya. Minimalsetiap harinya manusia harus membersihkan bagian-bagian yang penting dari jasmaninya. Dengan demikian, pori-pori yang ada diseluruh permukaan kulit yang dibersihkan itu tidak tertutup olehkotoran. Dalam istilah sekarang semua ventilasi di bagian-bagian pokok seperti bagian kepala, wajah, tangan dan kaki kita buka.Sehingga udara segar bisa masuk dengan leluasa, dan badan terasasegar. Dalam badan yang segar, perasaan dan pikiran terasa segar  pula. Nah, konsep pembersihan bagian tertentu badan jasmani inidalam syariat disebut “wudhu”. Kata ini dalam bahasa Indonesianyaadalah memisahkan. Ya, wudhu adalah tindakan untuk memisahkan

kotoran dari badan.

Kesehatan jasmani dipenuhi dengan makanan dan minuman yangsehat, dan bagian luar jasmani yang dibersihkan dari berbagai macamkotoran. Disamping itu, badan akan menjadi sehat bila secara teratur digerak-gerakkan. Dengan gerakan yang teratur, peredaran darah danhormon akan berjalan dengan normal. Bukan hanya peredaran darahdan hormon, peredaran udara dan zat-zat makanan dalam tubuh punberjalan dengan baik. Bila metabolisme dalam tubuh ini tidak ada yangterganggu atau terhambat, maka badan jasmani ini akan bekerjadengan normal. Badan menjadi sehat! Syariat salat mewakili gerakan-

gerakan tubuh.

Makanan dan minuman harus dipilih yang sehat. Badan harus bersihdari najis atau kotoran. Kemudian, makanan pun harus dimakansecara teratur waktu dan banyaknya. Dalam Islam ada syariat yangmengatur waktu dan banyaknya makanan yang dikonsumsi dalamsetiap tahunnya. Inilah yang dinamakan puasa! Zakat dalam pengertian sedekah, yaitu mengeluarkan sebagian kekayaan untuk orang lain yang perlu dibantu, juga merupakan syariat untuk membersihkan kehidupan lahiriah seseorang. Oleh karena itu, dalamtasawuf Jawa, pengamalan ibadah yang ragawi ini disebut “Sembah

Raga”. Suatu pengabdian yang harus ditampilkan secara ragawi.

Sembah raga merupakan tingkatan yang terendah dalam peribadatan.Tetapi, sembah raga adalah dasar untuk membersihkan danmenyehatkan kehidupan lahiriah seseorang. Karena itu syariat meliputi semua tindakan lahiriah manusia. Tentu saja yang termasuk dalam syariat adalah adalah semua tindakan yang bersifat etiket danetika dalam kehidupan ini. Agar orang-orang yang beli bahan makanan

Page 27: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 27/167

di suatu toko tidak saling berebut, maka harus dilakukan antre. Ini punsyariat!

Dalam surat 5:48 di atas disebutkan bahwa dijadikan syariat bagisetiap umat, dan juga minhaaj. Kata minhaaj atau manhaaj, yang

bentuk pluralnya manaahij, artinya tata-cara atau prosedur. Jika akanmendirikan salat disyariatkan ‘berwudhu’ yaitu mengguna-kan air untuk membersihkan bagian-bagian tertentu, maka dengan minhaaj bagian-bagian yang dibersihkan itu dijelaskan secara detil termasuk yangmembatalkannya. Begitu pula puasa yang disyariatkan artinyamenahan diri dari makan, minum, dan bersanggama di siang hari,maka dengan minhaaj batas-batas itu diterangkan.

Dalam surat al-Maidah/5 : 6 dijelaskan bahwa tujuan syariat itu, “Allahtidak ber-kehendak untuk menyulitkan kamu, tetapi Dia berkehendak 

untuk membersihkan kamu dan menyempurnakan kenikmatan yangdiberikan kepadamu agar kamu menjadi orang yang bersyukur.” Dariayat ini jelas sekali bahwa maksud ditetapkannya syariat itu untuk membersihkan kehidupan lahiriah atau ragawi pelakunya. Bahkan zakat yang dipungut pun dimaksudkan untuk membersihkan danmenyucikan harta-harta yang mereka peroleh. Dengan berzakat,secara lahiriah mereka digolongkan ke dalam orang-orang yang harusdilindungi kehidupannya, terlepas dari hatinya tidak rela atau malahmenerima dengan ikhlas. Sama dengan orang yang terkena iuranuntuk jaga malam. Yang diutamakan tentu kesediaan secara lahiriahuntuk membayar iuran itu, meskipun yang bersangkutan mungkin saja

kesal hatinya karena dipungut iuran. Namun, dalam hidupbermasyarakat kepentingan bersama jauh lebih penting daripadakepentingan kelompok atau pribadi. Lebih-lebih ketika agama Islambaru pada tahap awal perkembangannya. Sehingga solidaritas yangtampak secara lahiriah sangat penting.

Kita lihat bahwa ajaran Islam ketika di Mekah bersifat panduan moral yang universal. Syariat belum diimplementasikan dalam kehidupansehari-hari. Solidaritas umat belum terbentuk. Keperkasaan badan jasmani umat belum dibina dan dilatih. Tetapi, setelah umat Islamhijrah ke Madinah, dan tetap dikejar-kejar dan ditekan, maka

solidaritas umat perlu digalang, kesatuan perlu dibina, dankeperkasaan perlu dibentuk.Karena itu setelah masuk Madinah, perlahan-lahan syariat diterapkanbagi umat Islam. Yang pertama kali diberlakukan adalah salat wajib,kemudian puasa Ramadhan pada tahun ke-2 Hijrah, salat Jumat padatahun ke-5, haji pada tahun ke-8 dan disusul zakat. Jadi, jelas bahwasyariat adalah konsep untuk membangun kesehatan umat. Sedangkandari tinjauan pribadi, syariat adalah ajaran yang bersifat “zikir”.

Page 28: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 28/167

“Fadzakkir, lasta alaihim bi mushaithir”, berilah ajaran mereka itu(Muhammad), dan engkau bukannya orang yang ditugaskan untuk menguasai mereka.

Dengan syariat itu Islam berkembang dengan pesat. Hal ini

disebabkan syariat Islam itu menunjang keteraturan dan ketertibanhidup. Dilihat dari aspek jasmani, salat adalah suatu bentuk olah raga yang walaupun sedikit waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakannya, tetapi aktivitasnya dilakukan cukup sering, minimal5 kali sehari. Dan, dalam aspek sosialnya, salat mendidik orang untuk hidup bersama secara disiplin. Tentu saja yang tidak boleh dilupakandalam salat adalah pelatihan meditasi atau zikir di dalamnya. Dansebenarnya makna batin ini yang paling penting dari salat. Karena itu,salat yang tidak dijalankan dengan khusyuk dipandang tidak adanilainya. Karena tanpa kekusyukan tak akan bisa terbentuk jiwa yangtenang. Di dalam surat al-Ankabut/29:45 disebutkan bahwa tujuan dari

salat adalah mencegah perbuatan keji dan mungkar. Dan, nilai zikir dalam salat itu lebih besar dari bentuk peribadatan lainnya.

Memang tidak mudah mempraktikkan zikir sambil bergerak. Karenagerakan itu sendiri mempengaruhi pikiran pelaksananya. Tetapi, bilasanggup menjalankan zikir dalam gerakan, maka efek positifnya akantampak nyata. Tapi sayang, masyarakat agamis hanya terpaku padakewajiban menjalankan salat secara lahiriahnya. Kita mandeg padakesehatan lahiriah. Kita tidak mau mempromosikan salat untuk membangun kesehatan batiniah. Buktinya apa? Ya, dapat dikatakantidak adanya guru salat yang mampu mengajar orang salat yang

khusyuk. Padahal kekhusukan inilah yang dapat membuat orangmampu mencegah perbuatan keji dan mungkar. Mengapa? Karenahatinya sudah tenang. Pikirannya tidak lagi ngaya. Akhirnya terciptamanusia yang mampu mengenda-likan perasaan dan pikirannya.Orang demikianlah yang tidak mempan dibisiki oleh khannas yangsenantiasa berbisik di dalam dada.

Tasawuf Jawa mengajarkan bahwa di tingkat syariat, syahadat barumerupakan ucapan “Asyhadu an laa ilaaha illa llaah wa asyhadu annamuhammadan rasuulu llah.” Ya, baru sampai pada ucapan “Sayabersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa

Muhammad itu utusan Allah.” Betul-betul baru sebagai tanda identitaskemusliman seseorang. Jadi, syahadat di tingkat syariat baru pada pernyataan bahwa seseorang itu masuk kedalam masyarakat atauagama Islam. Ucapan ini tentu saja terlepas dari apakah ‘syahadat’ itulahir dari hati yang tulus atau karena kepentingan lain bagi si pengucap. Lalu, bagaimana dengan salatnya? Tentu saja masihsebatas mengisi daftar 

Page 29: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 29/167

hadir sebagai orang muslim. Dalam istilah sekarang, salat yangdilaksanakan secara syariat itu masih sebatas untuk membebaskandiri dari kewajiban. Padahal sebenarnya, salat ditegakkan untuk berzikir!

Puasa pada tingkat syariat juga sebatas mencegah makan-minum dansanggama pada siang hari. Ya, masih formalitaslah namanya. Pelakumenunjukkan bahwa dirinya termasuk orang yang menjalankan ibadah puasa. Dan puasa semacam ini yang diwariskan dari generasi kegenerasi. Seharusnya umat Islam harus mengajarkan puasa yang lebihtinggi kualitasnya, yaitu puasa yang efektif untuk mengendalikanmakan dan minum selama hidupnya. Saya yakin, jika mutu puasaumat meningkat setiap tahun, maka tak ada lagi orang Islam yangterserang penyakit akibat makanan.

Ringkasnya, semua bentuk syariat terkait erat dengan peribadatan

ragawi. Tujuan pokok syariat adalah untuk membersihkan danmenyucikan kehidupan lahiriah manusia. Jadi, yang diharapkan adalahkesehatan individu dan masyarakat secara formal. Aspek formalitasnya lebih menonjol. Jika kita mandeg atau berhenti ditataran syariat, maka sulit sekali kita mewujudkan masyarakat adildan makmur secara lahir dan batin. Masih jauhlah kita dariterwujudnya masyarakat standar, yaitu masyarakat shalihin.Masyarakat yang orang-orangnya saling memberikanmanfaat.

Bagian ke-5

Bumi, rembulan dan planet-planet lain di tatasurya ini beredar dalamkeseimbangan dan pada batas-batas orbit yang tepat. Begitu pulasemua bintang di alam raya ini berjalan dalam keseimbangan. Ini tidak berarti tidak ada penyimpangan. Ada penyimpangan itu! Seperti jatuhnya meteor atau komet pada planet. Penyimpangan itu tidak menghancurkan tatasurya selama “mizan” atau keseimbangan alamitu tidak terlampaui.

Kehidupan masyarakat manusia di bumi ini juga mengikuti hukumkeseimbangan. Manusia harus menjaga keseimbangan itu. Itulah

sebabnya di dalam Al Quran banyak peringatan untuk tidak merusak bumi ini. Merusak bumi (termasuk atmosfernya) adalah perbuatanmerusak keseimbangan alam. Akhirnya, proses peretumbuhan dan perkemba-ngan manusia dalam perjalanan menuju Tuhannya yangmengalami kerusakan. Alam dibuat Tuhan untuk tidak mentolerir  perbuatan yang merusak. Jika manusia telah rusak perilakunya, makaalam dengan segera memberi jawabannya yang berupa bencana danmala petaka. Dalam surat al- A‘raf/7:55-56 manusia diperingatkan,

Page 30: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 30/167

55. Ud-‘u rabbakum tadharru-‘an wa khunyatan innahu la yuhibbu l-mu‘tadin.

56. Wa la tufsidu fi l-ardhi ba‘da islahiha wa d-‘uhu khaufan wa

thama-‘an inna rahmata llahi qaribun mina l-muhsinin.

55. Mohonlah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan dengansuara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orangyang melanggar batas.

56. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelahdiperbaikinya. Dan mohonlah kepada-Nya dengan penuh kesadarandan penuhharapan. Sesungguh-nya rahmat Allah itu dekat denganorang-orang yang berbuat ‘ihsan’.

Pada pelajaran sebelumnya telah dijelaskan bahwa “iman dan amalsaleh” [imas] itu satu paket. Sering imas ini dinyatakan sebagai‘kesalehan’ saja. Kesalehan diartikan dengan segenap tindakan yangmemberikan manfaat bagi kehidupan. Kebalikannya adalah “fasad” atau kebusukan, kerusakan atau immoralitas. Nah, kebusukan ataukerusakan inilah yang sebenarnya disebut sebagai kekafiran. Kafir berasal dari kata “ka-fa-ra” yang artinya menutupi, menyembunyikanatau mengingkari kebenaran. Ketika Nabi Muhammad Saw di Mekah,kafir dalam pengertian menutupi atau mengingkari kebenaranlah yangmenjadi sasaran dakwah beliau. Kaum kafir yang menjadi sasaran peringatan beliau adalah mereka yang melanggar batas seperti dalam

ayat 55 di atas atau mereka yang melakukan kerusakan di bumi (ayat 56). Dan ayat tersebut memang diturun-kan di Mekah. Jadi, pada mulanya kekafiran itu tak ada kaitannya dengan agama lain.Ketika beliau masih di Mekah, beliau mengajarkan agama itu kepadakaum jahil yang hidup di kawasan Mekah dan sekitarnya. Berdasarkansejarah, kaum jahil ini tidak mengerti batas-batas tatakramakehidupan atau kemanusiaan. Padahal, jika manusia itu tidak mengertibatas kemanusiaannya, manusia akan mudah terjerumus ke dalam perbuatan nista atau zalim, aniaya. Konsekuensi perbuatan aniayaadalah perbuatan yang merusak kehidupan di bumi ini. Cobalah kita perhatikan ekploitasi sumber daya alam di bumi Indonesia ini. Hutan

gundul, sampah menggunung, limbah beracun tak tertimbun adalahakibat adanya pelanggaran batas (keseimbangan). Buahnya adalahkerusakan lingkungan hidup. Dan, akibatnya bencana dan mala petakadatang silih berganti.

Ketika beliau di Madinah, bangunan umat Islam yang baru berdiri inimengalami gempuran dari pihak Kafir Qureisy dari Mekah. Nabimampu menyatukan orang Arab Madinah dari klan Aus dan Khajrad

Page 31: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 31/167

 yang senantiasa bertikai, yang digambarkan di dalam Al Quransebagai orang-orang yang berada di tepi neraka. Di Madinah padawaktu itu hidup orang-orang non-Arab yang berkitab (Yahudi, danNasrani dari salah satu sekte agama Kristen). Bahkan orang Yahudidapat dikatakan sudah mantap hidup di sana. Semula ajaran Islam ini

disampaikan kepada suku-suku Arab yang tinggal di Madinah dansekitarnya. Kemungkinan timbulnya konflik antara mereka dan orang-orang Islam telah dicermati oleh beliau. Dalam keadaan demikian initentu saja Nabi memberi peringatan kepada semua pihak yang hidupdi Madinah, agar masing-masing pihak bisa menjaga hak-haknya dansaling melindungi tanpa memperhatikan agamanya. Ajaran inidirangkum dalam “Piagam Madinah”.

Orang-orang Yahudi yang semula dipandang tinggi statusnya olehorang-orang Arab, dengan datangnya agama baru ini, mereka merasakehilangan pengaruhnya. Hasutan-hasutan mulai dilancarkan. Konflik 

tak dapat dihindari lagi. Ajaran yang nuansa-nya universal ini harusdiimplementasikan secara riil di Madinah. Kota yang menjadi basis perkembangan agama Islam ini tentu saja harus dijaga keamanan dankedamaiannya agar ajaran Al Quran tetap bisa didakwahkan.Kelompok-kelompok agama lain yang sudah mapan ini diminta untuk tetap teguh memegang kebenaran kitabnya [dalam bahasa sekarang,tidak boleh plin-plan]. Ajakan untuk memelihara hak, menjaga batas,tak digubris lagi oleh mereka. Akhirnya, lahir kenyataan baru, yaituorang-orang yang berkitab yang tidak bisa menerima kebenaran yangdisampaikan oleh Nabi. Inilah yang disebut “orang-orang kafir darigolongan yang berkitab”.

 Jadi, pada mulanya kekafiran itu hanya terbatas bagi mereka yangmelakukan kerusakan di bumi atau mereka yang mengingkarikebenaran. Selanjutnya kekafiran itu juga diatributkan bagi pemeluk agama lain yang tidak mau mengerti terhadap hak-hak yang dimilikioleh umat Islam. Hal ini bisa dibaca pada surat al-Bayyinah/98:1-7.Kesimpulannya, orang kafir adalah orang yang mengingkari kebenarandan melakukan kerusakan di bumi. Tak peduli agama apa dia.

Kembali kepada ayat di atas. Manusia diperintah untuk memohonkepada Tuhan dengan cara merendahkan diri, suara yang lembut,

 penuh kesadaran dan penuh harapan. Inilah tatakrama dalamberkomunikasi dengan Tuhan. Merendahkan diri artinya bersikaprendah hati, merasa tak punya apa-apa. Karena pemilik yangsebenarnya dari semua ini adalah Allah. Kalau diumpamakan“gentong” maka kita harus merasa sebagai gentong yang kosong, yang siap diisi. Suara yang dibunyikan harus lembut! Cuma didengar oleh telinganya sendiri. Inilah prinsip zikir! Selanjutnya, permohonanitu harus dikerjakan dengan penuh kesadaran. Artinya, harus tumbuh

Page 32: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 32/167

dari hati dan pikiran yang jernih. Dan, terakhir ditopang olehkeyakinan yang kuat akan dikabulkannya permohonan itu.

Ingat, rahmat Tuhan itu akan hinggap pada orang-orang yang berbuat ihsan. Suatu perbuatan yang tumbuh dari hati yang murni. Suatu

 perbuatan yang tidak distimulasi oleh keinginan yang melanggar batas. Perbuatan yang tidak dilandasi oleh dorongan untuk mengeksploitasi bumi. Hanya sebatas yang diperlukan! Hanyamengambil manfaat untuk kehidupan. Bukan untuk kemubaziran atau pemborosan dalam hidup ini. Memang hal ini tampak sepertibertentangan terhadap prinsip “pemasaran”. Tetapi sebenarnya kitaini diingatkan agar menjaga kesejahteraan alam ini demi anak-cucudan kemanusiaan kita. Apalah artinya kita sekarang hidupbergelimang harta, tetapi di masa depan kita menga-lami ketekoranhidup. Karena energi semesta sudah kita hutang sekarang ini,sehingga di masa depan kita tekor karena harus membayarnya.

Di dalam surat al-Isra’/17:26-29 dinyatakan,26. Berikan kepada sanak kerabat akan haknya. Juga kepada orang-orang miskin dan ibnu sabil. Dan janganlah menghambur-hamburkanharta secara boros.

27. Sesungguhnya para pemboros (mubazirin) adalah saudara setan,dan setan itu senantiasa mengingkari Tuhan.

28. Apabila kamu tidak bersedia untuk memberi mereka karenaengkau mengharapkan mendapat rahmat dari Tuhan, maka

katakanlah kepada mereka dengan ucapan yang lemah lembut.

29. Janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu, dan jangan pulaterlalu mengulurkannya sehingga kamu menjadi tercela dan menyesal.

Di bab yang lalu telah diterangkan bahwa syariat itu untuk menjagakesehatan dan kesejahteraan manusia lahir dan batin. Syariat atausembah raga ini meliputi pelayanan di antara sesama dan pelatihan pribadi dalam berhubungan dengan Tuhan. Dengan kata lain, sembahraga itu ada yang berwujud pelayanan riil di antara sesama manusia,dan ada pula yang berupa pelatihan diri untuk penyatuan diri dengan

Yang Mahaesa. Jangan salah paham lho! Dari segi aspek realitas, kitaitu senantiasa bersama dan berada di dalam Tuhan. “Dan Diasenantiasa bersama kamu di mana saja kamu berada.” (QS 57:4). Nah, penyatuan diri adalah upaya untuk kembali kepada Tuhan, wa innailaihi raji-‘un.

Dengan terciptanya masyarakat yang anggota-anggotanya salingmelayani, maka terwujudlah azas manfaat. Syariat atau sembah raga

Page 33: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 33/167

untuk menuju masyarakat shalihin. Masyarakat yang di dalamnyamerupakan wujud pluralitas sejati. Perbedaan agama, kepercayaan,dan etnis tidak menghalangi untuk bisa hidup saling melayani dalammewujudkan masyarakat yang damai [QS 2:62, dan 5:69]. Semua pihak dituntut untuk mengutamakan kesalehan dan rendah hati!

Karena itu jangan berisik, kalau bersuara bersuaralah yang lemahlembut. Kesadaran dalam berzikir [sembahyang] diterapkan dalamkehidupan sosial. Bila dalam berdoa kepada Tuhan harus dilandasidengan harapan, begitu pula dalam kehidupan bersama. Kita harus punya keyakinan bahwa pelayanan yang tulus di antara sesama akanberbuah kesejahteraan dan kedamaian bersama. Duri-duri kecurigaanharus disingkirkan.

Nah, untuk membentuk masyarakat shalihin, kita harus bisamenghormati hak-hak kerabat kita sendiri, orang-orang miskin danibnu sabil. Ini adalah syariat dasar yang dikumandangkan sejak di

Mekah. Seruan ini di Madinah nantinya diwujudkan dalam bentuk “zakat” dalam pengertian sedekah. Seperti yang telah dibuktikan olehsejarah, masalah ekonomi adalah hal yang menentukan sejarahmanusia dan kemanusiaan. Tak ada agama yang tidak menempatkandana atau sedekah sebagai syariat dasarnya. Islam yang diklaimsebagai agama terakhir pun menempatkannya sebagai salah satusendi syariatnya. Sesuai dengan perkembangan agama, implementasisedekah atau dana ini tergantung pada keadaan perekonomianmanusia. Mula-mula sedekah itu berupa anjuran untuk memberikansebagian harta kepada yang miskin. Kemudian berkembang menjadikewajiban, dan yang disedekahkan pun ada takarannya, misalnya 10%

dalam agama Kristen, 2,5% dalam agama Islam. Namun demikian,banyaknya harta yang harus dizakatkan tidak diatur di dalam AlQuran. Pihak penerima zakat yang dicantumkan di dalam Al Quran.

Pada ayat-ayat di atas ditekankan sekali agar kita mampu memeliharaharta benda yang dikaruniakan oleh Tuhan dengan sebaik-baiknya.Pemboros dan kikir sama-sama harus dijauhi. Karena keduanya adalah perbuatan setan. Keduanya merupakan produk hati yang gelap dan pikiran yang keruh. Kegelapan dan kekeruhan senantiasa menjauhkankita dari Tuhan. Ya, setan itu selalu mengingkari kebenaran. Manusiaharus pandai-pandai untuk mengambil jalan tengah. Boros hakekatnya

menghambur-hamburkan energi yang disediakan Tuhan di alam ini.Kikir berarti menyembunyikan anugerah Tuhan yang diberi-kan kepadamanusia, yang seharusnya dimanfaatkan untuk kesejahteraanhidupnya. Baik boros maupun kikir, keduanya adalah perbuatantercela , yang pada akhirnya menyebabkan manusia hidup menyesalalias menderita.

Page 34: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 34/167

 Apa yang diuraikan ini masih pada tahap sembah raga. Landasanuntuk menempuh tingkatan hidup yang lebih tinggi. Kalau dalambahasa tasawuf Timur Tengah, ada empat tahapan yang harusditempuh manusia untuk bisa kembali kepada Tuhan Yang Mahaesa.Yaitu, dari syariat, tarekat, hakekat, hingga makrifat. Yang dalam

bahasa tasawuf Jawa disebut sebagai sembah raga, sembah cipta,sembah jiwa, dan sembah rasa. Yang kesemuanya ini disebut sebagaicatur sembah. Baik makrifat ataupun sembah rasa adalah tahapanmanusia untuk dapat mengenal DS-nya. Dengan mengenal DS-nyamanusia akan kenal dengan Tuhannya. Ingat bunyi Hadis, “Man ‘arafanafsahu faqad ‘arafa rabbahu,” barangsiapa yang mengenal dirinyaniscaya akan kenal dengan Tuhannya.

Di tahap syariat, yang dinamakan orang miskin adalah orang yangkekurangan harta benda. Orang ini mempunyai pekerjaan tetapi tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Yang lebih rendah dari

orang miskin adalah “fakir”, kaum papa. Orang yang betul-betul tidak mampu memenuhi keperluan hidupnya. Nah, di banyak ayat seringmiskin dan fakir ini disebut “miskin” saja. Orang Indonesia biasamenyebutnya fakir-miskin. Agar tidak menimbulkan problemakesehatan dan kesejahteraan masyarakat, mereka yang miskin iniharus ditanggulangi. Ketika struktur ekonomi masih sederhana,menyantuni mereka dengan zakat sedekah sudah cukup. Namunketika struktur ekonomi menjadi semakin kompleks, pemecahannyatidak cukup dengan zakat sedekah. Artinya, kemiskinan tak akan bisadipecahkan hanya di tahap syariat.

Lalu harus dipecahkan dengan cara apa? Di sinilah kita dituntut untuk meningkatkan kualitas sembah atau ibadat kita. Kita tak bolehmandeg atau cuma berhenti di syariat. Kita harus memahami sumber kemiskinan yang lebih dalam. Kita tidak cukup hanya melihat kemiskinan dari segi tidak adanya pekerjaan, lemahnya ketrampilan,atau rendahnya pen-didikan. Kemiskinan harus dilihat dari sumbernya yang lebih dalam, yaitu kemiskinan budi pekerti atau akhlak. Ya,kemiskinan di tingkat ihsan atau jiwa. Jika di dalam umat ini ter-lalubanyak orang yang miskin jiwanya, maka jangan heran bila timbulkemiskinan lahiriah yang luar biasa. Jadi, perintah untuk tidak hidupboros atau kikir adalah untuk menanggu-langi terjadinya kemiskinan.

Lho, apa hubungannya boros dan kikir dengan kemiskinan? Di atastelah dijelaskan bahwa boros itu menghambur-hamburkan energi.Energi itu dihamburkan untuk memenuhi kepentingan sendiri, ataubuat kesenangan egonya. Akibatnya, di tempat atau kelompok lainakan timbul kekurangan. Muncul kemewahan pada kelompok tertentu,dan timbul kemiskinan pada banyak kelompok lain. Begitu pulakekikiran! Kekikiran menyebabkan terakumulasinya energi pada orang

Page 35: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 35/167

atau kelompok tertentu, tetapi tidak dimanfaatkan. Energi itu tidak didistribusikan, hanya ditimbun saja. Terjadilah kebuntuan aliranenergi di tengah masyarakat. Yang tidak teraliri mengalamikemiskinan. Nah, ternyata sumber kemiskinan itu keborosan dankekikiran. Sedangkan boros dan kikir itu timbul dari kemiskinan budi

atau jiwa. Boros dan kikir itu setan, perbuatan yang menjauhkan diridari kebenaran atau mengingkari Tuhan. Jadi, pemboros dan orangkikir adalah saudara setan. Orang tidak bertindak boros atau kikir bilakeihsanan telah tumbuh di dalam jiwa orang tersebut.

Ihsan adalah tahap yang lebih tinggi dari Islam dan Iman. Ihsan ada diwilayah sembah jiwa. Suatu wilayah di tahap akhir sebelum memasukitahap sembah rasa. Bila di tahap syariat orang harus bisamenampilkan kesejahteraan ragawi, di tahap tarekat atau sembahcipta manusia harus bisa hidup dalam kedamaian hati. Kenikmatan yang diperoleh tidak lagi pada banyaknya harta benda. Kemudian

masuk ke tahap sembah jiwa atau dunia ihsan, dunia ketulusan hati.Memasuki alam kesadaran untuk duduk bersimpuh di hadirat Ilahi.Kenikmatan yang diperoleh berupa kesempurnaan diri. Di tahap inimanusia mulai mampu menimbang hakikat yang terjadi.

Mengapa sih bicara tentang syariat, keborosan dan kekikirandihubungkan dengan energi? Di sinilah kita harus tahu! Bahwa hidupini berkaitan dengan aliran energi. Badan kita ini sebenarnya hanyalahibarat kabel yang dilalui energi. Sedangkan harta-benda, warna,cahaya dan lain-lainnya adalah bentuk-bentuk energi. Karena itu jangan heran bila secara alami manusia tertarik pada harta benda.

Harta benda adalah bentuk energi yang paling kasar. Pintu masuknyake dalam diri kita adalah indera jasmani. Kekurangan energimenimbulkan kelemahan atau penderitaan jasmani, seperti lapar,haus, sakit, dan derita jasmani lainnya. Bila energi ini kita peroleh,maka kita terpuaskan atau menjadi sehat.

Bagaimana bila energi kita serap banyak-banyak sehingga melebihikapasitas jasmani kita? Jasmani manusia memiliki daya tampung. Jikadaya tampungnya terlampaui, maka akan terjadi penimbunan.Timbunan-timbunan ini akan menghambat atau menghalangi aliranenergi di dalam tubuh. Akibatnya, timbul sakit pada jasmani. Agar 

tidak tertimbun, maka energi ini kita alirkan keluar. Misalnya, berupabanyak bergerak [pekerjaan fisik, olah raga, salat, dll], marah-marah,dan aktivitas seksual. Tentu saja penyaluran energi dengan marah-marah adalah perbuatan negatif. Nah, bila kelebihan energi ini bisamengalir keluar dengan mulus, maka manusianya menjadi terpuaskan.

Perlu diperhatikan, kelebihan energi bendawi (selama badan sehat)akan meningkat-kan aktivitas seksual. Dan ini memang jalur alami

Page 36: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 36/167

 pada makhluk hidup. Hanya saja pada manusia bila kelebihan energiini tidak dikontrol dengan baik, penyalurannya menjadi tidak seimbang, yaitu lebih banyak melalui aktivitas seksual. Akibatnya,aktivitas seksual yang secara alaminya suci, menjadi terkontaminasisehingga menjadi aktivitas yang negatif. Nah, syariat sebenarnya

mengatur masuk-keluarnya energi bendawi secara sehat. Jadi, bila adaorang yang mudah marah, itu tandanya kelebihan energi bendawi atauterjadi penyumbatan energi di dalam tubuh.

Secara individual boros berarti menyerap energi harta benda secaraberlebih-lebihan, sehingga banyak pihak yang menderita kekuranganenergi. Orang boros menyebabkan ketekoran energi pada pihak lain,dan membuat ketekoran energi pada dirinya di masa depannya.Karena itu orang yang boros akan mengalami penderitaan. Orang kikir banyak mengumpulkan energi. Karena tak disalurkan, dan cumaditimbun, maka akan menim-bulkan sumbatan energi dalam hidupnya.

Penyakit jasmani pun akan timbul. Akibatnya, orang yang kikir jugamengalami penderitaan. Ia akan menderita karena energi itu tidak dimanfaatkan dengan benar. Dan dalam masyarakat keborosan dankekikiran akan menim-bulkan kemiskinan. Yang pada akhirnyamenimbulkan bencana dan malapetaka.

 Zakat sedekah adalah sarana untuk mencegah timbulnya keborosandan keki-kiran harta benda. Memang ini merupakan langkah pertamauntuk mengendalikan kemis-kinan dalam suatu negara. Hal inidiungkapkan dalam surat at-Taubah/9:103,

Pungutlah zakat sedekah dari sebagian harta benda mereka. Dengan zakat itu engkau membersihkan dan menyucikan. Dan mohonkanrahmat bagi mereka. Sesungguhnya permohonanmu itumenentramkan jiwa mereka. Allah Maha Mendengar dan MahaMengetahui.

 Jadi, dengan zakat itu kemungkinan terjadinya penyumbatan energibendawi di dalam masyarakat dicegah. Masyarakat dibersihkan dariberbagai macam penyakit. Namun, bila serangan penyakit terlaluberat dan terlalu kompleks, zakat tak akan sanggup menyehatkannya.Harus ada upaya tarekatnya, atau sembah ciptanya. Mengenai pihak-

 pihak yang secara fisikal berhak menerima zakat sedekah akandibahas pada materi tasawuf yang akan datang.

Bagian ke-6

Semua ini ternyata diatur dalam keseimbangan. Ada batas-batas yangtelah ditetap-kan oleh Tuhan, baik di alam raya ini maupun di dalamdiri manusia. Di dalam surat Ar Rahman/55:7-9 dinyatakan,

Page 37: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 37/167

7. Dan Dia tinggikan langit, lalu Dia tetapkan neraca.

8. Agar kamu tidak melampaui batas neraca itu.

9. Tegakkan neraca itu dengan adil, dan janganlah menguranginya.

Wujud alam ini memang dualisme karena itu ada mizan, ada neracaalias ada ukuran pada setiap benda atau wujud ini. Batas-batas itutetap harus dijaga. Batas-batas itu tidak boleh dilampaui. Dalam arti,tak boleh dilebihi maupun dikurangi sehingga batasnya ambruk. Kitabisa membayangkan, bila manusia yang menghuni bumi ini berlebihan pria atau wanitanya. Bukan kedamaian yang kita rasakan. Tetapibencana!

Boros maupun kikir [pada bagian ke-5] dilarang, karena keduanya

melampaui batas. Energi yang diserap manusia, baik energi fisik maupun metafisik, haruslah yang sesuai dengan batas-batas neraca didalam dirinya. Dihambur-hamburkan akan mendatangkan bencana.Bila cuma dideposit juga menimbulkan mala petaka. Siapa yang tahubatasnya? Apabila berkaitan dengan energi pada tubuh, tentu saja yang bersangkutan yang tahu. Tapi, bila berhubungan denganlingkungan, yang tahu tentu saja para cerdik-pandai. Karena itu,mereka diharapkan tidak melakukan manipulasi.

Pada tahap awal cara untuk mengenal batas-batas itu dengan syariat.Cara yang mudah yang bisa dikenali oleh setiap orang. Karena itu kata

syariat dapat diartikan sebagai jalan umum, jalan yang bisa dilewatioleh siapa saja. Jadi, syariat bisa ditempuh tanpa perlu kepandaiansecara khusus. Bila kita makan dan sudah terasa kenyang, ya kitahentikan. Dan bila sudah terasa lapar, kita sebaiknya makan. Inilahsyariat! Karena itu dalam surat Al Maidah/5:6 disebutkan, “Ma yuridullahu liyaj-‘ala ‘alaikum min harajin walakin yuridu liyuthahhirakum waliyutimma ni ‘matahu ‘alaikum la-‘allakum tasykurun.” Allah tidak bermaksud menjadikan kesulitan bagimu, tetapi Dia berkehendak untuk membersihkanmu dan menyempurnakan nikmat-Nya kepadamuagar kamu menjadi orang-orang yang bersyukur.

 Ayat di atas memang berkenaan dengan wudhu. Yang bagi orang padang pasir waktu itu, enggan menggunakan air untuk kebersihanbadannya. Jadi, syariat berwudhu jelas dimaksudkan untuk membuat bagian vital tubuh ini bersih (dan sehat tentunya), dan sebagai penyempurnaan kenikmatan dari Tuhan. Dengan badan dan pikiranterasa segar, manusia bisa menggunakan akalnya dengan jernih untuk memberikan nilai tambah dalam kehidupan ini, yang disebut jugabersyukur.

Page 38: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 38/167

Mengapa air yang digunakan sebagai sarana untuk membersihkanbadan jasmani ini? Ya, air adalah bahan pelarut universal. Anda masihingatkan dengan pernyataan surat Al Anbiya’/21:30. Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa “segala sesuatu yang hidup ini berasal dari

al ma’ atau zat cair”. Memang kata ma’ itu berarti air. Namun dengankata sandang “al”, air yang dimaksud bukanlah semata-mata air yangkita kenal sekarang ini yang berupa “H2O”. Maka al-ma’ bisa berarti zat cair atau cairan. Bahwa air menjadi wahana bagi berlangsungnyareaksi kimia bagi kehidupan adalah benar. Metabolisme dalam tubuhini berlangsung dengan bantuan air. Karena itu air adalah alat untuk membersihkan dan menyucikan badan.

Bila badan harus dibersihkan dan disucikan dari kotoran, maka pemilikan kita pun harus dibersihkan dan disucikan, seperti yangdiutarakan pada bagian ke-5, yaitu pada surat At Taubah/9:103.

Penyucian harta-benda ini adalah bagian dari upaya untuk menempatkan “yang punya, the have” dalam neraca kepemilikan. Agar tidak timbul atau terjadi kecemburuan sosial! Dengan kewajibanbersedekah/zakat bagi yang punya, maka ia telah dibersihkan darikotoran sosial, dan batinnya disucikan dari keserakahan terhadapharta-benda. Dan pada zaman Nabi, mereka yang berzakat ini dengansendirinya mendapat jaminan keamanan sosial. Kalau zamansekarang, pembayar pajak di negara maju berhak mendapatkan perlindungan keamanan hidupnya. Ya, syariat di dalam agamamemang bertujuan untuk memberikan jaminan keamanan danketentraman lahiriah. Syariat memang untuk membangun kehidupan

bersama yang teratur dan harmonis.

 Jika kita perhatikan aturan sedekah ini, disamping ada pihak yangberkewajiban mengeluarkan sedekah, ada pula pihak-pihak yangberhak menerima sedekah tersebut. Surat At Taubah:60 yangdiwahyukan pada 9 H, menjelaskan tentang orang-orang yang berhak menerima sedekah. Yaitu, orang fakir, orang miskin, fungsionarissedekah, mu-allafah, hamba sahaya, orang yang berhutang, orang yang ada di jalan Tuhan, dan orang yang ada dalam perjalanan.

Orang fakir adalah orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap,

 pengangguran, atau orang-orang lemah. Miskin adalah orang yangmempunyai usaha tetapi hasilnya tidak cukup buat hidupnya.Termasuk juga dalam kategori miskin adalah orang-orang yang tidak  punya kecakapan berusaha, sehingga tekor terus hidupnya. Kemudian, yang berhak menerima dan menyalurkan sedekah kepada yang betul-betul membutuhkan adalah para administratur sedekah itu. Menurut tafsiran Yusuf Ali, sedekah itu memang hanya bagi yang miskin danbetul-betul membutuhkan, dan para administratur atau orang-orang

Page 39: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 39/167

 yang kerjanya mengurus sedekah itu seadil-adilnya. Lha, yang disebut orang fakir-miskin adalah 5 macam penerima yang disebutkan diatas, yaitu muallafah, hamba sahaya, orang hutang, para sabilillah, dan ibnusabil.

 Jadi, Yusuf Ali tetap mengacu pada makna sedekah seperti yangdiungkapkan pada ayat-ayat Makiyah, yaitu untuk mereka yang hidupdalam keadaan fakir-miskin. Bila di Mekah belum ada ‘amilin ataufungsionaris sedekah, maka di Madinah sedekah itu harus dipungut dan dimanajemeni dengan baik. Waktu itu yang tergolong manusiafakir-miskin adalah muallafah [orang yang membutuhkan bantuandalam menegakkan kebenaran agama], hamba sahaya (tidak mampumemerdekakan dirinya bila tidak ditolong), orang yang hidupnyadalam kebangkrutan atau tergantung pada hutang, fi sabilil-Lah[mereka yang membangun kebajikan seperti pasukan keamanan danketertiban, membangun rumah-rumah ibadah, sekolah, rumah sakit 

dll], dan ibnu sabil [yaitu mereka yang menempuh perjalanan untuk kebajikan seperti mencari ilmu, spionase, peneliti dls].

Dengan demikian, sedekah atau zakat memang ditujukan untuk membebaskan manusia dari beban kehidupan yang berat,ketergantungan, dan kolonial. Inilah jiwa syariat Islam! Yaitu untuk membersihkan manusia dari beban kehidupannya. Tentu saja praktik operasional zakat pada waktu itu sesuai dengan keadaan kehidupanwaktu itu. Sistem ekonomi waktu itu, ya, cuma pertanian dan perdagangan. Belum ada sistem kepegawaian, perburuhan, industri,dan jasa seperti sekarang ini. Juga belum dikenal perekonomian global

seperti sekarang ini. Karena itu mereka yang masuk kategori penerima zakat pun sangat sederhana. Dan di zaman Nabi, pajak tidak diberlakukan!

Sampai bagian ke-6 ini tasawuf kita ini masih membahas tahapsyariat. Suatu tahap dini dalam menjalani kehidupan yang religius,hidup beragama. Suatu tahap awal untuk mengenal batas-batas perilaku manusia. Kata “syariat” pada mulanya mempunyai arti “jalanmenuju sumber air”. Jelas bahwa syariat bukanlah bagian “yang ada” di dalam diri manusia. Syariat adalah aturan yang datangnya dari luar diri manusia! Ia adalah jalan ke sumber air. Fungsinya, dengan

demikian, untuk menjadi rambu-rambu agar aktivitas “yang ada” didalam diri manusia itu tidak melampaui batas-batas, tidak melanggar neraca atau keseimbangan yang telah ditetapkan Tuhan.

Oleh karena syariat itu datangnya dari luar diri manusia, maka bentuk syariat itu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan zamannya. Dengandemikian, wajar bila tiap-tiap agama mempunyai bentuk syariatnyasendiri. Inilah yang ditegaskan dalam Surat Al-Maidah/5:48, “li kulli

Page 40: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 40/167

[ummatin] ja-‘alna minkum syir-‘atan wa minhajan.” Bagi setiap umat telah Kami jadikan syariat dan tata-caranya. Perhatikan bunyi ayat tersebut! Di situ dinyatakan bahwa “Kami telah menjadikan”, bukan Aku telah menciptakan. Dijadikan artinya dibuat dari sesuatu yangtelah ada. Sedangkan “Kami” artinya Tuhan menyertakan sesuatu

untuk menjadikan suatu syariat. Apa sesuatu itu? Semua keadaan yang meliputi kebangkitan suatu umat pada geografi dan kurun waktutertentu. Karena itu, secara normatif syariat itu berkaitan denganrambu perintah, halal [yang dibolehkan], dan haram [yang terlarang].

Makna syariat perlu diperjelas dalam pelajaran ini, agar kita tidak terjebak atau cuma macet di jalan. Apalah artinya kita sudah ada di jalan yang benar, tetapi terjebak dalam kemacetan di jalan tersebut?Sudah di jalan yang benar dalam menuju sumber air, tapi tidak sampaidi sumber air, belum lagi mengambil airnya. Kemacetan akanmendorong orang untuk mengambil jalan pintas. Nah, begitulah

gambaran orang yang menjalani formalitas beragama saat ini. Banyak orang yang terjebak dalam formalitas keagamaan. Agama tak lebihdari identitas belaka. Makanya, banyak orang yang tampak sangat agamis, tetapi budipekertinya tidak mencerminkan kehidupan agama yang benar. Pemahaman terhadap syariat perlu ditingkatkan.

Banyak orang yang salah paham, dikiranya belajar tasawuf itumendangkalkan syariat. Padahal jelas bahwa dengan hidup bertasawuf manusia semakin kenal dengan rambu-rambu kehidupan. Ia mampumemahami ayat-ayat itu dari dalam lubuk hatinya, baik ayat-ayat tentang hubungan manusia dengan sesamanya maupun

lingkungannya. Ia tidak dikendalikan oleh rambu dan marka jalan. Tapimemang ia tahu batas-batas jalan yang dilaluinya. Syariat harusdisertai “minhaj”, upaya untuk mencapai sumber air, yang dalammakna spiritual adalah cara untuk mencapai sumber air kehidupan,“al-ma-ul hayat”. Salat harus dibarengi dengan upaya untuk menciptakan kondisi zikir. Puasa harus dilakukan untuk membentuk manusia yang mampu mengendalikan diri. Zakat harus diwujudkanuntuk membebaskan beban kehidupan manusia. Dan haji harusdijadikan sarana untuk membentuk manusia yang berwatak humanisdan sosial. Untuk menjadi manusia yang bebas dari kungkunganetnisitas, golongan, dan keagamaan. Menjadi manusia yang kenal

dengan manusia lain, ta-‘arruf.

Semua upaya itu sebenarnya langkah manusia ke dalam dirinya.Langkah menuju ke sumber kehidupannya yang sejati! Langkah untuk menembus “yang ada” di dalam diri manusia agar bisa bertemudengan “Yang Maha Ada”. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan“yang ada” pada diri manusia? “Yang ada” adalah sejumlah

Page 41: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 41/167

karakteristik atau sifat asal universal yang dimiliki manusia untuk eksistensi dirinya.Dengan kata lain, “yang ada” adalah semua yang dipandang sebagairealitas yang paling fundamental dalam diri manusia. Apa itu? Yang paling pokok dari “yang ada” adalah kehendak untuk hidup! Begitu

dilahirkan, manusia berusaha mempertahankan hidupnya. Nah, wujud“yang ada” yang tampak pada waktu bayi adalah makan dan minum.Selama kesehatannya tidak terganggu manusia perlu makan danminum. Dan, bila dibiarkan keinginan makan dan minum ini, tidak  pernah dilatih atau dididik, maka ia akan tumbuh tak terbatas.

Makan dan minum pada manusia berbeda dengan yang ada padadunia hewan. Sejak lahir makan-minum pada hewan telah terkontrololeh dirinya secara otomatis. Hewan tidak perlu dilatih untuk membatasi makan-minumnya. Tetapi manusia perlu dilatih dan dididik untuk mengenal batas dalam makan-minum. Kalau tidak, manusia

akan terdorong makan-minum tanpa batas. Perilaku manusia akanlebih buruk daripada hewan. Dan tentu saja, akan merusak kehidupanmanusia itu sendiri. Bukan hanya jumlahnya yang perlu dibatasi, tetapi juga macam makan-minumnya. Nah, dalam agama yang membatasiini namanya “syariat”. Tentu saja batas-batas itu dipengaruhi olehbudaya, geografis dan zamannya. Karena itu di atas disebutkan bahwa“syariat” adalah bukan dari bagian “yang ada” pada diri manusia. Iaada di luar diri manusia dan berfungsi untuk membatasi gerak “yangada” agar tidak melampaui batas kehidupannya.

Dalam hal makan-minum ini, marilah kita perhatikan beberapa ayat 

 yang terkait.

7:31, “Hai manusia, pakailah perhiasanmu ketika kamu bersujud,makan dan minumlah tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allahtidak mencintai orang-orang yang berlebih-lebihan.” 

2:168, “Hai manusia, makanlah yang halal dan yang baik (thayyib)apa-apa yang terdapat di bumi. Dan, janganlah kamu mengikutilangkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu musuhmu yang nyata.” 

2:172, “Hai orang-orang yang beriman, makanlah apa-apa yang baik  yang telah Kami sediakan bagimu. Dan bersyukurlah kepada Allah bilahanya kepada-Nya kamu beribadah.” 

2:173, “Dia hanya mengharamkan kamu makan bangkai, darah,daging babi, dan daging yang dipersembahkan kepada selain Allah.Barangsiapa terpaksa bukan karena keinginan, dan tidak melampaui

Page 42: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 42/167

batas, maka tak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah itu MahaPengampun dan Maha Penyayang.” 

5:87, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah dihalalkan oleh Allah bagimu. Dan, jangan

melampaui (melanggar) batas. Sesungguhnya Allah tidak mencintaiorang-orang yang melampaui batas.” 

5:88, “Dan makanlah apa-apa yang halal dan yang baik yang telahdiberikan oleh Tuhan kepadamu. Dan, bertakwalah kepada Allah yangkamu imani.” 

 Ayat-ayat di atas cukup untuk dijadikan landasan untuk memahamisyariat tentang makan-minum. Ayat pada surat ke-7 diwahyukan diMekah, sedangkan ayat pada surat ke dua dan lima diturunkan diMadinah yaitu di awal hijrah dan di pertengahan ke dua masa setelah

hijrah.

Pertama-tama manusia dididik untuk makan-minum yang tidak melampaui batas. Tidak berlebih-lebihan! Jadi, tekanan awalnyaadalah mampu mengendalikan diri dalam makan dan minum. Karenaberlebih-lebihan dalam makan dan minum akan menganggu ataubahkan merusak kesehatan lahir dan batin. Kemudian diseru untuk hanya makan yang halal dan yang baik (thayyib). Yang halal artinya yang dibenarkan menurut hukum, baik dari jenis makanannya maupuncara mendapatkannya. Sedangkan yang baik adalah yang tidak merusak kesehatan atau tidak jijik untuk dimakan. Ular, tikus, cacing,

tidak termasuk yang dilarang memakannya. Namun, banyak orang yang jijik, atau muntah bila makan hewan-hewan tersebut. Bagi orang yang jijik terhadap hewan tersebut, maka daging hewan tersebut jelastidak thayyib.

Dalam tafsir Yusuf Ali, makanan yang thayyib adalah makanan yangbersih, sehat, bergizi, dan lezat. Dengan demikian, makanan yangthayyib adalah makanan yang halal dari segi zatnya. Sedangkanmakanan yang halal, belum tentu baik dari segi substansinya. Karenakehalalanberkaitan dengan hukum yang berlaku. Minuman kopi pada abad ke-

15 termasuk jenis makanan yang diharamkan [alias tidak halal] didunia Islam. Namun, akhirnya dihalalkan, sampai hari ini! Tetapi, kalauseseorang memandang tidak thayyib, maka dia harusmeninggalkannya.

Meskipun sudah ada batas-batas, atau larangan, kalau toh terpaksa[bukan karena ingin menikmati kelezatannya], dan tidak melebihibatas yang diperlukan, boleh-boleh saja makan makanan yang

Page 43: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 43/167

diharamkan tadi! Inilah prinsip Islam! Suatu syariat ditetapkan bukanuntuk mempersulit manusia, tetapi memberikan kemudahan. Daripadaharus “trial and error”, coba-salah-coba lagi, yang bisa merugikanmanusia, karena kasih-sayang-Nya manusia diberitahu mana-mana yang dilarang untuk memakannya.

Perlu diketahui bahwa kelahiran agama Islam bukanlah terlepas darisejarah. Sebelum ada agama Islam, telah ada dua agama besar, yaituYahudi dan Nasrani, yang telah mapan di luar Mekah maupun diMadinah dan sekitarnya. Khususnya agama Yahudi, para pemeluknyamenganggap sebagai anak-anak Tuhan dan hidup beradab. Merekamemandang diri mereka bermartabat tinggi. Sedangkan orang-orang Arab mereka pandang lebih rendah martabatnya. Orang-orang Yahudisangat jijik dan melarang umatnya makan bangkai [Imamat 17:15],darah [Imamat 7:26], dan daging babi [Imamat 11:7]. Dengandemikian, pengharaman terhadap makanan tertentu bukanlah aturan

 yang sama sekali baru. Melainkan aturan atau syariat itu sudah ada pada umat Yahudi, dan tetap dipertahankan di dalam agama Islam. Jadi, wajar bila syariat itu dipengaruhi oleh budaya, agama yang sudahada, dan lingkungannya [geografis dan zaman].

Bila kita mau memahami syariat itu dengan pikiran yang jernih,ternyata syariat itu tidak diberikan oleh Tuhan dengan keharusandipegangi secara kaku. Seperti yang dinyatakan dengan tegas pada2:173, bagi mereka yang terpaksa [idh-thurra] bukan karena inginmenikmati kelezatannya [ghaira bagh] atau melebihi keperluannya[la-‘ad], maka tak ada dosa baginya. Hal ini diperkuat oleh surat 5:3.

Dengan redaksi: “Barangsiapa terpaksa karena kelaparan, bukancenderung melakukan dosa [melanggar hukum], maka sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” Jadi, bunyi ayat inibegitu pribadi! Mengapa? Karena ayat ini mendidik kejujuranseseorang dalam mengarungi hidup ini. Yang merasa lapar, yangmerasa terpaksa, yang mengetahui jika perbuatannya itu untuk mempertahankan hidupnya, dan yang mengetahui berapa banyak makanan yang diperlukan agar ia tidak merasa lapar adalah orang yang bersangkutan. Orang lain tidak boleh menajiskan!

Pada kedua ayat ditutup dengan pernyataan “Allah Yang Maha

Pengampun dan Yang Maha Penyanyang”. Maha Pengampun berartiMaha Menutupi kekurangan atau kesalahan hamba-Nya. SedangkanMaha Penyayang berarti Dia niscaya memberikan imbalan terhadapkebaikan hamba-Nya. Betul-betul suatu pernyataan yang sangat  pribadi! Hanya Allah yang tahu betul apakah hamba-Nya telah berbuat karena kelemahannya atau berbuat demi kebajikan dirinya.

Page 44: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 44/167

Tasawuf memang mengajak manusia untuk kembali ke dalam dirinya.Kita dituntun untuk mengenal syariat dengan arif. Kita tempatkansyariat sebagai sarana atau jembatan menuju sumber air kehidupan yang ada di lubuk batin kita. Syariat dalam tasawuf adalah alat untuk menemukan “yang ada” di dalam diri manusia. Syariat bukanlah

institusi untuk menghakimi dan menghukum manusia. Tetapi ia adalahsarana untuk menyempurnakan kenikmatan yang diberikan Tuhankepada manusia, agar manusia mampu bersyukur. Agar manusiamampu memberikan nilai tambah terhadap anugerah-Nya.

Dengan syariat diharapkan terwujudnya badan jasmani yang bersih,sehat, dan segar. Dengan raga yang bersih, sehat, dan segar diharapkan adanya batin manusia yang bersih dan sehat pula, hatinyatenang, pikirannya jernih, dan dorongan hawa nafsunya terkendali.Sehingga manusia dapat melanjutkan perjalanannya dalammenemukan air kehidupan, “tirta prawita” atau “al-maul hayat”.

Dengan tasawuf manusia diingatkan agar tidak terpeleset menjadihamba syariat. Manusia harus terus berusaha menjadi hamba Allah.Dan, salah satu wujud “yang ada” adalah kecenderungan untuk menghamba bagi manusia. Entah itu menghamba kepada benda, pikiran, kepercayaan, atau menghamba kepada Tuhan Pencipta Alam.Salah satu ayat diatas mengingatkan, bahwa dalam masalah perut,manusia dilarang mengikuti langkah-langkah setan. Masih ingatkan,bahwa setan sejati itu bersemayam di dalam diri manusia, denganstasiunnya berupa perasaan dan pikiran [jinnah dan nas]. Jadi, jikamanusia memperturutkan perasaan dan pikirannya, maka ia akan

melanggar batas. Ia akan melampaui batas yang telah ditetapkan.Ingat, setiap ciptaan mempunyai batas-batas eksistensinya. Ada qadar [kadar] dan taqdir [berdasarkan ukuran yang pas bagi realitas itusendiri]. Ada neraca di dalam suatu realitas! Bila batas-batas itudilanggar, manusia tak akan bisa melanjutkan perjalanannya.

Syariat dijadikan oleh Tuhan dalam wujud yang indah. Namun, berkali-kali dalam sejarah, manusia telah salah dalam menempatkan syariat.Syariat yang seharusnya dipakai sebagai alat atau wahana ke suatutujuan, ternyata dijadikan tujuan itu sendiri! Padahal tujuan yang sejatiadalah Tuhan. Bilamana syariat telah menjadi tujuan, maka yang

tampak menonjol adalah formalisme keagamaan. Bukan ilmu yangdicari, tetapi ijazah! Segala sesuatu bila sudah jatuh ke dalamformalisme, maka tak akan ada lagi “kemerdekaan”. Yang adahanyalah kolonial atau pemasungan kehidupan. Syariat tidak lagisebagai alat, tetapi penjara! Inilah yang menyebabkan penampilanlahiriah umat Islam sekarang ini tampak sangat religius, tetapisebenarnya telah kehilangan religiusitasnya.

Page 45: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 45/167

Nah, dengan memahami syariat secara proporsional, denganmelihatnya sebagaimana adanya, maka kita bisa melanjutkan perjalanan tasawuf kita. Kita tidak lagi terjebak di tengah kemacetansyariat, tetapi kita bisa berjalan secara wajar untuk kembali kepadaTuhan. Tasawuf berikutnya, yaitu yang ke-7, akan dibahas makna

kembali kepada Tuhan. Insya Allah minggu depan. Wa billahit taufiqwal hidayah.

Page 46: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 46/167

Bagian ke-7

Kembali Kepada Allah

Syariat adalah jalan menuju sumber air kehidupan. Ia adalah jalanumum, jalan yang ditempuh secara bersama-sama oleh suatukomunitas. Namun, semakin dekat dengan sumber air itu, jalannyasemakin sempit. Jalan yang hanya cukup dilalui oleh dirinya. Jalaninilah yang disebut “tarekat” [thariqah].

Kalau digambarkan hubungan antara syariat dan tarekat, dapat diumpamakan seseorang yang mau nonton film di gedung bioskop. Ada syarat umum yang berlaku bagi yang ingin menonton. Pertama,umur yang akan menonton, yang dalam bahasa agama ia harus sudahakil-balig [sudah cukup umur dan berakal sehat]. Kedua, orang

tersebut harus punya karcis atau undangan menonton. Bila yang akanmenonton itu tidak diatur, maka mereka akan berebut beli karcisnya,atau berebut masuk gedung pertunjukannya. Nah, antre agar bisa belikarcis dan masuk satu per satu dapat dium-pamakan sebagai tarekat.

Dari syariat ke tarekat tidaklah terputus begitu saja. Kedua jalan inibersam-bungan, dari jalan yang lebar kemudian menuju jalan yanglebih sempit. From the road of life to the path of life. Dari jalan di luar diri menuju jalan di dalam diri. Dari jalan raya masuk ke gang di manarumah “DS” berada. Yaa, sebenarnya kita ini seperti orang-orang yanghendak pulang ke masing-masing rumahnya. Karena rumah itu ada di

dalam RW yang sama, maka mula-mula kita berjalan di atas jalan raya yang sama, dan selanjutnya berpisah menuju gang-gang yangberbeda, akhirnya masuk ke rumahnya sendiri-sendiri. Di rumah itulah Allah menyambut manusia secara perorangan. Seperti yangdinyatakan dalam surat Maryam/19 : 93, 95,

93. In kullu man fi s-samawati wa l-ardhi illa ati r-rahmani ‘abda.

95. Wa kullu hum atihi yauma l-qiyamati farda.

93. Sungguh setiap diri, baik yang ada di langit maupun di bumi, akan

datang kepada Yang Maha Pemurah sebagai seorang hamba.

95. Dan, setiap diri datang kepada-Nya pada hari kebangkitansendirian.

 Jadi, meskipun di dalam syariat kita melakukan peribadatan yangsama, seperti shalat berjamaah, puasa Ramadhan, dan ibadah Haji,tetapi jalan kepada-Nya betul-betul kita tempuh sendirian. Syariatnya

Page 47: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 47/167

sama, tetapi tarekatnya berbeda. Karena tarekat itu harus pas denganorang yang menempuhnya. Tarekat harus mengarah dengan tepat letak rumah yang dituju. Jika diumpamakan dengan orang yang akanmenonton film, kita ada di antrean yang sama, tetapi uang yang kitagunakan untuk membayarnya atau nomor tempat duduknya berbeda

sesuai dengan kenyamanan diri kita masing-masing. Yang dituntut dalam syariat adalah keseragaman, sedangkan yang dituntut dalamtarekat adalah keunikan.

Kembali kepada perumpamaan di atas, setelah orang duduk danmenyaksikan filmnya, maka penghayatan terhadap film itu punberbeda-beda tergantung pada latar belakang sang penonton, yaitubudaya, pengalaman, pengetahuan, dan kedalaman rasa yang dimilikinya. Begitu pula ketika kita kembali kepada Tuhan, setiaporang akan melihat filmnya sendiri. Penghayatan terhadap filmnyasendiri itu tergantung pada amaliah, kebersihan dan kesucian batin

 yang bersangkutan. Dan, pada saat dia menyadari filmnya, berarti diasudah ada di tahap hakekat. Tahap bangkitnya ke-sadaran diri. Tahap“yaum al-qiyamah”! Bila dia sudah hidup di alam “qiyamah” maka diasudah hidup di “maqam makrifat”. Dia senantiasa tercerahkan! Diatidak hidup lagi tergantung pada orang lain, tidak terkolonisasi, hidupmerdeka. Bahkan dia telah menjadi gantungan bagi orang-oranglainnya.

Dengan demikian, tasawuf sebenarnya mendidik orang untuk hidupmandiri, hidup merdeka, hidup yang setara dengan orang lain. Hidupmenjadi sufi sebenarnya adalah hidup yang sepenuhnya

menggantungkan diri kepada Yang Ilahi. Yang dengan kata lain,disebut “hidup tawakal” atau “tawakkul”. Sebelum kita bisa hiduphanya dengan menggantungkan diri kepada Tuhan, berarti kita belumhidup dalam makrifat, meskipun secara teoritis kita sudahmempelajarinya. Tetapi belajar adalah cara untuk mencapainya! Jadi,tidak perlu pesimis bila hari ini kita masih dalam perjalanan untuk memperoleh “tirta prawitasari” atau sari dari air suci, esensikehidupan.

Orang yang mampu melihat hakikat dirinya disebut “insan kamil” aliasmanusia sempurna. Manusia yang merupakan wujud dari

makrokosmos dan mikrokosmos. Dia adalah miniatur dari Yang Haq,wujud mini dari Tuhan Yang Mahaesa. Nah, perjalanan kita untuk menjadi miniatur-Nya adalah perjalanan kembali kepada-Nya. Orang yang sadar bahwa dirinya dalam hidup ini sesungguhnya kembalikepada Tuhan, adalah orang yang sadar bahwa dirinya menyongsong“yaum al-qiyamah”. Banyak orang yang mengira bahwa kebangkitanitu terjadi setelah hancur-leburnya bumi atau semesta alam. Lalu,

Page 48: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 48/167

timbullah ilusi dan khayalan tentang kiamat. Akhirnya, muncullah perilaku yang aneh-aneh. Terjebak di perjalanan! Formalisme!

Kiamat sebenarnya merupakan bagian dari kesadaran kita. “Wa bi l-akhiratihum yuqinun,” dan mereka yakin terhadap kehadiran Hari

 Akhirat. Kapan adanya Hari Akhir atau kiamat itu? Sekarang ini, saat ini! Tergantung pada yang menyikapinya. Mari kita perhatikan ayat-ayat berikut ini.

42:17, Allah yang menurunkan Kitab dengan benar dan sebagaiNeraca. Tahukah engkau bahwa mungkin saja kiamat itu dekat?

42:18, Orang-orang yang tidak beriman ingin “Saat Kiamat” itudisegerakan, dan orang-orang yang beriman justru waspadaterhadapnya karena mereka mengetahui bahwa kiamat itu benar adanya. Ketahuilah bahwa orang-orang yang bertikai tentang “Saat 

Kiamat” adalah dalam kesesatan yang jauh.

16:77, Dan bagi Allah Yang Mahagaib di langit dan di bumi, peristiwakiamat itu akan datang dalam sekejap penglihatan atau lebih cepat.Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Pertama, kita harus tahu bahwa Tuhan telah menurunkan Kitab-Nya didunia ini dengan benar. Artinya, ada Undang-Undang bagi kehidupanmanusia. Kedua, dan Kitab itu pun berfungsi sebagai Neraca, yaitu penimbang moralitas manusia. Dengan neraca itu manusia harusmenegakkan keadilan dalam hidup ini, “fairness”. Hidup yang tidak 

merugikan diri-sendiri dan orang lain. Cara hidup yang demikian initimbul karena orang-orang beriman itu selalu waspada terhadapkehadiran kiamat pada dirinya. Orang beriman mengetahui bahwakiamat benar adanya. Jadi yakin terhadap Hari Akhirat bukanlah percaya adanya Hari Akhirat, tetapi mengetahuinya. Karena tahuitulah dia tidak ingin melanggar neraca tersebut, tidak inginmencuranginya. Inilah keadilan! Kecurangan akan menghalangimanusia dalam bertarekat. Perbuatan curang senantiasamendatangkan neraka kepada pelakunya.

Datangnya kiamat itu sekejap mata atau lebih cepat. Dan datangnya

 pun boleh jadi sudah dekat. Pernyataan surat 42:17 ini bukanlahsekadar kemungkinan, tetapi betul-betul kenyataan bagi yangmengetahuinya. Tuhan tidaklah membuat puisi, tapi memberikaninformasi kepada manusia. Orang yang tidak beriman meminta kiamat itu disegerakan, karena mereka tidak mengetahuinya. Bagaimanadapat disegerakan, wong mereka itu tidak mengetahuinya?Bagaimana bisa diperbantahkan wong mereka itu tidak mengetahuinya. Berbantah atau bertikai masalah datangnya kiamat 

Page 49: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 49/167

adalah mubazir, dan bahkan menyesatkan kita. Hari kiamat harus kitaalami untuk bisa menemui-Nya. Bukankah cepat atau lambat kita pastimenemui-Nya.

Lalu, bagaimana kalau kita tidak mau menemui-Nya? Sungguh malang

orang yang tidak mau bertemu dengan sumber hidupnya. Bukankahkita berasal dari-Nya, dan kembali kepada-Nya? Nah, kita harus bisakembali kepada-Nya dengan kesadaran dan bukan dengan terpaksa!Kita harus merdeka dalam menyongsong kehadiran-Nya. Sungguh rugiorang yang menolak untuk bertemu dengan-Nya. Karena menolak untuk bertemu dengan Tuhan, berarti dia memilih hidup dalam ilusiatau impian semata. Hidup di alam kebahagiaan semu! Seperti yangdiungkapkan dalam surat 6:31, “Sungguh merugilah orang-orang yangmendustakan pertemuan mereka dengan Allah, sehingga apabilakiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka mengatakan:alangkah besarnya penyesalan kami karena kelalaian kami

kepadanya.” 

Coba perhatikan ayat ini, di situ dijelaskan bahwa kiamat datangkepada mereka [yang mendustakan] dengan tiba-tiba. Begitu merekatersingkap dengan tiba-tiba kesadarannya tentang hidup ini, maka yang ada adalah penyesalan. Yang dipikul adalah kesengsaraan.Hanya karena lalai tentang hadirnya kiamat yang datang tiba-tiba itu.Lain dengan orang beriman, dia selalu waspada. Orang-orang yangselalu hidup murung, menderita dan merasa terus-menerus dalamkesengsaraan [bahkan ada yang nekat bunuh diri karena tak kuat menanggung penderitaan hidup ini], adalah contoh orang-orang yang

kedatangan kiamat. Bila kiamat tidak datang selama dia dalam hidupini, maka kiamat pun akan datang setelah matinya. Hal ini diungkapdalam surat 50:22, “Sungguh engkau berada dalam kelalaian tentang[kematian] ini. Maka Kami singkapkan darimu apa yang menutupimu,dan penglihatanmu pada hari ini sangat tajam.” Dengan demikian,tidak ada gunanya melakukan rekayasa, tipudaya, atau “tricky” dalamhidup ini.

Tobat.

Langkah awal dalam tarekat adalah “tobat” atau adanya kemauan

untuk kembali kepada-Nya. Bukan hanya mau ramai-ramai di jalanumum, tetapi adanya kemauan untuk menempuh sendirian kepada-Nya. Bukan hanya menuntut ada teman yang menyertai, tetapi beranimelangkah sendirian. Nah, tahap ini disebut “decondi-tioning” atau“takhalli”. Berhenti mengikuti arus massa. Bukan melawan arus, tetapimenancapkan pendirian! Jadi, tobat di sini jangan diartikan dengan“meninggalkan kejahatan atau kecurangan” yang pernah kita lakukan.Kita tidak perlu berbuat curang untuk bisa bertobat. Tetapi kita

Page 50: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 50/167

sengaja untuk memilih cara yang benar, kepatuhan yang benar. Inilahmakna tobat dalam tarekat!

Tobat dalam tarekat berarti berketetapan untuk tidak mencuri, tidak berzina, tidak menipu, tidak membohongi orang, tidak menganiaya

siapa pun, tidak merugikan orang lain, tidak menyakiti; atau dengankata lain, menegasikan segala perbuatan dan tindakan yang buruk atau jahat. Dalam syariat tobat adalah meninggalkan dan tidak mengulangi perbuatan jahat yang telah diperbuat. Dalam tarekat tobat berarti memilih untuk tidak berbuat jahat. Memilih untuk berbuat lurus! Tidak berpedoman “tujuan menghalalkan segala cara”. Tujuanharus dicapai dengan cara yang benar dan baik [Jawa, bener lan pener].

Memang berat godaan bagi yang mengambil jalan lurus. Lebih-lebihbila kita sudah pernah menikmati “yang bengkok” itu. Bisikan untuk 

mencecap dan mencicipi kebengkokan itu datang bertubi-tubi.Bagaimana jalan keluarnya bila rayuan setan ini berhembus di dalamhati kita? Bila sugesti setan [bisikan jahat] datang bertubi-tubi kedalam diri kita, maka kita harus segera berzikir, bersegera untuk eling[sadar] dan waspada. Kita harus bebaskan pikiran kita dari bisikan itudan kita serahkan diri kita kepada-Nya. Kita harus yakin bahwa Allahmendengarkan dan memperhatikan seruan kita. Kita harus yakinbahwa Allah melindungi kita! Mengapa kita harus yakin? Karena kitatelah memilih jalan yang lurus, dan Allah senantiasa di jalan lurus. Dibawah ini ada beberapa ayat yang menopang keyakinan untuk berbuat benar.

7:200, Jika setan mengganggu [mensugesti] engkau makaberlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.

7:201, Sesungguhnya orang-orang yang menjaga diri, apabila merekatertimpa gangguan setan, mereka berzikir kepada Allah, dan ketika itu pula mereka melihat gangguan itu.

42:13, Berat bagi orang-orang yang menyekutukan Tuhan untuk menem-puh jalan yang diinformasikan kepada mereka. Allah menarik 

orang yang menghendaki jalan-Nya, dan memberi petunjuk kepada jalan-Nya bagi siapa yang kembali [kepada-Nya].

Dengan berzikir kepada Allah, kita sebut nama-Nya dengan bahasakita, bahasa yang kita pahami dan keluar dari hati yang tulus.Misalnya, “Ya Tuhan, Pelindung diriku, singkirkan gangguan setan itudariku. Berilah aku kekuatan untuk menempuh jalan-Mu.Sesungguhnya Engkaulah pemilik kekuatan yang sebenarnya.” Ini

Page 51: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 51/167

hanyalah salah satu contoh saja dalam berdoa. Dalam berdoa tak adakeharusan dalam ucapan bahasa Arab. Doa yang baik adalah doa yangkita mengerti maksudnya dengan benar. Doa demikianlah yang ces pleng! Jangan ragu berdoa dalam bahasamu yang keluar dari dalamlubuk hatimu. Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui!

Namun, bila kita tidak terdidik dalam berdoa dengan menggunakanbahasa kita sendiri, kita boleh menggunakan contoh-contoh doa dalam Al Quran atau Al Hadis. Bila kita menggunakan doa dalam bahasa yangbukan bahasa kita sendiri, maka kita harus belajar memahami maknadan maksudnya. Yang penting untuk diperhatikan, janganlah pikirankita dibebani dengan doa-doa. Pikiran kita harus dibebaskan dariberbagai macam hal yang tidak diperlukan. Pikiran harus senantiasadijaga tetap segar dan jernih. Dalam kejernihan pikiran kita bisamelihat gangguan setan.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh ayat 42:13, bila pikiran kitatetap mendua maka beratlah jalan Ilahi yang hendak kita tempuh. Kitaharus yakin bahwa jalan lurus [jalan positif] yang kita pilih dan ikuti ituadalah jalan yang benar dan tepat. Bila kita sungguh-sungguhmenempuhnya niscaya Allah sendiri yang menarik kita ke tengah jalanitu. Allah menghendaki orang yang menghendaki jalan-Nya. Inilahmaksud dari “Allahu yajtabi ilaihi man yasya-u” dalam ayat tersebut. Jadi, kata “man yasya-u” tidak berarti Allah yang aktif dan manusianya pasif. Tetapi interaktif antara “kawula” dan “Gusti”, hamba denganTuhan.

Wara’.

Kata “wara’” dapat diterjemahkan dengan “hati-hati” atau waspada.Manusia yang tetap menjaga dirinya di jalan yang benar, atau manusiabertakwa, adalah orang yang senantiasa sadar dan waspada. Denganeling dan waspada itu dia bisa melihat gangguan setan. Bila kita bisamelihat bisikan setan, tentu kita dapat menghindarinya. Sebaliknya, jika cuma meraba-raba dalam kegelapan, ada kemungkinan terhanyut dalam bisikan itu. Dalam syariat wara’ berarti berhati-hati dalammemilih makanan, dan berhati-hati dalam berbuat dan bertindak.Sedangkan wara’ dalam tarekat artinya senantiasa sadar dan

waspada.

Baik tobat maupun wara’ adalah tahap “decondioning”, “takhalli”, atauusaha untuk mengosongkan diri kita dari segala dorongan untuk berbuat jahat. Pada tahap ini kita dituntut untuk selalu introspeksimaupun berani mengakui kesalahan yang kita perbuat. Memang sulit rasanya bagi orang dewasa yang sudah terkontaminasi atau tercemar kotoran dalam hidupnya, melakukan dekondisioning. Tetapi bagi yang

Page 52: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 52/167

telah berketetapan hati, langkah awal ini harus dilalui. Harus adatekad yang bulat dan kuat. Dalam ayat 7:200 disebutkan, bila adabisikan maka segeralah berlindung kepada-Nya. Lalu dalam 7:201dijelaskan bahwa begitu terkena gangguan setan, maka harus segeraberzikir, segera eling dan waspada! Dan dalam 42:13 disebutkan

bahwa orang yang menghendaki jalan-Nya niscaya ditarik Allah kedalamnya. Lihat kembali ayat surat Al-‘Ankabut/29:69, “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh menempuh jalan Kami, niscaya Kamitunjuki mereka jalan-jalan Kami.” 

Mengamalkan Zikir 

Dekondisioning harus dilatih! Bagaimana caranya? Seperti yangdijelaskan dalam ayat 7:201, dengan berzikir. Ada dua macam zikir, yaitu zikir dengan berbuat dan zikir dengan bertindak. Pertama, zikir dengan berbuat artinya zikir tanpa tindakan. Tindakannya hanya

terjadi dalam diri orang yang melakukannya. Dalam zikir ini kita dilatihuntuk mengawasi ucapan kita sendiri dalam keadaan heneng ataudiam.Dalam zikir ini kita dilatih untuk mengawasi nafas kita sendiri. Zikir  jenis inilah yang dilakukan ketika seseorang melakukan shalat atausesudah shalat. Jika di dalam shalat, yang dilakukan adalahmemperhatikan bacaan di dalamnya. Jika di luar shalat zikir inidilakukan dengan duduk relaks, atau duduk yang nyaman, dan disertaiucapan kalimat thayyibat seperti subh?nallah [Mahasuci Allah],alhamdu lil-Lah [segala puji kepunyaan Allah], dan allahu akbar [AllahMahabesar].

Untuk melatih kesadaran dan kewaspadaan kita terhadap kalimat thayyibat yang diucapkan, dibuatlah pencacahan terhadap kalimat tersebut. Misalnya dengan meng-ucapkan kalimat subhanallah danalhamdulillah masing-masing 33x dan allahu akbar diucapkan 34x sehingga banyaknya pengucapan kalimat tersebut 100 kali. Dengan zikir ini kita dilatih untuk tetap sadar dan waspada. Pada tahapdekondisioning ini semua pikiran yang kotor dikuras. Jadi, caramengurasnya bukan dengan jalan mengosongkan pikiran, tetapidengan cara mengisinya dengan ucapan kalimat yang baik. Dan, pengucapannya pun sekadar didengar telinganya sendiri!

Untuk pelatihan tahap dekondisioning ini para murid [orang yangberkehendak] bisa melatihnya di pagi hari setelah masuk shalat subuh. Latihannya harus dilakukan dengan teratur, cermat, berhati-hati, tekun dan rajin. Misalnya, pelaksanaan zikir ini ditetapkan selamaempat puluh hari, setiap pagi. Diusahakan dilatih dalam lingkungan yang hening, sepi. Atau, jika berbakat 10 hari sudah cukup.

Page 53: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 53/167

Kedua, zikir dengan bertindak. Artinya, ada aksi, ada tindakan! Begituada orang yang mengajak kolusi dalam pekerjaan kita, ketika itu pulakita ingat untuk berusaha menghindarinya. Bila desakan ke arah itumenguat, kita harus berani mengatakan kepadanya: tidak! Memangberat mengamalkan zikir dengan bertindak. Karena zikir ini

dihadapkan pada kenyataan. Keadaan inilah yang mendorong gurutarekat mendirikan “jamaah tarekat” atau organisasi tarekat. Denganorganisasi, kesulitan anggotanya bisa diatasi. Jadi, kita jangan heran jika di dalam komunitas Islam hadir begitu banyak tarekat. Dalamagama Kristen hadir banyak “gereja” untuk gembalanya. Di Cina ada Zhuan Fa Lun atau gerakan meditasi “Fa Lun Qung”. Sehingga buruh-buruh pabrik yang tadinya biasa “ngutil” produksi pabrik tersebut,seperti handuk, sabun, sandal dll, setelah terlatih meditasi Fa Lunmereka sadar dan mengembalikan hasil ngutilnya. Bahkan manajer  pabrik sadar dengan gerakan itu produktivitas pabrik meningkat. Tapisecara politis, Pemerintah Cina terancam oleh gerakan ini.

Mulai saat ini marilah kita praktikkan tarekat ini, dengan zikir berbuat dan zikir bertindak. Jangan ada target dulu. Lebih baik kita merasaberlatih dulu

Bagian ke-8

 Antara Syareat dan Tarekat 

Telah dijelaskan di bagian sebelumnya bahwa yang dituju dalamsyareat adalah kolektivitas atau kebersamaan. Sedangkan yang dituju

dalam tarekat adalah keunikan. Meskipun demikian antara syareat dantarekat tidak bertentangan. Justru yang dibangun adalahkeseimbangan antara hidup secara kolektif dengan ekspresi individual.Karena kodrat dan iradat Tuhan terhadap makhluk tidak sama. Makakebutuhan bersama dan kebutuhan pribadi harus dirajut bersama.

Syareat berfungsi untuk mengikat suatu komunitas dalam jalan hidupbersama. Syahadat, shalat, puasa Ramadhan, zakat dan haji adalah jalan umum yang dilalui secara bersama-sama oleh komunitas yangberagama Islam. Unsur kebersamaan dalam kelompok lebihditekankan. Formalitas lebih menonjol daripada tujuannya. Jika dium-

 pamakan anak sekolah, mengisi daftar hadir dan duduk di kelas lebihmenonjol daripada keinginan untuk menjadi murid yang pandai dantrampil. Dalam shalat pun begitu, rasa untuk memenuhi kewajibanlebih menonjol daripada mencapai “tujuan” shalat. Bahkan kalau sayaamati, saya katakan dengan jujur bahwa sebagian besar orang yangmela-kukan shalat tidak ingat [atau bahkan tidak tahu] akan tujuanshalatnya. Mereka hanya merasa “berdosa” bila tidak melakukannya.Dan, merasa telah bebas dari dosa jikalau telah menunaikannya. Tentu

Page 54: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 54/167

saja hal ini disebabkan oleh kebiasaan yang membelenggu pikiran.Sama dengan jenis-jenis kebiasaan yang lain.

Dari segi syareat seseorang yang shalat dianggap sah bila ia telahbersih dari hadas [yang kecil dengan wudhu, dan yang besar dengan

mandi], dan mencari tempat yang bersih untuk shalat, lalu dilakukansesuai dengan syarat dan tertib rukunnya. Bereess! Upacara telahdikerjakan. Lho, kok dianggap upacara, itukan perintah Tuhan? Shalat hanyalah sebuah upacara jika yang dipenuhi formalitas lahiriahnya.Yang di-tuntut dalam kehidupan beragama tentu bukan sekadar upacaranya. Tetapi, tujuan dari shalat! Apa tujuan shalat? Apa tujuan puasa, zakat dan haji?

Marilah kita periksa satu persatu. Pertama, Surat Thaha:14.

20:14 Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, dan tidak ada Tuhan kecuali

 Aku. Beribadahlah kepada-Ku dan dirikanlah shalat untuk berzikir kepada-Ku.

29:45 Telaahlah Al Kitab yang diwahyukan kepada engkau, dan dirikanshalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan fahsya’ danmungkar. Dan sesungguhnya berzikir kepada Allah itu lebih besar. Dan Allah mengetahui apa yang kamu (semua) kerjakan.

Dari kedua ayat tersebut dapat diketahui dengan pasti tujuan shalat.Tujuan utama shalat adalah “berzikir” kepada Tuhan. Dan, efek berikutnya adalah terjauhkan dari perbuatan fahsya’ dan mungkar.

Karena efek dari zikir itu menjauhkan pelakunya dari perbuatanfahsya’ dan mungkar, maka nilai zikir itu lebih besar dari ibadahlainnya. Apalagi zikir tersebut dilakukan dalam shalat. Fahsya’ adalahsegala jenis perbuatan yang tidak normal, yang dibenci masyarakat,kekejaman, dan yang menjijikkan. Sedang perbuatan mungkar adalah perbuatan yang ditolak atau dilarang oleh masyarakat. Jadi, tujuanakhir shalat adalah mencegah perbuatan fahsya’ dan mungkar bagi penegaknya. Shalat bukan untuk membebaskan diri dari kewajiban.

Masih ingatkan ayat tentang perintah puasa Ramadhan? Yaitu, Surat  Al Baqarah ayat 183. Di situ jelas, bahwa tujuan puasa bukan untuk 

melatih diri supaya tahan lapar atau sakti, tetapi untuk menjadi orang yang bertakwa, yaitu orang yang senantiasa menjaga dirinya di jalan yang benar [life in the righteous way]. Sedekah atau zakat jugadimaksudkan untuk membersihkan dirinya dari kedengkianmasyarakat di sekitar-nya, dan juga untuk membersihkan batin darisifat loba dan kikir [QS 9:103, sedekah itu untuk “tuthahhiru” dan“tuzakki”]. Bahkan dengan haji, orang dididik dan dilatih untuk hidupdamai (QS 2:191, 3:97), higienis (22:29), menjauhkan diri dari

Page 55: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 55/167

 pertikaian, percabulan dan kelakuan jahat (2:197), dan hidup sosialis(22:28).

Nah, sekarang marilah kita melihat fakta di sekeliling kita. BangsaIndonesia dikenal sebagai bangsa yang religius. Secara lahiriah masjid,

gereja dan tempat-tempat peribadatan lainnya dipenuhi orang. Darisegi lahiriah seolah-olah orang-orang yang memenuhi tempat ibadahini adalah orang-orang yang saleh, atau orang-orang yang bertakwa.Kuota untuk jemaah haji pun cepat sekali dipenuhi. Namun demikian,negeri ini penuh koruptor, tukang kolusi, dan banyak penjahat kelasberdasi. Kebodohan tak kunjung usai. Kemiskinan malah beraksisehingga kita merasa tak bisa melepaskan diri dari hutanginternasional. Apa gerangan penyebabnya? Penyebabnya, kita lebihsuka formalisme. Kita lebih senang mengandalkan “kepercayaan” daripada pengetahuan. Kita lebih suka kebenaran “visual” daripadakebenaran yang bersemi di dalam hati yang suci. Kita lebih

mempercayai “dongengan” abad III Hijrah daripada mengkaji Al Qurandengan hati yang tenang dan pikiran yang jernih.

Sekarang, marilah kita bandingkan dengan etika kehidupanbermasyarakat dari orang-orang Barat. Mereka dikenal sebagaimasyarakat yang hidup individualistik. Hak pribadi betul-betuldinomorsatukan. Namun, di jalan mereka tidak melakukan salingserobot. Fasilitas-fasilitas milik umum (fasum) dijaga dan dihormati.Makna hidup itu untuk melayani orang lain mereka coba tegakkan.Mereka betul-betul berusaha menjaga “fairness” dalambermasyarakat. Padahal, secara lahiriah mereka tampak tak bergairah

menjalankan agama. Mengapa bisa demikian? Karena mereka telahmelangkah ke tahap kehidupan tarekat. Lho, mereka kan tidak hidupberagama Islam sedangkan tarekat itu ajaran Islam? Tarekat adalah perjalanan spiritual kehidupan manusia. Ia ada di dalam setiap agama.Namanya saja yang berbeda!

Page 56: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 56/167

Sembah Kalbu

Orang tak akan mengerti arti sebuah kekayaan bila ia tak pernahmenghayati arti sebuah kemiskinan. Tidak perlu harus jatuh miskindulu! Tetapi menghayati dalam batin kita bahwa sesungguhnya kita ini

miskin. Wong ketika kita lahir tak ada yang membawa perhiasan.Orang tak akan mengerti makna kepandaian bagi kesejahteraan bila iatak pernah menghayati makna kebodohan. Seandainya generasi Jepang sekarang tidak menghayati rasanya suatu bangsa yang dibomatom, tentu mereka akan tetap melakukan penindasan dan penghancuran negara-negara sekelilingnya yang dipandang lemah. Jika makna-makna yang negatif [seperti jahat, miskin, bodoh, danlemah] itu telah hilang dari mereka, maka mereka pun akanmengalami hal yang sama seperti yang melanda negeri kita ini.

Nah, tarekat adalah cara untuk melihat diri kita sendiri. Karena itu

tarekat disebut sebagai meniti jalan ke dalam diri. Tanpa mengenaldiri kita sendiri, niscaya kita tak akan pernah bisa mengerti orang lain.Malah orang lain kita paksa seperti diri kita! Kita nyinyir bila melihat orang lain tidak melakukan ibadah seperti yang kita lakukan. Kitamemandang orang lain tidak mengikuti sunah Rasul, bila mereka tidak segolongan dengan kita. Bahkan orang lain yang sudah mendalami AlQuran dan Hadis, dipandang belum berilmu bila tidak belajar seperguruan dengan kita. Kepicikan timbul karena tak pernah maumelihat kepada dirinya sendiri.

Pada bagian yang lalu telah dijelaskan bahwa tahap awal dalam

tarekat adalah dekondisioning, atau “takhalli”, yaitu tahap pembersihan batin. Kepercayaan yang telah membelenggu, harusdirantas. Lho, bagaimana ini, hidup beragama kan harus ditopangdengan kepercayaan? Ha, jangan salah mengerti! Yang harus dirantasadalah keperca-yaan yang membelenggu. Kepercayaan semacam iniberetengger di dalam diri kita dari hasil meniru, yaa... meniru sepertianak kecil. Mungkin meniru dari lingkungannya, atau meniru dariteman yang mengajaknya. Lain halnya dengan pembersihan batin.Dengan tobat dan wara’ kita telah melangkah pada kehidupan yangbersih lahir dan batin. Dengan kondisi batin yang bersih, tumbuhlahkepercayaan asli yang tumbuh dari dalam. Bukan kepercayaan hasil

meniru.

Hal ini penting sekali untuk dipahami! Iman (kepercayaan) yang benar adalah yang tumbuh dari dalam hati. Bukan iman yang tumbuh karenadiyakinkan oleh orang lain. Jadi, peran guru-guru agama, ustadz-ustadz, dan ulama adalah memberikan jalan bagi sang pengembara.Mereka menjadi pemandu jalan, pembawa obor bagi orang-orang yangingin kembali kepada Ilahi. Tugas guru dan ulama bukanlah membuat 

Page 57: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 57/167

mereka menjadi robot hidup. Guru dan ulama adalah orang yangmenunjukkan jalan dan memberikan keteladanan. Mereka bukan untuk ditiru [to be imitated] tetapi untuk diikuti [to be followed]. Dengan pemahaman ini bukan orang lain yang mengantarkan kita ke tujuanhidup, tetapi kita sendiri yang berusaha ke sana.

Mari kita perhatikan ayat berikut ini.

35:18 Sesungguhnya yang bisa engkau berikan ajaran [peringatan]adalah orang-orang yang awas kepada Tuhannya meskipun tanpamelihat-Nya, dan mereka mendirikan shalat. Barangsiapa menyucikandirinya, sesungguhnya penyucian itu untuk dirinya sendiri. Dan Allahitu tempat kembali.

 Jadi, jelas sekali bahwa Rasul saja tugas mulianya adalah untuk menyampaikan ajaran keselamatan. Apalagi ustadz atau ulama!

Fungsi Rasul bukan untuk menyelamat-kan tetapi memberikan petunjuk ke arah keselamatan. Karena itu yang bisa diberi ajaranadalah mereka yang awas terhadap kehadiran Tuhannya, tanpamelihat Wujud-Nya. Bila tidak awas, ya sulit untuk dapat menerimakebenaran ajaran beliau. Itulah sebabnya saya berkali-kalimenekankan kata “mengikuti Rasul” dan “bukan meniru Rasul”.Mengikuti memerlukan keawasan, sedangkan meniru cumamencontoh, atau dalam bahasa sekarang mencontek Rasul. Apaunggulnya mencontek? Dan dalam ayat itu diringi pula dengan kalimat “mendirikan shalat” dan bukan mengerjakan shalat. Memang sekarangini jadi kabur antara “mendirikan” dan “mengerjakan”. Karena

kepentingan guru-guru agama sebatas formalitas, yaitu mengerjakan.Mendirikan shalat berarti membangun shalat, suatu bangunan yang didalamnya terletak zikir kepada Tuhan. Suatu syareat yang didalamnya terkandung tarekat!

Kemudian lanjutan ayat menyebutkan bahwa upaya penyucian diri itusepenuhnya untuk dirinya sendiri. Jadi, betul-betul melewati lorong yang pas bagi dirinya sendiri. Kita masuk ke dalam sel hati yangterdalam. Di situlah Tuhan bersemayam. Bukankah di dalam sebuahhadis disebutkan bahwa “Langit dan bumi tak dapat menampung-Ku,tetapi hati seorang mukmin mampu menjangkau-Ku.” Jadi, hati

terdalam manusia adalah tempat bersemayam-Nya pada tahaptarekat. Sedangkan Ka’bah di Mekah merupakan Rumah Tuhan ditahap syareat. Dengan meniti ke dalam diri, berarti kita kembalikepada Allah, seperti penutup ayat tersebut.

Nah, upaya untuk memasuki wilayah hati (kalbu) dalam pemahamantasawuf Jawa disebut sebagai “Sembah Kalbu”. Bila dalam langkahtobat dan wara’ ada sam-bungan syareat dan tarekat, maka langkah

Page 58: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 58/167

berikutnya, sabar, adalah tindakan hati. Makin memasuki wilayahtarekat. Bersucinya tidak lagi dengan material yang dapat dilihat dengan mata, seperti air dan harta-benda, tetapi mampumengendalikan hasrat hati yang selalu menggoda kehidupan ini.

Sabar. Lebih dari lima puluh kata ‘sabar’ dalam berbagai bentuknyaterdapat di dalam Al Quran. Dan kata ini tidak bermakna tunggalseperti kata ‘sabar’ dalam bahasa Indonesia. Jika kita lihat kamusIndonesia, kata sabar berarti tidak pemarah, tahan menderita,menerima saja, dan tidak tergopoh-gopoh dalam bekerja. Hal ini laindengan yang diungkap dalam Al Quran.

Kalau kita cermati QS 6:34, sabar mempunyai arti ‘tetap berjuangmeskipun datang berbagai cobaan dan ancaman’. Jadi, di dalam“sabar” terkandung daya tahan terhadap berbagai macam cobaan,ancaman dan gangguan. Dalam sabar, juga termuat sikap tidak mudah

lupa diri, seperti lekas bangga bila terlepas dari kesulitan. Sedangkandalam QS 37:102 disebutkan bahwa Ismail bersedia untuk disembelihayahnya. Dia katakan kepada ayahandanya, Ibrahim: hai bapakkukerjakan apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu dapatidiriku termasuk orang-orang yang sabar. Dan salah satu fondamenIslam adalah saling berwasiat tentang hidup sabar.

 Jadi, kita tak perlu meringkas dan menyimpulkan kata sabar yangbanyak di dalam Al Quran itu. Tetapi, yang jelas sabar merupakantindakan hati. Dan, tindakan hati ini tidak terlihat oleh orang lain. Efek dari tidak sabar yang bisa dilihat oleh orang lain, seperti mudah

emosional, gampang marah, mudah ketakutan, panik, tergesa-gesa,dan tak tahan menderita. Untuk bisa hidup sabar, kita harus senantisaintrospeksi, awas, berhati-hati, cermat, tekun dan rajin. Dan, yangsangat penting bagi pijakan sabar adalah “hati yang tenang”.Mengapa hati yang tenang diperlukan untuk membangun kesabaran?Karena dengan hati yang tenang manusia bisa mengontrol perbuatandan tindakannya. Dan, agar hati bisa menjadi tenang, kita harusberzikir [Jawa, semedi]. Kata semedi sendiri berasal dari kataSanskerta “Samadhi” yaitu sam + Adhi yang terjemahannya dengan +Tuhan. Jadi, bersemedi artinya menyatukan diri dengan Tuhan. Tentusaja bukan persatuan fisik karena fisik alam semesta ini ada di dalam

Tuhan. Tuhan meliputi segala sesuatu [wa kana llahu bi kulli syai-inmuh?tha, 4:126]. Dan pada ayat 41:54 disebutkan sebagai berikut.

Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka [orang-orang kafir] beradadalam keraguan tentang pertemuan mereka dengan Tuhan. Ingatlahbahwa sesung-guhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu.

Page 59: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 59/167

Pertama, Tuhan meliputi segala sesuatu. Dia adalah Cahaya di atascahaya, seperti dinyatakan dalam Surat An Nur/24:35. Cahaya-Nyamenembus segala sesuatu dari sesuatu yang paling kecil hingga yang paling besar. Dengan kata lain, Tuhan meliputi alam semesta. Karenaitu di pangkal ayat yang sama Allah dinyatakan sebagai Cahaya [yang

meliputi] langit dan bumi. Jadi, secara fisik makhluk dan Tuhan tidak dapat dipisahkan. Karena Dia juga disebut tidak di dalam atau di luar sesuatu. Dia meliputi yang lahir dan yang batin [QS 57:3]. Lalu apanya yang dikatakan bersatu dalam zikir itu? Iradatnya! Orang yang berzikir mempersatukan iradatnya dengan iradat Tuhannya. Diinformasikandalam QS 2:152, “Berzikirlah kepada-Ku, niscaya Aku berzikir kepdamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan jangan mengingkari-Ku.” 

Kedua, bila kita menyimak beberapa ayat sebelumnya, yaitu ayat 49 ?51, di situ disebutkan bahwa orang-orang kafir itu senantiasaterombang-ambing oleh kegalauan pikirannya. Akibatnya jiwanya

rapuh terhadap berbagai tekanan dalam hidupnya. Dan, sumber utama kegalauan pikiran itu adalah “ragu-ragu tentang pertemuandengan Tuhan”. Padahal, zikir adalah landasan bagi pertemuandengan Tuhan. Ujung ayat tentang zikir tersebut berbunyi“bersyukurlah kepada-Ku dan jangan mengingkari-Ku”. Artinyaciptakan nilai tambah dalam hidup ini karena Dia, bukan karena egokita. Bila kita berbuat dan bekerja demi ego [mementingkan dirisendiri], kita akan mengalami distorsi dalam hidup ini. Karena itu ayat di atas ditutup dengan penguatan “jangan mengingkari Aku”.

Seperti pada kesempatan lain, telah saya uraikan makna “zikir”.

Namun, untuk mengingatkan kita semua saya sampaikan lagi padakesempatan ini. Zikir berasal dari kata dza-ka-ra yang artinyamengingat atau menuangi. Jadi, orang yang berzikir berarti menuangike dalam jiwanya, pikirannya dan hatinya dengan sesuatu yang di-ingatnya. Berzikir kepada Allah berarti menuangi diri kita [lahir danbatin] dengan kata-kata yang baik tentang Allah, seperti menyebut nama-Nya, mengucapkan nama-nama baik-Nya, menyebut subhanallah, alhamdulillah, allahuakbar, la ilaha illallah dan lain-lainnya. Dengan menyebut kata yang baik kita berusaha melakukan proses dekondisioning dengan cara menuangi kata “thayyibat”. Islamtidak mengajarkan pengosongan pikiran dengan metode konsentrasi

atau berusaha melenyapkan segala keramaian pikiran. Tetapi, dengancara mengisi pikiran dan hati dengan nama-Nya. Dalam perjalanannyasang pezikir akan semakin cerah. Bak gentong yang berisi air kotor, pezikir tidak menggulingkan gentong itu sehingga airnya tumpah dangentong ditegakkan kembali. Cara demikian bisa memecahkangentongnya jika gentongnya tidak kuat. Tetapi dengan cara menuangidengan air yang bersih, lama-lama air yang kotor itu habis dengansendirinya.

Page 60: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 60/167

Nah, itulah resp zikir! Dengan cara ini lama-lama hati menjadi tenang.Hati yang kerjanya berubah-ubah, bergerak kesana-kemari tak tentutujuan ini, secara perlahan-lahan dimuati dengan nama-Nya. Pelan- pelan keberingasan hati menjadi reda dan akhirnya berhenti, dan

muncullah ketenangan. Hal inilah yang ditegaskan dalam Surat Ar Ra’ad/13: 27 ? 29.

Page 61: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 61/167

:27 Orang-orang kafir [yang meningkari kebenaran] berkata:“Mengapa Tuhannya tidak menurunkan mukjizat kepadanya?” Katakanlah: “ Sesungguhnya Allah menyesatkan orang yangmenghendaki kesesatan dan menunjuki orang-orang yang kembalikepada-Nya.” 

28 Yaitu, orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentramkarena berzikir kepada Allah. Perhatikanlah, hanya dengan kepada Allah hati menjadi tentram.

29 Orang-orang yang beriman dan beramal saleh layak mendapatkankebahagiaan dan tempat kembali yang baik. Pada ayat 27 kata “man yasya-u” biasa diatributkan kepada Tuhan sehingga artinya, “Tuhanmenyesatkan kepada siapa yang Dia kehendaki”.Namun, terjemahan yang saya gunakan adalah “Tuhan menyesatkanorang yang menghendaki kesesatan”. Karena ujung ayat itu

menegaskan : Tuhan menunjuki orang-orang yang kembali kepada-Nya. Inilah sifat ‘Ar Rahim’ dari Tuhan.

Siapa yang kembali kepada-Nya itu? Yaitu, orang-orang yang beriman[selalu awas, eling dan waspada] dan beramal saleh [melakukantindakan yang berguna, baik bagi orang lain, lingkungan dan dirinyasendiri]. Jadi, kata kembali kepada Tuhan jangan ditunggu setelahmati. Kita sadari kehadiran kiamat, dan segera kembali kepada TuhanYang Mahaesa. Untuk bisa beriman dan beramal saleh, salah satulangkah yang harus ditempuh adalah “hidup sabar”. Itulah sebabnya dibeberapa ayat disebutkan bahwa “Sesungguhnya Allah beserta orang-

orang yang sabar”.

Sabar yang dimaksud di sini adalah maqam, stasiun, atau tingkatan pencapaian spiritual. Bukan sabar dalam pengertian “sifat sabar” seperti ‘sabar, dong!’ atau yang sabar ya Pak.., Bu..., dan lain-lain.Budaya antri, tidak saling menyerobot, menghargai hak orang lain,rela berjuang bersama dalam membangun bangsa, saling mengerti,hidup gotong royong adalah bukti tercapainya maqam kesabaran.Nah, untuk mencapai maqam kesabaran ini mari terus kita lakukan zikir lahir yang diterangkan di bagian yang lalu.

Bagian ke-9

 Antara Sabar dan Tahalli

Ketika kita berjuang untuk hidup benar, lalu menetapkan pendirianuntuk tetap memilih jalan yang benar [istiqamah], berarti kita telahmelakukan dekondisioning [takhalli], yaitu membersihkan diri darisemua sifat yang tercela yang ada di dalam diri kita. Sifat tercela

Page 62: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 62/167

meliputi semua sifat yang mengotori jiwa [nafs] manusia, seperti lalim,bakhil, dusta, ma-lima, mengadu domba, dengki [iri hati], merusak,berlebih-lebihan dalam hidup, membunuh [diri sendiri maupun oranglain], menipu, sombong, merendahkan orang lain, mementingkan diri-sendiri, menjilat [cari muka], dan berbagai sifat negatif lainnya.

Pada tasawuf bagian ke-8 kita telah sampai pada ajaran “sabar”. Kitatelah masuk ke dalam wilayah “kondisioning” atau “tahalli”.Ketercelaan ditinggalkan, keterpujian diraih. Dengan sabar, kitamengkondisikan diri kita ke dalam perbuatan-perbuatan yang terpuji.Tentu saja perbuatan terpuji lahir bila kita telah meninggalkan yangtercela. Yang termasuk sifat terpuji adalah semua sifa yang positif danmemberikan keuntungan baik bagi diri-sendiri maupun orang lain,seperti adil, kasih, sayang, lemah lembut, berani, tegas, bijak,menolong, membantu kebaikan, dapat dipercaya, memperbanyak  persaudaraan, menyelamatkan jiwa, menutupi aib keluarga, saudara

dan teman-temannya, dan lain-lain.

Setelah kita bongkar sifat-sifat tercela kita, kita cuci dengan zikir jahar [lahir], maka kita kondisikan batin kita dengan perbuatan-perbuatanterpuji. Mengkondisikan perbuatan terpuji harus dilandasi kesabaran[lihat kembali makna sabar pada bag. ke-8]. Ingat, sabar bukan‘menerima kalah’. Tetapi, kita mempunyai daya tahan untuk berbuat atau bertindak. Marilah kita uraikan segala sifat terpuji tersebut.

 Adil. Kalau kita lihat di kamus Arab, kata ‘adil’ berarti memperlakukansetiap orang tanpa diskriminasi. Dalam ‘adil’ terkandung makna ‘jujur’ 

dan ‘fair’. Kata fair sendiri berarti “sesuai dengan aturan”. Terkandungdalam kata ‘adil’ adalah perlakuan yang proporsional. Contohnyabegini, jika ada orangtua yang memperlakukan tiga orang anaknya[yang berumur 7, 5 dan 3 tahun], tentu orangtua tersebut harusmemperlakukan mereka secara proporsional [sesuai dengankebutuhannya].

Sikap adil ini akan bisa tumbuh pada diri kita bila kita sudah tidak mementingkan diri-sendiri dan pilih-kasih. Sifat tercela harusdihilangkan dulu. Lalu, dengan berpijak pada kesabaran kitamenegakkan keadilan. Adil adalah sokoguru bagi ketakwaan. Ya, tanpa

keadilan kita sukar untuk dapat menegakkan kebenaran. Untuk itumarilah kita simak QS 5:8 berikut ini.

5:8 Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yangselalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi denganadil. Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum[golongan], mendorongmu untuk berbuat tidak adil. Berlaku adillah,

Page 63: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 63/167

karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Perhatikan ayat tersebut sekali lagi. Keimanan ternyata menuntut upaya penegakan kebenaran. Keimanan dalam Islam ternyata bukan

hanya sekedar kepercayaan. Iman itu harus didukung “pengetahuan” sehingga orang yang beriman itu bisa membedakan mana yang benar dan yang salah. Dengan kesabarannya orang tersebut berani menjadisaksi yang adil. Dalam kondisi yang semrawut di negara kita ini,banyak orang yang tidak berani menjadi saksi yang adil. Betapaberatnya menopang keadilan. Karena itu, untuk bisa bersikap adilmanusia harus dikondisikan lebih dulu. Bahkan sekarang ini, di negaraIndonesia, banyak orang yang bertindak liar tetapi tak ada yangmengadili. Apa akibatnya? Banyak manusia yang hidup ketakutan direpublik ini.

 Adil adalah sikap hidup yang paling dekat kepada ketakwaan.Meskipun kita benci terhadap suatu kelompok [golongan] masyarakat,tapi kita harus adil. Kita harus ‘fair’, dan tidak main babat saja.Sekarang ini bisa kita lihat ada kelompok yang melakukan “sweeping” terhadap hak hidup orang lain tanpa berpijak pada hukum. Bahkanmereka berlindung di balik hukum. Na-‘udzu billahi min dzalik! Inilah pentingnya kita hidup berbudipekerti yang mulia. Kita wajibmenghargai hak orang lain, dan tidak hanya mementingkan hak hidupkita sendiri. Berlaku adil!

Kasih-sayang. Ar Rahman dan Ar Rahim adalah sifat Tuhan. Orang

beriman harus berusaha menjadi rahmat bagi lingkungan hidupnya.Yang kuat ikut serta meng-angkat yang lemah. Yang kaya membantu yang miskin. Harus diciptakan hidup tolong-menolong dalam kebaikan.Yang kuat mengangkat yang lemah, tidak berarti yang lemahmerongrong yang kuat. Yang miskin tidak boleh membebani yangkaya. Jikalau yang lemah dan yang miskin merongrong yang kuat dan yang kaya, ini berarti tidak terjadi kasih-sayang. Dalam kasih-sayangsetiap orang saling memberi. Inilah manusia yang saling berwasiat kepada hidup sabar [untuk berbuat sabar] dan untuk hidup kasih-sayang. Hal ini dinyatakan dalam beberapa ayat berikut ini.

90:17 Kemudian mereka itu termasuk orang-orang yang beriman, yang saling berwasiat untuk hidup sabar dan saling berkasih-sayang.

5:2 Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu golongan,karena mereka pernah menghalangimu dari Masjid Al Haram,menyebabkan kamu bertindak melampaui batas terhadap mereka.Saling bertolonganlah kamu dalam kebajikan dan ketakwaan, dan

Page 64: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 64/167

 jangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah amat keras siksanya.

Kalau kita membaca QS 90:17 (Surat Al Balad), dan kita bacabeberapa ayat sebelumnya, kita mengetahui bahwa hidup beriman

 yang ditopang perbuatan sabar dan kasih-sayang, termasuk dalammenapaki jalan yang mendaki. Artinya, berbuat sabar dan bertindak kasih-sayang adalah perbuatan dan tindakan yang berat. Jika kitamasih mau menang sendiri, mau benar sendiri, maka jangan harapkita bisa menjadi manusia beriman yang sejati. Keimanan tanpakeadilan, kesabaran dan kasih-sayang jelas-jelas iman gombal aliasiman palsu. Yang perlu di-sweeping lebih dulu adalah rasa maumenang sendiri, egoisme, dan kebodohan yang ada di batin dan yangselalu menghantui pikiran. Batin dan pikiran harus di- ‘dekondisioning’ dari sifat tercela.

Setelah batin dan pikiran bersih dari sifat tercela, baru bisadikondisikan untuk menerima sifat terpuji. Memang hal ini tidak mudahdilakukan bila semata-mata diserahkan kepada masing-masing orang.Pengkondisian harus dibantu dengan institusi atau penegakan hukum.Manusia tidak boleh dibiarkan sekadar menjadi kerumunan massa,seperti menonton sepak bola, pertunjukan musik dan lain-lain. Yangtimbul adalah rebutan. Akhirnya jatuh korban! Kekuasaan pun biladijadikan rebutan, akhirnya juga timbul korban yang lebih dahsyat.Harus dikondisikan! Harus ada antre. Penonton harus sesuai denganbanyaknya bangku. Yang haji pun harus ditertibkan. Sehingga tidak terulang peristiwa Mina dan yang beberapa kali terjadi dalam

melempar jumrah. Yang menjadi elite pun harus melalui proses,mengikuti prosedur, dan menaati aturan main. Pikiran yangmendorong ke arah egoisme, harus di-sweeping lebih dulu. Sehinggatidak terjadi manipulasi permainan.

Harus sabar, jangan berebut mendahului. Sejak zaman dulu pesanmoral ini sudah dihadirkan Tuhan. Hanya istilahnya saja yang berubahmengikuti perubahan zaman. Politik sudah ada dalam metafor  pergulatan antara Adam, malaikat dan iblis. Yaitu, ketika malaikat  protes terhadap Tuhan tentang kepemimpinan Adam di muka bumi ini[QS 2:30]. Malaikat protes, mengapa bukan dirinya yang menjadi

khalifah di bumi. Mengapa manusia yang punya potensi untuk menumpahkan darah dan menimbulkan kerusakan, yang menjadiwakil-Nya. Iblis pun tak mau menerima kepemimpinan Adam. Iblis maumenang sendiri.

Kalau dalam dunia politik, sabar berarti mampu menahan diri untuk tidak berbuat curang atau manipulasi. Proses, prosedur dan aturanmain harus dipenuhi dengan lapang dada. Dalam pergaulan hidup,

Page 65: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 65/167

sabar berarti saling menahan diri untuk tidak merugikan diri sendiridan orang lain. Dalam bekerja, sabar berarti memiliki dayatahan untuk menyelesaikan dengan baik dan benar pekerjaannya. Dalam diri pribadi, sabar berarti ulet dalam meniti tujuan; ada ketegasan untuk memilih, ada keberanian untuk melaksanakan, dan ulet dalam

menyelesaikannya. Karena itu Tuhan memerintah manusia untuk saling berpesan untuk hidup sabar.

Kasih-sayang berarti saling memberi. Bukan karena menerima, lalumemberi; yang dalam bahasa Inggrisnya “take and give”. Kalau inimasih ada curiga. Artinya, kita tidak bersedia memberi jika belummenerima lebih dulu. Seperti orang yang ingin mendapatkan tebusansandera. Penyandera baru melepaskan sanderanya bila ia sudahmenerima tebusan yang dituntutnya. Orang beragama bukanlah penyandera. Masing-masing diminta untuk memberi.

Dari asas saling memberi ini lahirlah sikap saling menolong bagiorang-orang yang beriman. Lho, apa bisa saling menolong bila ada yang kuat dan ada yang lemah, ada yang kaya dan ada yang miskin.Tentu saja bisa! Dunia ini memang dicipta “dua warna”. Ada miskin,ada kaya. Ada lemah, ada kuat. Yang satu memiliki kelebihan dari yang lain. Kalau sama kuatnya, tak akan ada yang mau diperintah. Jikasama kayanya, tak akan ada yang mau menjadi buruh atau pegawainya. Agar roda kehidupan berputar, harus ada yang menjadi pasivis dan harus ada yang menjadi aktivis. Jika tak ada yang maumenjadi perempuan, maka tamatlah kehidupan manusia di bumi ini.Bagaimana jika perempuan semua [katakan teknik kloning sukses

implementasinya]? Apa yang terjadi? Perbuatan saling menolong danmelindungi akan lenyap. Akhirnya, kehidupan manusia pun hancur!

 Ada yang kuat dan ada yang lemah, ada yang pandai dan ada yangbodoh. Hal ini dimaksudkan untuk saling memanfaatkan ataumempergunakan. Jika tak ada yang lemah [posisinya], maka tak ada yang mau menjadi buruh atau pegawai. Tak ada yang mau menjadi prajurit. Tak ada yang mau menjadi murid. Tak ada yang mau menjaditukang batu, gembala, penjual kaki lima, sopir, dan tenaga kasar.Dinyatakan dalam QS 43:32sebagai berikut.

43:32 Apakah mereka [orang-orang kafir Qureisy itu] yang membagi-bagi rahmat Tuhan dikau? Kami-lah yang mendistribusikan kehidupandi antara mereka dalam kehidupan di dunia ini. Kami meninggikanderajat sebagian orang atas sebagian yang lainnya, supaya yang satubisa memerintah yang lain untuk membantunya. Namun demikian,rahmat Tuhan dikau lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.

Page 66: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 66/167

 Jadi, jelas bahwa perbedaan derajat itu dimaksudkan supaya manusiabisa bekerja sama dalam kehidupan di dunia ini. Perbedaan itu tidak dimaksudkan untuk menghisap, atau memperbudak yang lain. Yangkuat bukan untuk mengalahkan yang lemah. Yang kaya bukan untuk membuat yang miskin tergantung kepadanya. Semua dimaksudkan

untuk dapat saling menolong, saling membantu.

Perhatikan kembali QS 5:2 di atas. Semua manusia yang beriman[iman sejati, bukan hanya sebagai identitas] diperintah oleh Tuhanuntuk saling menolong dalam kebajikan dan ketakwaan. Yang kayamenolong yang miskin dengan menciptakan lapangan kerja. Merekameningkatkan ketrampilannya agar bisa hidup layak. Yang miskinmenolong yang kaya dengan membantu mencapai target usahanya.Yang kuat menolong yang lemah dengan memberikan perlindungandan kenyamanan hidup mereka. Sedangkan yang lemah menolong yang kuat dengan memberikan dukungan. Ya, sebenarnya setiap

orang bisa memberikan apa yang ia punya kepada yang lain. Salingmemberi. Akhirnya terciptalah kesejahteraan hidup bersama.

Untuk menyemaikan kasih-sayang, orang-orang beriman dimintauntuk tidak berbuat aniaya [berbuat melampaui batas] terhadaporang-orang yang pernah menyakiti. Islam tidak menanam benihbalas-dendam. Mungkin kita tetap menyimpan kebencian terhadapgolongan yang pernah menyakiti kita. Namun kebencian ini tidak bolehmem-buat kita bertindak aniaya terhadap yang kita benci. Kita harustetap bertindak adil, fair, terhadap mereka.

 Jika kita mau menelaah hadis-hadis Nabi, maka kita bisa ambilhikmahnya. Hikmah itu menyatakan: Orang yang kuat di antaramubukannya yang mampu menaklukkan orang lain, tetapi orang yangmampu menahan diri untuk tidak melakukan balas dendam, meskipunkesempatan untuk itu ada. Orang yang kaya bukannya orang yangberlimpah harta benda, tetapi orang yang tidak merasa kurang bilamemberi.

Penutup ayat 5:2 di atas adalah “Allah amat keras siksanya!”. Perludipahami bahwa Allah itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Diabukanlah penyiksa. Tapi mengapa diperingatkan bahwa siksa-Nya

amat keras? Perlu diketahui bahwa Allah mencipta alam ini dengansegala aturan mainnya. Dan orang yang menjaga dirinya di atasaturan permainan itu disebut “orang yang bertakwa”. Dapat diumpamakan dengan orang yang berada di jalan raya. Semua pihak harus mematuhi rambu dan marka yang ada di jalan itu. Jika keluar dari rambu dan marka akan terjadi kecelakaan. Begitu juga bilamanusia tidak mau mematuhi aturan kehidupan di dunia ini. Ia bisa jatuh ke dalam jurang, atau tabrakan. Malapetaka di alam ini sangat 

Page 67: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 67/167

dahsyat! Inilah yang diperingatkan oleh Tuhan, bahwa siksa-Nyasangat keras. Karena hakikat semuanya ini adalah milik Tuhan. Jikakeluar dari rambu-rambu dan marka kehidupan, malapetaka yangdatang pun sebenarnya berasal [dari aturan main] dari Tuhan.

Gandengan kasih-sayang dan lemah lembut.

 Jika kasih-sayang berkaitan dengan sikap saling memberi. Maka lemahlembut lebih terkait dengan tata-cara penyajiannya atau sikapnya.Dalam memberi pun harus disertai dengan kesantunan. Bukan dengancara yang kasar. Sebab pemberian pun jika dilakukan dengan cara yang kasar, tampak merendahkan yang diberi, akan membuat yangdiberi enggan menerima.

Orang yang dalam posisi lemah, tentu saja senang hatinya bilamendapat bantuan, pertolongan, atau pemberian dari yang kuat.

Tetapi tatkala pertolongan itu diberikan dengan cara yangmenyakitkan, dengan cara yang kasar, disertai dengan perkataan yang tidak enak didengar, dengan membangkit-bangkit, maka orang yang diberi itu bisa bangkit penolakannya, atau kalau toh menerima,terasa sakit hatinya. Arti pemberian itu menjadi hilang. Dalam QS2:263 disebutkan, “Perkataan yang baik dan pemberian maaf itu lebihbaik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan perasaan si penerima. Sungguh Allah itu Maha Kaya dan MahaPenyantun.” Nah, kesantunan pun tak lepas dari kesabaran. Dan,kesabaran itu harus dikon-disikan dalam hidup ini. Jika untuk “dekondisioning” kita lakukan dengan zikir jahar. Maka untuk 

kondisioning [pengkondisian] kita lakukan dengan zikir kalbu.Membaca kalimat thayyibah setiap waktu subuh. Ada kedisiplinanbangun setiap subuh. Zikir cukup diucapkan di dalam hati!

Bagian ke-10

Sabar dan Kecerdasan

Seperti yang dijelaskan semula bahwa “sabar” yang kita tuju dalamtasawuf bukan sifat sabar tetapi maqam, tingkat atau stasiun sabar.Untuk masuk ke dalam maqam ini, kita sudah mendaki tiga tangga

sebelumnya, yaitu tangga takwa dasar, tobat dan wara’. Tiga tanggasebelumnya untuk menghilangkan atau “dekondisioning” terhadapsegala sifat yang tercela. Sedangkan maqam sabar ini untuk mengkondisikan kepada segala sifat yang terpuji, seperti keadilan,kasih-sayang dan kelembutan [diuraikan pada bagian ke-9]. Danberikutnya untuk membangun kecerdasan.

Page 68: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 68/167

Sejak tahun 1990-an para pakar psikologi Barat mencoba menggalihubungan antara sabar dan kecerdasan. Akhirnya, ditemukanlahrumus kecerdasan baru, yang disebut ‘kecerdasan emosi’, yangdipelopori oleh Daniel Goleman, seorang doktor Psikologi dari HavardUniversity yang bekerja pada The New York Time. Kecerdasan emosi

[Emotional Intelligence] menentukan potensi seseorang untuk mempelajari ketrampilan-ketrampilan praktis yang didasarkan padakesadaran diri, motivasi, pengaturan diri, empati, dan kecakapandalam membina hubungan dengan orang lain. Artinya, meskipunseseorang telah memiliki IQ yang tinggi, tetapi bila kecerdasanemosinya rendah, dia tetap akan mengalami hambatan dalam pergaulan hidup [informal maupun formal (dalam bisnis, pekerjaan,dan politik)].

Kecerdasan otak bekerja pada bagian otak kiri, yang bersifat sadar,rasional dan logis [linear]. Jadi, kerjanya otak kiri ini matematis,

berpikir seri. Tentu saja tidaklah keliru berpikir matematis. Fungsi otak kiri ini untuk mengerjakan segala tugas yang bersifat rasional dan jelas. Seperti komputer, ia diperintah untuk melakukan pekerjaan yang jelas, yang dikenal programnya. Ia sekadar memproses! Keunggulandari penggunaan otak kiri adalah akurat, tepat, dan dapat dipercaya.Karena yang dapat dikerjakan oleh otak kiri adalah semua objek yangdapat diperbandingkan, dianalisis, dan dikalkulasi secara matematis.Ia selalu dalam keadaan on atau off.

Kecerdasan emosi bekerja pada otak kanan. Ia membangkitkan potensi dan mengolah informasi bawah-sadar [subconscious], emosi

dan intuisi. Berpikir dengan otak kanan bersifat asosiatif. Sebuah pemikiran yang mengaitkan antara emosi dan gejala tubuh, emosi danlingkungannya. Dengan berpikir asosiatif memungkinkan kitamengenali pola-pola [wajah, suara, aroma, dan ketrampilan gerak].Orang yang menyetir kendaraan harus memberdayakan kecerdasanemosinya. Dengan kecerdasan emosinya seseorang dapat mengubahtransmisi, menginjak kopling, menambah gas, dan menginjak remtanpa harus menggunakan pikiran rasional.

Para CEO bekerja dengan menggunakan kecerdasan emosi. Para panglima perang bekerja dengan kecerdasan emosinya. Dan, dari hasil

 penelitian, sebagian besar orang yang yang IQ-nya tinggi tidak suksesdalam hidupnya. Kebanyakan mereka yang berhasil mengendalikan perusahaan besar adalah mereka yang EQ-nya lebih tinggi. Tentu sajamereka yang menjadi CEO perusahaan besar itu IQ-nya juga tinggi,tetapi EQ-nya yang lebih menonjol. Para pemimpin yang karismatik adalah mereka yang dikaruniai EQ yang tinggi.

Page 69: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 69/167

Lalu, apa hubungannya EQ dengan kesabaran? Ya, orang yang EQ-nyatinggi adalah orang yang mampu mengendalikan emosinya, aliassabar. Juga sebaliknya! Orang yang sabar memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosinya. Jika IQ dan EQ diinteraksikan dandiintegrasikan, akan lahir kecerdasan yang lebih tinggi dari masing-

masing kecerdasan yang ada, IQ saja atau EQ saja.

Dalam Al Quran surat ke-103 [surat yang turun pada tahun pertamakenabian], merupakan landasan bagi pengintegrasian kecerdasanotak, emosi, dan spiritual [untuk kecerdasan spiritual akan dibahas pada kajian lebih lanjut]. Marilah kita simak surat yang pendek ini.

1. Demi waktu asar.

2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.

3. Kecuali orang-orang yang beriman dan bertindak saleh, saling ber-wasiat untuk menempuh hidup yang hak [hidup di jalan yang benar]dan saling berwasiat untuk hidup sabar.

Sejenak kita mengingat kembali kepada pelajaran tafsir surat ini yangtelah saya berikan. Tuhan bersumpah dengan menggunakan waktuasar. Kata ‘ashara mempunyai arti memeras. Pada saat asar itulah, pada waktu itu, manusia berharap memperoleh nafkah hidupnya ataurezeki yang dikais sejak pagi. Namun demikian, manusia tetap disebut dalam kondisi berisiko [rugi].Yang tidak dalam posisi rugi adalah mereka yang beriman dan

beramal saleh. Iman dan amal saleh [imas] pada surat-surat berikutnya, dapat dikatakan, selalu bergandengan. Ini tidak berarti pada ayat-ayat berikutnya tidak diperlukan hidup yang hak dan hidupsabar. Kedua jenis tindakan ini bersifat implisit pada imas. Sebagaigantinya, dinyatakan secara eksplisit kata sabar dan Allah besertaorang-orang yang sabar [Inna l-Laha ma-‘a sh-shabir?n] di empat ayat [2:153, 249, 3:146, 8:46 dan66]. Jadi, tegas sekali bahwa Allah yangmem-‘back up’ orang-orang yang sabar. Itulah sebabnya sabar disebut sebagai maqam, posisi, spiritual.

Seperti yang telah dijelaskan di bagian depan pelajaran tasawuf,

bahwa iman itu bukan sekadar percaya. Banyak orang yang salahtafsir bahwa iman itu hanya sekadar percaya. Kalau sekadar percayamaka imannya orang dewasa sama dengan anak kecil [bahkanimannya anak balita]. Iman membutuhkan pengetahuan. Dan iman pada tingkat yang lebih tinggi membutuhkan pengalaman [ainul yaqin]dan selanjutnya meningkat pada iman sebagai realita hidup [haqqul yaqin]. Nah, pengetahuan harus ditimba dengan menggunakan rasio,menempuh hidup rasional, agar kita tidak melenceng dari objektivitas

Page 70: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 70/167

kehidupan. Untuk mempertebal keimanan di tingkat ilmu ini, manusiadiseru untuk menggunakan ‘otaknya’ [afala ta‘qilun, la-‘allakumta‘qilun]. Karena itu keliru berat bila iman tidak menggunakan logikasama sekali, kemudian dengan mudah disuruh percaya dan relaberbaiat.

 Amal saleh tidak cukup hanya dengan menggunakan kesadaran, rasiodan logika. Amal saleh memerlukan ketrampilan praktis agar bisahidup produktif. Ketrampilan harus dilatih! Dan pelatihan memerlukankedisiplinan dan kesabaran. Dalam berlatih dan bekerja, manusiaharus mampu mengendalikan emosinya. Dengan emosi yang rendah[EQ-nya tinggi] seseorang dapat membangkitkan potensi dirinya.Kemampuan mengendalikan emosi dengan cantik, akan membuat seseorang mampu membangun komunikasi yang baik pula.

 Agar tidak terjebak kerugian, maka harus ada upaya ‘saling berwasiat’ 

untuk hidup yang benar. Pada tindakan ini, sebenarnya sudahmelibatkan kecerdasan yang lainnya, yaitu kecerdasan spiritual[spiritual quotient]. Meskipun harus memberdayakan kecerdasanspiritual, tetapi semua tindakan tadi harus diikat dengan kesabaran.Dan di balik kesabaran itulah berdiri tegak kekuatan Allah. Dengandemikian, sabar merupakan landasan bagi peningkatan kecerdasan.Dan, kecerdasan adalah kemampuan untuk memahami, menalar, danbelajar beradaptasi terhadap situasi yang baru. Orang yang memilikiEQ tinggi [tingkat kesabarannya tinggi] akan dengan mudahmengatasi problema dalam kehidupan ini. Perlu diperhatikan kembali,berwasiat tidaklah sama dengan berpesan. Saling ber-wasiat tidak 

sama degan saling berpesan. Berwasiat berarti ada tindakan untuk memberikan wasiat. Dalam saling berwasiat ada rasa saling memiliki!Dalam hidup bersama setiap orang harus saling menjaga kebenarandan kesabaran. Artinya jika kita berbuat benar, jujur, adil, maka oranglain pun harus demikian. Bukan yang satu antre dan yang lainmenyerobot, yang satu jujur dan yang lain mereka yasa. Kalau yangsatu jujur dan adil dan yang bohong dan aniaya, maka hal ini akanmenyebabkan yang jujur dan adil tadi kehilangan kesabaran. Akhirnya,kacau-balau lagi. Karena itu kebenaran [kejujuran dan keadilan] dankesabaran saling diwasiatkan.

Imas lebih melibatkan kehidupan pribadi. Tetapi kebenaran dankesabaran terkait dengan lingkungannya. Karena itu harus dijagasaling berwasiat untuk hidup benar dan hidup sabar. Dalammenegakkan kebenaran dan kesabaran, perilaku orang-orang lain disekitar kita sangat mempengaruhi upaya kita. Karena itu, penegakankebenaran dan kesabaran dilakukan secara bersama atau berjamaah.Coba bayangkan, jika kita ini sungguh-sungguh hidup sabar, disiplindalam menahan emosi, tetapi orang-orang di sekeliling kita acuh-tak-

Page 71: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 71/167

acuh, tidak mempedulikan kita, bahkan malah menggoda danmengganggu kehidupan kita. Apa jadinya?

“Mahaththu l-khubr” 

Di bagian ke-9 telah dijelaskan bahwa sabar berarti memenuhi proses, prosedur dan aturan main yang benar. Namun, orang tidak akan sabar untuk memenuhi proses, prosedur dan aturan mainnya bila ia tidak memiliki pengetahuan [yang ditopang peng-alaman] tentang sesuatu yang akan dikerjakannya. Wilayah atau pos dari rencana atau desaintentang sesuatu ini disebut “mahathth al-khubr”. Seseorang mampubersabar dalam sesuatu hal bila dia memahami ‘mahathth al-khubr’-nya.

Misalnya, kita mau menonton musik jazz. Katakanlah pertunjukanmusik itu dua jam. Kita tak akan sabar untuk menonton dan

mendengarkan musik itu bila kita tak memahami desain musik itu.Mungkin sepuluh menit saja akan terasa lama, dan kita inginmeninggalkannya. Pertunjukan sepak bola tak akan menarik seseorang bila orang itu tidak mengerti desain, bangunan rancangandari sepak bola tersebut. Dia pasti tak akan sabar jika disuruhmenonton sepak bola. Jadi, kalau kita ingin sabar dalam berbuat ataubertindak [bekerja, bertugas, menonton, mendengar dll], kita harusmemahami mahathth al-khubr-nya. Sehingga kita bisa mengikuti apa yang sedang terjadi, kita mampu meneruskan pekerjaan yang kitaemban. Nah, karena itu, sebelum kita berbuat, bertindak, mengerjakansesuatu, maka kita harus mengerti lebih dahulu ‘layout’, desain,

rancangan atau “mahathth al-khubr”-nya sesuatu yang akan kitalakukan.

Di dalam Surat Al Kahfi/18: 68, Khidir mempertanyakan kesanggupanNabi Musa dalam menyertai perjalanan spiritual Khidir.

Page 72: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 72/167

“Wa kaifa tasbiru ‘ala ma lam tukhith bihi khubra” 

“Dan bagaimana engkau mampu bersabar terhadap apa yang tidak engkau ketahui [disertai pengalaman]?” 

 Jadi, seorang Rasul Allah pun masih dipertanyakan kesabarannyadalam menuntut suatu ilmu bila dia tidak memahami layout danrancangan sesuatu yang dituntutnya. Sifat dari manusia bahwa ia tak akan sabar terhadap sesuatu yang tidak dimengertinya. Karena itusebelum memunaikan sesuatu, kita harus memahami rancang-bangunnya, layoutnya, atau mahath al-khubrinya.

Landasan bagi pertolongan

Dalam hidup ini seringkali terjadi keberadaan kita ini pada situasi yanglemah. Kita dalam posisi sebagai manusia kalahan. Sebagai manusia

 yang terekploitasi. Bila kita tidak dapat mengatasi situasi ini maka halini bisa menyebabkan kita ‘stres’. Tak perduli dengan jabatan kita.Kalau tekanan dari luar diri kita ini lebih kuat daripada energi yang kita punyai, maka kita dalam posisi tertekan. Bila kita tak mampu menahantekanan itu, ya timbullah stres.

 Jadi, stres itu bisa timbul karena tekanan dari pekerjaan, atasan,tetangga, rumah tangga, hubungan bisnis, kelompok/golongan laindan sebagainya. Manusia berusaha menjauhi konflik atau pertikaian,karena konflik bisa membebani kehidupan. Manusia berusaha hidupdamai karena ia tidak ingin menumpuk permasalahan. Oleh karena

manusia itu berhubungan dengan manusia lain, maka sering permasalahan itu tidak dapat dihindarkan. Seperti yang sudahdijelaskan di atas, manusia berhubungan dengan sesamanya.Meskipun kita sudah berusaha menahan diri, mungkin saja orang laintetap menekan kita. Kalau kita biarkan tekanan itu, boleh jadi semakinbesar tekanannya. Lalu, apa yang harus diperbuat?

Surat Al Baqarah/2: 150-155 memberikan latar belakang kehidupanbersama, satu kelompok menekan kelompok lainnya. Karena itu,orang-orang beriman diberi landasan untuk menempuh hidup iniseperti yang dinyatakan dalam 2:153, “Hai, orang-orang yang

beriman, mintalah pertolongan dengan cara sabar dan shalat [senantiasa berko-munikasi dengan Tuhan]. Sesungguhnya Allahbeserta orang-orang yang sabar.” Jadi, untuk menangkis tekanan dariluar itu, kita harus membangun kesabaran. Ingat, sabar tidak berartitidak acuh terhadap tekanan. Tetapi, kita berusaha introspeksi danmawas diri. Kita coba memperhatikan kejadian demi kejadian disekitar kita. Sehingga akhirnya kita bisa memahami jaringanrancangan yang terjadi di sekeliling kita. Lalu, kita lewati jaringan itu

Page 73: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 73/167

tanpa harus terperangkap. Kita berkomunikasi dengan Tuhan. Akhirnya Tuhan sendiri yang mengajar kita, dan Tuhan sendiri yangmemberi petunjuk kita [lihat QS 2:282].

Tak ada Mahaguru ahli di dunia ini kecuali Tuhan. Dan, pengajaran

 yang tepat hanya dari Dia sendiri datangnya. Lalu, di mana peranguru-guru atau ulama? Mereka adalah orang-orang yang membantukita agar kita bisa memahami dasar-dasar praktik kehidupan. Merekahanyalah memberikan arah kemana kita harus melangkah. Dengansabar, akhirnya Tuhan sendiri yang menggandeng tangan danmenuntun kita. Dia sendiri yang memberikan jalan sehingga kita tahukemana kita melanjutkan perjalanan dalam hidup ini. Inna l-Laha ma-‘ash-shabirin, Tuhan beserta orang-orang yang sabar. Sabar adalahlandasan bagi pertolongan dari Tuhan!

Page 74: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 74/167

Orang yang sabar tahan godaan

Gebyarnya dunia ini telah menggoda manusia. Berapa banyak akhirnya manusia yang terperangkap godaan dalam menempuh perjalanan hidup ini. Jangankan individu, manusia secara kolektif pun

sering tidak mampu menahan godaan. Manusia tidak lagi sabar untuk bisa menikmati gebyarnya dunia ini. Sehingga banyak manusia yangtidak memperhatikan lagi proses, prosedur dan aturan main dalammeraih kenikmatan dalam kehidupan ini. Jalan pintas yangmembahayakan hidupnya pun dilaluinya.

Marilah kita menengok perjalanan bangsa Indonesia ini. Mula-mula kitaingin bebas dari penjajahan. Lalu, kita berusaha mengisi kemerdekaan.Yang pertama kita isi dengan persatuan bangsa dan yang kedua kitaisi dengan pembangunan ekonomi. Kita tidak sabar! Kita ingin cepat-cepat berhasil dalam pembangunan. Kita lupakan proses, prosedur 

dan aturan main yang benar untuk meraih kesuksesan. Kita hutangsebanyak-banyaknya tanpa mengindahkan lagi perangkap hutang. Akhirnya, hutangnya sundul-langit. Bukan tinggal landas yang kitalalui, tapi ‘tinggal bundas’ [Jawa,ungkapan untuk menyatakan kepala yang tak rata lagi]. Elite bangsa ini tidak tahan menghadapi godaandari negara-negara maju. Umpan yang berupa hutang dilahapnya. Kitatidak mau memahami ‘grand design’, rancangan raksasa sebuahhutang.

Hutang, pinjaman, bantuan dan pemberian dari negara-negara majuadalah godaan bagi negara-negara berkembang, atau terbelakang.

Memang hutang adalah sarana untuk membangun demi kemajuan.Tetapi hutang bukan syarat pokok, melainkan syarat untuk melancarkan pembangunan. Ya, hutang adalah syarat pelancar! Iahanyalah pelumas bagi sebuah roda. Karena itu, kita tidak bolehmenjadikannya bagian yang terpenting bagi pembangunan bangsaatau rumah tangga. Dengan sabar seseorang dapat menangkis godaanuntuk menikmati sebuah umpan. Untuk masalah ini saya cuplikkankisah tentara Thalut dalam perjalanannya untuk bertempur melawantentara Jalut [QS 2:249].

Maka tatkala Thalut dan orang-orang beriman menyeberangi sungai

itu, berkatalah orang-orang yang telah minum banyak air sungai itu:“Pada hari ini tak ada kemampuan kami untuk melawan Jalut dantentaranya.” Orang-orang yang meyakini bahwa mereka bertemu Allah, berkata: “Berapa banyak golongan yang sedikit dapat menga-lahkan golongan yang lebih besar dengan izin Allah?” Dansesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

Page 75: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 75/167

Dalam kisah di atas, Thalut memimpin tentaranya untuk melawantentara Jalut yang telah mengusir mereka dari negeri mereka. Dalam pasukan itu ikut serta Daud. Dalam strategi melawan Jalut, Thalut mengajak pasukannya menyeberangi sebuah sungai. Thalut wanti-wanti agar tidak minum banyak-banyak air sungai itu, kecuali

sesaukan tangan saja [ya, sebagai tamba (semacam obat penenang)dalam perjalanan]. Bahkan Thalut mengancam tentaranya, yaitu tidak mau mengakui sebagai golongannya bagi yang banyak minur air sungai itu.

Bagaimana kenyataannya? Banyak tentaranya yang tidak sabar, aliastidak tahan ketika kerongkongan terasa kering. Thalut mengizinkanminum, tetapi hanya sesaukan saja, tak lebih. Tapi, sebagian besar tentaranya tergoda untuk minum banyak-banyak. Hormon serotonindan noradrenalinnya bertambah. Sehingga rasa puas menyelimutiseluruh tubuhnya. Ada rasa nikmat! Nah, tentara [apalagi orang biasa]

 yang telah merasa nikmat ini merasa tak sanggup lagi melawantentara Jalut. Mereka merasa takut untuk melawan tentara Jalut yanglebih besar itu. Tentara Thalut keder!Tetapi, sebagian kecil tentara Thalut yang patuh [termasuk Daud]tetap bersemangat dalam menghadapi Jalut. Produksi hormonandrogennya yang meningkat. Sehingga agresivitasnya meningkat.Karena tidak minum banyak, kecuali sesaukan yang hanya sebagaifaktor sugesti, maka hormon adrenalin dan noradrenalinnya tidak ber-tambah, sehingga detak jantung pun tidak meningkat. Ya, merekatenang menghadapi tentara Jalut. Mereka berkeyakinan [mensugestidiri] bahwa sering tentara yang sedikit mampu mengalahkan tentara

 yang banyak. Karena tidak merasa tergoda terhadap ke-nyamanansementara itu, tentara-tentara Thalut tenang dalam bertaktik melawan Jalut. Bahkan Daud dengan katapelnya mampu membunuh Jalut. Nah,sikap tenang dan mampu menahan godaan sementara, adalah wujudsikap sabar.

Bagian ke-11

Kesabaran adalah landasan hidup yang kondusif bagi tumbuhnya sifat adil, kasih-sayang, lembut. Kesabaran adalah wahana yang baik untuk membangkitkan kecerdasan. Kesabaran juga merupakan sarana untuk 

meminta pertolongan, atau cara untuk menolong diri-sendiri [self assistance]. Dan ia juga merupakan benteng yang tangguh untuk menahan berbagai macam godaan yang bisa merontokkan diri.

Dalam hidup ini kita melihat orang yang lemah semangat. Orang yanglemah semangat adalah orang yang lemah daya juangnya. Orang itutak mau lagi melanjutkan usahanya. Dia merasa tak akan bisamendapatkan yang diinginkannya. Kadang kita juga mengetahui orang

Page 76: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 76/167

 yang berlemah hati, mudah menyerah dalam menghadapi tantangandalam hidup ini. Orang yang lemah hati tidak tabah dalammenghadapi tekanan hidup. Lemah semangat tidak ada hubungannyadengan lemah hati. Tetapi, keduanya bisa menyatu pada diriseseorang. Nah, sabar adalah oposisi dari kedua sifat tersebut.

 Jadi, orang yang memiliki kesabaran yang tinggi, adalah orang yangtidak lemah semangat dan tidak pula berlemah hati. Dengan kata lain,orang yang sabar adalah orang optimistik. Dia yakin apa yang sudahdirencanakannya dengan matang itu akan diperoleh hasilnya. Orang yang sabar adalah orang yang telah menyiapkan pekerjaannya denganbaik. Prinsip manajemen, seperti perencanaan, pengorganisasian, aksidan pengendalian dilakukan dengan baik. Tak ada alasan untuk lemahhati maupun lemah semangat. Usaha lahiriah ditopangnya dengandoa: Ya Tuhan, teguhkan hati kami dan jadikan kami sabar dalammenghadapinya.

Ya, tapi itu kan mudah diomongkan! Lha, kenyataannya kan sulit dilakukan. Mari kita lihat lagi landasan untuk sampai di stasiun sabar.Bukankah kita telah melewati stasiun takwa dasar [berupayameninggalkan perilaku hidup yang tak benar], stasiun tobat [kembalike hal-hal yang benar], dan wara’ [sengaja memilih sesuatu yangbenar]. Pada stasiun yang pertama itu, kita sudah berusahameninggalkan hal-hal yang tak benar. Umumnya kita bisa lulusdistasiun ini. Wujudnya, ya, kita mencari nafkah secara halal ini.Mungkin saja ada kesalahan dan keburukan yang kita lakukan, tapi itubukan merupakan ‘cap’ bagi kehidupan kita umumnya! Pada

umumnya, manusia itu berusaha menjaga keselamatan hidupnya.Mereka berada di landasan ketakwaan! Kemudian, sebagian darimanusia di stasiun pertama ini melanjutkan perjalanannya ke stasiuntobat. Satu langkah lebih jauh.

Pada stasiun tobat, orang-orang berusaha hidup amar ma‘ruf nahimunkar. Hidup untuk memenuhi apa-apa yang dipandang baik dilingkungan hidupnya. Hidup menahan diri dari segala perbuatan yangditolak masyarakat. Pada tahap ini subjektivitas masih ikut berperanan. Artinya, kemakrufan itu masih dipengaruhi oleh golonganatau kelompoknya. Di tahap ini kita belum mampu membebaskan diri

dari tekanan atau belenggu kelompok. Nurani kita mengatakan bahwaini sebetulnya tidak benar, tetapi kita tidak mampu keluar dari jeratnya. Kita mengetahui bahwa kolusi itu mungkar, tapi kita tidak mampu membebaskannya. Kita memang kembali ke jalan yang benar.Tetapi, kotoran masih juga tersangkut. Dalam bahasa syariat merekasudah tidak mau berbuat kesalahan yang sama, tapi mungkin berbuat kesalahan yang lain. Yang ini sudah mampu dihindari, tapi yang itumasih berat. Inilah stasiun tobat!

Page 77: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 77/167

Sebagian orang yang ada distasiun tobat ini melanjutkan perjalanannya ke stasiun wara’. Di stasiun ini orang-orang betul-betulmemilih sesuatu yang benar saja. Mereka melihat mana warna yanghitam, putih dan yang abu-abu. Mereka lalui yang warnanya putih saja.

Yang hitam jelas ditinggalkan. Bahkan yang abu-abu punditinggalkannya. Memang berat perjalanan di tahap ini! Ini tidak berarti orang yang sudah berada pada maqam wara’ ini tidak punyakesalahan. Ya, kesalahan mungkin tetap terjadi, tetapi itu bukankarena pilihannya. Ia terpeleset!

Nah, ketika orang sudah bisa memasuki stasiun sabar, maka iaberusaha meraih sifat-sifat yang terpuji. Di dalam batinnya tumbuhrasa keadilan, senantiasa ingin ‘fair’. Ia tak ingin mendominasikehidupan orang lain. Ia berbagi kasih. Ia berusaha lembut dalam pergaulan. Jika dalam tangga sebelumnya orang bergulat dengan

sikap untung-rugi, maka dalam tangga sabar ia harus optimis untung.Ia yakin dapat keberuntungan bila ia mampu menahan godaan. Ia yakin dapat meraih keberuntungan [bukan keun-tungan lho!], bilasemuanya dipersiapkan dengan matang. Ia jalani proses, prosedur,dan aturan-aturannya dengan benar. Karena memahami proses, prosedur dan aturan-atauran yang ada itu ia tak mengalami lemahsemangat atau lemah hati. Kalau gagal, tidak berarti tamat  perjuangannya. Sikap optimistik adalah bagian dari hidupnya.

Siapakah mereka yang tidak patah semangat, tidak lemah hati dantidak berbudi rendah itu? Kalau zaman dulu, mereka itu adalah orang-

orang yang memahami ketuhan-an dan menyertai para nabi dalam perjuangannya.

3:146 Dan berapa banyak nabi yang bertempur, yang disertai banyak ‘ribbi’. Mereka tak berlemah hati terhadap apa yang mereka di jalan Allah, dan mereka pun tak lemah semangat mereka, dan tidak pularendah budinya. Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.

 Jika kita mau membaca satu ayat sebelumnya, di situ kita membaca pernyataan Tuhan. Di situ dinyatakan, “Dan sesuatu yang berjiwa tak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah

ditentukan. Dan barangsiapa menghendaki ganjaran dunia, Kamimemberikan kepadanya, dan yang menghendaki ganjaran akhirat niscaya Kami berikan kepadanya. Dan Kami akan mengganjar mereka yang bersyukur.” Untuk menopang keteguhan hati kita, agar kitadapat bersabar, kita harus meyakini bahwa semua yang bernyawa pasti mati. Semua yang bernyawa pasti mati! Ini landasan kita. Kitaresapkan dulu ke dalam batin kita.

Page 78: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 78/167

Ternyata, makhluk yang bernafas itu mati dengan izin Tuhan. Masihingat kan arti kata “izin Tuhan”. Kata ini tidak bermakna seperti ‘kitamengizinkan’. Kata izin yang kita pergunakan sebenarnyamengandung ‘sikap otoriter kita’ kepada yang kita izini. Izin Tuhantidak bermakna demikian. Dalam izin Tuhan terkandung “kitaban mu-

ajjala” yaitu hukum alam yang telah ditetapkan-Nya. Suatu hukum yang objektif dan rasional. Jadi, bila ada orang yang ditusuk pisau [danenergi yang disertakan pada pisau tusuk itu lebih besar daripadaorang yang ditusuk] maka tertusuklah orang itu. Lho, kita kanmenyaksikan di tv bahwa ada orang ditusuk pisau tidak mempan!Tidak mempan karena energi pada pisau itu lebih sedikit daripada yang ditusuk. Dalam aras objektif, semua itu hanya permainan energi.Tak perlu heran!

 Ayat 145 ini perlu diingat-ingat. Yang pertama, Allah menggantikankata buat diri-Nya dengan ‘Kami’. Sebagaimana yang telah saya

 jelaskan, kata ‘Kami’ berarti Allah melibatkan atau menyertakanciptaan-Nya untuk terwujudnya suatu kejadian. Karena itu, dalammenempuh kehidupan ini kita juga harus memperhatikan kehadiranobjek-objek di sekitar kita. Karena objek-objek itu bisa menjadi saranaatau wahana bagi kita dalam merealisasikan tujuan kita. Dan apagongnya ayat tersebut? Gongnya adalah “barangsiapa menghendakiganjaran [dunia atau akhirat], Kami berikan kepada dia yangmenghendaki.” Tegas sekali bahwa Tuhan tidak berbuat sewenang-wenang. Setiap kali ada ayat “Tuhan menghendaki”, artinyakehendak-Nya itu diberikan kepada orang yang menghendaki. Karenaitu, penutup ayat 145 adalah “Kami mengganjar orang-orang yang

bersyukur”, yaitu orang yang telah memberikan nilai tambah.

Dengan memperhatikan ayat 3:145 tersebut, kita mengetahui bahwakesabaran itu merupakan usaha. Kesabaran bukan semata-matadiberikan sebagai takdir, taken for granted. Ada sejumlah energi yangdidepositokan untuk mewujudkan kesabaran. Dan berikutnya orang yang telah mendepositokan energinya untuk kesabaran itumemperoleh pokok dan interesnya. Kloplah pemahaman “Allahbeserta orang-orang yang sabar”. Inilah hukum Ilahi yang digelar dialam ini.

Pada ayat 146 disebutkan bahwa banyak nabi yang bertempur yangdisertai para “ribbi”. Kata ‘ribbi’ ini biasa diterjemahkan dengan‘orang-orang yang menyembah Tuhan’. Tentu saja terjemahandemikian ini lemah. Terjemahan ini dapat diartikan, orang-orang yangbertempur melawan para nabi bukanlah orang yang menyembahTuhan. Orang-orang yang bersama nabi pasti orang yang menyembahTuhan. Nyatanya tidak demikian! Di era Nabi Saw, orang-orang kafir  yang mengikat perjanjian damai bersama Nabi, bertempur bersama

Page 79: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 79/167

Nabi. Dan, sekarang ini pun bisa kita saksikan bahwa sangat banyak manusia penyembah Tuhan yang lemah hatinya. Jangankan untuk bertempur melawan musuh fisiknya, untuk menghadapi tekananhidupnya sendiri saja tidak berdaya, sehingga hidup terombang-ambing.

Lalu, apa arti kata ribbi? Ribbi adalah mereka yang memahami maknaketuhanan. Atau, ribbi adalah manusia yang saleh [tindakannyabermanfaat/berguna bagi diri dan lingkungannya]. Orang-orangdemikianlah yang menyertai para nabi dalam pertempuran di zamanya. Karena mereka faham betul asas manfaat yang merekalakukan, maka mereka itu tak gentar, tak lemah hati, tak lemahsemangat dalam menghadapi pertem-puran. Para ribbi ini pun tidak berbudi rendah [lari dari pertempuran].

Para ribbi inilah yang di ayat 3:146 itu dinamakan orang-orang yang

sabar. Bukan semua pengikut nabi yang menyertai dalam pertempuran disebut ribbi. Tetapi para nabi dalam pertempurandisertai banyak ribbi. Orang-orang ini tak gentar, tidak lemah hati, dantidak pengecut dalam pertempuran. Sifat yang dimiliki para ribbi iniadalah sifat orang-orang yang sabar. Dan ayat ini turun setelah perangUhud, di mana pada waktu itu pasukan Nabi mengalami kekalahankarena ada kelompok pasukan yang terpancing harta rampasan perang. Jadi, ayat ini memperkokoh perjuangan para ribbi pada perang-perang yang terjadi sesudahnya.

Bila kita perhatikan ayat 3:148, maka orang-orang yang sabar ini juga

disebut sebagai orang-orang yang berbuat kebajikan [muhsinin]. Dandi ayat ini dinyatakan bahwa Tuhan mencintai orang-orang muhsin ini.Dan, muhsin berasal dari kata yang sama dengan ‘ihsan’. Maka orang-orang muhsin adalah orang-orang yang senantiasa sadar terhadapdirinya, yang dalam bahasa hadis, adalah orang yang beribadah danmerasa ibadahnya itu senantiasa dalam pengawasan Tuhan. Jikaditarik suatu garis dari ayat 145 hingga 148, dapat disimpulkan bahwaorang yang sabar adalah orang yang bersyukur, dan karena itu dia juga disebut orang yang berbuat kebajikan. Jadi, jelas bahwa orang yang sabar bukan orang yang pasif. Bukan orang yang sekadar menerima suatu tekanan atau ketidakberdayaan.

Seperti yang telah dijelaskan, bersyukur tidak berarti mengucapkan‘terima kasih’ kepada Tuhan. Bersyukur merupakan suatu aktivitaskebajikan. Orang yang bersyukur adalah orang yang menciptakan nilaitambah dalam kehidupan di bumi ini. Apa yang dimaksud dengan nilaitambah [added value]? Bertambahnya kegunaan atas sesuatu! Bilasemula besi hanya digunakan sebagai alat semacam pisau, linggis,dan cangkul, maka nilainya akan bertambah bila besi itu dijadikan

Page 80: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 80/167

seterika listrik, kerangka mobil dan sejenisnya. Nah, sebenarnyamereka yang menemukan mesin, motor, mobil, pesawat udara,komputer adalah orang-orang yang bersyukur. Dan penemuan ituterjadi berkat kesabaran mereka. Maka, marilah kita ingat QS 14:7,“La-in syakartum la-azidan nakum, wa la-in kafartum inna ‘adzabi

lasyadid”, jika kamu bersyukur pasti Kami tambah kamu tetapi bilakamu kufur [menutupi kebenaran] maka sesungguhnya siksa-Ku amat  pedih. Dengan membuat kipas-angin kita merasakan kenyamanannya,dan bila kita membuat AC maka lebih nyaman lagi. Tetapi bila kitatidak kreatif, tidak mau menciptakan kipas-angin atau AC, makasungguh gerah rasanya. Menciptakan AC hanyalah salah satu bentuk syukur.

Bersabar = patuh kepada Allah dan Rasul + tidak bertikai

Pada Surat Al Anfal/8:46 ditegaskan bahwa orang yang sabar adalah

orang yang patuh kepada Allah dan Rasul, dan tidak bertikai denganteman seiring. Patuh kepada Allah dan rasul hendaknya tidak diturunkan ‘grade’-nya menjadi mematuhi Al Quran dan Hadis. Ingat  Allah bukanlah Al Quran, begitu pula sebaliknya. Allah adalah Tuhan pencipta alam semesta. Sedangkan Al Quran adalah salah satu KitabSuci-Nya. Patuh kepada Allah adalah mematuhi Al Haqq, Kebenaran.Kebenaran yang bisa kita saksikan di ufuk langit, di bumi, di kitab suci,dan pada diri kita sendiri.

Kebenaran di ufuk langit atau di angkasa adalah kejadian awan, angin,hujan, kilat, petir, cahaya, dan purnama. Kita patuhi hukum-hukum-

Nya sehingga kita selalu dalam lindungan-Nya. Begitu pula hukum-hukum yang ada di bumi dan diri kita. Segala hukum adalahkepunyaan-Nya. Karena itu mematuhi-Nya berarti mengikuti hukum-hukum-Nya [His Law] yang ditetapkan di alam raya ini. Allah jangandijadikan sesembahan yang abstrak. Kalau Allah kita abstrakkan makaitu Allah produk pikiran kita sendiri. Allah Maha Halus [wa huwa lathif],maka kita dekati dengan kelembutan, yaitu perilaku yang lembut, penuh kasih. Dan kita latih batin kita dengan zikir kepada-Nya.Sekarang ini sebagian besar orang-orang Islam mematuhi Allah hanyadengan sekadar mematuhi teks halal dan haram, dan itu yangdidiskripsikan 1000 tahun yang lalu. Sehingga ‘narkoba’ yang

sebenarnya lebih haram dari sekadar kecampuran daging babi atauminuman beralkohol, tumbuh merajalela di banyak negeri yang penduduknya mayoritas Islam. Hal ini terjadi karena mematuhi Tuhanhanya diwujudkan dengan ibadah mahdhah [ritual] dan mengikutiteks-teks halal haram.

Dalam mematuhi Rasul pun menjadi abstrak. Secara fisikal Rasulsudah tidak hadir di tengah-tengah umat manusia sekarang ini [tentu

Page 81: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 81/167

saja semenjak th 632 M]. Mematuhi Rasul tidak berarti mematuhiHadis. Kalau mematuhi beliau berarti mematuhi Hadis, lha bagaimanadengan generasi sebelum Hadis ditulis! Bukhari saja baru dilahirkan pada 196 H, artinya dia baru hadir di bumi ini setelah 186 tahun[seratus delapan puluh enam tahun] sepeninggal Rasul Saw. Lalu buat 

apa Hadis? Tentu saja digunakan sebagai alat atau referensi untuk memahami Al Quran.

Lalu bagaimana caranya mematuhi Rasul itu? Ingat, mematuhi tidak sama dengan ‘meniru’. Mematuhi beliau tidak sama dengan menirubentuk lahiriah beliau, seperti anak-anak meniru perilaku orangdewasa. Peniruan demikian adalah peniruan kuantitatif yaitu berapabanyak bentuk lahiriah yang kita tiru. Jika demikian, rendah betulkualitas umat. Perilaku anak kecil dan orang dewasa tidak adabedanya, asal sudah bersorban, bergamis, berjanggut, rambut dibiarkan sampai bahu, makan selalu bersama-sama dalam satu

tampah dan hanya pakai jari [bagaimana kalau makan bubur ya?] danlain sebagainya. Mematuhi atau mengikuti Rasul adalah meneladanibeliau. Kita teladani, bagaimana beliau bisa bersabar menghadapitekanan lawan, bagaimana beliau mampu menegakkan keadilan,bagaimana cara beliau memecahkan suatu persoalan, bagaimanabeliau bersifat lembut tapi tegas, bagaimana beliau bisa ramah tapitak dilecehkan, bagaimana beliau menegakkan hukum dan lain-lain.Bagaimana bisa meneladani beliau? Tentu saja dengan pendidikan yang baik, dengan meningkatkan kecerdasan [IQ, EQ dan SQ], dandengan pematangan diri.

Dalam subtopik ini dinyatakan bahwa sabar merupakan gabungankepatuhan kepada Allah dan Rasul, dan tidak bertikai. Tidak bertikai,tidak berebut kewenangan, tidak berebut kekuasaan, tidak maumenang-menangan adalah cara untuk membangun kesabaran.Pernyataan patuh kepada Allah dan Rasul belum cukup, bila kita masihbertikai. Pertikaian akan memporak-porandakan keutuhan kita. Akhirnya kita menjadi gentar dalam menghadapi tekanan hidup, danlemah posisi kita. Di bawah ini saya kutipkan sebuah ayat QS 8:46. Ayat ini ada di dalam Surat Al Anfal, surat yang membahas rampasan perang. Sebagian ayat diturunkan setelah perang Badar, dan yang lainsetelah perang Uhud [terjadi 1 tahun kemudian dari perang Badar].

8:46 Wa athi-‘u l-laha wa rasulahu wa la tanaza-‘u fatafsyalu wa tadz-haba rihukum washbiru inna l-laha ma-‘a sh-shabirin.

Dan, patuhilah Allah dan Rasul-Nya dan jangan berselisih [bertikai]agar kamu tidak lemah dan hilang kekuatanmu. Bersabarlah!Sesungguhnya Tuhan menyertai orang-orang yang sabar.

Page 82: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 82/167

Di dalam Al Quran perintah bersabar itu selalu didahului dengankalimat berita atau perintah. Dengan demikian kita bisa memahamiapa yang dimaksud dengan sabar. Misalnya, pada QS 3:146 pernyataan sabar didahului kalimat berita ‘mereka tak gentar, tak lemah semangat, tak berbudi rendah. Sedangkan pada ayat barusan,

 pernyataan sabar didahului kalimat perintah ‘taat kepada Allah danRasul, dan larangan berselisih’. Jelas, bahwa sabar adalah aksi,bersifat aktif. Sabar bukan pasifis atau bersifat pasif. Sabar adalahusaha, ada pengerahan tenaga. Sabar bukan diam, membiarkansesuatu menimpa pada dirinya. Sabar bukan kalah, tetapi menang!

 Allah itu Maha Sabar!

Sebagai penutup bahasan ‘sabar’ [yang akan datang tentang zuhud],saya ambilkan asma-ul husna yang ke-99, yaitu “ash-shabur”. Ya, Allah itu Maha Sabar! Meskipun Dia itu Maha Kuasa, tetapi untuk 

menciptakan bumi yang bisa kita tempati ini perlu waktu 4,5 milyar tahun. Ternyata penciptaan itu bukan bersifat “sim-salabim”. Tuhansabar dalam menciptakan. Tuhan penuhi hukum-hukum ciptaan.Tuhan menciptakan semua ini berlandaskan 5 prinsip [yang Diatetapkan], yaitu matematika, fisika, kimia, biologi, dan evolusi.

Dalam bahasa Al Quran dinyatakan “al-ladzi khalaqa fasawwa wa l-ladzi qaddara fahada wa l-ladzi akhraja l-mar’a faja-‘alahu ghutsa-anahwa.” Dia yang menciptakan dan menyempurnakan [lahir sebagaiorok dan tumbuh dan berkembang hingga dewasa], Dia menetapkankadar [potensi, ukuran, dan hukum-hukum fisika dan kimia] pada

ciptaan-Nya. Dia memberi petunjuk kepada ciptaan-Nya yang biologis[sehingga makhluk biologis bisa mempertahankan kehidupannya].Lalu, Dia putuskan ikatan-ikatan kimia yang ada sehingga makhluk hidup menjadi layu [tua renta] dan akhirnya punah [ghutsa-an ahwa].Dan dalam proses penciptaan di Surat ke-87, yaitu ayat 2 ?5 itu,tumbuhlah dari masyarakat primitif menuju masyarakat madani.Berlaku hukum evolusi di situ. Dari manusia yang politeis menjadimanusia yang monoteis. Demikianlah hukum evolusi bekerja.

 Jadi, pada akhirnya, orang yang sabar adalah orang yang bekerjaberdasarkan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan Tuhan. Demikian,

 pembahasan bab sabar yang telah saya uraikan dari bab ke-8 kajiantasawuf ini.

Bagian ke-12

[Zuhud]

Page 83: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 83/167

Kata zuhud seolah sudah berkonotasi hidup anti-dunia. Hal ini terjadikarena pada masa penjajahan atau pergolakan, banyak ulama yangmengasingkan diri di daerah terpencil. Ulama-ulama ini hidup dengan para muridnya atau santrinya di daerah yang terpencil yang tidak terjangkau penjajah atau terimbas pergolakan. Mereka memang

menarik diri dari kehidupan semacam itu.

 Zuhud berasal dari kata ‘za-ha-da’, artinya berpantang, meninggalkan,melepas-kan, menarik diri dari, atau meninggalkan kesenanganduniawi. Karena itu zuhud juga diterjemahkan sebagai ‘asketik’. Kata yang seakar kata dengan ‘zuhud’ ditemukan pada Surat Yusuf/12:20.Pada ayat ini disebutkan bahwa rombongan kafilah menjual Yusuf [sebagai budak] dengan harga yang murah. Kafilah itu dikatakansebagai ‘zahidin’, yaitu orang-orang yang tidak tertarik kepada Yusuf.Karena tidak tertarik, maka Yusuf dijual murah. Jadi, zuhud adalahsikap tidak tertarik pada kehidupan dunia.

 Zuhud adalah sebuah maqam, terminal, stasiun atau posisi dalamtasawuf. Dari uraian di atas, jelas bahwa zuhud bukan anti dunia. Zuhud juga bukan menarik diri dari kehidupan dunia. Juga tidak berartimeninggalkan kesenangan duniawi. Seorang zahid, tetap membinarumah tangga. Orang yang zuhud juga bekerja keras! Hanya sajadunia ini tidak menarik, baginya. Lho, ada apa sampai tidak tertarik  pada dunia? Karena mereka tahu akan hakikat dunia ini. Merekamenyadari apa sih makna dunia dalam hidup ini. Mereka tetapmengelola dunia ini sebaik-baiknya, karena manusia yang hidup iniadalah bagian dari dunia. Tetapi orang yang zuhud tidak dikendalikan

oleh dunia. Justru dunia ini dikendalikan oleh orang zuhud.

Kalau kita ingin tahu siapa tokoh zuhud di dunia ini, ya NabiMuhammad Saw. Beliau bukan hanya mengajarkan agama tetapi jugamenegakkan kehidupan beragama, bermasyarakat, dan bernegaradengan gigih. Beliau tegakkan sistem perekonomian yang adil.Sasarannya adalah “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”, suatunegara yang penuh kebajikan dan Tuhan melindunginya (QS 34:15).Umumnya ayat tersebut diterjemahkan dalam bahasa Indonesia,“negeri yang baik dan Tuhan Maha Pengampun”. Sebenarnya suatuterjemahan yang kurang sambung. Karena kalimat yang depan

menunjukkan keadaan negara sedang kalimat sambungannyamerupakan sifat Tuhan. Hal ini disebabkan penterjemah kaku denganarti kata “ghafur”, yang selama ini diartikan pengampun. Padahalkalau mau mengembalikan kata tersebut kepada bentuk akarnya‘gha-fa-ra’, maka salah satu artinya adalah melindungi.

 Ayat tersebut ada di Surat Saba’, yang menceritakan kemakmurankaum Saba’. Rezeki di negara tersebut berlimpah. Alam negeri itu

Page 84: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 84/167

dimanajemeni dengan baik, yang disebut negeri penuh kebajikan.Karena itu Tuhan memberikan perlindungan terhadap negeri yang penuh kebajikan. Namun, generasi berikutnya tidak melaksanakanmanajemen dengan benar, sehingga malapetaka menimpa Saba’.Kisah ini diwahyukan kepada Nabi, agar beliau mengambil

keteladanan kisah tersebut. Artinya. Jika ingin mempunyai negeri yang penuh kebajikan, maka keamanan dan kedamaian [bukan ‘pen-dekatan keamanan’, atau ‘security approach’ lho] harus menjadi prioritasnya. Karena itu, peperangan yang dilakukan oleh Nabi diMadinah, sasarannya adalah mempertahan-kan persatuan dan perdamaian yang telah digalang pada awal hijrah.

Dengan demikian keterlibatan orang yang zuhud terhadap kehidupandunia ini sangat tinggi. Tetapi orang yang zuhud tidak terpengaruhatau tidak tertarik oleh kenikmatan dunia. Dia tidak dikendalikan olehdunia, bahkan dunia dikendalikan untuk menjadi pelayannya. Bukan

cuma Nabi yang menjalani hidup zuhud, para sahabat besar jugamencontoh Nabi untuk menjalani kehidupan zuhud. Abu Bakar ketikadi Mekah adalah orang yang sangat kaya. Demi penegakan kehidupan yang damai, Islam, beliau membebaskan perbudakan [yang terkenaladalah peristiwa pembebasan Bilal]. Ketika hijrah ke Madinah, beliautinggalkan kekayaan yang berupa harta-benda. Umar pun orang yangkaya. Bahkan ketika menjadi khalifah pun beliau cukup berteduh didalam rumah gubuk sebagai istananya.

Tentu saja kehidupan zuhud tidak hanya dilakukan beberapa sahabat.Sebagian besar sahabat menjalani kezuhudan. Mereka mendalami

makna kehidupan dunia. Dunia bukan untuk dimiliki tetapi digunakansebagai sarana untuk melayani. Itulah yang sebenarnya diajarkanRasul melalui Al Qurannya. Ada 9 kata ‘sakhkhara lakum’ dalam AlQuran. Kata ini biasa diterjemahkan “Allah menundukkan bagimu[matahari, bumi, bulan dsb]”. Sepintas terjemahan ini tidak tampak salah. Tetapi kalau kita memahami penciptaan manusia itu relatif yangterakhir kehadirannya dari semua ciptaan. Bagaimana mungkinmatahari ditundukkan bagi manusia. Lha wong ketika mataharidiciptakan itu makhluk hidup di bumi belum diciptakan, apalagimanusia.

Salah satu arti dari ‘sakhkhara’ memang menundukkan ataumenaklukkan. Tetapi, kata ‘sakhkhara’ juga punya arti ‘menjadikandapat melayani’. Jadi, bumi, langit dan seisinya ini diciptakan Tuhanuntuk dapat melayani/memenuhi keperluan dan keinginan manusia.Dalam bahasa bebasnya, semua ini diciptakan untuk menjadi prasarana dan sarana bagi kehidupan manusia. Di bawah ini sayaambilkan ayat di Surat Ibrahim yang mengandung kata ‘sakhkhara’.

Page 85: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 85/167

14:32 Allahu l-ladzi khalaqa s-samawati wa l-ardha wa anzala minasama-i ma-an fa akhraja bihi mina ts-tsamarati rizqan lakum wasakhkhara lakumu l-fulka li tajriya fi l-bahri bi amrihi wa sakhkharalakumu l-anhar.

14:33 Wa sakhkhara lakumu sy-syamsya wa l-qamara da-ibaini wasakhkhara lakumu l-laila wa n-nahar.

14:32 Allah yang menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air dari langit, lalu dengan air itu ditumbuhkan pohon buah-buahansebagai rezeki bagi kamu. Dan Dia menjadikan kapal sebagai wahanabagimudi laut berdasarkan amar [ketetapan]-Nya. Dia juga menjadikansungai-sungai itu sebagai pra-sarana dan sarana bagimu.

14:33 Dan Dia menjadikan matahari dan bulan yang terus-menerus

beredar, dan siang dan malam, untuk menjadi prasarana dan saranabagimu.

 Jadi, sebagian besar sahabat Nabi memahami apa arti dunia seisinyaini. Semua ini adalah prasarana dan sarana untuk memenuhikeperluan hidup manusia. Semua ini diperlukan manusia untuk melanjutkan perjalanan hidupnya. Kemana? Kembali kepada Tuhan,wa ilaihi raji-un. Yaitu, kembali ke orde atau tatanan hidup yang benar  yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Hidup seperti apa itu? Ya, hidup yang saling mengasihi, saling menyayangi, saling menolong, salingmelayani dalam situasi penuh kedamaian. Ya, Allah adalah As-Salam,

 Allahumma antas-salam, ya.. Allah sejatinya Engkaulah Kedamaian itu.

Selain dunia ini sebagai prasarana dan sarana bagi manusia untuk melanjutkan perjalanan hidupnya, sifat dunia ini sementara. Nah, agar kita tidak terbelenggu oleh dunia, maka kita harus betul-betulmenyadari kesementaraan dunia. Orang Barat maju karena tokoh-tokohnya [ilmuwan, politikus, pengusaha, dan elite bangsa]menghayati kesementaraan dunia ini. Lho, apa tidak terbalik? Tentusaja tidak! Justru orang-orang yang memperebutkan harta-benda dankekuasaan itu terbelenggu oleh bawah sadarnya, bahwa dunia inikenyataan satu-satunya. Mereka merasa bahwa hanya dunia

[tegasnya bumi] ini realitas itu. Kalau mereka itu ditanya, apakahdunia ini akan berakhir dan ada realitas lain yang disebut akhirat?Dengan segera mereka menjawab, pasti! Ini bukan karena merekasadar, tetapi ungkapan bawah-sadar mereka.

Keadilan dan kejujuran di suatu negara bisa ditegakkan bila paratokohnya amat menyadari kesementaraan dunia ini. Mengapa cukup para tokohnya saja? Karena umat manusia itu pada umumnya bersifat 

Page 86: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 86/167

“silent majority”, mayoritas diam. Mereka ini hanya berjalan mengikutitatanan yang ada, tidak peduli apakah tatanan itu baik atau buruk.Bila dalam tatanan yang ada itu korupsi merajalela, maka mereka punmenerima kehidupan korupsi. Meskipun mereka tidak terlibat dalamkorupsi. Meskipun mereka mengumpat atau mencela kehidupan

korupsi. Tapi mereka secara tak berdaya menerima kehidupan korupsi.Mereka tak ingin campur tangan terhadap sesuatu yang mungkinmalah memperparah kehidupannya.

 Apakah perlu banyak tokoh untuk menggerakkan kehidupan yang adildan jujur itu? Tidak perlu! Yang penting muncul orang yangmempunyai kekuatan untuk menggerakkan roda keadilan dankejujuran itu. Muncul orang yang mampu menggerak-kan rodakedamaian. Islam pun mula-mula muncul dari seorang Muhammad.Indonesia merdeka pun mula-mula digerakkan oleh seorang Soekarno.India pun merdeka dari seorang Gandhi. RRC muncul dari seorang Mao

Tse Tung. Memang nanti dalam perjalanannya harus didukung banyak tokoh.

Di atas disebutkan bahwa Barat maju karena kezuhudan tokoh-tokohnya. Zuhud macam apa yang mereka lakukan? Pernahkan Andamendengar bagaimana para ilmuwan itu menghadapi siksaan para penguasa! Bagaimana Nietzsche memberontak kemapanan duniakorup dan eksploitasi manusia di Eropa pada abad XIX. Padahal kalaumau hidup enak, Nietzsche tidak perlu melawan kemapanan. Padawaktu itu, sarjana bisa memperoleh gaji yang besar.

Soekarno pun setelah lulus dari ITB 1926 sebagai seorang insinyur,dengan mudah dapat mencari pekerjaan yang berpenghasilan sangat besar. Hatta yang lulus dan sebagai sarjana ekonomi tamatan Belanda[kuliah di Belanda], bisa bekerja di dunia internasional yangmemberikan imbalan berlimpah. Tetapi mereka rela meninggalkanstatusnya. Demi Indonesia merdeka, mereka rela dipenjara Belanda.Memang dalam perjalanannya seorang zahid bisa kandas bilalingkungan tidak berubah. Dengan kata lain, tidak banyak tokoh yangmuncul untuk mendukungnya. Bahkan yang muncul itu di sekitar tokoh itu adalah orang-orang yang ‘vested interest’, yang meiliki cita-cita untuk kepentingannya sendiri atau golongannya.

Kita lihat perjalanan Indonesia. Di dalam negeri, sebelum Indonesiamerdeka, baik ketika menjadi mahasiswa maupun ketika sudah lulus,Soekarno konsisten untuk memperjuangkan Indonesia merdeka.Sebagai proklamator, tentu beliau mempunyai visi bagi Indonesia dimasa depan. Wujud dari visi itu adalah ‘Pancasila’ yang sekaligusdigunakan sebagai landasan hidup bermasyarakat, berbangsa, danbernegara Indonesia. Tetapi nyatanya, setelah Indonesia dinyatakan

Page 87: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 87/167

merdeka, beberapa tokoh muncul dan mendekati beliau [dan Hatta].Bukan untuk mendukung perjuangan beliau berdua, tetapi untuk membisikkan kepentingan sendiri. Beberapa tokoh Islam, malahmenginginkan Indonesia yang berdasar Islam. Yang komunis inginnegara yang berhaluan komunisme. Yang nasionalis ingin negara

berdasarkan nasionalisme. Jadi, visi negara Indonesia yang adil danmakmur berlandaskan Pancasila dikaburkan dikuburkan.

Tokoh-tokoh yang muncul di sekeliling Soekarno-Hatta bukanlah para zahidin. Mereka adalah orang-orang yang mementingkan golongannyasendiri. Mereka yang mengaku Islam bukan orang-orang yangmemahami Islam dengan benar. Tetapi orang-orang yangmementingkan kekuasaan atas nama Islam. Mereka tidak menginginkan negara Pancasila yang islami. Kekuasaan, dan bukankedamaian, yang diutamakan! Keuasaan, dan bukan keadilan dankejujuran, yang diprioritaskan. Kekuasaan itu amat sangat duniawi,

karena itu bukan ajaran zuhud, bukan ajaran Islam.

Ingat, Nabi mengajarkan agama [nama agama Islam muncul dikemudian hari], untuk menegakkan moralitas manusia. Innamabu-‘itstu liutammima makarima l-akhlaq, saya dibangkitkan untuk menegakkan budipekerti yang mulia. Nabi diutus untuk membawamanusia ke dalam kehidupan yamg damai, jalan Tuhan. Serulah[manusia] ke jalan Tuhan engkau dengan hikmah [bijaksana] danajaran kebaikan, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yangbaik [QS 16:125]. Kurang lebih ada 10 kali ajakan ke jalan ataukampung yang penuh kedamaian. Dan, inilah cita-cita Islam.

Untuk bisa sampai di tempat yang penuh kedamaian itu, dibutuhkansikap zuhud. Suatu sikap yang bisa mengiringi perjuangan hidup yangberat. Suatu perjuangan yang tidak tergesa-gesa mereguk kenikmatan. Perjuangan berat untuk bisa sampai di ujung sana. Bukandi sini, sekarang ini! Untuk itu diperlukan hidup bersama yang adil[fair], jujur, dan saling menolong [bukan saling bertikai/berselisih].Suatu sikap hidup yang tidak tergiur akan kenikmatan sementara.

 Jika kita masih tergiur oleh kenikmatan sementara, kita tak akanmampu menjadi ilmuwan yang ulung, peneliti yang tangguh,

 pemerintah yang adil, elite yang memen-tingkan rakyat, dan pengusaha yang dermawan. Tanpa zuhud, perusahaan hanya menjaditempat pemerasan terhadap karyawan yang lemah. Tanpa zuhud,negara adalah wilayah eksploitasi kalangan elite terhadap masyarakat bawah. Kezaliman merajalela yang dibungkus agama. Kezaliman yangdibungkus agama, dikemas dengan ayat-ayat Tuhan inilah yanghendak dilenyapkan Islam. Karena itu Islam mengajarkan konsepketakwaan, tobat, wara’, sabar, dan zuhud.

Page 88: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 88/167

 Zuhud adalah sebuah maqam yang lebih tinggi dari sabar. Karenatanpa kesabaran seseorang tak akan mampu menjalani hidup zuhud.Tidak dapat menjadi seorang zahid. Zuhud adalah maqam. Jadi, sikap zuhud melekat pada berbagai macam profesi. Seorang peneliti yang

 zuhud, berarti orang yang sungguh-sungguh melaksanakan pekerjaan penelitian hingga bisa menguak rahasia alam. Hingga ia mampumembuat teknologi baru yang lebih unggul untuk kehidupan manusiadi bumi ini. Seorang pengajar yang zuhud adalah orang yang sungguh-sungguh mendidik muridnya sehingga lahirlah para murid yangunggul.

Tapi itu semua harus didukung oleh kalangan pemerintah yang zuhud pula. Mereka harus menyediakan prasarana dan sarana bagi kegiatan profesinya. Pemerintah yang zuhud harus didukung oleh pengusahadan kalangan profesional yang zuhud pula. Yaitu, dengan membayar 

 pajak yang proporsional menurut kekayaannya. Nah, pada intinya,kemakmuran dan keadilan suatu negara bisa dicapai bila sebagianbesar tokoh di segenap profesi berlaku zuhud.

Gambaran kehidupan dunia

Untuk bisa memahami kehidupan dunia ini, Islam memberikan pelajaran yang berupa perumpamaan atau gambaran. Perumpamaandiberikan agar manusia tidak sulit dalam memahaminya. Kalau berupateori-teori, perlu kecerdasan akal-pikiran untuk bisa mengertinya.Karena itu ada beberapa gambaran. Untuk bagian mengakhiri

 pelajaran sekarang ini, saya kutipkan satu ayat di Surat Yunus.

10:24 Sesungguhnya perumpamaan kehidupan dunia itu seperti air  yang Kami turunkan dari langit. Lalu, air itu diserap oleh tumbuh-tumbuhan di bumi. Kemudian tumbuh-tumbuhan [yang mengandungair tadi] ada yang dimakan oleh manusia, dan ada yang dimakanternak. Sampai suatu ketika bumi tertutupi kesuburan tumbuhannyadan terhiasi [ter-dekorasi], dan penduduknya mengira menguasinya,tibalah ketetapan Kami pada waktu malam atau siang. Maka Kami jadikan itu bagaikan ladang yang telah dituai hasilnya, seolah-olah pada waktu kemarin tak ada tanaman yang tumbuh di situ.

Demikian Kami jelaskan ayat-ayat kepada kalangan yang berpikir.

Suatu gambaran kehidupan yang bagus sekali. Hidup [urip], live, nafs,dalam kemunculannya di bumi ini digambarkan bagaikan ‘air’.Perhatikan diri kita, hidup kita merupakan sesekor sperma [setetessperma] yang bergabung dengan sel telur di rahim ibu. Tetesansperma itu ada yang terserap telur dalam rahim dan akhirnya tumbuh

Page 89: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 89/167

menjadi jabang bayi, dan ada yang tidak. Di ayat itu digambarkan air  yang turun di bumi, dan ada yang diserap oleh tumbuhan.

Dengan proses itu bumi menjadi subur. Diri kita pun tidak sendirian.Kita hidup bersama di suatu tempat. Dan kita menyangka bisa

menguasai tempat itu selamanya. Kita lupa ada ‘ketetapan’ atauaturan main Tuhan yang telah digelar di alam semesta ini. Kita lupabahwa tanaman itu bisa mati oleh berbagai sebab, seperti terkenabanjir, angin topan, kekeringan, terserang hama-penyakit atau olehsebab-sebab lainnya. Kita pun lupa bahwa ada ‘ketetapan’ bahwa jasmani kita ini bisa mati sewaktu-waktu oleh berbagai sebab. Kitabiasanya merasa akan mati bila sudah tua! Karena itu kita merasa bisamenguasai kenikmatan hidup di dunia ini selamanya. Padahal, ketikasuatu bencana berat datang tiba-tiba, dan bisa menyebabkankematian, maka hilanglah kenyataan bahwa kita bisa menguasaikenikmatan harta-benda dunia itu. Dalam kondisi demikian, kekuasaan

 yang pernah kita miliki seolah-olah tidak pernah ada.

 Jangankan sudah mati, masih hidup saja ketika manusia sudah tua-renta, sudah tidak bisa lagi merasakan berbagai kenikmatan duniawi yang pernah dirasakannya. Hanya kenikmatan batin yang tetapmelekat sampai mati. Orang yang bisa merasakan kenikmatan batintidak pernah merasakan kekecewaan atau kesesedihan dalam hidupini. Tidak kecewa atau sedih atas berkurangnya atau hilangnyakenikmatan lahiriyah. Dia telah zuhud! Tidak keluar air liur atasgebyarnya dunia.

Selama ini banyak orang yang beranggapan bahwa zuhud adalahmeninggalkan kehidupan dunia. Ini salah besar! Meninggalkankehidupan dunia itu bukan zuhud, tapi kalah. Ia merasa tak mampunegatasi dunia. Makanya ia menarik diri dari kehidupan dunia ini.Kalau sekarang saja sudah kalah, bagaimana mungkin dapat mengatasi kehidupan akhirat yang memerlukan modal lebih besar.Bukan modal harta-benda, tetapi modal batin, modal metafisik.Dengan zuhud energi batin kita tidak terserap oleh dunia. Energi batininilah yang menggerakkan pertumbuhan ‘zigot’ menjadi jabang bayi.Karena rahman dan rahim-Nya, bayi yang hidup di bumi ini bisatumbuh dan berkembang dengan energi fisik, yaitu makan dan minum.

Tetapi, energi fisik tidak dapat mendorong orang hidup bersemangat,orang hidup adil dan jujur, orang hidup damai. Energi fisik hanyamembantu fisik untuk tetap hidup. Dan itu pun terbatas! Yaitu, tidak bisa mencegah ketuaan dan kematian. Bahkan terlalu banyak energifisik menyebabkan kita malas. Energi fisik itu bagaikan air yangditurunkan dari langit. Ia bisa menyebabkan tumbuhnya kehidupan dibumi ini, tetapi tak mampu menahan kematian.

Page 90: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 90/167

Sebaliknya, orang yang mempunyai energi batin tinggi, hidupnya tetapberse-mangat. Ia tidak mandek pada dunia tampak. Tapi ia tetapmencari di balik dunia yang tampak ini. Ini bukan berkhayal. Karenatak ada waktu buat berkhayal. Tapi ia terus berjalan menuju cakrawala

‘dar as-salam’, tempat yang damai. Nah, semua usaha menapakimaqam-maqam dalam dunia tasawuf adalah upaya untuk menghimpun energi metafisik, untuk melanjutkan perjalanan hidup ini.Dan, makin tinggi maqam, makin besarlah bekal yang kita peroleh.

Bagian ke-13[Lanj. Zuhud]

Di depan telah dijelaskan bahwa mayoritas manusia itu bersikap diam.Hanya jadi pak turut! Di Barat yang sudah maju pun begitu.Sampai-sampai mereka punya pepatah “diam itu emas”. Ada

‘tetapinya’ di sina. Di Barat hak untuk berbicara dan berpendapat telah diberikan. Pendidikan diselenggarakan dengan baik. Komunikasi politis dibuat. Sehingga ‘diam’ punya makna bebas dari keributan.Diam beginilah dituntut oleh orang yang berzuhud. Bukan diam karenatak berdaya!

 Jika sabar merupakan bentuk ketahanan terhadap sesuatu, maka zuhud merupakan sikap untuk berani menolak terhadap tekanan. Jadi, zuhud memang merupakan mata-rantai dari sabar. Untuk menghadapisesuatu, kita harus mempunyai daya tahan dulu. Artinya, harus sabar!Tetapi tidak boleh berhenti di titik ini. Kalau kita berhenti, artinya kita

tidak berdaya menghadapi tekanan lingkungan. Kita akhirnyaterlindas, dan hanya sebagai permainan penindas. Rasul Saw membericontoh kepada umat beliau. Pada awal perjuangan, beliau mengajak umat beliau untuk bersabar. Hal ini bisa dilihat pada surat-surat yangturun di awal kenabian beliau.

73:10 Dan bersabarlah [Muhammad] terhadap apa yang merekakatakan, dan jauhi [uhjur ] mereka dengan cara yang baik.

74:07 Dan untuk [memenuhi petunjuk] Tuhan engkau, bersabarlah!

70:05 Maka bersabarlah [Muhammad] dengan kesabaran yang indah!

Mohon diperhatikan ayat-ayat tersebut. Ada indikasi bahwa padasaatnya sabar harus ditingkatkan ke dalam bentuk ‘hijrah’, yaitumampu mengatasi atau menjauhi tekanan hidup ini. Hijrah bukanuntuk melarikan diri dari persoalan. Tetapi hijrah untuk menemukan jalan keluar, untuk mengatasi persoalan. Hijrah sebagai solusi. Hijrahdemikian ini yang menjadi landasan berzuhud!

Page 91: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 91/167

Hijrah sebagai kelanjutan dari sabar, harus dilakukan dengan cara yang baik, dengan dilandasi kesabaran yang indah. Kesabaran yangtidak menimbulkan kecurigaan musuh. Kesabaran yang strategis!Dalam bahasa manajemen, di tengah bangunan kesabaran itu ada

strategi dan taktik untuk berzuhud. Dan zuhud ini meliputi tindakanberhijrah, berjihad dan beriman. Dan berhijrah ini pun tidak bisadilakukan sekali jadi. Harus ada upaya ‘proaktif’ dan aktif. Rasul punmelakukan tindakan taktis, dengan memerintahkan umat beliau hijrah[pertama] ke Ethiopia. Kemudian beliau proaktif mencari daerah baruuntuk berhijarah. Misalnya, beliau menjajaki dakwah ke Thaif.Meskipun di Thaif beliau mendapatkan sambutan yang tidak mengenakkan. Beliau diusir dan dilempari batu hingga beliau luka-luka.

Dalam kehidupan sekarang ini pun, kita harus membangun kesabaran

 yang indah. Kita harus bangun kesabaran yang strategis dan taktis!Dalam memecahkan sesuatu kita tidak bisa terburu-buru. Mengapa?Karena kita bukan hanya menghadapi orang yang menindas danmemusuhi kita. Kita juga menghadapi kelompok manusia yangsehaluan dengan kita, tetapi tindakannya merugikan kita. Dua hari yang lalu saya membaca suatu buletin ‘Dakwah Islam’ yangdikeluarkan oleh sebuah yayasan Islam. Tulisan dalam buletin itu jelas- jelas sangat merugikan buruh-buruh Islam. Penulis di buletin itu punyaanggapan bahwa ‘kewajiban’ majikan/pengusaha hanya [sekali lagi,hanya] membayar buruh tepat pada waktunya’. Berbagai bentuk keuntungan, benefit, bonus, dan berbagai bentuk tunjangan

kesejahteraan bukan kewajiban majikan/pengusaha. Penulis rupanyatidak mengerti perubahan “sistem berusaha, atau berekonomi”,sehingga berbagai bentuk kesejahteraan itu dikatakan sebagai“kewajiban negara”.

Coba bayangkan saudara-saudara! Di tengah-tengah globalisasi,ketika manusia [sekali lagi, manusia] berusaha menemukan maknahidupnya. Manusia berusaha hidup sejahtera dalam kesetaraanmartabat. Manusia berusaha mendapatkan hak-haknya dengan cara yang benar [sesuai dengan bangunan ekonomi masyarakatnya], adada’i yang menulis bahwa perjuangan buruh salah alamat. Ia tulis

“kewajiban majikan” atau pengusaha hanya sebatas membayar upah[sesuai yang disepakati] tepat pada waktunya. Penulis samakankualitas pengusaha sekarang sama dengan pengusaha-pengusaha diera Nabi Muhammad. Penulis samakan sistem dan bentuk  perekonomian sekarang ini sama dengan sistem perekonomian di eraNabi Saw. Penulis lupa bahwa sistem perekonomian pada zaman Nabiadalah pertanian dan perdagangan. Dan sistem pertanian pun masihsubsisten, lebih banyak untuk kebutuhan sendiri. Sedangkan

Page 92: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 92/167

 perekonomian sekarang ini ada di era industri dan informasi.Celakanya, penulis itu menggunakan hadis yang hanya sesuai denganmasa itu.

Islam mengajarkan ‘sabar’ dan ‘zuhud’. Kesabaran yang indah! Bukan

asal demo atau melakukan perusakan. Di tengah kesabaran itu harusdibangun strategi dan taktik untuk mendapatkan kemenangan, yangdalam bahasa sekarang disebut “win-win solution”. Sistem yangmenang! Bukan pihak tertentu yang menang. Karena itu disebut ‘sama-sama menang’. Dan untuk sama-sama menang, kesabaranharus ditingkatkan ke tahap zuhud. Zuhud yang bersifat ‘jihadiyah’, perjuangan, ‘struggle’ untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.Yaitu, hidup yang lebih baik di dalam negara, masyarakat, dan dalaminstitusi, ‘baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur’.

 Zuhud sebagai suatu tahapan pencapaian rohani, meliputi tindakan

 yang berlandaskan pada keimanan yang teguh, berhijrah, dan ber- jihad. Surat Makiyah yang memuat pernyataan tentang hijrah adalahsurat ke-16, yaitu surat An Nahl. Pada ayat ini diinformasikan bahwamereka yang berhijrah di jalan Tuhan [fi l-Lah] setelah merekamengalami tekanan [kezaliman] akan mendapatkan kehidupan yangbaik. Sesungguhnya informasi ini sesuai dengan pernyataan di ayat lain, yaitu “inna ma-‘a l-‘usri yusra”. Sesungguhnya di balik kesukaranitu terdapat kemudahan! Di balik kesukaran pasti terdapat kemudahan, bila disertai tindakan yang proaktif dan aktif. Tetapikesukaran akan semakin sukar jikalau dibiarkan, atau dihadapi dengan pasif.

Tahap awal dalam zuhud adalah mempunyai iman yang teguh! Ingat,iman tidak sama dengan percaya. Meskipun dalam keimanan adaunsur kepercayaan. Iman harus dilandasi oleh pengetahuan. Dan inimerupakan tingkatan keimanan yang paling rendah. Keimanan yanglebih tinggi harus dilandasi oleh pengalaman. Jadi, bukan iman karenacuma tahu, tetapi karena mengalaminya. Dan, yang tertinggi adalahiman karena makrifat, karena memahami hakikat sesuatu yangdialaminya itu. Iman demikian juga dikenal sebagai “haqqu l-yaqin”.Tak ada lagi selaput keraguan. Kebenarannya sudah tersingkap. Zuhud yang demikian ini tentu saja jauh dari upaya mencari pujian atau

kekuasaan, meskipun mungkin saja keduanya didapat. Makin kokohkeimanan seseorang, makin bersihlah motivasi hijrahnya.

Di samping kesabaran yang indah, hijrah pun harus dilakukan denganbaik. Sabar ke hijrah merupakan sambungan. Ada 3 macam hijrah, yaitu hijrah fisik, nafsani, dan rohani [spiritual]. Nah, orang yang hijrahsecara fisik harus rela meninggalkan harta-benda yang dimilikinya.Hijrah fisik diperlukan bila tidak ada lagi tempat untuk mewujudkan

Page 93: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 93/167

kehidupan yang manusiawi. Hijrah fisik diperlukan bila usaha untuk mengembangkan martabat kemanusiaan sudah tidak ada lagi ditempat itu.

Berikutnya adalah hijrah nafsani, menjauhkan jiwa dari jeratan hawa

nafsu. Fisik tetap tinggal di suatu tempat, tetapi jiwa tak terpengaruholeh tarikan-tarikan kehidupan sekelilingnya. Di tengah-tengah orangber-KKN, tak ikut terjerat KKN. Dia mampu berdiri tegar di tengahlingkungan yang busuk tanpa ikut menjadi busuk. Dan jenis hijrah yang lainnya adalah hijrah spiritual. Dia bukan hanya tak terpengaruholeh tarikan lingkungannya, tetapi justru mempengaruhilingkungannya. Dia berjuang untuk menghilangkan kebusukan yangterjadi di sekitarnya. Dia membangun kehidupan di atas puing-puingkebobrokan. Semua ini bisa dilakukan bila si zahid sudah tidak lagitergiur oleh gebyarnya dunia. Jika memang secara fisik diperlukan, dialakukan hijrah fisik. Bila ancaman dan gangguan fisik tidak ada, ia

mampu bertahan hidup tanpa terpengaruh lingkungannya. Danbilamana ia mampu, dilakukannya perombakan masyarakat kepadakehidupan yang lebih baik.

Tindakan berikutnya dalam zuhud adalah ‘jihad’. Kata jihad bukanberarti perang! Perang adalah bagian dari jihad, bila sudah tak adacara lain untuk mempertahankan kehidupan ini. Dengan demikian,orang yang berjihad bukanlah orang yang dari semula sengajamemerangi orang lain. Perang adalah salah satu taktik dalam berjihad!Pertama, dilakukan untuk membela diri. Kedua, perang diperlukanuntuk menjaga keamanan wilayah [teritorial]. Ketiga, perang

diperlukan untuk melenyapkan musuh. Seorang zahid tidak bolehmencari atau menciptakan musuh. Tetapi seorang zahid harus beranimemerangi musuh. Musuh itu apa? Ya apa atau siapa saja yangmenyerang, menganiaya atau menghancurkan kehidupan kita.

Di bawah ini saya kutipkan beberapa ayat yang terkait denganrangkaian tindakan dalam zuhud.

16:110 Dan sesungguhnya Tuhan engkau melindungi dan menyayangiorang-orang yang berhijrah setelah mendapatkan fitnah, kemudianmereka itu berjihad dan bersabar.

02:218 Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah; mereka itu mengharapkanrahmat Allah. Dan Allah Maha Melindungi [Pengampun] dan MahaPenyayang.

08:072 Sesungguhnya orang-orang yang beriman, berhijrah, danberjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah, dan orang-orang

Page 94: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 94/167

 yang memberikan tempat perlindungan dan pertolongan; mereka itutolong menolong di antara sesamanya.

08:074 Dan orang-orang yang beriman, berhijrah, berjihad di jalan Allah; dan orang-orang yang memberikan tempat perlindungan dan

 pertolongan; maka mereka itulah orang-orang beriman yangsebenarnya. Mereka memperoleh ‘maghfirah’ dan rezeki yang mulia.

09:020 Orang-orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka; di sisi Allah derajat mereka itulebih agung, dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keme-nangan dalam hidup ini.

Nah, marilah kita perhatikan ayat-ayat yang terkait dengan hijrah dan jihad di atas. Pertama, yang perlu dipahami adalah kalimat ‘di jalan Allah’. Suatu tindakan disebut berada di jalan Allah, bila tidak ada

motivasi duniawi atau mendahulukan atau mengutamakankepentingan diri-sendiri atau kelompok. Dalam bahasa sekulernya, yang diutamakan adalah kepentingan ‘kemanusiaan’. Jadi, tindakan di jalan Allah adalah tindakan yang bebas dari ambisi, dan berbagaimacam keuntungan duniawi.

Kedua, beriman harus disertai dengan tindakan, aksi! Beriman tidak cukup hanya dengan kata-kata. Karena itu zuhud bukanlah tindakan pasif. Tak ada contohnya dalam Al Quran bahwa zuhud itu merupakan“no action”, tak ada tindakan. Tidak tertarik terhadap kehidupandunia, tidak berarti putus asa karena tidak menguasai dunia. Dalam

Islam orang yang menolak terhadap kehidupan dunia, bukanlah orang yang tidak berbuat apa-apa, dan mengasingkan diri dari keramaian. Zuhud dalam Al Quran adalah aktivitas untuk menegakkankemanusiaan, membangun dan memperbaiki dunia, dan tidak terjebak atau terbelenggu dengan hasil usahanya. Untuk itu zuhud harusdilandasi dengan keimanan yang kokoh.

Ketiga, bila dilihat pembangunan kemanusiaan tidak bisa dilakukan disuatu daerah, dan bahkan ancaman dan gangguan menyelimutinya,maka daerah itu harus dijauhi [untuk sementara], dan dicari daerahlain yang memungkinkan untuk mengem-bangkan misi dan visi

kemanusian, yang mencakup martabat dan kesejahteraannya. Jadi,bukan membiarkan kemerosotan dan kebobrokan terjadi. Jikakerusakan dibiarkan terjadi, dan yang terpenting ia bisa hidup tak diganggu, itu bukan zuhud namanya. Tetapi orang yang tak berdaya!Hidup harus punya makna. Hidup bukan sekadar bisa makan,berpakaian, dan bertempat tinggal. Manusia hidup untuk mengekspresikan dan mengapresiasikan kemanusiaannya. Karena itu,

Page 95: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 95/167

 jika keadaan sudah tidak memungkinkan untuk mewujudkankemanusiaan, maka kita harus hijrah.

Keempat, hijrah ternyata bukan hanya mencari tempat perlindungan yang baru. Hijrah juga bukan hanya meminta pertolongan untuk 

keselamatan jiwa-raganya. Hijrah ternyata merupakan suatu strategi.Karena itu, hijrah harus dilanjutkan ketahap ‘jihad’. Yaitu, jihad denganmenggunakan harta dan jiwa. Kalimat ‘harta dan jiwa’ ini konsisten didalam Al Quran. Tidak ada yang terbalik menjadi ‘jiwa dan harta’.Mengapa? Karena yang diajarkan adalah perjuangan, bukan mencarikematian atau bunuh diri. Harta benda yang didapat, digunakan untuk  perjuangan kemanusiaan.

Tentu saja bentuk dan sistem kehidupan sekarang ini tidak samadengan di zaman Rasul Saw. Kita sekarang ini hidup di negara yang‘berdaulat’. Batas-batas daulat suatu negara di era globalisasi ini

sudah jelas, meskipun di beberapa negara masih ada sengketa perbatasan. Hak-hak asasi manusia diserukan di mana-mana,walaupun pada beberapa negara HAM masih merupakan pergulatan.Dalam sistem ‘nation-state’, negara kebangsaan, hijrah secara fisik,meninggalkan tempat tinggal lama menuju ke tempat tinggal yangbaru untuk membangun kemanusiaan sudah kecil kemungkinannya. Diera informasi ini, hubungan antar negara semakin rumit. Aktivitaskemanusiaan murni bisa dituduh sebagai kegiatan politik dan subversi.Karena itu strategi jihad harus ditempatkan dalam hijrah pemikiran.Kita tidak perlu lagi mencari suaka. Yang kita perlukan adalah berpikir benar untuk bisa menegakkan kemanusiaan.

 Jihad dengan harta dan jiwa harus ditumbuhkembangkan dalam pemikiran yang benar. Harta bukan sekadar untuk dibagi-bagikan,tetapi digunakan untuk membantu meningkatkan pendidikan [kualitasdan kuantitas]. Jiwa bukan untuk diserahkan kepada pedang atau peluru, tetapi untuk mencari solusi, untuk mencari alternatif-alternatif dalam menegakkan martabat manusia. Di zaman dulu perang fisik bisamenyelesaikan masalah. Tetapi di zaman sekarang, perang hanyalahuntuk melampiaskan hawa nafsu [karena buntu dalam mencari jalankeluar] dan menghasilkan tragedi kemanusian, hanya balas-membalasdalam dendam.

Sekarang ini perang fisik hanya jalan terakhir, bila sudah tidak memungkinkan lagi menggunakan berbagai cara damai. Dan janganlupa, cita-cita yang agung adalah menciptakan perdamaian dankedamaian dalam hidup ini. Damai adalah salam, selamat, dansejahtera. Setiap individu hidup di dalam kesetaraan [hukum, sosial,ekonomi, dan keamanan]. Itulah sebabnya orang yang zuhud[beriman, berhijrah, dan berjihad] disebut sebagai orang yang

Page 96: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 96/167

mendapat perlindungan, rezeki, dan kemenangan. Dan tentunya,mereka yang memberikan tempat tinggal dan pertolongan, adalah juga orang-orang zuhud, orang-orang beriman, yang sebenarnya.

Bagian ke-14

(lanj. Zuhud)

Untuk memulai pelajaran yang ke-14 ini, saya mengajak saudara-saudara untuk mengingat lagi tahapan yang dilalui oleh sufi dalam perjalanan hidupnya. Ada tiga tahap yang dilaluinya yaitu takhalli[deconditioning], meninggalkan perilaku yang tidak terpuji, tahalli[conditioning; reconditioning] yaitu membiasakan diri untuk melakukan tindakan yang terpuji, dan tajalli [unconditioning; no mindaction] yaitu berbuat dan bertindak yang bebas dari kepentingan pribadi [kelompok].

Pada posisi “sabar” kita mengisi hidup kita dengan perbuatan dantindakan bajik, kita kendalikan emosi kita, dan motivasi hidup kita kitaarahkan ke jalan yang benar, jalan yang dibentangkan oleh Tuhansemesta alam. Jika jalan ini yang kita titi, maka kita disebut berjalanmenuju Allah. Dan bila kita sudah hidup dijalan-Nya maka kita disebut berada di jalan Allah, fi sabili l-lah. Inilah tahap ‘tajalli’!

 Zuhud adalah usaha memasuki tahap tajalli. Di dalamnya kita melaluisubterminal iman [yang kokoh], hijrah, dan jihad. Di bagian ke-13 yanglalu, saya utarakan bahwa pada era globalisasi ini kita harus

melakukan hijrah pemikiran kembali. Disamping kita harus melakukan‘jihad’ pemikiran yang disebut ‘ijtihad’. Kita tidak boleh terjebak dalam peperangan dan pertempuran fisik. Tetapi kita harus beranimelangkah ke dunia yang penuh ‘trick’ atau jebakan ini. Karena didunia macam inilah kita hidup sekarang ini! Lho, bukankah kita iniingin hidup damai?

Betul, betul sekali! Manusia, pada umumnya, menginginkankedamaian hidup. Yang terselip di dalam hati yang paling dalamadalah menuju ‘sorga’ yang penuh kedamaian. Dan Tuhanlahkedamaian itu! Di dalam salah satu doa [dari sebuah Hadis] yang biasa

dibaca setelah sembahyang adalah “Allahumma anta s-salam” [YaTuhan, Engkau-lah kedamaian itu]. Lalu, doa itu dilanjutkan dengankalimat “dan kedamaian itu datangnya dari Engkau, dan kepadaEngkau kembalinya kedamaian itu!” Sebagai seorang hamba, kitadiajari Nabi untuk melanjutkan doa itu dengan kalimat “Fa hayyinarabbana bi s-salam”, ya Tuhan hidupkanlah kami penuh dengankedamaian.” 

Page 97: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 97/167

Yang kita tuju adalah kedamaian. Tetapi, damai yang ada di bumi iniseperti damai yang ada di dalam hati. Jika di dalam hati damai ituterselip di dalamnya, bahkan di bagian dalam hati; maka di atas bumiini ‘damai’ juga terselip di tengah-tengah keributan dan kebusukandunia. Karena itu, kedamaian harus dicari! Kedamaian tidak datang

dengan sendirinya. Orang-orang Romawi memiliki semboyan, yangbahasa Indonesianya “Bila kalian ingin hidup damai, bersiap-siaplahuntuk perang”. Tentu saja berperang secara fisik. Pada zaman dulu,berperang secara fisik memang jalan satu-satunya untuk memperolehkedamaian. Sebab, menang perang adalah keadaan yang menjaminkesejahteraan warganya. Pada zaman dulu, orang malu kalau inginhidup sejahtera dengan cara menyengsarakan rakyat atau bangsanyasendiri. Ini tidak berarti, untuk memperoleh kedamaian kita harusberperang untuk menaklukkan negara lain. Pada zaman sekarang inikita harus hijrah dan jihad di lapangan pemikiran, ‘ijtihad’. Ijtihad puntidak hanya terbatas pada dunia fikih atau agama. Kita harus berijtihad

untuk menemukan solusi bagi kedamaian dan kesejahteraan hidup.

Sekarang ini kita sering dihadapkan pada pengertian yang salahtentang ‘damai’. Kata damai dikaburkan maknanya menjadi ‘aman’.Padahal aman hanyalah salah satu keadaan yang ada di dalam kata‘damai’. Keadaan yang aman, artinya tidak ada gangguan ataukekerasan [fisik]. Kalau damai yang ini, berarti cukup dengan tunduk atau takluk pada kekuatan di luar dirinya. Damai yang sejati adalahwujud dari keseimbangan, keselarasan dan keserasian, yang disebut hidup harmoni. Di tengah kedamaian yang sejati inilah terletak kemerdekaan. Damai yang demikian ini yang dilukiskan dalam kamus

“Oxford Advanced Learner’s Dictionary” sebagai keadaan yang bebasdari peperangan dan kekerasan, suasananya tenang, dan penuhdengan keharmonisan dan persahabatan.

Nah, ternyata damai harus diperjuangkan. Ingin hidup damai tak ubahnya kita ini mencari intan di tumpukan sampah. Di sinilah harusada hijrah dan jihad [ijtihad] dalam pemikiran. Ketika Nabi MuhammadSaw [p.b.u.h, peace be unto him] menyebarkan risalah keislaman,beliau sebenarnya membangun paradigma berpikir yang baru. Beliautinggalkan cara-cara berpikir jahiliah dan beliau bangun cara-caraberpikir yang islami. Ada puluhan, bahkan ratusan, ayat Al Quran yang

menyeru manusia untuk ‘berpikir’. Perintah berpikir ini disampaikandalam berbagai bentuk, misalnya tafakkaru, tadzakkaru, nazhara,ta‘qilun, dan lain-lain.

Satu abad setelah tersebarnya agama Islam, kalangan mu‘tazilahmelanjutkan pembaharuan pemikiran. Para ulama mereka tidak mandek pada kata-kata yang ada di dalam Al Quran. Merekamempelajari metode-metode berpikir filosof Yunani. Mereka

Page 98: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 98/167

melakukan penalaran dan logika yang islami. Mereka mulai merintislogika-empiris. Hasilnya, Daulat Abbasiyah di Bagdad dan Daulat Umayyah di Spanyol mengalami kemakmuran yang berlimpah-limpah.Sayang, masyarakat Islam pada zaman itu [dan sampai sekarang]tidak kondusif untuk pembaharuan pemikiran. Pada abad XIII (pada

tahun 1258 M) Daulat Abbasiyah diporakporandakan oleh KerajaanMongol yang sangat terkenal dengan pemerintahannya di atas kuda.Di Spanyol pun digilas pada akhir abad XV (1492 M). Dan sejak abad XIII itu pembaharuan pemikiran di dunia Islam ditutup, yang dikenaldengan “penutupan pintu ijtihad”.

Sekarang, saya melalui pengajaran tasawuf ini mengajak kembalisaudara-saudara untuk menghidupkan hijrah dan jihad dalam pemikiran. Lho, bagaimana dengan orang-orang yang masih rendahtingkat pemikirannya, apa dapat diajak untuk melakukan pembaharuan pemikiran? Tentu saja jangan dibayangkan semua orang

bisa berpikir dalam [deep thinking]. Waktu periode Rasul pun tidak semua orang diperintah untuk melakukan perang fisik. Hal inidijelaskan pada Surat Taubah/9:122. Ada yang ditolak untuk ikut bertempur karena orang tersebut menanggung kehidupan ibunya yang janda. Ada yang ditolak karena dianggap belum cukup umur. Yang perempuan pada waktu itu ditugasi dalam urusan logistik dan palang-merah. Dalam hal jihad pemikiran pun harus ada yang di barisandepan [good thinker] sebagai pembuat konsep, pembuat rencana, dan pengatur strategi. Ada menyebarkan dan memasarkan gagasan. Ada yang menerap-kannya. Dan ada pula yang mendukungnya.

Ketahanan masyarakat akan kuat bila masyarakat mempunyaikeahlian yang heterogen. Namun semua harus bisa diorganisasi dandikerahkan untuk membangun jihad pemikiran. Ulama spiritual, ulamasains, ulama teknologi, ulama birokrat, petani, pedagang, industrialis,dan buruh harus merapatkan barisan dalam membangun jihad pemikiran. Untuk apa jihad pemikiran ini? Untuk membangunmasyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Lho, kok tidak untuk membangun masyarakat Islam yang adil dan makmur? Sebuahmasyarakat itu dapat diibaratkan sebuah rumah-tangga. Rumah-tangga yang bertanggung jawab adalah rumah-tangga yang berupayamembangun kesejahteraan para anggotanya, tanpa merugikan rumah-

tangga lainnya. Rumah-tangga yang satu mungkin saja berbedaagama dengan tetangganya. Tetapi mereka hidup dalam komunitas yang sama yaitu satu RT/RW.

Kita adalah masyarakat Indonesia. Masyarakat yang dari awalnya plural [dalam agama, kepercayaan, dan etnis]. Masing-masing adalahanak ibu pertiwi! Perbedaan tidaklah memisahkan persatuanIndonesia. Dan, jika kita mau jujur bertanya siapakah kita bangsa

Page 99: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 99/167

Indonesia ini? Jawabannya adalah kita dahulu etnis-etnis yangmenghuni kepulauan Nusantara dengan agama pribumi masing-masing. Semenjak abad I masuklah agama dari luar [dalam bahasarakyatnya, agama impor] yaitu Hindu, Buddha, Islam, Kristen/Katholik,dan Kong Huchu.

Sebagai sebuah kenyataan, saya sekarang adalah orang Islam. AjaranIslam saya sampaikan dengan menggunakan pendekatan ‘tasawuf’.Karena tasawuflah yang bisa menembus lintas agama dan menjaga pluralitas. Kalau kita hobi membaca Hadis, maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa praktik Rasul dalam menyebarkan agamaIslam pun dengan cara tasawuf. Ayat pertama yang saya gunakanuntuk mengisi bagian yang ke-14 ini adalah Surat Al Baqarah/2:208.Mari sama-sama memperhatikan bunyi ayat tersebut seperti sayakutipkan di bawah ini.

2:208 Ya ayyuha l-ladzina amanu d-khulu fi s-silmi kaffah wa latattabi-‘u khuthuwati sy-syaithani innahu lakum ‘aduwwun mubin.

2:208 Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu semua kedalam kehidupan yang damai, dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuhmu yang nyata.

Cukup satu ayat dulu! Dan, mari kita kupas pelan-pelan ayat ini. Ayat ini turun di Madinah setelah perjanjian Hudaibiyah [th 6H]. Pada bulanDzul Qa’dah (bulan ke-11) Nabi mengajak kabilah-kabilah yang bukanIslam untuk bersama-sama menuju Mekah untuk berziarah dan

memuliakannya. Sejak sebelum kedatangan Islam, orang-orang Arabbiasa memuliakan Ka’bah. Mereka biasa lomba berpidato danmenggantungkan puisi mereka di Ka’bah. Dengan mengajak orang-orang Arab non-muslim menziarahi dan memuliakan Baitul Haram,maka keragu-raguan orang Arab terhadap orang-orang muslim hilang.Dan, dari awal jalur perdamaian lebih dipilih ketimbang peperangan.Prinsip hidup berdampingan dan damai ditekankan sekali dalamPiagam Madinah. Tata-cara damai inilah yang menyebabkan Islamcepat sekali tersebar di Madinah.

Untuk memelihara keharmonisan hidup masyarakat Madinah, seruan

untuk hidup beragama dinyatakan dengan panggilan yang indah“ayyuhal ladzina amanu”, wahai orang-orang yang beriman. Dengan panggilan ini orang-orang non-muslim tidaklah tersinggung dalamkehidupan mereka. Khalifah-khalifah setelah Rasul Saw juga memakaigelar “amirul mu’minin”, amirnya orang-orang beriman. Sekarang initokoh-tokoh agama juga memanggil pengikutnya dengan sebutan“orang-orang beriman”. Ini memang panggilan yang manis.

Page 100: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 100/167

Madinah harus berjaga dan mempertahankan diri dari seranganmusuh. Persatuan sangat dibutuhkan! Terhadap orang-orang yangmenjunjung tinggi Piagam Madinah ini, mereka dipanggil dengan panggilan orang-orang yang beriman. Mereka semua diseru untuk masuk dalam perdamaian. Dalam surat Al-Anfal/8:61 dinyatakan

dengan tegas, ”Dan jika mereka condong kepada perdamaian [salm]maka hendaklah kamu condong pula kepadanya [perdamaian], danbertawakallah kepada Allah.” 

Berikutnya adalah larangan untuk mengikuti langkah-langkah setan.Masih ingatkan makna ‘mengikuti’ bukan ‘meniru’ lho! Setan tak  pernah muncul dihadapan kita. Jadi tak ada perbuatannya yang bisaditiru. Setan berarti merenggangkan atau menjauhkan [dari perbuatanbajik]. Semua perbuatan buruk mendapat julukan perbuatan ataulangkah setan. Pertikaian, fitnah, menghasut, adu-domba, hina-menghina, dan perbuatan sejenisnya disebut langkah-langkah setan.

Karena itu harus ditinggalkan! Semua itu lahir dari pikiran dan emosikita. Pikiran dan emosi yang lepas kendali. Hal ini sungguhmembahayakan kehidupan, memporak-porandakan kedamaian.Karena itu, setan disebut sebagai ‘musuh yang nyata’.

Kita harus memberdayakan pikiran dan emosi kita untuk menciptakan perdamaian dalam kehidupan ini. Bila ada penawaran hidup damai,maka kita harus condong pada perdamaian. Kita tak bolehberprasangka buruk kepada orang-orang yang mengajak hidup damai.Karena itu kebersediaan hidup damai harus disertai dengan sikaptawakal kepada Tuhan. Dan menyeru kepada kehidupan damai harus

terus-menerus digiatkan. Ya, mencari kedamaian hidup itu bagaikanmencari intan di tengah onggokan sampah. Bau sampah itumenyengat sehingga mengganggu kita dalam menemukan intan didalamnya. Sama seperti menyeru hidup damai, bau jejak setan ada dimana-mana. Tapi kita tak boleh putus asa! “Jangan merasa lemahdalam menyeru kepada perdamaian [salm] karena kedudukanmu[yang menyeru damai] itu lebih tinggi. Allah beserta kamu! Dan Allahtidak menghilangkan amalanmu.” (QS 47:35)

 Jadi, bukan hanya condong kepada perdamaian, tetapi memprakarsai perdamaian! Dan, damai yang diserukan dalam Al Quran ini bukan

‘damai’ seperti yang dilakukan pelanggar lalu lintas dengan polisi penangkapnya. Kalau yang ini bukan damai namanya tetapi transaksiuntuk membebaskan diri dari jeratan hukum. Ini masalah penegakanhukum. Dan saya tak hendak berkomentar dalam hal ini. Damai yangdituju dalam Al Quran adalah keadaan yang aman dan tentram, dandalam posisi keseimbangan. Tidak terjadi adu kekuatan dan salingmenekan di dalam perdamaian. Damai bukanlah aman! Tetapikeamanan terjamin dalam perdamaian.

Page 101: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 101/167

Peserta kajian tasawuf yang terhormat! Dalam tulisan ini kadang kata perdamaian yang saya gunakan, lain kali saya memakai kata‘kedamaian’. Yang saya maksud sama, yaitu keadaan damai.Keduanya merupakan terjemahan dari ‘salm’ atau ‘silm’. Bila yang

dimaksud adalah cara-cara atau proses dalam kegiatan untuk berdamai, maka kata ‘perdamaian’ yang saya pergunakan. Tetapi jika yang dimaksud suasananya yang damai maka kata ‘kedamaian’ yangditampilkan. Silm saya terjemahkan perdamaian dalam ayat di atas.Karena pada ayat itu kita diperintahkan untuk menciptakan keadaanhidup yang damai. Ada proses, ada aktivitas untuk mencapai hidupdamai. Dalam menyerukan perdamaian kita tidak boleh merasa lemah.Bukankah lemah itu timbul dari pikiran? Lemah adalah jejak setan,langkah setan. “Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkahsetan, karena setan itu musuhmu yang nyata,” bunyi QS 2:208. Nah,sebagai konsekuensi bagi orang yang ingin hidup beragama yang

benar, kita harus aktif dalam menyerukan perdamaian.

Menyerukan perdamaian tidak sama dengan menebar slogan danucapan “mari menempuh hidup damai” atau “mari berdamai” atau“damai itu indah”. Kalau yang ini sih sekadar ungkapan hati, atau tipudaya. Menyerukan perdamaian berarti berusaha keras, memprakarsaihidup damai. Karena itu kita dilarang ‘merasa lemah’ dalammenyerukan perdamaian. Harus ada ijtihad alias jihad pemikiran. Artinya kita harus memeras otak [bukan memeras keringat karena kitatidak melakukan perang fisik] untuk mencari langkah-langkah yangbisa mengantarkan umat manusia menuju hidup damai. Inilah makna

 perdamaian!

“Orang-orang yang hidup di negara maju [tentu saja ada yang malas]bekerja keras, bekerja dengan cermat, berusaha memenuhi komitmendalam masyarakat, membuat perjanjian yang melindungi danmenguntungkan semua pihak, menegakkan hukum [bukan cuma penegak hukumnya], dan semua aktivitas untuk menyongsong haridepan yang baik adalah wujud untuk menyerukan perdamaian.” 

Orang yang menyerukan perdamaian tidak boleh merasa lemah.Karena penyeru perdamaian itu lebih tinggi kualitasnya. Baik kualitas

mental, moral, kecerdasan akal, emosional dan spiritualnya. Yang jelasbukan kualitas fisiknya yang lebih unggul. Kualitas fisik diperlukan,tetapi bukan hal yang terlalu penting. Kekuatan fisik adalah kekuatan pendukung, bukan kekuatan utama. Orang yang cerdas dan cerdik tidak merasa lemah dalam perjuangan hidupnya. Dalam jihad fisik  jelas lemah, tetapi dalam jihad pemikiran dia tidak lemah.

Page 102: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 102/167

Di ayat 47:35 itu disebutkan bahwa Tuhan beserta orang-orang yangmenyerukan perdamaian. Apa maksudnya Tuhan menyertai orang-orang yang menyerukan “hidup damai” atau “perdamaian” itu?Menyeru itu lahir dari kehendak orang yang menyeru. Tuhan adalahsumber iradah. Maka iradah atau kehendak Tuhanlah yang menyertai

orang-orang yang mnyerukan perdamaian. Dan, Tuhan pun tidak menghilangkan daya dari amalan orang-orang yang menyerukan perdamaian. Karena itu, orang yang berniat menyerukan perdamaiantidak boleh merasa lemah.

Suatu hari pada tahun lalu, saya berpolemik tentang arti ajakan perdamaian yang ada pada ayat 2:208 tersebut. Pada umumnya[sekali lagi umumnya] terjemahan ayat tersebut adalah seruanmenjadi orang Islam yang secara total, sempurna. Inilah “mainstream”, arus utama dalam pemikiran Islam yang ada. Tetapi sayamenolaknya! Saya katakan bahwa ayat itu merupakan seruan untuk 

memasuki ‘perdamaian’. Kebanyakan ulama, ayat itu hanya diambilsepotong saja. Mereka tidak mau melihat kaitan ayat itu denganbeberapa ayat sebelum dan sesudahnya. Akibatnya, ayat itu menjadihanya ditujukan kepada orang Islam [yang waktu itu tentunya ada diMadinah]. Kata “orang-orang yang beriman” di situ menjadi sempit artinya. Kata ini disamakan artinya dengan kata “mukmin” yang ada didalam Al Quran. Padahal dalam arti luas, kata tersebut bisa bermakna‘mereka yang menerima deklarasi Madinah yang terdiri dari berbagaisuku dan pemeluk agama’.

Kata “kaffah” disebutkan lima kali dalam Al Quran, dan merujuk pada

makna ‘kuantitatif’, jumlah, bukan merujuk pada makna ‘kualitatif’ seperti dalam kata berislam secara totalitas. Lalu, saya tanyakan ‘apa yang dimaksud dengan menjalankan Islam secaramenyeluruh/sempurna’, berapa persen Islam yang harus dikerjakankarena perintah itu turun sebelum Islam sendiri selesai sebagai ajaran yang sempurna [dalam arti kata wahyu belum turun seluruhnya]. Dankalau kita melihat berbagai ragam ajaran Islam yang ada sekarang,Islam yang bagaimana yang disebut Islam totalitas itu. Tentu saja jawaban dalam polemik itu menjadi berputar-putar seperti debat kusir atau main kayu dalam permainan sepak bola.

Ya jelas, dalam pemikiran Muhammadiyah Islam totalitasnya tidak sama dengan yang ada pada NU. Meskipun orang NU menjalankanIslam yang paling sempurna pun, bagi orang MD, bagi orang LDII, bagiorang Wahabi, atau lainnya, tetap dipandang ‘belum menjalankanIslam yang kafah atau menyeluruh’. Begitu pula sebaliknya, orang-orang lain itu pun belum totalitas menurut NU. Karena itu sayamemilih ‘kafah’ dalam arti kuntitatif, yaitu semua orang.Terjemahannya menjadi “Wahai orang-orang yang beriman [yang

Page 103: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 103/167

menerima Piagam Madinah] kamu semua (all of you) masuklah dalam perdamaian atau kehidupan yang damai. Dan memang, 4 kata kafah yang berada di luar ayat 2:208 ini diterjemahkan ‘semua ?orang-manusia’. Misalnya yang ada di 34:28, “Dan Kami tidak mengutusengkau kecuali menjadi pemberi kabar gembira dan peringatan bagi

semua (kafah) manusia.” 

Dengan demikian jelas sekali bahwa perdamaian atau kedamaianhidup adalah prinsip dibangkitkannya agama Islam. Kalau bukan ini,apa bedanya agama Islam dengan ajaran jahiliah yang mengutamakankeunggulan suku dan sikap mau menang sendiri? Rasul Saw dengantegas mengatakan: “Sesungguhnya aku ini dibangkitkan untuk mengutamakan budi pekerti yang mulia.” 

Demikian penjelasan ‘zuhud’ lanjutan pada kajian kita hari ini. Kitasambung zuhud di bagian pelajaran yang akan datang. Wa billahi t-

taufiq wa l-hidayah. Semoga Tuhan melimpahkan taufik dan petunjuk-Nya kepada kita. Amin.

Bagian ke-15[Lanj. Zuhud]

Waktu yang lalu telah dijelaskan bahwa jihad harus ditingkatkanmenjadi ‘ijtihad’, jihad pemikiran. Dan yang menjadi dasar bagiberlangsungnya ijtihad adalah kedamaian dalam hidup ini. Tanpakedamaian manusia tidak akan mampu berpikir. Tanpa keadaan damaitak ada kreativitas dalam diri manusia. Tanpa kreativitas manusia

akan mencari kedamaian itu dari luar dirinya. Dan jika kedamaian ituharus diperoleh dari luar maka sesungguhnya yang bersangkutansudah seperti kecanduan narkoba! Yang diperolehnya kedamaiansemu! Kekayaan dihabiskan untuk membeli sebuah kedamaian, tetapi yang didapat hanya sesuatu yang semu.

 Jihad pemikiran itu menarik garis yang tegas antara dunia manusiadari dunia binatang. Manusia harus berpikir untuk menemukan solusidalam hidupnya. Manusia harus berpikir untuk bisa hidup bersamasecara damai. Binatang hidup damai dengan binatang lainnya denganmengandalkan kekuatan [fisik]. Ia taklukkan binatang-binatang

lainnya, baru merasa hidup damai. Lalu, jika manusia tanpamenggunakan pikirannya dalam hidup ini, apa bedanya denganbinatang?

Dengan berpikir manusia bisa mengetahui apakah yang dimakan ataudiminum itu membahayakan tubuhnya atau tidak. Dengan berpikir manusia dapat memahami bahwa judi dan mabuk-mabukan itu tidak sehat bagi kehidupannya. Dengan berpikir manusia dapat mengerti

Page 104: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 104/167

apakah langkah yang diambilnya itu membahayakan atau bermanfaat bagi dirinya. Dengan berpikir pula manusia bisa mengerti manusialainnya! Apabila manusia sudah dapat mengerti manusia lainnya,maka di situlah demokrasi dapat ditegakkan. Di situlah keadilan diantara manusia bisa diwujudkan.

Ketika Muhammad Saw dibangkitkan sebagai seorang nabi, beliau pundiperintah oleh Tuhan untuk menyampaikan berita bahwa dirinyaadalah manusia biasa. Mari kita perhatikan ayat berikut.

6: 50 Katakan, “Saya tidak mengatakan kepadamu bahwa sayamempunyai perbendaharaan Allah. Saya juga tidak mengetahui yanggaib! Dan saya juga tidak mengatakan kepadamu bahwa saya inimalaikat. Saya tidak mengikuti, kecuali apa yang diwahyukan kepadasaya.” Katakan, “Apakah sama orang yang buta dengan orang yangmelihat?” Apakah kamu tidak berpikir (tatafakkarun)?

 Ayat ini memberi tahu kita bahwa manusia tidak boleh mengkultuskanmanusia lainnya. Manusia harus diterima dan dihormati sebagaimanusia. Manusia tidak boleh dipandang sebagai malaikat, apalagiTuhan. Bahwa manusia yang satu punya kelebihan atas yang lainnyaadalah benar! Dan itu tidak perlu diingkari. Suatu kelompok ataumasyarakat mengangkat mereka yang memiliki kelebihan darikebanyakan anggotanya adalah hal yang wajar, dan perlu. Tetapi,manusia tidak boleh didewakan, dipertuhan, atau sejenisnya.Rusaknya tatanan pergaulan masyarakat itu karena adanya pengkultusan terhadap orang-orang tertentu. Demokrasi tidak akan

terwujud di suatu masyarakat bila masih ada manusia di masyarakat  yang bersangkutan didewakan. Karena dasar dari demokrasi adalahegaliter [persamaan] dan kebebasan [liberti]. Keduanya hanya adadalam perdamaian sejati! Untuk dapat mencapai perdamaian sejatimanusia harus terus berpikir. Dan berpikir itu adalah bagian dariamalan manusia.

Lalu, apa sih yang disebut ‘berpikir’ itu? Bukankah banyak orangmengatakan bahwa untuk menjalankan agama tidak perlumenggunakan pikiran? Katanya, banyak hal dalam agama yang tidak masuk akal. Atau, ada yang mendramatisasi bahwa akal ini tidak 

masuk ke dalam wilayah agama!

Manusia punya otak. Binatang [bertulang belakang] pun punya! Tetapibinatang tidak dapat berpikir. Otak pada binatang hanya sebagaimarkas koordinasi syarafnya. Sedangkan otak pada manusia jugamerupakan alat untuk berpikir. Otak dan pikiran adalah dua hal yangberbeda! Pikiran lebih besar daripada otak, bahkan lebih besar daripada tubuh manusia itu sendiri. Manusia menggunakan pikirannya

Page 105: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 105/167

untuk memahami berbagai tanda dan gejala di alam ini. Dan proses penggunaan pikiran itu ada di otak. Karena itu, jika kita serius berpikir [dan tidak memperhatikan kondisi kesehatan dan kemampuan otak]kepala kita bisa terasa pening atau pusing. Otak adalah bagian dariorgan dalam fisik kita, seperti jantung, hati, ginjal dan lain-lain. Berapa

berat beban yang dapat dipikul oleh otak, tidaklah sama antara orang yang satu dengan yang lainnya. Tetapi setiap otak punya bataskekuatan. Ingat, segala sesuatu dicipta oleh Tuhan dengan kadar atauukuran tertentu.

Perintah berpikir justru untuk mengangkat manusia dari lembahkebinatangannya. Karena itu, agama tumbuh dan berkembang seiringdengan perkembangan alam pikiran manusia. Ketika pikiran manusiabelum berkembang, naluri atau ‘insting’ pada manusia yang berfungsi.Dan, naluri ini masih berfungsi pada dunia kanak-kanak dan tentu saja pada dunia binatang. Jadi, kalau kita tidak memberdayakan pikiran

kita untuk berpikir, maka tak ubahnya kita ini sebagai kanak-kanak atau kasarnya tak ada bedanya dengan binatang. Lho, apa bedanyaantara pikiran dan berpikir?

Kalau kita mau membuka dan menyimak kamus, kita akan mengertibahwa salah satu makna dari ‘pikiran’ adalah akal. Dan seringkalidiucapkan secara bergandengan menjadi ‘akal pikiran’. Baik akalmaupun pikiran dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata Arab ‘aql’ dan ‘fikr’. Akal adalah kata benda Arab yang berasal dari kata kerjaaqala yang berarti mengikat. Sedangkan fikr berasal dari kata fakara yang berarti merenungkan, merefleksikan, mempertimbangkan,

memperhatikan, dan menduga. Jadi, dengan pikirannya manusia dapat memahami makna di balik yang kasat mata. Dengan pikirannyamanusia dapat memahami gejala alam. Tetapi dengan pikirannya pulamanusia dapat terjebak sejarah.

Kita tak perlu terjebak dalam definisi ‘apa itu akal [pikiran]’. Tetapi kitatahu bahwa dengan akalnya manusia dapat mengingat objek-objek diterima panca indra. Dengan akalnya manusia dapat mengetahuisesuatu yang tidak dapat dimengerti hewan. Dengan akalnya manusiadapat memahami hubungan antar objek yang diamatinya danmenyimpulkannya. Dan bukan sekedar menyimpulkan seperti

komputer. Kesimpulan manusia bisa menembus dunia yang abstrak.Manusia bisa menghasilkan pendapat atau ‘ide’, yang tentu sajadibangun dari objek-objek yang diingatnya. Akal pikiran juga bisamembangkitkan imajinasi. Yang dari sini timbullah seni [tari, pahat,sastra, musik, rupa, olah raga, perang, kepemimpinan dll], dan penciptaan teknologi. Tetapi dengan pikirannya pula manusia dapat ‘berprasangka’. Dengan berprasangka, sebenarnya manusia telahmenipu dirinya. Karena ia telah memastikan sesuatu yang tidak 

Page 106: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 106/167

diketahui-nya. Tentu saja kebanyakan prasangka itu meleset darikenyataannya.

Kerja pikiran itu bagaikan sebuah bola. Begitu digelindingkan bola ituingin terus menggelinding. Baru berhenti jika menabrak tanjakan atau

karena bergesekan dengan bidang yang dilewatinya. Pikiran jugabegitu! Mula-mula bayi dilahirkan tidak dapat berpikir. Lalu, orang-orang di sekelilingnya mendorongnya, entah sengaja atau tidak, untuk berpikir. Nah, begitu pikiran bekerja sulit pikiran itu berhenti. Bahkantatkala kita beristirahat pun pikiran tetap bekerja, yang menghasilkan‘lamunan’. Ketika tidur pun pikiran bekerja, dan menghasilkan mimpi.

Pikiran yang bekerja tanpa perintah ini bisa menganggu ketenanganmanusianya. Sehingga ada orang yang tidak tenang hidupnya, selalugelisah, disebut terlalu banyak pikiran. Bila semula pikiran dipahamisebagai ‘akal’, bila ia menjadi beban manusia pikiran telah menjadi

negatif bagi kehidupan manusia.

Berpikir, bermenung, berefleksi, berimajinasi, mempertimbangkan,menduga, dan memperhatikan adalah fungsi pikiran. Sedangkanberprasangka dan melamun bukanlah fungsi pikiran. Orang melamunkarena pikirannya bekerja di luar kendali kehendaknya. Orangberprasangka karena perasaannya bekerja tanpa ditunjang denganbukti. Bila kita diam atau sembahyang, dan kita tak pernahmendiamkan pikiran, maka pikiran itu akan berkelana ke mana-mana.Pikiran yang bekerja tanpa arah ini dapat mendorong orang untuk curiga, buruk sangka, iri, dengki, dendam, fanatisme, dan berbagai

 perbuatan negatif lainnya. Baik perasaan maupun pikiran yang bekerjatanpa kendali akan menjadi “setan”. Karena itu setan tidak pernah adarupanya! Setan (Inggeris, satan) hanyalah atribut bagi perbuatan atautindakan yang menjauhkan diri dari kebenaran. Agar tidak terperangkap setan, manusia harus berpikir.

Berpikir adalah tindakan untuk menghubungkan berbagai objek untuk menemukan solusi atau jawaban bagi suatu masalah. Berpikir adalahusaha untuk memahami makna yang terkandung dalam suatu objek.Dan pada akhirnya, berpikir adalah upaya untuk menemukankebenaran. Tanpa berpikir manusia tak akan menemukan jalan

hidupnya! Tanpa berpikir agama menjadi tak berarti bagikesejahteraan hidup manusia. Tanpa berpikir manusia akan tetap primitif dan tak akan menemukan kemanusiaannya. Jadi, wajar jikaagama [Islam] memerintahkan manusiaberpikir.

Di atas telah dijelaskan bahwa pikiran itu bagaikan bola yangmenggelinding. Bila menggelindingnya tanpa arah, tentu tak akan

Page 107: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 107/167

mengena sasarannya. Karena itu, berpikir harus dilatih. Harus ada pelatihan untuk kegiatan berpikir. Tanpa ada pelatihan pikiran akanmelompat-lompat tak tentu arah. Imajinasi akan tumbuh menjaditakhyul. Dugaan akan tumbuh menjadi kecurigaan dan prasangka.Refleksi dan perhatian akan berwujud kecemburuan dan kedengkian.

Manusia memang harus dilatih berpikir sebelum dapat dan terampildalam berpikir. Dan ternyata berpikir itu sendiri bertingkat-tingkat.Dari tingkat berpikir yang paling rendah hingga yang paling tinggi.Yang pertama adalah usaha untuk merekam atau mengingat objek-objek yang diketahuinya. Dengan kata lain, mengingat atau menghafalasma’ atau nama-nama benda [objek]. Pada tingkat ini kita baru padatahap mengetahui nama, ciri dan fungsi dari suatu objek. Pelajaran disekolah dari SD hingga SLTA adalah untuk memenuhi fungsi pikiran yang paling dasar tersebut. Karena itu, tekanannya pada hafalan! Marikita perhatikan ayat berikut ini.

16: 10 Dia-lah yang menurunkan air dari langit untukmu. Sebagianuntuk minumanmu, dan sebagian lainnya untuk kehidupan tumbuhan.Pada tumbuhan itu kamu gembalakan ternak.

16:11 Dengan air itu Dia tumbuhkan bagimu tanaman zaitun, kurma,anggur, dan berbagai macam buah-buahan. Sesungguhnya yangdemikian itu adalah ayat bagi orang-orang yang berpikir.

Pada tahap dini ini manusia diajar untuk mengerti bahwa air hujan ituditurunkan oleh Tuhan semesta alam. Manusia belum dituntut untuk 

memahami proses hujan itu sendiri. Manusia diberi tahu bahwa air hujan yang jatuh di bumi ini sebagian dijadikan minuman olehmanusia, sebagian lain diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Dandari tanaman yang tumbuh itu, ada yang bisa dipakai untuk menggembalakan ternak. Ayat berikutnya menjelaskan bahwa dari air hujan tersebut Tuhan menumbuhkan berbagai buah-buahan. Dengancara ini pikiran didorong dan dirangsang untuk bekerja secarasistematik. Otak kiri diaktifkan lebih dulu!

Yang dibangun pada tahap dini ini adalah objektivitas. Manusia diajar untuk dapat melihat sesuatu apa adanya. Bahasa dasar yang

berkembang pada manusia pada tahap ini adalah bahasa notasi.Sifatnya masih konkret! Yang disebut hanyalah yang dapat ditangkapoleh indra dalam ruang manusia berada. Cara ini didahulukan agar manusia tidak terjebak dalam alam takhyul. Pelajaran matematika pada tahap dasar adalah untuk melatih ketrampilan berpikir.

Tahap kedua adalah berzikir! Tahap ini adalah menyalakan fungsi otak kanan yang sangat berperanan dalam mengendalikan emosi. Dengan

Page 108: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 108/167

didahului oleh pelatihan pikiran, maka manusia tidak terjebak dalamkhayalan yang tanpa arah. Selanjutnya berzikir berfungsi untuk mengendalikan pikiran dan perasaan. Pikiran tidak berkeliaran lagi.Perasaan menjadi kalem, tenang, tidak agresif. Berzikir mendorongmanusia untuk dapat menerima bahwa di alam ini hanya ada satu

realitas puncak, hanya ada satu kebenaran. Berzikir itu melatih pikirankita bekerja yang terarah dan terfokus. Sifat menerima dalam berzikir membuat perasaan tumbuh dengan tenang.

Pengertian berzikir sudah diberikan pada awal pelajaran tasawuf. Agar tidak lupa, saya ulang di pelajaran ini. Kata zikir berasal dari kata‘dzakara’ artinya mengingat, menghafal, atau menuangi. Tadi telahdisebutkan bahwa berzikir mendorong untuk bisa menerima saturealitas puncak. Karena itu, dalam berzikir yang disebut-sebut adalahSang Realitas Tertinggi itu, yaitu Tuhan. Atau, kalimat-kalimat yangdiyakini berasal dari Tuhan. Dengan berzikir pikiran dan perasaan

senantiasa dituangi atau diisi dengan asma Tuhan atau kata-kata suci.Rekaman-rekaman pikiran yang tidak bermanfaat secara perlahan-lahan dibuang, dan digantikan dengan kekuatan kata-kata suci. Hasilakhirnya adalah hati [tempat tumbuh dan berkembangnya perasaan]menjadi tenang, atau terpuaskan. Inilah yang disebut dalam Surat Al-Ra’d/13: 27 ? 28.

13: 27 Orang-orang kafir (orang yang ingkar) berkata: “Mengapa tidak diturun-kan kepadanya [Muhammad] mukjizat dari Tuhannya?” Katakan: “Allah niscaya menyesatkan orang yang menghendaki[kesesatan], dan Dia menunjukkan [jalan] kepada-Nya orang yang

kembali,

13: 28 yaitu orang-orang yang beriman. Dan hati mereka menjaditenang dengan berzikir kepada Allah. Perhatikan, hanya denganberzikir Allah hati menjadi tenteram.

Dua ayat di atas menunjukkan adanya dikotomi pada manusia. Yangsatu disebut sebagai ‘orang kafir’ dan yang lain dinamakan ‘orangberiman’. Ayat di atas tergolong sebagai ayat yang diturunkan kepadaNabi di Madinah, dalam masa transisi hijrah ke Madinah. Dikotomi kafir dan iman menjadi fokus. Karena hijrah merupakan jalan bagi

 pembentukan komunitas baru, yaitu masyarakat madani. Pada tahapawal perkembangan Islam di Madinah ini, yang dimaksud ‘orang kafir’  yaitu orang-orang Qureisy yang mengingkari kenabian Muhammad. Jadi, bukan seperti anggapan kita sekarang ini, bahwa orang kafir adalah para non-muslim. Orang-orang kafir adalah orang-orang yangmengetahui siapa sebenarnya Muhammad itu, tetapi merekamengingkari kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.

Page 109: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 109/167

Mereka mengingkari kenabian Muhammad karena merekaberanggapan bahwa seorang nabi itu harus mampu menunjukkanmukjizat bendawi. Mereka berasumsi bahwa nabi itu tidak samadengan manusia umumnya [lihat ayat di halaman depan]. Nabiharuslah manusia super dan penuh magis. Mereka tidak bisa

menerima bahwa nabi itu juga makan, minum, berumah tangga, danbekerja seperti manusia lainnya. Inilah pandangan yang tidak berdasar! Mereka tidak memikirkan kebenaran yang disampaikankepada mereka. Tapi bagaimana bisa berpikir bila hatinya tidak damai?

Pada tahap awal orang masih bisa berpikir dalam keadaan apa pun.Tentu saja yang bisa dilakukan adalah berpikir pada tingkat yang paling rendah. Orang yang terus gelisah, resah, gundah, merasa takut,bingung dan sejenisnya tak mampu berpikir lebih tinggi. Karena ituharus dilandasi dengan ‘zikir’. Dalam istilah sekarang, ‘berpikir dengan

tenang’ atau kepala dingin. Untuk itu gejolak batin harus diredakan!Dengan hati yang tenteram, jalan ke depan akan terbuka lebar. Jalanmenuju ke kebenaran tampak semakin jelas. Dan, orang yangberjuang untuk kembali kepada kebenaran itulah sebenarnya yangdisebut “orang beriman” dalam ayat tersebut. Jadi, orang berimanbukanlah orang yang mengaku ‘beragama tertentu’. Jadi, imanbukanlah percaya pada “katanya”. Orang beriman adalah orang yangdapat menyaksikan kebenaran itu sendiri. Ingatlah kembali penjelasantentang ‘ilmu l-yaqin, ‘ainu l-yaqin dan haqqu l-yaqin yang telahdijelaskan pada bagian sebelumnya.

Tuhan pasti menunjukkan jalan yang benar bagi orang-orang yangmau kembali kepada-Nya. Where there is a will there is a way,begitulah pepatah orang Inggeris. Di mana ada kemauan di situ ada jalan. Kemauan harus ditopang dengan langkah-langkah yang benar untuk mencapainya. Kemauan harus didukung dengan batin yangtenang. Dengan cara demikian pintu ke kebenaran semakin terbuka.Tapi sayang, kebanyakan manusia [khususnya orang Islam] mandek sampai pada tahap zikir. Baru pada kelas dua sudah ‘drop out’,berhenti meningkatkan diri.

Kebanyakan manusia sudah puas dengan berpikir kelas SD dan SLTP.

Setelah tercapai hati yang tenang, tidak tahu lagi kemana akanmelangkah. Atau, tidak mau lagi untuk melanjutkan perjalananspiritualnya. Ayat 13:28 ini sudah dijadikan pamungkas dalam hidup.Dan ini bisa kita dengarkan dalam mimbar subuh di radio-radio, dandapat kita lihat dalam mimbar agama di tv-tv setiap hari.

Demikianlah uraian zuhud tentang berpikir kali ini. Penjelasan ‘berpikir tahap lanjutan akan diberikan, insya Allah, pada bagian ke-16. Dan

Page 110: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 110/167

untuk tip pada pelajaran kali ini, mari kita berzikir dengan cermat danwaspada.

Pertama, duduklah yang relaks dengan punggung tegak lurus. Kedua, pejamkan mata secara ringan [asal tertutup], dan katupkan mulut.

Ketiga, tariklah napas pelan-pelan dengan mengucapkan [dalam hati]kalimat suci “la ilaha illa l-lah” [tiada tuhan selain Allah]. Tahansebentar napas Anda, kemudian hembuskan perlahan-lahan sampaihabis dengan disertai pengucapan [dalam hati] kalimat suci itu lagi.Lakukan selama lima menit saja untuk melatih zikir ini.

Bagian ke-16Lanj. Zuhud]

 Zuhud adalah tahap tajalli. Manusia dicipta untuk bisamengekspresikan dan mengaktualisasikan sebagai manusia yang

berkemanusiaan. Tetapi sejarah manusia tidak linear, tidak berjalanmengikuti garis lurus. Sejarah manusia berjalan melompat-lompat,sehingga ada yang tetap di tempat dan ada yang maju. Ada pula yangberjalan lambat sekali! Bahkan kebanyakan manusia ini terseret arus.Namanya saja terseret; jangan dikata bisa ada di depan.

Islam yang dibangun oleh Nabi sebagai kehidupan yang beretika sosialdan individual dengan semangat demokrasi modern, akhirnya menjadiagama yang penuh kejumudan, kekakuan, kebekuan, atau kebodohan.Takhyul lama [pra-Islam] dibuang, tetapi didatangkan takhyul baruberlimpah-limpah masuk ke dalam umat Islam. Takhyul baru ini malah

dibungkus dengan hadis-hadis atau ayat-ayat Al Quran. Dengantakhyul baru ini sebagian besar umat menjadi terbelenggu. Lebih-lebihtakhyul ini diajarkan dan diwariskan dengan bingkai dogmatik. Agama yang penuh pencerahan ini akhirnya menjadi agama primitif yang penuh momok. Bahkan di dalam tasawuf pun tak lepas dari takhyul-takhyul baru. Namun, saya tetap menggunakan tasawuf sebagaisarana untuk membangun umat, karena warna takhyul itu tampak  jelas dalam dunia tasawuf daripada dalam dunia komunitas islamlainnya. Mengapa demikian? Karena tasawuf ada di titik pusat lingkaran agama.

Takhyul perlu dikupas dalam pembahasan zuhud ini. Karena di dalam zuhud ada hijrah dan jihad pemikiran. Dalam hijrah pemikiran, kitatinggalkan pola-pola pikiran lama yang membelenggu langkahkemajuan manusia. Jika hijrah pemikiran berarti mematahkanbelenggunya, maka dalam jihad pemikiran kita cari jalan baru kedepan, jalan yang lempang, jalan yang bisa dilalui hingga samai dimaqam Ilahi.

Page 111: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 111/167

Takhyul adalah keyakinan kosong! Takhyul adalah kepercayaankepada yang tidak ada [bukan gaib lho!]. Believe to unreal thing! Padamulanya semua agama tauhid didirikan di atas landasan yang nyata, yang riil, on the real thing. Kemudian dalam perjalanannya, komunitasagama itu menjumpai kejadian dan peristiwa yang ada di luar 

 paradigma agama itu. Maka pengikutnya mulai menerima takhyul dariluar atau malah mengembangkan takhyul itu sendiri dalam agamanya.Contoh konkret, “meniti suatu jembatan” seperti rambut dibelah tujuh[tajamnya] adalah kepercayaan yang sudah ada di persia beberapaabad sebelum masehi. Tak urung, kepercayaan ini merembet ke dalamagama Islam, dan dibingkai dengan hadis-hadis, dan disahihkan pula.Baru satu contoh! Kalau kita rajin membaca ajaran-ajaran “mithras,mani, mitologi Yunani, saman dan pengetahuan kuno di wilayah Indiaribuan tahun sebelum masehi”, wah banyak yang masuk menjadibagian-bagian hadis.

Takhyul ini pun menjadi bagian dari pendidikan agama Islam.Bagaimana kita telah dididik takut sama “momok” sejak kecil.Bagaimana kita dididik untuk dapat mengakui seseorang sebagai ‘wali’ tanpa dididik untuk memahami apa yang dimaksud ‘wali’ dalam AlQuran. Bagaimana ‘jamaah-jamaah’ tertentu dalam Islam melakukanindoktrinasi atau pembaiatan yang tidak dilakukan oleh NabiMuhammad itu sendiri. Orang-orang direkrut masuk jamaah dandiwajibkan meyakini bahwa pimpinan jamaah-nya orang mursyid,sudah dibaiat dari guru ke guru hingga Nabi Muhammad Saw. Lalu,anggota jamaahnya disebut ‘telah beriman’, sedangkan yang di luar kelompok [out-group]-nya disebut ‘kafir’. Lhah, ajaran yang seperti ini

membuat orang-orang Islam mandek, alias jumud.

Bagaimana tidak jumud? Wong jamaah-jamaah tadi mengajarkan yangtidak benar. Misalnya, keadaan sekarang ini disebut zaman ‘jahiliah’ sehingga pencarian dana dengan jalan yang haram dibenarkan. Ada yang menerima ‘rezeki haram’ dihalalkan asal tidak digunakan untuk makan. Katanya, kalau dimakan harus berasal dari yang betul-betulhalal, sedangkan yang untuk kebutuhan duniawi boleh menggunakanuang haram hasil korupsi, komisi, suap dll. Ini sih, bukan jihad pemikiran tetapi mundur! Islam tidak membuat dikotomi dunia danakhirat. Islam mengingatkan, janganlah kita ini terlalu kuat 

keduniaannya tetapi lupa akhiratnya. Terjerat kepentingan sesaat tetapi lupa kebutuhan jangka panjang. Terjebak kehidupan sekarang,tetapi lupa masa depan! Hal-hal semacam inilah yang diingatkandalam Al Quran tentang pemahaman dunia dan akhirat. Jadi, bukandikotomi yang konkret dengan yang abstrak.

Nah, marilah meniti kembali ke jalan yang benar, ke pemikiran yangbenar! Yang pertama, kita tinggalkan takhyul. Yang kedua, mari

Page 112: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 112/167

berpikir berlandaskan hal-hal yang nyata dulu. Yang ketiga, kitalandasi dengan emosi yang kokoh ?dengan berzikir? agar kita tidak terombang-ambing dalam kehidupan ini. Agar kita bisa hidup tenangdalam menghadapi badai dalam kehidupan ini. Agar kita tidak kebablasan sehingga tercipta takhyul yang baru. Nah, dari ketiga

tahap jihad pemikiran ini, yang dua sudah dibabar dalam pelajaran yang lalu. Sedangkan meninggalkan takhyul pada pelajaran yang lalutertinggal. Mari kita simak ayat-ayat tentang ketakhayulan ini.

10:36 Dan kebanyakan mereka mengikuti ‘zhan’ [prasangka] saja.Sesungguhnya prasangka itu tidak dapat mengantarkan kepadakebenaran sedikit pun. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentang perbuatan mereka.

53:28 Dan mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang itu[malaikat]. Sesungguhnya mereka itu hanya mengikuti prasangka.

Padahal, prasangka [zhan] itu tidak berguna sedikit pun untuk mencapai kebenaran.

6:116 Dan jika menuruti sebagian besar orang di bumi, niscayamereka menyesatkan engkau [Muhammad] dari jalan Allah. Merekahanyalah memperturutkan prasangka dan tak lain yang mereka perbuat adalah kebohongan semata.

6:148 Orang-orang yang menyekutukan Tuhan berkata: “Jika Allahmeng-hendaki niscaya kami dan nenek moyang kami tidak menyekutukan Tuhan, dan kami tidak mengharamkan sesuatu pun.

Demikianlah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan parautusan Tuhan hingga mereka tertimpa azab Kami. Katakan: “Apakahkamu mempunyai pengetahuan [tentang tauhid] lalu kamu keluarkanhal itu untuk kami. Kamu hanya mengikuti prasangka dan dusta!” 

Nah, mari kita telaah dengan jernih ayat-ayat tersebut! Yang pertamaditegaskan bahwa sebagian besar manusia itu hanya menuruti prasangka atau ‘zhan’. Kata zhan menunjukkan suatu klaim tanpabukti. Ayat 6:148 lebih jelas lagi kata zhan dipasangkan dengankebohongan atau dusta. Bohong berarti tidak mengungkapkan yangsebenarnya! Bohong juga berarti menyembunyikan kebenaran.

 Ayat pertama menyebutkan bahwa prasangka itu tidak berguna sedikit  pun untuk mencapai kebenaran. Bagaimana bisa sampai kepadakebenaran bila landasannya adalah hal yang tidak benar atau tidak nyata. Di zaman mitologi kebenaran memang belum menjadi tolok ukur, yang penting tujuannya benar. Dan, hal ini diwariskan darinenek-moyang kepada generasi ke generasi berikutnya. Tetapi setelah pemikiran berkembang, tujuan yang benar harus dilandasi oleh hal-hal

Page 113: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 113/167

 yang benar! Kalau manusia ingin bisa terbang ke angkasa, ya janganbermimpi punya sayap. Nanti menjadi takhyul. Manusia harus berpikir bagaimana membuat wahana yang bisa terbang, dengan mempelajariobjektivitas pada burung. Manusia juga tidak perlu membangun energibagi dirinya untuk bisa terbang seperti di dalam cerita atau dalam

film-film. Apakah hal itu tidak bisa diusahakan? Tentu saja bisa! Praktik debus, melompati rumah, merayap di dinding, bisa dilatih dengan olahbatin yang dalam. Tetapi energi yang seharusnya digunakan untuk membekali dirinya dalam perjalanan hidup ini hanyalah dibuang untuk  pertunjukan atau ‘show’. Manusia harus belajar pada hal-hal yangnyata yang telah digelar Tuhan di alam ini. Bukan berpijak pada mitosdan ‘fancy’ atau takhyul. Dulu boleh, ketika manusia berada di tahapdinamisme, yaitu ketika alam pikiran manusia belum berkembang.

Bumi terus berputar, dan mengelilingi matahari. Populasi manusiatelah ratusan kali banyaknya bila dibandingkan dengan ketika agama-

agama besar muncul. Macam dan jenis rangsangan yangmempengaruhi hidup manusia semakin banyak dan semakin berbeda.Persoalan yang dihadapi manusia semakin kompleks. Ketika saya diSD belum ada teve di kampung saya, sehingga sehabis maghrib anak-anak SD bisa belajar dengan nyaman [meskipun pakai lampu minyak,bukan listrik]. Dalam alam yang demikian, momok, hantu, sundelbolong [kuntil anak], jurig, wewe gombel, gendruwo, takhyul, danberbagai cerita tentang makhluk jadian berkembang pesat.

Sebenarnya takhyul harus sudah dibuang di tahap takhalli, tahap pengosongan dari berbagai sifat tercela. Tetapi, membebaskan diri

dari belenggu takhyul tidak semudah meninggalkan perilaku yangtercela. Contoh yang paling konkret, 1400 tahun yang lalu, Nabimembebaskan takhyul masyarakat Arab yang berupa 360 patungberhala di sekitar Ka’bah. Tetapi sampai hari ini pun tak terhitungbanyaknya orang yang menjadikan Ka’bah sebagai pengganti patungberhala. Mengapa bisa terjadi demikian? Karena pikiran tauhid belumtumbuh baik di kalangan umat.

Membebaskan takhyul memerlukan peningkatan kesadaran. Sadar itumemahami relasi atau hubungan antara objek dengan subjeknya.Mampu mengidentifikasi objek-objek yang ada di sekitar dirinya. Agar 

tidak terjadi ketakhyulan, kita harus melihat objek secara konkret dulu,sesuatu yang riil yang diketahui melalui pengalaman secara langsung.Ini adalah tataran terendah dalam berpikir. Dari pengalaman ini, dapat ditarik suatu kesimpulan, dan lahirlah pengetahuan dan teori.Pengetahuan dibentuk dari kata “pe+ke+tahu+an” --> pe + ketahuan.Ketahuan adalah hal-hal yang diketahui [dipersepsi oleh indera].Karena itu tingkat keimanan atau keyakinan yang paling rendahadalah keyakinan berdasarkan pengetahuan [ilmu] dan disebut ‘ilmu l-

Page 114: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 114/167

 yaqin. Sedangkan bagi yang mengalaminya sendiri berada di tahap‘ainu l-yaqin. Lha, kalau kita sudah memahami, mengerti apa yang kitaalami itu, namanya haqqu l-yaqin. Begitulah tahapan keyakinan dalamIslam. Jadi, bukan keyakinan yang hanya didasarkan padakepercayaan semata-mata.

Kebanyakan manusia yang hidup di bumi ini hidup berdasarkan prasangka. Ini sangat berbahaya! Kebanyakan orang hidupberdasarkan prasangka ras, etnis, agama, dan golongan. Ras atauetnis A merasa lebih unggul daripada ras/etnis lainnya. Orang yangberagama A menganggap dirinya yang masuk surga, dan orang yangberagama lain disebut masih kafir dan masuk neraka. Semua ini hasil prasangka, bukan karena telah mengetahui sendiri. Orang yanghidupnya terbelenggu prasangka mudah disulut atau diprovokasi.Karena itu prasangka dikatakan dalam kitab suci sebagai hal yang tak berguna sedikit pun untuk mencapai kebenaran. Kerusuhan-kerusuhan

 yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan bahwa banyak manusia Indonesia yang hidupnya di atas altar prasangka. Agar tidak terjerumus ke dalam prasangka, maka kitab-kitab suci itu harusditelaah, dipelajari, dan bukan dibaca untuk mendapatkan pahala.Kerdil betul pikiran kita, bila kita percaya membaca satu huruf sudahberpahala.

 Ayat 6:116 menyebutkan bahwa sebagian besar manusia itu mengikuti prasangka atau zhan. Lho, ayat ini ngawur atau sesuai fakta?Berdasarkan penemuan-penemuan, hanya 4 ? 5 % otak manusiadigunakan. Dan, orang jenius hanya menggunakan 5 ? 6 persen saja

dari kapasitas otaknya.Hanya sekitar 5% dari populasi manusia yang menggunakan pikirannya dalam kehidupan sehari-hari. Lha, yang 95% bagaimana?Hidup hanya memenuhi rutinitas pekerjaan. Artinya, tanpa mikir lagi!

Coba kita perhatikan hidup kita sendiri! Dalam sehari kita hidupselama dua-puluh empat jam atau 1.440 menit. Jika 5% dari hidup inikita gunakan untuk berpikir, artinya tujuh-puluh dua menit atau 1,2 jam dalam sehari kita berpikir! Apa iya? Ternyata sebagian besar waktu dalam hidup ini kita gunakan sebagai pengganti mesin. Kitakerja mengikuti prosedur yang sudah ada, tanpa mikir lagi. Jadi, wajar 

bila ada ungkapan ?yang menurut sebagian ulama, bukan ungkapantetapi hadis?berpikir satu jam nilainya lebih besar dari sembahyang1000 rakaat [dalam teks lainnya disebut beribadah enam-puluhtahun]. Wajar juga, jika kemauan sebagian besar manusia ini dituruti,hidup bisa tersesat. Bagaimana tidak tersesat, wong kebanyakan pandangan itu hasil prasangka! Hanya warisan dari generasi kegenerasi. Hal ini khususnya terjadi di masa ‘iptek’ belum berkembang,atau di masyarakat yang sedang berkembang.

Page 115: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 115/167

Di masyarakat yang sedang berkembang, banyak hal yang direkayasa. Artinya sesuatu dibuat bukan berdasarkan hal-hal yang konkret.Sesuatu dibuat hanya berdasar akal-akalan pikiran. Partai danorganisasi dibuat bukan berlandaskan kenyataan dan untuk 

kesejahteraan anggotanya. Tetapi, untuk memenuhi kepentingan pribadi pengurus atau panitianya. Demi ambisi jajaran pimpinannya.Lalu bagaimana mungkin bisa mencapai keberhasilan, wong pendiriannya hasil prasangka dan rekayasa.

Nah, sudah waktunya kita memberdayakan pikiran kita. Kitatingkatkan kapasitas penggunaan otak kita! Bukan 4-5 % tetapi 5-6%. Jika semula pikiran kita gunakan untuk mengingat asma, atau nama-nama objek dengan segala ciri dan fungsinya; maka kita tingkatkan penggunaan pikiran ini untuk memperhatikan relasi-relasi di antaraobjek-objek yang ada. Kita gunakan pikiran untuk memahami kaitan

objek dengan ruang dan waktu. Di sini kisah dan sejarah manusiamenjadi perlu! Kita lakukan studi perbandingan [komparatif]. Akhirnyakita bisa memperoleh sebuah kesimpulan yang sangat berguna bagikesejahteraan manusia. Inilah tahap ‘penalaran’, tahapan berpikir lebih lanjut, setelah kita terlatih dalam berzikir!

Marilah kita perhatikan 4 ayat dalam Surat Al Ghasyiyah [Kejadian yang dahsyat] yaitu ayat 17 s/d 20 berikut ini.

88:17 Apakah mereka itu tidak menggunakan nalar merekabagaimana unta itu diciptakan?

88:18 Dan bagaimana langit ditinggikan?88:19 Dan bagaimana gunung-gunung ditegakkan?88:20 Dan bagaimana bumi dibentangkan?

Kata ‘nazhara’ tidak cukup diartikan memperhatikan. Ia mengandungmakna penyelidikan, pendataan dan pengamatan terhadap suatuobjek. Dalam penalaran ini objek kita kupas dan kita bedah. Kita bukancuma melihat. Tetapi kita lakukan langkah-langkah untuk mendapatkan informasi tentang objek yang kita perhatikan. Kita tidak lagi percaya bahwa hewan diciptakan berdasarkan “sim sala bim”.Kalau ciptaan itu bersifat “sim sala bim”, perintah tersebut di atas tak 

 pernah ada!

 Jika semula ada kepercayaan bahwa bumi itu datar, maka manusiadiperintahkan untuk mempelajarinya, apakah betul kepercayaan itu.Manusia harus mempelajari bagaimana bumi ini kok bisa dihuni,bagaimana riwayatnya, dan lain-lain. Untuk apa itu semua? Ya, untuk kesejahteraan manusia itu sendiri! Mengapa tidak Tuhan saja yangmembuat kitab ilmu pengetahuan itu lalu diserahkan kepada manusia?

Page 116: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 116/167

Bukankah Tuhan itu Maha Kuasa? Bukankah dengan adanya kitab suci‘IPTEK’, manusia tinggal mengikuti instruksi dan proses yang dibabar di dalamnya, dan tidak perlu berprasangka? Nah, kita mulai menaikitangga untuk mengenal Tuhan, siapa sesungguhnya Dia. Kita akhirnyamengerti mengapa perjalanan hidup ini berujung kepada pernyataan

“kembali kepada Allah”. Tetapi untuk dapat kembali ke Dia, kita harusberpikir!

Perhatikan kembali ayat 6:148 di atas. Allah menolak pernyataanorang-orang musyrik “Jika Allah menghendaki niscaya kami dan nenek-moyang kami tidak menyekutukan Tuhan”. Pernyataan ini disebut tidak berdasarkan pengetahuan! Ini hanyalah pernyataan yangdiwarisi dari nenek-moyang yang belum berkembang alam pikirannya.Ini adalah pernyataan yang berdiri di atas prasangka, sesuatu yangtanpa bukti nyata. Sebenarnya pernyataan ini pun ditujukan kepadakita yang tidak musyrik, jika kita masih bersikap seperti orang

musyrik, kita berkutat pada masalah “kehendak-menghendaki”.Sehingga banyak di kalangan umat ini yang meyakini bahwa “sesat atau mendapat petunjuk” itu atas kehendak Tuhan. Dan itulah yangdari awal kajian ini saya tegaskan bahwa Allah memberi petunjuk kepada atau menyesatkan manusia yang menghendakinya [petunjuk atau kesesatan]. Dan, ternyata petunjuk itu harus diperoleh memaluiusaha yang dilandasi pemikiran yang benar, yang berdiri di atas fakta-fakta dan bukti nyata. Karena itu sejak awal perkembangan agamaIslam, Tuhan memerintah manusia untuk berpikir denganmemperhatikan penciptaan unta, penegakan langit, gunung, dan pembentangan bumi.

Untuk menutup pelajaran tasawuf hari ini, perlu saya mengingatkankembali bahwa “Tuhan bukanlah manusia yang maha pandai ataumaha kuasa”. Tuhan adalah Dzat Yang Maha Kuasa dan Maha Tahu.Penciptaan alam ini merupakan ‘tajalli’ atau manifestasi Tuhan dalamruang dan waktu. Jika ‘ruh’-Nya ditiupkan kepada manusia, itudimaksudkan agar ruh itu bisa kembali kepada-Nya melalui rentanganwaktu yang panjang. Untuk itu manusia dilengkapi dengan ‘al-qalam’,suatu alat untuk mengetahui sesuatu yang tidak diketahuisebelumnya.

Tuhan bertajalli dan manusia pun akhirnya harus bertajalli. Di situlahkedua tajalli bertemu, manusia telah bertemu dengan Tuhannya. Halinilah yang di dalam ajaran tasawuf disebut “wihdatu l-wujud” ataudalam khazanah ajaran Jawa disebut “Manung-galing kawula klawanGusti”, bersatunya hamba dengan Tuhan. “Inna li l-lahi wa inna ilaihiraji-‘un”, sesungguhnya kita ini berasal dari Tuhan dan akan kembalikepada-Nya. Nah, dalam bingkai ruang dan waktu ini manusia telahdibekali daya dan kekuatan untuk kembali kepada-Nya, yaitu dengan

Page 117: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 117/167

kehendak untuk kembali, bukan menunggu kehendak Tuhan. Kitabukanlah orang musyrik, jadi tak ada ruang untuk “jika Tuhanmenghendaki diriku” [demi kepentinganku].

Bag. Ke-17

[Lanj. Zuhud]

“La ilaha illa l-lah”, tidak ada tuhan selain Allah. Inilah konsep pokok  yang diajarkan oleh Muhammad Saw. Yang pertama adalah negasi, yaitu ‘tidak ada tuhan’, tidak ada yang menjadi tujuan akhir. Negasi ini penting sekali dalam perjalanan hidup ini. Tanpa negasi, manusia akanterbelenggu oleh berbagai ilah, atau tuhan-tuhan yang sudah menjadikepercayaan masyarakat. Selanjutnya, harus dilakukan ‘peneguhan’ atau konfirmasi, bahwa tujuan manusia adalah Allah. Tidak mungkinhidup tanpa tujuan! Dan satu-satunya tujuan adalah “Yang MahaBenar”, yaitu Allah. Yang Maha Benar tentunya cuma satu. Dia-lah

 Allah atau Tuhan [tuhan dengan ‘T’ besar dalam ejaan bahasaIndonesia].

Dalam berpikir pun harus didahului oleh ‘negasi’, agar kita dapat menemukan yang benar. Yaitu, kita harus berpikir yang bebas daritakhyul. Bila hidup kita masih terbelenggu takhyul maka kita tak akandapat menemukan kebenaran. Nah, dari tahapan berpikir, pada pelajaran zuhud yang terakhir, kita sudah sampai ditangga‘penalaran’. Dan setiap kali kita menapaki tangga ini harusberpegangan pada ‘zikir kepada Allah’ atau dzikru l-lah. Jadi, berpikir dan berzikir itu seperti ‘tangga’. Anak tangganya adalah berpikir, dan

ibu tangganya yang menjadi pegangan ketika menaiki anak tanggaadalah berzikir. Ini penting sekali diperhatikan! Sebab, setiap kali kitamenggunakan pikiran, bisikan takhyul itudatang.

Lho, dari mana takhyul itu datang jika kita berpegang teguh pada asas pikiran? Tentu saja dari dorongan emosi kita, dari batin kita, yangdisebut “hawa” dalam bahasa Arab, dan diindonesiakan menjadi ‘hawanafsu’. Hawa nafsu adalah dorongan batin yang sangat kuat untuk bertindak tanpa dilandasi pikiran. Sedangkan ‘nafsu’ adalah doronganuntuk meredakan ketegangan dalam diri. Hal ini penting untuk 

diketahui agar kita bisa memahami arti masing-masing. HS [sexualintercourse] adalah nafsu. Tetapi jika tindakan HS itu tanpa dilandasikebenaran [just do it], maka tindakan HS tersebut berarti hanya untuk memenuhi hawa nafsu. Salah satu makna ‘hawa’ adalah jatuh. Makaorang yang memenuhi hawa nafsunya berarti mendorong jatuhdirinya. Banyak orang yang berbuat dengan memperturutkan hawanafsunya. Dan hal ini di dalam Al Quran disebut perbuatan syirik ataumusyrik [orangnya].

Page 118: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 118/167

Nah, mari kita perhatikan ayat-ayat yang berkaitan dengan hawanafsu [baik ayat utuh maupun hanya bagian ayat yang dikutip].

4:135 Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-

benar menegakkan keadilan, menjadi syuhada’-nya meskipunterhadap dirimu sendiri, ibu-bapakmu, atau kerabatmu; baik ia kayaatau miskin. Allah lebih [mempunyai hak] atas mereka. Maka janganlah mengikuti hawa nafsu sehingga kamu berlaku tidak adil.

38:26 “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan engkau khalifah dibumi. Maka berikan keputusan yang benar di antara manusia, dan jangan engkau mengikuti hawa nafsu; karena hawa nafsu itumenyesatkan engkau dari jalan Allah. Barangsiapa yang menyimpangdari jalan Allah niscaya akan tertimpa azab yang keras. Merekasesungguhnya telah melupakan hari perhitungan.” 

7:175 Dan bacakan kepada mereka tentang orang-orang yang telahKami berikan kepadanya ayat-ayat Kami. Lalu, mereka menarik diridari [ayat] itu. Kemudian, setan mengikutinya sehingga ia tersesat.

7:176 Dan bila Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan dia dengan[ayat] itu. Tetapi, dia ingin menetap di bumi, dan memperturutkanhawa nafsunya. Perumpamaannya bagaikan anjing, engkau halau ataubiar-kan, tetap menjulurkan lidahnya. Inilah perumpamaan orang yangmendustakan ayat-ayat Kami. Sampaikan kisah ini untuk mendorongmereka mau berpikir.

18:28 ... Dan jangan engkau mengikuti orang yang telah Kami lalaikanhatinya dari berzikir kepada Kami, dan dia [cuma] mengikuti hawanafsunya, dan selalu melampaui batas dalam urusannya.

18:29 Kemudian katakan, “Kebenaran itu dari Tuhanmu! Barangssiapa yang menghendaki keimanan maka hendaklah dia beriman, danbarangsiapa yang menghendaki kekafiran maka hendaklah diakafir. ....

28:50 ... Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang

mengikuti hawa nafsunya tanpa petunjuk dari Allah? Sesungguhnya Allah tidak mem-berikan petunjuk kepada orang-orang zalim.

25:43 Tahukah engkau orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagaituhannya? Akah engkau [Muhammad] sebagai pelindungnya?

45:23 Adakah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunyasebagai tuhannya dan Allah membiarkan sesat berdasarkan ilmu? Dan

Page 119: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 119/167

Dia menutup pendengaran dan hatinya, dan menjadikan sebuah tutupbagi penglihatan [abshar]-nya. Selain Allah, siapakah yang menunjuki-nya? Mengapa kamu tidak bertazakur?

Nah, ada sembilan ayat tentang peranan hawa nafsu yang akan

dikupas dan diulas dalam pelajaran hari ini.

Pertama, orang-orang beriman diperintah Tuhan untuk menegakkankeadilan. Adil, baik terhadap ibu-bapak maupun kerabat! Perhatikankaitan antara keimanan dan keadilan. Itulah sebabnya dari awal pelajaran ini ditegaskan bahwa keimanan bukanlah semata-mata‘kepercayaan’. Orang beriman harus berusaha hidup adil, termasuk kepada orangtua dan kerabatnya. Adil dalam kehidupan nyata yangdisebut sebagai syuhada’ Allah. Sengaja kata syuhada’ tidak sayaterjemahkan. Karena syuhada’ adalah orang yang menyaksikan dandisaksikan Allah. Menyaksikan Allah berarti menyaksikan kebenaran

itu sendiri. Disaksikan oleh Allah berarti disaksikan oleh Yang MahaBenar, karena itu adil terhadap siapa pun [yang kita cintai dan kitabenci]. Inilah salah satu unsur pokok orang yang beriman!

Kedua, keadilan dipertentangkan dengan hawa nafsu. Orang yangmengikuti hawa nafsunya akan bertindak atau berbuat tidak adil.Mengapa demikian? Karena adil itu bersifat ‘fair’, bersikap seimbangdan proporsional terhadap semua orang. Adil itu tidak berat sebelah! Adil tidak berpihak kepada seseorang karena hubungan kekerabatanatau kekayaannya. Dan untuk dapat berlaku adil manusia harusmampu menimbang dengan benar. Untuk itu diperlukan pikiran!

Sering kita mendengarkan kalimat “kita harus menggunakan akalsehat” atau “menurut akal sehat” dan lain sebagainya. Kalau kita perhatikan kalimat tersebut, ada pengertian bahwa ada ‘akal yangtidak sehat’. Yang benar adalah akal selalu sehat. Akal adalahrepresentasi Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan adalah Akal Yang Maha Agung! Karena itu Tuhan bersifat Maha Mengetahui. Orang yangbodoh, orang yang tidak mampu menimbang sesuatu dengan benar,tidak berarti akalnya tidak sehat atau sakit. Ia adalah orang yang tidak mampu menggunakan akalnya. Karena itu orang harus dilatihmenggunakan akalnya. Ia harus diajari bagaimana mengasah

 pikirannya. Pikiran yang diasah dengan benar akan menjadi tajam,mudah tanggap terhadap sesuatu. Lalu, pikiran yang tajam itu harusdigunakan dengan benar, sehingga bisa memberikan solusi yang tepat dalam kehidupan ini.

Ketiga, berdasarkan ayat 38:26 suatu keputusan yang benar adalahkeputusan yang tidak timbul dari hawa nafsu. Artinya, keputusan akanbenar bila dilandasi dengan pemikiran yang benar. Hawa nafsu akan

Page 120: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 120/167

menyesatkan manusia dari jalan yang benar, yaitu jalan Allah. Hawanafsu adalah tindakan tanpa pikiran. Yang penting keinginan terpenuhitanpa peduli cara dan akibatnya. Karena itu hawa nafsu menyesatkanmanusia dari jalan yang benar. Ia membawa manusia ke jalan yangsalah!

Nah, setelah memahami ketiga uraian di atas, sampailah kita padakesimpulan bahwa prasangka, takhyul, hawa nafsu, dan setan,sesungguhnya adalah wajah-wajah dari ‘thaghut’, yaitu sikap yangmelampaui batas! Semuanya adalah sisi-sisi dari thaghut yang sama.Mengikuti hawa nafsu juga disebut sebagai ‘mengikuti setan’. Dan pada ayat 38:26 tersebut dikatakan bahwa orang yang mengikutihawa nafsu adalah orang yang melupakan hari perhitungan,melupakan konsekuensi perbuatannya. Orang itu lupa bahwa setiap perbuatan itu ada akibatnya! Dikiranya suatu perbuatan itu tak adabekas-nya dalam perjalanan hidup ini.

Kembali kepada langkah-langkah dalam berpikir. Pertama, harus kitatinggalkan prasangka [syak]. Kedua, harus kita bebaskan dari takhyul.Lalu, kita bingkai dengan sabar dan zikir. Agar proses melihat,mendengar, dan mengingat itu bekerja dengan jernih. Sebabkegugupan, keraguan, dan ilusi akan mempengaruhi persepsi kita pada kenyataan yang kita indrawi itu. Ketiga, kita lakukan penalaran,reasoning. Jangan emosi, atau hanya mengikuti hawa nafsu. Penalaranadalah upaya memahami sebab-akibat pada objek yang menjadi perhatian kita. Kita perhatikan relasi antara objek-objek yang ada disekitar kita ini. Kemudian, penalaran itu kita bingkai dengan tazakur,

 yaitu perenungan dan penjernihan pikiran.

Lho, apa bisa orang awam diajak berpikir? Tentu saja bisa! Yang penting setiap orang harus dirangsang dan didorong untuk menggunakan pikirannya sesuai dengan kapasitas otaknya ataukapabilitasnya. Seseorang tak perlu dibebani melebihi takarankemampuannya. Dan, yang paling pokok adalah umat harusdibebaskan dari belenggu prasangka, takhyul, dan hawa nafsu. Inilahmodal dasar umat untuk berpikir! Dengan bebas dari ‘pth’ umat bisadituntun untuk melihat kebenaran. Dengan modal dasar itu umat bisadibawa maju, tidak jumud [mandek]. Dengan cara berpikir yang benar,

kesadaran bisa ditingkatkan. Perlu diperhatikan kembali bahwatingginya pengetahuan yang dicapai seseorang tak ada kaitannyadengan kesadaran. Karena pengetahuan didapat dari luar, sedangkankesadaran diperoleh dari dalam diri seseorang itu sendiri. Kesadaranberkaitan dengan keimanan. Sedangkan pengetahuan adalah tahapawal bagi keimanan. Jadi, setinggi-tingginya pengetahuan tidaklahsama dengan ‘ain atau telah mengalami sendiri. Tetapi pengetahuan

Page 121: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 121/167

 yang tinggi disertai pengalaman mengantarkan seseorang naik ketahap ‘haqq al-yaqin’.

 Apa artinya “pengetahuan yang tinggi + pengalaman” => keyakinan yang haq? Saya tak perlu membuat definisinya. Tetapi Anda bisa

memahami bagaimana sekiranya anak kecil mengalami sesuatu tanpa pengetahuan atau orang yang berpengetahuan tanpa pengalaman. Anak kecil tidak mengerti apa yang dialaminya. Berpengetahuan tanpa pengalaman berarti tak ada penghayatan kebenaran. Kita memiliki pengetahuan tentang rasa daging, tetapi tanpa mengecapnya,bagaimana kita mengetahui kebenaran rasa daging itu sendiri? Kitamemiliki pengetahuan tentang khusyu’, tetapi kita tidak pernahmengalami khusyu’, bagaimana kita bisa mengerti kebenarankhusyu’?

Sekarang marilah kita perhatikan ayat 7:175-176. Apa saja yang ada

 yang bisa kita tangkap dengan indera adalah ayat-ayat Tuhan. Ayat-ayat yang kasat mata adalah pijakan bagi ayat-ayat kitabiyah. Tanpamengerti ayat-ayat kauniyah [kasat mata] sulit untuk dapat mengertikandungan ayat-ayat kitabiyah. Jika kita tidak menghayati arti sebuahkemiskinan atau kekalahan, bagaimana kita bisa menegakkankeadilan? Bila kita tidak mengerti hukum Tuhan yang digelar di alamini bagaimana kita bisa memutuskan kebenaran? Jika kita tidak mengerti makna sebuah perjanjian, bagaimana kita dapat menghormati kerja sama?

Memahami ayat-ayat Tuhan, baik yang kauniyah maupun yang

kitabiyah, adalah tangga untuk dapat kembali kepada Tuhan. Jikaseseorang memperturutkan hawa nafsu, tak peduli terhadaplingkungannya, maka setanlah yang mengikuti tingkah lakunya. Danselanjutnya, setanlah yang ada di depan menuntunnya. Jika setan yang menuntun, ya akan keluar dari jalur yang benar. Apabilaseseorang memalingkan diri dari kebenarn, maka setanlah yangmengikutinya. Lalu setannya siapa? Ya dirinya sendiri yang terjebak ‘pth’ dalam hidup ini. Jadi, jangan cari-cari bentuknya setan!

Lalu, ayat 176 menyebutkan bahwa Tuhan menghendaki derajat yangtinggi bagi hamba-Nya yang tidak mau melekat [menetap] di bumi!

Untuk dapat memahami arti “melekat (menetap) di bumi” memerlukan penalaran dan perenungan. Apa artinya “tetapi ia ingin menetap diatau cenderung kepada bumi”, wa lakinnahu akhlada ila l-ardhi? Tanpamenggunakan pikiran, kita tak bisa memahami ayat ini. Yang jelas,Tuhan tidak meninggikan derajat atau kedudukan orang yangcenderung kepada bumi atau dunia. Tentu ini pun bukan bermaknaharfiah, dalam arti naik pangkat, menjadi kaya materi dan lain-lain.Tetapi ini bermakna batiniah, seperti jiwanya tercerahkan, dirinya

Page 122: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 122/167

terbebas dari jeratan materi atau kesementaraan. Kalimat inginmenetap di bumi atau cenderung kepada dunia disambung denganmengikuti hawa nafsu, artinya lebih memilih kehidupan sementara,atau kehidupan jangka pendek, ketimbang kehidupan jangka panjangatau kehidupan di masa depan!

Orang yang lebih mementingkan kehidupan dunia atau jangka pendek in bagaikan anjing, dihalau atau dibiarkan lidahnya tetap terjulur. Artinya, diberi pelajaran atau tidak, sama saja. Pelajaran atau peringatan tak akan mengubah sikap hidupnya. Ayat ini merupakanrangkaian ayat yang menuturkan kehidupan komunitas Yahudi. Pada zaman Musa ada seorang hamba yang menguasai pengetahuankeagamaan [lahir-batin]. Ia adalah Baal Am bin Baura, dan pahambetul tentang kebenaran hidup ini. Tetapi ia iri kepada Musa, iamerasa tersingkir dengan datangnya Nabi Musa. Sehingga ia bersamadengan para pengikutnya berusaha menyingkirkan Musa. Mengapa

tindakan itu dia lakukan? Karena Baal Am [atas desakan pengikutnya]lebih memilih kehidupan jangka pendeknya daripada jangka panjangnya. Ia tinggalkan kebenaran, dan ia ikuti hawa nafsunya.Sehingga malanglah nasibnya. Ia tidak lagi menjadi orang yangtercerahkan, tetapi justru konfrontasi dengan Nabi Musa. Ayat ituditutup dengan kalimat “ceritakan kisah itu agar mereka berpikir”.

 Jelaslah sudah suatu kisah, hikayat, sejarah, disampaikan kepadagenerasi berikut-nya itu bukan hanya untuk dipercaya, tapi dipikirkan pesan-pesan dan kandungannya agar manusia bisa melangkah denganbenar ke masa depannya. Apa mutiara hikmah yang ada di dalam

suatu kisah atau sejarah, atau bahkan legenda, itulah yang harusditimba. Jadi, dengan berpikir kita tidak hanya terpaku pada fakta.Tetapi kita lebih melihat makna yang terkandung, sehingga kisah,sejarah, mitos, legenda itu dapat digunakan sebagai tongkat untuk menyongsong hari depan kehidupan manusia. Dengan berpikir manusia dapat mencari makna dan realita di balik fakta-fakta dandata. Kita bisa memahami kebenaran yang terselubung oleh bentuk objek-objek yang tercerap oleh indera.

 Jika berpikir itu menjadi fungsi pokok manusia, lalau dimana letaknyaintuisi dan wahyu bagi manusia? Lalu, apa artinya kita harus

meningkatkan di ke tingkat kesadaran "zero mind" atau "No-mind"?Ingat, 'to mind' tidak sama dengan 'to think' apa lagi dengan 'tocontemplate' [merenungkan]. Pada pelajaran kali ini tidak dibahas dulu perihal wahyu atau intuisi. Tetapi perlu diberikan gambaran agar konsep 'berpikir' menjadi jelas. Para nabi bukanlah orang-orang yangbodoh. Bahkan mereka adalah manusia-manusia yang sungguh-sungguh merenungkan [berpikir mendalam] kebenaran di alam ini.Mereka merenung agar bisa menemukan solusi dalam kehidupan di

Page 123: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 123/167

dunia maupun di akhirat. Dan solusi itu untuk kesejahteraan manusia,baik sebagai individu maupun komunitas.

Sekarang mari kita lanjutkan ulasan ayat 18:28-29. Kita diperingatkanuntuk tidak mengikuti orang-orang yang melalaikan hatinya untuk 

berzikir. Dengan kata lain, kita jangan termasuk orang-orang yangmemperturutkan hawa nafsu. Bagaimana kita bisa menjadi tenang danberpikir jernih jika yang kita ikuti itu orang-orang yang menjadikanhawa nafsu sebagai pimpinannya. Orang-orang yang mengedepankanhawa nafsu mereka itu lebih mementingkan pribadi dan golonganmereka. Bukan kebenaran yang menjadi perhatian atau kepedulianmereka, tetapi 'kepentingan'. Karena itu orang demikian disebut 'selalu melampaui batas' dalam urusannya. Orang demikian memangsudah tidak kenal dan tahu lagi batas-batas yang harus dipatuhi. Nah,kalau hidup tanpa batas, kemana lagi perginya kalau tidak semakinmelenceng.

Kebenaran sudah pasti datangnya dari Tuhan. Wong semua inidiciptakan berdasar-kan kebenaran, dan bukan kebatilan. Tentu saja yang mengetahui hakikat sesuatu adalah Tuhan, karena Dia-lah pencipta segala sesuatu. Tetapi, di bumi ini, cuma manusia yangdianugerahi "al-qalam", atau akal. Dengan al qalam manusia dapat mengetahui sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya. Denganberbagai kelengkapan yang diberikan Tuhan, manusia diberikebebasan untuk menjadi manusia beriman atau kafir. Jadi, manusiatidak dicetak untuk menjadi beriman atau kafir. Karena itu manusiadiberi amanat dan dituntut tanggungjawab dan akuntabilitasnya. Tak 

ada pengertian 'jabariyah' atau paksaan Tuhan dalam agama. Karenaitu, hidup beragama pun tidak dipaksakan.

Dalam ayat 28:50 ditegaskan bahwa orang yang mengikuti hawanafsunya tidak akan mendapat petunjuk dari Tuhan. Orang yangmenuruti hawa nafsu disebut juga sebagai 'orang zalim', orang yangmenganiaya. Dan, petunjuk Tuhan tak akan datang pada si zalim.Celakanya jika si zalim ini menjadi 'penggede', pejabat tinggi, elite,atau mala'. Petunjuk Tuhan tak akan sampai pada mereka. Akibatnya,rakyat bawahan akan menjadi sengsara. Tetapi, percayalah, jika ditengah suatu komunitas masih ada orang-orang yang 'berzikir dan

berpikir' suatu saat pasti ada orang yang menjadi juru ingat! Di tengahderu kezaliman masyarakat industri di Eropa abad ke-19, muncullahNietzsche [meskipun kita dididik keliru dalam melihat dia]. Di tengahkezaliman komunisme Soviet, muncullah Gorbachov yangmendengungkan 'glasnost' dan 'perestroika'. Tentu saja, tidak cukuphanya munculnya sang juru ingat. Tetapi perlu ada tindakan! Dantindakan itu harus bisa diterapkan berdasarkan 'POAC', perencanaan, pengorganisasian, pengaktualisasian, dan pengawasan yang benar.

Page 124: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 124/167

Penegakan moral dan keadilan tidak cukup hanya dengan modal niat.Harus disertai kemauan, kehendak, dan kepiawaian. Karena kebenarantidaklah berjalan dengan sendirinya.

Puncak dari mengikuti hawa nafsu adalah menjadikannya tuhan. Yaitu,

menjadikan hawa nafsu itu sebagai tuhan yang disembah dandipatuhi! Inilah syirik yang tidak tampak rupanya, tetapi lebih dahsyat dari berhala. Kalau berhala berupa patung, hanya orang bodoh yangmemuja. Tetapi berhala 'hawa nafsu', orang yang berpengetahuan'sundul langit' [setinggi langit] pun bisa menjadi pengikutnya. Jikaorang memperturutkan hawa nafsu, maka Allah membiarkannyatersesat. Pendengaran dan hatinya dibiarkan tertutup karat. Nasihat, petunjuk, petuah tak mempan lagi. Bahkan penglihatannya pun adatutupan. Sehingga jerit derita masyarakat tidak tampak lagi.Semuanya bagaikan angin lalu. Dianggap seperti kentut, bau sebentar dan hilang. Mau cari petunjuk dari siapa lagi, kalau tidak kembali

kepada Allah? Agar pemikiran kita tidak masuk ke jurang setan, makakita harus "berpikir+berzikir". Manakala kita membuang pemikiran,maka kita tinggal tunggu bencananya!

Kajian kita kali ini merupakan bagian terakhir dari zuhud, dan bagianke-18 adalah "topik ridha". Semoga kita bisa berzuhud di tengahkehidupan modern dan tanpa batas ini, tanpa harus mengasingkan diridi gua-gua. Wa billahi t-taufiq wa l-hidayah.

Bagian ke-18(Ridha)

Hari ini kita masuk ke dalam pembahasan “ridha”. Kata ridha sudahdiserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi “rela”. Yang artinyaberbuat atau bertindak dengan suka hati tanpa pamrih. Rela jugaberarti dengan kemauan sendiri dan tanpa paksaan. Nah, ‘ridha’ sebenarnya memiliki makna yang lebih dalam daripada ‘rela’. Dengankata lain, rela hanyalah bagian dari ‘ridha’. Walaupun dalam kamusbahasa Indonesia, kata ridha disamakan dengan rela.

Ridha [yang di dalam kamus ditulis juga ‘ridlo’] adalah suatu maqam, posisi, atau tingkatan dalam perjalanan spiritual (tasawuf). Mengapa

oleh pakar atau ahli tasawuf ‘ridha’ tidak ditempatkan pada tangga pertama? Jika ridha menjadi tangga pertama, maka ia akanberkonotasi ‘tindakan yang dilakukan karena kekalahan’. Ridha bukanlagi sebagai perjuangan untuk mendaki dalam perjalanan spiritual,tetapi berserah diri karena suatu paksaan. Karena itu, orang yangridha bukan orang yang berserah diri karena kekalahan, tetapi orang yang menang dan berserah diri.

Page 125: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 125/167

Konteks ridha tidak dapat dipisahkan dengan ‘kecintaan kepada Allah’.Pada awal pelajaran tasawuf telah saya sampaikan makna dan perwujudan cinta, yang bersandar pada ayat 3:31, “Katakan[Muhammad] kepada mereka, ‘jika kalian benar-benar mencintai Allah,ikutilah (beritibaklah) kepadaku, niscaya Allah mencintai kalian dan

menutupi dosa-dosa kalian. Sesungguhnya Allah itu Maha Pelindungdan Maha Penyayang.’” Sudah saya jelaskan pula bahwa ‘mengikuti’ tidak sama dengan meniru atau taklid. Mengikuti berartimemperhatikan keteladanan yang ditampilkan oleh Rasul saw laluditerapkan dalam kehidupan sehari. Bukan karena Rasul berjenggot dan bergamis, terus kita pun ikut berjenggot dan bergamis. Kalau itu,anak kecil pun dapat mengikutinya, tak perlu memahami ayat-ayat AlQuran. Padahal banyak ayat di dalam Al Quran yang memerintahkankita untuk memperhatikan dan memahami ayat-ayat-Nya yang ada didalam kitab-kitab-Nya maupun yang kauniyah, yang digelar olehTuhan di alam raya ini. Jadi, mengikuti Rasul tidak identik dengan

meniru beliau.

Mengikuti keteladannya harus disertai dengan aktif berfikir danberzikir. Orang Islam harus pandai menimbang bagaimanamengimplementasikan ajaran Islam dalam situasi dan kondisi yangada sekarang berdasarkan teladan dari beliau. Sehingga orang yangmengikuti keteladanan beliau betul-betul hidup dalam ‘naungan’ Ilahi.

Dalam pandangan ahli makrifat, ridha adalah buah dari mahabbah,cinta, yang paling mulia. Apa sebabnya? Karena pecinta [orang yangsudah jatuh cinta] harus selalu merelakan apa yang diperbuat oleh

kekasihnya. Dan ketahuilah, yang dicinta itu adalah Dia Yang Maha Agung, yang melindungi para pecintanya. Saya tidak menggunakankata “pencinta”, tetapi “pecinta”. Pencinta adalah orang yangmencintai pada saat tertentu. Sedangkan ‘pecinta’ adalah orang yangbetul-betul mencintai tanpa terikat oleh ruang dan waktu. Jadi, yangmendapat perlindungan dari Allah adalah para ‘pecinta-Nya’ danbukan ‘pencinta-Nya’.

Dalam sebuah Hadis Qudsi disebutkan:

“Man lam yardha bi qadha-i wa lam yashbir ‘ala bala-i falyaltamis

rabban siwaya.” 

[Barangsiapa tidak rela terhadap ketetapan-Ku, niscaya dia tidak akansabar terhadap ujian dari-Ku. Jika sudah begitu, biarlah dia mencariTuhan selain Aku.]

Nah, ridha ternyata terkait dengan kerelaan untuk menerima “qadha” atau ketetapan Tuhan. Ketetapan yang mana? Bukankah Tuhan itu

Page 126: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 126/167

Maha adil? Tuhan jelas Maha Adil. Tetapi keadilan Tuhan tidak sewenang-wenang, atau bersifat zalim. Hal ini sudah kita pelajari padabagian yang lalu. Jadi, ketetapan yang harus kita terima dengan relahati adalah ketetapan yang sudah kita setujui sebelum kita lahir.

Contohnya seperti apa ketetapan yang kita setujui sebelum kelahirankita? Ya, kita dikandung oleh ibu yang melahirkan kita. Itu pilihan kita!Meskipun kita tidak mampu mengingatnya. Sehingga ada orang yang protes, ‘salahnya siapa mau melahirkanku, kan bukan aku yang mintadilahirkan’. Protes itu benar bagi orang-orang yang hanya mampumemahami kulit sebuah objek. Tetapi protes itu salah bagi mereka yang mampu memahami makna yang terkandung dalam suatu objek.Bagi anak kecil, suatu benda hanya dikenal kulitnya atau bentuk luarnya. Dia tidak mengerti bahwa suatu benda itu mengandungenergi potensial dan energi kinetik jika bergerak.

Seperti yang telah saya uraikan, seseorang tidak akan sabar terhadapsesuatu jika dia tidak mengerti rancangan atau program yangterkandung dalam sesuatu yang sedang dihadapinya itu. Sama halnyadengan kehidupan kita ini. Bila kita tidak memahami bahwa dahulusebelum kita lahir ini sudah teken kontrak dengan Tuhan, kita pun tak akan rela dengan ketetapan yang ada. Dan akhirnya, kita pun tak akansabar terhadap berbagai hal yang menimpa kita. Karena itu, disindir oleh Tuhan, “jika begitu yaa biar-lah dia mencari Tuhan selain Aku”.

Setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini, sebenarnya sudah tekenkontrak sebelumnya. Yaitu, di ‘alam nafs’ atau ‘alam jiwa’. Dalam

kalimat Al Quran hal ini dinyatakan cukup sederhana, hanya dengankalimat “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Di alam nyata, meskipunberupa alam nafsani, ya betul-betul suatu kerelaan untuk menempuhkehidupan di dunia ini dengan segenap pertanggungjawabannya.Namun hal ini tidak bisa saya ceritakan di tulisan ini. Mengapa sulit?Karena yang diceritakan ini sebuah kenyataan yang hanya bisadialami.

Untuk memudahkan, saya berikan gambaran tentang keyakinan. Yangkita terapkan pada hal yang nyata. Telah kita ketahui bahwa ada tigatingkatan keyakinan, yaitu, ilmu l-yaqin, ‘ainu l-yaqin, dan haqqu l-

 yaqin. Banyak orang yang secara teoritis hafal tahapan ini. Tetapi, biladiminta untuk menunjukkan perbedaannya dalam kehidupan sehari-hari, dia mengalami kesulitan. Hal ini terjadi, karena dia tidak memahami apa yang dimaksud dengan tahap ilmu, ‘ain, dan haq.Terutama, biasanya kesulitan membedakan antara yang ‘ain dengan yang haq. Nah, sekarang saya beri contohnya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pengetahuan yang ada kita tahu adanya minumankopi. Tetapi, berdasarkan pengetahuan semata-mata, kita dapat salah

Page 127: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 127/167

dalam memastikan suatu minuman itu kopi atau bukan. Nah, setelahkita meminumnya, kita bertambah yakin bahwa yang diminumnya itukopi atau bukan. Pengalaman minum kopi ini disebut ‘ainul-yaqin.Hanya pernah minum kopi, dan tidak pernah menghayati dalammeminumnya, kita tidak akan mengetahui jenis kopi apa yang

diminum itu. Kita pun tidak mengetahui kopi tersebut berasal daridaerah mana. Seseorang yang sudah dapat membedakan ini jenisrobusta, atau arabika, dari Indonesia atau dari Afrika, maka dia disebut sudah ada di tahap haqqul-yaqin.

Hidup juga melalui tahapan demikian. Ketika kita mengetahui ayat-ayat Tuhan hanya karena diajar oleh orang lain, maka keyakinan kitabaru pada tahap ‘ilmul-yaqin. Setelah kita merasakan pahit getirnyahidup ini, maka kita masuk ke tahap ‘ainul-yaqin. Nah, apabila kitasudah sanggup mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan yangakan terjadi pada diri kita, kita bisa merasakan hal-hal yang terjadi

 pada diri kita, maka kita sebenarnya ada di tahap haqqul-yaqin.Masing-masing mempunyai jangkauan atau kedalaman tertertentu.Misalnya, ada orang yang tahu sedikit ilmu. Tetapi, ada pula orang yang tahu banyak ilmu. Selama belum merasakan ataumempraktikkan sendiri, kedua orang itu ada pada tahap yang sama, yaitu ilmul-yaqin.

 Al-Quran memberitahu kita bahwa kita telah teken kontrak denganTuhan. Hal ini dikemukakan pada Surat Al-A’raf/7:172 dan Surat Rum/30:30.

7:172 Dan ketika Tuhan dikau menjadikan lahirnya keturunan bani Adam, dari zuhur mereka, dan membuat persaksian atas diri merekasendiri: “Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab: “Ya,kami menyaksikan Engkau.” Kita semua bersaksi. [Persaksian itudibuat] agar pada Hari Kiamat kalian tak berkata: “Sesungguhnyakami telah lalai tentang hal ini.” 

7:173 Atau, kalian tak berkata: “Sesungguhnya orangtua-orangtuakami dulu juga menyekutukan Engkau. Sedangkan kami ini hanyamereka. Apakah Engkau membinasakan kami lantaran perbuatan[orangtua-orangtua kami] yang batil itu?” 

30:30 Maka hadapkan wajah engkau kepada landasan yang benar. Allah telah menciptakan manusia berdasarkan fitrah. Tak ada perubahan dalam ciptaan Allah. Itulah landasan yang benar! Tetapisebagian besar manusia tidak mengetahui.

Page 128: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 128/167

30:31 [Hakikatnya] manusia kembali kepada-Nya. Karena itu,bertakwalah kepada-Nya, dan tegakkan salat dan jangan menjadiorang-orang musyrik.

30:40 Allah adalah Yang telah menciptakan kalian. Kemudian memberi

kalian rezeki. Kemudian membuatmu mati. Kemudian membuatmuhidup lagi. Adakah sekutu kalian yang dapat berbuat sesuatu yangdemikian ini? Maha Suci dan Maha Tinggi Dia dari apa yang merekasekutukan.

 Ayat pertama memberitahu kita bahwa sebelum manusia lahir, jiwa- jiwa mereka telah mengadakan persaksian dengan Tuhan. Kapan itu?Ketika jiwa-jiwa itu bangkit dari [jalur tulang] punggung. Dalamagama-agama India atau Cina, jalur tempat bangkit jiwa ini dikenalsebagai jalur “qi”, chi. Jalur ini memanjang dari tulang ekor hinggaubun-ubun. Bagi mereka yang menguasai pusat-pusat energi yang

disebut “chakra”, maka tulang punggung [tulang belakang] adalahletak titikpusat-titikpusat chakra. Dari jalur itulah tumbuhnyakehidupan. Al-Quran hanya memberitahukan globalnya saja. Dankitalah yang harus berusaha menyelaminya, sehingga kita mengerti peranan dari tulang punggung tersebut dalam kehidupan ini.

Tuhan membuat persaksian atas diri mereka, atas nafs-nafs mereka.Dengan kata lain, Tuhan membuat nafs manusia bersaksi atas dirinyaketika sudah bangkit dari tulang punggung kedua orangtua mereka, yaitu ketika embrio terbentuk. Nafs-nafs itu bersaksi, mengakuiadanya Satu Kekuatan, yaitu Allah. Nafs-nafs itu bersaksi atas

ketetapan yang harus mereka penuhi ketika sudah lahir sebagaimanusia. Dan, kita semua, nafs-nafs dan Tuhan bersaksi atas ikrar tersebut. Untuk apa? Agar manusia tak melakukan pengingkaranterhadap kesaksian itu pada Hari Kebangkitan. Kalau Andamencermati ayat berikutnya, tahulah Anda bahwa yang dimaksudkandengan kata “Hari Kebangkitan” adalah saat bangkitnya kita di alamkematian. Ingatlah kembali Hadis Nabi, “Sesungguhnya manusia itudalam keadaan tidur, dan ketika mati sesungguhnya dia bangun.” Marikita simak lagi Surat Qaf/50:22, “Sesungguhnya engkau telahmelalaikan hal [kematian] ini. Kini Kami membuka tabir yang menutupiengkau, maka pada hari ini penglihatan engkau menjadi tajam.” 

Ketika mati pandangan manusia menjadi tajam. Persaksian yang telahdibuat pada saat jiwa memasuki embrio tampak kembali. Manusiamelihat dirinya sebagai pemain sandiwara dalam kehidupan ini. Jadi,manusia tak bisa mengelak lagi. Manusia tidak bisa menyandarkan perbuatannya pada orangtuanya. Dan ayat 7:173 menunjukkandengan jelas bahwa peristiwa kebangkitan itu pada saat kematian.Perhatikan kalimat akhirnya, “apakah Engkau membinasakan kami

Page 129: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 129/167

lantaran perbuatan orangtua yang batil?” Kalau peristiwa ini terjadisetelah kiamat semesta, tentu saja ucapan ini menjadi berantai dariorang berdosa ke orangtua berdosa ke orangtuanya orangtua berdosadan seterusnya tak ada akhir. Hal ini memang sulit sekali untuk diterangkan jika kita masih ada di tahap ‘ilmul-yaqin.

 Ayat 30:30 mempertegas proses kehidupan manusia. Manusiadiperintah untuk melihat landasan yang benar dalam kehidupan ini.Yaitu, landasan bagi penciptaan dirinya yang disebut ‘fitrah’. Adakekeliruan dalam mengartikan ‘fitrah’. Seringkali fitrah diartikan“suci”. Fitrah diartikan sebagai kehidupan tanpa noda. Jika manusiasemua lahir suci, tanpa noda, maka hasil yang diperoleh dari suatu pengaruh kehidupan yang sama, seharusnya sama. Misalnya, kalauada seratus bayi, dididik dalam ruang yang sama dan cara yang sama,seharusnya hasilnya pun sama. Ini namanya suci! Jika hasilnya tidak sama berarti kualitas asalnya tidak sama. Wong perlakuannya sama

kok hasilnya berbeda. Berarti bibitnya tidak sama kualitasnya.

Lalu apa fitrah itu? Fitrah berasal dari kata “fa-tha-ra”, yang artinyamembuat sesuatu terjadi. Contohnya demikian, ada tepung terigu,gula, telor, air, soda, lalu kita campur dan kita lakukan adukan dansetelah dioven terbentuklah “roti”. Dengan bahan yang sama tetapidengan komposisi kandungan yang berbeda, terjadilah roti yangberbeda. Nah, fitrah adalah sifat-sifat dasar yang dimiliki olehkomposisi bahan tadi. Dan bahan untuk penciptaan manusia tidak berubah. Yaitu, fisiknya terdiri dari tanah, air, udara, api dan cahaya.Kemudian dimasukkan nafs dan ruh kedalamnya. Nafs yang tekor 

energi metafisiknya [akibat hutang sebelumnya] bersaksi untuk memilih lahir di tengah-tengah keluarga miskin. Ingat, Tuhan tidak  pernah menzalimi hamba-Nya! Dan, hal ini sudah saya jelaskan padabagian sebelumnya.

 Agar Anda tidak lupa, maka saya tampilkan kembali beberapa ayat  yang jelas-jelas menyatakan bahwa Allah tidak menzalimi manusia. 1)Sesungguhnya Tuhan tidak berbuat zalim terhadap manusia sedikit  pun, tetapi manusialah yang berbuat zalim terhadap dirinya [QS10:44]. 2) Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seorang punmeskipun sebesar debu, dan jika ada kebaikan sebesar debu niscaya

Dia melipatganda-kan dan memberikan pahala yang besar dari sisi-Nya [QS 4:40]. 3) Dan Tuhan engkau tidak menganiaya seorang juapun [QS 18:49]. Jadi, jelas sekali yang menyebabkan seseorang itulahir dalam kehidupan yang penuh kesusahan itu berasal dari dirinyasendiri. Justru Tuhan dengan kasih-Nya melipatgandakan kebaikan yang dilakukan oleh manusia. Tuhan tak pernah korup terhadapkebaikan manusia.

Page 130: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 130/167

Lho, kalau kita pernah berbuat sebelum ini, mengapa kita tidak ingat? Justru manusia tidak ingat itu Tuhan memberi kabar tentang hal ini di7:172-173. Dan tentu saja, meyakini kebenaran ayat tersebut baru pada tahap ‘ilmul-yaqin. Wong baru tahu karena membaca sendiriayatnya atau diberi tahu orang lain. Dan, penutup ayat itu pun

menyebutkan bahwa “sebagian besar manusia tidak mengetahui[tentang landasan penciptaan yang benar itu]”. Kalau masih padatahap ‘ilmul-yaqin’, manusia sulit untuk bisa memasuki maqam ridha.

Kita sering mendengar orang yang mengatakan “semuanya ini takdir Tuhan”. Kaya atau miskin, selamat atau tertimpa musibah, semuanyamerupakan takdir Tuhan. Manusia lupa bahwa Tuhan tidak berbuat  zalim sedikit pun terhadap manusia. Ucapan tersebut lahir darikekalahan manusia dalam menghadapi tantangan hidupnya. Akhirnya,Tuhan menjadi kambing hitam dalam kenestapaan hidup manusia.Manusia lupa bahwa Tuhan telah membuat semua organnya berfungsi

dengan baik ketika dilahirkan. Manusia lupa bahwa lahir sebagai orangIndonesia, Cina, India, Arab, atau Barat, itu adalah pilihan hidupnya.Manusia lupa bahwa sambil menjalani peran hidupnya yang sudahdipersaksikan itu, seharusnya dia menyiapkan masa depannya,akhiratnya. Baik itu untuk dinikmati dalam kehidupan sekarang ini,maupun kehidupan nanti.!!

Nah, kita jangan mudah mengklaim bahwa apa yang terjadi pada kitaadalah takdir Tuhan. Padahal itu semua adalah our destiny, takdir kitasendiri. Tuhan justru memfasilitasi kehidupan manusia, supaya iadapat hidup sejahtera. Itulah sebabnya, disebutkan bahwa “kebaikan

sebesar debu [zarah]” akan dilipatgandakan nilainya, dan mendapat  pahala yang besar. Dan, sistem inilah yang disebut fitrah itu! Jadi,Tuhan tidak merugikan manusia walaupun sebesar debu. Tetapi, bilaada kebaikan, nilainya dilipatgandakan 10 kali lipat hingga 700 kali,tergantung kualitas perbuatannya.

Perhatikanlah ayat 30:31, dinyatakan dengan tegas bahwa hakikatnyamanusia itu kembali kepada Allah, kembali kepada jalan Allah, jalan yang benar. Inilah jalan yang ditempuh manusia dari zaman ketikamanusia belum bisa disebut manusia hingga jadi manusia Homosapiens sapiens. Dan agar dapat kembali kepada-Nya manusia

diperintah untuk selalu bertakwa, selalu memelihara dirinya di jalan yang benar. Manusia harus menegakkan salat, selalu berhubungandengan Tuhan Yang Mahaesa, dan tidak menjadi manusia musyrik,manusia yang mementingkan egonya. Ingat, mengabdi kepadaberhala?berupa apapun?adalah akibat manusia mementingkanegonya. Apa yang disebut ‘ibadah’ pun bisa menjadi berhala bila itulahir dari dorongan hawa nafsu untuk dirinya sendiri, dan memutuskan

Page 131: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 131/167

hubungannya dengan lingkungannya [biotik dan abiotik, baik yanghidup maupun lingkungan bukan-hidup].

Manusia harus ingat siklus hidupnya! Ada kehidupan, ada kematian,dan kembali hidup lagi. Dengan adanya sistem rezeki yang dibuat 

Tuhan, manusia terfasilitasi untuk menempuh proses hidup dan matihingga menemukan jalan Tuhan. Dengan proses hidup dan mati itumanusia mampu menapaki keyakinannya dari tingkatan ilmu hingga yang haq, hingga yang hakikat dalam hidup ini.

 Jika kita belum bisa menapaki keyakinan hingga puncaknya maka kitamasih mungkin mengalami hidup dalam kejiwaan yang terbelah. Disatu sisi, kita yakin akan adanya kehidupan di masa depan. Di sisi lain,kita berbuat zalim. Padahal Tuhan tidak akan mau menunjuki orang-orang yang berbuat kezaliman. Bahkan, jika kita melihat keadaanbangsa kita yang mudah diprovokasi, mudah terseret ke dalam krisis,

gampang ikutan dalam beraksi negatif; menunjukkan kurangnyaorang-orang kuat yang berada di maqam ridha. Padahal adanya elite-elite di maqam ini kita dambakan sekali, sehingga mereka betul-betultanpa pamrih membangun negeri ini.

Demikianlah pelajaran awal mengenai ridha. Semoga pelajaran inimemotivasi diri kita untuk meningkatkan posisi spiritual kita. Bi l-lahi t-taufiq wa l-hidayah.

Bagian ke-19[lanj. Ridha]

Ridha adalah buah dari pohon mahabbah, pohon cinta. Artinya, ridhatak akan ada bila tidak didahului oleh rasa cinta. Orang yang mencintaikekasihnya, ia akan rela melakukan dan memenuhi apa yang dimintaoleh sang kekasih. Tetapi, ridha bukanlah hasil dari cinta buta. Iaadalah hasil dari suatu prestasi spiritual!

Orang yang ridha telah menapaki jalan objektif rasional. Ia tidak berangkat dari tataran subjektif, semata-mata terhanyut oleh perasaannya. Ya, menapaki kehidupan tasawuf memang harus sehat  pikirannya. Tak ada dualisme dalam menapaki tasawuf. Jangan dibuat 

dikotomi antara kehidupan dunia dan tasawuf. Kita sekarang inimemang hidup di dunia. Dengan semua komponen intelegensi [IQ, EQdan SQ] kita menapaki kehidupan yang objektif dan rasional.Keyakinan yang kita bangun pun berasal dari keyakinan yang objektif rasional, yaitu diawali dengan keyakinan berdasarkan ilmu, ilmu l- yaqin. Lalu, ditingkatkan ke ‘ainu l-yaqin, dan selanjutnya ke haqqu l- yaqin. Jadi, pendekatan yang dilakukan dalam kehidupan beragama,

Page 132: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 132/167

khususnya tasawuf, harus dimulai dari tahu dulu, dan bukan yakindulu!

Memang, sudah menjadi pendapat umum bahwa dalam kehidupanberagama orang harus yakin dulu. Inilah pendapat yang salah kaprah!

Bahkan ada yang menganalogkan dengan naik kapal atau pesawat terbang; yang penting yakin selamat dulu, dan bukan cari tahu kapalatau pesawat itu akan selamat atau tidak. Ini adalah analog yangsama sekali tidak benar. Sadar atau tidak, sebenarnya calon penumpang itu sudah menyimpul-kan bahwa kapal yang akanditumpanginya itu aman. Darimana kesimpulan itu datang? Tentu sajadari keberadaan kapal yang akan ditumpanginya itu. Coba Anda pikirkan, bagamaina sekiranya lebih banyak pesawat yang jatuhdaripada yang selamat hingga di tujuan. Tentu lebih banyak orang yang takut naik pesawat daripada yang berani. Hal ini lain denganhidup beragama. Hampir semua orang tidak tahu [dengan pasti] apa

 yang sesungguhnya terjadi di balik kematian.

Nah, hidup ini ternyata menyongsong suatu misteri. Orang hidup ini[hampir semuanya] antri memasuki dunia yang tidak diketahuinya,dunia yang masih gelap! Jika orang beragama itu yakin akan masuk surga [menurut keyakinan agamanya], terus terang itu hasil darikeyakinan buta. Lho, hidup beragama kan mengikuti nabi dan rasul[yang membawa agama], bagaimana mungkin dikatakan mengikutikeyakinan buta? Nah, nah, di sini yang perlu diluruskan! Ketika nabi,rasul atau utusan Tuhan itu masih hidup, maka benarlah pernyataan“mengikuti nabi”. Tetapi setelah nabi atau rasulnya tidak lagi di

tengah-tengah umatnya, maka pemeluk suatu agama sebenarnyamengikuti “katanya”. Agar tidak masuk dalam kategori “katanya”,maka kita dituntut untuk mempelajari ajaran yang dibawa nabi itusecara objektif rasional. Untuk menjadi pengikut seorang nabi, tidak cukup hanya yakin, tetapi harus menelaah, merenungkan, danmencoba memahami makna yang terkandung di dalam ayat-ayat kitabsucinya. Dan, ini baru tahap ilmu l-yaqin, suatu keyakinan berdasarkan pengetahuan.

Pengetahuan agama yang diperolehnya itu digunakan sebagailandasan beramal. Baik amalan itu untuk dirinya dan keluarganya,

maupun untuk orang lain. Tentu saja amalan itu harus bermanfaat kepada lingkungan hidupnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Amalan yang demikianlah yang disebut “amal saleh”.Kebiasaan beramal saleh ini akan membawa manusia kepada tahap‘ainu l-yaqin. Ditopang dengan sikap sabar dan zuhud, insya Allah kitabisa memasuki dunia yang terang, bukan dunia yang gelap lagi. Dunia yang dimasuki ini tidak misteri lagi, sudah terbuka selubungnya.Keyakinan pada tahap ini adalah haqqu l-yaqin.

Page 133: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 133/167

Ketika seseorang sudah mencapai keyakinan yang haq, makaruntuhlah tembok penyekat diri dan Tuhannya. Iri dan dengki telahterkelupas dari hatinya. Baku hantam karena berebut kebenaran tidak ada lagi. Bukan karena dibuat-buat, tetapi memang sudah kasyaf.

Hakikat objek-objek di sekeliling kita telah tersingkap! Pohon cinta,atau sajaratul mahabbah, tumbuh dengan suburnya. Dari pohon cintainilah lahir “ridha”! Orang rela untuk memenuhi permintaan SangKekasih, karena dia yakin dengan haq bahwa Kekasihnya itu tidak membawa ke alam derita atau alam neraka.

Sebaliknya, jika kita masih berebut kebenaran, berebut “agamaku”  yang benar dan bukan “agamamu” yang benar, berarti kita masih ditahap keyakinan buta. Wujud dari keyakinan buta adalah menganggap praktik keagamaannya yang paling benar. Orang semacam ini, palingtinggi masih berada di tahap keyakinan berdasarkan ilmu atau

katanya. Pada tahap ini agama tidak dijadikan pegangan hidup, tetapihanya sebagai identitas. Pada tahap ini orang menjalankan salat, puasa, zakat dan haji hanya untuk membangun identitas diri. Yangdalam bahasa sehari-hari disebut menjalankan kewajiban agama.Dengan telah memenuhi kewajibannya itu, biasanya dia yakin akanmasuk surga. Karena dia telah merasa menjadi kekasih Tuhan! Danterus terang, di milis-milis agama sekarang ini, kita masih berkutat  pada klaim-klaim kebenaran agama. Kita tak mempedulikan lagiapakah praktik keagamaan kita ini sudah bisa mengantarkan ketingkat haqqu l-yaqin atau belum.

Marilah kita menelaah dua butir ayat di bawah ini, agar kita tidak mudah saling klaim terhadap kebenaran agama.

2:94 Katakanlah [Muhammad], “Jika tempat tinggal di akhirat, di sisi Allah itu, khusus buat kalian dan bukan buat orang lain, maka carilahkematian bila kalian orang yang benar.” 

62:6 Katakanlah: “Hai orang-orang Yahudi, jika kamu mengira bahwakamu kekasih Allah, dan bukan orang lain, maka carilah kematian bilakamu adalah orang-orang yang benar.” 

Kedua ayat tersebut ditujukan kepada orang-orang Yahudi yangtinggal di Jazirah Arab, di Madinah khususnya. Dan, ini tidak berartihanya buat orang Yahudi. Ayat ini hakikatnya ditujukan kepadaseluruh manusia yang bersikap seperti Yahudi tersebut. Nabidiperintah Tuhan untuk menyampaikan bantahan kepada mereka.Pada waktu itu, orang-orang Yahudi mengklaim bahwa merekalahmanusia-manusia yang benar, yang menjadi kekasih Allah. Sehinggamereka mengklaim sebagai manusia yang paling layak menghuni

Page 134: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 134/167

surga. Bagaimana dengan orang lain? Mereka menganggap orang lainitu berada di jalan yang salah, dan bukan kekasih Tuhan.

Bantahan apa yang perlu disampaikan oleh Nabi Muhammad?Bantahannya: jika memang hidupnya benar di dunia ini, ya cari saja

kematian. Buat apa hidup di dunia yang penuh derita ini jika sudah pasti masuk surga di akhirat nanti. Kan lebih baik buru-buru ke sana,buat apa menunggu ajal menjemput? Tapi nyatanya mereka tidak berani mati segera. Mengapa tidak berani mati? Ya, karena kebenaran yang diakui itu hanya sebatas “katanya”. Coba kalau kita tahu bahwakalau kita mati pasti masuk surga, wah kita mungkin tak perlu nungguhari esok untuk mati. Coba kalau kita tahu dengan pasti ada juruselamat bagi kita yang menyelamatkan kita di balik kematian, tentukita lomba cepat-cepatan untuk dapat mati.

Makanya, dalam kehidupan beragama ini kita dididik dan dilatih untuk 

dapat meningkatkan kemampuan spiritual kita. Untuk apa? Agar kitabisa lolos dari kegelapan di dunia yang akan datang. Ibadah tidak lagidilakukan untuk membangun identitas. Justru ibadah dilakukan untuk berlatih, riyadhah, untuk meningkatkan kecerdasan kita [IQ, EQ danSQ]. Untuk apa kecerdasan perlu ditingkatkan? Ya, untuk memecahkan persoalan hidup, baik hidup di dunia sekarang ini maupun dalamkehidupan nanti! Kita tidak boleh spekulasi. Ingat, spekulasi itu‘gambling’, judi, jauh dari kebenaran. Tanpa berbekal kecerdasan kitatak akan mampu menjawab teka-teki kehidupan ini.

Dalam kehidupan tasawuf, kita tidak dididik untuk menghafal teori

“wajib, sunat, haram, makruh dan mubah”. Salat dilakukan bukanuntuk membebaskan dari kewajiban dan juga bukan untuk membebaskan diri dari dosa. Salat dilakukan seperti yang dinyata-kandalam Surat Thaha/20:14, “Dirikanlah salat untuk berzikir kepada-Ku”. Jadi, jelas sekali bahwa salat itu merupakan pelatihan diri untuk berzikir kepada Tuhan. Kembali pada pelajaran sebelumnya, berzikir itu untuk meningkatkan?baik kualitas maupun kuantitas?energi kita.Dan, salah satu bentuk energi adalah kecerdasan. Juga ditegaskandalam Surat Al-Ankabut/29:45, “...dan dirikanlah salat, sesungguhnyasalat itu mencegah perbuatan keji dan munkar. Sungguh berzikir kepada Allah itu paling besar nilainya. Dan Allah mengetahui apa saja

 yang kamu lakukan.” Jadi, jelaslah bahwa sasaran salat: pertama,untuk berzikir kepada Tuhan; kedua, untuk mencegah perbuatan kejidan munkar. Artinya apa? Salat kita efektif bila ada buahnya!

Karena itu, dalam hidup bertasawuf, bukan pencerahan yang kitaharapkan, tetapi kemampuan kita untuk “bertindak yangmencerahkan”. Ya, tindakan yang membuat kita cerah dalam hidupini, dan juga orang lain menjadi cerah karena perbuatan dan tindakan

Page 135: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 135/167

kita. Kalau tak ada lagi kekejian dan kemungkaran yang kita lakukan,tentu saja sisi positifnya yang akan muncul, yaitu amal saleh dansyukur.

Di atas telah disebutkan bahwa kecerdasan diperlukan dalam hidup

sekarang ini dan nanti, dunia dan akhirat. Dengan kecerdasannyamanusia mampu mempelajari dan memahami realita alam raya ini.Dengan kecerdasannya manusia dapat memahami cara-cara dunia inibekerja, mekanisme alam ini bekerja. Jika kita tidak dapat memahamidi alam sekarang ini, maka jangan berharap bisa memahami carakerjanya alam di hari nanti. Marilah kita simak ayat-ayat berikut ini.

17:72 Wa man kana fi hadzihi a‘ma fa huwa fi l-akhirati a‘ma waadhallu sabila.

[Barangsiapa buta batinnya di dunia ini, niscaya di akhirat lebih buta

lagi, dan bahkan jalan yang ditempuhnya lebih sesat]

30:07 Mereka itu hanya mengetahui yang lahir dari kehidupan duniaini, tetapi mereka lalai tentang kehidupan akhirat.

Manusia terdiri dari unsur lahiri dan batini. Pancaindra adalahkomponen lahiri bagi manusia untuk menangkap kesan-kesan objek disekitarnya. Tetapi, apa yang dapat ditangkap oleh pancaindra tak akanmempunyai arti apa-apa bila tidak dipahami oleh komponen batini[hati, pikiran, dan lubuk hati] manusia. Bagi anak kecil yang umurnyadi bawah dua tahun, tak akan mengerti bahayanya menyeberangi

 jalan raya, meskipun dia tahu di jalan banyak mobil lalu-lalang. Orang yang tidak memahami akibat berbuat keji dan munkar, seperti berbuat  zalim, menyakiti orang lain, membuat orang lain hidup menderita,akan seenaknya bertindak dalam kehidupan ini.

 Jika sekarang orang itu sudah buta batinnya, maka di alam akhirat akan lebih buta lagi. Jika sekarang sudah bertindak bodoh dalamkehidupan ini, maka di akhirat akan lebih bodoh lagi jadinya. Ia tidak tahu lagi jalan mana yang harus ditempuh. Salat, haji, puasa dan zakat tak ada artinya bila kekejian dan kemunkaran menjadi kebiasaannya.Dunia dan akhirat adalah garis kontinum. Dunia dan akhirat bukan dua

hal yang terpisah. Tak ada dikotomi, yang ini buat kehidupan di duniadan yang ini buat yang di akhirat. Dikotomi ini yang membuat oranghidup dengan kepribadian terbelah. Di satu sisi rajin ke rumah ibadah,tetapi di sisi lain turut berkiprah dalam kemunkaran. Lalu ditimbangsendiri bahwa ibadahnya lebih banyak daripada kemunkarannya. Ininamanya spekulasi! Bukan tahu, tapi cuma prasangka.

Page 136: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 136/167

Coba kita perhatikan kehidupan umat Islam di dunia sekarang ini.Kemiskinan merajalela di mana-mana, tetapi orang pergi haji semakintahun menyebabkan Padang Arafah semakin tak mampu menampung. Jurang antara si kaya dan si miskin di dunia Islam semakin lebar.Kebekuan atau kejumudan dalam berpikir melanda umat Islam.

 Anarkisme banyak terjadi di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Negara-negara Islam hanya menjadiobjek konsumerisme negara-negara maju. Mengapa hal ini terjadi?Karena umat Islam lalai tentang kehidupan akhiratnya! Umat Islamlalai terhadap masa depannya. Umat Islam hanya terpaku padakehidupan formal lahiriah. Syariat agama hanya dipahami secaramentah.

Umat telah kehilangan pijakan. Kehidupan akhirat dipisahkan darikehidupan dunia. Kehidupan batiniah dipisahkan dari kehidupanlahiriah. Seakan-akan dunia dan akhirat merupakan dua jalan yang

berbeda. Dunia fisik dan dunia spiritual dipandang terpisah. Masing-masing didekati dengan cara yang berbeda. Akhirnya lahirlah sosok-sosok dengan kepribadian yang terbelah. Dan, runtuhnya peradabanIslam disebabkan oleh dikotomi-dikotomi. Seolah-olah ada ilmu akhirat  yang sifatnya ‘fardhu ain’, dan ada ilmu dunia yang sifatnya ‘fardhukifayah’. Sehingga jika ada orang yang belajar ilmu listrik atau pertanian dipandang remeh bila dibandingkan belajar Al Quran danHadis. Sungguh berbahaya cara pandang demikian!

 Jika kita masih terjebak dikotomi dunia dan akhirat, maka janganharap kita bisa meraih maqam ridha. Bukankah kita ini adalah khalifah

di bumi? Bagaimana mungkin kita cuma menghargai ilmu-ilmu untuk hidup di bumi ini sebagai kewajiban kifayah, atau kewajiban yang bisaditinggalkan bila sudah ada seseorang yang mengerjakannya? Lhabagaimana kalau orang yang mengerjakan itu bodoh? Apa tidak babak-belur kehidupan umat? Sedangkan ilmu-ilmu agama dihargaisebagai fardhu ain, yaitu yang harus dilakukan oleh setiap orang.Seolah-olah dengan belajar ilmu agama terus kita bisa masuk surga!Dan dengan gampangnya ilmu-ilmu kealaman dinyatakan bukan ilmuagama. Inilah dikotomi!

 Jika kita mau menyimak Surat At-Taubah/9:122, maka tahulah kita

bahwa orang-orang mukmin diseru untuk memperdalam pengetahuanagama. Tetapi ternyata yang dimaksud dengan pengetahuan agama pada masa itu berbeda dengan yang dipahami sekarang ini.Pengetahuan agama, ketika Al Quran masih diturunkan kepada Nabi,dimaksudkan untuk menjaga diri dalam kehidupan ini. Sekali lagi,untuk menjaga diri! Menjaga diri di mana? Di bumi ini untuk memenuhi peranannya sebagai khalifah, wakil Tuhan di bumi ini.

Page 137: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 137/167

Manusia harus memperdalam ilmu sesuai dengan bakatnya. Kemudiandiintegrasi-kan dalam kehidupan agamanya. Sehingga kehidupanmasyarakat terjaga! Inilah pesan ayat tersebut. Karena itu ketika perang berkecamuk hebat, setiap golongan masyarakat [firqah]diperintah untuk mengirimkan serombongan warganya guna menuntut 

ilmu agama. Ilmu yang bisa difungsikan untuk menjaga kehidupanmasyarakat.Memang jenis ilmu pada waktu itu sangat terbatas, cuma berupaketrampilan menunggang kuda, memanah, berenang, dan menyulam[bagi perempuan]. Sedangkan ilmu humaniora baru berupa pemahaman hukum-hukum agama untuk kehidupan bersama. Nah, AlQuran sebenarnya adalah pelita. Ia pelita bagi orang yang mencariilmu.

Sejak awal pelajaran tasawuf ini telah saya jelaskan bahwa Al Quranadalah peta bagi perjalanan hidup. Ia merupakan lampu dalam

 perjalanan hidup. Peta atau lampu tak ada gunanya jika kita tidak membacanya dengan seksama. Meskipun petanya jelas, lampunyaterang, tetap tidak ada gunanya jika kita sendiri tidak mau menempuh per-jalanan. Lihatlah kembali dalil “inna li l-lahi wa inna ilaihi raji-‘un”,sesungguhnya kita ini berasal dari [atau, kepunyaan] Allah, dansesungguhnya kita ini kembali kepada-Nya. Lha, kalau kita tidak mauambil pusing dengan khitah kita dulu, kita tidak mau melakukan perjalanan, ya apa kita bisa sampai yang dituju?

Lalu, apa hubungannya kita mencari ilmu dengan ridha? Ilmu adalahcahaya bagi kita untuk berbuat atau bertindak. Ilmu adalah petunjuk 

 pelaksanaan [juklak] bagi kita untuk bekerja yang benar dalam hidupini. Supaya kita tidak bekerja secara ngawur atau sembarangan. Jikakita ngawur dalam menjalankan pekerjaan, tidak akan membuahkanhasil [seperti yang diharapkan]. Atau, kalau toh ada hasilnya, amat  jauh dari memadai. Karena itu kita mencari ilmu! Dan, itu harusterintegrasikan dalam kehidupan beragama seperti yang dipesankan pada ayat 9:122.

Dengan demikian, ilmu merupakan cahaya bagi kita dalam menjalanikehidupan bertasawuf yang benar. Dengan ilmu itu kita dapat bersabar, berzuhud yang didalamnya terkandung iman, hijrah dan

 jihad. Bila yang kita lakukan itu benar maka kita akan sampai pada puncak keyakinan yaitu haqqu l-yaqin. Tak ada lagi keraguan! Tidak syak lagi terhadap permintaan Sang Kekasih. Kita rela, ridha. Padasaat kita ridha itu cahaya kesadaran memancar di dalam diri kita. Ya,kita menjadi sadar bahwa kita sebenarnya berdiri dan bergerak dihadapan Ilahi.

Page 138: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 138/167

Untuk itu, marilah kita simak ayat penutup pelajaran hari ini. YaituSurat Fathir, ayat 27 ? 28. Ayat ini biasanya dipenggal ujungnya,sehingga berbunyi “yang paling takut di antara hamba-Nya adalahulama”. Kenyataannya sangat banyak ulama yang tidak takut, aliastidak menyadari Tuhannya. Bagaimana bisa disebut takut, bila mereka

tetap berkolaborasi dengan kekuasaan demi kesejahteraan hidupmereka sendiri?

35:27 Apakah engkau tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu dengan air itu Kamitumbuhkan buah-buahan yang beraneka macam warnanya. Dan, diantara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yangberaneka warna. Dan, ada yang sangat hitam.

35:28 Demikian pula yang terjadi pada manusia, hewan melata, danbinatang ternak, beraneka macam warna dan bentuknya.

Sesungguhnya yang betul-betul sadar [takut] terhadap Allah di antarahamba-Nya adalah para orang yang berilmu. Sesungguhnya AllahMaha Perkasa dan Maha Melindungi.

Perhatikan ayat-ayat tersebut dengan seksama. Manusia dituntut untuk memahami tanda-tanda dan gejala-gejala di alam. Untuk apa? Agar kita mengetahui dengan pasti bagaimana alam itu bekerja.Sehingga kita tidak ngawur dalam bertindak. Sehingga kecintaan kita pada Sang Kekasih berbuah ridha. Nah, ujung ayat itu memberi tahubagi pencari ilmu, pencari kebenaran, bahwa sesungguhnyamerekalah orang-orang yang sadar terhadap keberadaan Allah. Yang

sadar terhadap Allah itu bukan para “ulama” yang kita kenal sekarangini. Yang dimaksud ayat ini bukan “ulama” sebagai jabatan, tetapiorang-orang yang dikaruniai ilmu oleh Tuhan.

Bagian ke-20,[lanj. Ridha]

Sampai pada pelajaran ke-20 ini kita perlu ambil jeda dulu. Kita perlumenyadari bahwa setiap pelajaran yang telah diberikan tidak bolehdipisah-pisahkan. Pelajaran tasawuf seperti anak tangga, tangga yangbawah merupakan landasan bagi tangga yang lebih atas. Karena itu

 pelajaran pertama harus dibaca lagi dan dicermati, sehingga kitadapat mengamalkan tasawuf dengan arif.

Pada bagian ke-19 ditegaskan bahwa orang-orang beriman harusmencari ilmu, hingga diperoleh keyakinan yang benar, haqqu l-yaqin.Yang disebut ilmu, bukanlah sebatas apa yang kita pelajari dari kitab-kitab suci dan hadis. Ingat, kitab suci adalah pelita, bukan obyek yangkita amati. Ia cuma petunjuk! Yang dengan petunjuk itu kita dapat 

Page 139: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 139/167

melangkah untuk memahami semua obyek. Nah, selanjutnya yang kita pelajari itu adalah gejala-gejala, sifat-sifat dan ciri-ciri alam. Baik alamitu ada di luar maupun di dalam diri kita! Dengan cara demikian kitabisa berjalan di atas jalan yang benar.

 Jika kita sudah berjalan di atas jalan yang benar, maka kita akansampai pada tujuan yang benar. Tujuan yang benar, itulah Allah! Innali l-lahi wa inna ilaihi raji-‘un, “sesungguhnya kita ini berasal[kepunyaan] Allah dan sesungguhnya kita kembali kepada-Nya”. Jadi, jelas sekali bahwa cepat atau lambat kita pasti kembali kepada-Nya.Dan kembali kepada-Nya tidak berarti kembali kepada “sosok” disuatu tempat. Yang membutuhkan tempat itu bukan Allah. Ia cumamakhluk seperti kita, meskipun mungkin jauh lebih hebat daripadamanusia.

Dalam kalangan sufi, kalimat tauhid “la ilaha illa l-lah”, tiada tuhan

keculai Allah diuraikan menjadi 3 ungkapan kalimat thayyibah.

Pertama, “la maujuda illa l-lah”, eksistensi yang sebenarnya adalah Allah. Jadi, kenyataan yang sebenarnya adalah Allah. Lalu, kita,makhluk hidup lainnya dan benda-benda yang ada ini apa? Bukankahkita ini sebuah ‘kenyataan’? Semua wujud di alam ini adalahmanifestasi dari kenyataan dan bukan kenyataan itu sendiri. Segalasesuatu ini hanya ‘nyata’ sesaat, kemudian berubah menjadi‘kenyataan’ yang lain. Meskipun Anda mengenali wajah saya saat ini,tetapi sebenarnya wajah saya terus berubah. Hanya saja perubahansaya ini tak terdeteksi dalam waktu yang relatif pendek. Walaupun

 Anda tidak mampu mendeteksi perubahan wujud saya, tetapi 10 tahunkemudian Anda akan mengenali adanya gurat-gurat ketuaan di wajahsaya.

 Jadi, apa yang nyata saat ini sebenarnya sesaat lagi telah berubah,tidak lagi persis sama dengan sesaat yang lalu. Karena itu, tiada yangmaujud, tiada yang betul-betul eksis di alam ini, kecuali Tuhan. OrangBuddha menggambarkan alam ini seperti pikiran. Ia selalu datang dan pergi! Ia tak kekal. Artinya, tak punya wujud yang kekal. Nah,menapaki jalan tasawuf sebenarnya melangkah ke depan untuk menemukan yang Maha Kekal, yang benar-benar Maujud.

Kedua, “la ma’buda illa l-lah”, tak ada yang patut diibadahi [diabdi]kecuali Allah. Jadi, hidup yang sebenarnya itu cuma untuk mengabdikepada Tuhan. Karena itu, di Al Fatihah dinyatakan dengan tegas‘hanya kepada Engkau kami mengabdi’. Dan, ayat ini dirangkaidengan ‘dan hanya kepada Engkau kami meminta pertolongan’. Lho,kenyataannya kita ini saling menolong, jadi tidak benar dong jikahanya kepada Tuhan kita minta pertolongan?

Page 140: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 140/167

Petunjuk yang kita peroleh dari Al Fatihah adalah “kami” dan bukan“aku”. Jadi, pengabdian kepada Allah itu ada dalam bentuk komunitas,dan bukan sendirian. Islam mengajarkan bahwa pengabdian itubersifat ‘jamaah’ bukan perorangan. Lalu, apa yang dimaksud dengan

 pengabdian kepada Allah? Ingat, makna mengabdi adalah melayani.Mengabdi kepada Allah berarti melayani Allah. Jangan diartikan secaraharfiah! Karena hakikatnya Allah tidak membutuhkan apa-apa[termasuk pelayanan] dari hamba-hamba-Nya. Yang memerlukan pelayanan, ya kita-kita ini! Nah, agar kita bisa saling melayani, makakita harus mengerti aturan dan mekanisme yang telah dibangun oleh Allah. Aturan dan mekanisme itu telah ditetapkan-Nya di alam raya ini.Bukan aturan yang dihasilkan oleh hawa nafsu atau kepentinganseseorang/sekelompok orang! Untuk itu marilah kita baca ayat-ayat dibawah ini.

28:88 Dan jangan memohon [menyeru] ilah-ilah selain Allah. Tak adailah selain Dia. Segala sesuatu bersifat binasa [fana] kecuali Wajah-Nya. Hukum itu kepunyaan-Nya, dan kepada-Nya kamu semuadikembalikan.

55:26 Dan segala sesuatu yang ada di bumi bersifat fana.

27 Dan Yang Kekal adalah Wajah Tuhan engkau. Tuhan yang memilikikeperkasaan dan kemuliaan.

29 Semua yang ada di langit dan di bumi memerlukan-Nya. Setiap saat 

Dia ada dalam urusan [kesibukan].

28:83 Itulah negeri akhirat! Kami menyediakan negeri akhirat itu bagiorang-orang yang tidak berkehendak untuk menyombongkan diri[arogan], dan tidak pula menghendaki kerusakan di bumi. Dan akibat  yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa.

10:101 Katakanlah: “Perhatikanlah apa-apa yang ada di langit dan dibumi. Dan ayat-ayat serta peringatan itu tidak berguna bagi orang-orang yang tidak beriman.” 

Perhatikan ayat-ayat tersebut dengan seksama! Pada 28:88diinformasikan bahwa hukum [law] itu kepunyaan-Nya. Dia yangmenciptakan dan Dia pula yang menetapkan aturan dan kadarnya.Dan ternyata segala sesuatu itu bersifat fana, tidak tetap [kekal],tetapi terus berubah dan akhirnya lenyap. Semua sel yangmembangun tubuh kita pada waktu bayi, sudah lenyap. Tak satu punsel kita pada waktu bayi yang masih hidup sekarang ini. Apa yangkekal di alam ini? Wajah-Nya! Mengapa tidak dinyatakan saja “yang

Page 141: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 141/167

kekal Diri-Nya”? Karena Wujud Allah itu Maha Abstrak! Tak ada yangserupa dengan-Nya. Dia tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

Semua yang tampak eksis ini sebenarnya manifestasi-Nya. Apa yangeksis ini adalah wujud dari Cipta-Nya, atau Amar (Kehendak)-Nya [QS

7:54]. Hanya Tuhan yang mempunyai kemampuan untuk menciptadan beramar. Semua wujud yang dicipta melalui suatu proseskejadian. Sedangkan semua eksistensi yang mewujud karena amar-Nya, tanpa melalui proses. Malaikat dan ruh adalah contoh amar-Nya.Namun, toh, semua itu fana. Semua ada hanya untuk menunjukkan“keberadaan-Nya”. Karena itu yang kekal adalah Wajah-Nya! Karenaitu Eksistensi sejati hanyalah Dia. Dan pelayanan di antara sesamamakhluk seharusnya hanya karena Dia.

Setiap saat Dia sibuk melayani hamba-hamba-Nya. Jantung kitabekerja karena pelayanan-Nya. Kita merasa mempunyai jantung itu,

tetapi kita tak pernah merasa merawatnya. Paru-paru kita bekerja diluar kontrol kita. Malah Dia yang bekerja untuk kita ini. Karena itu, kitaharus berusaha menjadi hamba yang “ridha”. Dengan kata lain, kitaharus ridha menjadi hamba, atau abdi-Nya! Ungkapan tasawuf initentu saja jangan dipertentangkan dengan lagu “padamu negeri kamimengabdi”. Karena kata-kata dalam lagu itu sifatnya emosional,membangkitkan emosi penyanyinya, bukan hakiki. Jadi, kita harusdewasa dalam menimbangnya. Jangan karena “hanya kepada Tuhankita mengabdi”, lantas kita memandang syirik lagu tersebut.

Nah, ternyata untuk mencapai keridhaan-Nya kita tidak boleh

bertingkah laku arogan, dan tidak boleh pula membuat kerusakan dibumi ini. Kita harus perhatikan dengan seksama gejala-gejala dan peringatan yang ada di langit dan di bumi. Untuk apa? Untuk memahami rahasia dan hukum-hukum-Nya. Agar kita bisa berjalansesuai dengan hukum-Nya. Agar kita bisa kembali kepada-Nya!

Tetapi sekarang lihatlah lingkungan hidup kita. Bagaimana hutan kitabisa menjadi gundul. Sungai-sungai menjadi dangkal. Asap menebaldan merusak atmosfer. Di Timur Tengah perebutan tanah melibatkanemosi keagamaan. Kelaparan menyebabkan pertikaian antar suku.Semua ini menunjukkan bahwa sedikit sekali [dapat diabaikan] orang

 yang ridha menjadi hamba Tuhan. Seharusnya kalau kita tahu bahwakita ini sama-sama hamba Tuhan, sama-sama manusia maka kita tidak  perlu saling menguasai. Akibat saling menguasai adalah kerusakan.

Ketiga, “la maqshuda illa l-lah”, tujuan itu hanyalah Allah. Jadi, tujuan,aim at, intended, intensional bagi orang-orang mukmin adalah Allah.Yang lain-lain itu adalah jembatan menuju Allah. Orang berbuat bajik kepada orang lain, tolong-menolong dalam kebajikan, berkasih-sayang

Page 142: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 142/167

sesama manusia, memberikan perlindungan kepada mereka yanglemah, bertutur kata yang arif, dll, semuanya itu adalah jalan-jalanmenuju Allah. Karena tujuan akhir itu hanya kepada Allah maka kitadilarang menjadi ilah selain-Nya. Apa artinya ini? Ya, kita janganmenghakimi keimanan seseorang atau kita jangan memaksakan

kehendak dan pendapat kita.

Dalam tasawuf ada kalimat thayyibah yang senantiasa dilakukan olehorang-orang yang berzikir. Kalimat ini dibaca ketika memulai zikir.Bunyinya demikian: “Ya ilahi anta maqshudi wa ridhaka mathlubi”,Wahai Tuhanku, Engkaulah yang menjadi tujuanku, dan keridhaanEngkau yang aku cari.

Yang dicari adalah Allah. Tetapi Allah bukanlah obyek! Dia adalahsubyek yang meliputi segala sesuatu, omni present. Ya, Dia memanghadir di mana-mana. Tetapi kita tak menyadari kehadiran-Nya. Karena

itu kita harus melatih diri untuk mencari-Nya. Untuk apa? Bukankahberbuat baik [beramal saleh] sudah cukup? Mari kita tengok lagilandasan hidup ini. Apa itu? Paduan iman dan amal saleh [imas]!Dengan kata lain, iman dan amal saleh tak dapat dipisahkan. Iamerupakan satu paket. Perbuatan boleh jadi baik, tetapi motif yangmelandasinya buruk. Orang Jawa memberikan contoh tentang perbuatan bajik tapi motifnya buruk, yaitu “tulung menthung”.Kelihatannya dia menolong seseorang, tetapi tujuannya untuk menjatuhkan orang yang ditolongnya itu. Seperti orang yangmeminjami uang kepada seseorang, tetapi bunganya membuat orangitu semakin miskin.

Begitu pula iman yang tidak pernah diwujudkan dalam bentuk amalsaleh, bukan iman namanya. Itu cuma kepercayaan! Iman tidak samadengan kepercayaan. Kata “iman” memiliki unsur yang sama dengan“aman” dan “amin”. Yang diharapkan dari keimnan adalah rasa amandi dalam diri. Dan puncak dari keimanan adalah menemukan Allah!Buah dari haqqu l-yaqin adalah ma’rifatullah, mengenal Allah. Karenaitu, pernyataan sufi adalah “Engkau tujuanku, dan keridhaan[kerelaan]-Mu yang aku cari”. Jadi, tujuan hidup itu sejalan dengan“inna li l-lahi wa inna ilaihi raji-‘un”.

Pada bagian sebelumnya telah diterangkan bahwa kata ‘ridha’ yangbiasa juga diterjemahkan menjadi ‘rela’, juga mempunyai arti pasrahatau berserah-diri. Ridha menjadi hamba Tuhan, berarti rela untuk melayani-Nya. Yang juga berarti ‘berserah diri’ kepada-Nya. Andatentunya kenal dengan istilah “islam, iman, dan ihsan”. Secaramudahnya, ihsan adalah perbuatan yang lahir dari sikap merasa terus-menerus diawasi oleh Tuhan. Singkatnya, ihsan adalah perbuatan yang lahir dari kewaspadaan. Jika kita telah mampu melakukan

Page 143: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 143/167

‘waskat’ [pengawasan melekat], maka kita memilih hidup ridha. Dan jiwa orang yang bersikap ridha ini disebut juga ‘jiwa muthma-innah’.Nah, di sini kita bertemu dengan ayat QS 89:27-30.

89:27 Hai jiwa yang damai,

28 kembalilah kepada Tuhan dikau dengan ridha dan diridhai.29 Masuklah ke dalam hamba-hamba-Ku,30 Dan masuklah ke dalam taman-Ku.

Inilah panggilan terhadap jiwa yang sudah damai, tenang. Ini bukan panggilan sesudah kiamat nanti. Tetapi sekarang! Pencarian Tuhanbukan setelah kita mati. Tetapi sekarang ini, ketika hayat masihdikandung badan. Ingat, Al Quran adalah pelita bagi orang yang hidupdi dunia ini. Ia bukan petunjuk untuk hidup di akhirat nanti. Ia benar-benar petunjuk untuk manusia yang hidup di dunia ini, danimplikasinya di alam yang akan datang. Karena itu, jangan menunggu

di sapa atau dipanggil Tuhan nanti setelah mati. Kita harus temukanTuhan sekarang, di dunia ini. Anta maqshudi wa ridhaka mathlubi! Diawal pelajaran ini telah dijelaskan bahwa “dengan berzikir hatimenjadi damai”. Bilamana hati kita telah damai, maka panggilanTuhan itu akan terdengar semakin nyaring. Panggilan untuk kembalikepada-Nya dengan rela, dan akhirnya pun Tuhan merelai. Tuhan relaagar yang dipanggil itu masuk ke dalam komunitas hamba-hamba-Nya[jamaah pelayan-Nya]. Lalu, jiwa dituntun-Nya memasuki taman-Nya!Taman yang penuh kedamaian dan kekekalan.

Nabi Isa as datang ke bumi bukan untuk dilayani, tetapi dia datang

untuk melayani. Muhammad saw datang dengan memproklamirkandiri bahwa dia adalah hamba-Nya, ‘abduhu. Muhammadan ‘abduhu warasuluh, Muhammad hamba dan pesuruh-Nya. Baik Isa maupunMuhammad tidak segan untuk memproklamirkan dirinya sebagaihamba, abdi, atau pelayan! Sekarang ini malahan kita tidak maumenjadi abdi. Kita malahberebut menjadi majikan ‘agama’. Kita ingin agama kita paksakanuntuk diterima oleh orang lain. Jadi, kita bukan datang untuk melayaniorang sehingga orang pada tertarik kepada agama kita. Tetapi orangkita paksa untuk menerima syariat yang kita tawarkan. Kita lupabahwa “la ik-raha fi d-din”, tidak ada paksaan dalam agama [QS

2:256]. Agama memang bukan untuk dipaksakan. Agama adalahnasihat, petuah. Agama adalah jalan yang benar! Sesuatu yang benar itu jelas batasnya dengan yang salah. Karena itu agama tak perludipaksakan.

Sekarang ini banyak orang yang mencoba memaksakan agama. Ayat tersebut diberi footnote [catatan kaki]: tidak dipaksakan mengikutiagama, tetapi bila sudah menga-nutnya harus dipaksa

Page 144: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 144/167

melaksanakannya. Aha....., ini dia catatan yang melanggar maknakebebasan yang diberikan Tuhan. Padahal Nabi sendiri datang untuk menjadi abdi dan pesuruh-Nya. Sebagai abdi Nabi diperintah Tuhanuntuk memberikan teladan yang luhur. Sebagai pesuruh Nabidiperintah untuk menebarkan rahmat, kasih-sayang. Biarkan orang

meneladani beliau dengan sepenuh kesadarannya.

 Ayat 2:256 itu sebenarnya mengajak manusia untuk bersikap ridha. Agar kita bisa memahami secara utuh ayat tersebut, saya cuplikkanayat tersebut di bawah ini.

Tidak ada paksaan dalam agama. Sungguh telah jelas jalan yangbenar dari jalan kegelapan. Barangsiapa yang mengingkari ‘tagut’, danberiman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang teguh padatali yang kuat dan tak akan putus. Allah Maha Mendengar dan Maha

Mengetahui.

Mengapa agama tidak boleh dipaksakan? Agama adalah jalan! Jalan yang benar itu jelas bedanya dari yang salah, jalan kegelapan. Orang yang mengingkari tagut, hal-hal yang melampaui batas, dengan katalain orang yang beramal saleh, dan beriman kepada Tuhan, maka diasebenarnya telah berpegangan pada tali yang kuat, yang tak akan putus. ‘Tagut’ dari kata ‘thagha’, melampaui. Jadi, tagut adalah perbuatan atau tindakan yang melampaui batas. Juga biasaditerjemahkan ‘setan’. Jadi, kalau orang tidak memperturutkan hawanafsunya, tidak berlebihan, tidak melampaui batas-batas

kemanusiaan, tidak menyelewengkan amanat, tidak sewenang-wenang, tidak mau menang sendiri, tidak berbuat demikepentingannya sendiri/kelompoknya; maka orang itu telahmengingkari tagut. Tak perlu lagi agama dipaksakan kepada-Nya.

Lho, bagaimana kalau dia tidak menjalankan syariat? Bukankah diaharus dipaksa karena telah menerima Islam? Di sini kita harus hati-hati! Islam bukanlah sesuatu yang harus diterima atau tidak. Islamadalah jalan, penyerahan diri, submission. Ia diwujud-kan dengan caramengingkari tagut dan beriman kepada Tuhan. Atau dengan kata lain,Islam diwujudkan melalaui iman dan amal saleh. Syariat adalah bentuk 

riyadhah atau training untuk mewujudkan imas tadi. Karena iamerupakan program pelatihan, maka syariat tak pernah lepas dari pendapat ulama. Syariat yang dijalankan oleh warga LDII ya mengikuti pendapat tokoh-tokohnya. Yang NU ya mengikuti ulamanya. Muham-madiyah, Persis, Syi’ah dll juga begitu. Di dalam masyarakat Islam yang plural, pemaksaan syariat akan menimbulkan gaduh. Bahkanmungkin malah terjadi pertikaian. Masing-masing pihak akanmengklaim syariatnya yang benar! Kalau sudah demikian, syariat 

Page 145: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 145/167

bukan lagi sebagai program pelatihan untuk hidup beragama, tetapimenjadi berhala. Tuhan telah disingkirkan, dan diganti dengan paksaan manusia.

Sekali lagi, mari kita jadikan agama sebagai jalan, din, landasan untuk 

hidup kita. Agama bukan Tuhan, dan bukan pula suku ataukerangkeng kehidupan. Bila kita sudah mampu menempatkan agamasebagai jalan, maka ikatan emosional dengan agama akan hilang.Sehingga suatu peristiwa atau kejadian tidak dikaitkan dengan agama.Misalnya, kejadian yang menimpa WTC dan Pentagon, jangandikaitkan dengan Islam. Itu semua akibat perseteruan antar manusia,karena mereka yang ber-seteru itu belum ridha menjadi manusia,hamba Tuhan. Kata arif dari Jawa, ‘manungsa iku manunggaling rasa’,manusia itu bila dapat menyatukan rasa sama-sama sebagai manusia.Sama-sama ridha sebagai manusia!

Manusia harus banyak berzikir agar hatinya damai, pikirannya tenang.Dengan hati yang damai manusia akan ridha memenuhi panggilanTuhannya. Nah, sebagai tips hari ini mari kita tingkatkan mutu zikir kita.

1. Cari waktu yang sepi, misalnya bangun pagi sebelum masuk subuh.

2. Duduk di tempat yang nyaman, dan lakukan duduk yang relaks.

3. Lakukan istighfar [astaghfirullah] secukupnya, 3 atau 7 kali.

4. Baca tasbih, tahmid, dan takbir.

5. Pejamkan mata yang relaks.

6. Ucapkan ya ilahi anta maqshudi.....

7. Sekarang katupkan kedua bibir dengan ujung bawah lidahmenempel ke langit-langit.

8. Pusatkan perhatian pada kedua ujung lubang hidung sambil menarik napas, disertai ucapan dalam hati “la ilaha illa l-lah”, dan tahan

sejenak di dalam perut Anda.

9. Kemudian lepas pelan-pelan napas tersebut dibarengi ucapan tahlildalam hati, dan kita awasi napas tersebut sampai ujung lubanghidung.

Lakukan tarik dan hembus napas itu minimal 17 kali.

Page 146: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 146/167

Bagian ke-21[akhir ridha]

Pada awalnya, ridha berarti rela menerima “qadha”, ketentuan Tuhan.Kemudian ridha kita ini, kita tingkatkan menjadi rela sebagai “hamba,

abdi Tuhan”. Nah, puncak dari ridha adalah bangkitnya kesadaranbahwa dunia ini hanyalah “perhiasan”, “sandi wara”, dan “permainan”. Jadi, ada 3 hal yang perlu kita kupas dan ulas, yaitu dunia sebagai perhiasan, permainan, dan sandiwara.

Pertama, dunia sebagai perhiasan. Kita semua ini adalah perhiasan.Kepunyaan siapa? Ya, kepunyaan Tuhan! Lho, Tuhan koq perlu perhiasan? Katanya, Tuhan tidak memerlukan apa-apa. Dia MahaKaya. Betul, betul sekali... bahwa Tuhan tidak perlu apa-apa. Dia tidak  perlu perhiasan, karena Dia itu indah. Dia itu indah! Karena itu, Diamencintai keindahan.

Dia ciptakan perhiasan untuk memenuhi kecintaan-Nya terhadapkeindahan. Dan, perhiasan itu berupa dunia, bumi-langit dengansegala isinya. Tetapi, ternyata yang paling indah....adalah “perempuan yang saleh”! Nah lho, ada diskriminasi. Lha, kalau saya laki-laki kantidak bisa menjadi perhiasan yang terindah bagi Tuhan? Lha wong,cuma perempuan yang saleh yang menjadi perhiasan terindah. Apanggak diskriminasi namanya?

Dalam bahasa Arab, perempuan juga melambangkan kelembutan,atau bagian yang halus. Jiwa atau “nafs” juga merupakan kata benda

 perempuan. Bumi juga diberi status perempuan. Bulan yangcahayanya terasa teduh bila dipandang, disebut berwatak perempuan.Nah, perhiasan terindah adalah makhluk Tuhan yang bertabiat  perempuan! Kita tak akan sanggup menerima “qadha” bila tidak tumbuh kelembutan di dalam diri kita ini. Kita belum bisa menjadi“Islam”, berserah diri, bila kita belum mampu me-nundukkankepentingan-kepentingan pribadi kita. Ya, tapi kan langka, orang yangdapat mengesampingkan kepentingan dirinya. Justru pada kelangkaanitu letaknya sebuah nilai! Perhiasan dalam pengertian yangsesungguhnya, seperti emas, mutiara, permata, dan lain sebagainyaitu mahal karena kelangkaannya.

Dunia ini perhiasan! Kadangkala mempesona. Kadangkalamemperdaya. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Kalau kitamenyadari bahwa nilai perhiasan itu bersifat ekstrinsik, cuma nilai yang dilekatkan dari luar, maka kita tak akan teperdaya. Jika kitamelihat suatu perhiasan itu indah, sebenarnya karena kita inidipengaruhi oleh orang lain yang mengatakan itu indah. Penilaianterjadi karena pikiran kita dipengaruhi oleh pikiran orang lain sejak 

Page 147: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 147/167

kecil. Sehingga jika kita disuguhi makanan dengan tempurung kelapa[bathok], sedangkan yang lain dengan piring, maka kita merasaterhina dan tidak bisa makan. Tapi bagi orang yang minta-minta, diatetap bisa makan dengan tempurung atau selembar daun sekalipun.Bagi si peminta, kelaparan tak ada hubungannya dengan sebuah nilai.

 Jadi, ridha menerima Allah berarti menyadari sepenuhnya bahwa duniaini cuma sebuah perhiasan, bukan hakiki.

Mari kita perhatikan beberapa ayat yang berkaitan dengan nilai duniaini:

3:185 Setiap jiwa merasakan mati. Dan sesungguhnya imbalanuntukmu disempurnakan pada saat kebangkitan. Barangsiapa yangdijauhkan dari api, dan dimasukkan taman, maka menanglah dia.Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah perhiasan yangmemperdayakan.

Page 148: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 148/167

186 Sungguh kalian semuanya diberikan cobaan berupa harta dannafs kalian. Dan, kamu akan mendengar banyak caci-maki dari ahlikitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka ini adalah perkara yang perlu keteguhan hati.

57:20 Ketahuilah, sebenarnya kehidupan dunia itu permainan,sandiwara, perhiasan, saling menyombongkan diri di antara kamu, danberlomba banyak harta dan anak. Itu ibarat hujan yang menyebabkanlebatnya tanaman sehingga menyenangkan para petaninya. Lalu,tanaman itu layu dan tampak kuning, dan akhirnya sirna. Dan, diakhirat ada azab yang keras dan ada juga perlindungan dari Allah,serta keridhaan-Nya. Dan, tiadalah kehidupan dunia itu kecuali perhiasan yang memperda-yakan.

 Ayat yang pertama, 3:185, adalah kaidah umum. Apa itu? Setiap dirimerasakan mati. Jika makna mati diperluas, termasuk juga tidur, maka

siapa yang masih memakai raga jasmani dunia ini pasti mengalamikematian. Dan, suatu imbalan pasti dirasakan bila kesadaran kita inibangkit. Anak kecil [kurang dari 2 tahun] tidak terlalu mengerti maknasuatu imbalan. Kesadarannya belum bangkit. Lain dengan manusiadewasa yang sehat lahir dan batin, kesempurnaan imbalan dari Tuhanitu akan dirasakan. Jika hidup-nya penuh dengan keridhaan, maka jauhlah dia dari neraka. Dekatlah dia dari surga. Imbalan surga itudirasakan di dalam dirinya. Ia menang! Ia realistis menempuhnyahidupnya. Ia ridha, rela!

Untuk menopang dan mengukuhkan sikap ridha itu, Tuhan memberi

tahu bahwa kehidupan dunia itu hanyalah perhiasan, kesenangan, yang sifatnya memperdayakan mereka yang tertarik. Lho, apa tidak boleh orang bersenang-senang? Tentu saja boleh! Tetapi, jangansampai lengah, lalai. Jika kita berekreasi mencari kesenangan, makakita pun harus tahu batas. Kita harus “rela” meninggalkan tempat rekreasi itu bila waktunya habis. Kita kembali! Karena itu dunia ini pundikenal sebagai kesenangan sementara. Tidak kekal! Segala sesuatu yang terus berubah memang tidak kekal.

Konsekuensi hidup di dunia adalah senantiasa berhadapan denganberbagai cobaan hidup. Cobaan itu berupa harta benda dan nafs.

Harta benda adalah semua benda yang diberi nilai, diberi “aji”. Kitabelum berebut udara untuk bernapas, karena kita belum memberikannilai, harga pada udara. Tetapi jika udara sudah menjadi baranglangka, maka kita akan berlomba untuk mendapatkannya, danmengumpulkannya. Nah, apa yang disebut “cobaan berupa nafs”.Yang terkandung dalam cobaan nafs adalah rasa dan keinginan.Dalam menghadapi hidup ini manusia sering mengalami rasa takut,rasa cemas, rasa khawatir, rasa hampa, dan berbagai rasa yang

Page 149: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 149/167

sifatnya membuat hidup menderita. Sedangkan berbagai rasa senangmendorong manusia untuk memenuhi semua keinginannya. Seakan-akan hidup ini hanya untuk memenuhi keinginan. Padahal keinginan yang dituruti terus-menerus akan menghasilkan dilusi!

Dan, yang harus diingat, bila kita ingin hidup benar, maka datanglahcemoohan justru dari orang-orang yang telah membaca kitab. Itulahsebabnya mengapa di negara yang mayoritas penduduknya beragamabanyak sekali orang yang tidak berani menem-puh hidup benar. Tidak kuat menghadapi cobaan harta-benda dan nafs! Korupsi meraja lela,karena tidak tahan menghadapi cemoohan para pembaca kitab danorang-orang yang mengalami disorientasi dalam hidup ini. Agar tidak tergoda dan tahan menghadapi caci maki, maka diperlukan kesabarandan ketakwaan. Dan, hal ini perlu keteguhan!

Pada ayat ketiga, ditegaskan bahwa hidup ini pun merupakan kondisi

saling me-nyombongkan, lomba banyak harta dan banyak anak.Memang, setting ayat ini ketika manusia bangga bila banyak anak.Kalau sekarang justru orang merasa enggan untuk mempunyai banyak anak. Tetapi lomba banyak harta semakin meraja lela, khususnya diIndonesia. Karena yang dijadikan perlombaan itu tentang banyaknyaharta, maka jangan heran bila korupsi yang berkecamuk.

Berbangga, menyombongkan diri, dan berlomba banyaknya harta, itudiibaratkan “hujan”. Ketika hujan turun maka tumbuh suburlahtanaman milik petani itu. Tanaman yang tumbuh lebat inimenyenangkan petaninya. Petaninya merasa senang karena dalam

angan-angannya, tanaman itu pun akan berbuah lebat, akanmemberikan hasil besar. Tetapi, tak disangka-sangka datanglah hama yang menyerang tanaman itu. Tanaman yang tadinya segar bugar,meranalah seketika. Serangan hama yang hebat, hanya dalamsemalam sudah membuat tanaman layu dan mati.

“Lho, di tengah krisis ini kok orang-orang kaya tidak menjadi merana.Bahkan mereka tampak jaya saja. Malah yang melarat yang tambahmenderita!” Tentu..., mereka tidak seperti tanaman. Tetapi, dalamkeadaan krisis yang melanda negeri kita ini mereka tampak “layu”.Coba perhatikan wajah mereka di tv! Pandanglah wajahnya dengan

tenang, tanpa terbuai kekayaan mereka. Sorot matanya, cahaya yangterpancar dari wajahnya, itu lho yang redup, layu!

Dunia ini hanyalah kesenangan sementara. Kesadaran tentang hal iniharus kita tumbuhkan. Agar, jika kita menerima anugerah-Nya kitatidak lupa. Kita tidak terlalu berbangga. Kesenangan itu hanyalahgelombang pikiran. Ia datang, dan pergi! Karena itu janganterperangkap.

Page 150: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 150/167

Kedua, dunia sebagai permainan. Tahukah Anda bahwa permainan itudalam diri-nya sendiri tidak mempunyai tujuan. Sepak bola, misalnya.Permainannya sendiri tidak meminta pemainnya terdiri dari duakesatuan yang bertanding, dan masing-masing 11 orang. Tetapi ada

orang yang menciptakan aturan mainnya, dan diterima oleh mereka yang bertanding.

Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari permainan? Yang bisa kitaambil sebagai pelajaran adalah “aturan main”. Aturan main itu lahir dari kesepakatan, konvensi. Aturan itu berubah sesuai dengan perubahan pengetahuan manusia-manusianya yang terlibat dalam permainan itu. Aturan permainan sepak bola sekarang ini sudah pastisangat jauh berbeda dengan aturan ketika permainan ini barudiciptakan.

Manusia juga begitu. Aturan manusia zaman berburu berbeda denganmanusia peramu [pengumpul buah]. Ketika masyarakat manusiaberubah menjadi masyarakat pertanian, aturannya berubah. Tatkalamasyarakat manusia berubah menjadi masyarakat pedagang, adatransaksi hutang-piutang. Pedagang membuat aturan laba-rugi! Lalu,muncullah masyarakat industri. Dan sekarang kita berada di tengah-tengah masyarakat informasi. Semua ini akan mengubah aturan permainan dalam kehidupan ini.

Sistem pekerjaan, peribadatan, perkawinan, pergaulan, dan pembernegaraan, itu semua berubah sesuai dengan perkembangan

kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat agraris, peribadatanditujukan untuk memuja tuhan kesuburan, tuhan matahari, tuhansungai, tuhan halilintar dan sebagainya. Ketika masyarakat pedagangberkembang, maka sistem ketuhanan juga berubah menjadi tuhan yang menjamin rezeki, keuntungan, kekayaan dan lain sebagainya.Ketika pertanian dan perdagangan bertemu dan menjadi satu sistem,maka tumbuhlah agama “tauhid”.

Bagi masyarakat pertanian, munculnya masyarakat perdaganganmereka anggap sebagai datangnya malapetaka. Nasib petani biasadipelintir pedagang. Masyarakat pedagang dipelintir masyarakat 

industri. Dan masyarakat industri dikuasai oleh mereka yangmemegang supremasi informasi! Aturan main dalam agama tauhid yang muncul pada masyarakat petani+pedagang, harus ditafsirkankembali, dilakukan re-thinking. Kita bukan hanya rela menjadi abdi,tetapi bersedia meningkatkan diri untuk mengikuti aturan main didalam taman-Nya.

Page 151: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 151/167

Di mana lokasi taman Tuhan itu? Ada di dalam diri Anda yangterdalam. Ada di lubuk hati Anda yang mukmin. Di situlah Andamenjumpai taman, surga Tuhan itu seluas langit dan bumi. Bukankahbumi dan langit itu tak mampu menjangkau Tuhan? Tetapi, hatiseorang mukmin, hati seorang yang beriman, hati orang yang aman

 jiwanya, dapat menjangkaunya. Bumi dan langit, atau alam semestatidak mampu me-nampung Tuhan. Tetapi, hati seorang yang amandapat menjadi Singgasana-Nya!

Relakah kita mengikuti permainan di taman-Nya? Aha..., rupanya kitabelum siap. Kita belum rela meninggalkan aturan lama yang sudahtidak fit, tidak cocok lagi. Permainan baru telah digelindingkan Tuhan,misalnya bioteknologi, kultur jaringan, rekayasa genetika, dan kloning.Kita tidak rela mengikutinya bahkan kita mengutuknya. Kita lupabahwa semua itu tak akan terjadi tanpa kodrat dan iradat Tuhan. Kitacuma bisa menuduh bahwa itu ulah dari para orang kafir. Akhirnya,

kita sendiri yang “kufr bi n-ni‘mah”, kafir terhadap kenikmatan dariTuhan.

Nah, marilah kita sadar bahwa kehidupan dunia ini ternyata hanyalah permainan. Pemilik permainan itu Tuhan Yang Mahaesa. Karena itu,mari kita ikuti permainan ini dengan sebaik-baiknya. Jangan dilanggar! Jika demokrasi yang menjadi permainan kita, maka jangan cari-caridan curi-curi dalil agama untuk kepentingan golongan, ataukepentingan pribadi dengan stempel agama.

Di bawah ini ada ayat-ayat yang menyebutkan bahwa dunia ini

 permainan, dan juga sandiwara.

6: 32 Dan tiadalah kehidupan dunia ini kecuali permainan dan sandiwara. Sungguh negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yangbertakwa. Apakah kamu tidak menggunakan akalmu untuk memahami?

29: 64 Dan tiadalah kehidupan dunia ini kecuali sandiwara dan permainan. Dan sungguh negeri akhirat itulah kehidupan yangsebenarnya kalau mereka menggunakan akal untuk memahami.

Ketiga, disamping sebagai permainan, kehidupan dunia ini ibarat sandiwara. “Lho, kok demikian? Lha, kalau cuma sandiwara, buat apakita hadapi dengan serius?” Jangan gusar dulu. Tuhanmemberitahukan yang sebenarnya. Kalau seseorang menjadi presidensekarang ini, itu hanyalah peran. Yang sesungguhnya, dia ini cumaseorang hamba. Tapi, peran kepresidenannya itu harus disyukuri.Peran itu harus dijalani dengan sebaik-baiknya. Sehingga timbulapresiasi terhadap perannya.

Page 152: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 152/167

Bagaimana orang berperilaku jahat? Itu juga peran! Konsekuensi orang yang berperan kejahatan adalah menerima hukuman. Lihatlahsandiwara di atas panggung. Agar penonton tidak kecewa, yang salah, yang berbuat jahat, menerima hukuman atau dibuat kalah. Lho, kok 

mau menjadi pemeran kejahatan? Di sini memang ada “blue print” bagi orang yang terlahir di bumi. Pernahkah Anda mendengar bahwaracun itu harus ditangkal dengan racun? Begitulah, sebenarnya “blue print” kejahatan pada diri seseorang itu untuk menangkal kejahatan.Namun, tidak semua orang bisa menjalankan peran yang diterimanya. Akhirnya ia bukan menjadi penangkal kejahatan, tetapi betul-betulmenjadi pelaku kejahatan.

Peran positif mudah dipahami. Sedangkan peran negatif sulit sekalidipahami dengan cara berpikir normatif. Untuk memahami kejahatansebagai peran, tidak cukup dikaji secara teoritis. Ia harus dikaji secara

filosofis, bahkan dipahami dengan spiritual yang tinggi seperti yangdigambarkan oleh Khidir di depan Musa. Pada tingkatan objektif rasionalnya Musa, Khidir telah bertindak salah karena telah membunuhseorang anak yang tidak bersalah. Secara lahiriah Khidir telahbertindak salah. Ia pembunuh. Tapi pada level yang lebih tinggi, Khidir telah menolak kejahatan yang akan datang. Tidak perlu bingung danmenjadi beban pikiran. Yang penting kita sekarang ini ambil peran yang positif, dan kita pentaskan yang sebaik-baiknya.

 Anda tak perlu memaksa pikiran Anda untuk mengerti hal-hal yangbelum bisa Anda jangkau. Yang wajar-wajar saja! Laluilah semampu

 Anda. Jangan berandai-andai melampaui kemampuan Anda. Nantimalah terjatuh. Yang perlu kita sadari sekarang ini adalah kita inisedang bermain sandiwara. Dan kita terpanggil untuk ambil peran yang positif. Maka kepositifan peran kita itu kita tingkatkan. Hinggatimbul apresiasi. Bukan apresiasi dari pemain sandiwara lainnya, tetapiapresiasi dari sang keberadaan. Dalam bahasa spiritualnya, kitamendapat apresiasi dari Tuhan, Sang Sutradara Agung!

 Jika kita bukan penjahat, maka jangan coba-coba berperan sebagai penjahat. Dan bila kita merasa peran kita sebagai penjahat, maka peran itu kita optimalkan untuk bisa menolak kejahatan yang lebih

besar. Kalau kita ambil contoh secara nalar, memata-matai orang itusebuah kejahatan. Tetapi bila peran itu kita optimalkan sebagai intelnegara, demi keselamatan orang banyak [seluruh negara], maka pujian yang datang dan bukan sumpah serapah. Mencuri adalah perbuatan jahat. Tetapi banyak pemerintah, dan kelompok agamamencuri rahasia negara atau golongan lain. Dan, masih banyak contohlainnya yang Anda sendiri bisa mencarinya.

Page 153: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 153/167

 Jika dunia merupakan permainan dan sandiwara. Maka akhirat adalahkehidupan yang sebenar-benarnya. Hanya saja orang telahmengecilkan dan menyempitkan makna akhirat. Jika dunia yangsangat terbatas ini punya fungsi perhiasan [kesenangan], sandi- waradan permainan; maka akhirat juga harus kita pahami yang seluas-

luasnya. Yang melampaui pemahaman kita tentang dunia. Selama iniakhirat hanya diartikan sebagai alam yang akan datang, yang adanyasetelah dunia ini musnah! Ini sebenarnya hanya salah satu makna bagiakhirat. Padahal dunia dan akhirat itu satu adanya. Perhatikan kembali“surga” yang seluas langit dan bumi [QS 3: 133, 57:21]. Perhatikankeberadaan surga dan neraka selama ada semua langit dan bumi [QS11:107, 108].

 Akhirat juga sisi lain dari alam semesta. Bila dunia kita lihat sebagaikenyatan lahiriah, maka sisi yang tersembunyi, yang batiniah itu jugamerupakan akhirat. Bila dunia itu adalah “kenyataan yang sekarang” 

maka akhirat adalah keberadaan yang akan datang. Bila duniamewakili pengalaman hidup di bumi ini maka akhirat adalah sebuahkehidupan di tempat lain.

Dengan memahaminya dalam pengertian yang luas, maka kita akanbisa mengerti arti bahwa dunia itu hanyalah perhiasan, permainan,dan sandiwara. Dunia sebagai perhiasan karena nilainya bukanlah nilaiintrinsik. Bukan nilai asli yang terkandung di dalamnya. Emas itumenyenangkan kita karena ada nilai yang diatributkan kepadanya.Tetapi, bagi salah satu suku di Irian Jaya [Papua], yang bernilai itubukan emas, intan dan berlian melainkan tulang dan gigi babi. Bagi

kanak-kanak, mainan lebih berharga daripada satu ton emas!

Sebagai permainan, kehidupan dunia terus berubah. Aturannya punterus berubah sesuai dengan perubahan dunia itu sendiri. Dulu denganalasan pasutri tidak punya anak maka suami harus diizinkan kawinlagi. Tetapi, sekarang ada bayi tabung, ada kloning. Sehingga alasanitu menjadi usang nantinya jika bayi tabung dan kloning sudah murahharganya. Sehingga terjangkau oleh mereka yang biasa-biasa sajakekayaannya. Nah, rela tidak, ridha tidak, kita menyambut perubahanaturan main itu?

Kehidupan juga sandiwara. Sehingga kita ini adalah pemain didalamnya. Tentu harus kita optimalkan pentas kita di panggungsandiwara ini. Pentas kita harus mampu melahirkan prestasi danapresiasi. Bukan apreasi dari sesama pemain sandiwara. Tetapiapreasiasi dari Sang Sutradara. Sepi ing pamrih rame ing gawe, sunyidari pamrih terhadap sesama, tetapi menonjol dalam karya. Sudahkahkita ridha?

Page 154: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 154/167

Bagian Ke-22[Tawakal]

Pada akhir pelajaran tentang ridha, disebutkan bahwa dunia ini adalah perhiasan, permainan, dan sandiwara. Pada tahap ini pelaku sufi

sebenarnya sudah tumbuh suatu penghayatan. Dan, bukan masihberada pada tahap awal, yaitu pada tataran objektif dan normatif. Jikakita masih pada tingkat normatif, maka kita akan terjebak pada paham jabariah. Suatu paham yang mendefinisikan bahwa hidup ini “jabbar”,terpaksa. Dalam paham ini manusia tidak mempunyai kuasa apa-apa,ia hanya berbuat sebagaimana yang ditetapkan di “lauhu l mahfuzh”,kitab induk semesta.

Pemahaman dan penghayatan di maqam ridha, sudah melampauidualisme. Hidup itu bukan jabariah dan bukan pula ‘qadariyah’ [paham yang meyakini bahwa Tuhan tidak menentukan apa-apa, dan manusia

berkehendak dan bertindak bebas]. Ridha adalah sikap yang seimbangantara keyakinan predestinasi [jabbar, takdir] dan kehendak bebas,free will. Praktik birokrasi dan sentralisasi di negara-negaraberkembang dise-babkan oleh masih suburnya keyakinan jabariyah,meskipun mereka tidak mengerti ‘apa itu jabariyah’.

Pemahaman adanya ‘blue print’, cetak biru pada diri manusiasebenarnya hanya untuk mengingatkan kembali bahwa manusia telahberjanji untuk memenuhi ‘qadha’nya. Bukankah kita ini telahmelakukan kontrak dengan Tuhan, seperti yang dinyatakan dalam QS7:172? Dan, mengoptimalkan penggunaan cetak biru secara positif 

adalah untuk menunjukkan hadirnya kehendak bebas yang diberikan pada manusia.

Pemahaman yang benar tentang kodrat dan iradat, ketetapan dankehendak, akan mengantarkan manusia hidup seimbang di dunia ini.Bukan materialis dan bukan pula immaterialis. Menjadi manusia yangharmonis di tengah taman-Nya. Itulah sebabnya, saya selalu mewanti-wanti, mengingatkan bahwa setiap tahap dalam pelajaran tasawuf inimerupakan lanjutan dari pemahaman tasawuf sebelumnya. Jadi, pemahaman yang ada dalam setiap pelajaran tidak berdiri sendiri-sendiri.

Semula manusia tasawuf diangkat dari kehidupan subjektifnya menujuke kehi-dupan yang objektif dan rasional. Dari ilmu l-yaqin menuju kekehidupan ainu l-yaqin. Dari takwa pada tangga dasar hingga menjadimanusia wara’ adalah manusia yang hidup mengikuti keyakinanberdasarkan ilmu, berdasarkan pengetahuan yang benar. Lalumanusia sufi meningkatkan dirinya ke tahap penghayatan dan

Page 155: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 155/167

 pengalaman hidup, tahap ainu l-yaqin. Tahap sabar dan zuhud. Tahaptahalli. Tahap kondisioning.

Nah, ridha dan tawakal adalah tahap haqqu l-yaqin. Tahap tajalli.Tahap manusia yang mewujudkan citra Ilahi. Manusia yang mengasihi

tetapi bukan karena meminta dikasihi. Manusia terhormat bukankarena dihormati. Manusia kaya bukan karena melimpahnya materi.Manusia cinta, sebagai manifestasi cinta Ilahi. Tajalli! Karena itu, teoritasawuf hendaknya tidak dipahami sebagai teori semata-mata.Penghayatan dan pengalaman ditingkatkan menjadi pemahaman.

Pada tahap awal orang beramal karena diberi tahu. Ada orang lain yang melang-kah dengan benar, lalu diteorikan. Teori itudisebarluaskan, untuk dipraktikkan bareng-bareng. Lahirlah manusiakolektif. Ada aturan buat hidup bersama. Ada sentralisasi dan birokrasiuntuk kehidupan bersama. Penampilan individu amat lemah karena

kuatnya hidup kolektif. Sebaliknya, individu yang kuat, akan merajaibanyak manusia. Inilah ciri manusia di tahap takhalli, syariat. Individutidak kuasa mengatur dirinya, tetapi diatur oleh kekuatan dari luar dirinya.

Kemudian mereka berusaha meningkatkan diri mereka ke tahaptahalli. Tidak ingin lagi dibelenggu oleh kekuatan kolektif. Mereka inginmembuat improvisasi. Bukan dikuasai tetapi merasa andil, share,berperan serta dalam kehidupan ini. Aturan main bukan demi yangkuat, tetapi demi kehidupan bersama. Orang menyebutnya hidupdalam alam demokrasi. Hidup bukan hanya dituntut memenuhi

kewajiban, tetapi juga mendapatkan haknya. Faktor inilah yangditempakan dalam maqam sabar dan zuhud. Jika individu yangbertahalli semakin banyak, maka muncullah kehidupan demokrasi yang dicita-citakan bersama. Di sinilah peranan tasawuf! Bukan hanyauntuk meraih kebahagiaan pribadi, diri sendiri, tetapi kebahagiaanbersama.

Nah, ridha dan tawakal adalah tahapan puncak kemanusiaan.Masyarakat bukan lagi merupakan kumpulan individu yang dikuasaioleh kekuatan di luar dirinya. Tetapi masyarakat yang individu-individunya mampu beraktualisasi. Individu-individu yang mampu

berbuat dan bertindak dengan kekuatan yang tumbuh dari dalamdirinya. Mereka adalah individu-individu yang sudah memahami perandirinya dalam kehidupan ini. Kalau individu-individu itu diibaratkan “seldan jaringan sel tubuh”, ia tidak akan mengganggu yang lain. Merekasemua tumbuh dalam keharmonisan. Mereka mengerti akan nilai danestetika perannya masing-masing. Bagi sel yang hidup di jaringanorgan otak dan sel yang hidup di jaringan organ dubur, sama-sama

Page 156: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 156/167

menerima perannya dengan rela, ridha. Sudahkah kita mengenal peran kita masing-masing?

Pada tahap tawakal, yang sedang kita bahas ini, manusia tidak memandang dirinya dan Tuhannya sebagai ‘dualisme’. Manusia tidak 

lagi memandang dirinya dikuasai oleh faktor luar. Tuhan pun tidak lagidipandang ada “di luar sana”. Anda masih ingatkan dengan dalil “Diabersama kamu di mana saja kamu berada”. Dalam Hadis dinyatakan,“langit dan bumi tak dapat menjangkau-Ku, tetapi hati seorangmukmin dapat menjangkau-Ku.” Dia ada di dalam diri sekaligus di luar diri. Bagi yang belum mukmin, Tuhan tidak ada di dalam diri sekaligustidak ada di luar diri.

Nah, untuk bisa memahami aspek kesatuan hamba dan Tuhan,manunggalnya kawula dan Gusti, “tauhidu l-wujud”, marilah kita simak beberapa ayat di bawah ini.

“Tuhanmu adalah Dia yang melayarkan kapal di laut untukmu agar kamu dapat mencari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penyayangterhadapmu.”1)

“Dan peliharalah dirimu dari bencana yang tidak hanya menimpaorang-orang yang zalim saja di antara kamu. Sesungguhnya Allahsangat keras dalam memberikan balasan.”2)

“Padahal Allah menciptakan kamu dan apa-apa yang kamukerjakan.”3)

Mari kita simak! Pertama adalah ayat pertama tentang berlayarnyakapal di lautan. Kapal yang dikemudikan oleh manusia disebut dilayarkan oleh Tuhan. Kapal terbang yang terbang di angkasa denganmenggunakan mesin, juga disebut dijalankan oleh Tuhan. Jadi,memang tak ada dualisme itu. Meskipun manusia membuat mesinsehingga pesawat bisa terbang, tetapi bekerjanya mesin itu mengikutihukum Tuhan.

 Jadi, apa yang kita buat akan terwujud, maujud, bila kita membuatnya

berdasar-kan hukum Tuhan. Cangkok ginjal, cangkok jantung, danberbagai macam cangkok organ manusia terjadi mengikuti hukumTuhan. Nah, pelajaran apa yang bisa kita petik dari ayat pertamatersebut?

 Ayat tersebut sebenarnya memberi tahu kita tentang proses tawakaldalam hidup ini. Kata tawakal atau dalam bahasa Arabnya “tawakkul”,artinya percaya sepenuhnya kepada Tuhan, mewakilkan kepada

Page 157: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 157/167

Tuhan. Jadi, orang yang bertawakal sebenarnya adalah orang yangmenggantungkan diri 100 % kepada Tuhan. Bukan hanya rela, tetapi pasrah total kepada-Nya. Persoalannya, apakah pasrah total itu = pasif? Pasif itu sama dengan benda tak hidup, seperti batu, tanah, danlain sebagainya.

Lha, tawakal itu di dalam Hadis digambarkan seperti “burung yang pagi-pagi meninggalkan sarangnya, dan sore hari kembali kesarangnya dengan tembolok penuh dengan makanan”. Itulah tawakal!Kalau kita melihat dunia safari di Afrika [melihat di tv], kitamengetahui bagaimana hewan-hewan itu mempertahankan hidupnya.Singa, misalnya, mencoba menggiring kawanan kijang, atau bantenghutan. Melihat ada singa yang menggiringnya, kawanan binatangmangsa itu berlari kesana-kemari. Akhirnya, ada satu ekor yangkepayahan. Nah, yang loyo itulah yang ditangkap!

 Jadi, dalam tawakal, perlu juga keseimbangan alam ini dijaga. Cobabayangkan kalau seekor singa membunuhi banyak hewan mangsa.Maka keseimbangan alam akan terganggu. Nah, tawakal tidak mengganggu alam, bahkan menjaga keseimbangan alam. Dan,ternyata singa tersebut tidak pasif, tetapi sangat aktif dan betul-betulmengikuti hukum alam. Menggantungkan diri kepada Tuhan ternyatasangat aktif, dengan tepat sasaran. Dinamis dan keseimbanganterjaga. Itulah tawakal!

Dulu orang bertawakal kepada Tuhan dengan dilandasi doa yangkhusyuk. Doa dan mantra sebenarnya sisa-sisa alam mitos yang

dipertahankan dalam agama. Orang yang berdoa, bukan orang yang pasif, bila doanya sungguh-sungguh. Dengan doa yang sungguh-sungguh itu kekuatan doa [mantra] terbentuk. Karena itu, pada waktuitu doa bisa digunakan untuk pengobatan, perlindungan dari berbagaimacam kejahatan dan gangguan orang lain, pencegahan penyakit,tolak bala [mencegah bencana], dan banyak keperluan lainnya.

Dulu doa bisa digunakan seperti yang disebut di atas, karena waktu itukonsentrasi pikiran manusia dialirkan ke kalimat-kalimat doa. Bahkansihir, tenung, santet, dan bebagai macam kekuatan gelap, kekuatannegatif adalah wujud dari doa. Tentu saja doa yang negatif. Doa untuk 

kejahatan.

 Ada perbedaan antara doa sebagai wahana tawakal dan doa untuk kejahatan. Doa dalam tawakal berarti mengembalikan semuakekuatan yang ada pada diri ini kepada yang empunya kekuatan, yaitu Allah. ambil contoh, doa akan bepergian: “Bismillahi tawakaltu ‘alallahi, la haula wa la quwwata illa billah.” [Dengan nama Allah, akubertawakal kepada Allah, yang tiada daya dan kekuatan kecuali pada-

Page 158: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 158/167

Nya]. Di sini ada kesadaran bahwa pemilik daya dan kekuatan ituhanya Allah. sedangkan kita manusia ini hanya mendapatkan rahmat-Nya. Dalam wujudnya, tentu saja doa tersebut diiringi dengan aktivitas yang optimal dan benar.

Waktu terus berjalan! Dalam perjalanan alam ini perubahan- perubahan terus ter-jadi. Jika semula kekusyukan itu mengalir melaluiucapan yang indah dan lembut yang disebut doa. Maka manusiamemindahkan manfaat konsentrasi itu dari mulut ke otak. Sehinggaterjadi perubahan dari manusia mitos menjadi manusia yang berpikir.Manusia yang memberdayakan akalnya semaksimal mungkin. Bentuk doa pun berubah dari “ucapan” ke “perenungan”, dari usaha magis keusaha rasional.

 Jika dalam usaha magis kekuatan itu hanya dimiliki oleh sedikit orang,maka dalam usaha rasional kekuatan magisnya bisa didistribusikan ke

banyak orang. Kekuatan rasio bisa diajarkan secara terbuka danberkelas. Jika satu orang bertahun-tahun berpuasa dan berdoa mantrauntuk bisa terbang, maka dengan rasio seseorang bisa membuat kapalterbang dan bisa mengangkut ratusan ribu orang dalam usiaekonomisnya. Jika seseorang berpuasa dan berdoa mantra selamabertahun-tahun untuk tidak mempan ditembus peluru, maka denganrasio manusia dapat belajar secara massal untuk membuat baju anti peluru. Nah, di sini kekuatan doa mantra akhirnya dapat di-kalahkanoleh kekuatan doa pikiran.

Umat secara umum salah mengerti. Dikiranya doa itu hanya tersusun

dari kalimat. Apa akibatnya? Perintah dalam Al Quran “ud-‘uni astajiblakum” [berdoalah kepada-Ku niscaya Aku memperkenankanmu,” QS40:60], akhirnya hanya menjadi retorika belaka. Padahal, orang yangsungguh-sungguh berpikir untuk membuat atau menjadikan sesuatuitu juga doa. Di tataran konkret sama! Bila ada doa mantra untuk kebaikan atau untuk kejahatan, maka doa pikiran juga begitu.

Seperti yang telah saya terangkan pada pelajaran ‘ridha’ yang lalu, perubahan yang terjadi di alam mengakibatkan terjadinya perubahanaturan main. Jika di masyara-rakat yang mengalami perdaganganbarter tidak terjadi hutang-piutang, maka pada sistem perdagangan

terbuka timbullah hutang-piutang. Bila di dalam zaman datangnyaagama Islam ada hukum “bayi sepersusuan”, lalu sekarang bagaimanadengan sistem donor susu ibu? Sekarang ada donor darah, cangkok organ, bayi tabung, kloning, dan lain sebagainya. Ini semua membawa perubahan pola berpikir manusia. Ahli hukum Islam pun akhirnya pontang-panting dibuatnya. Dan, makin lama makin pontang-pantingdibuatnya, jika para pemikir Islam tidak mau memberdayakan pikirannya untuk mengantisipasi dan melakukan peramalan [ilmiah]

Page 159: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 159/167

kemungkinan yang terjadi di masa depan. Hal ini berbeda dengan Nabisaw. Wahyu yang diturunkan kepada beliau ber-sifat ke depan[futuristik]. Misalnya, pembagian waris bagi wanita, wanita bisamenjadi saksi, wanita boleh berkiprah dalam kehidupan sosial, penghapusan perbudakan, pene-gakan keadilan sosial, dan lain

sebagainya.

Hanya ulama Islam saja yang tertinggal dalam memahami wahyu Allah. Sehingga terjadi kebekuan berpikir dalam umat Islam. Bila di zaman dulu kita terampil berdoa, maka sekarang ini kita harusterampil berpikir. Nah, konsep tawakal pun harus di-rethingking,dilakukan pemikiran ulang. Konsepnya yang harus diubah, walaupunmaknanya tetap tak berubah! Tawakal, ya tetap digambarkan sepertiburung yang pergi meninggalkan sarangnya di pagi hari dengantembolok kosong, balik sore hari dengan tembolok penuh makanan.

Dulu, orang bertawakal dilandasi kerja keras disertai doa mantra dandipasrahkan kepada Allah. Maka, sekarang orang bertawakal harusdilandasi ketrampilan kerja, disiplin, dan disertai dengan berpikir  jenius. Jika dulu, orang berjamaah dalam salat, puasa, dan haji; maka,sekarang orang bertawakal dengan pemberdayaan “teamwork”. Dan,teamwork itu pun seperti kapal yang dilayarkan oleh Tuhan!

Pada ayat kedua, umat Islam diperingatkan. Umat agar menjaga diridari bencana yang tidak hanya menimpa kepada orang-orang zalim. Jika dulu orang yang mengikuti Nuh, Luth, Ibrahim, Musa, Isa, dan NabiMuhammad langsung bisa lolos dari bencana, jika bencana datang.

Tetapi, umat Islam diperingatkan bahwa terjadinya perubahan di alam,mengakibatkan bencana itu tidak pilih kasih. Karena itu umat harus pandai-pandai bertawakal. Segala macam jenis kejeniusan harusdiberdayakan untuk mengantisipasi masa depan. Nah, hasilnya, apa yang kita peroleh, itu yang harus kita terima dengan ridha. Tetapi,tawakal sendiri harus merupakan jihad dan ijtihad yang maksimal. Jihad bukan perang fisik! Walaupun in a certain extent, sampai padatingkat tertentu, fisik digunakan dalam pertempuran.

 Ayat kedua itu sebenarnya memberikan antisipasi bagi kenyataan dimasa depan. Manusia tidak lagi hidup dalam sekat-sekat geografi

seperti zaman dulu. Orang zalim maupun yang alim hidup dalamdaerah, bahkan kotak yang sama. Sehingga bila terjadi bencana akanterhempas semua. Nah, kemungkinan bencana ini harus diantisipasi.Baru saja kita menyaksikan berbagai bencana yang menimpa negeriini, bahkan berbagai macam gempa yang melanda tempat tinggal,baik di dalam dan di luar negeri. Lalu, kita saksikan secara langsungbagaimana gedung WTC dihantam hingga hancur. Siapa yang terkenabencana itu? Manusia dalam segenap kemanusiaannya.

Page 160: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 160/167

Itulah sebabnya, dari awal kita telah diperintah untuk bertakwa,beramal saleh, dan saling “ta-arruf”, saling bekerja sama antar bangsa, budaya dan agama. Jadi, dalam re-thinking konsep tawakal,ta-arruf tidak cukup diartikan saling mengenal [dalam arti sempit,

konservatif]. Saling kenal, tidak lagi dalam pengertian statis, dantertutup. Tapi, sudah menjadi dinamik dan terbuka. Manusia harus pandai melakukan kerja sama dan “teamwork” yang handal. Inilah jihad! Kemudian harus ditunjang dengan ijtihad, jihad pemikiransehingga kita mampu memberikan solusi bagi masyarakat di masadepan. Maka lahirhal umat Islam yang ‘rahmatan lil alamin’, rahmat bagi semua.

Pada ayat ketiga disebutkan bahwa Allah dan manusia adalahkeberadaan yang tunggal. Karena itu jangan cari Allah di luar dirimu,tetapi carilah di dalam dirimu. Memang ada simbol-simbol bagi rumah

Tuhan, seperti tempat ibadah dan Ka’bah. Tapi, itu hanya simbol. Awas, jangan keliru persepsi dalam melihat simbol. Bendera ‘MerahPutih’, adalah simbol bagi kehadiran negara Indonesia. Tetapi, bukannegara Indonesia itu sendiri. Dengan demikian bendera bisadiperlakukan secara rasional, dan bukan mitos lagi. Bila kotor, yadicuci, kemudian diseterika, dan di simpan di almari. Jika diperlukan, ya diambil dan dikibarkan.

Ka’bah pun hanya merupakan simbol bagi kehadiran Allah. Iadikunjungi, dan dihormati. Bila kotor, ya dicuci. Bila sudah aus yadiperbaiki! Karena itu Ka’bah dalam sepanjang sejarahnya telah

direnovasi beberapa kali. Hikmah dari kunjungan yang digali dandipetik. Kemudian dengan jihad dan ijtihad haji diwujudkan untuk membangun masyarakat yang berkeadilan sosial. Jadi, haji tidak lagimerupakan kewajiban tanpa isi. Tapi, ia memberikan inspirasi untuk  pembangunan umat.

Kebaikan apapun yang kita lakukan datangnya dari Allah. Dan, apasaja yang kita lakukan tak akan terjadi, kecuali dengan izin-Nya. Allahmemang pencipta diri dan apa yang kita kerjakan. Namun, inisiatif tetap harus lahir dari kita. Kata orang sufi, “aku dan Dia sebenarnyasatu, walaupun aku bukan Dia dan Dia bukanlah aku.” Ingat, Hadis di

atas, langit, bumi dan seisinya tak mampu menjangkau-Ku, tapi hatiorang beriman [yang sudah aman] yang dapat menampung-Ku.

Page 161: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 161/167

Bagian ke-23[Tawakal]

Orang yang bertawakal adalah orang yang berpijak pada kebenaran yang nyata. Tawakal bukanlah teori. Tetapi praktik kehidupan seperti

 yang dijalani oleh burung yang pagi-pagi meninggalkan sarangnyauntuk mencari makan. Sehingga tawakal juga terkait erat dengantekad dan keteguhan hati. Orang yang bertawakal bukanlah orang yang bekerja setengah hati.

 Ada satu ayat dalam Al Quran yang bahasa Indonesianya:

“Maafkan mereka, mohonkan perlindungan bagi mereka, danbermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan [hidupmu]. Apabila engkau telah teguh pendirian, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”1)

 Ayat diatas adalah bagian dari ayat 3:159. Pada ayat tersebut dinyatakan bahwa budi pekerti Nabi sangat mulia. Dengan kasih-sayang-Nya, Nabi senantiasa berlaku lemah lembut kepada semuaorang yang ada di sekelilingnya. Sikap yang lemah lembut terhadapsesamanya itu wujud dari ketawakalan Nabi.

Sikap yang lemah lembut itu ditunjukkan dengan sifatnya yang pemaaf. Ingat, seorang pemaaf bukanlah orang yang tak berdaya.Seorang pemaaf adalah orang yang mampu untuk membalas dendamterhadap orang yang menimpakan penderitaan, tetapi karena

kebesaran jiwanya, dendam itu tidak ia lakukan. Bahkanmemaafkannya. Hal ini telah dibuktikan oleh Nabi ketika beliaumenaklukkan kota Mekah. Ketika rombongan Nabi memasuki kota itu,betapa takutnya penduduk Mekah. Wajah-wajah mereka pucat pasi,mereka takut terhadap pembalasan yang dilakukan oleh Muhammadbeserta rombongan yang dibawanya. Tetapi, mereka kecelik, salahduga. Ternyata Muhammad memberikan permaafan dan pembebasan.

 Ayat di atas sebenarnya menerangkan sifat pribadi Nabi yang tampak sehabis perang Uhud. Dari sejarah kita mengetahui bahwa pada perang Uhud tentara Islam mengalami kekalahan yang berat.

Disebabkan sebagian regu penempur itu tidak mema-tuhi Nabi sebagai panglima perangnya. Mereka [para tentara itu] berbuat kesalahan fataldalam peperangan. Sehingga pasukan Islam bisa dikalahkan dandiporak-porandakan. Namun, Nabi selaku panglima perang tidak menghukum mereka yang desersi itu. Justru Nabi menghadapi mereka yang membangkang itu dengan penuh kelembutan. Sehingga merekamerasa malu dan menyesal. Mereka bertambah setia dan tidak kabur 

Page 162: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 162/167

dari Nabi. Bahkan kesalahan itu harus segera dimaafkan. Cara-carademikian ini adalah cara-cara orang yang bertawakal kepada Tuhan.

Dalam kehidupan berorganisasi, bermasyarakat, bernegara, ataupunbersahabat, dibutuhkan seorang pemimpin yang lemah lembut. Bukan

 pemimpin yang lemah! Pemimpin yang dipatuhi, dan bukan yangditakuti. Hal ini bisa dipenuhi bila orang itu menerapkan asas kasihsayang terhadap sesamanya. Bisa membetulkan yang salah. Tetapibukan mencari-cari kesalahan. Kemudian memberikan maaf bilabawahan atau rekannya itu ada kemauan untuk tidak mengulangikesalahan.

Dalam kehidupan tawakal tidak dibenarkan seseorang mau menangsendiri. Justru ia harus bisa menjadi kampiun demokrasi. Mampuberunding, sehingga tercapai win-win solution, solusi yangmenguntungkan semua pihak. Ingat, manusia tawakal adalah orang

 yang menang, orang yang tidak bergantung kepada orang lain. Tetapiia bersedia menjadi gantungan bagi bawahan atau orang-oranglainnya. Ia adalah manusia yang kaya, karena itu ia mampu berbagi. Jadi, sangatlah wajar bila dipenghujung ayat itu dinyatakan bahwa Allah mencintai [sekali lagi, mencintai] orang-orang yang bertawakalatau bertawakul. Karena sandaran orang tawakal itu hanyalah Tuhan.

Orang yang bertawakal adalah orang yang condong pada perdamaian.Mengapa? Karena dalam kehidupan yang damai akan lahir keharmonisan dan keindahan hidup. Betapa sulitnya menegakkanketeraturan dan keamanan dalam kehidupan yang penuh pergolakan.

Betapa sukarnya menegakkan dan memberdayakan hukum dalamnuansa yang centang-perenang. Karena itu dibutuhkan orang yangbertawakal. Orang yang cinta damai. Bukan orang yang terpaksa maudiajak damai! Orang yang cinta damai adalah orang yang bersediamemberikan perdamaian, meskipun ia dapat menolak damai bila iamau. Karena posisinya menang. Tetapi orang yang bertawakalsepenuhnya sadar bahwa yang memiliki kekuatan hanyalah Tuhan. Iatidak mau bersaing dengan Tuhan. Bahkan ia sepenuhnya bersandar kepada-Nya.

“Jika mereka [yang memusuhimu] condong kepada perdamaian, maka

condoglah kepadanya. Dan, bertawakallah kepada Allah.Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar dan MahaMengetahui.”2)

Dalam kehidupan ini banyak orang yang dangkal pemikirannya.Sehingga siapa saja yang di luar grup atau kelompoknya dianggapnyasebagai musuhnya. Entah itu karena sentimen golongan, bangsa, ras,etnis, agama, partai, ataupun lainnya. Sehingga kerja sama yang

Page 163: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 163/167

dibangun bagaikan sarang laba-laba. Kelihatan rapi, tetapi rapuh. Halitu disebabkan karena semua yang diluar golongannya, outgroup,dipandangnya sebagai musuh. Jadi, jalinan kerjasamanya semu. Itulahsebabnya persahabatan antar partai atau negara tidak langgeng.Karena pertimbangannya bukan ketawakalan, tetapi kepentingan.

Tentu saja bukan “WWS” [win-win solution] yang dihasilkan.

 Jika bukan karena ketawakalan, rundingan yang terjadi bukan untuk WWS, tetapi untuk adu kuat. Mereka tawarkan apa yang palingmaksimum bagi kelompoknya. Lalu, karena tarik-ulur waktu, akhirnyamereka bersedia menurunkan targetnya, sampai pihak yang dianggaplemah itu dapat menerimanya. Inilah tipe musyawarat, rundingan,atau negosiasi yang tidak berasas pada ketawakalan. Tak adakeinginan untuk hidup damai. Yang diinginkan adalah kemenangansemu. Disebut semu karena itu sebenarnya wujud dari sebuah penindasan. Golongan yang kuat ingin menunjukkan bahwa damai itu

ada bila kemauannya dituruti.

Dalam suatu organisasi perusahaan pun terjadi kerja sama dalam permusuhan. Dan bukan kerja sama dalam perdamaian. Bukan asasketawakalan, partnership, tetapi asas adu kekuatan dan kekuasaan. Ada kelompok yang merasa kuat [karena etnis, atau agama] yangbekerja sama dengan kelompok yang lemah. Kerja sama yangdibangun karena adanya kepentingan, bukan ketawakalan. Sehinggamereka yang memiliki posisi tawar yang kuat mempermainkan yang posisi tawarnya lemah.

Ketika kita dalam posisi yang lemah, kita tak akan bisa melihat kelemahan orang lain. Pijakan kita sangat lemah, yaituketergantungan dan bukan ketawakalan. Karena itu tasawuf mengajarkan fondasi yang kuat pada kesabaran dan ridha. Selamamasih dalam posisi yang lemah, kita harus memiliki emosi yang tegar dan tahan terhadap tekanan-tekanan yang mereka lakukan. Kita tetapulet untuk mencari jalan keluar. Kita harus yakin bahwa keuletan ituadalah sumber untuk mendapatkan kejayaan. Dan bila telah jaya, jangan balas dendam [ganti menindas]. Justru kita harus menciptakannuansa kehidupan yang penuh damai. Inilah asas ketawakalan!

Kemampuan sabar, zuhud, dan ridha akan mendorong seseorangbenar-benar meyakini bahwa Tuhanlah yang menjadi pelindungnya.Bahkan hidupnya pun dirasakan sebagai jatah yang ia terima dariTuhannya. Ia pekerja keras, ulet, dan cermat [smart]. Tak ada keluhkesah! Tetapi, dia tetap peduli terhadap rekan-rekannya yang merasamenderita dalam hidup ini. Semboyannya, “lebih baik aku yangberpuasa daripada dia yang merasa lapar”. Lho, koq mau? Ya, inilah prinsip deposit. Jadi, ketawakalan adalah wujud dari kasihnya manusia.

Page 164: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 164/167

Di bawah ini ada dua ayat yang bersambungan, yaitu yang terteradalam Surat Ath Thalaq/65: 2-3.3) Sebenarnya jika ayat ini dibaca dariawal kalimatnya, maka kita mengetahui bahwa dalam kehidupanbersama, bila terjadi perselisihan, mereka yang posisi tawarnya lebih

kuat harus memberikan jalan keluar yang lebih baik. Inilah watak orang yang bertakwa, yang maqamnya pada tingkat tawakal.

 Jelas bahwa orang yang bertawakal itu orang yang tidak mau menangsendiri. Meskipun dia berada di atas angin, dia dalam kedudukan yanglebih kuat, dia tidak mau mengambil keuntungan dari kelemahanorang lain. Justru dia menawarkan jalan keluar yang lebih baik bagisekutunya atau pihak-pihak yang berkaitan dengannya tetapi posisi-nya lebih lemah. Dia yakin bahwa kebaikan yang diberikan itu tak akanmerugikan dirinya. Bahkan dia akan mendapatkan anugerah dengancara memberi. Bukan menda-patkan keuntungan dengan cara

meminta, melainkan dengan cara membari!

Orang-orang yang bertawakal yakin, haqqul yakin, bahwa alam inibekerja dengan jujur. Yang dalam bahasa tauhid dinyatakan “Allahmelaksanakan urusan-Nya”. Kalau dia menanam benih yang baik danmerawatnya, niscaya akan memanen hasilnya yang berlimpah. Karenaitu dia tak pernah ragu dengan kebaikan yang diberikannya. Tuhan pasti memenuhinya. Mungkin saja tidak dalam bentuk materi, tetapidalam bentuk ke-kayaan batin. Atau, dalam bentuk kekayaan lahir danbatin.

Orang bertawakal tak pernah berdagang dengan Tuhan. Dia tak  pernah hitung-hitungan untung rugi dengan Tuhan. Apa yangdiamalkan tak terkait dengan angan-angan surga. Ia berjalan bukanuntuk menemui sosok Tuhan. Justru ia yakin bahwa dalam perjalananhidupnya ia senantiasa disertai Tuhan. Bukankah insan kamil adalahmanusia yang mampu meneladani budi pekerti Tuhan, seperti yangdiungkapkan dalam Hadis? Bukankah hati orang yang bertawakal itubait Allah, rumah Tuhan? Karena itu, barangsiapa yang bertawakalkepada Tuhan, niscaya Dia mencukupinya!

Tawakal adalah landasan pokok dalam kehidupan para nabi. Karena itu

seorang nabi siap menempuh hidupnya, meskipun seorang diri.Seorang nabi membangun umat dengan dimulai dari dirinya sendiri. Iatidak menampilkan diri dengan mengikuti status quo, sistem yang ada.Ia justru bangkit dan membangkitkan sistem yang baru. Tentu sajatidak baru sama sekali. Tetapi memperbarui, merenovasi sistem yangada.

Page 165: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 165/167

Nabi, yang berasal dari kata “naba”, berita, adalah orang yangmenerima berita. Ia menerima berita dari dunia ketuhanan. Pada saat dia mengemban amanat yang diterimanya itu dan menyampaikannyakepada masyarakat sekelilingnya, dia disebut rasul. Setiap umat adarasulnya.4) Dan, setiap rasul hadir di tengah-tengah umat untuk 

menyeru kehidupan yang hanya berorientasi kepada Tuhan Yang MahaEsa.5) Hidup yang menjauhi “thaghut”, segala jenis tindakan yangmelampaui batas. Masih ingatkan, bahwa semua yang tercipta di duniaini, termasuk diri kita, ada batas-batasnya, ada mizannya, adaketetapan-ketetapannya, ada kadarnya.

Untuk mempertahankan hidup didunia ini, manusia perlu makan.Ternyata pada sejumlah tertentu makanan yang masuk perut, akanterasa kenyang. Timbulnya rasa kenyang menandakan apa yangdimakan itu telah menyentuh batasnya. Kalau perut terus diisi, padahal rasa kenyang sudah timbul, maka perut akan terasa sakit. Jika

diteruskan, rusaklah perut itu. Dalam kehidupan sosial pun ada batas-batasnya. Jika dilanggar akan rusaklah tatanan sosialnya. Nah, rasuldiutus sebenarnya untuk mengingatkan kembali batas-batas itu. Agar tatanan sosial tidak rusak!

Keberanian yang ditempuh oleh seorang rasul dalam memperingatkanmasyarakat, adalah keberanian yang timbul dari maqam tawakal.Karena dengan tawakal itu sese-orang telah percaya penuh dan pasrah secara total kepada-Nya. Ya, kata tawakal, atau tawakkul,berasal dari kata “wa-ka-la”, yang artinya mewakilkan. Orangbertawakal sebenarnya adalah orang yang mewakilkan dirinya kepada

Tuhan.

Ingat kita sudah ada di maqam tawakal! Mewakilkan diri kepada Tuhantidak berarti kita pasif total. Kita bukan jabbariyah [lihat bag. ke-22].Tawakal itu bagaikan burung yang pagi-pagi meninggalkan sarangnyadengan tembolok kosong, dan kembali pada sore hari ke sarangnyadengan tembolok penuh. Nah, yang perlu dicermati adalah keberanianuntuk meninggalkan sarang dan keyakinan bahwa dengan cara itu kitaakan dapat mempertahankan hidup. Dalam bahasa Siti Jenar, kitamakan dan minum ini bukan untuk mempertahankan hidup. Tak adagunanya kerja keras untuk mempertahan-kan hidup, karena hidup

manusia di bumi ini tak bisa dipertahankan. Dengan makanan kitaseperti sekarang ini manusia tak akan dapat mempertahankan hidup.Manusia pasti mengalami kematian.

Menurut Siti Jenar, berbuat bajik di dunia, bertawakal, adalah untuk melakukan deposit sehingga kita bisa menemukan jalan hidup yangsejati. Karena itu, orang yang beratawakal adalah orang yang sudahnaik tangga puncak dan akhirnya menyerahkan diri secara total

Page 166: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 166/167

kepada Tuhannya. Ia yang hidup dan terperangkap raga yang dapat mati ini, ternyata tidak mampu menemukan kunci kekekalan hidup. Iaharus pasrah total seperti seorang bayi. Seorang bayi yang memilikikharisma, sehingga orang yang melahirkan dan yang ada disekelilingnya jatuh cinta untuk merawatnya.

Wah, ternyata tawakal itu gampang diucapkan tetapi sulit dikerjakan.Memang, karena tasawuf itu bukan teori. Tasawuf adalah cara hidup. Ada tangga-tangga kehi-dupan yang harus dipraktikkan. Begitu kitaberada di tahap ridha, rasanya goyah jiwa kita. Kita mulaimempertanyakan diri ini, bagaimana kita bisa rela dalam menjalanihidup ini. Bagaimana kita bisa ikhlas dalam berkehidupan ini? Lhawong orang lain saja sering pamrih dalam berhubungan dengan kita,apa ya bisa kita hidup tanpa pamrih kepada orang lain? Begitulah pertanyaan yang mencuat di dalam hati.

Lebih-lebih pada tahap tawakal. Bukan saja ikhlas menjalani hidup,tetapi harus pasrah, harus percaya bahwa Tuhan mengurus diri kita.Secara teoritis memang sulit kita membayangkan kehidupan tawakal.Tetapi, dalam praktik kita telah menyaksikan. Kita menyaksikanbinatang di sekitar kita yang mencari karunia Tuhan. Kita mendengar  para nabi dan rasul berjuang dari dirinya sendiri. Bukan membangun jaringan lebih dulu seperti orang-orang yang membangun partai untuk merebut kekuasaan. Tetapi, diemban lebih dulu amanatnya.Diingatkannya masyarakat agar menempuh hidup yang benar.Diajaknya keluarga, saudara, dan teman-temannya untuk komit menegakkan kebenaran dalam hidup ini. Bukan untuk keuntungan

dirinya, tetapi untuk kesejahteraan bersama. Dengan cara demikianumat terbentuk.

Seperti telah diterangkan di depan. Kebenaran tidak ada artinya, jikahanya di-tegakkan seorang diri. Tak ada implikasi sosialnya. Karena itukebenaran harus dipikul bersama-sama agar terwujud kehidupansosial yang harmonis. Agar masyarakat tidak bodoh, maka harusdidirikan sekolahan-sekolahan. Biayanya harus dipikul bersama. Nah,negara sebenarnya adalah alat untuk mengorganisasikan kehidupanbersama. Pajak atau zakat dipungut untuk kesejahteraan bersama.Bukan untuk menjalankan kekuasaan. Karena kekuasaan yang

sebenarnya adalah kepunyaan Tuhan.

Setiap manusia adalah khalifah-Nya, wakil-Nya untuk mengurus bumiini. Lalu, orang-orang yang merasa mengemban perwakilan-Nya iniharus bertawakal kepada-Nya, pasrah total kepada-Nya. Tak adamanipulasi di antara sesamanya. Yang kuat bersedia memberikan atauberbagi keuntungan kepada yang lemah. Bagaikan musik, yang

Page 167: ILMUTASAWUF

7/16/2019 ILMUTASAWUF

http://slidepdf.com/reader/full/ilmutasawuf-563385bb12831 167/167

bunyinya keras tidak mendominasi semua bunyi. Sehingga akhirnyatimbul alunan bunyi yang selaras dan seimbang.

Dunia pun terwujud karena keseimbangan, bukan karena dominasioleh sesuatu pihak. Negara maju pun menyadari hal ini. Karena itu,

mereka membangun perusahaan dengan sistem kerjasama karyawan,majikan, dan manajemen dengan baik. Yang di tingkat manajemensejahtera, yang di tingkat buruh dan staf sejahtera, pemilik pun hidupsejahtera. Tak ada pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan[stakeholders] dirugikan. Semua mendapatkan keuntungan dari perusahaan yang dibangunnya. Itulah sebenarnya konsep tawakal!

 Jadi, intinya dalam kehidupan tawakal, semua pihak saling percaya,dan secara total mempercayakan eksistensinya. Manusia yangbertawakal percaya dan pasrah secara total kepada Tuhan. Dia pun percaya sepenuhnya kepada manusia yang menjadi khalifah-Nya.

Karena itu, Dia menjamin bahwa manusia yang benar-benar tawakalakan mendapat rezeki dari arah yang tak terduga.

Demikianlah akhir dari pelajaran tawakal. Yang sekaligus mengakhiri pelajaran tasawuf kita. Tetapi tidak untuk mengakhiri upaya menaikitangga-tangga tasawuf. Manusia harus terus mencari jalan-Nya selamah di k d b d Hi khi bi di k ‘ b l’