repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/659/1/artikel ilmiah (aldi fitr… · web...
TRANSCRIPT
Perbandingan Makrozoobentos pada Habitat Lamun dan Mangrove di Perairan Batu Licin Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan
Aldi Fitra Wiranata, Ita Karlina, Yales Veva Jaya
Email : [email protected]
Program studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
WIRANATA, ALDI FITRA. Perbandingan Makrozoobentos pada Habitat Lamun dan Mangrove di Perairan Batu Licin Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Dibimbing oleh Ita Karlina dan Yales Veva Jaya.
Penelitian mengenai Perbandingan Makrozoobentos pada Habitat Lamun dan Mangrove telah dilakukan di Perairan Batu Licin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan makrozoobentos pada habitat lamun dan mangrove serta tekstur substrat yang merupakan habitat ekosistem tersebut. Penentuan stasiun menggunakan metode purposive sampling di 2 stasiun yaitu habitat lamun dan mangrove di perairan Batu Licin. Untuk penentuan titik sampling menggunakan metode Random Sampling sebanyak 30 titik di kedua stasiun. Makrozoobentos diambil menggunakan core sampler diameter 3”. Identifikasi makrozoobentos menggunakan acuan WoRMS dan seashellhub. Tekstur sedimen diayak dengan ayakan 8 tingkat, kemudian di analisis skala Wenthwort dan dilanjutkan analisis Shepard Diagram. Data makrozoobentos dilakukan perhitungan kelimpahan dan indeks ekologi. Uji perbandingan makrozoobentos di habitat ekosistem lamun dan mangrove menggunakan Independent Samples T Test (α = 0,05) dengan tingkat keakuratan 95% dibantu oleh software SPSS 16.00. Dari hasil pengamatan, makrozoobentos pada habitat lamun terdiri dari 13 family, 23 spesies. Diantaranya Strombidae (7.90%), Neritidae (12.37%), Nassariidae (7.56%), Buccinidae (4.47%), Fasciolariidae (9.28%), Littorinidae (4.81%), Cerithiidae (9.28%), Arcidae (4.12%), Veneridae (26.12%), Mactridae (6.87%), Gecarcinucidae (2.06%), Portunidae (3.44%), Chlorodiellinae (1.72%). Pada habitat mangrove terdiri dari, 10 family, 20 spesies. Diantaranya Potamididae (31.94%), Littorinidae (8.54%), Cerithiidae (21.95%), Collumbelldae (2.2%), Neritidae (5.37%), Cardiidae (4.39%), Trochidae (5.61%), Assimineidae (5.12%), Nassariidae (4.15%), Buccinidae (10.73%). Kelimpahan makrozoobentos pada stasiun I (Lamun) dan II (Mangrove) ada perbedaan. Dimana mangrove lebih tinggi (1124 ind/m3) dan lamun (798 ind/m3). Tekstur sedimen di Lamun dan Mangrove mempunyai perbedaan karakter. Lamun mempunyai karakter kerikil berlumpur sedangkan mangrove pasir berlumpur.
Kata kunci : makrozoobentos, habitat, perbandingan, substrat.
1
PENDAHULUAN
Batu Licin adalah salah satu desa yang berada di wilayah Kabupaten Bintan
Kecamatan Bintan Timur. Perairan Batu Licin memiliki keanekaragaman hayati
yang tinggi dan berbagai habitat bagi ekonomis penting banyak di manfaatkan dan
digunakan oleh penduduk setempat sebagai daerah penangkapan biota laut, jalur
transportasi, dan daerah pembesaran biota laut yang ada di perairan batu licin,
(Kristoval 2017).
Kawasan pada ekosistem lamun dan mangrove sangat banyak biota-biota yang
hidup pada bagian dasar sedimen, di antaranya makrozoobentos. Makrozoobentos
merupakan hewan invertebrata yang hidup di bawah atau di dasar perairan,
dengan pergerakannya relatif lambat yang dipengaruhi oleh substrat.
Makrozoobentos dapat hidup di ekosistem lamun maupun mangrove. Selain itu,
organisme ini banyak ditemukan di perairan laut, estuari, maupun perairan tawar,
(Marpaung 2013).
Sebagai bagian dari habitat makrozoobentos, substrat merupakan komponen
penting bagi kehidupan makrozoobentos. Karena, substrat sangat berperan penting
sebagai salah satu faktor utama yang mempengaruhi struktur komunitas
makrozoobentos. Substrat berguna sebagai habitat, tempat mencari makan, dan
memijah bagi makrozoobentos. Substrat dapat dibagi beberapa kategori,
diantaranya substrat berlumpur, berpasir, lumpur berpasir, lumpur berbatu dan
pasir berbatu, (Riniatsih dan Edi 2009).
Menurut Vyas dan Bhawsar (2013), makrozoobentos berkontribusi sangat
besar terhadap fungsi ekosistem perairan. Vyas et al. (2012), menambahkan
bahwa makrozoobentos memegang peranan penting seperti proses mineralisasi
2
dalam sedimen dan siklus material organik. Serta berperan dalam transfer energi
melalui bentuk rantai makanan sehingga hewan ini berfungsi sebagai
penyeimbang nutrisi dalam lingkungan perairan, (Sharma et al. 2013).
Hasil survey peneliti mengamati ke lokasi penelitian, kondisi ekosistem lamun
dan mangrove di perairan Batu Licin termasuk baik dan mempunyai substrat yang
berbeda. Ekosistem lamun mempunyai substrat lumpur sedangkan ekosistem
mangrove mempunyai substrat lumpur berbatu. Oleh karena itu faktor yang
menarik untuk diteliti adalah keberadaan jenis makrozoobentos pada dua tempat
yang berbeda antara ekosistem lamun dan ekosistem mangrove serta tekstur
substratnya.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan makrozoobentos
pada habitat lamun dan mangrove dan untuk mengetahui tekstur substrat yang
merupakan habitat makrozoobentos di ekosistem lamun dan ekosistem mangrove
di perairan Batu Licin Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Bintan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Desember 2017 di Perairan Batu
Licin. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut :
3
Gambar 1. Peta Lokasi PenelitianAlat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan pada peneitian ini adalah multitester,
hendrefraktometer, kantong plastik, aquades, tissue, kamera core sampler, sampel
makrozoobentos dan sampel sedimen.
Metode Penelitian dan Jenis Data
Metode yang digunakan adalah metode survey yang bersifat deskriptif dimana
variabel yang diamati terdiri dari variabel utama seperti, kelimpahan,
keanekaragaman, keseragaman, dominansi, jenis makrozoobentos dan jenis
substrat. Adapun variabel pendukung yaitu parameter kualitas perairan fisika dan
kimia meliputi suhu, salinitas, DO dan pH. Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah berupa data primer. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan
secara langsung ke lapangan melalui pengukuran parameter lingkungan dan
parameter biologi (Makrozoobentos).
Penentuan Stasiun
Penentuan stasiun penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling
berdasarkan habitat lamun dan mangrove. Penentuan titik sampling ditentukan
menggunakan metode acak (Random Sampling) dimana habitat lamun dan
mangrove mempunyai masing – masing 30 titik sampling yang koordinatnya
ditentukan menggunakan software VSP (Visual Sampling Plan). Pendekatan
kepada normal ini makin baik jika ukuran sampel n semakin besar. Biasanya
untuk n ≥ 30, maka pendekatan ini sudah bisa berlaku. Apabila populasi yang
disampel sudah berdistribusi normal, maka rata-rata sampel juga berdistribusi
normal meskipun ukuran sampel n < 30, (Akbar 2015). Berikut ini jumlah titik
sampling dan koordinat dapat dilihat pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Jumlah Titik Sampling dan Koordinat.
Stasiun 1 Titik Sampling X Coord Y Coord Stasiun 2 Titik
Sampling X Coord Y Coord
Lamun 1 104.5287 0.8252 Mangrove
1 104.5281 0.83012 104.5256 0.8241 2 104.5264 0.82873 104.528 0.8247 3 104.5282 0.82994 104.5248 0.825 4 104.5259 0.82795 104.5285 0.8246 5 104.5278 0.82916 104.5267 0.8248 6 104.5275 0.82917 104.5291 0.8254 7 104.5266 0.82718 104.5251 0.8244 8 104.5271 0.82879 104.5276 0.825 9 104.5289 0.829910 104.5257 0.8245 10 104.5256 0.826911 104.5282 0.8251 11 104.5265 0.829312 104.5294 0.8247 12 104.5279 0.829713 104.5272 0.8243 13 104.527 0.827714 104.526 0.8249 14 104.5267 0.828215 104.5284 0.8255 15 104.5286 0.829416 104.5253 0.824 16 104.5263 0.827417 104.5278 0.8246 17 104.5272 0.829818 104.525 0.8248 18 104.5269 0.828419 104.5275 0.8254 19 104.5287 0.829620 104.5263 0.8244 20 104.5257 0.827621 104.5287 0.825 21 104.5276 0.828822 104.5269 0.8246 22 104.5262 0.828123 104.5294 0.8252 23 104.5281 0.829324 104.5249 0.8242 24 104.5271 0.827325 104.5274 0.8248 25 104.5265 0.828926 104.528 0.8257 26 104.5284 0.830127 104.5264 0.8247 27 104.5261 0.827128 104.5289 0.8253 28 104.527 0.829429 104.5258 0.8243 29 104.5277 0.829830 104.5283 0.8249 30 104.5268 0.8279
Pengambilan dan Penanganan Sampel Makrozoobentos
Pengambilan sampel dilakukan dengan pengamatan langsung ke lapangan.
Pengambilan sampel dilakukan pada waktu surut dengan alasan agar
mempermudah dalam pengambilan serta tidak terkendala arus dan gelombang.
Pengambilan sampel makrozoobentos menggunakan alat core sampler dengan
diameter 3inci (7,62cm) dengan panjang 25 cm. Pengambilan sampel
makrozoobentos dengan kedalaman 20 cm. kemudian sampel makrozoobentos
disaring dengan saringan standar nomor 35 (0,5 mm). Hasilnya disimpan dalam
kantong plastik yang telah diberi kertas label dengan code L untuk lamun,
5
sedangkan M untuk mangrove dan diawetkan dengan alkohol 70 % lalu
dimasukkan ke dalam ice box dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi
jenisnya.
Diameter = 3 inchi (7,62 cm)r2 = 58,06 cm
Luas lingkaran = π r2
Gambar 2. Core Sampler
Setiap jenis sampel makrozoobentos yang didapat pada core sampler
ditempatkan dalam kantong plastik yang berbeda yang sudah diberi kertas label
dan code pada habitat masing - masing. Penanganan sampel makrozoobentos
selanjutnya dibersihkan dengan menggunakan air asin langsung dari perairan
tersebut, dan diberikan alkohol. Hal ini bertujuan agar makrozoobentos yang
didapat tidak mati ataupun rusak struktur tubuhnya ketika dianalisis di
laboraturium. Kemudian setiap sampel yang diperoleh didokumentasikan sesuai
dengan prosedur dan diidentifikasi dengan acuan identifikasi merujuk pada
seashellhub dan WoRMS (Word Register of Marine Species).
Kelimpahan
Untuk menghitung kelimpahan organisme meiofauna dapat dihitung dengan
menggunakan rumus, (Trisnawati 2012) yaitu :
Y = 10.000 x abDimana : Yi = kelimpahan individu (ind/m3) pada kedalaman ke ia = jumlah meiofauna yang tersaring pada kedalaman ib = luas lingkaran corer (cm3)10000 = nilai konversi dari cm3 ke m3
6
Indeks Keanekaragaman (H’)
Indeks keanekaragaman digunakan untuk mengetahui keanekaragaman hayati
biota yang akan diteliti. Bila nilai indeks semakin tinggi maka komunitas biota
perairan itu semakin beragam dan tidak hanya didominasi oleh satu atau dua taksa
saja, (Romimohtarto dan Juwana 2001). Persamaan yang digunakan untuk
menghitung indeks ini adalah persamaan Shannon – Wiener, (Fachrul 2007) :
H′ = ∑i=1
s
Pi ln Pi
Dimana : H’ = indeks diversitas Shannon – Wiener Pi = ni/N ni = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu
Kisaran indeks keanekaragaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut,
(Fachrul 2007):
H' < 1 = Keanekaragaman rendah, miskin, produktivitas sangat rendah
sebagai indikasi adanya tekanan yang berat dan tidak stabil
1 < H’ < 3 = Keanekaragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem
cukup seimbang, tekanan ekologis sedang
H’ > 3 = Keanekaragaman tinggi, produktivitas tinggi, stabilitas ekosistem
tinggi, tahan terhadap tekanan ekologis
Indeks Keseragaman (E)
Indeks keseragaman digunakan untuk mengetahui pola penyebaran individu
pada tiap taksa apakah keseragamanya merata atau tidak. Untuk mengetahui
seberapa besar kesamaan penyebaran jumlah individu tiap jenis biota digunakan
indeks keseragaman yaitu dengan rumus, (Fachrul 2007):
E = H′
7
Ln (S)
Dimana :E = Indek keseragaman H’ = Indeks keanekaragaman S = jumlah spesiesE = 0 Kemerataan antara spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing
spesies sangat jauh berbeda. E = 1 Kemerataan antara spesies relatif merata atau jumlah individu masing masing spesies relatif
sama.
Indeks Dominasi (D)
Untuk mengetahui ada atau tidaknya dominasi jenis tertentu pada suatu
ekosistem dapat menggunakan indeks Simpson, dengan persamaanya adalah
sebagai berikut, (Fachrul 2007) :
D = ∑i=1
s
[ ¿N ]2
Dimana : D = Indeks dominasi simpsonni = Jumlah individu taksa ke-iN = Jumlah total dari seluruh individuS = Jumlah genera
Nilai indeks dominasi berkisar antara 0 hingga 1, jika indeks dominasi
mendekati 0 berarti tidak ada taksa yang mendominasi dan biasanya diikuti
dengan indeks keseragaman yang besar. Namun jika dominasi mendekati 1 berarti
ada salah satu taksa yang mendominasi dan diikuti dengan indeks keseragaman
yang semakin kecil, (Titoyo 2009).
Tekstur Sedimen
Pengambilan sampel sedimen berdasarkan titik sampling di habitat lamun dan
mangrove. Sampel sedimen diambil dengan menggunakan core sampler
selanjutnya substrat yang telah diambil dikeringkan lalu diukur dengan cara
ayakan bertingkat menggunakan ukuran mata ayakan (meshes). Setelah diayak,
sampel sedimen yang tertinggal pada setiap ukuran saringan dikeringkan kembali
8
untuk ditimbang masing – masing beratnya sehingga diperoleh distribusi berat
sedimen berdasarkan rentang ukuran kerapatan jaring saringan, (Kristoval 2017).
Perhitungan persentase berat sedimen dapat diketahui dari masing – masing fraksi
sedimen tersebut dengan menggunakan persamaan :
Persen Berat = Berat fraksi i x 100 %Berat total sampel
Dimana, berat fraksi i = berat tiap – tiap fraksi ukuran butir (gram/g).
Setelah dilakukan perhitungan berat sedimen dapat diklasifikasikan
menggunakan skala Wenthwort dan di analisis dengan menggunakan analisis
shepard diagram.
Tabel 2. Partikel – Partikel Sedimen
Kelas Ukuran Butir Diameter Butir (mm)Boulders (Kerikil Besar) < 256Gravel (Kerikil Kecil) 2 – 256Very coarse sand (Pasir Sangat Kasar) 1 – 2Medium sand (Pasir Sedang)Fine sand (Pasir Halus)Very fine sand (Pasir Sangat Halus)Silt (Debu)Clay (Lembung)Dissolvod material (Material Terlarut)
0,25 – 0,50,125 – 0,250.0625 – 0,1250,002 – 0,06250,0005 – 0,002< 0,0005
Analisis Perbandingan Makrozoobentos pada Habitat Lamun dan Mangrove
Uji perbandingan makrozoobentos di habitat ekosistem lamun dan mangrove
menggunakan Independent Samples T Test (α = 0,05) dengan tingkat keakuratan
95% dibantu oleh software SPSS 16.00. Uji Independent Samples T Test adalah
uji digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua
kelompok sampel yang tidak berhubungan (Hidayat et al. 2015). Maka dari itu Uji
ini digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kelimpahan dan
keanekaragaman makrozoobentos antara dua ekosistem (Lamun dan Mangrove)
9
yang tidak saling berhubungan. Sedangkan perbandingan jenis makrozoobentos
dan tekstur sedimen di analisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Makrozoobentos pada Habitat Lamun
Berdasarkan hasil pengamatan, makrozoobentos yang ditemukan selama
penelitian di Perairan Batu Licin pada habitat lamun terdiri dari 13 family dengan
23 spesies.
Strombidae
Neritidae
Nassariidae
Buccinidae
Fasciolariidae
Littorinidae
Cerithiidae
Arcidae
Veneridae
Mactridae
Gecarcinucidae
Portunidae
chlorodiellinae
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
Gambar 3. Family Makrozoobentos di Habitat Lamun
Family makrozoobentos pada seluruh titik pengamatan terdiri dari Strombidae
(7.90%), Neritidae (12.37%), Nassariidae (7.56%), Buccinidae (4.47%),
Fasciolariidae (9.28%), Littorinidae (4.81%), Cerithiidae (9.28%), Arcidae
(4.12%), Veneridae (26.12%), Mactridae (6.87%), Gecarcinucidae (2.06%),
Portunidae (3.44%), Chlorodiellinae (1.72%).
Identifikasi Makrozoobentos pada Habitat Mangrove
10
Berdasarkan hasil pengamatan, makrozoobentos yang ditemukan selama
penelitian di Perairan Batu Licin pada habitat mangrove terdiri dari, 10 family
dengan 20 spesies.
Potam
ididae
Littorinidae
Cerithiidae
Collumbellidae
Neritidae
Cardiidae
Trochidae
Assimineidae
Nassariidae
Buccinidae
0
5
10
15
20
25
30
35
Gambar 4. Family Makrozoobentos pada Habitat Mangrove
Kelimpahan Individu
Berikut ini adalah hasil perhitungan rata – rata nilai kelimpahan
makrozoobentos pada tiap titik sampling dalam satu stasiun
Tabel 3. Nilai kelimpahan individu tiap stasiun.
Kelimpahan Stasiun I (Lamun) (ind/m3) Stasiun II (Mangrove) (ind/m3)Kelimpahan Individu 798 1124
Hasil perhitungan individu pada kedua stasiun penelitian adalah 798 ind/m3 di
lamun dan 1124 ind/m3 di mangrove.
Dari kedua stasiun penelitian, stasiun II mempunyai kelimpahan yang lebih
tinggi dari kelimpahan di stasiun I. Hal ini diduga adanya kandungan organik
yang tinggi pada substrat sebagai salah satu sumber bahan makanan. Sedangkan
pada stasiun I nilai kelimpahannya lebih rendah disebabkan karena lokasi stasiun
11
yang langsung berhadapan dengan laut dan beberapa faktor fisika kimia
mempengaruhi kelimpahan makrozoobentos.
Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (D)
Indeks Keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (D) merupakan
kajian indeks yang sering digunakan untuk menduga kondisi suatu lingkungan
perairan berdasarkan komponen biologis. Berdasarkan analisis data diperoleh nilai
indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominansi (D)
makrozoobentos pada masing – masing stasiun seperti dilihat pada tabel 7.
Tabel 4. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi.
Indeks StasiunI (Lamun) II (Mangrove) Patokan Keterangan
Keanekaragaman (H’) 3,0126 2,9533 H’ > 3.0 Keanekaragaman tinggi dan sedang
Keseragaman (E) 0,9608 0,9858 E = 1 Relatif samaDominansi (D) 0,0547 0,0539 D = 1 Tidak ada yang
mendominansi
Hasil perhitungan nilai indeks keanekaragaman (H’) pada kedua Stasiun
penelitian tergolong keanekaragaman tinggi pada lamun dan keanekaragaman
sedang pada mangrove. Nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada
stasiun I (Lamun) sebesar 3,0126 dan terendah pada stasiun II (Mangrove) sebesar
2,9533. Namun keduanya tergolong dalam kategori tinggi yang mana
menunjukkan kondisi lingkungan perairan yang baik dan mendukung kehidupan
biota di dalamnya.
Indeks keseragaman (E) menunjukan komposisi individu tiap jenis yang
terdapat dalam suatu komunitas berada dalam keseimbangan. Nilai indeks
keseragaman (E) yang diperoleh pada kedua stasiun Indeks keseragaman yang
tertinggi terdapat pada stasiun II (Mangrove) sebesar 0,9858 dan terendah pada 12
stasiun I (Lamun) sebesar 0,9608. Berdasarkan nilai indeks keseragaman di
stasiun I dan II pada perairan Batu Licin umumnya memperlihatkan nilai
keseragaman yang tinggi. Dengan kata lain penyebaran individunya cenderung
bersifat seragam atau relatif sama.
Indeks dominansi (D) berguna untuk menghitung adanya jenis tertentu yang
mendominansi suatu komunitas. Jumlah jenis yang ada pada komunitas tersebut
juga turut menentukan besarnya nilai indeks tersebut. Pada kedua stasiun
penelitian di perairan Batu Licin menunjukan nilai relatif yang sama antar stasiun.
Nilai indeks dominansi yang tertinggi terdapat pada stasiun I (Lamun) 0,0547,
sedangkan terendah pada stasiun II (Mangrove) sebesar 0,0539. Berdasarkan nilai
indeks dominansi (D) di perairan Batu Licin tersebut maka keduanya tergolong
kategori rendah dan umumnya mendekati 0 yang berarti tidak ada jenis yang
mendominansi.
Perbandingan Kelimpahan dan Keanekaragaman Habitat Lamun
dan Habitat Mangrove
Uji independent t-test digunakan untuk membandingkan dua keanekaragaman
makrozoobentos pada habitat yang berbeda yaitu habitat lamun dan mangrove di
perairan Batu Licin. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh data antar stasiun
penelitian yang dapat dilihat pada tabel 8 di bawah ini :
Tabel 8. Uji Independent samples t-test kelimpahan dan keanekaragaman padakedua stasiun.
Indeks F Sig t – hitung Df HasilKelimpahan 3,343 0,075 -0,400 38 Ada perbedaanKeanekaragaman 3,344 0,075 -0,401 38 Ada perbedaan
Hasil perhitungan diatas menunjukan bahwa kelimpahan makrozoobentos pada
stasiun I (Lamun) dan II (Mangrove) ada perbedaan. Kelimpahan mangrove lebih
tinggi dari pada kelimpahan lamun. Untuk indeks keanekaragaman
13
makrozoobentos pada stasiun I (Lamun) dan stasiun II (Mangrove) ada perbedaan
yang signifikan.
Analisis Tekstur Sedimen pada Habitat Lamun dan Mangrove
Shepard Diagram
25%
50%
75%
25%
50%
75%
75% 50% 25%75% 50% 25%75% 50% 25%
1
2 3
4
5 6 7 8
9 10 11 12
Gravel Sand
Silt
1 - Clay2 - Sandy clay3 - Silty clay4 - Sandy silty clay5 - Clayey sand6 - Silty clayey sand7 - Sandy clayey silt8 - Clayey silt9 - Sand10 - Silty sand11 - Sandy silt12 - Silt
Shepard Diagram
75% 50% 25%75% 50% 25%75% 50% 25%
1
2 3
4
5 6 7 8
9 10 11 12
Gravel Sand
Silt
1 - Clay2 - Sandy clay3 - Silty clay4 - Sandy silty clay5 - Clayey sand6 - Silty clayey sand7 - Sandy clayey silt8 - Clayey silt9 - Sand10 - Silty sand11 - Sandy silt12 - Silt
Tekstur sedimen di Lamun dan Mangrove mempunyai perbedaan karakter.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh gambar di atas bahwa pada habitat
makrozoobentos di lamun mempunyai karakter kerikil berlumpur sedangkan
habitat makrozoobentos di mangrove di dominasi pasir berlumpur. Karakteristik
sedimen yang paling penting adalah ukuran butiran sedimen. Hal ini terkait
dengan kemampuan sedimen tersebut untuk mengikat bahan organik dan nutrien
yang dibutuhkan oleh ekosistem lamun dan biota asosiasi yang hidup di
dalamnya, (Korwa et al. 2013).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui
perbandingan kelimpahan dan keanekaragaman makrozoobentos di perairan Batu
Licin Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan, yang telah di uji dengan uji
independent samples t – test menunjukkan bahwa kelimpahan makrozoobentos
14
pada habitat lamun dan mangrove ada perbedaan, sedangkan pada
keanekaragaman makrozoobentos pada habitat lamun dan mangrove terdapat
perbedaan yang signifikan. Dikarenakan perairan Batu Licin menunjukan perairan
yang baik dan bagus dan mendukung kehidupan biota di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A. 2015. Keanekaragaman Meiofauna Interstisial di Perairan Pulau Pucung Desa Malang Rapat. [Skripsi]. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Askara. Jakarta.
Hidayat, B., Fatma, I., Muliadi. 2015. Implementasi Indenpenden T-Test pada Aplikasi Pembelajaran Multimedia Ragam dan Gerak Seni Tari Daerah Kalimantan Selatan. Kumpulan Jurnal Ilmu Komputer 2 (1): 11-21
Korwa, J., I., S. Esry, T., O. Rignolda, D. 2013. Karakteristik Sedimen Litoral di Pantai Sindulang Satu. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 1 (1): 48-54
Kristoval, T. 2017. Studi Ekologi Kepiting Bakau dan Kepiting Ranjungan di Perairan Batu Licin Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan. [Skripsi]. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
Marpaung, Anggi., A., F. 2013. Keanekaragaman Makrozobenthos di Ekosistem Mangrove Alami Kawasan Ekowisata Pantai Boe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. [Skripsi]. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Riniatsih, I., Edi, W., K.. 2009. Substrat Dasar dan Parameter Oseanografi sebagai Penentu Keberadaan Gastropoda dan Bilvavia di Pantai Sluke Kabupaten Rembang. Jurnal Imu Kelautan. 14 (1): 50-59
Romimohtarto, K., Juwana, S. 2001. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Sharma R. Kumar A, Vyas V. 2013. Diversity of macrozoobenthos inMorand River-A Tributary of Ganjal River in Narmada Basin. Intl JAdv Fish Aquat Sci 1 (1): 57-65.
Titoyo, A. 2009. Distribusi Vertikal dan Horizontal Meiofauna di Pantai Wori Sulawasi Utara dan Teluk Kuta Lombok Nusa Tenggara Barat. [Skripsi]. Fakultas Biologi UNJ. Jakarta.
Trisnawati, N. 2012. Struktur Komunitas Meiofauna Intertisial di Substrat Padang Lamun Pulau Pari Kepulauan Seribu. [Skripsi]. FMIPA UI. Depok.
15
Vyas V, Bharose S, Yousuf S, Kumar A. 2012. Distribution of makrozoobenthos in River Narmada near water intake point. Nat SciRes 2 (3): 18-25.
Vyas V, Bhawsar A. 2013. Benthic community structure in Barna Stream network of Narmada River Basin. Intl J Environ Biol 3 (2): 57-63.
16